• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Struktur Pasar Industri Minuman Ringan di Indonesia

Analisis struktur industri minuman ringan di Indonesia dapat diketahui dengan melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing perusahaan, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan besarnya hambatan masuk pasar. Namun, untuk pangsa pasar dari masing-masing perusahaan minuman ringan tidak dapat ditentukan, karena adanya keterbatasan data penjualan. Untuk itu langsung melihat faktor CR4, karena CR4 diasumsikan sebagai langkah penting pertama dalam upaya melakukan analisis persaingan.

Ketiga faktor tersebut memperlihatkan bagaimana ukuran persaingan antara perusahaan-perusahaan minuman ringan Indonesia suatu pasar.

5.1.1. Analisis Rasio Konsentrasi

Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan- perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan.

Untuk menganalisis struktur pasar pada pembahasan ini adalah dengan menggunakan rasio konsentrasi. Pengukuran rasio konsentrasi dilakukan pada empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri minuman ringan di Indonesia.

Pengelompokan empat perusahaan didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar terhadap total output industri minuman ringan.

Menurut Jaya (2001) penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60 sampai 100 persen menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli ketat, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Namun untuk penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang dari pangsa pasar menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli longgar.

(2)

Tabel 5.1. CR4 Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009

Tahun CR4(persen) Tahun CR4 (persen)

1995 35,07 2003 31,36

1996 36,92 3004 30,76

1997 35,47 2005 28,95

1998 35,46 2006 22,95

1999 34,48 2007 29,12

2000 41,35 2008 27,85

2001 40,21 2009 31,50

2002 42,87 Sumber: BPS (diolah)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.1. terlihat bahwa struktur pasar yang terjadi dalam industri minuman ringan di Indonesia bersifat oligopoli longgar denga rata-rata rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) selama periode 1995 sampai 2009 adalah sebesar 33,62 persen.

Nilai CR4 menunjukan tren yang menurun setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Menurunnya nilai CR4 disebabkan karena bertambahnya jumlah perusahaan minuman ringan, sehingga pangsa pasar empat perusahaan terbesar diambil alih oleh perusahaan lain yang mengakibatkan konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa kesepakatan antar perusahaan minuman ringan untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan atau tidak mungkin.

5.1.2. Analisis Hambatan Masuk Industri

Menurut Jaya (2001), hambatan masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru. Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas bertambah, terjadinya perebutan pasar (market share) serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada.

Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam dunia industri. Hal ini

(3)

dapat dilihat dari MES. Nilai MES diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri minuman ringan. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar suatu industri.

Tabel 5.2. MES Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009

Tahun MES Tahun MES

1995 10,03 2003 8,57

1996 12,50 2004 10,62

1997 11,67 2005 9,18

1998 11,38 2006 8,52

1999 10,70 2007 17,54

2000 17,19 2008 10,17

2001 14,45 2009 10,11

2002 25,00 Sumber: BPS (diolah)

Menurut Comanor dan Wilson (1967), MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru kedalam pasar industri di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.2. terlihat bahwa hambatan masuk indusri minuman ringan di Indonesia termasuk tinggi dengan rata-rata nilai MES dari tahun 1995 sampai 2009 sebesar 12,51 persen. Tingginya MES tersebut dapat menjadi penghalang masuknya perusahaan baru kedalam industri minuman ringan di Indonesia yang dipengaruhi adanya ketentuan standar syarat mutu produk.

Meskipun hambatan masuk industri minuman ringan termasuk tinggi namun tren MES menunjukan nilai yang menurun setiap tahun (Lampiran 11). karena bertambahnya jumlahperusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi berkurang

5.2. Analisis Perilaku Industri Minuman Ringan di Indonesia

Perilaku perusahaan di pasar merupakan kebijakan perusahaan tentang produk dan jasa dari barang yang dijual yang berasal dari struktur pasar yang dihadapinya, termasuk kemungkinan adanya perubahan kebijakan yang dibuat

(4)

sebagai reaksi terhadap kebijakan produk dan harga yang dibuat oleh pesaing.

Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur.

Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia bersifat oligopoli. Hal ini akan menimbulkan beberapa periaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri minuman ringan di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain strategi harga, produk dan promosi.

