• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERFORMANSI NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL MENGGUNAKAN FOTOELEKTRODE TiO 2 NANOPARTIKEL TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERFORMANSI NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL MENGGUNAKAN FOTOELEKTRODE TiO 2 NANOPARTIKEL TESIS"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERFORMANSI NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL

MENGGUNAKAN FOTOELEKTRODE TiO

2

NANOPARTIKEL

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik dari

Institut Teknologi Bandung

oleh

EKA CAHYA PRIMA

NIM : 23311004

(Program Studi Teknik Fisika)

(2)

STUDI PERFORMANSI NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL

MENGGUNAKAN FOTOELEKTRODE TiO

2

NANOPARTIKEL

oleh

Eka Cahya Prima

NIM : 23311004

(Program Studi Teknik Fisika)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui, Tim Pembimbing

Tanggal 13 Maret 2013

Pembimbing I

__________________________ (Brian Yuliarto, S.T, M.Eng, Ph.D)

Pembimbing II

(3)
(4)

i

ABSTRAK

STUDI PERFORMANSI NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL

MENGGUNAKAN FOTOELEKTRODE TiO

2

NANOPARTIKEL

oleh

Eka Cahya Prima

NIM : 23311004

(Program Studi Teknik Fisika)

Penggunaan natural dye sebagai fotosensitizer pada DSSC hingga kini masih menghasilkan efisiensi devais yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan dye kompleks logam dan dye sintesis organik. Penelitian difokuskan pada preparasi natural dye antosianin, karotenoid, dan klorofil dengan metode perendaman selama dua minggu pada kondisi netral dan asam di ruang gelap, temperatur 25oC, tekanan 1 atm, serta tanpa proses pemurnian lebih lanjut. Zat pewarna alami tersebut telah sukses tersensitisasi pada TiO2 anatase nanopartikel. Beberapa perlakuan seperti penggabungan dua zat warna dan penambahan 2% asam asetat sebagai koadsorpsi dilakukan untuk meningkatkan performansi devais. Pengujian fotosensitizer dilakukan dengan analisis spektrofotometri FTIR dan UV-Vis, pengujian fotoelektrode TiO2 dilakukan dengan SEM dan XRD, serta pengujian performansi DSSC diukur berdasarkan kurva arus tegangan di bawah iradiasi solar simulator 36 mW/cm2. Hasilnya, diperoleh efisiensi tertinggi DSSC sebesar 0,76% menggunakan gabungan fotosensitizer antosianin dan klorofil pada suasana asam dengan penambahan koadsorpsi asam asetat 2%. Dengan demikian, beberapa bahan pewarna alami tersebut sangat berpotensi sebagai fotosensitizer yang murah, tersedia melimpah, dan ramah lingkungan. Kata kunci: dye sensitized solar cells, titanium dioksida nanopartikel, natural dye,

(5)

ii

ABSTRACT

STUDY OF NATURAL DYE SENSITIZED SOLAR CELL

PERFORMANCE USING TiO

2

NANOPARTICLE PHOTOELECTRODE

by

Eka Cahya Prima

NIM : 23311004

(Department of Engineering Physics)

Utilization natural dye as photosensitizer is still generate a lower over all cell efficiency than utilization of metal complexes and organic sinthesis dye as photosensitizer. This research has focused on natural dye preparation such as anthocyanin, carotenoid, and chlorophyll pigment using dipping method for two weeks with neutral and acidic condition on dark room, temperature 25oC, pressure 1 atm, and without further purification. The natural pigment has sensitized succesfully on TiO2 nanoparticle with anatase phase. Several treatments such as combination of two pigment and addition of 2% acetic acid as coadsorption in order to enhance cell performance. FTIR and UV-Vis spectrophotometry are required for photosensitization analysis, photoelectrode TiO2 is tested with SEM and XRD, then cell performance is tested based on I-V curve under solar simulator irradiation 36 mW/cm2. The highest cell performance with 0,76% of over all efficiency is obtained with combination of anthocyanin and chlorophyll pigment on acidic condition along with 2% acetic acid as coadsorption. The results show that utilization of natural pigments as photosensitizer have high potential for future low cost, biodegradable, and environment friendly.

(6)

iii

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta pada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

(7)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat berterima kasih kepada Brian Yuliarto, S.T, M.Eng, Ph.D dan Dr. Ir. Suyatman, M.Eng sebagai Pembimbing, atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penelitian berlangsung dan selama penulisan tesis ini.

Penulis sangat berterima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Sunendar, M.Eng, Dr. Ir. Nugraha, dan Dr. Ir. Ahmad Nurudin yang turut membantu membimbing dan memberikan saran pelaksanaan penelitian.

Terima kasih kepada Lia Muliani, S.T dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang turut membantu memberikan sumbangan bahan yang digunakan sebagai elektrolit dalam proses pembuatan DSSC.

Terima kasih kepada Mas Pram dari Korea Advanced Institute of Science and Technology yang telah meluangkan waktunya untuk membantu proses karakterisasi SEM, dan XRD material DSSC.

Terima kasih kepada Bapa Rosyid yang telah membantu proses sintesis natural dye di Laboratorium Pemrosesan Material Maju.

Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan S2 di Teknik Fisika M.Iqbal, Rama, Wahyu, Hanifadina, Bambang, Bayu, dan Heri, serta adik tingkatku S1 di Lab AFM Idham, Felis, Sinta, Deril, Anggi, Mulyadi, Distra, dan Maruli semoga silaturahim kita tidak terputus.

(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xiii

Bab I Pendahuluan ...1

I.1 Pendahuluan ...1

I.2 Latar Belakang ...3

I.3 Rumusan Masalah ...5

I.4 Batasan Masalah ...5

I.5 Tujuan Penelitian ...6

I.6 Sasaran Penelitian ...6

I.7 Hipotesis ...6

I.8 Sistematika ...7

Bab II Tinjauan Pustaka ...8

II.1 AM 1,5 Global Solar Spektrum ...8

II.2 Dye Sensitized Solar Cell ...9

II.2.1 Komponen-komponen ...11

a. Indium Tin Oxide ...12

b. Elektrolit Redoks ...13

c. Fotosensitizer ...15

i) Metode peningkatan efek fotosensitisasi ...16

ii) Modifikasi sensitizer ...17

iii) Konsentrasi sensitizer ...18

iv) Nilai pH pelarut ...19

(9)

vi

e. Elektrode Lawan Platina...22

II.2.2 Prinsip Operasi DSSC ...22

II.2.3 Energitika DSSC ...23

II.2.4 Kinetika DSSC ...26

II.2.5 Karakteristik Sel Surya ...28

II.2.6 Stabilitas dan Degradasi DSSC ...31

II.3 Natural Dye Sensitizer DSSC ...32

II.3.1 Antosianin ...33

II.3.2 Karotenoid ...35

II.3.3 Klorofil ...37

Bab III Metode Penelitian ...39

III.1 Lokasi Penelitian ...39

III.2 Alat dan Bahan ...39

III.2.1 Alat ...39

III.2.2 Bahan ...39

III.3 Metode Penelitian ...40

III.4 Preparasi Fotosensitizer DSSC ...41

III.5 Preparasi Fotoelektrode, Elektrode Lawan, dan Elektrolit DSSC ...43

III.6 Perakitan DSSC ...43

III.7 Karakterisasi DSSC ...44

III.7.1 Karakterisasi Natural Dye Sensitizer ...44

a. Karakterisasi Spektrofotometri UV-Vis ...44

b. Karakterisasi Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR) ...44

III.7.2 Karakterisasi TiO2 Nanopartikel ...44

a. Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) ...44

b. Karakterisasi X Ray Diffaction (XRD) ...44

III.7.3 Pengukuran Efisiensi DSSC ...45

Bab IV Hasil Penelitian dan Diskusi ...46

IV.1 Identifikasi Jenis Natural Dye Fotosensitizer Hasil Ekstraksi ...46

IV.1.1 Analisis FTIR Natural Dye Antosianin ...46

IV.1.2 Analisis FTIR Natural Dye Karotenoid ...47

(10)

vii

IV.2 Analisis Fotoelektrode TiO2 Nanopartikel ...48

IV.2.1 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ...48

IV.2.2 Analisis X Ray Diffaction (XRD) ...50

IV.3 Analisis Pengaruh Tingkat Keasaman Pelarut dan Penambahan Koadsorpsi Asam Asetat 2% pada Natural Dye Fotosensitizer Antosianin terhadap Performansi DSSC ...50

IV.4 Analisis Performansi Kulit Citrus sinesis (L), Salacca zalacca, dan Musa sapientum sebagai Natural Dye Fotosensitizer Karotenoid pada Aplikasi DSSC dengan TiO2 Nanopartikel ...53

IV.5 Analisis Performansi Imperata cylindrica (L.) Beauv dan Paspalum conjugatum Berg sebagai Natural Dye Fotosensitizer Klorofil pada Aplikasi DSSC dengan TiO2 Nanopartikel ...56

IV.6 Analisis Karakteristik Perubahan Rapat Arus, dan Fill Factor terhadap Efisiensi DSSC tanpa Penyekatan Menggunakan Natural Dye Antosianin Ipomea pescapreae dan Klorofil Imperata cylindrica (L.) ...58

IV.7 Analisis Pengaruh Pencampuran Natural Dye Antosianin Ipomea pescapreae dan Klorofil Imperata cylindrica (L.) Beauv terhadap Efisiensi DSSC ...60

IV.8 Analisis Stabilitas dan Degradasi Performansi DSSC berbasis Natural Dye Fotosensitizer Antosianin dan Klorofil dengan TiO2 Nanopartikel Tanpa Penyekatan ...62

IV.8.1 Stabilitas dan degradasi DSSC menggunakan natural dye fotosensitizer antosianin Ipomea pescaprea ...63

IV.8.2 Stabilitas dan degradasi DSSC menggunakan natural dye fotosensitizer klorofil Paspalum conjugatum Berg ...65

IV.9 Analisis Perbandingan Performansi Antosianin Ipomea pescaprea, Karotenoid Citrus sinesis (L), dan Klorofil Paspalum conjugatum sebagai Natural Dye Fotosensitizer pada Aplikasi DSSC ...66

Bab V Kesimpulan ...69

V.1 Kesimpulan ...69

V.2 Saran ...69

(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Grafik UV-Vis Natural Dye...79 A.1 Grafik absorbansi UV-Vis antosinin Ipomea percaprea ...79 A.2 Grafik absorbansi UV-Vis karotenoid Citrus sinesis (L.)

