• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

II.3 Natural Dye Sensitizer DSSC

Etanol digunakan sebagai pelarut utama natural dye antosianin, karotenoid, dan klorofil (Hao dkk, 2005; Tadesse dkk, 2012; Senthil dkk, 2011). Penggunaan etanol sebagai pelarut menghasilkan kelarutan dan level absorpsi gelombang pada cahaya tampak yang lebih tinggi dibandingkan dengan air dan metanol (Wongcharee dkk, 2007; Tadesse dkk, 2012). Selain itu, penggunaan etanol juga menghasilkan tingkat agregasi molekul yang rendah dan dispersi molekul dye yang baik pada permukaan oksida mampu meningkatkan efisiensi sistem (Wongcharee dkk, 2007; Srekala dkk, 2012).

Natural dye merupakan bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh pigmen warna tumbuhan. Pada aplikasi DSSC, natural dye ini banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai absorber utama cahaya yang menghasilkan separasi muatan melalui proses fotoelektrokimia (Larson dkk, 1992). Bahan pewarna alami tersebut terdiri dari beberapa jenis diantaranya betalain, karotenoid, klorofil, dan flavonoid (Narayan, 2012). Struktur kimia bahan alam tersebut mempengaruhi kualitas natural dye yang dihasilkan (Hao dkk, 2006). Beberapa penelitian terbaru pemanfaatan natural dye sebagai fotosensitizer DSSC dengan nilai efisiensi tertinggi lebih dari 0,6% dijelaskan pada tabel II.3 di bawah ini:

33

Tabel II.3 Hasil penelitian terkini natural dye tunggal sebagai fotosensitizer DSSC dengan nilai efisiensi tertinggi lebih dari 0,6% dalam berbagai perlakuan

No Natural Dye Jenis Dye ߟ (%) Perlakuan Sumber 1 Blueberry antosianin 0,61 tanpa pemurnian dan penyesuaian

pH

Patrocinio dkk, 2009 2 Skin of

Jaboticaba

antosianin 0,62 tanpa pemurnian, penambahan koadsorpsi asam asetat 2%, penyesuaian pH < 2 dengan HCl

Calogero dkk, 2008 3 Rosella antosianin 0,70 tanpa pemurnian, penyesuaian

pH 1

Wongcharee dkk, 2007 4 Shiso shisonin 1,01 pemurnian, penambahan

koadsorpsi asam asetat 2%, penambahan logam CuI pada TiO2

Kumara, 2006 5 Mangosteen

pericarp

antosianin 1,17 pemurnian bertahap, penyesuaian pH <2 dengan HCl Zhou dkk, 2011 6 Wild Sicilian prickly pear

antosianin 2,06 pemurnian, penyesuaian pH 1 oleh asam tartaric, penambahan koadsorpsi asam carboxylic, penyesuaian konsentrasi pada pemanasan 40-60oC selama 120 menit, penyesuaian ketebalan TiO2

anatase 13 ߤm, penambahan

pyridine pada elektrolit,

penyesuaian komposisi pelarut elektrolit acetonitrile:valentonitrile 85:15 Calogero dkk, 2012 7 Garcinia suubelliptica

klorofil 0,69 pemurnian, maserasi, penambahan Au pada TiO2

Lai dkk, 2007 8 Ficus Reusa

Linn

klorofil 1,18 pemurnian, maserasi, penambahan Au pada TiO2 Lai dkk, 2007 9 Rhoeo spathacea (Sw.) Stearn

klorofil 1,49 pemurnian, maserasi, penambahan Au pada TiO2

Lai dkk, 2007

II.3.1 Antosianin

Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut–pelarut polar (Kushwaha dkk, 2012). Pada pH tinggi, antosianin cenderung bewarna biru atau tidak berwarna, kemudian cenderung bewarna merah pada pH rendah (Deman, 1997). Ekstraksi senyawa golongan flavonoid pada suasana asam akan mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta dapat mencegah oksidasi flavonoid (Tensiska dkk, 2006). Beberapa asam organik yang sering digunakan untuk ekstraksi pigmen adalah asam klorida, asam sitrat, dan asam asetat (Ortiz dkk, 2010; Kumara dkk, 2005; Calogero dkk, 2008). Struktur kimia antosianidin dijelaskan pada gambar II.14 di bawah ini:

