• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Prihatini (12007012) 46

BAB VI DISKUSI

6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal

Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno, 1992). Sumber panas yang memicu hadirnya fluida hidrotermal di daerah penelitian diperkirakan berasal dari batuan intrusi, yaitu Batuan Terobosan Sintang yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Secara regional, satuan Batuan Terobosan Sintang menerobos satuan Granodiorit Mensibau (Gambar 2.6), yang di daerah penelitian dicirikan oleh Satuan Granodiorit Terubah. Batuan Terobosan Sintang diperkirakan sebagai batuan pembawa mineralisasi (Suwarna dkk., 1993).

Berdasarkan pengamatan petrografi, terlihat overprinting antara mineral ubahan yang terdapat pada batuan. Selain itu, temperatur pembentukan dan pH menunjukkan kondisi fluida yang tidak sama pada setiap zona alterasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa tahap yang berbeda yang menyebabkan fluida hidrotermal menghasilkan kumpulan mineral ubahan yang berbeda sesuai dengan kondisi pH dan temperatur tertentu.

Zona alterasi yang pertama kali terbentuk pada daerah penelitian adalah Zona Serisit-Kuarsa-Pirit (disebandingkan dengan Zona Filik), yang terdiri dari mineral ubahan serisit, kuarsa, dan pirit (Gambar 6.1). Fluida hidrotermal yang membentuk zona alterasi ini diperkirakan merupakan fluida yang masih dominan fluida magmatik. Hal ini didukung oleh kisaran temperatur pembentukan zona alterasi tersebut yang relatif tinggi, yaitu 280 sampai ~300

0

C dan pH yang relatif rendah, yaitu 4-6.

Adanya perbedaan tekanan dan temperatur antara fluida hidrotermal dengan

kondisi permukaan menyebabkan fluida tersebut akan mencari zona lemah untuk

bergerak ke daerah yang memiliki tekanan dan temperatur yang lebih rendah. Zona

lemah di daerah penelitian berupa rekahan-rekahan pada batuan yang diperkirakan

terbentuk akibat adanya zona sesar. Sesar dan rekahan-rekahan tersebut diperkirakan

terbentuk sebelum terjadinya mineralisasi yang kemudian menjadi jalan (channel

way) bagi fluida hidrotermal.

(2)

Dewi Prihatini (12007012) 47

Fluida hidrotermal yang bergerak ke atas akan berinteraksi dengan batuan samping dan mengalami kesetimbangan (equilibrium) sehingga kondisi fluida menjadi tereduksi dan memiliki pH yang mendekati netral (Giggenbach, 1992; dalam Hedenquist dan White, 1995). Reaksi ini menghasilkan unsur-unsur penting dalam fluida, yaitu NaCl, CO

2

, dan H

2

S. Pada saat kondisi fluida yang mendekati netral inilah terbentuk Zona Epidot-Klorit-Kalsit (disebandingkan dengan Zona Propilitik), yang memiliki pH 6-7 (Gambar 6.1). Selain itu, seiring pergerakan fluida ke atas temperatur pada zona ini menurun, yaitu terbentuk pada kisaran 220 sampai ~300

0

C.

Gambar 6.1 Evolusi fluida hidrotermal di daerah penelitian. Zonasi ubahan (alterasi) berdasarkan Corbett dan Leach (1998)

3

2

1

(3)

Dewi Prihatini (12007012) 48

Ketika fluida hidrotermal semakin dekat dengan permukaan, maka fluida hidrotermal akan didominasi oleh air meteorik. Kondisi fluida memiliki pH dan temperatur yang rendah. Pada saat kondisi ini terbentuk Zona Illit-Kaolinit (disebandingkan dengan Zona Argilik), yang dicirikan oleh pH sedikit asam, yaitu 4- 6 dengan kisaran temperatur pembentukan 140-170

0

C (Gambar 6.1).

6.2 Hubungan Alterasi, Mineralisasi, dan Geokimia

Alterasi di daerah penelitian dibedakan menjadi 3, yaitu Zona Serisit-Kuarsa- Pirit, Zona Epidot-Klorit-Kalsit, dan Zona Illit-Kaolinit. Zona Illit-Kaolinit mendominasi di bagian barat, sedangkan Zona Epidot-Klorit-Kalsit meluas ke bagian timur daerah penelitian. Zona Serisit-Kuarsa-Pirit ditemukan setempat karena zona ini umumnya telah mengalami overprint oleh zona alterasi lainnya. Berdasarkan pola penyebaran zona alterasi secara lateral dan keterdapatan mineral bijih (Gambar 6.2), terlihat bahwa mineral bijih hadir pada semua zona alterasi. Pirit menjadi mineral logam dominan dengan kehadirannya di semua zona alterasi. Kehadiran mineral lain, seperti galena, sfalerit, dan kalkopirit, terbatas pada bagian barat daerah penelitian, terutama di sepanjang Zona Illit-Kaolinit dan Zona Serisit-Kuarsa-Pirit. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis alterasi dengan kehadiran mineral bijih.

