• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

II.2 Dye Sensitized Solar Cell

II.2.1 Komponen-komponen

DSSC terdiri dari beberapa komponen diantaranya: (a) anoda transparan terbuat dari lapisan gelas yang terdeposisi lapisan transparent conductive oxide TCO atau indium tin oxide ITO; (b) lapisan semikonduktor mesoporus oksida (biasanya TiO2) yang terdeposisi di atas anoda yang berfungsi sebagai fotoelektrode activate electronic conduction; (c) molekul dye yang terikat kovalen di atas lapisan

12

semikonduktor mesoporus oksida untuk meningkatkan absorpsi cahaya; (d) elektrolit redoks mediator yang berfungsi untuk meregenerasi dye; serta (e) elektrode lawan (biasanya platinum) sebagai katalis untuk memfasilitasi penangkapan elektron (Gong dkk, 2012).

a. Indium Tin Oxide

Salah satu bagian dari film oksida semikonduktor, substrat transparan konduktif memegang peranan penting dalam menunjang performansi DSSC. Lapisan tersebut merupakan film tipis yang berfungsi sebagai kolektor muatan dan mendukung lapisan semikondutor pada DSSC. Bagian ini memiliki dua syarat penting diantaranya memiliki transmitansi optik yang tinggi yang memungkinkan cahaya matahari masuk melewati bagian material penangkap cahaya aktif tanpa terjadi absorpsi spektrum cahaya, dan memiliki resistivitas kecil dimana mampu memfasilitasi proses transfer elektron dan mengurangi kehilangan energi (Gong dkk, 2012).

Film indium tin oxide (ITO, In2O3:SnO2) tampak memiliki transmitansi ideal (koefisien transmitansi lebih dari 80%) dan resistivitas 10-4 Ω.cm pada temperatur ruang, sehingga material ini secara umum digunakan sebagai transparent conducting oxide dalam devais optoelectronic. Terdapat beberapa catatan penting bahwa sifat kelistrikan film ITO bergantung pada proses sintesis. In2O3:Sn yang disintesis dari In2(SO4)3.nH2O and SnSO4 dengan metode perendaman menghasilkan resistivitas 6–8 x 10-4 Ω.cm. Nilai resistivitas yang rendah dihasilkan dari sejumlah rapat pembawa muatan bebas yang disebabkan oleh (i) substitusi atom indium In oleh atom Sn yang melepaskan sebuah elektron tambahan, dan (ii) valensi atom oksigen yang memberikan dua elektron donor. Selain itu, nilai resistivitas dapat meningkat selama proses kalsinasi dalam fabrikasi DSSC (Gong dkk, 2012).

Fabrikasi fotoelektrode DSSC meliputi proses pelapisan dan kalsinasi pasta TiO2 di atas substrat konduktif pada temperatur tinggi sekitar 450oC untuk meningkatkan kontak elektronik. Ketika film ITO dipanaskan di atas temperatur 300oC, nilai resistansi akan meningkat secara drastis, dan mengakibatkan pada penurunan efisiensi devais karena peningkatan tersebut akan berdampak pada turunnya rapat pembawa muatan. Ketika film ITO dipanaskan pada temperatur

13

tinggi, (i) diikuti dengan cacat kisi ion Sn4+ di dalam In3+ site, (ii) atom oksigen di atmosfer akan mulai mengisi valensi oksigen yang berfungsi sebagai penyedia elektron. Untuk mengurangi hilangnya pembawa muatan pada temperatur tinggi, biasanya digunakan struktur double layer untuk memperoleh stabilitas substrat ITO terhadap termal. Beberapa lapisan tipis logam oksida, seperti ATO (SnO2:Sb antimony-doped tin oxide), AZO (aluminum-doped zinc oxide), dan SnO2 di-sputtering di atas permukaan ITO membentuk double layer yang mampu menghasilkan struktur yang lebih baik daripada single layer ITO (Lee dkk, 2011).

