• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KLasifiKasi DaERaH KaBUPaTEN/KOTa

Di PROPiNsi jawa TENgaH

DENgaN PENDEKaTaN TiPOLOgi KLassEN

Henry sarnowo

Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta

ABStrAct

This research is aimed to determine classification of regions (county and city) at Jawa Tengah province during the year of 2003-2007 based on Klassen Typology. Some research conclusions are drawn using Klassen Typology approach. Most of counties at Jawa Tengah province are classified as low growth and low income, which consist of 17 counties. Two counties and 2 cities are classified as high income but low growth, Six counties and 2 cities are classified as high growth but low income. Four counties and 2 cities are classified as high growth and high income. Policy maker is suggested to pay more attention on counties classified as low growth and low income by opening opportunity to invest on those counties.

Key words: Klassen Typology, classification of regions, low growth and low income.

PENDaHULUaN 1. Latar Belakang

Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintahan daerah adalah menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah yang dimaksud adalah pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah kabupaten / kota.

Untuk membiayai pelaksanaan fungsi pemerintahan, Pemerintah Daerah mempunyai sumber-sumber penerimaan daerah yang tercantum dalam UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, yaitu Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan. Pembiayaan terdiri atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.

Adanya kewenangan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan hampir seluruh fungsi pemerintahan menyebabkan kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, tidak terkecuali Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah. Apalagi Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang membawahi cukup banyak daerah kabupaten / kota, yaitu sebanyak 35 kabupaten / kota, yang terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran menunjukkan bahwa

(2)

Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah propinsi yang memiliki daya saing daerah cukup kuat secara nasional karena mempunyai peringkat yang cukup tinggi secara merata di semua aspek yang menjadi indikator daya saing daerah. Salah satu indikator daya saing daerah tersebut adalah perekonomian daerah, yang mana Propinsi Jawa Tengah menempati urutan ke-4, sedangkan untuk sub indikator pengeluaran (konsumsi) pemerintah menempati urutan pertama (Abdullah, dkk, 2002: 69). Adapun perkembangan perekonomian daerah Propinsi Jawa Tengah ditunjukkan dalam tabel 1 berikut.

Tabel 1.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan PDRB, dan PDRB per Kapita Propinsi jawa Tengah,

Tahun 2003-2007.

Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (jutaan Rp) Laju Pertumbuhan PDRB (%) per Kapita (Rp)PDRB

2003 129.166.462,45 4.98 4.100.668,16

2004 135.789.872,31 5.13 4.284.047,89

2005 143.051.213,88 5.35 4.484.910,42

2006 150.682.654,74 5.33 4.682.824,26

2007 159.110.253,77 5.59 4.913.801,20

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka, 2008.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita Propinsi Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan selama periode tahun 2003-2007. PDRB pada 2003 sebesar Rp129.166.462.450.000,- menjadi Rp159.110.253.770.000,- pada 2007. Laju pertumbuhan PDRB pada 2003 sebesar 4,98% menjadi 5,59% pada 2007, atau mengalami pertumbuhan rata-rata 5,28% per tahun. PDRB per kapita pada 2003 sebesar Rp4.100.668,16 menjadi Rp4.913.801,20 pada 2007.

2. Perumusan Masalah

Setelah memperhatikan latar belakang tersebut di muka, maka penulis mencoba merumuskan masalah penelitian ini, yaitu bagaimana klasifikasi daerah (kabupaten / kota) di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 menurut Tipologi Klassen?

3. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di muka, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menentukan klasifikasi daerah (kabupaten / kota) di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 menurut Tipologi Klassen.

LaNDasaN TEORi

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Jika dibuat suatu fungsi, pembangunan daerah merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah,

(3)

pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan pembangunan (L. Arsyad, 1999).

2. strategi Pembangunan seimbang Strategi pembangunan seimbang diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara bersamaan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu dapat juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor (L. Arsyad, 1999). Menurut Abipraja, pembangunan seimbang dalam hubungannya dengan pembangunan daerah adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata di berbagai daerah sehingga setiap daerah mencapai tingkat laju pembangunan yang sama (Wardana, 2007).

3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation). Kelemahan model ini adalah ketergantungan pada permintaan ekternal, sehingga menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi (L. Arsyad, 1999).

4. Teori Kausasi Kumulatif

Konsep dasar tesis kausasi komulatif (cumulative causation) ditunjukkan oleh kondisi daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk. Kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif daripada

daerah-daerah yang lain. Hal inilah yang disebut oleh Myrdal sebagai backwash effect (L. Arsyad, 1999).

