is
il3!,
1? Y
t
L) I I 7,
Dt
'! ( O;lrr,
Wajah
Hakim
dalam Putusan
Studi Atas Putusan
Hakim
Berdimensi
Wajah Hakim dalam Putusan
Studi Atas Putusan Hakim Berdimensi Hak Asasi Manusia
tsBN 978-979- 1 8057-3-5
Penulis:
Prof. Amzulian Rifa'i, S.H., L.LM., P.hD Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
Andrey Sujatmoko, S.H., M.H.
Editor
Eko Riyadi
Desain Sampul
Rano Bukan Karno
'Ilata Letak Ulya F. Himawan
Diterbitkan Oleh:
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas lslam lndonesia (PUSHAM Ull) Yogyakarta
Jeruk Legi RT. 13/RW.35 Gg. Bakung No. 517',
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta
Tel p./Fax. (027 4) 452032/ 4521 58 Email : pushamuii@yahoo.com Website : www. pusham.uii.ac. id
Bekerjasama dengan
Norwegian Center for Human Rights (NCHR) Universitas Oslo, Norwegia
dan
Komisi Yudisial Republik lndonesia .ll. Kramat Raya No. 57
iakarta Pusat 10450
Kata Pengantar
A.
Kegelisahan sebagai Latar Belakang MasalahSalah satu program yang mendapat penekanan
Komisi
Yudisial (KY)
adalah penelitian
putusanhakim. Penelitian ini didasarkan pada semangat untuk
mendorong proses reformasi peradilan kini dan masa
depan. Reformasi peradilan merupakan salah satu agenda penting bagi bangsa
ini,
bukan saja karenalembaga
pengadilan
sebagaipranata
penegakanhukum
seyogyanyaberjalan
di
atas
prinsip-prinsip moralitas
hukum, tetapi
sekaligus mampu memerankanperadilan
sebagai"tertda
keadilan"bagi pencari kebenaran dan keadilaru bahkan harus
mempu
memerankandiri
untuk
mengfungsikanputusan hakim sebagai sarana transformasi keadilan
sosial (a tool of social justice transformation).
Latar belakang
sejarah
dan sekaligus amanatrcformasi
yang
diembankan negarakepada
KYdisadari benar oleh KY untuk diterjemahkan ke dalam
berbagai strategi kebijakan kelembagaan. Strategi
itu
aclalah dengan menempatkan KY dalam perspektif
ttori
ciail
society. Sejiwa dengan sukma reformasiscbagai koreksi total terhadap praktik sistem
politik
partisipasi
publik
dalam proses-Prosespolitik
yang beradabdan
penegakanhukum
pada eraitu'
KYmenetapkan
program utama
"transformasi
danreformasi peradilan". Tujuan
visionernya adalahmereposisi
dan
merevitalisasi lembaga pengadilandan
prosesperadilan
dalam
Program-program aksi akseleratif menuju terciptanya PencaPaian visi bangsayaitu
Indonesia sebagai negara berdasarkanprinsip The Rule of Law dan Kedaulatan Rakyat (The Sowereignty
of
the People\' Bagaimana komunitashakim dan institusi pengadilan dapat memerankan
diri
melalui
putusan-putusannyadan
kebijakaninstitusionalnyayangmerefleksikannilai-nilaidan
prinsip hukum dan
keadilanbukan
sebatas padakeadilan
individual
(yangberperkara-baik
pidana maupun nonpidana), tetapi dapat melampaui tujuan-tujuan y anglebih besar'Dalam sistem The Rule of Law, putusan hakim
dituntut tidak terjebak pada paradigma legisme yang
memandang
undang-und*g
adalah
perwujudan hukum,hakim
sebagai corong undang-undang (la bouche de la loi) ymgmemproduksi putusan legalistikpositivistik
namun juga bukan berkiblat buta padamazhab realisme hukum y arrg berciri membangkang
terhadap
orde hukum
yar.rgberlaku'
Tetapidiperlukan suatu putusan yang mengkonstruksikan
pemikiran hukum paradigmatik yang penuh dengan
muatan
esensialitasdan
substansialitas keadilansubstantif
dan
transformatif
menuju
percepatan proses modernisasi negara sebagaimanadi
Amerika (Satjipto Raharjo: 2006).Sebagaimana
lazimnya komunitas
hukum merujuk kepada Gustav Radbruchtentang
unsurfilosofis, sosiologis danyuridis yang perlu disintesakan
ke dalam suatu putusan hakim, pada tataran praktik
masih menemukan problem metodologis. Bagaimana menyepakati agenda baru untuk merintis konstruksi pemikiran paradigmatik secara fundamental tentang putusan hakim,
yaitu
putusan yang mencerminkanspirit
(roh-sukma) PembukaanUUD
1945,nilai-nilai
dasar The Rule of Law, Substantiae lustice, dankemanusiaan universal yang
fitrah
(otentik), untuk memaknai dan menyikapi secara yuridis fakta-faktahukum yang ditemukan hakim di persidangan bukan sebatas kasus perkasus,
namun
diletakkan dalamkonteks sosial politik dalam arti luas.
Tentang problem metodologis
ini
diperlukan langkahkonkrit
dan akseleratif. Alasannya, katena sudah lima dekade lebih peradilan kita berada pada status quo dalam ketidakjelasan filosofis, paradigmadan
orientasitransformatifnya' Sulit
ditemukan adanya meanstreamputusan y ang responsif terhadapproblem ketidakadilan sosial yang diakibatkan oleh
struktur
dan sistem sosialpolitik
yangtidak
adil.Dalam putusan kasus korupsi
dan
illegal loggingmisalnya, kebanyakan putusarmya bebas (tanpa dasar
bukti
dan
argumenhukum
yang kuat), hukumanminimal
hingga putusan ttoorwardeliike (pada masayffirg akan datang jenis putusan
ini
perlu
dihapus untuk kasus korupsi). Putusan ini tidak menunjukkan perspektifhakim
yffig
berpihak pada korban yarrg mengalami proses pemiskinan masif akibat tindak pidanakorupsi
sebagai kejahatan atas kemanusiaan(crimes against humanity). Sebagian
hakim
malah justru berpihak pada pelaku dengan alasan terdakwa sebagai pejabat telah berjasa pada negara. Suatu alasanhakim yang terang-terangan mencederai kehormatan dan keluhuran martabat
diri
dan institusinya.Sebagian
hakim
tidak
memandang bahwatindakan
kriminal
terdakwa
sesungguhryumengandung
muatan
pelanggaranhak
ekonomisosial
dan
budaya. Triliunan
kekayaan
negarayang dikorup
tidak
dimaknai
sebagai tindakanyang
merobek tatanan keadilan sosial. MeminjamJotur
Rawls,
bagaimana seyogyanya pengadilansebagai
pranata
hukum
mendistribusikan
hakdan
kewajiban fundamental
dengan
mengukur (mempertimbangkan pen) struktur dasar masyarakatflon,
Rawls: 2006). Korupsi yang dilakukan pejabatnegara
tidak
dipandang sebagai tindakan hina danmemarginalkan masyarakat
yar.g
berada
dalamstruktur
sosial
yang
lemah,
sementara koruptor berada dalam struktur kekuasaan negara yang kuat namun justru dikhianatinya sendiri. Faktorini
tidaktampak sebagai perspektif hakim untuk memperberat hukuman pada pelaku pencurian uang negara ini.
Hakim
seyogyanya merumuskan
putusaryselain
memperhatikan
hak-hak
dan
kewajibanserta
tanggung
iawabyuridis
terdakwa
maupunpara
pihak, juga
memperhatikanhak-hak
sosialmasyarakat terutama
rakyat
ekonomi lemah yang menjadi korban pembunuhan pelan-pelan akibat hak hidupnya dirampas oleh pada koruptor. Memimpikan putusan idealini
tidak akan terealisasi jika institusihukum
termasuk pengadilansteril
dari
problemketidakadilan sosial
dan tidak
ada
keberpihakanpada
moralitas
hukum
substantif.
Pengadilanseharusnya
menjadi institusi sosial
yang
pekaterhadap dinamika masyarakat sekitart yarr9 sarat
dengan
pikiran
keadilan, pembelaan rakyat, nasib bangsanya dan memiliki hati nurani (conscience of thecourt) sebagaimana dikemukakan Satjipto Rahardjo.
Hukum
dan dengan demikian putusan hakimetika dan moral. Memasukkan dan meletakkannya
secara benar unsur penting ini ke dalam pertimbangan
hukum
sebagai argumen dasarbagi
putusannyamerupakan perkara
tidak
mudah' Bagaimana faktaharus ditafsir dengan benar, dengan meletakkan fakta
itu
juga ke dalam tafsir konteks etika sosial melaluiperan
hermeneutikamauPun
sosiologi'Hal
ini
penting jika difahami bahwa putusan hakim sebagai
hukum tidak
hanya
menyelesaikan sengketa danmenghukum terhadap yffirg
terbukti
salah' namun juga memiliki pengaruh sosial tertentu'Persoalannya
adalah
bagaimana
rumusanpemahaman atas fakta dan realitas sosial itu?' Apakah ditafsirkan semata-mata dengan kesesuaian fakta
itu
apa adanya, dan bebas nllai (ttalue free)?'