b. Elektrolit Redoks

Elektrolit redoks berfungsi sebagai pembawa muatan yang mengumpulkan elektron pada katode dan mengangkut elektron kembali menuju molekul dye. Elektrolit yang umumnya banyak digunakan adalah pasangan redoks iodida/triiodida (I-/I3-) dalam matriks organik yang umumnya digunakan acetonitrile. Oleh karena itu, keberadaan elektrolit ini berdampak signifikan pada ketahanan devais jangka panjang dan stabilitas operasionalnya. Sebagai contoh, kebocoran pelarut organik yang bersifat toksik bukan hanya akan menyebabkan dampak lingkungan, namun juga penguapan ion iodin akan meningkatkan resistansi internal secara keseluruhan dengan berkurangnya konsentrasi pembawa muatan. Untuk mengatasi masalah tersebut, biasanya dilakukan penelitian untuk mengembangkan non-traditional electrolytes seperti room temperature ionic liquids (RTILs), quasi-solid state dan solid state electrolytes (Gong dkk, 2012). Suatu mediator transfer elektron yang efisien harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya: (i) fotoeksitasi dye menginjeksi elektron sebelum bereaksi dengan elektrolit; (ii) setelah terjadi injeksi elektron, dye teroksidasi harus segera tereduksi oleh elektrolit sebelum terjadinya rekombinasi dengan elektron dari molekul dye lainnya; (iii) reduksi ion dalam elektrolit bereaksi dengan lambat dengan elektron baik dari semikonduktor TiO2 maupun lapisan ITO; (iv) laju reaksi reduksi ion teroksidasi pada katode berlangsung dengan cepat (Sapp dkk, 2002).

Elektrolit yang paling banyak digunakan untuk aplikasi DSSC saat ini adalah ion iodida/triiodida (I-/I3-), bahan ini bekerja dengan baik dengan kinetika reaksi seperti dijelaskan pada gambar II.5 di bawah ini (Boschloo dkk, 2009):

14

Gambar II.5 Kinetika fotosensitizer cis-Ru(dcbpy)2(NCS)2- TiO2 solar sel dengan mediator elektrolit redoks I-/I3- (Boschloo dkk, 2009)

Injeksi elektron menuju pita konduksi TiO2 terjadi dalam kisaran waktu femtosekon harus lebih cepat dibandingkan dengan rekombinasi elektron dengan ion triiodida I3-, dye teroksidasi cenderung lebih mudah bereaksi dengan ion iodida I- dibandingkan dengan terjadinya injeksi elektron. Di dalam elektrolit, ion triiodida I3- berdifusi menuju untuk menangkap elektron dan kembali membentuk ion iodida I-. Arah difusi tersebut berlawanan arah dengan arah menuju elektrode TiO2 untuk meregenerasi molekul dye. Koefisien difusi ion triiodida I3- di dalam struktur porus TiO2 sekitar 7,6 x 10-6 cm2/s (Huang dkk, 1997).

Salah satu isu penting dalam penggunaan pasangan redoks I-/I3 -adalah konsentrasi iodin. Pada konsentrasi yang rendah, sulit untuk menjaga konduktivitas elektrolit dan cepat terjadi reaksi redoks. Di satu sisi, ketika konsentrasi iodin tinggi lebih mudah terjadinya rekombinasi elektron pada interface TiO2 sehingga berpengaruh pada performansi DSSC. Selain itu, terjadi pula peningkatan absopsi cahaya oleh pasangan redoks (Zanni dkk, 1999).

Beberapa usaha yang pernah dilakukan untuk menekan terjadinya rekombinasi diantaranya dengan menambahkan zat aditif pada elektrolit seperti 4-tert-butyl pyridine (4TBP) (Boschloo dkk, 2006), dan methylbenzimidazole (MBI) (Kopidakis dkk, 2006). Zat aditif tersebut dapat memperbaiki efisiensi dan stabilitas DSSC, namun zat tersebut tidak berpartisipasi dalam proses penting fotoelektrokimia. Mekanisme yang paling memungkinkan adalah ketika ditambahkan zat aditif pada permukaan TiO2 akan mengurangi site dan menjaga tidak terjadi kontak dengan molekul akseptor elektron (Zhang dkk, 2007).