(kiri) dan Salacca zalacca (kanan)...79 A.3 Grafik absorbansi UV-Vis karotenoid Musa sapientum ...79 A.4 Grafik absorbansi UV-Vis klorofil Imperata cylindrica (L.)

Beauv (kiri), Paspalum conjugatum Berg (kanan) ...79 A.5 Grafik absorbansi UV-Vis antosianin Ipomea pescapreae

(kiri) dan klorofil Imperata cylindrica (L.) Beauv (kanan) setelah ditambahkan 2% koadsorpsi asam asetat ...80 A. 6 Grafik absorbansi UV-Vis gabungan antosianin Ipomea

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar II.1 Spektrum Solar Simulator dari PV Measurement, Inc.

dibandingkan dengan AM 1,5 Global ...8

Gambar II.2 Skema definisi air mass ...9

Gambar II.3 Diagram level energi fotosistem I dan II serta dye sensitized solar cell menggunakan dye N3 ...11

Gambar II.4 Desain struktur metal-free organic dye ...11

Gambar II.5 Kinetika fotosensitizer cis-Ru(dcbpy)2(NCS)2- TiO2 solar sel dengan mediator elektrolit redoks I-/I3- ...14

Gambar II.6 Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan dengan permukaan oksida dan non oksida ...17

Gambar II.7 Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permukaan 18 Gambar II.8 Prinsip kerja dan diagram level energi dyesensitized solar cell..20

Gambar II.9 Skematik struktur nanokristalin dan injeksi elektron pada dye- sensitized solar cell (DSSC) ...21

Gambar II.10 Struktur DSSC dan diagram superposisi pita energi ...22

Gambar II.11 Energitika operasi DSSC ...24

Gambar II.12 Representasi diagram level kinetika DSSC ...26

Gambar II.13 Karakteristik DSSC dalam kurva tegangan-rapat arus ...30

Gambar II.14 Struktur kimia antosianidin dan ikatan antosianin pada permukaan TiO2 ...34

Gambar II.15 Bunga Ipomea pescaprea ...34

Gambar II.16 Struktur kimia karotein dan ikatannya pada permukaan TiO2 ....35

Gambar II.17 Kulit pisang tanduk Musa sapientum ...36

Gambar II.18 Kulit salak pondoh Salacca zalacca ...36

Gambar II.19 Kulit jeruk medan Citrus sinesis (L) ...36

Gambar II.20 Struktur klorofil a dan b ...37

Gambar II.21 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv ...38

Gambar II.22 Genjoran Paspalum conjugatum Berg ...38

aa Gambar III.1 Bagan alir tahapan penelitian ...40

(13)

x

Gambar III.3 Bagan alir preparasi fotosensitizer DSSC ...42 Gambar III.4 Hasil ekstraksi dye klorofil (kiri), karotenoid (tengah), dan

antosianin (kanan) ...43 Gambar III.5 Pemasangan DSSC tampak dari samping (a), tampak dari atas

(b) ...43 Gambar III.6 Foto pengukuran DSSC di bawah solar simulator (kiri),

pengukuran I-V menggunakan multimeter digital (tengah), solar simulator (kanan) ...45 Gambar III.7 Rangkaian untuk mengukur karakteristik photocurrent dan

photovoltage DSSC ...45 aaa

Gambar IV.1 Spektrum fourier transform infrared untuk dye antosianin yang diperoleh dari hasil ekstraksi bunga Ipomea pescaprea ....46 Gambar IV.2 Spektrum fourier transform infrared untuk dye karotenoid

yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit Musa sapientum ...47 Gambar IV.3 Spektrum fourier transform infrared untuk dye klorofil yang

diperoleh dari hasil ekstraksi Imperata cylindrica (L.) Beauv ....48 Gambar IV.4 Foto SEM TiO2 nanopartikel setelah dilakukan proses

kalsinasi pada temperatur 450oC selama 1 jam. ...49 Gambar IV.5 Pola difraksi sinar X TiO2 nanopartikel setelah dilakukan

proses kalsinasi pada temperatur 450oC selama 1 jam ...50 Gambar IV.6 Spektrum absorpsi natural dye antosianin Ipomea pescaprea ...51 Gambar IV.7 Keseimbangan pembentukan antosianin flavylium dan

antosianin quinonoidal pada larutan ...51 Gambar IV.8 Kurva rapat arus-tegangan DSSC tersensitisasi natura dye

antosianin Ipomea pescaprea ...52 Gambar IV.9 Spektrum absorpsi natural dye karotenoid untuk ekstraksi

etanol pada pH 1,5 ...54 Gambar IV.10 Kurva rapat arus-tegangan DSSC tersensitisasi natural dye

karotenoid ...54 Gambar IV.11 Spektrum absorpsi natural dye klorofil untuk ekstraksi etanol ...56 Gambar IV.12 Kurva rapat arus-tegangan DSSC tersensitisasi natural dye

(14)

xi

Gambar IV.13 Kurva karakteristik pengaruh perubahan rapat arus terhadap perubahan efisiensi DSSC tanpa penyekatan ...58 Gambar IV.14 Kurva karakteristik pengaruh perubahan fill factor terhadap

perubahan efisiensi DSSC tanpa penyekatan ...59 Gambar IV.15 Spektrum absorpsi natural dye untuk ekstraksi etanol + asam

asetat 2% pada pH 1,5 ...60 Gambar IV.16 Kurva rapat arus-tegangan DSSC tersensitisasi natural dye

untuk ekstraksi etanol + koadsorpsi asam asetat 2% pada pH 1,5 ...61 Gambar IV.17 Kurva perbandingan stabilitas efisiensi DSSC tersensitisasi

(a) natural dye antosianin dengan (b) natural dye klorofil ...62 Gambar IV.18 Kurva rapat arus-tegangan DSSC tersensitisasi natural dye

antosianin Ipomea pescapreae ...64 Gambar IV.19 Kurva stabilitas efisiensi DSSC tersensitisasi natural dye

klorofil Paspalum conjugatum Berg ...65 Gambar IV.20 Spektrum fourier transform infrared untuk dye antosianin,

karotenoid, dan klorofil ...66 Gambar IV.21 Perbandingan spektrum absorpsi natural dye untuk ekstraksi

etanol pada pH 1,5 dengan menggunakan antosianin,

karotenoid, klorofil,dan gabungan antosianin dan klorofil ...67 Gambar IV.22 Perbandingan spektrum absorpsi natural dye untuk ekstraksi

etanol pada pH 1,5 dengan menggunakan antosianin,

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Perbedaan DSSC dengan berbagai bahan pewarna dasar ...2 Tabel I.2 Penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ...4 AA

Tabel II.1 Pigmen pada tumbuhan ...16 Tabel II.2 Band gap energi dan flat band potensial (conduction band

positions) semikonduktor tipe n yang umum digunakan dalam

sensitisasi dye ...19 Tabel II.3 Hasil penelitian terkini natural dye tunggal sebagai fotosensitizer

DSSC dengan nilai efisiensi tertinggi lebih dari 0,6% dalam

berbagai perlakuan ...33 Tabel IV.1 Perbandingan nilai puncak intensitas kurva I-2ϴ kristal TiO2

nanopartikel ...50 Tabel IV.2 Pengaruh tingkat keasaman dan koadsorpsi terhadap efisiensi

DSSC dengan fotosensitizer natural dye antosianin Ipomea

pescaprea ...52 Tabel IV. 3 Performansi natural dye karotenoid sebagai fotosensitizer DSSC

dibandingkan dengan hasil capaian efisiensi tertinggi penelitian terkini ...55 Tabel IV.4 Performansi natural dye klorofil sebagai fotosensitizer DSSC pada

kondisi asam dan netral ...57 Tabel IV.5 Pengaruh penggabungan natural dye antosianin dan klorofil

sebagai fotosensitizer DSSC dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya ...61 Tabel IV.6 Stabilitas efisiensi DSSC tersensitisasi natural dye antosianin

Ipomea pescapreae menggunakan ekstraksi etanol pada pH 1,5 ....64 Tabel IV.7 Stabilitas efisiensi DSSC tersensitisasi natural dye klorofil