Bagaimanametodologi yuridis akademis bisa dirumuskan untuk
menurunkan
titel
eksekutorial
"Demi
Keadilan berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa" ke tingkatputusan hakim. Ada dua elemen fundamental terkait
irah-irah penting
ini,
yaitu
elemenroh
dan ilmu
pengetahuan Qcnowledge)' Bagaimana menemukary
mensintesakan,
mengfungsikan
keduanya
danselanjutnya
merasukkannyake
dalam
putusanmelalui
pertimbanganyang
teliti
dan
berhati-hati(cons cientiou s i u d gement)'
Apakah doktrin hukum yang selama ini difahami
oleh
kalangan
hakim telah
mampu
menjawabkebutuhan lahirnya sejumlah besar putusan hakim
yang
berwatak responsifdan
progresif? Apakahada indikasi pada kebanyakan putusan hakim yang mengakomodir muatan epistemologi, ontologi dan
axiologi serta nilai-nilai dan norma-norma hak asasi
manusia dalam putusan-putusannya ?. Kasus korupsi,
illegal
logging,
yffig
diperiksa
aparat polisi, jaksadan hakim bukan saja sebagai bentuk pelanggaran
terhadap
hek
ekonomi, sosialdan
budaya tetapijuga memperlemah martabat bangsa
di
mata duniasebagai negara terkorup
di
1,6 negara Asia Pasific (Political and Economic Risk Consultancy: 2010)'
Hukum memiliki
dimensi
fungsi
yang"tersembunyi"
yang
selama
ini
amat
langkactijelmakan
dalam
berita
acara
pemeriksaankepolisian, requisitoir jaksa dan vonis hakim' Fungsi
itu
ialah
"liberasi, humanisasidan
transendensi"'Ketika hukum difahami sebagai sistem aturan untuk
manusia dan kemanusiaan, maka hukum dijelmakan
tlalam fungsinya
untuk
memerdekakan manusia,nrenempatkan manusia dalamfitrah harkatnya sebagai
lragian d.ari cosmos, yar.Lg dengan credonya mutlak nremerlukan ethos lan logos. Dalam konteks putusan
lrakim
yangmutlak wajib
dipertanggungjawabkankt'pada Allah SWT al-Khaaliq (Sang Pencipta), cukup
banyak alasan untuk menelusuri, menggeledah dan menganalisisnya guna menemukan adakah putusan
hakim mengandung muatan ketiga unsur tadi: liberasi,
humanisasi dan transendensi, yang di dalamnyaiuga
mengandung muatan hak asasi manusia'
B.
Penelitian Putusan Hakim sebagai ]awabanPemosisian Komisi
Yudisial
dalam perspektifteori ciail society yang telah resmi dijadikan kebijakan
umum
institusi
sejaktahun kedua
(2006),diikuti
dengan pembentukan jejarin g (network) di 30 propinsi se-Indonesia.
jejaring
ini
berbasispada
FakultasHukum,
NGO
dan
Ormas. Tujuannya
adalahrevitalisasi potensi mereka
untuk
masukke
dalamranah
demokratisasi proses peradilan' Salah satu agendanya adalah penelitian putusanhakim
yangdilakukan
oleh
dosen seniordi
beberapa Fakultas Hukum.Telah menjadi hal yang lumrah bahwa struktur
lembagapengad.ilandilndonesiaterdiridaritingkat pertama,
banding
dan
kasasi
serta
(peninjauankembali). Dewasa
ini
ada sekitar 7000 hakim yangtersebar
di
daerah kabupaten f kota, propinsi dan diMahkamah Agung. Sebaran hakim
di
seluruh negeriini
menarik
dilihat dari
kepentingan penegakanhukum. Betapa
hakim memiliki
Peran yang muliadan terhormat (officium nobille) dalam memerankan wewenang4ya.
Dinamika
yang
pesat
di
masyarakat selaluditandai
dengan mobilitashorizontal dan
vertikal dalam berbagai dimensi dan jenis hajat kehidupan rakyat. Sementara dorongan dan rangsangan hidupdengan tuntutan-tuntutan baru mengalami pemasifan pemahaman akibat teknologi informasi yarrg sangat mudah d.i akses oleh semua lapis sosial. Tumbuhnya
secara
pesat
kesadaran
mengorganisasikan kepentinganrakyat
satu
sisi
merupakan indikasipositif yaitu
menguatnya. benih-benih masyatakat madani; namundi
sisi lain akan menjadi peringatanbagi
penyelenggata rregara, termasuk pengadilanuntuk memaknai dan menyikapinya dengan penuh
kearifan, kehatian-hatian dan integritas tinggi'
Potensi konflik yang semakin terbuka terutama
ketika
mobilitas kesadarandan
keberanian rakyatdihadapkan
pada
disparitas sosial ekonomiytrrg
berdampak pada tereduksinya hak-hak asasi mereka'
Bangkibrya kesadaran berdemokrasi
pada
kaumburuh tani, buruh
pabnk, petani
dan
kelompokterpelajar
yang
semakin menyebar
di
seluruh pelosok, tidak mudah diakomodasikan oleh institusi hukum termasuk pengadilan. Semestinya Pengadilancorong
undang-undang kepada pengadilan yang mewakili dan mendengarkan suara rakyat (Satjipto Rahardjo:2006).Menyadari
Peran
sejarah
hakim
dan peradilan ke depan, dirasa perluuntuk
melakukan pemetaan putusan hakim . Tujuannya adalah untukmengidentifikasi apakah di dalamputusanitu terdapat muatannilai-nilai, kaedah dan teori hak asasi manusia.
Hal
ini
dipilih
dengan argumenbahwa
hakekathukum adalah menyatu dengan kemanusiaan, katena
hukum
dibanguru dibentukdan
ditemukan untukmelindungi
martabat manusia. Sebagai Lembaga Negara yang diatur dalam Konstitusi, KY menyadaribahwa
hukum
dan kekuasaan negaratidak
dapatdimengerti
selain atas dasar hormat terhadaphak-hak
manusiawiyang
diciptakanoleh Allah,
yang karenanya sikap hormat terhadap martabat manusiamerupakan
penghormatanterhadap
Allah
dan sebaliknya perkosaan terhadaphak
asasi manusiaadalah merusak ciptaan Altah (Magnis Suseno: 2001).
Riset putusan
ini
dibangunatas
premis nilaitertentu
yang
beresensipada
martabat manusia,moralitas
hukum, dan doktrin hukum
progresif. Tujuannya sekedaruntuk
memetakan apakah dari sejumlah putusan yarrg dapat diakses oleh peneliti terdapat muatan-muatan hukum resPonsif dannilai-nilai hak
asasi manusiaatau
sebaliknya' Dengandemikian penelitian
ini
mendasarkan pada kerangka yang jelas, karena suatu penelitian harus dimulaidengan memberikan perhatian terhadap beberapa premis
nilai,
mengingat tidak adailmu
sosial yang " nett aL" atau hany a " faktual", bahkan sesungguh'y'tidak pernah "obyektrt" dalam arti yang sebenarnya' (Gunnar Myrdal: 1981).
Dari
hasil penelitianini,
seperti apapun petarumusan pemikiran hakim
terhadap
perkara yangdiperiksa
dan
diadilinya,
pembaca dipersilahkanmenilainya.
Namun ada
kesadaranvisioner
dan tanggungjawab
sejarahyang
menjadi komitmenkami bersama dengan ]ejaring KY, khususnya Para
peneliti putusan hakim
ini,
yaitu
bahwa paa masadepan semua stake-holders darr mitra juang KY dapat menggali dan mengabtraksikan hasil riset ini menjadi
gagasan
yffi$
lebih prospektifba$
kontribusi kitabersama
demi dan untuk
akselerasi transformasi(spiritual,
kultural
dan
intelektual)dan
reformasi komprehensif dunia peradilan yang merupakanmilik
bangsa dan menjadi tanggung jawab kita bersama '
Kami
menyadari bahwa perguruantinggi
di
negeri
ini
masih lebih mencerminkan sifat danperan sebagai "teaching uniuersity".