Kerugian elektrolit cair berpengaruh terhadap keterbatasan stabilitas DSSC karena cairan akan menguap ketika penyekatan solar sel tidak sempurna. Penetrasi air

15

atau molekul oksigen menyebabkan performansi solar sel menurun. Elektrolit cair juga membuat konstruksi modifikasi multi sel menjadi lebih sulit karena sel harus terhubung secara elektrik dan kimia khususnya pada substrat tunggal. Dibandingkan dengan elektrolit polimer, mediator elektrolit cair menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dan mampu digunakan secara praktis di masa depan dengan sistem enkapsulasi yang lebih baik (Lin dkk, 2006).

c. Fotosensitizer

Fotosensitisasi dapat diperoleh melalui fotosensitizer yang mengabsorpsi cahaya kemudian mengubahnya menjadi energi (Larson dkk, 1992). Di dalam siklusnya, fotosensitizer dapat teradsopsi di atas permukaan semikonduktor melalui ikatan elektrostatik, hidrofobik, atau interaksi kimia. Selama eksitasi, terjadi injeksi elektron menuju pita konduksi semikonduktor (Kathiravan dkk, 2009). Terdapat tiga jenis fotosensitizer diantaranya inorganik sensitizer (Jing dkk, 2007), dye organik dan dye koordinasi logam kompleks (Sauv´e dkk, 2000).

Fotosensitizer yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya: (1) memiliki intensitas absorpsi cahaya tampak yang tinggi; (2) teradsorpsi dengan kuat pada permukaan semikonduktor (Park dkk, 2013); (3) elektron harus terinjeksi secara efisien menuju pita konduksi semikonduktor, sehingga level energi LUMO pada dye harus lebih besar (lebih negatif) daripada pita konduksi elektrode TiO2.Di sisi lain, untuk mempercepat regenerasi dye teroksidasi melalui transfer elektron dari pasangan redoks, level energi HOMO harus lebih kecil (lebih positif) dibandingkan dengan potensial redoks I-/I3- (Ooyama dkk, 2009); (4) memiliki gugus hidroksil, karboksil, fosponat, silil, asetil yang mampu mengikat Ti(IV) site pada permukaan TiO2 (Narayan dkk, 2012). Selain itu, terdapat faktor lain yang berkaitan dengan dye diantaranya: (1) Molekul mengabsorpsi insiden foton dengan efisien dan terjadi pemisahan antara elektron dan hole (Lee dkk, 2011); (2) foton membentuk pasangan elektron hole akibat kondensasi gugus hidroksil pada permukaan TiO2 (Zhou dkk, 2011); (3) Mencegah terjadinya rekombinasi interfasial akibat perbedaan transpor hole dan elektron (Lee dkk, 2011).

16

Dye pada elektrode semikonduktor TiO2 mengabsorpsi cahaya dengan rentang gelombang yang lebih lebar dibandingkan dengan TiO2 dengan metode fotosensitisasi seperti dijelaskan pada persamaan di bawah ini (Fung dkk, 2003):

S + hv



S* (2)

S* + M



S+ + e- (3)

S* + X



S+ + X- (4)

S* + Z



S- + Z+ (5)

Keterangan

S = sensitizer S+ = sensitizer kekurangan elektron S* = sensitizer tereksitasi S- = sensitizer kelebihan elektron

Molekul tereksitasi melalui fotoelektrokimia akan mendonorkan elektron ke medium M (TiO2) atau molekul lain yang bertindak sebagai akseptor X atau mungkin bertindak sebagai akseptor elektron ketika terdapat donor elektron Z (Larson dkk, 1992).