Paspalum conjugatum Berg menggunakan ekstraksi etanol pada pH 1,5 di bawah penyinaran 36 mW/cm2 selama 60 menit ...65 Tabel IV.8 Perbandingan efisiensi tertinggi DSSC dengan menggunakan

natural dye antosianin, karotenoid, klorofil, dan gabungan

antosianin-klorofil sebagai fotosensitizer ...68

(16)

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama Pemakaian

pertama kali pada halaman

AM Air Mass 7

APCE Absorbed Photon to Current Conversion Efficiency 4

ATO Antimony-Doped Tin Oxide 13

AZO Aluminum-Doped Zinc Oxide 13

CB Conduction Band 21

DC Direct Current 39

DSSC Dye Sensitized Solar Cells 1

EPFL Ecole Polytechnique Fédérale in Lausanne 9

EQE External Quantum Efficiency 29

FF Fill Factor 4

FTIR Fourier Transform Infra Red 3

FTO Flour Dopped Indium Dioxide 24

HCl Asam Klorida 5

HID High Intensity Discharge 45

HOMO Highest Occupy Molecular Orbital 16

IEEE Issue on Electrical and Electronic Engineering 4

IPA Isopropil Alkohol 39

IPCE Incident Photon to Electron Efficiency 4

ITO Indium Tin Oxide 6

LHE Light Harvesting Efficiency 4

LUMO Lowest Unoccupy Molecular Orbital 15

MBI Methylbenzimidazole 15

MLCT Metal to Ligand Charge Transfer 11

NADP Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate 10

RTILs Room Temperature Ionic Liquids 13

SEM Scanning Electron Microscope 3

TBP Tert-Butyl Pyridine 14

TCO Transparent Conductive Oxide 11

UV-Vis Ultraviolet-Visible 3

(17)

xiv

Lambang Nama Pemakaian pertama

_____________________________________kali pada halaman

D Ecb Ef Efb Eg I- I3- Is Jmax Jsc M S S* S+ S- T Vmax Voc X Z e- h ket no ݎ ߣ ߥ η ߟ௖௢௟௟ Φ௢ ߮௜௡௝ Dye

Energi Conduction Band Energi Fermi

Energi Flat Band Energi Gap Ion Iodida Ion Triiodida Incident Light

Rapat Arus Maksimal Short Circuit Photocurrent Medium Sensitizer Sensitizer Tereksitasi Sensitizer Teroksidasi Sensitizer Tereduksi Temperatur Tegangan Maksimal Open Circuit Photovoltage Atom Zenit Elektron Kostanta Planck Laju Rekombinasi Rapat Elektron Incident Light Loss Panjang Gelombang Frekuensi Cahaya Overall Efficiency

(18)

1

Bab I Pendahuluan

I.1 Pendahuluan

Piranti photovoltaic didasarkan pada konsep separasi antara dua material dengan perbedaan mekanisme konduksi. Kini, piranti ini banyak didominasi oleh solid state junction device yang menggunakan bahan silikon. Alat ini mempunyai potensi profit yang tinggi dan tersedia luas dalam industri semikonduktor. Namun, dominasi penggunaan alat ini perlahan mulai berubah seiring dengan ditemukannya generasi solar sel ketiga. Solar sel terbaru ini tersusun atas nanokristalin dan film polimer konduktif. Alat terbaru ini memiliki fitur menarik dengan biaya produksi yang murah (Gratzel, 2003). Dengan demikian, sangat memungkinkan bagi pemilik pasar untuk meninggalkan solar sel dengan jenis solid state junction device. Alat ini dinamakan dye sensitized solar cells atau sering disingkat DSSC.

Dye sensitized solar cells (DSSC) merupakan generasi ketiga solar sel yang dikembangkan mulai tahun 1991 oleh Gratzel (Bei dkk, 2010). Teknologi ini mampu mengkonversi energi cahaya menjadi listrik dengan menggunakan prinsip fotoelektrokimia (Gratzel, 2003; Nazeeruddin dkk, 2011). Bahan semikonduktor terbaik yang sering digunakan dalam pembuatan DSSC adalah TiO2 (Gratzel, 2003). Fotosensitizer sebagai bahan berpigmen aktif digunakan sebagai piranti pokok yang mendukung kinerja serapan gelombang DSSC (Narayan dkk, 2012). Konversi foton menjadi pasangan elektron-hole terjadi pada gugus kromofor molekul dye (Ooyama dkk, 2009). Dalam aplikasi DSSC, pigmen ini dibagi ke dalam tiga kategori yaitu bahan organik natural dye, organik sintesis dye, dan dye kompleks logam (Ooyama dkk, 2009; Narayan dkk, 2012; Nazeeruddin dkk, 2011; Sokolsky dkk, 2011).

(19)

2

elektrode lawan melalui tahapan reaksi redoks dalam elektrolit (Lee dkk, 2011; Tobin dkk, 2011).

Salah satu perkembangan piranti ini berfokus pada sensitizer dye berbahan organik natural (Gratzel, 2003; Lee dkk, 2011; Narayan dkk, 2012; Zhou dkk, 2011; Nazeeruddin dkk, 2011). Beberapa kelebihan bahan natural dye dibandingkan dengan bahan organik sintesis dan kompleks logam lainnya adalah tersedia melimpah, mudah dibuat, murah, tidak beracun, ramah lingkungan, dan biodegradable (Narayan dkk, 2012; Zhou dkk, 2011; Oprea dkk, 2012). Absorpsi gelombang cahaya, konversi energi cahaya matahari oleh molekul dye, dan ikatan molekul dye pada permukaan semikonduktor merupakan kunci penting pengembangan natural dye pada aplikasi DSSC (Lai dkk, 2007; Bei, 2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa hal yang membedakan DSSC dengan bahan organik dye natural, dye sintesis organik, dan dye kompleks logam dijelaskan pada tabel I.1 di bawah:

Tabel I.1 Perbedaan DSSC dengan berbagai bahan pewarna dasar Dye Kompleks

Logama Dye Organik

b

Dye Naturalc Efisiensi

tertinggi

13% 9,5% 0,70%*

Komponen Logam transisi-senyawa organik Senyawa organik sintesis Senyawa organik bahan alam Dampak lingkungan Tidak ramah lingkungan, Limbah berbahaya Kurang ramah lingkungan Ramah lingkungan

Harga Sangat mahal Relatif lebih

murah

Tersedia melimpah Pembuatan Multi tahap

sintesis donor anorganik akseptororganik Pengembangan donor-junction-acceptor Ekstraksi atau isolasi senyawa dari metabolit sekunder

* nilai tertinggi efisiensi DSSC dengan natural dye tanpa proses pemurnian dalam kondisi pH asam, menggunakan TiO2nanopartikel, elektrolit I-/I3- dalam pelarut asetonitril, dan elektrode lawan platina nanopartikel

a. (Lee dkk, 2011; Nazeeruddin dkk, 2011) b. (Ooyama dkk, 2009)

c. (Wongcharee dkk, 2007)

(20)

3

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya absorbansi rendah, rekombinasi yang cepat, ikatan dye dengan semikonduktor yang lemah, dan stabilitas dye yang kurang baik (Lee dkk, 2011; Zhou dkk, 2011; Narayan, 2012; Hao dkk, 2006; Furukawa dkk, 2006; Listorti dkk, 2011; Nazeeruddin, 2011). Oleh karena itu, beberapa upaya diperlukan untuk meningkatkan performansi DSSC berbahan dasar natural dye diantaranya peningkatan stabilitas dye dengan metode perendaman beberapa minggu (Lai dkk, 2007), pemurnian dye (Lai dkk, 2007), penambahan gugus kromofor (Ortiz dkk, 2009; Chang dkk, 2010), meningkatkan keasaman pelarut (Chang dkk, 2010; Senthil dkk, 2011), meningkatkan temperatur ekstraksi (Wongcharee dkk, 2007), penggunaan beberapa pelarut (Wongcharee dkk, 2007), pencampuran beberapa dye (Kumara dkk, 2005), penambahan koadsorpsi asam asetat (Kumara dkk, 2005) dan optimasi struktur dye (Zhou dkk, 2011). Pada penelitian ini, prototipe DSSC dengan natural dye berbahan dasar antosianin, klorofil, dan karotenoid akan diuji efisiensinya. Saat proses pembuatan, dilakukan analisis kalsinasi TiO2 pada proses pemanasan 450oC diuji menggunakan XRD, SEM, dan analisis natural dye diuji menggunakan UV-Vis dan FTIR.

Ada beberapa parameter yang mempengaruhi hasil penelitian, diantaranya pH larutan, pelarut, jenis natural dye, kemampuan absorbansi natural dye, dan waktu pengukuran performansi DSSC. Asumsi yang digunakan selama proses penelitian adalah struktur dan ketebalan semikonduktor TiO2 yang digunakan sama, volume elektrolit yang diinjeksikan sama, konsentrasi larutan sama, struktur dan ketebalan elektrode lawan Pt yang digunakan sama, dan intensitas solar simulator yang digunakan dalam proses pengujian efisiensi DSSC konstan.

Kontribusi hasil penelitian ini adalah mendapatkan dan meningkatkan kemampuan ekstrak natural dye baru berbahan pewarna dasar antosianin, klorofil, dan karotenoid yang memiliki potensi besar sebagai fotosensitizer untuk DSSC.