Aktivitas
penelitianmasih
belum
merata
dan
mentradisi. Sementarax111
disadari
bersamabahwa aktivitas
pengembangan suatuilmu
dan teori, hanya bisa dilakukan dengan aktifitaskritik
ideologis atas bangunan filsafat teori klasik . Kritik ini akan memperoleh temuan empiriknyamelalui penelitian. Hasil penelitian
di
satu sisi jelas bermanfaat bagi komunitas hakim untuk kemudian melakukan refisi seperlunya atas paradigma hukum yangdianutnya selama ini' Sedangkan bagi kalangancivitas akademika fakultas hukum hasil riset dapat memperkuat trad.isi dialektika akademis yang sudah semestinya menjadi karakternYa'
Akhirnya,
meminjam
istilah
MurtadhaMuthahhari, bahwa
ketika
kita
menyadari betapa sangat pentingnya kegunaan epistemologi dalamperan hakim sebagai
"wakil
Tuhan" maupun dosensebagai "
goru
dan
pendidik", maka
ketahuilahbahwa sumber epistemologi adalah hati dan alatnya
adalah p enyucian iiw a (t a zkiy ah an-n afs), y al-.tg den gan
penyucian
ini
maka
pandanganrasionya
akanmenjadi
lebih
terang (Murtadha Muthahari: 2008)'Patut pula kita simak, petuah August Comte' bahwa pendidikan yang intelektualistis melulu dan bertujuan
untuk menambah pengetahuan saja, tanpa motivasi
dan cinta kasih, hanya menghasilkan intelektualisme kering dan rasionalisme mandul (K] Veeger: 1986)'
Semoga
hasil
penelitian
sebagai kerjasamaKomisi Yudisial
Republik
Indonesia
(KYRI)dengan Norwegian Center for Human.Rights (NCHR),
Universitas
Oslo
Norwegia
ini
tidak
keliru
jikadipersembahkan kepada mitra juang Komisi Yudisial,
yaitu
MahkamahAgung
dengan ribuan hakimnya,demikian
juga
kepadakomunitas
dosen fakultas hukum se bagai" pendidik calon ilmuwan dan pene gakhukum" bagi keperluan menambah amunisi empirik untuk memperkuat tradisi dialektika akademik yang
ditandai dengan dinamika sikap skeptis,
kritis
etik-ideologis
dan
sekaligusinovatif
sebagai tanggung jawab sejarahnyauntuk
menyemai dan melahirkankader
dan
pemimpin
cendekiawandan
penegakhukum
yarrg bermartabat sesuai fitrahnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Allah SWT .M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum
Pertanggungjawaban
Akademik
Penelitian
Puji
Syukur
kita
panjatkanke
hadirat
AllahSWT akhirnya penelitian putusan hakim (berdimensi
hak
asasi manusia)dapat
diselesaikan' Penelitianini
merupakan kerjasama antaraKomisi
Yudisial Republik Indonesia (KY RD dengan Nonoegian Center for Human Rights (NCHR), Unioersity of Oslo, Nonoey,dan dilakukan berturut-turut selama dua tahun yaitu tahun 2007 (40 kasus) dan Tahun 2008 (42 kasus)'
Masalah yang ingin dikaji dalam penelitian
ini
adalah berkaitan dengan bagaimana karakteristik profesionalisme hakim dalam menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara. Pelaksanaan penelitian
ini
dilakukan oleh
9
(Sembilan) Fakultas Hukumatau Pusat
Studi
Hak
Asasi Manusia (PUSHAM)dari
pelbagai Universitasyang
menjadi jejaringKomisi Yudisial, antara lain: PUSHAM Universitas
Negeri
Padang
(UNP),
PUSHAM
UniversitasSurabaya,
PUSHAM
UniversitasIslam
Indonesia(UII)
Yogyakarta, PUSHAM Universitas PattimurraAmboru PUSHAM Universitas Nusa Cendana Kupang
dan Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Fakultas
Hukum Universitas Trisakti Jakarta, Fakultas Hukum
Universitas Malikussaleh Lhokseumawe' Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura Pontianak'
Adapun
sumber
data
dari
penelitian
ini
adalah
dari
kepustakaan (tibrary reaserch)' Penelititidak
langsung mewawancarai majelis hakim yang memeriksa perkara yang menjadi obyek penelitianatau melakukan pengamatan (observasi)
ke
ruang sidang pengad'ilan. Oleh karenaitu
hasil penelitianini
tidak mengambil/menarik satu kesimpulan yangmenggeneralisir keseluruhan
putusan
hakim
di
Indonesia. Penelitian ini hanya merupakan potret dari
putusan hakim yang dianalisis oleh jejaring Komisi Yudisial.
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan
olehFakultas Hukum/Pusat
Studi
Hak
Asasi Manusia'manfaat atau faedah yang dapat diperoleh antara lain:
1. Penguatan tradisi riset di Perguruan
Tingp;
2.
Memberi kontribusi
para hakim
dalammembuat Putusan;
Adanya dialektika antara Perguruan tinggl
dan hakim;
Adanya
kritik
akademis terhadap putusanhakim;
5.
Adanya
simbiosis
dunia
peradilan
dankampus.
Seiring dengan selesainya penelitian putusan
hakim
ini,
perkenankan saya sebagai penanggungjaw ab penelitian menyampaikan ucapan terima kasih kepada saudaraf
i:
1. Nicola Colbraru Penasehat Hukum Indonesia
pada
Nonaegian CenterFor
Human Rigltts (NCHR), UnioersitY of Oslo, NorweY.2. Tim riset putusan
hakim
yangterdiri
dari project manager, supporting team, sekretaris dan bendahara.3. Tim
Ahli
dari
Komisi
Yudisial
RepublikIndonesia antara
lain:
Arnoldus
]ohanDay,5.H., Achmad Dardiri, S.H., dan
Amir
Syarifudin, S.H., M.Hum.4.
Tim
peneliti sekaligus penulis yarrg terdiridari:
a.
Prof. Amzulian
Rifa'i,
Fakultas HukumUniversitas Sriwijaya, Pelambang.
b.
Dr.
Suparman Marzuki, S.H. M.Si., Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas IslamIndonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta.
c.
Andrey
Sujatmoko, S-H.,M.H.
FakultasHukum Universitas Trisakti, Jakarta.
5. Peneliti daerah ymtgterdiri
dari:
a. Drs. Akmal, M.Si, PUSHAM Universitas Negeri Padang.
b.
Inge
Christanti,
PUSHAM
UniversitasSurabaya.
J.
c.
Eko Riyadi, S'H',
PUSHAM UniversitasIslam Indonesia'
d.
Amalia
Ztthra,
S'H',
L'LM''
FakultasHukum Universitas Trisakti ]akarta'
e. Mirza Alfath, S'H',
M'H''
Fakultas HukumUniversitas Malikussaleh' Lhokseumawe' Nangro Aceh Darussalam'
f.
Octovianus
Lawalata'
S'H''
M'H''
PUSHAM Universitas Pattimura' Ambon' g. Ibrahim Sagio, S'H', M'H'' Fakultas Hukum
Universitas Tanjung Pura' Pontianak'
Yorhan
Yohannis
Nome,
S'H''
M'H''
PUSHAM
Universitas
Nusa
Cendana'Kupang, Nusa Tenggara Timur'
Moh. Tavip, S.H',
M'H',
Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Palu'Semoga kerja saudara-saudari
ini
merupakanibadah di sisi Allah SWT' Amin'
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar Ketua Komisi Yudisial
-
iii
Sambutan Penanggungjawab Penelitian-
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Dasar Pemikiran-
1B.
Komisi Yudisial & Putusan Hakim-
6C.
Kerangka Pemikiran-
13D.
Metode Penelitian-
24BAB
II
PENGADILAN DANHAKIM
DALAM
SISTEM
HUKUM
A.
Pengantar-
29B.
Pengadilan dan Hakim dalam Sistem CommonLaw
*
321,.
Sejarah Common Laut-
322.
KekhususanCommonLaw-
35(a)
Doctrine of Precedent-
35@)
lurYSistem- 40(c)
Adztersarial System-
43Independensi dan Kekuasaan Hakim
-
44h.
1.
Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah' S'H'
Penanggun
I
I aw ab PenelitianAnggota Komisi Yudisial
Republik Indonesia J.
C.
Pengad'ilan dan Hakim di negara penganlft CiailLaw
-
50(1)
Sejarah Cirtil Law-
50(2)
KekhususanCirtilLaw-
52D.
Keadilan di Antara Dua Sistem Hukum-
56BAB
III'YANG
MULIA"
BELUM BERANJAKA.
Pengantar-
73B.
Fenomena Putusan Hakim-
78C.
Gambaran Putusan Hakim-
83(1)
PeneraPan Hukum Materiil-
84(u)
Kontradiksi antara
Pertimbangandan Putusan
-
84(b)
Putusan
Hakim Lebih
RinganDariPada Tuntutan Jaksa -87
(.)
Putusan Hakim TidakUndang-Mempertimbangkan
Undang Khusus Selain KUHP
-
93(d)
Putusan d'engan Hukuman Rendah/Minimal Pada Kasus KoruPsi
-
95(")
Putusan
Lebih
Rendah
DariPada Masa Tahanan YangDijalani-
98(f)
Putusan Bebas Pada Kasus KorupsiYarrg Dilakukan Berdasarkan Perda
-
101(2)
PeneraPan Hukum Formil-
103(u)
Putusan Bersalah Tanpa Didukung Alat Bukti-
103(b)
Proses Penyidikan
Tidak
SesuaiDengan
Prosedur
Hukum
danMerugikan Terdakwa TetaPi Tidak DiPertimbangkan Oleh Hakim
-
106(c)
Terdakwa
Tidak
DidamPingiPenasehat Hukum (Sejak Penyidikan Hingga Persidangar)
-
107(d) Putusan "diramPas
untukdimusnahkan" TerhadaP
Barang Bukti DianggaP Tidak TePat-
113(")
Biaya Perkara yarrg Besarnya Tidak Realistis-
11,4(3)
Penerapan Doktrin/Yurisprudensi-
115(u)
Penggunaan Doktrin-
115(b)
Pertimbangan
Putusan
HanYaMengikuti Dakwaan ]aksa
-
118BAB
IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASIA.