Natural dye diekstrak dari pigmen tumbuhan. Beberapa pigmen yang terdapat pada tumbuhan tersebut dijelaskan pada tabel II.1 di bawah ini (Narayan, 2012):

Tabel II.1 Pigmen pada tumbuhan

Pigmen Jenis Penjelasan

Betalain Betacyanin Betaxanthins

Terdapat pada jamur dan caryophyllates Karotenoid Carotenes

Xantophylls

Pada pohon dan bakteri fotosintesis

Terdapat pada beberapa burung, ikan, dan kerang Klorofil Klorofil A dan B Semua tumbuhan fotosintesis

Flavonoid Anthocyanins Aurones Flavonoid

Proanthocyanidins

Terdapat pada tumbuhan angiospermae dan gymnospermae

i) Metode peningkatan efek fotosensitisasi

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa efek fotosensitisasi tidak hanya dipengaruhi oleh struktur kimia dan jenis sensitizer, namun juga dipengaruhi oleh kondisi eksperimental seperti konsentrasi oksigen terlarut dan kontaminan (Escalada dkk, 2006). Hal tersebut dapat ditingkatkan melalui peningkatan waktu fotosensitisasi sensitizer dalam pelarut. Selain itu, dapat dilakukan dengan pengaturan nilai pH, penambahan ion logam sebagai agen kompleks, dan derivatisasi gugus fungsional sensitizer (Cui dkk, 2001; Kuo dkk, 2011). Efisiensi injeksi elektron sensitizer melalui semikonduktor nanokristalin dengan pita lebar menentukan sistem fotosensitisasi tidak hanya dipengaruhi oleh properti intrinsik seperti level energi (Cojocaru dkk, 2009) dan lifetime level eksitasi, namun juga

bagaimana cara keduanya berikatan terikat secara fisika dan kimia, permukaan nanokristalin

ii) Modifikasi sensitizer

Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi fotosentitizer diantaranya:

1. Meningkatkan HOMO dengan inkorporasi mengurangi LUMO pada

2. Memodifikasi grup

bergantung pada jenis pelarut d elektron dan elektrolit

2011), posfat (Cheung dkk, 1998) dkk, 1992), dan sil

TiO2 seperti ditunjukkan

Gambar II. 6 Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan dengan permukaan oksida dan non oks

1998)

Selain berikatan secara kovalen, molekul pun berikatan secara fisika dan kimia seperti ditunjukkan pada gam

17

bagaimana cara keduanya berikatan (Dhanalakshmi dkk, 2001) seperti keduanya terikat secara fisika dan kimia, anchoring group, dan jarak struktur

permukaan nanokristalin (Chen dkk, 2005; Tennakone dkk, 2001).

itizer

pa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi fotosentitizer diantaranya:

Meningkatkan HOMO dengan inkorporasi strong-ߪ-ligand mengurangi LUMO pada ligand anchor (Kar dkk, 2009).

grup anchor (Chen dkk, 2005). Grup bergantung pada jenis pelarut dan kehadiran kompetisi adsorbat elektron dan elektrolit. Gugus fungsi karboksil (Bae dkk, 2006

(Cheung dkk, 1998), sulfonat (Chen dkk, 2005) , dan silil (Fung dkk, 2003) membentuk ikatan

ditunjukkan pada gambar II.6 di bawah ini:

Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan dengan permukaan oksida dan non oksida (Kalyanasundaram dkk,

Selain berikatan secara kovalen, molekul pun berikatan secara fisika dan kimia seperti ditunjukkan pada gambar II.7 di bawah ini:

seperti keduanya , dan jarak struktur dye dari

.

pa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi

ligand donor atau

. Grup anchor sangat an kehadiran kompetisi adsorbat seperti donor (Bae dkk, 2006; Tekerek dkk, (Chen dkk, 2005), asetil (Larson kovalen dengan

Beberapa cara yang digunakan bagi molekul untuk berikatan ida (Kalyanasundaram dkk,

Gambar II. 7 Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permuk (Kalyanasundaram dkk, 1998)

3. Penurunan nilai karboksil pada

mengurangi kestabilan

4. Pemutusan dye teroksidasi dari TiO

menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi 2008).