5.2.1. Strategi Harga

Pada umumnya, strategi dalam penentuan harga dimiliki oleh setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Pada industri minuman ringan dimana menurut analisis memiliki struktur pasar oligopoli berarti adanya saling ketergantungan dan saling memengaruhi antara suatu perusahaan dengan pesaing- pesaing lainnya. Industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli longgar, maka perusahaan-perusahaan dalam industri minuman ringan kurang potensial untuk melakukan kolusi. Sehingga perusahaan tidak dapat menentukan harga sesuai keinginan mereka karena harus tetap mempertimbangkan kemampuan membeli masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi penetapan harga.

Penetapan harga pada perusahaan dalam industri minuman dipengaruhi penetapan harga oleh pesaing lainnya, terbukti pada harga-harga minuman ringan yang tidak jauh berbeda antara satu dan lainnya selama produk tersebut masih sejenis. Sebagai contoh harga minuman sari buah atau jus kemasan dengan isi 330 ml sampai 360 ml yaitu: Nutri Sari ukuran 330 ml Rp 6200, Fit Aktive ukuran 330 ml Rp 6200, Minute Maid ukuran 360 ml Rp 6450 dimana keempat merek tersebut merupakan output dari perusahaan yang berbeda.

5.2.2. Strategi Produk

Pada umumnya, suatu industri perlu melakukan strategi dalam hal menghasilkan produk yang berkualitas agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk yang baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin

(5)

dewasa dan pada suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak untuk digantikan.

Menurut Jaya (2001), strategi produk harus selalu mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Karena posisi produk dalam siklus selalu berubah, maka strategi yang diambil harus selalu disesuaikan. Pemeriksaan berkala terhadap produk-produk yang dihasilkan akan memberikan informasi dimana posisi produk tersebut berada dalam siklus produk. Suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari fase perkenalan (introduction), fase pertumbuhan (growth), fase kedewasaan (maturity) dan fase penurunan (decline).

Fase perkenalan, suatu produk masih mencari jati dirinya dipasar.

Sehingga tingkat penjualannya masih rendah karena konsumen belum mengenal produk tersebut. Oleh karena itu perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk memasarkan produk tersebut salah satu caranya yaitu dengan riset dan pengembangan produk serta proses modifikasi produk dan membangun jaringan distribusi. Seiring berjalannya waktu desain produk sudah dapat dikatakan mulai stabil dan penentuan kapasitas produksi dimasa akan datang sangat diperlukan.

Penambahan kapasitas produksi harus selalu siap dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan barang yang dihasilkan. Adanya kenaikan permintaan menandakan bahwa nilai penjualan juga meningkat, hal tersebut akan memancing datangnya produk-produk para perusahaan pesaing yang siap untuk menggeser kedudukan perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat meningkatkan kinerjanya maka penjualan produk akan terus menurun dan mencapai titik akhir dari siklus produk yaitu fase penurunan (decline).

Masalah penurunan ini harus diatasi dimana perusahaan harus mempertahankan kapasitas produksi yang ada dengan dilakukannya inovasi- inovasi produksi agar tidak kehilangan pangsa pasar. Cara untuk meningkatkan penjualan yaitu pertama, mengembangkan atau memperbaharuhi produk. Salah satu yang mewakili kebutuhan konsumen yaitu merebaknya produk-produk yang bertema kepraktisan yang menggambarkan bahwa konsumen menginginkan produk yang praktis untuk dikonsumsi. Sebagai contoh, PT Sinar Sosro mengeluarkan produk teh dalam kemasan gelas/pouch karena produk ini lebih praktis daripada teh botol dalam kemasan botol kaca.

(6)

Kedua, menciptakan produk baru dari produk yang telah ada sebelumnya.

Sebagai contohnya dalam industri minuman ringan PT Coca-cola Bottling yang terkenal dengan produk minuman berkarbon juga memproduksi minuman isotonik dengan merek Powerade Isotonik yang mampu menghilangkan dahaga dan menggantikan mineral dan karbohidrat dalam tubuh yang hilang saat berolahraga atau melakukan aktivitas yang berat. Peluncuran produk ini dianggap akan menarik minat beli masyarakat mengingat kesehatan merupakan variabel yang penting dalam kelangsungan hidup seseorang.