Kesimpulan- 12'1,B.
Rekomendasi- 12LDaftar Pustaka
-
123BAB
I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
Mafia Peradilan bukanlah isu atau isapan jempol
y angdihembuskan tanpa dasar. Mafia Peradilan tidak
hanya menjadi realitas dalam
lalu
lintashukum
di kantor Polisi, di Kejaksaan, di lingkungan Pengadilary atau di kantor pengacara yangmelibatkan Para pihakyang sedang tersangkut kasus atau berurusan dengan
hukum, tetapi
sudah menjadi realitas sosial lebihluas, yang dilakukan siapa saja yang berada dalam
lingkaran
penegakanhukum, yang
menawarkanatau menginginkan mengatasi masalahnya
di
luar prosedur hukum. "siapa yangtidak percaya denganM#ia
Peradilan, silahkan berperkara di Pengadilan",kata Artidjo Alkostar.'
Dewi Themis yang menjadi visualisasi hukum
moderer; yang
menggenggam pedangdi
tangan kanaru dacingdi
tangankiri,
matatertutup
kain, sudah lama berubah perangai. Ia sudah kehilanganketajaman karena pedangny a iar angdiasah; kalaupun
diasalu
hanya pada satu sisi. Jika
berhadapan dengan objek yarrg berkuasa atau berkantong tebal,1 Dikatakannya dalam suatu kesempatan diskusi tentang Mafia
digunakannya
sisi
yarrgtumpul,
sebaliknya jikaobjeknya lemah dan papa, ditebasnya dengan sisi yangtajam. Dacing pun malas ditera ulang sehingga tidak lagi akurat sebagai alat ukur keadilan' Penutup
mata sudahlama dilepas, sehingga jelas membedakan
"man'rarupiah mana d'ollat". Singkat kata,
"llte
haaes always come out ahead."2Praktik Mafia Peradilan yang telah sedemikian
rupa
mewarnai penegakanhukum
di
Indonesia'telah membuat tingkat ketidakpe r cay aarr masyarakat
terhadap
hukum dan
penegakanhukum
sangattinggi.
Keputusan Polisi, ]aksatidak
melanjutkan penyelidikan atau penyidikan, sekalipun didasarkanpada pertimbangan-pertimbangan
hukum
objektif' hampir dapat d,ipastikan diragukan objektifitasnya'Terkait dengan
isu
Mafia
Peradilary keluhankepada
pengadilan
berkaitan
pula
dengankualitas pertimbangan
dan
putusanhakim'
Tidaksedikit
masyarakatdan
para pencari
keadilanmempertanyakan alasan hakim menjatuhkan pidana
ringan kepada pelaku korupsi, kepada
pelakuperambah
hutan,
kepada
pelaku
pelanggaranhak
asasimanusia.
Masyarakatjuga tidak
habismengerti
mengaPa anak-anakdi
bawah
umur2 Ungkapan ini berasal dari tulisan Marc Galanter' "Why the
'Haves' Come Out Ahead: Speculations on the Limits of Legal Change"' Law and Societu, F all, 197 4, t:Jrm' 1'47 -182'
diadili,
dan
dipidana dengantuduhan
melakukanjudi. Masyarakat juga bingung memahami tindakan Pengadilan
Tinggi
yang rnenerima keberatan jaksaatas penghentian persidangan kasus Prita Muliasari'
Mungkin saja
semua
itu
objektif,
tetapi-sekali
lagi-ketidakpercayaan
masyarakatsudah
sangatmendalam, sehingga perbuatan
baik-pun
dinilainegatif.
Cita dan fakta yang berkaitan dengan penegakan
keadilan masih belum dapat bertemu' Harapan akan adanya instrumen
dan
pengadilan yarrgfair
danberkeadilan masih dihadapkan pada maraknya mafia peradilan dan praktik-praktik hukum menyimpang'
Pada
tingkatan tertentu
Indonesia bahkan dapatdikatakan berada
pada
situasi lawlessness, karenaada sekelompok orang dapat bergerak bebas dan
melakukan
kekerasantanpa
mendapat
tindakansepadan
dari
aparat kepolisiary massa
dapat"mengadili"
pencuri kelasteri
dan
membakarnyahidup-hidup,
sementara pengadilan membebaskankoruptor kelas kakap. Dunia hukum
Indonesiaberada
dalam kuasa
"demoralisasi, disorientasi,dehumanisasi dan dekadensi"'
Bagi sementara pihak, yang memiliki komitmen
atau cap negatif terhadap perilaku penyalahgunaan d.arrrf atau penyimpangan
hukum oleh pihak
yangmemiliki kewenangan atau kekuasaan menggunakan
hukum
denganpihak yang
sedang menghadapimasalah hukum. Tetapi bagi sementara pihak yarrg
lain,
yang
"menikmati"
ketidaktertiban
hukumtersebut, memandang Mafia Peradilan justru menjadi
jalan
keluar dari
kerumitan dan kesulitan hukum'Menjadi
jalan
membungkus kesalahan menjadikebenarary atau mengakhiri kesalahan tanpa proses'
Mafia Peradilan bahkan telah menjadi kepercayaan
dan
keyakinan
umum yang
memberi
sugestimemperkecil ketakutan
atau
kekawatiran apabilaberurusan dengan hukum.
Para
brandalan
hukum
itu
sangat
berani mempermainkandan
memandang rendah otoritashukum. Mereka
tidak
hanya
membuat
hukumkehilangan otoritas materiil dan formal proseduralrrya,
tetapi juga mencampakkan otoritas moralnya' Instifusi
hukumbeserta orang-orang yang diberi kewenangan menjalankannya
tidak
diidentifikasi
sebagai sosok moralis yang bernibawa, tempat meminta kepastianhukum
dan
keadilan.
Ada
Perasaanmiris
dan pesimis setiap kali melihat, apalagi berurusan denganhukum.
Tidak
mengherankan
apabila setiap
kalimasyarakat ditimpa masalah hukum, enggan untuk menyelesaikannya
melalui
jalur
hukum'
Merekamemilih
mendiamkan
saja
masalahnya,
atau menempuh jalan brandalan hukum, atart " rr:.Lain polisi,main
jaksa ataumain hakim
sendiri"'
Ungkapan, "jika anda kehilangan sapi, jangan lapor polisi karenakandangnyapun akan ikut lenya p" ; " kasihuang habis
perkara" (KUHP), "hubungi aku kalau ingin menang"
(HAKIM), adalah sinisme tentang penegakan hukum'
Ada
proses demoralisasi yang panjang dalamdunia
hukum kita.
Juga ada masalah sistem yang mendukung munculnya demoralisasi tersebut. sistemperadilan
kolonial yang
digunakan secara tambalsulam tidak direvisi secara total pada tataran prinsipil
untuk
memenuhi kebutuhan
masyarakat
akanperadilan yffigberkeadilan, namun lebih merupakan
alat kontrol yang represif . Sehingga barang siapa yang
ingrn selamat dari jerat hukum, dia akan melakukan
upaya-upaya
kolusi ytrtg
mendorong
suburnyademoralisasi.
Ada empat langkah yang dilakukan Orde Baru
untuk
"menyempurnakan"hukum
sebagai alat untuk menjinakkan masyar akat: P ertama, melakukankooptasi terhadap lembaga-lembaga
tinggi
negara, termasukMahkamahAgung (MA) yang menyebabkanMahkamah
Agung
(MA)
kehilanganfungsi
projustitia-nya. Kedua, memusnahkan
pranata
sosial'misalnya peradilan adat atau kearifan
lokal
yffirgselama bertahun-tahun menjadi mekanisme penjaga
keseimbangan
dalam lingkungan
adat
tertentu'Ketiga, kanalisasi semua pertarungan
dan
konflik yarrgterjadi
di
masyarakatpada
peradilan yangdisediakan negara sehingga negara dapat mengontrol
konteks, peristiwa dan putusan yang akan ditetapkan'
Keempat,
membentuk
instrumen-instrumen quasiuntuk
menyelesaikan masalah masyarakat' Hukum yang berada dalam kuasa negara menjadi semakintidak berdaya ketika praktik-praktik politisasi lebih dominan ketimbang praktik hukum yang sebenarnya'
Law enforcement menjadi kehilangan ruang' sehingga
tidak salah jika ada yang menyebut bahwa aPa yang
terjadi di Indonesia adalah law withoutlaw' ada hukum
tapi tidak berguna.
B. Komisi Yudisial & Putusan Hakim
Di
tengah tingginya tingkat ketidakpercayaanpublik
kepada hukum, institusihukum
dan aparat penegakhukum,
khususnyahakim'
pembentukanKomisi Yudisial
(KY)
yarrg dimandatkan
UUD1945
hasil
perubahanuntuk
melaksanakan prosespengangkatan
hakim agung
dan
melakukanpengawasan terhadap hakim,3
telah
menerbitkanharapan
akan terwujudnya
hakim
yarrg
luhur, bermartabat, dan profesional, sekalipun tugas dan kewenanganKomisi
Yudisial (KY)
terbatas padasalah satu elemen pengadilan, yaitu hakim.