34

Gambar II.14 Struktur kimia antosianidin dan ikatan antosianin pada permukaan TiO2 (Hao dkk, 2006)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi antosianin adalah waktu ekstraksi, pH dan temperatur ekstraksi. pH larutan ekstraksi berpengaruh terhadap kestabilan warna pigmen. Keadaan yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan semakin banyaknya pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau oxonium yang berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah antosianin yang semakin besar. Antosianin banyak terlokalisasi pada suatu bagian pada vakuola yang disebut dengan antosianoplas (Narayan dkk, 2012). Keadaan yang semakin asam menyebabkan semakin banyak dinding sel vakuola yang pecah sehingga pigmen antosianin semakin banyak yang terekstrak (Tensiska, 2006).

Dalam analisis UV-Vis, kandungan antosianin ditunjukkan dengan adanya puncak absorbansi pada panjang gelombang 540 nm (Chang dkk, 2010), 550 nm (Hemalatha, 2012). Selain itu, pada analisis FTIR, keberadaan antosianin ditunjukkan dengan vibrasi regangan gugus –CH pada puncak 2923 cm-1, 2850 cm-1, vibrasi regangan gugus –OH pada puncak 3393 cm-1, dan vibrasi regangan gugus C=O menunjukkan pada puncak 1726 cm-1 mengindikasikan terbentuknya antosianin quinonoidal pada kondisi asam (Hemalatha dkk, 2012; Calogero dkk, 2012). Pada penelitian ini digunakan bunga Ipomea pescaprea yang mengandung antosianin seperti pada gambar II.15 di bawah ini:

35

II.3.2 Karotenoid

Karotenoid memiliki responsibilitas terhadap warna kuning, oranye, dan merah yang mampu menangkap spektrum cahaya tampak (Yamazaki dkk, 2007; Hemalatha dkk, 2012). Bahan pewarna ini memiliki gugus karboksilat pada ujung rantai senyawanya yang memungkinkan mampu berikatan dengan permukaan TiO2 (Ortiz dkk, 2009). Seluruh karotenoid merupakan poliisoprenoid yang memiliki sistem dengan ikatan tunggal dan rangkap terkonjugasi (Hemalatha dkk, 2012). Struktur tersebut dijelaskan pada gambar II.16 di bawah:

Gambar II.16 Struktur kimia ࢼ, ࢼ-karotein dan ikatannya pada permukaan TiO2 Dalam analisis UV-Vis, kandungan karotenoid ditunjukkan dengan adanya puncak absorbansi pada rentang panjang gelombang 414 nm – 502 nm (Yamazaki dkk, 2007; Ortiz dkk, 2010; Gomez dkk, 2010; Hao dkk, 2006; Hemalatha dkk, 2012). Selain itu, pada analisis FTIR, keberadaan karotenoid ditunjukkan dengan vibrasi regangan gugus =C-H pada puncak 3032 cm-1, vibrasi regangan gugus karboksilat C=O pada 1716 cm-1, vibrasi regangan gugus C–C pada puncak 1080 cm-1, vibrasi regangan gugus C=C pada puncak 1646 cm-1, dan vibrasi regangan simetri asimetri gugus C–O–C pada puncak 1066 cm-1 (Hemalatha dkk, 2012; Ortiz dkk, 2009).

Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan yang mengandung karotenoid diantaranya kulit pisang tanduk Musa sapientum, kulit salak pondoh Salacca zalacca, dan kulit jeruk medan Citrus sinesis (L) seperti dijelaskan pada gambar II.17, II.18 dan II.19 di bawah ini:

36

Gambar II.17 Kulit pisang tanduk Musa sapientum

Pisang ini termasuk ke dalam kelompok AAB (triploid, partenokarp). Klasifikasi ilmiah buah tersebut adalah kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas liliopsida, ordo musales, famili musaceae, genus musa, spesies Musa sapientum.