Ketiga, melakukan diferensiasi produk dengan tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja. Strategi ini dilakukan agar konsumen tidak merasa bosan dengan suatu produk. Hal ini dilakukan oleh PT Coca-Cola Amatil Bottling dan PT Sinar Sosro. PT Coca-Cola Amatil Bottling tidak hanya memproduksi minuman bersoda, mereka juga memproduksi air mineral dengan merk dagang Ades dan minuman sari buah seperti Minute Maid. Minute Maid dipasarkan sebagai minuman sari buah jeruk dari buah asli dengan vitamin C dan bulir jeruk asli (pulp). Seiring dengan berkembangnya waktu, The Coca-Cola Company melakukan inovasi dan meluncurkan berbagai rasa dan varian untuk merek Minute Maid. Sedangkan PT Sinar Sosro tidak hanya memproduksi minuman dengan tema teh, mereka juga memproduksi air mineral dalam kemasan dengan merk Prima dan juga minuman sari buah dengan merk dagang Country Choice.

5.2.3. Strategi Promosi

Strategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar sehingga dapat menarik minat konsumen akan produk tersebut.

Pada dasarnya banyak strategi promosi yang dilakukan oleh industri miuman ringan salah satunya dengan iklan, diskon atau pemotongan harga dan product display di tempat penjualan.

Strategi yang paling banyak digunakan adalah melalui iklan (media cetak atau media elektronik). Iklan merupakan media promosi yang paling sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara luas baik melalui media cetak atau media elektronik. Iklan dapat dibuat semenarik mungkin untuk menarik

(7)

perhatian konsumen. Contoh nyata dalam periklanan mnuman ringan yaitu iklan Coca-Coa yang menonjolkan kesegaran produk dan mempunyai tagline “Hidup ala Coca-Cola”. The Botol Sosro juga menonjolkan keunggulan produk yang sesuai untuk dikonsumsi kapan saja dan dapat dipadukan dengan berbagai jenis makanan sehingga mempunyai tagline “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro”.

Diskon mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Banyak konsumen yang lebih tertarik pada produk yang murah namun memiliki kualitas yang baik. Diskon ada beberapa macam, diantaranya potongan harga langsung, penambahan isi dalam kemasan dengan harga tetap (ekstra isi), bonus produk (misal beli dua produk akan mendapatkan tambahan satu produk gratis), dan sebagainya.

Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui tempat dimana produk tersebut terjual yang dinamanakan product display. Media promosi tersebut dapat menarik perhatian konsumen yang melewati sehingga membelinya. Tempat yang terdapat product display antara lain supermarket, toko, mall, warung dan lain-lain.

Strategi-strategi diatas hanya sebagian usaha yang dilakukan perusahaan untuk mempromosikan produk. Masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mempromosikan produk kepada konsumen, misalnya dengan sebagai sponsor suatu acara misalnya kegiatan olahraga, konser dan lain-lain.

5.3. Analisis Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja industri minuman ringan di Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalan industri.

Namun data mengenai keuntungan perusahaan tidak dapat dipublikasikan. Untuk mengganti data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin (PCM) sebagi proksi keuntungan dari perusahaan minuman, Efisiensi internal (X- Eff) menunjukan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksi dan Growth yang menggambarkan pertumbuhan produk industri dari tahun ke tahun.

(8)

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 5.1. Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff

Fluktuasi PCM dan X-Eff memiliki tren yang cenderung meningkat.

Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam. Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1999 sampai tahun 2005 dan cenderung stabil pada tahun berikutnya sampai tahun 2009. Nilai X-Eff pada tahun 2000 sampai tahun 2003 cenderung meningkat namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan sampai dengan tahun 2006. Sementara itu, fluktuasi Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 5 nilai rata- rata PCM, X-Eff dan Growth dari tahun 1995 sampai 2009 adalah 40,66 persen, 94,51 persen dan 15,41 persen. Nilai terendah PCM terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 24,01 persen, nilai terendah X-Eff sebesar 50,94 persen pada tahun 1998 dan nilai terendah Growth bernilai -13,28 persen pada tahun 2009. Nilai PCM dan X-Eff tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 49,71 persen dan 134,68 persen. Kondisi ini membuktikan bahwa pertumbuhan pendapatan (PCM) memiliki hubungan positif dengan efisiensi internal (X-Eff), dimana tingginya pertumbuhan pendapatan dapat mencerminkan tingginya efisiensi perusahaan.