Sejarah pembentukan
Komisi Yudisial
(KY)memang
dimaksudkanuntuk
menjadi
kekuatan mewujudkan kekuasaan peradilan yang profesional, bebasdari
korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN),berwibawa
dan
dapat
memenuhi
rasa
keadilanmasyarakat. Tekad demikian itu-sebagaimana telah
disinggung
di
awal-didorong oleh fakta
bahwacitra lembaga peradilan
di
Indonesia sangat burukakibat merajalelanya berbagai penyimpangan dalam
praktik peradilan di Indonesia, sebagaimana tampak
dari (antara lain) putusan-putusan para hakim yang
dirasakan
oleh
masyarakattidak
memenuhi rasakeadilan.
Sayang sekali uPayamewujudkan tugas Komisi
Yudisial
(KY)
sebagaimanadisebutkan
di
atas,sudah
terlebih dahulu
kandas selagi lembagaini
sedang menyiapkan langkah-langkah organisatoris, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yanlg3 Kewenangan Komisi Yudisial (KY) menurut Pasal 24A ayat (3)
dan Pasal 248 adalah menseleksi dan mengusulkan pengangkatan
membatalkan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial
(KY)
sebagai landasanhukum
KomisiYudisial (KY) bekerja' Apakah dengan adanya Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut Komisi Yudisial
(KY) yang dijamin
Konstitusi
itu
harus
berhentibekerja?
Tentu
sajatidak, Komisi Yudisial
(KY)harus terus menyusun kerangka kerja operasional
untuk
mengimplementasikan kewenangan yangdimilikinya;
salah satu caranya adalah melakukankajian
atauriset
terhadap produk-produk hukumpengadilan atau Putusan hakim'
Mengapa
meneliti
putusan hakim?
Putusanhakim
bukanlah rangkain
kata-katadan
kalimatyang tidak bermakna, yang diucapkan seseorang
di
depan pengadilan. Putusanhakim
adalah putusan penegak hukum, bahkanhukum
itu
sendiri'
yangdapat
menggambarkanbanyak
hal
tentang
dan mengenai dunia ke-hakiman dan kehukuman kita'Bisa menggambarkan bagaimana kualitas intelektual
hakim,
keseriusanhakim,
ketelitianhakim
dalammenyusun
pertimbangan-pertimbangan hukum;menggambarkan paradigma
berpikir
yffig
merekaanut;
menggambarkanapresiasi
dan
komitmenmereka terhadap arti penting penegakan hukum bagi rancang bangun kehidupan sosial
di
luar
hukum;termasuk di dalamnya menggambarkan ada tidaknya
komitmen terhadap hak asasi manusia.
Selain
itu,
putusan
hakim
adalah
putusanhukum
yang memiliki
implikasi
yuridis;
salahsatunya dapat menjadi yurisprudensi. Jika putusan hakim itu bernilai tinggi, memiliki rasionalitas hukum
yang mendalam, mencerminkan kepribadian hakim yangindependen, kuat dan cerdas, maka tentu akan
sangat
kontributif
bagi perkembanganhukum
danilmu hukum. Putusan hakim bisa memiliki implikasi
sosial negatif yarrg berdampak luas apabila putusan
itu
dirasakan
mengabaikan perasaan
keadilanmasyarak at y ang luas Pula.
Putusan
hakim
i:uga
bisa
menimbulkan malapetaka kemanusiaan apabila putusanitu
tidakcermat, keliru atau salah. Jikahakimsalahmenjatuhkan putusary maka bisa terjadi
pihak
ytrtg
sebenarnyatidak
bersalahjustru
dihukum, yang berhak justru kehilangan hak, yang seharusnya dibebani kewajiban lepas dari beban kewajiban. Kasus Sengkon, Karta, dan beberapa kasus serupa yang terjadi kemudianadalah contoh dari putusan semacam itu.
Substansi putusan
hakim
yarrg diambil dalamproses persidangan
bukan
semata-mata tindakanaparat
yang
berwenang menerapkan
undang-undang
yang
telah dibuat
sebelumnya
(azaslegalitas) terhadap seseorang dan sesuatu kasus, atau
I
tindakan
menemukanhukum yang
bisa
menjadiyurisprudensi,
tetapi juga
tindakan
kemanusiaanyalrrg
akan
menentukan
tata
nilai,
norma
dan peradaban kehidupan manusia selanjutnya. Kalauproses dan putusan hakim itu dilakukan dengan baik
dan benar sehingga dinilai dan dirasakan masyarakat
sebagai proses
dan
putusan yangbaik
dan benar pu1a,akan
membangun kewibawaanhukum
itu
sendiri
sebagaitata
nilai
dan norma yang
harusdihormati
dan dipatuhi. Tetapi sebaliknya, apabilaproses dan putusan hakim
itu
dinilai
dan dirasakansebagai proses dan putusan yang tidak benar, maka dipastikan akan terbangun citra negatif pada hakim
dan hukum
sehinggahakim
dan
hukum
tidakmemiliki kewibawaan moral dan sosial sekaligus'
Melalui
kajian
terhadap
putusan-putusan hakim terpilih dapat pula diperoleh database tentanggambaran umum hakim Indonesia dalam menj alankan
tugas, kewenangan
dan
tanggungjawabnya selakuhakim, yangnantinya antara lain dipakai sebagai salah
satu bahan pertimbangan bagi Komisi Yudisial (KY)
untuk: (a) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; (b) dasar rekomendasi pemberian hukuman
(punishment) bagi hakim yang
membuat
putusan-putusan buruk dan terindikasi adanya pelanggaran
terhadap kode etik; (c) dasar pemberian penghargaan
(reward) bagi hakim yang
dinilai
mampu membuat putusan-putusan cemerlang danf atau menciptakan yurisprudensi.Oleh sebab itu, fokus penelitian putusan hakim
ini
dikerangka oleh empat permasalahan: Pertama,apakah
putusan
hakim telah
didasarkan kepadapertimbangan-pertimbangan
hukum materiil
yangbenar
dan
tepat? Kedua,Apakah
putusan hakim didapat dari proses persidangan yarrg fair, adil dantransparan sesuai aturan hukum formil yangberlaku? Ketiga, Apakah hakim menggunakan doktrin-doktrin,
dan apakah doktrin-doktrin yangdigunakan itu tepat
dan berala san? Keempat, Apakah putusan hakim telah
mencerminkan penghormatan,
perlindungan
danpenegakan
hak
asasi manusia pelaku, korban danmasyarakat?
Jawaban terhadap permasalahan-Permasalahan
tersebut
diharapkan
dapat
menggambarkanbagaimana hak asasi manusia dalam proses hukum,
pertimbangan
hukum
dan
putusan
hakim
di
pengadilan Indonesia setelah Orde Baru? Orde Baru dalam riset
ini
bukan sekadar konteks waktu, tetapiyang
paling
penting adalah konteks sistempolitik
atau kekuasaan dimana Proses
hukum
(peradilan) berlangsung.Di
era Orde
Baru
hakim
bukanlahtetapi terpengaruh dan terkungkung oleh kekuasaan
(eksekutif) sehingga pengadilan dan putusan-putusan
hakim
di
era tersebut tidak dipercaya, alantsetidak-tidaknya diragukan kebenarannya.a
Pasca
Orde Baru
atau
dikenal
dengan erareformasi
atau era
transisiyang
mengagendakandemokratisasi, supremasi hukum dan perlindungan
hak
asasi manusia menjadi kontekspolitik
yangpenting
dalamriset
ini,
karena kebijakan regulasi dan de-regulasi yang berorientasi pada perwujudannilai-nilai
demokrasi, suPremasihukum dan
hak asasi manusiaterjadi
di
era reformasi. Sedangkan hak asasi manusia yarrg menjadi fokus dari risetini
lebih didasarkan pada kebutuhan untuk mengetahui
apakah
telah terjadi
perubahanparadigma
dan komitmen hakim terhadap pentingnya penghormataryperlindungan
dan
penegekanhak
asasi manusia sejalan dengan perubahanUUD
1945, banyaknyaproduk
perundang-undangan,dan
pembentukanlembaga-lembaga
independen
yang
jelas-jelasmelindungi hak asasi manusia.
Riset putusan ini bertujuan untuk menghimpun data-data tentang ketelitiao kecermatan, kecerdasan
hukum,
dan paradigma atau cara pandang hakim4
Kurr" Gandhi Memorial School, Kedung Ombo, Peradilan A.M. Fatwa Muchtar Pakpahan, adalah sedikit dari begitu banyakPen-gadilan rekayasa.
terhadap kasus, terhadap kepentingan sosial dan kemanusian yang luas yang berkaitan dengan kasus
tersebut.
Temuan terhadap
aspek-aspek tersebutdiperlukan Komisi
Yudisial
(KY)untuk
menyusun kebijakan operasional rekruitman pengisian jabatanHakim
Ago.g
serta
menyusun
langkah-langkahmenjaga keluhuran dan martabat hakim.