5. Klassen typology (Tipologi Klassen)

Klassen Typology (Tipologi Klassen) adalah alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Klasifikasi daerah kabupaten / kota menurut Tipologi Klassen adalah sebagai berikut (H. Aswandi dan M. Kuncoro, 2002: 30):

a. daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah daerah kabupaten/kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah propinsi; b. daerah maju tapi tertekan (high income

but low growth) adalah daerah kabupaten/ kota yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi;

c. daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah kabupaten/kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tetapi memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi;

d. daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah kabupaten/ kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapat per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi.

Dikatakan “tinggi” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan indikator di propinsi, dan dikatakan “rendah” apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan indikator di propinsi.

(4)

6. Hasil Penelitian sebelumnya

a. Hairul Aswandi dan Mudrajat Kuncoro (2002)

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 10 (sepuluh) kabupaten/ kota di Propinsi Kalimantan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Kotabaru. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Banto Kuala. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, dan Tapin. Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah.

b. Elia Radianto (2003)

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 5 (lima) kabupaten/kota di Propinsi Maluku dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, tidak ada kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kota Ambon. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Maluku Tenggara, dan Maluku Tenggara Barat, Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Maluku Tengah, dan Pulau Buru.

c. Bank Indonesia (2006)

Berdasarkan data pada kedua tabel di atas, dapat dibagi kabupaten/kota di Propinsi Bali menjadi 4 klasifikasi sesuai dengan Tipologi Klassen. Pertama, daerah cepat maju dan cepat tumbuh terdiri atas Kabupaten Badung, Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar. Kedua, daerah berkembang cepat terdiri atas Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Gianyar. Ketiga, daerah maju tapi tertekan. Keempat, daerah relatif tertinggal terdiri atas Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak satupun kabupaten/kota yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Propinsi Bali.

d. I Made Wardana (2007)

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 9 (sembilan) kabupaten/kota di Propinsi Bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Badung, dan Kota Denpasar. Kedua, tidak ada kabupaten/ kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Maju tetapi Tertekan. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar, Klungkung, dan Buleleng. Keempat, Daerah Reratif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Bangli, dan Karangasem. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 9 (sembilan) sektor di Propinsi Bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Sektor Cepat Maju dan Cepat Tumbuh adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Kedua, Sektor Maju tetapi Tertekan terdiri atas Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, serta Sektor Jasa-jasa. Ketiga, Sektor Berkembang Cepat terdiri atas Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta Sektor Bangunan. Keempat, Sektor Reratif Tertinggal terdiri atas Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Industri Pengolahan, serta Sektor Pertambangan dan Penggalian.

e. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis (2007)

Berdasarkan Tipologi Klassen, pada tahun 2006 kabupaten/kota di Propinsi Riau terbagi menjadi 4 klasifikasi. Pertama, daerah cepat maju dan cepat tumbuh (Kuadran I) terdiri atas Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kuantan Singingi, karena di kedua daerah ini baik pertumbuhan ekonominya maupun PDRB perkapitanya di atas rata-rata

(5)

(Kuadran II) terdiri atas Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Ketiga, daerah berkembang cepat (Kuadran III) terdiri atas Kota Dumai. Kempat, daerah relatif tertinggal (Kuadran IV) terdiri atas Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Kabupaaten/kota tersebut dapat berada pada Kuadran IV karena penghitungan Tipologi Klassen ini menggunakan PDRB per Kapita tanpa migas, sedangkan di kabupaten/ kota tersebut migas menjadi komponen utama dalam perekonomiannya.

f. Ernawati Pasaribu (2009)

Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 14 kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Tengah dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Barito Utara, dan Murung Raya. Ketiga, tidak ada kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Berkembang Cepat, Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kota Palangkaraya, Gunung Mas, Barito Timur, Barito Selatan, Kapuas, dan Pulang Pisau.

METODE PENELiTiaN 1. Variabel

a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007;

c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Atas Dasar Harga

Konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007.

c. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007.

2. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun 2003-2007 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Data ini merupakan data di tingkat propinsi maupun data di tingkat kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. yang sesuai dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 3. alat analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Klassen Typology (Tipologi Klassen), yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Klasifikasi berdasarkan wilayah ditunjukkan dalam tabel 2 berikut.

(6)

PDRB per kapita (y) Laju

pertumbuhan PDRB (g)

yi > y yi < y

gi > g Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh Daerah Berkembang Cepat gi < g Daerah Maju tapi Tertekan Daerah Relatif Tertinggal di mana :

gi = Laju pertumbuhan PDRB kabupaten/ kota i

yi = Pendapatan per kapita kabupaten/ kota i

g = Laju pertumbuhan PDRB propinsi y = Pendapatan per kapita propinsi aNaLisis DaTa DaN HasiL PENELi-TiaN

Berdasarkan data Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah dapat ditentukan peringkat “tinggi” atau “rendah” terhadap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah tersebut. Dikatakan “tinggi” apabila Laju

Pertumbuhan PDRB suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan Laju Pertumbuhan PDRB propinsi, dan PDRB per kapita suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB per kapita propinsi. Dikatakan “rendah” apabila laju pertumbuhan PDRB suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB propinsi, dan PDRB per kapita suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan PDRB per kapita propinsi. Hasil peringkat tersebut ditunjukkan dalam tabel 3.

