iv
PENERAPAN PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH HAKIM DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PASAL 180 AYAT (1) HIR DAN SURAT EDARAN
MAHKAMAH AGUNG RI NO 4 TAHUN 2001 TENTANG PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) DAN PROVISIONIL
Muhammad Reza Pahlevi 110110070159
ABSTRAK
Setiap orang yang berada di Indonesia dapat mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Indonesia, dengan tujuan untuk mencegah adanya eigenrichting (tindakan menghakimi sendiri). Terkadang dalam mengajukan gugatan, tergugat memiliki itikad tidak baik kepada penggugat. Untuk melindungi dari itikad tidak baik tersebut, setiap pengajuan gugatan dapat dimintakan diputus dengan putusan serta merta. Penerapan putusan serta merta seringkali tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, sehingga akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA RI No. 13 Tahun 1964, No. 5 Tahun 1968, No. 3 Tahun 1971, No. 6 Tahun 1975, dan No. 3 Tahun 1978. Setelah surat edaran yang terakhir dikeluarkan Mahkamah Agung masih banyak penyimpangan-penyimpangan dalam penerapan putusan serta merta, sehingga akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA RI No. 3 Tahun 2000 disusul dengan SEMA RI No. 4 Tahun 2001. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan putusan serta merta setelah SEMA RI No. 4 Tahun 2001 dikeluarkan, serta perlindungan hukum bagi pihak tergugat yang menerima putusan serta merta.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan dibantu dengan pendekatan yuridis empiris. Asas-asas hukum dalam UU, bahan tulisan ilmiah yang berkaitan langsung dengan objek penelitian dan bahan penelitian yang berkaitan dengan kerjasama Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Serta data wawancara Narasumber yang dikumpulkan guna menguatkan penelitian ini.