Di
samping bertujuanuntuk
kebijakan, secarateoritik penelitian
ini
bertujuan untuk memunculkan gagasan-gagasankritis
tentang putusan
hakimsebagai
suatu
proses
penegakanhukum
olehmanusia terhadap manusia
lain
yang
sedangmempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan
hukum sehingga memperkaya teori-teori penegakan
hukum. Idealisme dan paradigma baru yang ingin diintrodusir dari hasil riset
ini
adalah idealisme danparadigma
putusan
hakim yang
progresif,
yarrgmeletakkan
dan
mengadili pelaku
pelanggaranhukum
dalam konteks (hukum), dantidak
semata-mata berdasarkan teks (hukum).
C. Kerangka Pemikiran
Untuk menjelaskan dan memahami penegakan
hukum,s termasuk proses peradilan
dapats
Istilah Penegakan Hukum merupakan kata Indonesia untuklaw enforcement, ata:u dalam bahasa Belanda dikenal rechtsoepassing dan
rechtshandhaoing.
menggunakan
dua
perspektif yang berbeda, yaitu perspektif yuridis normatif, atau dikenaliuga denganpendekatan doktrinal, atauperspektif sosiologis yang dikenal juga pendekatan non-doktrinal.
Perspektif
normatif
atau
doktrinal
melihathukum
dari
dalam sistemhukum
itu
sendiri ataudalam istilah Lawrence M. Friedman bahwa hukum
oleh
para
sarjanahukum dilihat,
digunakan danmenjadi
ukuran
terhadapperilaku.
SelengkapnyaFriedman menulis:
"The lawyibrs looks at
it
mostly Irom the inside. Hejudges law
in
its own terms; he has learned certain standards against which he measures legal practices and rules, or he writes about practicalffiirs;
how to use the law, how to work with it" .6Penegakan
hukum
dipahami
dan
diyakini sebagaiaktivitas
menerapkan norma-norma ataukaidah-kaidah
hukum
positif (ius
constitutum)terhadap
suatu
peristiwa
kongkrit.
Penegakanhukum
bekerja sepertimodel mesin
otomatis,di
mana
pekerjaan menegakkan
hukum
menjadiaktivitas subsumsi otomat'
Hukum dilihat
sebagaivariabel yangjelas dan pasti yang harus diterapkan
6 Bu"u Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Sosial Sciene Perspectioe, Russell Sage Foundation, New Yotk,1975, hlm'vii'
pada peristiwa yang juga jelas dan pasti.T Penegakan
hukum
dikonstruksikan sebagaihal
yang
rasional logis yang mengikuti kehadiran peraturan hukum' Logika menjadi kredo dalam penegakan hukum'Dimensi-dimensi
moral,
politik,
budaya,lembaga dan manusia sebagai pelaksana penegakan
hukum bukanlah variabel yang diperhitungkan dalam
penegakan
hukum,
karenahukum
(UU)
memiliki logika dan cara kerjanya sendiri sesuai dengan logika syoligisme, yaitu premis rnayort premisminor
dan kongklusi.Logika
sylogisme
dalam
hukum
positifmengharuskan adanya dokumen tertulis atau bukti-bukti tertulis untuk meyakini dan mendasari terj adinya
proses atau transaksi hukum sebagaimana tuntutan
prinsip rasionalitas pada hukum materiil dan hukum
formil.
Selain
itu
diharuskanpula
ditempuhnyaprosedur
dan
mekanismesdalam
penegakarmya'Tanpa
itu
penegakan hukumtidak
bisa dijalankan' 7 Saqipto Rahardjo Sosiologi Hukum Perkembangan,Metode- danPilihan tvtasitiy, Muhammadiyah University Press, Surak*ra, 2004'
hlm.173.
8 Mu.. Galanter menyebut adanya sebelas ciri hukum modem'
yaitu: uniform, transaksional, uoirr"rtal, hirarki, birokratis, rasional' profesionalisme, perantara, dapat diralat, -adanya Pelgawa-s311 politik,
dar, adanyu p"-b"duur. Lihat Marc Galanter, "Hukum Hindu dan Perkembangan Sistem Hukum India Modern", dalam A'A'G' Peters
dan Koesriani siswosoebrot o, Hukum dan Perkembangan sosial, Buku Teks
Begitulah cara pandang dan keyakinan hukum para penegak
hukum
(Polisi, jaksa, danHakim)
dalammenegakkan
atau
menerapkanhukum
terhadapsuatu kasus.
Keharusan adanya
hukum positif
yarrg sesuai dengan asas legalitas, serta tersedianya bukti-bukti tertulis, prosedur dan mekanisme yarrg tetap dalam perwujudannya, acapkali d'irasakan menjadi tidak adilbagi pihak tertentu yangdirugikan atau pihakkorban (dalam
hukum publik)
yangtidak memiliki
cukupbukti.
Kasus-kasus pelang Sarar.hak
asasi manusiamisalnya, yang notabene merupakan jenis perbuatan
baru yang dirumuskan sebagaikejahatan
olehundang-undang, dipastikan akan menghadapi kendala pada
level hukum materiil,
formil,
prosedur' mekanismedan kemampuan manusia pelaksana hukum
itu'
Adakemungkinan hukum materiil dan formil tidak cukup
jelas
atau
tidak
tepat
d'alam mengatur' prosedurdan mekanismenya berbelit, serta aparatur penegak hukumnya
tidak
terlatih, atau terbiasa dengan caraberpikir sylogisme sehingga penegakan hukum hak asasi manusia berjalan tid.ak sebagaimana diharapkan'
atau bahkan mengecewakan'
Fenomena penegakan
hukum
dalam kerangkaperspektif
normatif
itu
telah
dikritik
sebagaipenegakan
hukum
yarrg buta atas realitasdi
manahukum
itu
dibuat,
hidup
dan
bekerja' Keadilanformal
(formal iustice)yang
mengacu sepenuhnya kepada terpenuhinyaunsur materiil
dari
tindakanserta
prosedur
dan
mekanismedari
pelaksanaanhukum,
tanpa menghiraukan adanya aspek-aspeksosial, moral, politik, kultural, dan manusia pelaksana
hukum. Tepat
aqayang
dikatakan
oleh
FrancisFukuyama bahwa penegakan
hukum
di
Indonesia mengalami "moral miniaturization"e atau pengerdilanmoral; suatu ungkapan
kritis
dalam mengapresiasi penegakanhukum
yarrg menafikan
aspek-aspek keadilan dalam tataran Praksis.Sebaliknya
dari
pendekatannormatif
adalahpendekatan sosiologis. Pendekatan
ini
memandanghukum dan
penegakanhukum dari luar
hukumkarena hukum berada dan menjadi bagian dari sistem
sosial, dan sistem sosial itulah yangmemberi arti dan
pengaruh terhadap hukum dan penegakan hukum'
Friedman mengatakan
bahwa
asumsi dasar yar.gmendasari pandangan sosiologi hukum adalah:
"The people who make, flpply, or use the law are
human beings. Their behaoior is sosial behaoior: Yet,
the study of law has proceeded
in
relatiue isolation from other studies in the sosial sciences" '10e Lihat Francis Fukuyama, The Great Disruption: Human Nllyu and the Reconstruction of Sosiai Oriler,Ptohle Books, 1999,hlm' 28L-282'
10 F i"dtttu.,, loc. cit.
Faktor
manusia
dalam
perspektif
sosiologi hukum sangat penting karena manusia sangat terlibat dalam penegekanhukum.
Penegakan hukum bukan suatu proses logis semata, melainkan sarat denganketerlibatan manusia.
Penegakanhukum
tidakdapat
dilihat
sebagai proses logis-linier, melainkan sesuatu yang kompleks. Penegakanhukum
bukan lagi merupakan hasil deduksi logis, melainkan lebihmerupakan
hasil
dari
pilihan-pilihan.
Penegakanhukum tidak berada
di
ruang hampa, tetapi beradadanmenjadibagian dari realitas sosial di mana hukum
itu
dibuat dan
dilaksanakan. Penegakan hukum bukan sekadar fenomena yuridis semata, tetapi juga fenomena sosial yang harusdilihat
sebagai bagiandari
sistem sosialdi
manahukum
itu
ditegakkan,dan
bahkan terhadap kasusapa
hukum
tersebutditerapkan.
Hukum dan penegakan hukum dalam perspektif sosiologi
hukum
tidak
bisa hanyadilihat
sebagailembaga
otonom dalam
masyarakat, melainkan sebagaisuatu
lembagayang
bekerjauntuk
dandi
dalam
masyarakat.Dalam
bahasa Sinzheimer,hukum tidak bergerak dalam ruang yang hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, melainkan
selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan
manusia-manusia yang hidup.11 Bahkan hukum kata
Northop
sebagaimanadikutip oleh
Bodenheimer, tidak dapat dimengerti secara baik jika ia terpisah dari norma-norma sosial sebagai "hukum yang hidup"lz, dan hukum yang hidup kata Eugen Ehrlich dimaknai sebagaihukum
yang menguasasihidup
itu
sendiri, sekalipunia
tidak
dicantumkan dalam paraturan-peraturan hukum.13Penegakan hukum
di
ruang pengadilan dalamperspektif
sosiologihukum harus
dilihat
dalamkonteks sosial yangluas, tidak saja faktor hukumnya,
faktor aparatur penegak hukumnya, faktor kultural atau budaya masyarakat, sarana prasarana pendukung
penegakan
hukum
itu,
tetapi juga kontekspolitik
(hukum)
di
mana dan kapan aturan hukum positifitu
dibuat dan dilaksanakan. Dengan memadukananalisis
dari
perspektif normatif
dan
sosiologi hukum akan diperoleh gambaran y trtgkomprehensif mengenai kompleksitas masalah seputar proses dan putusan hakimdi
ruang pengadilan, yarlg notabene adalah ruang " sosial" .11 Sugipto Rahardjo, "Hukum dalam kerangka ilmu-ilmu sosial
dan Budaya';, dalam Maialah llmiah Masalah-Masalah lTukum' Nomor 1
tahrn1972, trlm.23.