I.2 Latar Belakang

(21)

4

yang kurang baik. Semua faktor tersebut berpengaruh pada efisiensi natural dye DSSC yang lebih kecil dibandingkan dengan DSSC berbahan dye lainnya. Usaha untuk menyelesaikan masalah tersebut sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel I.2 Penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian

Penu-lis Hermalatha dkk Kushwaha dkk Tadesse dkk Calogero dkk Eka Cahya Prima Jur-nal Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy Elsevier IEEE Journal of Photovoltaic Journal of Photonics for Energy SPIE Journal of Solar Energy Elsevier Tesis program magister teknik fisika ITB Ta-hun 2012 2012 2012 2012 2013 Topik Performance of Kerria japonica and Rosa chinensis flower dye as Sensitizers for Dye Sensitized Solar Cells Natural Alkannin and Anthocyanins as Photosensitizer for Dye Sensitized Solar Cells Natural Dye Sensitized Solar Cells Using Pigments Extracted from Syzygium guineense Anthocyanins and Betalains as Light-Harvesting Pigment for Dye Sensitized Solar Cells Performansi Dye Sensitized Solar Cell Bahan Dasar Pewarna Natural Antosianin, Klorofil, dan Karotenoid

(22)

5

Berdasarkan keterangan pada tabel di atas, usaha peningkatan performansi DSSC menggunakan dye natural telah dilakukan dengan penambahan gugus koadsorpsi dan zat aditif piridin (Hermalatha dkk, 2012; Calogero dkk, 2012), penggunaan beberapa pelarut (Sreekala dkk, 2012), dan proses pemurnian bertahap (Tadesse dkk, 2012). Pada penelitian ini, beberapa upaya dilakukan untuk meningkatkan performansi DSSC diantaranya melalui proses ekstraksi natural dye selama dua minggu (Lai dkk, 2007), pengaturan tingkat keasaman dye (Furukawa dkk, 2009), penambahan gugus koadsorpsi 2% asam asetat (Calogero dkk, 2008), dan proses pencampuran dye (Chang dkk, 2010). Originalitas penelitian ini adalah penggunaan natural dye baru yang belum pernah terpublikasi sebelumnya digunakan sebagai fotosensitizer untuk aplikasi DSSC diantaranya kulit jeruk medan Citrus sinesis (L.), kulit pisang tanduk Musa sapientum, alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv, bunga rumput liar Ipomea pescaprea, genjoran Paspalum conjugatum Berg, dan kulit salak Salacca zalacca.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efisiensi DSSC menggunakan fotosensitizer natural dye dalam

kondisi asam dan netral?

2. Bagaimana efisiensi DSSC menggunakan fotosensitizer natural dye setelah ditambahkan gugus koadsorpsi asam asetat?

3. Bagaimana efisiensi DSSC menggunakan penggabungan dua fotosensitizer natural dye?

4. Bagaimana pengaruh perubahan densitas arus pendek dan fill factor terhadap efisiensi DSSC?

5. Bagaimana stabilitas efisiensi DSSC setelah diuji selama satu bulan?

I.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Pelarut yang digunakan dalam penelitian adalah etanol dengan perbandingan massa pelarut dan bahan 3:1.

(23)

6

3. Ekstraksi dilakukan selama 2 minggu dalam temperatur ruang 25oC dan dalam kondisi gelap.

4. Komponen yang digunakan untuk setiap sel adalah fotoelektrode TiO2 nanopartikel dengan ketebalan 5 µm dan luas area 0,75 cm2, 15 µ L elektrolit EL-141, elektrode lawan film tipis Pt, dan kaca konduktif ITO.

5. Perendaman TiO2 dalam fotosensitizer natural dye dilakukan selama 1 hari dalam kondisi gelap.

6. Pengujian efisiensi setelah DSSC diletakkan di bawah solar simulator lampu halogen dengan intensitas 36 mW/cm2 selama 90 menit.

I.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh penggunaan fotosensitizer natural dye dalam kondisi asam dan netral terhadap peningkatan efisiensi DSSC.

2. Mengetahui pengaruh penambahan gugus koadsorpsi fotosensitizer pada natural dye terhadap peningkatan efisiensi DSSC.

3. Mengetahui pengaruh penggabungan beberapa fotosensitizer natural dye terhadap peningkatan efisiensi DSSC.

4. Mengetahui karakteristik perubahan densitas arus pendek dan fill factor terhadap efisiensi DSSC.

5. Mengetahui karakteristik stabilitas efisiensi DSSC setelah diuji selama satu bulan.

I.6 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah mendapatkan efisiensi DSSC menggunakan natural dye yang lebih dari 0,6%.

I.7 Hipotesis

(24)

7

I.8 Sistematika

Laporan tesis ini terbagi menjadi lima bagian: Bab 1 Pendahuluan

Bab ini membahas tentang pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, sasaran penelitian, hipotesis, dan sistematika. Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang AM 1,5 global solar spektrum, dye sensitized solar cells, dan natural dye sensitizer DSSC.

Bab 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang lokasi penelitian, alat dan bahan penelitian, metode penelitian, preparasi dye sensitizer DSSC, preparasi fotoelektrode, elektrode lawan, dan elektrolit, perakitan DSSC, serta karakterisasi DSSC.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Diskusi

Pada bab ini dibahas tentang identifikasi jenis dye hasil sintesis, analisis absorbansi gelombang natural dye sensitizer, analisis nanopartikel elektrode TiO2, dan analisis performansi DSSC berbasis natural dye sensitizer.

Bab 5 Kesimpulan

(25)

II.1 AM 1,5 Global Solar Spektrum

Pada pengujian solar sel, spektrum matahari global 100 mW/cm2 dan temperatur kerja 25

matahari standar (Dominici dkk, 2011). Performansi solar sel diukur pada waktu dan tempat yang berbeda dibandingk

matahari melewati atmosfer, cahaya tersebut akan dia

karbon dioksida, ozon, dan zat lain. Hasil spektrum kontinyu tersebut membentuk beberapa puncak pada beberapa panjang gelombang, khususny

gelombang infra merah. Selain itu, sebagai hasil dari proses absorpsi dan refleksi gelombang yang terjadi, rata

100 mW/cm2 (Sun, 2009).

Gambar II.1 Spektrum

dibandingkan dengan AM 1,5 Global

Air mass (AM) merupakan istilah yang digunakan dalam astronomi untuk menjelaskan efek dari atmosfer bumi pada spektrum

didefinisikan sebagai p

bagian terpendek atmosfer dimana cahaya radiasi matahari secara vertikal mengenai tanah. Istilah

efisiensi konversi spesifik atau efisiensi fundamenta

merupakan intensitas dan distribusi spektral yang dihasilkan dari panjang gelombang matahari yang melalui atmosfer

iradiasi dan mengubahnya menjadi energi termal di atmosfer (Jha, 2010). dihitung dengan menggunakan persamaan (1):

8

Bab II Tinjauan Pustaka

AM 1,5 Global Solar Spektrum

n solar sel, spektrum matahari global air mass 1,5 dengan intensitas dan temperatur kerja 25oC merupakan standar referensi spektrum matahari standar (Dominici dkk, 2011). Performansi solar sel diukur pada waktu dan tempat yang berbeda dibandingkan dengan spektrum AM 1,5. Ketika cahaya matahari melewati atmosfer, cahaya tersebut akan diabsorpsi dan menembus air, karbon dioksida, ozon, dan zat lain. Hasil spektrum kontinyu tersebut membentuk beberapa puncak pada beberapa panjang gelombang, khususny

gelombang infra merah. Selain itu, sebagai hasil dari proses absorpsi dan refleksi gelombang yang terjadi, rata-rata energi yang diterima oleh bumi mendekati

Sun, 2009).

Spektrum Solar Simulator dari PV Measurement, Inc. dibandingkan dengan AM 1,5 Global (Sun, 2009)

(AM) merupakan istilah yang digunakan dalam astronomi untuk menjelaskan efek dari atmosfer bumi pada spektrum iradiasi matahari. AM 1, didefinisikan sebagai panjang atmosfer yang dilalui matahari tegak lurus menuju bagian terpendek atmosfer dimana cahaya radiasi matahari secara vertikal mengenai tanah. Istilah air mass (AM) sering digunakan untuk menjelaskan efisiensi konversi spesifik atau efisiensi fundamental suatu solar sel. Hal tersebut merupakan intensitas dan distribusi spektral yang dihasilkan dari panjang gelombang matahari yang melalui atmosfer. Proses absorpsi mengurangi insiden

dan mengubahnya menjadi energi termal di atmosfer (Jha, 2010). dihitung dengan menggunakan persamaan (1):

1,5 dengan intensitas C merupakan standar referensi spektrum matahari standar (Dominici dkk, 2011). Performansi solar sel diukur pada waktu an dengan spektrum AM 1,5. Ketika cahaya sorpsi dan menembus air, karbon dioksida, ozon, dan zat lain. Hasil spektrum kontinyu tersebut membentuk beberapa puncak pada beberapa panjang gelombang, khususnya pada daerah gelombang infra merah. Selain itu, sebagai hasil dari proses absorpsi dan refleksi

rata energi yang diterima oleh bumi mendekati

, Inc.