Hubungan antara jenis alterasi dengan kehadiran mineral bijih diperkirakan

dikontrol oleh proses pengendapan dari mineral bijih tersebut. Pirit yang terdapat di

semua zona alterasi memang memiliki kisaran temperatur pembentukan yang

panjang, yaitu 0 sampai ~300

0

C (Hedenquist dan White, 1995) sehingga kehadiran

pirit tidak berhubungan dengan jenis alterasi. Namun, hal tersebut tidak berlaku

untuk mineral bijih lainnya. Galena, sfalerit, kalkopirit, dan tetrahedrit merupakan

mineral untuk logam dasar (base-metal), yaitu Pb, Zn, dan Cu. Unsur-unsur tersebut

mengalami transportasi sebagai kompleks klorida (chloride complex) dalam sistem

hidrotermal (Barnes, 1979; dalam Corbett dan Leach, 1998). Pengendapan dari unsur

ini dapat disebabkan oleh pendinginan dan pengenceran (dilution) akibat

pencampuran dengan fluida yang berasal dari permukaan. Penurunan temperatur dan

pengenceran terhadap ion klorida menyebabkan logam dasar yang tertransportasi -

(4)

Dewi Prihatini (12007012) 49

akan terendapkan sebagai sulfida, yang dapat dijelaskan dalam persamaan kimia berikut:

ZnS + 2H

+

+ 2Cl

-

= ZnCl

2

+ H

2

S (Henley, 1991)

Kondisi fluida yang mengalami pendinginan (penurunan temperatur) dan memungkinkan terjadinya pengenceran (dilution) terjadi pada Zona Illit-Kaolinit yang memiliki kisaran suhu 140-170

0

C. Kovelit, kalkosit, malakit dan manganit terbentuk pada tahap (stage) yang berbeda dengan mineral bijih sebelumnya.

Keempat mineral ini terbentuk akibat dari proses pengayaan yang berhubungan dengan air meteorik yang teroksidasi. Fluida tersebut kemudian berinteraksi dengan batuan yang banyak mengandung Cu sehingga terbentuk mineral bijih sekunder kaya Cu seperti malakit, kovelit, dan kalkosit. Selain itu, interaksi fluida dengan unsur Mn pada batuan membentuk manganit. Oleh karena itu, mineralisasi cenderung terjadi pada Zona Illit-Kaolinit yang memiliki kondisi fluida yang sesuai untuk pengendapan mineral bijih tersebut. Berdasarkan pengamatan petrografi, Zona Serisit-Kuarsa-Pirit di bagian barat daerah penelitian, yang juga banyak ditemukan mineral bijih, telah mengalami overprint oleh Zona Illit-Kaolinit.

Kehadiran mineral bijih dari pengamatan yang dilakukan pada conto batuan didukung oleh data geokimia. Anomali geokimia menunjukkan bahwa unsur Cu (kalkopirit, kovelit, kalkosit, malakit, tetrahedrit), As (arsenopirit), Sb (tetrahedrit), Pb (galena), dan Zn (sfalerit) memiliki anomali di beberapa tempat di daerah penelitian. Unsur Au dan Ag juga memiliki anomali yang tinggi di beberapa tempat.

Kedua unsur ini diperkirakan hadir dalam ukuran yang sangat halus dan berada pada kisi-kisi (lattice) kristal dari mineral bijih lainnya karena emas dan perak tidak teridentifikasi melalui pengamatan mineragrafi. Unsur Mn yang tidak memiliki nilai anomali diperkirakan karena proses mineralisasi untuk unsur tersebut kurang signifikan. Hal tersebut dicirikan oleh kehadiran manganit yang memang tidak banyak ditemukan di daerah penelitian.

Data anomali geokimia menunjukkan bahwa unsur-unsur yang memiliki nilai

anomali di daerah penelitian terdapat di sepanjang Zona Illit-Kaolinit dan Zona

Serisit-Kuarsa-Pirit (Gambar 6.3). Hal ini menunjukkan hubungan yang serupa

dengan mineralisasi.