12 Edg", Bodenheimer , Yuisprudence: The Philosophy and Method of theLato; Cimbridge, Massachusetts,1962, hlm' 105'
Proses mengadili dan memutus yang dilakukan hakim adalah proses mengadili dan memutus perilaku
manusia
yang
dimensional.Dimensi
pertama, ia adalah manusia, makhlukindividu,
ciptaan Tuhan yangtetap harus dihormati, dipenuhi dan dilindungihak-hak kemanusiaannya.
Nilai-nilai hukum,
asas-asasdan
norma-norma hukum
diciptakan
untuk
manusia,
agarmanusia secara
pribadi
dan sosial, agar kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dapat berlangsungdan
dilangsungkan dengan beradab. Karenaitu
tidak
benar dantidak
bisa dimengertijika
hukumditegakkan dengan melawan prinsip kemanusian.
Asas Equality Before the Law (setiap orang sama
di
dedan hukum); Presumption of innocence (pradugatidak
bersalah);In
dubio pro reo (dalam halkeragu-raguan
hakim
harus
memutuskan
sedemikiansehingga menguntungkan terdakwa); Audie et alteram partem (kedua
pihak
harus didengar) adalah asas-asas hukum yang sarat dengan nilai-nilai danpesan-pesan kemanusian kepada
hakim
supaya hakimtidak
mengorbankanmanusia
dan
kemanusiaanterdakwa, tetapi justru mengedepankan manusia dan
kemanusiaan itu sendiri.
Dimensi kedua, manusia yang sedang berusuan
dengan hukum
itu
adalah makhluk sosial. Ia adalahbagian
dari
komunitaskecil dan
komunitas besardengan segala macam problem dan latar belakang sosial kehiduparmya.
Apa
dan
bagaimana hukum dengan semua instrumennya memperlakukannya,akan menjadi pelajaran
bagi
komunitaskecil
dan komunitas besar.Prita
Mulyasari
adalah makhluk
sosial.Kasus yarrg
menimpanya
telah
menimbulkankegoncangan sosial
dan hukum pada
komunitaskecil dan
komunitas besar. Ekspresi kejengkelan,ketidaknyamanary dan ancaman terhadap kebebasan
dan penggunaan teknologi internet
di
masa depanmulai
membayang.Begitu
juga
Amir
Machmudindividu
marjinal dan
buta hukum
telah
divonisbersalah tanpa proses persidangan yang seharusnya
menurut undna g-un dang, adalah makhluk sosial. Apa yangmenimpanya telah menjadi kecemasan dan rasa
takut
komunitas besar sehingga memori peradilan sesat Orde Baru kembali membayang) ingat terhadapnasib
Sengkon, Karta, Pak De, yang divonis masukpenjara tanpa pernah melakukan kesalahan yang dituduhkan. Makin dalam ketidakpercayaan, makin dalam kecemasan, dan makin mengecil harapan dan inspirasi-inspirasi.
Pertimbangan dan putusan hakim-pun memiliki
dimensi
dan
implikasi
jangka
panjang terhadapkomunitas kecil, komunitas besar, bangsa dan negara;
jauh melebihi
implikasi
pertimbangan hukum danvonis hakim
terhadapindividu
pelaku.Kita
patut belajar dan mengambil substansi dari peran SupremeCourt of America (Mahkamah Agung Amerika) dalam
putusan-putusanya yang begitu besar pengaruhnya
terhadap manusia, hubungan kemanusiaan dan peran
polisi, jaksa dan hakim ketika menerapkan hukum'
Bahkan terhadap Konstitusi negara itu.
Dalam kasus Miranda os Arizona, adalah contoh
putusan monumental Supreme Court of America. D alarn kasus tersebut, Supreme Court memutuskan bahwa
sebelum
dilakukan
interogasir
!an$
bersangkutanharus diberitahu bahwa
ia
mempunyaihak
untukdiam, hak
untuk
didampingi pengacata,baik ytrrg
ia sediakan sendiri maupun disediakan negara, dan hak-hak
itu
diperbolehkan tidak ia gunakan asalkan dilakukannya secara sadar tanpa tekanan danpaksaan'Be gitu j u ga dalam ka sus W e eks o s Am erika S er ikat (191' 4),
Supreme Court telah memutuskaru bahwa bukti-bukti
yang diperoleh secara melawan hukum tidak boleh
dipergunakan di dalam pengadilan federal.
Begitupun
dalam
kasus
Brownas
Board'f
Education,
di
mana
SupremeCourt
memutuskan bahwa pemisahan rasial dalam pendidikan umum adalah melanggar perlindunganhukum
yang samayang dijamin Konstitusi. Dalam putusan
ini
SupremeCourt of America melihat jauh melampaui kesamaan
formal dari fasilitas-fasilitas pendidikan yang terpisah
antara
kulit
putih dankulit
hitam, dan mendasarkanputusannya atas ketidaksamaan yang aktual, yar.g
inheren
di
dalam suatu
sistempendidikan
yangterpisah bagi
kulit
putih dankulit
hitam".1aArgumen hukum Supreme Court of America atas
pelbagai gugatan atau pertanyaan terhadap
putusan-putusannya tersebut sangat
mendalam. SupremeCourt of America menyatakan bahwa "si penjahat akan bebas, kalau
perlu,
akantetapi
yang memebaskandia
adalah hukum.Tidak
ada suatu apapun yangdapat
menghancurkansuatu
pemerintahan lebih cepat daripada kegagalannyauntuk
mengindahkanhukumnya sendiri,
atau lebih buruk lagi,
tidak diperhatikannyadasar
tertulis
dari
eksistensinyasendiri.
Melihat
dimensihak
asasi manusia dalamputusan
hakim dalam riset
id,
bukan
sekadarmelihatnya dari perspektif pelaku yang sedang diadili, atau korbary tetapi lebih luas dari itu, yaitu perspektif kemanusiaan yarlg
luas dan
panjang. Bukan pulasekadar memotret pertimbangan
hukum
materiilla Lihat A.A.G
hlm.84-86.
dan
formil
hakim atas kasusitu
sendiri, tetapi juga norma-norma hukumhak asasi manusia nasional daninternasional. Termasuk melihat bagaimana teks-teks
hukum
itu
ditafsir dalam konteks sosial dan kontekskasus yangdiadili.15
D. Metode Penelitian
Metode
pendekatanyang
digunakan
dalam penelitianini
memadukan pendekatan doktrinal dannon-doktrinal.
Doktrinal
atau biasa sec;ra mudahdipahami
sebagaipendekatan
yuridis
normatif adalah pendekatan dengan mengoPerasikan asas-asas dan norma-norma hukum untuk melihat dimensinormatif
putusan
hakim;
sementara pendekatannon-doktrinal
adalah pendekatanyang
dibangun dengan asumsi dasar bahwa peraturan perundang-undangary termasukdi
dalamnyaproduk
hukum putusan hakim tidak beradadi
ruang hampa, tetapiada dalam realitas Yang komPleks
Hakim adalah manusia
yffi$juga
tidak beradadi
ruang hampa, tetapi ada dan berinteraksi dalamrealitas.
Begitu
pula
tindakan hakim
mengadiliperbuatan
manusia adalah mengadili
perilakumanusiayanllahirdaridandidalamkompleksitas
sosial yang juga kompleks. Karena
itu
pendekatansosiologis akan dipergunakan bersama-sama dengan pendekatan doktrinal. Selain itu, akan digunakan juga pendekatan hak asasi manusia, baik sebagai
prinsip-prinsip (uman
rights principles) mauPun sebagaihukum
(humanright
lara).Dengan
memadukanpendekatan-pendekatan
tersebut,
permasalahanutama riset ini, yaitu apakah hak asasi manusia telah
mendapatkan penghormafatt,
perlindungan
dan penegakandalam
putusan-putusanhakim
dapatdijelaskan secara komPrehensif .
Untuk
memudahkan memahami
konsep-konsep tertentu yangdigunakan dalamriset ini, perlu diberi penjelasan berikut:
Pertama, hukum materiil adalah hukum positif
atau undang-undang yang memuat perintah, larangan
dan sanksi, seperti Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
(KUHP),
Kitab
Undang-Undang HukumPerdata (KUH Perdata).