5. Kombinasi sensitizer pada ber

syarat orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersama

dkk, 2005; Ogura dkk, 2009; Park dkk, 2012).

iii) Konsentrasi sensi

Efek fotosensitisasi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi sensitizer yang memegang peranan penting dalam jumlah elektron yang ditransfer dari tereksitasi menuju pita konduksi semikonduktor. Efek fotosensitisasi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer, namun setelah diteliti lebih lanjut, seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer

terbalik dengan efek fotosensitisasi hal ini di sensitizer pada permukaan fotoka

Sensitizer berlebih dalam larutan akan tereksitasi namun tidak dapat terinjeksi menuju pita konduksi fotokatalis

perlu diketahui konsentrasi optimal untuk memfasilitasi reak dkk, 2013).

18

Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permuk (Kalyanasundaram dkk, 1998)

Penurunan nilai pH secara ekstrim akan menyebabkan dehidrasi karboksil pada dye dan meningkatkan ikatan dye dengan TiO

tabilan dye (Abe dkk, 2000).

teroksidasi dari TiO2 dapat meningkatkan injeksi elektron dan menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi

Kombinasi sensitizer pada beragam spektra meningkatkan efisiensi

orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersama

dkk, 2005; Ogura dkk, 2009; Park dkk, 2012).

Konsentrasi sensitizer

fek fotosensitisasi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi sensitizer yang memegang peranan penting dalam jumlah elektron yang ditransfer dari tereksitasi menuju pita konduksi semikonduktor. Efek fotosensitisasi meningkat

peningkatan konsentrasi sensitizer, namun setelah diteliti lebih seiring dengan peningkatan konsentrasi sensitizer ternyata

terbalik dengan efek fotosensitisasi hal ini disebabkan terdapat limit adsorpsi pada permukaan fotokatalis (Bi dkk, 1996; Yamazaki dkk, 2007 ensitizer berlebih dalam larutan akan tereksitasi namun tidak dapat terinjeksi menuju pita konduksi fotokatalis (Puangpetch dkk, 2010). Dengan demikian,

konsentrasi optimal untuk memfasilitasi reaksi fotokatalitik Skema berbagai cara molekul dapat berikatan pada permukaan

m akan menyebabkan dehidrasi gugus dengan TiO2 namun

dapat meningkatkan injeksi elektron dan menghalangi transfer balik sehingga meningkatkan efisiensi (Peng dkk,

ktra meningkatkan efisiensi dengan orbital elektronik kedua sensitizer tidak saling overlap sehingga akan mengurangi transfer elektron dari kedua sensitizer secara bersamaan (Guo

fek fotosensitisasi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi sensitizer yang memegang peranan penting dalam jumlah elektron yang ditransfer dari dye tereksitasi menuju pita konduksi semikonduktor. Efek fotosensitisasi meningkat peningkatan konsentrasi sensitizer, namun setelah diteliti lebih ternyata berbanding kan terdapat limit adsorpsi ; Yamazaki dkk, 2007). ensitizer berlebih dalam larutan akan tereksitasi namun tidak dapat terinjeksi engan demikian, si fotokatalitik (Park

19

iv) Nilai pH pelarut

Daya adsorpsi dari sensitizer sangat dipengaruhi oleh muatan permukaan, Muatan permukaan TiO2 berubah menjadi positif ketika dalam kondisi asam dan mampu berikatan dengan kuat dengan muatan negatif molekul sensitizer, muatan permukaan TiO2 berubah menjadi negatif dalam kondisi basa dan menarik muatan positif molekul sensitizer (Cho dkk, 2001; Luo dkk, 2009).