(26)

9

AM = 1/cos θ (1)

Dimana, θ merupakan sudut zenit matahari yang menunjukkan sudut antara garis normal permukaan bumi dan insiden cahaya matahari. Ketika θ bernilai 0o, radiasi matahari secara vertikal menuju tanah dan nilai air mass-nya adalah 1 (AM 1,0), ketika θ bernilai 48,19o, nilai air mass adalah 1,5 (AM 1,5). Ketika matahari terbit dan terbenam, Z = 90° dan AM ≈38 (Bailey dkk, 2010). Skema definisi air mass dijelaskan pada gambar II.2 di bawah ini:

Gambar II.2 Skema definisi air mass (Sun, 2009)

Terdapat dua definisi spektrum AM 1,5. Pertama spektrum AM 1,5 langsung dan kedua spektrum total atau spektrum global AM 1,5. Spektrum AM 1,5 langsung hanya meliputi insiden cahaya langsung dari matahari, sedangkan spektrum global AM 1,5 meliputi insiden cahaya langsung dan hamburan cahaya (Sun, 2009).

II.2 Dye Sensitized Solar Cells

(27)

10

Dye sensitized solar cell (DSSC) adalah solar sel semikonduktor yang secara langsung mengubah sebagian radiasi matahari menjadi arus listrik menggunakan prinsip fotoelektrokimia (Gong dkk, 2012; Tobin dkk, 2010; Gratzel, 2003). DSSC menarik untuk diteliti karena materialnya mudah diperoleh, biaya produksinya murah dan pembuatannya lebih mudah dibandingkan dengan solar sel semikonduktor konvensional (Garcia dkk, 2003; Yuliarto dkk, 2010).

Perbedaan DSSC dengan solar sel solid state yang lainnya adalah cahaya matahari tidak hanya diabsorpsi oleh TiO2 namun juga oleh dye sedangkan pada solar sel solid state, semikonduktor digunakan sebagai pemisah muatan. Selain itu, dalam solar sel solid state, pengaruh medan listrik penting untuk proses terjadinya pemisahan muatan yang dibentuk oleh p-n junction, sedangkan pada DSSC pasangan elektron-hole tidak dipisahkan oleh perbedaan potensial p-n junction, namun dipisahkan oleh fotosensitizer. Pada solar sel solid state, muatan (hole dan elektron) memerlukan difusi dalam semikonduktor menuju back contact. Dalam DSSC, hanya pembawa muatan yang berdifusi dalam semikonduktor TiO2 dan hole tetap diam pada permukaan namun memerlukan difusi larutan sebagai mediator muatan. (Lee dkk, 2011). Di sisi lain dalam hal difusi cahaya, solar sel solid state hanya beroperasi dengan baik jika di bawah pencahayaan langsung (tegak lurus), hal ini diakibatkan oleh banyak terjadinya refleksi cahaya karena tingkat kekasaran materialnya yang rendah. Di samping itu, DSSC menggunakan permukaan TiO2 yang kasar, sehingga refleksi pada permukaan dapat diminimalisir (Wolfbauer, 1999).

(28)

11

Gambar II.3 Diagram level energi fotosistem I dan II serta dye sensitized solar cell menggunakan dye N3 (Connell dkk, 2010)

Beberapa kunci yang menjadi komponen penting dalam konversi radiasi solar diantaranya light harvesting, separasi muatan, dan katalisis. Pada DSSC, penangkapan cahaya meliputi transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) pada molekul dye yang terikat pada molekul film tipis TiO2. Molekul dye tersebut dimodifikasi untuk meningkatkan kapasitas penangkapan cahaya hingga menuju daerah infra merah. Separasi muatan DSSC menggunakan model konversi energi donor-akseptor. Model tersebut ditunjukkan pada gambar II.4 di bawah:

Gambar II. 4 Desain struktur metal-free organic dye (Gong dkk, 2012; Ooyama dkk, 2009; Lee dkk, 2011)

Stabilisasi separasi muatan elektronik dapat diperoleh melalui transfer elektron dari donor elektron menuju akseptor elektron (Connell dkk, 2010).

II.2.1 Komponen-komponen

(29)

12

semikonduktor mesoporus oksida untuk meningkatkan absorpsi cahaya; (d) elektrolit redoks mediator yang berfungsi untuk meregenerasi dye; serta (e) elektrode lawan (biasanya platinum) sebagai katalis untuk memfasilitasi penangkapan elektron (Gong dkk, 2012).

a. Indium Tin Oxide

Salah satu bagian dari film oksida semikonduktor, substrat transparan konduktif memegang peranan penting dalam menunjang performansi DSSC. Lapisan tersebut merupakan film tipis yang berfungsi sebagai kolektor muatan dan mendukung lapisan semikondutor pada DSSC. Bagian ini memiliki dua syarat penting diantaranya memiliki transmitansi optik yang tinggi yang memungkinkan cahaya matahari masuk melewati bagian material penangkap cahaya aktif tanpa terjadi absorpsi spektrum cahaya, dan memiliki resistivitas kecil dimana mampu memfasilitasi proses transfer elektron dan mengurangi kehilangan energi (Gong dkk, 2012).

Film indium tin oxide (ITO, In2O3:SnO2) tampak memiliki transmitansi ideal (koefisien transmitansi lebih dari 80%) dan resistivitas 10-4 Ω.cm pada temperatur ruang, sehingga material ini secara umum digunakan sebagai transparent conducting oxide dalam devais optoelectronic. Terdapat beberapa catatan penting bahwa sifat kelistrikan film ITO bergantung pada proses sintesis. In2O3:Sn yang disintesis dari In2(SO4)3.nH2O and SnSO4 dengan metode perendaman menghasilkan resistivitas 6–8 x 10-4 Ω.cm. Nilai resistivitas yang rendah dihasilkan dari sejumlah rapat pembawa muatan bebas yang disebabkan oleh (i) substitusi atom indium In oleh atom Sn yang melepaskan sebuah elektron tambahan, dan (ii) valensi atom oksigen yang memberikan dua elektron donor. Selain itu, nilai resistivitas dapat meningkat selama proses kalsinasi dalam fabrikasi DSSC (Gong dkk, 2012).

(30)

13

tinggi, (i) diikuti dengan cacat kisi ion Sn4+ di dalam In3+ site, (ii) atom oksigen di atmosfer akan mulai mengisi valensi oksigen yang berfungsi sebagai penyedia elektron. Untuk mengurangi hilangnya pembawa muatan pada temperatur tinggi, biasanya digunakan struktur double layer untuk memperoleh stabilitas substrat ITO terhadap termal. Beberapa lapisan tipis logam oksida, seperti ATO (SnO2:Sb antimony-doped tin oxide), AZO (aluminum-doped zinc oxide), dan SnO2 di-sputtering di atas permukaan ITO membentuk double layer yang mampu menghasilkan struktur yang lebih baik daripada single layer ITO (Lee dkk, 2011).

b. Elektrolit Redoks

Elektrolit redoks berfungsi sebagai pembawa muatan yang mengumpulkan elektron pada katode dan mengangkut elektron kembali menuju molekul dye. Elektrolit yang umumnya banyak digunakan adalah pasangan redoks iodida/triiodida (I-/I3-) dalam matriks organik yang umumnya digunakan acetonitrile. Oleh karena itu, keberadaan elektrolit ini berdampak signifikan pada ketahanan devais jangka panjang dan stabilitas operasionalnya. Sebagai contoh, kebocoran pelarut organik yang bersifat toksik bukan hanya akan menyebabkan dampak lingkungan, namun juga penguapan ion iodin akan meningkatkan resistansi internal secara keseluruhan dengan berkurangnya konsentrasi pembawa muatan. Untuk mengatasi masalah tersebut, biasanya dilakukan penelitian untuk mengembangkan non-traditional electrolytes seperti room temperature ionic liquids (RTILs), quasi-solid state dan solid state electrolytes (Gong dkk, 2012). Suatu mediator transfer elektron yang efisien harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya: (i) fotoeksitasi dye menginjeksi elektron sebelum bereaksi dengan elektrolit; (ii) setelah terjadi injeksi elektron, dye teroksidasi harus segera tereduksi oleh elektrolit sebelum terjadinya rekombinasi dengan elektron dari molekul dye lainnya; (iii) reduksi ion dalam elektrolit bereaksi dengan lambat dengan elektron baik dari semikonduktor TiO2 maupun lapisan ITO; (iv) laju reaksi reduksi ion teroksidasi pada katode berlangsung dengan cepat (Sapp dkk, 2002).

(31)

14

Gambar II.5 Kinetika fotosensitizer cis-Ru(dcbpy)2(NCS)2- TiO2 solar sel dengan mediator elektrolit redoks I-/I3- (Boschloo dkk, 2009)

Injeksi elektron menuju pita konduksi TiO2 terjadi dalam kisaran waktu femtosekon harus lebih cepat dibandingkan dengan rekombinasi elektron dengan ion triiodida I3-, dye teroksidasi cenderung lebih mudah bereaksi dengan ion iodida I- dibandingkan dengan terjadinya injeksi elektron. Di dalam elektrolit, ion triiodida I3- berdifusi menuju untuk menangkap elektron dan kembali membentuk ion iodida I-. Arah difusi tersebut berlawanan arah dengan arah menuju elektrode TiO2 untuk meregenerasi molekul dye. Koefisien difusi ion triiodida I3- di dalam struktur porus TiO2 sekitar 7,6 x 10-6 cm2/s (Huang dkk, 1997).

Salah satu isu penting dalam penggunaan pasangan redoks I-/I3 -adalah konsentrasi iodin. Pada konsentrasi yang rendah, sulit untuk menjaga konduktivitas elektrolit dan cepat terjadi reaksi redoks. Di satu sisi, ketika konsentrasi iodin tinggi lebih mudah terjadinya rekombinasi elektron pada interface TiO2 sehingga berpengaruh pada performansi DSSC. Selain itu, terjadi pula peningkatan absopsi cahaya oleh pasangan redoks (Zanni dkk, 1999).