Tingginya nilai pertumbuhan pendapatan (PCM) dan efisiensi internal (X-Eff) dapat disebabkan adanya inovasi produk yang lebih baik, dimana efisiensi dan

Tahun 

(9)

inovasi merupakan kombinasi yang solid bagi perusahaan untuk mendapatkan tingkat keuntunagan yang tinggi.

Fluktuasi nilai Growth cukup tajam dimana Growth terendah bernilai -13,28 persen dan nilai tertinggi sebesar 38,97 persen. Nilai pertumbuhan terendah pada tahun 2009 diduga karena adanya krisis ekonomi pada tahun 2008. Krisis ini membuat perusahaan-perusahaan yang tidak dapat bertahan dalam kondisi krisis akan mengalami kemunduran. Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada turut menurunnya jumlah output yang dihasilkan industri minuman ringan hingga pertumbuhannya bernilai negatif.

Nilai PCM, Growth dan X-Eff yang digambarkan diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai ketiga variabel tersebut cukup tinggi. Selain itu tren fluktuasi nilai PCM dan X-Eff cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari kedua faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kenerja industri minuman ringan di Indonesia cukup baik.

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

Metode Kuadrat Terkecil Biasa atau Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dalam industri minuman ringan periode 1995 sampai 2009. Estimasi ini dilakukan dengan menggunakan program software Ewiews 6. Hasil regresi tersebut dapat dilihat pada Table 5.3. dimana menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t.

(10)

Tabel 5.3. Hasil Estimasi PCM Industri Minuman Ringan di Indonesia

Variabel Coefficient Prob VIF

CR4 0,278548 0,0232 1,6

X-Eff 0,290353 0,0000 1,6

Growth 0,003616 0,8999 1,1

Produktivitas TK 0,00000506 0,0104 2,3

C -0,127767 0,9774

R-Squared 0,955230 Prob(F-Statistic) 0,000001

Durbin-watson stat 1,945045

Berdasarkan Tabel 5.3. diperoleh uji F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (0,05), karena nilai probabilitas Fstat sama dengan 0,000001 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model. Kemudian nilai koefisien determinasi (R- squared) yang diperoleh sebesar 0,955230 persen yang menunjukkan tingkat kecocokan model yang tinggi. Interpretasi dari nilai R-squared ini adalah sebesar 95,5230 persen PCM dapat dijelaskan oleh variabel Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan, Efisiensi Internal, Pertumbuhan Produk dan Produktivitas Tenaga Kerja, sedangkan sisanya sebesar 4,477 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya. Variabel CR4, X-Eff dan produktivitas tenaga kerja memiliki nilai probabilitas masing-masing 0,0232; 0,0000 dan 0,0104 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara variabel Growth yang memiliki nilai probabilitas 0,8999 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa Growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM.

Hasil uji normalitas diperlihatkan pada Lampiran 7 dan didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan

(11)

(0,872830 > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal.

Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model. Hasil pengolahan (Lampiran 9) didapatkan nilai probability Obs*R-Squared adalah sebesar 0,8396. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai probability Obs*R-Squared yang lebih besar dari taraf nyata maka model yang dirumuskan tidak mengandung autokorelasi.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Breusch Pagan Godfrey dengan ketentuan probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,9108. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 8.

Indikasi tidak adanya multikolinieritas atau korelasi antar variabel pada sebuah model adalah jika dalam uji-F disimpulkan signifikan dan R-squared yang tinggi namun hanya sedikit variabel yang signifikan. Dari hasil pengolahan data terlihat hanya satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 0,05. Variabel tersebut adalah pertumbuhan produk. Hal ini berarti dalam pengolahan data tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas. Namun untuk memastikan hal tersebut, pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor), dengan ketentuan nilai VIF (Variance Inflation Factor) harus lebih kecil dari 10 untuk membuktikan tidak adanya multikolinearitas. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai VIF (Variance Inflation Factor) lebih kecil dari 10. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala multikolinearitas (Tabel 5.3).

(12)

5.5. Interpretasi Model

Selain uji statistik, untuk menyatakan bahwa model regresi yang dihasilkan adalah baik harus dilakukan uji secara ekonomi. Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi atau nalar.