Kedua,
hukum
formil
adalahhukum
positif atau undang-undang yang mengatur tentang caramenyelenggarakan
hukum materiil atau
dikenaldengan
hukum
acara, seperti Kitab Undang-UndangHukum
Acara Pidana (KUHAP),
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUH-Perdata).Ketiga,
doktrin
adalah sumberhukum
yang bersumber dari pandangan Para sarjana.25
ts lbid.
Keempat,putusan hakim yang dimaksud adalah
semua
putusan hakim
PengadilanNegeri
(PN)dan Pengadilan
Tinggi
(PT) yang telah atau belum memiliki kekuatan hukum tetap, baik putusan pidana,perdata, tata usaha r:ragera, maupun agama'
Kelima, putusan
hakim yang
berdimensi hakasasi manusia yarrg dimaksud dalam riset
ini
adalahputusan
hakim
yarrg secara eksplisit atau implisitmemiliki d imensi hak asasi manusia yang kuat, seperti
kasus korupsi, kasus illegal loging, kasus perburuhary
kasus lingkungan, kasus politik, kasus pembunuhan'
Dengan
mengacu
kepada
permasalahanpenelitiary
maka
putusan-putusanterpilih
yang menjadi objek penelitian itu akan dapat diidentifikasiada
tidaknya
penghormatant,perlindungan
danpenegakan hak asasi manusia.
Lokasi yang menjadi tempat untuk mendapatkan data penelitian adalah: Pengadilan Tingkat Pertama
dan
Tingkat
Banding
di
Yogyakarta, Surabaya,Sumatera Barat, Jakarta, Papua,
Propinsi
NangroAceh Darusalam, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Sumber data dalam penelitian
ini
adalah data sekunder yangmencakup bahan hukum primer danbahan hukum sekunder .
(1)
bahanhukumprimer, yaitu putusanhakim,peraturan perundang-undangan, dan lain-lain yang berkaitan dengan objek penelitian; (2)
bahan
hukum
sekunder,
yaitu
bahan-bahan hukum yarrg memberikan penjelasanmengenai
bahan
hukum primer,
sepertiundang-undang,
hasil-hasil
penelitian,hasil karya
dari
kalanganilmuan
hukum, dan lain-lain yang berkaitan dengan objek penelitian.Data
penelitian dikumpulkan
denganmenggunakan cara inventarisasi
dan
dokumentasi putusan hakim, serta studi pustaka terhadapbahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder'
Penentuan pemilihan sumber
data
khususnya (putusan hakim dan wilayah pengadilan) dilakukansecara bertujuan (purposioe) berkaitan dengan jenis perkara (kasus), kurun waktu serta jumlah putusan'
]enis
putusan
yang
dipilih
sebagai sumber datasekunder
adalah
putusan-putusanyang
dinilaimempunyai nilai kaji yang signifikan untuk menilai seorElng hakim dalam hal membuat putusan-putusan kasus pidana, kasus petdata, dan kasus tata usaha
negara.
Kurun waktu
putusanyang
dipilih
sebagaisumber data sekunder
di
sini adalah putusan yffiLgdilaksanakan (2008). Pertimbangan' Penetapan kurun
waktu demikian itu sejalan dengan perubahan
politik
dan keberadaan Komisi Yudisial (KY) yang dibentuksetelah Orde Baru.
Ada
asumsi bahwa perubahanpolitik
dan
keberadaan KomisiYudisial
(KY)ikut
mempengaruhi perubahan paradigma hakim dalam mengadili dan memutus perkara. Putusan hakim yang
dipilih
sebagai sumber data sekunderdi
sini adalahputusan dari hakim tinggi maupun hakim negeri dari masing-masing propinsi, dengan keseluruhan jumlah putusan sebanyak 80 (delapan puluh) putusan'
Data
penelitian disajikan
secara deskriptifkualitatif,
dalam
arti
hasil
penelitian
dipaparkan dalam bentuk uraian yang lugas dan padat sehinggadapat
menggambarkan secarautuh
tentangdata-data
yang
ditemukan. Sedangkan metode analisisdata yang dipakai adalah metode
yuridis
normatif dan sosiologi hukum. Dengan dua metode tersebut, data akan dianalisis dengan mengoPerasikan secarabersamaan asas-asas hukum, norma hukum, doktrin
untuk
menjelaskan aspek-aspek materiil danformil
pertimbangan dan putusan hakim, serta aspek-aspek
kontekstual kasus, pelaku dan korban. Dengan cara
demikian dimensi hak asasi manusia dari kasus yang
diadili
dan diputus
olehhakim
bisa digambarkanatau didiskripsikan.
BAB
II
PENGADILAN DAN
HAKIM
DALAM
SISTEMHUKUM
A.
PengantarSebelum
menguraikan
lebih lanjut
tentangfilosofi
dan
fenomena pengadilan,ada
baiknya dijelaskan definisi pengadilan. Pengadilan (court) is a judicial body which hears and makes decisions on legal cases. Definisi lain menyebutkary bahwa pengadilan(court) is "any official tribunal (court) presidedby a judge
or judges in which legal issues and claims are heard and
determined."l Jika
kita
perhatikan definisi-definisitersebut, jelas tersirat bahwa pengadilan dan hakim
terkait satu sama lain.
Definisi hakim juga memberikan
nilai
filosofisyalng dapat kita kaii lebih mendalam. Hakim (judge) is "a public official with authority to hear cases and pass
sentences in a court of law" ataLl " a person whose opinion
on a particular subiect
is
usually reliable." Ada juga yang memberi batasan hakim "is one capable of makingI
Setiap negara memiliki struktur dan sistem pengadilan yang berbeda. Di Amerika serikat pada dasarnya memiliki dua sistem:Pen-gadilan Federal dan Pengadilan Negara Bagian. ]urisdiksi Pengadilan Federal adalah "ooer casis inoolaing federal statutes, constitutional ques-tions, actions befipeen citizens of different states, anil certain other $pes of
cases." Setiap negara bagian memiliki pengadilan tokal yang meliliki
yurisdiksi ,,fir miidemeaiors (nonnenitentiary cimes), smaller demand cioil actions."
r ational, disp assionate, an d wise decisions.
"
Oleh
karena
itu
antara pengadilan
danhakim
merupakan
dua
komponen
yang
tidakterpisahkary
satu
menjadi bagiandari
yang
lain.Hakim menjadi entitas yang utama yang memaknai
kata
"pertgadTlan'(',tempat
diselenggarakan atau" diupacarakannya" proses yang disebut mengadili.
Sementara pengadilan sebagai lembaga atau institusi,
dituntut
untuk menyelenggarakan proses mengadili secara profesional dengan dukungan administrasi pengadilan yang profesional pula.Kualitas administrasi peradilan yang profesional
serta
tingginya
penerimaan pencari keadilan atas putusan hakim menjadi satu kesatuan yang saling memperkuat bagi lahirnya rasa hormat dan wibawahukum
di
hadapan publik. Tetapi sebaliknya, mutu administrasi peradilan yang buruk dan putusan hakim yarrgtidak
fair
dantidak adil,
menjadi perpaduan yang sempurna lahirnya citra buruk pengadilan.Kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan
merupakan
faktor
yang
sangat
penting
untuktegaknya the rule of lnw
di
suatu negara. Rendahnyatingkat
kepercayaanpublik
terhadap pengadilan,dengan
segalaperangkat
dan
prosesnya, akanberakibat
buruk bagi
berbagai aspek kehidupan masyarakat negaraitu.
Gerard Brennan, mantanHakim Mahkamah Agung Australia menyatakan: "The
ile
of law dependsin
the ultimnte analysisuponpublic"confidenceinthecompetentandimpartial
administration of justice according
to
law by -thecourts of each country."
ln
today's-interdEendentworld,
ii
is not only tie confidence of our own peoplein the administration of iustice according to law that is important for the welfare of oyr nation; the confidence
of'the propl, in the states of trading partners in the
iourt system of our own country is essential to our
peace and economic wellbeing'"2
Kepercayaan
publik
memang
dibutuhkanoleh
dunia
peradilan
dalam
sistem
hukummanapun, karena pengadilan bukan hanya tempat
dilangsungkannya penyelesaian sengketa hukunn dalam sistem
hukum
modern, tetapijuga
tempatlahirnya sumber hukum, tempat yang menentukan
apa dan bagaimana kekuasaan hukum dilaksanakan' Bahkan pofret y angbisa menggambarkan bagaimana peradaban suatu bangsa.
Kepercayaan masyarakat kepada
hakim
dan pengadilan tidak ditentukan oleh sistem hukum apayarrg digunakan, tetapi bagaimana sikap' perilaku' dan kualitas putusan hakim' Bahwa sistem hukum
memiliki
perbedaan dalam beberapa aspek adalah.-la-nR;e
AO "The Model Judiciary-Fitting in with Modern
Government" (1g9g) 4 The Judicial Review' lournal of the ludiciat
fakta
yarrgtidak
bisa
dibantah,tetapi
bagaimanahakim
dan
pengadilan menerjemahkan sistemitu
dalam praktik, menjadi indikator yang mempengaruhi citra dan persepsi masyarakat pada hakim danf atau. pengadilan