Beberapa usaha yang pernah dilakukan untuk menekan terjadinya rekombinasi diantaranya dengan menambahkan zat aditif pada elektrolit seperti 4-tert-butyl pyridine (4TBP) (Boschloo dkk, 2006), dan methylbenzimidazole (MBI) (Kopidakis dkk, 2006). Zat aditif tersebut dapat memperbaiki efisiensi dan stabilitas DSSC, namun zat tersebut tidak berpartisipasi dalam proses penting fotoelektrokimia. Mekanisme yang paling memungkinkan adalah ketika ditambahkan zat aditif pada permukaan TiO2 akan mengurangi site dan menjaga tidak terjadi kontak dengan molekul akseptor elektron (Zhang dkk, 2007).

(32)

15

atau molekul oksigen menyebabkan performansi solar sel menurun. Elektrolit cair juga membuat konstruksi modifikasi multi sel menjadi lebih sulit karena sel harus terhubung secara elektrik dan kimia khususnya pada substrat tunggal. Dibandingkan dengan elektrolit polimer, mediator elektrolit cair menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dan mampu digunakan secara praktis di masa depan dengan sistem enkapsulasi yang lebih baik (Lin dkk, 2006).

c. Fotosensitizer

Fotosensitisasi dapat diperoleh melalui fotosensitizer yang mengabsorpsi cahaya kemudian mengubahnya menjadi energi (Larson dkk, 1992). Di dalam siklusnya, fotosensitizer dapat teradsopsi di atas permukaan semikonduktor melalui ikatan elektrostatik, hidrofobik, atau interaksi kimia. Selama eksitasi, terjadi injeksi elektron menuju pita konduksi semikonduktor (Kathiravan dkk, 2009). Terdapat tiga jenis fotosensitizer diantaranya inorganik sensitizer (Jing dkk, 2007), dye organik dan dye koordinasi logam kompleks (Sauv´e dkk, 2000).

(33)

16

Dye pada elektrode semikonduktor TiO2 mengabsorpsi cahaya dengan rentang gelombang yang lebih lebar dibandingkan dengan TiO2 dengan metode fotosensitisasi seperti dijelaskan pada persamaan di bawah ini (Fung dkk, 2003):

S + hv



S* (2)

S* + M



S+ + e- (3)

S* + X



S+ + X- (4)

S* + Z



S- + Z+ (5)

Keterangan

S = sensitizer S+ = sensitizer kekurangan elektron S* = sensitizer tereksitasi S- = sensitizer kelebihan elektron

Molekul tereksitasi melalui fotoelektrokimia akan mendonorkan elektron ke medium M (TiO2) atau molekul lain yang bertindak sebagai akseptor X atau mungkin bertindak sebagai akseptor elektron ketika terdapat donor elektron Z (Larson dkk, 1992).

Natural dye diekstrak dari pigmen tumbuhan. Beberapa pigmen yang terdapat pada tumbuhan tersebut dijelaskan pada tabel II.1 di bawah ini (Narayan, 2012):

Tabel II.1 Pigmen pada tumbuhan

Pigmen Jenis Penjelasan

Betalain Betacyanin Betaxanthins

Terdapat pada jamur dan caryophyllates Karotenoid Carotenes

Xantophylls

Pada pohon dan bakteri fotosintesis

Terdapat pada beberapa burung, ikan, dan kerang Klorofil Klorofil A dan B Semua tumbuhan fotosintesis

Flavonoid Anthocyanins Aurones Flavonoid

Proanthocyanidins

Terdapat pada tumbuhan angiospermae dan gymnospermae

i) Metode peningkatan efek fotosensitisasi

(34)

bagaimana cara keduanya berikatan terikat secara fisika dan kimia, permukaan nanokristalin

ii) Modifikasi sensitizer

Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi fotosentitizer diantaranya:

1. Meningkatkan HOMO dengan inkorporasi mengurangi LUMO pada

2. Memodifikasi grup

bergantung pada jenis pelarut d elektron dan elektrolit

2011), posfat (Cheung dkk, 1998) dkk, 1992), dan sil

TiO2 seperti ditunjukkan

Gambar II. 6 Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan dengan permukaan oksida dan non oks

1998)

Selain berikatan secara kovalen, molekul pun berikatan secara fisika dan kimia seperti ditunjukkan pada gam

17

bagaimana cara keduanya berikatan (Dhanalakshmi dkk, 2001) seperti keduanya terikat secara fisika dan kimia, anchoring group, dan jarak struktur

permukaan nanokristalin (Chen dkk, 2005; Tennakone dkk, 2001).

itizer

pa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi fotosentitizer diantaranya:

Meningkatkan HOMO dengan inkorporasi strong-ߪ-ligand mengurangi LUMO pada ligand anchor (Kar dkk, 2009).

grup anchor (Chen dkk, 2005). Grup bergantung pada jenis pelarut dan kehadiran kompetisi adsorbat elektron dan elektrolit. Gugus fungsi karboksil (Bae dkk, 2006

(Cheung dkk, 1998), sulfonat (Chen dkk, 2005) , dan silil (Fung dkk, 2003) membentuk ikatan

ditunjukkan pada gambar II.6 di bawah ini:

Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan dengan permukaan oksida dan non oksida (Kalyanasundaram dkk,

Selain berikatan secara kovalen, molekul pun berikatan secara fisika dan kimia seperti ditunjukkan pada gambar II.7 di bawah ini:

seperti keduanya , dan jarak struktur dye dari

.

pa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi

ligand donor atau

. Grup anchor sangat an kehadiran kompetisi adsorbat seperti donor (Bae dkk, 2006; Tekerek dkk, (Chen dkk, 2005), asetil (Larson kovalen dengan

Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan ida (Kalyanasundaram dkk,

(35)

Gambar II. 7 Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permuk (Kalyanasundaram dkk, 1998)

3. Penurunan nilai karboksil pada

mengurangi kestabilan

4. Pemutusan dye teroksidasi dari TiO

menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi 2008).

5. Kombinasi sensitizer pada ber

syarat orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersama

dkk, 2005; Ogura dkk, 2009; Park dkk, 2012).

iii) Konsentrasi sensi

Efek fotosensitisasi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi sensitizer yang memegang peranan penting dalam jumlah elektron yang ditransfer dari tereksitasi menuju pita konduksi semikonduktor. Efek fotosensitisasi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer, namun setelah diteliti lebih lanjut, seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer

terbalik dengan efek fotosensitisasi hal ini di sensitizer pada permukaan fotoka

Sensitizer berlebih dalam larutan akan tereksitasi namun tidak dapat terinjeksi menuju pita konduksi fotokatalis

perlu diketahui konsentrasi optimal untuk memfasilitasi reak dkk, 2013).

18

Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permuk (Kalyanasundaram dkk, 1998)

Penurunan nilai pH secara ekstrim akan menyebabkan dehidrasi karboksil pada dye dan meningkatkan ikatan dye dengan TiO

tabilan dye (Abe dkk, 2000).

teroksidasi dari TiO2 dapat meningkatkan injeksi elektron dan menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi

Kombinasi sensitizer pada beragam spektra meningkatkan efisiensi

orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersama

dkk, 2005; Ogura dkk, 2009; Park dkk, 2012).

Konsentrasi sensitizer

fek fotosensitisasi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi sensitizer yang memegang peranan penting dalam jumlah elektron yang ditransfer dari tereksitasi menuju pita konduksi semikonduktor. Efek fotosensitisasi meningkat

peningkatan konsentrasi sensitizer, namun setelah diteliti lebih seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer ternyata

terbalik dengan efek fotosensitisasi hal ini disebabkan terdapat limit adsorpsi pada permukaan fotokatalis (Bi dkk, 1996; Yamazaki dkk, 2007 ensitizer berlebih dalam larutan akan tereksitasi namun tidak dapat terinjeksi menuju pita konduksi fotokatalis (Puangpetch dkk, 2010). Dengan demikian,

konsentrasi optimal untuk memfasilitasi reaksi fotokatalitik Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permukaan

m akan menyebabkan dehidrasi gugus dengan TiO2 namun

dapat meningkatkan injeksi elektron dan menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi (Peng dkk,

ktra meningkatkan efisiensi dengan orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersamaan (Guo

(36)

19

iv) Nilai pH pelarut

Daya adsorpsi dari sensitizer sangat dipengaruhi oleh muatan permukaan, Muatan permukaan TiO2 berubah menjadi positif ketika dalam kondisi asam dan mampu berikatan dengan kuat dengan muatan negatif molekul sensitizer, muatan permukaan TiO2 berubah menjadi negatif dalam kondisi basa dan menarik muatan positif molekul sensitizer (Cho dkk, 2001; Luo dkk, 2009).