Pada pelarut air untuk pH dengan tingkat keasaman tinggi, hidrolisis dan dechelation pada anchoring group dari permukaan terjadi. Sehingga setelah terbentuk keseimbangan pada permukaan, laju hidroksilasi menjadi lebih lambat selama beberapa jam dan terjadi dechelation yang mengakibatkan terbatasnya kestabilan fotosensitizer pada jangka panjang (Kalyanasundaram, 1998).

d. Elektrode Nanopartikel TiO2

Titanium dioksida (TiO2) tersedia di alam dalam tiga fase polimorf yaitu rutil (tetragonal, space group P42/mnm, Eg ~3,05 eV), anatase (tetragonal, 141/amd, Eg ~3,23 eV) dan brookite (ortorhombik, Pcab, Eg ~3,26 eV). Diantara ketiganya, fase yang paling stabil adalah fase rutil (1,2–2,8 kcal.mol-1 lebih stabil daripada anatase) dan cocok untuk mengabsorpsi spektrum solar. Anatase merupakan fase metastabil dan cenderung berubah menjadi fase rutil pada temperatur tinggi pada kisaran 700-1000oC bergantung ukuran kristal dan tingkat kemurnian. Fase ini mampu mengikat lebih banyak dye dan memiliki koefisien difusi elektron yang lebih tinggi dibandingkan dengan fase rutil. Selain itu, nilai pita konduksi fase anatase 0,1 eV lebih besar dibandingkan dengan fase rutil menghasilkan nilai maksimum tegangan sirkuit terbuka (Voc) yang lebih besar (Gong dkk, 2012; Lee dkk, 2011; Kalyanasundaram dkk, 1998).

Tabel II.2 Energi band gap dan potensial flat band semikonduktor tipe n yang umum digunakan dalam sensitisasi dye (Kalyanasundaram dkk, 1998) Semikonduktor (n) Eg (eV) Efb : Ecb (V) (vs. NHE)

ZrO2 5,0 - 1,78 V (pH 13) SnO2 3,5–3,8 + 0,5 (pH 1) – 0,1 V (pH 7) Nb2O5 3,4 - 0,6 V (pH 7) TiO2 rutil 3,0 - 0,05 (pH 2) – 0,6 V (pH 12) TiO2 anatase 3,2 - 0,28 (pH 2) ZnO 3,0–3,2 - 0,2 (pH 1) -0,4 (pH 4,8) WO3 2,4–2,8 + 0,3 (pH 1) -0,15 sampai +0,05 (pH 9) -Fe2O3 2,0–2,2 - 0,1 V (pH 13,6) -0,15 (pH 9)

20

Elektrode nanokristalin TiO2 telah dikembangkan secara luas dalam aplikasi DSSC. Film nanopartikel TiO2 secara teoritis mampu memiliki faktor kekasaran ~1000-2000 untuk total luas film per luas unit substrat. Walaupun faktor kekasaran aktual lebih kecil dari nilai teoritis, peningkatan luas area permukaan internal penting untuk memperbanyak ikatan dengan sensitizer yang mampu menangkap lebih banyak cahaya matahari (Sun, 2009; Beibei dkk, 2010).

Di samping berfungsi sebagai pengikat sensitizer, semikonduktor pun berfungsi sebagai kolektor muatan (Narayan, 2012). Untuk memastikan elektron terinjeksi secara efektif dari sensitizer tereksitasi, pita konduksi semikonduktor harus lebih positif dibandingkan dengan potensial sensitizer teroksidasi. Perhatikan prinsip kerja dan diagram level energi pada gambar II.8 di bawah ini:

Gambar II.8 Prinsip kerja dan diagram level energi dyesensitized solar cell. S/S+/S* secara berturut-turut merepresentasikan sensitizer pada keadaan dasar, teroksidasi, dan tereksitasi. R/Rmerepresentasikan komponen mediator redoks (I-/I3-) (Sun, 2009)

Pada gambar II.8 di atas, level energi pita konduksi semikonduktor yang lebih rendah menyebabkan elektron terinjeksi dari sensitizer tereksitasi menuju semikonduktor. Level fermi semikonduktor merupakan salah satu parameter yang akan menentukan tegangan maksimum teoritis (Sun, 2009).