Dari hasil peringkat dalam tabel 3, kabupaten/kota tersebut kemudian diklasifikasikan dengan pendekatan Tipologi Klassen yang hasilnya seperti ditunjukkan dalam tabel 4.

No. Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan PDRB PDRB per Kapita

Rerata (%) Tinggi/Rendah Rerata (ribu Rp) Tinggi/Rendah

1. Kab. Cilacap 4.97 Tinggi 5918929.51 Tinggi

2. Kab. Banyumas 4.17 Rendah 2366437.70 Rendah

3. Kab. Purbalingga 4.39 Tinggi 2226079.88 Rendah

4. Kab. Banjarnegara 4.01 Rendah 2560386.97 Rendah

5. Kab. Kebumen 3.18 Rendah 1976944.73 Rendah

6. Kab. Purworejo 4.79 Tinggi 3272070.80 Rendah

7. Kab. Wonosobo 2.93 Rendah 2054652.55 Rendah

8. Kab. Magelang 4.56 Tinggi 2802129.44 Rendah

9. Kab. Boyolali 4.12 Rendah 3689154.08 Rendah

Tabel 2.

Klasifikasi Daerah Menurut Klassen typology (Tipologi Klassen).

Tabel 3.

Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Propinsi jawa Tengah Tahun 2003-2007.

(7)

10. Kab. Klaten 4.00 Rendah 3199621.26 Rendah

11. Kab. Sukoharjo 4.41 Tinggi 4841495.94 Tinggi

12. Kab. Wonogiri 4.01 Rendah 2166930.34 Rendah

13. Kab. Karanganyar 5.59 Tinggi 5022671.75 Tinggi

14. Kab. Sragen 4.93 Tinggi 2716540.04 Rendah

15. Kab. Grobogan 3.82 Rendah 1888132.61 Rendah

16. Kab. Blora 3.78 Rendah 1998576.22 Rendah

17. Kab. Rembang 4.09 Rendah 3125524.94 Rendah

18. Kab. Pati 3.14 Rendah 2976959.75 Rendah

19. Kab. Kudus 4.87 Tinggi 14280969.24 Tinggi

20. Kab. Jepara 4.18 Rendah 3231207.67 Rendah

21. Kab. Demak 3.65 Rendah 2398602.92 Rendah

22. Kab. Semarang 3.37 Rendah 5116390.76 Tinggi

23. Kab. Temanggung 3.72 Rendah 2887713.03 Rendah

24. Kab. Kendal 3.21 Rendah 4782318.16 Tinggi

25. Kab. Batang 2.69 Rendah 2876814.06 Rendah

26. Kab. Pekalongan 4.17 Rendah 3024836.18 Rendah

27. Kab. Pemalang 3.89 Rendah 2096152.84 Rendah

28. Kab. Tegal 5.25 Tinggi 1936679.44 Rendah

29. Kab. Brebes 4.80 Tinggi 2522798.44 Rendah

30. Kota Magelang 3.88 Rendah 7439527.52 Tinggi

31. Kota Surakarta 5.66 Tinggi 7549693.97 Tinggi

32. Kota Salatiga 4.44 Tinggi 4288345.13 Rendah

33. Kota Semarang 5.00 Tinggi 11597003.04 Tinggi

34. Kota Pekalongan 3.72 Rendah 6270344.66 Tinggi

35. Kota Tegal 5.38 Tinggi 4104344.23 Rendah

Propinsi 4.37 4495320.19

(8)

Tabel 4.

Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Klassen typology (Tipologi Klassen) PDRB

per kapita (y) Laju

pertumbuhan PDRB (g)

yi > y yi < y

gi > g

Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh: Kab. Cilacap, Kab. Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Kudus, Kota Surakarta, Kota Semarang.

Daerah Berkembang Cepat: Kab. Purbalingga, Kab. Purworejo, Kab. Magelang, Kab. Sragen, Kab. Tegal, Kab. Brebes, Kota Salatiga, Kota Tegal. gi < g Daerah Maju tapi Tertekan: Kab. Semarang, Kab. Kendal, Kota Magelang, Kota Pekalongan.