Pada pelarut air untuk pH dengan tingkat keasaman tinggi, hidrolisis dan dechelation pada anchoring group dari permukaan terjadi. Sehingga setelah terbentuk keseimbangan pada permukaan, laju hidroksilasi menjadi lebih lambat selama beberapa jam dan terjadi dechelation yang mengakibatkan terbatasnya kestabilan fotosensitizer pada jangka panjang (Kalyanasundaram, 1998).

d. Elektrode Nanopartikel TiO2

Titanium dioksida (TiO2) tersedia di alam dalam tiga fase polimorf yaitu rutil (tetragonal, space group P42/mnm, Eg ~3,05 eV), anatase (tetragonal, 141/amd, Eg ~3,23 eV) dan brookite (ortorhombik, Pcab, Eg ~3,26 eV). Diantara ketiganya, fase yang paling stabil adalah fase rutil (1,2–2,8 kcal.mol-1 lebih stabil daripada anatase) dan cocok untuk mengabsorpsi spektrum solar. Anatase merupakan fase metastabil dan cenderung berubah menjadi fase rutil pada temperatur tinggi pada kisaran 700-1000oC bergantung ukuran kristal dan tingkat kemurnian. Fase ini mampu mengikat lebih banyak dye dan memiliki koefisien difusi elektron yang lebih tinggi dibandingkan dengan fase rutil. Selain itu, nilai pita konduksi fase anatase 0,1 eV lebih besar dibandingkan dengan fase rutil menghasilkan nilai maksimum tegangan sirkuit terbuka (Voc) yang lebih besar (Gong dkk, 2012; Lee dkk, 2011; Kalyanasundaram dkk, 1998).

Tabel II.2 Energi band gap dan potensial flat band semikonduktor tipe n yang umum digunakan dalam sensitisasi dye (Kalyanasundaram dkk, 1998) Semikonduktor (n) Eg (eV) Efb : Ecb (V) (vs. NHE)

(37)

20

Elektrode nanokristalin TiO2 telah dikembangkan secara luas dalam aplikasi DSSC. Film nanopartikel TiO2 secara teoritis mampu memiliki faktor kekasaran ~1000-2000 untuk total luas film per luas unit substrat. Walaupun faktor kekasaran aktual lebih kecil dari nilai teoritis, peningkatan luas area permukaan internal penting untuk memperbanyak ikatan dengan sensitizer yang mampu menangkap lebih banyak cahaya matahari (Sun, 2009; Beibei dkk, 2010).

Di samping berfungsi sebagai pengikat sensitizer, semikonduktor pun berfungsi sebagai kolektor muatan (Narayan, 2012). Untuk memastikan elektron terinjeksi secara efektif dari sensitizer tereksitasi, pita konduksi semikonduktor harus lebih positif dibandingkan dengan potensial sensitizer teroksidasi. Perhatikan prinsip kerja dan diagram level energi pada gambar II.8 di bawah ini:

Gambar II.8 Prinsip kerja dan diagram level energi dyesensitized solar cell. S/S+/S* secara berturut-turut merepresentasikan sensitizer pada keadaan dasar, teroksidasi, dan tereksitasi. R/R− merepresentasikan komponen mediator redoks (I-/I3-) (Sun, 2009)

Pada gambar II.8 di atas, level energi pita konduksi semikonduktor yang lebih rendah menyebabkan elektron terinjeksi dari sensitizer tereksitasi menuju semikonduktor. Level fermi semikonduktor merupakan salah satu parameter yang akan menentukan tegangan maksimum teoritis (Sun, 2009).

Tingkat keasaman menentukan pita konduksi semikonduktor. Potensial dipengaruhi oleh proses kinetik transfer muatan yang secara langsung mengatur kinerja devais. Potensial pita konduksi semikonduktor dijelaskan melalui persamaan Nernstein bergantung pada nilai pH pelarut dimana Eo adalah -0,156 V untuk TiO2 anatase, persamaan (6) (Kalyanasundaram dkk 1998; Sun, 2009):

E(cb) = Eo – 0,06pH (V vs. NHE) (6)

(38)

21

jumlah dye yang teradsorpsi lebih banyak akibat protonasi permukaan nanopartikel TiO2. Oleh karena itu, derajat protonasi molekul dye memegang peranan penting dalam mempengaruhi performansi solar sel (Lee dkk, 2011). Pada peningkatan konsentrasi H+ dan Li+ akan membuat muatan film TiO2 positif, dan pita konduksi bergeser lebih positif. Level fermi pada semikonduktor dan potensial redoks elektrolit akan berkurang seiring dengan kehadiran Li+. Pergeseran pita konduksi diinduksi oleh ion yang biasanya diikuti oleh gangguan proses kinetika. Seperti contoh, pita konduksi lebih positif seiring dengan peningkatan konsentrasi H+ dan Li+ yang akan mempercepat proses injeksi elektron, meningkat pula arus listrik yang dihasilkan. Sebaliknya pita konduksi yang lebih negatif akan meningkatkan rekombinasi antara elektron pada pita konduksi dengan elektrolit. Keberadaan Li+ yang berinteraksi dengan kisi TiO2 berdampak pada transpor elektron melalui semikonduktor begitu juga proses rekombinasi sebagai akibat interaksi antara elektrolit dengan semikonduktor TiO2 seperti dijelaskan pada gambar II.9 di bawah ini:

Gambar II. 9 Skematik struktur nanokristalin dan injeksi elektron pada dye sensitized solar cell (DSSC) (Hara dkk, 2003)

(39)

22

dkk, 2011), kristalinitas TiO2 (Wang dkk, 2011), bentuk nanopartikel TiO2 (Lee dkk, 2011), dipol permukaan dan level permukaan TiO2 (Beibei dkk, 2010).

e. Elektrode Lawan Platina

Ion triiodida (I3−) dibentuk dengan mereduksi dye teroksidasi dengan ion iodida (I−), selanjutnya ion tersebut direduksi kembali menjadi ion iodida (I−) pada elektrode lawan. Untuk mereduksi ion tersebut, diperlukan elektrode lawan yang mempunyai aktivitas elektrokatalitik yang tinggi (Hara dkk, 2003). Elektrode lawan yang sering digunakan adalah Patina (Pt). Bahan tersebut umumnya berasal dari larutan H2PtCl6 (dihidrogen heksakloroplatinat (IV)) yang dideposisi di atas ITO dengan metode spin coating maupun sputtering (5–10 µg.cm−2 atau kira-kira memiliki ketebalan 200 nm) (Senthil dkk, 2011; Hara dkk, 2003). Platina merupakan logam stabil yang dapat ditemukan di alam dalam bentuk logam mulia dan hanya bereaksi dengan senyawa tertentu. Selain platina, elektrode yang juga digunakan sebagai elektrode balik dalam aplikasi DSSC adalah elektrode karbon (Raturi dkk, 2010).

II.2.2 Prinsip Operasi DSSC

Proses transpor muatan pada DSSC dijelaskan pada gambar II.10 di bawah ini:

Gambar II.10 Struktur DSSC dan diagram superposisi pita energi (Lee dan Yang, 2011)

(40)

23

mediator), R4 (kembali meluruhnya level energi S+), R5 (rekombinasi antara dye dengan mediator), transpor hole dinamakan mass transport pada elektrolit cair dan dinamakan hopping pada padatan dan beberapa quasi-solid elektrolit (Lee dan Yang, 2011).

Prinsip operasi DSSC dimulai dengan absorpsi foton oleh fotosensitizer S (Pers. (7)), akibatnya terjadi eksitasi fotosensitizer S* dan elektron terinjeksi menuju pita konduksi semikonduktor. Fotosensitizer yang kehilangan elektron berada dalam keadaan teroksidasi S+ (Pers.(8)). Di sisi lain, dye teroksidasi dikembalikan ke keadaan ground state oleh elektrolit mediator (Pers.(9)) dan terjadi reaksi oksidasi elektrolit (Pers.(10)). Kemudian elektron terinjeksi mengalir melalui semikonduktor sampai tiba di back contact TCO kemudian melewati external load menuju elektrode lawan dan diterima oleh mediator elektrolit redoks (Pers (11)). (Nazeeruddin dkk, 2011; Phadke, 2010; Yum dkk, 2011; Kim dkk, 2011). Reaksi tersebut secara lengkap dapat dijelaskan sebagai berikut:

ܵ(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ ℎݒ → ܵ∗(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜) (7) ܵ∗(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜) → ܵ(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ ݁ି(௧௘௥௜௡௝௘௞௦௜) (8) ܵା (௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ ݁ି(௥௘ௗ௢௞௦ ௠௘ௗ௜௔௧௢௥)→ ܵ(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜) (9) ܵା(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ଷ ଶܫି → ܵ(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ ଵ ଶܫଷି (10) ଵ ଶܫଷି+ ݁ି(௞௔௧௢ௗ௘)→ ଷ ଶܫ(௞௔௧௢ௗ௘)ି (11) Keterangan persamaan:

(7) eksitasi dye selama radiasi

(8) oksidasi dye menyebabkan injeksi elektron menuju TiO2 (9) dye dikembalikan ke keadaan dasar oleh elektrolit mediator (10) reaksi oksidasi elektrolit

(11) reaksi reduksi elektrolit di elektrode lawan

Beberapa reaksi yang tidak diharapkan dapat menimbulkan kehilangan efisiensi DSSC. Diantaranya diakibatkan oleh rekombinasi elektron terinjeksi pada TiO2 dengan fotosensitizer teroksidasi (Pers.(12)) atau dengan pasangan redoks teroksidasi pada permukaan TiO2 (Pers.(13)).