Tingkat keasaman menentukan pita konduksi semikonduktor. Potensial dipengaruhi oleh proses kinetik transfer muatan yang secara langsung mengatur kinerja devais. Potensial pita konduksi semikonduktor dijelaskan melalui persamaan Nernstein bergantung pada nilai pH pelarut dimana Eo adalah -0,156 V untuk TiO2 anatase, persamaan (6) (Kalyanasundaram dkk 1998; Sun, 2009):

E(cb) = Eo – 0,06pH (V vs. NHE) (6)

Pita konduksi akan berubah -60 mV setiap peningkatan nilai pH, sehingga potensial pita konduksi TiO2 ~-0,5 (V vs. NHE) pada pH = 7. Pada kondisi asam,

21

jumlah dye yang teradsorpsi lebih banyak akibat protonasi permukaan nanopartikel TiO2. Oleh karena itu, derajat protonasi molekul dye memegang peranan penting dalam mempengaruhi performansi solar sel (Lee dkk, 2011). Pada peningkatan konsentrasi H+ dan Li+ akan membuat muatan film TiO2 positif, dan pita konduksi bergeser lebih positif. Level fermi pada semikonduktor dan potensial redoks elektrolit akan berkurang seiring dengan kehadiran Li+. Pergeseran pita konduksi diinduksi oleh ion yang biasanya diikuti oleh gangguan proses kinetika. Seperti contoh, pita konduksi lebih positif seiring dengan peningkatan konsentrasi H+ dan Li+ yang akan mempercepat proses injeksi elektron, meningkat pula arus listrik yang dihasilkan. Sebaliknya pita konduksi yang lebih negatif akan meningkatkan rekombinasi antara elektron pada pita konduksi dengan elektrolit. Keberadaan Li+ yang berinteraksi dengan kisi TiO2 berdampak pada transpor elektron melalui semikonduktor begitu juga proses rekombinasi sebagai akibat interaksi antara elektrolit dengan semikonduktor TiO2 seperti dijelaskan pada gambar II.9 di bawah ini:

Gambar II. 9 Skematik struktur nanokristalin dan injeksi elektron pada dye sensitized solar cell (DSSC) (Hara dkk, 2003)

Oleh karena itu, performansi DSSC merupakan hasil dari kompetisi antara proses kinetik injeksi elektron dengan proses rekombinasi (Sun, 2009). Selain parameter diatas, untuk meningkatkan performansi DSSC, terdapat beberapa parameter lain yang mempengaruhi transfer muatan, adsorpsi dye pada TiO2 dan proses regenerasi dye teroksidasi oleh elektrolit diantaranya ketebalan film TiO2 (Lee

22

dkk, 2011), kristalinitas TiO2 (Wang dkk, 2011), bentuk nanopartikel TiO2 (Lee dkk, 2011), dipol permukaan dan level permukaan TiO2 (Beibei dkk, 2010).

e. Elektrode Lawan Platina

Ion triiodida (I3−) dibentuk dengan mereduksi dye teroksidasi dengan ion iodida (I), selanjutnya ion tersebut direduksi kembali menjadi ion iodida (I) pada elektrode lawan. Untuk mereduksi ion tersebut, diperlukan elektrode lawan yang mempunyai aktivitas elektrokatalitik yang tinggi (Hara dkk, 2003). Elektrode lawan yang sering digunakan adalah Patina (Pt). Bahan tersebut umumnya berasal dari larutan H2PtCl6 (dihidrogen heksakloroplatinat (IV)) yang dideposisi di atas ITO dengan metode spin coating maupun sputtering (5–10 µg.cm−2 atau kira-kira memiliki ketebalan 200 nm) (Senthil dkk, 2011; Hara dkk, 2003). Platina merupakan logam stabil yang dapat ditemukan di alam dalam bentuk logam mulia dan hanya bereaksi dengan senyawa tertentu. Selain platina, elektrode yang juga digunakan sebagai elektrode balik dalam aplikasi DSSC adalah elektrode karbon (Raturi dkk, 2010).

Dokumen terkait