(5)

D ew i P ri h at in i ( 1 2 0 0 7 0 1 2 ) 50 Gambar 6.2 Peta hubungan alterasi dengan mineralisasi di daerah penelitian

(6)

D ew i P ri h at in i ( 1 2 0 0 7 0 1 2 ) 51 Gambar 6.3 Peta hubungan alterasi dengan anomali unsur di daerah penelitian

(7)

Dewi Prihatini (12007012) 52

6.3 Tipe Mineralisasi

Penentuan tipe endapan hidrotermal di daerah penelitian berdasarkan pada alterasi, mineralisasi, dan asosiasi unsur yang diperoleh dari analisis geokimia.

Alterasi hidrotermal di daerah penelitian menunjukkan bahwa mineral-mineral ubahan yang terbentuk, seperti klorit, kalsit, illit, adularia, dan serisit mencirikan tipe epitermal sulfida rendah (Tabel 5.6). Kisaran temperatur pembentukan mineral ubahan di daerah penelitian, yaitu 140 sampai ~300

0

C termasuk ke dalam tipe endapan epitermal (Hedenquist dan White, 1995).

Mineralisasi di daerah penelitian didominasi oleh kehadiran mineral bijih yang mengisi rekahan pada urat kuarsa. Mineral utama, yaitu pirit, hadir melimpah dan ditemukan di setiap zona alterasi. Mineral bijih lainnya adalah galena, sfalerit, arsenopirit, yang umum ditemukan terutama berasosiasi dengan urat kuarsa. Mineral bijih ini memiliki bilangan oksidasi yang rendah sehingga menunjukkan kondisi fluida dalam keadaan reduksi. Kalkopirit dan tetrahedrit hadir dalam jumlah yang sedikit (minor). Kehadiran mineral bijih beserta asosiasinya tersebut menunjukkan bahwa tipe mineralisasi di daerah penelitian adalah tipe epitermal sulfida rendah (Tabel 5.6). Mineral bijih lainnya yang juga hadir di daerah penelitian, yaitu kovelit, kalkosit, dan malakit diperkirakan terbentuk dalam tahap selanjutnya. Hal ini didukung bahwa keberadaan mineral tersebut memang menggantikan mineral yang telah ada sebelumnya, yaitu kalkopirit. Selain itu, tekstur urat kuarsa yang berupa tekstur comb menjadi data pendukung bahwa daerah penelitian masuk ke dalam tipe epitermal sulfida rendah (Tabel 5.6).

Hasil analisis geokimia menunjukkan asosiasi unsur di daerah penelitian adalah

Au, (Sb), (Pb), Cu, (Ag), As. Menurut Lindgreen (1933; dalam Evans, 1987) pada

Tabel 5.5 asosiasi unsur tersebut dapat termasuk ke dalam tipe endapan epitermal

dan mesotermal. Kedua tipe endapan tersebut memiliki beberapa kesamaan asosiasi

unsur, namun terdapat dua unsur yang menjadi penciri yang membedakan tipe

endapan epitermal dan mesotermal. Tipe endapan mesotermal dicirikan oleh

kehadiran unsur As, sedangkan unsur Sb menjadi penciri untuk tipe endapan

epitermal. Namun, klasifikasi dari Hedenquist dan White (1995) menunjukkan

bahwa asosiasi serupa mencirikan tipe endapan epitermal sulfida rendah (Tabel 5.6).

(8)

Dewi Prihatini (12007012) 53 Jika dipertimbangkan lebih lanjut, kisaran temperatur pada mesotermal menurut Lindgreen (1933; dalam Evans, 1987) adalah 200-300

0

C, sedangkan pada kisaran temperatur tersebut menurut Hedenquist dan White (1995) masih termasuk ke dalam tipe endapan epitermal (150 sampai ~300

0

C). Oleh karena itu, atas pertimbangan bahwa klasifikasi dari Lindgreen sudah jarang digunakan lagi, maka untuk asosiasi unsur ini digunakan klasifikasi dari Hedenquist dan White (1995). Maka, berdasarkan asosiasi unsur Au, (Sb), (Pb), Cu, (Ag), As, tipe mineralisasi di daerah penelitian adalah tipe epitermal sulfida rendah.

Berdasarkan hubungan antara alterasi, mineralisasi, dan geokimia, maka dapat disimpulkan bahwa tipe mineralisasi di daerah penelitian adalah tipe epitermal sulfida rendah.

6.4 Prospeksi Emas

Prospeksi adalah kegiatan penyelidikan awal suatu daerah yang diupayakan untuk mendapatkan berbagai mineral berharga (Alwi dkk., 2002). Kegiatan ini dilakukan berdasarkan data geologi, geokimia, dan geofisika. Prospeksi merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum berlanjut ke tahapan eksplorasi.