ܵା(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜)+ ݁ି(்௜ை

మ) → ܵ(௧௘௥௔ௗ௦௢௥௣௦௜) (12)

ܫଷି+ 2. ݁ି(்௜ை

మ) → 3ܫ(௔௡௢ௗ௘)ି (13)

II.2.3 Energitika DSSC

(41)

24

elektrolit redoks sehingga dihasilkan regenerasi dye pada keadaan dasar. Konsentrasi ionik tinggi pada devais secara efektif mampu mengurangi medan listrik makroskopis sehingga mampu mengurangi aliran komponen transpor secara signifikan. Transpor baik elektron maupun ion redoks dikendalikan oleh proses difusi dari gradien konsentrasi. Pada kondisi optimum (nanopartikel TiO2 dan elektrolit dengan viskositas rendah), proses transfer muatan (elektron menuju elektrode kerja FTO, triiodida menuju elektrode lawan) bergantung pada gradien konsentrasi dan hanya sedikit energi bebas yang hilang. Pada elektrode lawan, triiodida direduksi kembali menjadi iodida, katalis platina mampu melakukan proses reaksi tersebut dengan meminimalisir overpotensial. Energitika pada antarmuka TiO2/dye/elektrolit merupakan hal paling mendasar yang menentukan total keluaran yang dihasilkan devais (Listorti dkk, 2011). Perhatikan energitika operasi DSSC pada gambar II.11 di bawah ini:

(42)

25

TiO2. Fotoeksitasi menghasilkan injeksi elektron pada pita konduksi TiO2 dan injeksi hole (oksidasi) elektrolit redoks. Konsentrasi tinggi oksidasi dan reduksi pasangan redoks yang berada pada elektrolit berarti proses fotooksidasi elektrolit tidak menghasilkan potensial muatan pada elektrolit dan biasanya bernilai konstan pada keadaan gelap. Sebaliknya, injeksi elektron pada pita konduksi TiO2 dapat meningkatkan rapat elektron antara 1 x 1013 cm-3 sampai 1 x 1018 cm-3, hal ini terjadi karena adanya peningkatan level fermi menuju ujung pita konduksi. Pergeseran level fermi di bawah iradiasi cahaya berhubungan dengan peningkatan energi bebas yang tersimpan dari elektron terinjeksi dan menghasilkan generasi tegangan pada sirkuit eksternal (Durrant dkk, 2008).

Titik tengah potensial pasangan redoks ditentukan dengan persamaan Nernst, nilai ini bergantung relatif terhadap konsentrasi triiodida dan iodida. Konsentrasi tersebut merupakan syarat penting dalam kinetika regenerasi dye pada elektrode kerja. Kisaran konsentrasi yang dimiliki iodida antara 0,1-0,7 M dan triiodida antara 10-200 mM, nilai titik tengah potensial elektrolit yang dihasilkan ∼0,3 V vs.NHE (Listorti dkk, 2011; Mawyin, 2009).

Energitika pita konduksi TiO2 relatif sulit untuk ditentukan. Sebagaimana logam oksida lainnya, permukaan TiO2 mungkin banyak atau sedikit terprotonasi bergantung pada aktivitas proton yang mengelilingi medium. Total muatan permukaan Nernstian bergantung nilai pH efektif yang mengalami pergeseran sekitar 60 mV setiap peningkatan nilai pH dalam medium air. Dalam bulk metal oxides, muatan permukaan dapat diasosiasikan dengan lekukan pita konduksi dan valensi yang berbatasan menuju permukaan. Sehingga dalam film mesoporus TiO2 pada aplikasi DSSC, nanopartikel sangat kecil untuk mendukung pita lengkungan selama deplesi. Sebagai konsekuensinya, total pita konduksi film mesoporus bergeser seiring dengan perubahan potensial permukaan. DSSC pada umumnya lebih banyak menggunakan elektrolit organik dibandingkan elektrolit air sehingga akan mempersulit kuantifikasi nilai pH efektif. Dengan demikian konsentrasi elektrolit memegang peranan penting dalam energitika antarmuka dye tersensitisasi begitu juga performansinya (Durrant dkk, 2008).

(43)

26

tereksitasi (Eox*= Em(D+/D*)) harus lebih negatif untuk menghasilkan injeksi elektron yang efektif terhadap pita konduksi TiO2 serta nilai potensial oksidasi dye pada keadaan dasar harus lebih positif dibandingkan dengan pasangan redoks. Karakteristik redoks pada dye sensitizer yang teradsorpsi berbeda-beda untuk berbagai pelarut. Hal ini karena nilai rapat muatan permukaan dan keberadaan dipol pada antarmuka TiO2/dye/elektrolit. Meskipun demikian, potensial oksidasi dye pada keadaan dasar akan kompatibel bila nilai fungsi Em(D+/D*) > 0,6 V vs. NHE (Listorti dkk, 2011).

II.2.4 Kinetika DSSC

Setiap transfer muatan menghasilkan peningkatan separasi spasial antara elektron dan hole, serta lifetime tingkat pemisahan muatan, namun hal tersebut berdampak pada berkurangnya energi bebas setiap keadaan. Tahap ini seperti terjadi pada proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis, kompetisi kinetik antara reaksi maju dan reaksi balik merupakan hal penting yang menentukan efisiensi kuantum dari pemisahan dan penangkapan muatan. Oleh karena itu, bagian ini merupakan kunci dari konversi energi yang dihasilkan. Perhatikan gambar II.12 di bawah:

Gambar II. 12 Representasi diagram level kinetika DSSC (Listorti dkk, 2011; Durrant dkk, 2008)

(44)

27

potensial redoks elektrolit dengan tegangan yang dihasilkan DSSC sekitar 0,5-0,6V (Durrant dkk, 2008).

Efisiensi injeksi elektron pada DSSC tidak hanya bergantung pada laju injeksi elektron, namun juga bergantung pada perbandingan injeksi elektron dengan peluruhan elektron tereksitasi ke keadaan dasar. Rata-rata peluruhan dari keadaan eksitasi menuju ke keadaan dasar diantara beberapa dye sensitizer bervariasi antara pikosekon sampai nanosekon. Variasi tersebut menentukan efisiensi yang dihasilkan oleh devais. Lebih lanjut, pengaruh tersebut berlaku pula bukan hanya bagi dye singlet namun juga dye triplet. Dye triplet terbentuk antara intersistem crossing dari tahap eksitasi singlet menghasilkan lifetime lebih lama namun dengan energetika lebih kecil daripada keadaan singlet. Sebagai contoh rutenium bipiridin merupakan intersistem crossing dari singlet menuju keadaan triplet memiliki lifetime pada singlet state dari 1x10-13 s sampai 1x10-9 s, dan lifetime keadaan triplet antara nanosekon sampai milisekon bergantung pada pelarut/kondisi elektrolit. Dengan demikian efisiensi injeksi elektron bukan hanya bergantung pada laju injeksi elektron namun juga kecepatan peluruhan dye tereksitasi (Listorti dkk, 2011).

Laju injeksi elektron dari dye tereksitasi bergantung pada electronic coupling antara orbital LUMO dye dan pita konduksi TiO2, jumlah rapat keadaan pada permukaan di dekat dye. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa dye sensitizer memiliki laju injeksi >1x1012 s-1. Injeksi elektron akan mengalami peningkatan seiring dengan penurunan temperatur proses menuju level fermi pada fotoelektrode. Proses termalisasi ini akan mengurangi energi bebas dan mengurangi efisiensi. Dinamika injeksi elektron bergantung pada energi pita konduksi TiO2 relatif terhadap potensial oksidasi dye yang tereksitasi. Keberadaan ion seperti Li+ turut menentukan injeksi elektron. Berkurangnya kadar ion asam pada elektrolit dapat meningkatkan energi pita konduksi. Dan hal ini berdampak pada berkurangnya rapat keadaan akseptor yang menimbulkan berkurangnya injeksi elektron, dan hal ini akan mengurangi rapat arus devais yang dihasilkan (Durrant dkk, 2008).

Gambar

Tabel I.1 Perbedaan DSSC dengan berbagai bahan pewarna dasar   Dye Kompleks
Gambar II.3   Diagram level energi fotosistem I dan II serta dye sensitized solar  cell menggunakan dye N3 (Connell dkk, 2010)
Tabel II.1 Pigmen pada tumbuhan
Gambar II. 6  Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan  dengan permukaan oksida dan non oks
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan ini terbukti lebih meningkatkan penyerapan cahaya, mempersempit energi gap fotosensitizer, dan meningkatkan efisiensi DSSC daripada hanya menggunakan

Fokus penelitian ini berkaitan dengan kajian Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai absorbansi tertinggi dengan

Nilai Efisiensi DSSC dari ekstrak daun ketapang dengan pelarut n-heksan, etil asetat, metanol dan campuran dapat diukur dengan menggunakan multimeter

Dye ekstrak buah Senduduk ( Melastoma malabathricum ) memiliki potensi yang baik untuk DSSC. Semakin besar fraksi etanol dalam pelarut TiO 2 , maka semakin besar

Dapat dilihat bahwa efisiensi yang dihasilkan DSSC untuk kol merah yang direndam selama 12 jam, 24 jam, dan 36 jam, menunjukkan hasil bahwa efisiensi untuk

Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa DSSC menggunakan antosianin bunga krisan merah menghasilkan efisiensi yang lebih baik daripada yang menggunakan daun

Perancangan DSSC pada penelitian ini menggunakan struktur berlapis, yaitu dengan cara menggabungkan dua kaca TCO dengan lapisan yang berbeda1. Kaca pertama

mendapatkan performa DSSC yang baik, yaitu (i) idealnya, mampu menyerap semua cahaya matahari mulai dari panjang gelombang dekat IR hingga mencapai 920 nm, (ii)