Daerah Relatif Tertinggal: Kab. Banyumas, Kab. Banjarnegara, Kab. Kebumen, Kab. Wonosobo, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Kab. Wonogiri, Kab. Grobogan, Kab. Blora, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Jepara, Kab. Demak, Kab. Temanggung, Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang. Sumber: Data diolah.

Tabel 4 menunjukkan bahwa kabupaten/ kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kudus, Kota Surakarta, dan Kota Semarang. Kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan. Kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat

adalah Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Salatiga, dan Kota Tegal. Kabupaten yang lainnya termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal.

Dari tabel 4 juga terlihat bahwa

sebagian besar kabupaten di Propinsi

Jawa Tengah yang termasuk dalam

klasifikasi daerah relatif tertinggal, yaitu

sebanyak 17 kabupaten, 2 kabupaten

(9)

dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi

daerah maju tapi tertekan, 6 kabupaten dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat, sedangkan 4 kabupaten dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh.

KEsiMPULaN DaN saRaN 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan analisis Tipologi Klassen pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh sebanyak 4 kabupaten dan 2 kota. Kedua, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat sebanyak 6 kabupaten dan 2 kota. Ketiga, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan sebanyak 2 kabupaten dan 2 kota. Keempat, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal sebanyak 17 kabupaten.

2. saran

Berdasarkan hasil-hasil analisis dapat ditarik implikasi kebijakan sebagai berikut. Pertama, kebijakan pengeluaran pembangunan daerah hendaknya lebih ditujukan kepada kabupaten-kabupaten yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, mengingat jumlahnya yang masih cukup banyak. Meskipun demikian kabupaten/kota lainnya tetap mendapatkan perhatian sesuai dengan potensi dan peluang pengembangannya, terutama yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan, dan daerah berkembang cepat. Kedua, untuk meningkatkan perekonomian kabupaten yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, diperlukan kebijakan yang memberikan insentif bagi investasi di daerah tersebut. Insentif dapat berupa perbaikan prasarana maupun lingkungan yang kondusif untuk berinvestasi di daerah tersebut.

DafTaR PUsTaKa

Abdullah, Piter, dkk. 2002. Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.

Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta.

Aswandi, Hairul dan Mudrajad Kuncoro. 2002. “Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 17, Nomor 1.

Bank Indonesia, 2006. Analisis Klassen Typology Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.

Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, 2008. Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2008.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis, 2007. Pendapatan Regional Bengkalis, 2001-2006.

Bahl, Roy and Wallace, Sally. 2001. “Fiscal Decentralization: The Provincial-Local Dimension”. Public Finance in Developing and Transition Countries: A Conference in Honor of Richard Bird Conference Papers. April 3. Georgia State University, Atlanta, Georgia.

Carrol, Michael C. and Stanfield, James R. 2001.“Sustainable Regional Economic Development”. Journal of Economic Issues. Volume XXXV, Nomor 2. Pasaribu, Ernawati,. 2009. “Tinjauan Kinerja

Ekonomi Regional: Studi Empiris Provinsi Kalimantan Tengah 2003-2007”

(10)

Radianto, Elia. 2003. “Evaluasi Pembangunan Regional Pasca Kerusuhan di Maluku”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Volume 51, Nomor 4.

Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.

Sidik, Machfud. 2002. “Kebijakan, Implementasi dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”. Seminar Nasional: Menciptakan Good Governance demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. 20 April. Yogyakarta.

Wardana, I Made. 2007. “Analisis Strategi Pembangunan Provinsi Bali Menuju Balance Growth, Buletin Studi Ekonomi, Volume 12, Nomor 2.

Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah), UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi level suplementasi mineral sulfulr (S) dan fosfor (P) yang terbaik untuk meningkatkan kecernaan zat makanan daun sawit amoniasi

Kepada para pihak dalam penyelenggaraan bisnis angkutan orang berbasis real time ride sharing untuk dapat melakukan penyesuaian atas ketentuan bentuk badan hukum bagi pi- hak

Sebutan tanah dapat kita pakai dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti tersebut digunakan dalam hukum tanah, kata

Demikian keterangan dari beliau, beliau selain orang seni beliau mengetahui sejarah asal-usul alat musik tari Ntak Kudo. Alat-alat musik yang sederhana namun

55. Pak AK mendapati bahwa kemampuan siswanya untuk berbicara dalam bahasa Indonesia masih rendah. Pak AK khawatir, siswanya tidak akan mampu mendesripsikan benda-benda

Untuk pegawai non-darurat : Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai9. Evakuasi

Penyebab fluor albus pada wanita usia subur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurang menjaga personal hygienenya seperti, tidak membasuh daerah vagina dengan

1) kemiskinan hanya dipandang pada dimensi pengeluaran konsumsi minimal rumah tangga saja, sementara kemiskinan adalah bersifat multidimensi yakni menyangkut segi ekonomi,