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik (uji-t) di atas, dari empat variabel yang digunakan ada satu variabel yang tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen (0,05). Variabel tersebut adalah pertumbuhan produk (growth). Variabel ini tidak signifikan namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis yaitu positif. Tidak signifikannya variabel growth ini dapat diduga karena berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai Growth cukup tajam sehingga tidak memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya.

Variabel Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan (CR4) berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien 0,278548. Hal ini menunjukkan bahwa variabel CR4 berpengaruh nyata dan signifikan terhadap keuntungan (PCM) sebesar 0,278548 persen. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas dari t-statistik tersebut sebesar 0,0232 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Artinya jika terjadi peningkatan CR4 satu persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,278548 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis. Menurut Leonard Weiss dengan suatu regresi berganda mendapatkan suatu hubungan positif antara keuntungan dengan produk-produk konsentrasi tinggi. Adanya hubungan positif antara keuntungan dan tingkat konsentrasi ini adalah merupakan hambatan masuk bagi perusahaan baru. Karena dengan keuntungan yang mereka dapatkan, perusahaan-perusahaan yang ada pada industri itu berusaha untk meningkatkan lagi konsentrasinya.

Variabel X-Eff signifikan terhadap peningkatan PCM pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien variabel X-Eff bernilai positif yang berarti peningkatan nilai X-Eff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.290353 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Ini berarti hubungan PCM dan X-Eff sesuai dengan hipotesis awal penelitian.

(13)

Efisiensi internal (X-Eff) dimana perusahaan yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. X-Eff adalah kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu tambahan input manunjukan bahwa semakin efisien suatu perusahaan. Keefisienan akan meningkatkan nilai proksi keuntungan atau nilai PCM karena nilai tambah perusahaan akan meningkat selain itu efisien merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Keuntungan dalam hal ini diperoleh dari proses produksi yang efisien (tidak banyak memakan biaya) atau dari harga output yang lebih murah.

Variabel produktivitas tenaga kerja signifikan terdadap peningkatan PCM pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien variabel produktivitas tenaga kerja bernilai positif yang berarti peningkatan nilai produktivitas tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0,0000506 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Ini berarti hubungan PCM dengan produktivitas tenaga kerja sesuai dengan hipotesis awal penelitian.

Penemuan dan pembaharuan teknologi dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada.

Adanya kemajuan teknologi maka dapat meningkatkan produksi, biaya menurun, dan harga yang turun akan memengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik.

Dengan adanya pembaharuan atau penemuan teknologi baru membuat perusahaan dikelola dengan baik sehingga menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan, sehingga produktivitas tenaga kerja meningkat menunjukan kinerja yang meningkat pula maka akan menambah penghasilan atau keuntungan bagi perusahaan.

Gambar

Tabel 5.1. CR4 Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009
Tabel 5.2. MES Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009
Gambar 5.1. Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff
Tabel 5.3. Hasil Estimasi PCM Industri Minuman Ringan di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Kuotasi di atas secara tidak langsung menyatakan masih lemahnya perlindungan hukum bagi residen. Sebab, definisi mahasiswa atau siswa mengartikan bahwa residen bukan bagian dari

Saat ini aturan BAPEPAM mengenai komposisi komisaris independen diperusahaan hanya disyaratkan 30 % dari seluruh dewan komisaris perusahaan, sementara keputusan yang

Proses membuat laporan pembantu perencanaan pengadaan barang yaitu proses penghitungan untuk membantu menentukan pembelian barang untuk periode berikutnya dengan

Pada dasarmya kegitan pelatihan dan peningkatan kompetensi pembelajaran IPA yang berbasis komputer (ICT) bagi guru IPA SMP dapat terlaksana dengan baik.Pelaksanaan

Maka naskah konseptual ini merekomendasi 6 (enam) langkah konkrit mengatasi krisis yang dimunculkan oleh aktivisme online, yakni diantaranya integrasi kekuatan media

Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip-prinsip Pembelajaran (Instructional Design Principles), h.. Uraian di atas menjelaskan bahwa kompetensi supervisi Kepala Madrasah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.Bahwa terdapat perbedaan efektivitas teori karier

Beberapa temuan dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepribadian ( personality ) dengan sensitivitas lingkungan