Gambar II.18 Kulit salak pondoh Salacca zalacca

Buah tersebut memiliki ciri berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat hingga kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya. Klasifikasi ilmiah buah salak pondoh ini adalah kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas liliopsida, ordo arecales, famili arecaceae, genus salacca, spesies Salacca zalacca.

37

Buah jeruk medan memiliki ciri-ciri berukuran sedang, tangkainya kuat. Bentuknya bulat, bulat lonjong atau bulat rata (papak) dengan bagian dasar, ujungnya bulat atau papak, bergaris tengah 4-12 cm. Buah yang masak berwarna orange, kuning atau hijau kekuningan, berbau sedikit harum, agak halus, tidak berbulu, kusam, dan sedikit mengkilat. Kulit buah tebalnya 0,3-0,5 cm, dari tepi berwarna kuning atau orange tua dan makin ke dalam berwarna putih kekuningan sampai putih, berdaging dan kuat melekat pada dinding buah. Klasifikasi ilmiah buah tersebut adalah kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo sapindales, famili rutaceae, genus citrus, spesies Citrus sinesis (L).

II.3.3 Klorofil

Klorofil merupakan material fotoreseptor efektif karena strukturnya memiliki ikatan tunggal dan rangkap serta orbital yang mampu mendelokalisasi elektron serta struktur yang stabil memungkinkan untuk mengabsorpsi energi dari cahaya matahari. Klorofil a lebih dominan digunakan sebagai fotosensitizer. Struktur kimia klorofil a dan b dijelaskan pada gambar II.20 di bawah:

Gambar II.20 Struktur klorofil a dan b (Hao dkk, 2006)

Dalam analisis Uv-Vis, kandungan klorofil a ditunjukkan dengan adanya puncak absorbansi pada rentang panjang gelombang 660 nm dan 420 nm, sedangkan kandungan klorofil b ditunjukkan dengan adanya puncak absorbansi pada rentang panjang gelombang 650 nm dan 460 nm (Connell dkk, 2010). Pelarut polar dalam proses ekstraksi klorofil menyebabkan terjadinya pergeseran bathochromic

38

(pergeseran merah) disebabkan terjadinya agregasi Mg2+ klorofil dalam pelarut polar (Lai dkk, 2007). Selain itu, pada analisis FTIR, keberadaan klorofil ditunjukkan dengan vibrasi regangan gugus C=N pada puncak 2094 cm-1, vibrasi regangan gugus karboksilat C=O pada 1630 cm-1, vibrasi regangan gugus C=C aromatik pada puncak 1480 cm-1, dan vibrasi regangan simetri asimetri gugus C–O–C pada puncak 1084 cm-1 (Chang dkk, 2010).

Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan yang mengandung klorofil diantaranya Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv dan Genjoran Paspalum conjugatum Berg seperti dijelaskan pada gambar II.21 dan II.22 di bawah:

Gambar II.21 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv

Rumput tersebut memiliki ciri-ciri tumbuh tegak, hingga 200 cm, dengan rimpang beruas-ruas dan bermata tunas pada bukunya. Gulma ini merupakan gulma tahunan. Daun berbentuk pita, permukaannya berbulu, tepian daun bergerigi tajam dan pelepah berbulu. Perbungaan malai, benang sari dua. Berkembang biak dengan biji dan potongan rimpang.

Gambar II.22 Genjoran Paspalum conjugatum Berg

Rumput tumbuh berumpun, buluh menjalar, rimpang tunggal atau bercabang, hingga 75 cm. Gulma ini merupakan gulma tahunan. Buku, pangkal daun dan pelepah daun berwarna lembayung. Buku berbulu tegal. Daun berbentuk garis atau lanset, permukaan dan tepian daun berbulu, lidah daun pendek. Perbungaan bulir, umumnya bercabang dua. Berkembang biak dengan biji dan stek batang.

39

Dokumen terkait