Pada penelitian ini, prospeksi dilakukan melalui studi alterasi, mineralisasi, dan geokimia. Prospeksi emas dilakukan untuk mengetahui sumberdaya emas dan penyebarannya di daerah penelitian Data analisis kimia pada batuan (AAS) menunjukkan konsentrasi unsur Au di daerah penelitian berkisar antara 0,021-11,46 ppm. Nilai ambang di daerah penelitian berdasarkan hasil perhitungan statistik adalah 1,99 ppm (Nilai Ambang 1) dan 1,58 ppm (Nilai Ambang 2) (Tabel 5.4).

Berdasarkan nilai ambang tersebut, dapat diketahui bahwa daerah-daerah yang memiliki nilai anomali tinggi untuk emas adalah berada pada urat kuarsa yang terletak di bagian barat daerah penelitian (Gambar 6.4).

Selain emas (Au), terdapat unsur-unsur lain yang memiliki anomali tinggi di daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan secara megaskopis dan mikroskopis, terdapat banyak mineral bijih, seperti arsenopirit, galena, dan sfalerit pada batuan.

Mineral-mineral bijih tersebut banyak ditemukan terutama di dalam urat kuarsa.

Adanya anomali yang tinggi pada unsur-unsur lainnya diharapkan dapat menjadi

penunjuk adanya emas. Hal ini didukung oleh hasil analisis geokimia yang

(9)

Dewi Prihatini (12007012) 54 menunjukkan bahwa unsur Au berasosiasi dengan unsur lainnya, seperti Sb, Pb, Cu, Ag, dan As.

Nilai anomali yang tinggi untuk unsur Au berada pada kumpulan urat kuarsa

yang termasuk ke dalam zona alterasi Zona Illit-Kaolinit. Unsur-unsur lainnya (Cu,

Pb, Zn, Ag, dan As) yang memiliki nilai anomali tinggi berada di sepanjang Zona

Illit-Kaolinit dan Zona Serisit-Kuarsa-Pirit di bagian barat daerah penelitian. Oleh

karena itu, kumpulan urat kuarsa di Zona Illit-Kaolinit diperkirakan sebagai daerah

yang memiliki prospek emas pertama, sedangkan daerah di sepanjang Zona Illit-

Kaolinit dan Zona Serisit-Kuarsa-Pirit di bagian barat adalah daerah prospek

berikutnya dengan emas sebagai mineral bijih ikutan (Gambar 6.4).

(10)

D ew i P ri h at in i ( 1 2 0 0 7 0 1 2 ) 55

Gambar 6.4 Peta daerah prospeksi emas di daerah penelitian

Gambar

Gambar 6.1 Evolusi fluida hidrotermal di daerah penelitian. Zonasi ubahan (alterasi)  berdasarkan Corbett dan Leach (1998)
Gambar 6.4 Peta daerah prospeksi emas di daerah penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penentuan zona alterasi yang terdiri dari alterasi silisifikasi, alterasi argilik lanjut, alterasi argilik, dan alterasi propilitik serta keseluruhan kumpulan

Dari hasil penelitian ditemukan adanya emas yang terjebak pada urat kuarsa batuan filit, dan dijumpai adanya alterasi atau ubahan pada batuan di daerah tersebut.. Studi

Kaolin sebagai kelompok mineral Illit, merupakan hasil alterasi atau ubahan karena faktor kimia yang terbentuk pada kondisi pH yang lebih tinggi (pH = 4), serta

Dari hasil penentuan zona alterasi yang terdiri dari alterasi silisifikasi, alterasi argilik lanjut, alterasi argilik, dan alterasi propilitik serta keseluruhan kumpulan

Tekstur pertumbuhan primer  merupakan tekstur yang terbentuk ketika pengisian rekahan pertama kali terjadi. Kalsedonik   yang terdiri dari kuarsa-kuarsa dengan

Zona alterasi hidrotermal yang berkembang di daerah penelitian adalah alterasi propilitik (epidot-serisit-kalsit).Mineral-mineral bijih yang utama adalah mineral

Berdasarkan urutan pembentukan serta stabilitas mineral ubahan yang hadir, zona ini sebagian besar disusun oleh himpunan mineral alunit, kaolinit, kuarsa,

Sesar yang terbentuk pada periode ini sangat berpengaruh dalam pembentukan urat kuarsa dan intrusi andesit yang merupakan zona alterasi silisifikasi dan argilik, dan juga