• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelembagaan

Pengembangan Pulau Bengkalis menjadi kota perlu mengantisipasi kecendrungan perkembangan perkotaan tersebut. Oleh karena perkembangan pulau tersebut tidak dapat dinafikan menghadapi juga ketidakseimbangan kemajuan antar kawasan disatuan pulau dan hubungannya dengan pulau atau wilayah lain. Dengan demikian menyiapkan sistem kelembagaan yang baik dalam kerangka mencegah dan menanggulangi kemiskinan menjadi strategis (Kolopaking, 2005).

Kelembagaan atau pranata sosial merupakan sistem perilaku dan hubungan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, yang meliputi 3 (tiga) komponen; a) organisasi atau wadah dari suatu kelembagaan; b) fungsi dari kelembagaan dalam masyarakat; c) perangkat peraturan yang ditetapkan oleh sistem kelembagaan dimaksud.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui; a) penciptaan suasana yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat; b) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dan c) melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat untuk memperkuat daya saing ( Dephut RI, 2004). Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting karena hal ini mendudukkan mereka bukan sebagai objek melainkan subjek berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. (Dirjen PMD Depdagri, 2006).

(2)

Masalah pengembangan kelembagaan penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan perencanaan berhubungan erat dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Dalam hakekat penanggulangan dan pengurangan kemiskinan melalui pendekatan partisipatif masyarakat pada era demokratisasi, prinsip partisipatif menjadi sebuah pilihan, dengan harapan upaya menanggulangi kemiskinan lebih memberi tempat pada golongan masyarakat miskin untuk mengenal diri dan terlibat didalam berbagai gagasan dan menuangkan ide dengan orang lain untuk mengatasi persoalan dan masalah yang dihadapi melalui bekerja dan berusaha agar menjadi warga yang bermartabat (Kolopaking, 2005).

Penanggulangan kemiskinan secara subtansi merupakan upaya terpadu dan saling terkait, terkoordinasi serta terintegrasi dalam satu kesatuan kebijakan, strategi, program dan kegiatan. Oleh karena itu dalam rangka melakukan pengarustamaan (mainstreaming) permasalahan kemiskinan diperlukan suatu kelembagaan yang meliputi lintas pelaku dan lintas sektor. Apabila tidak mampu menjawab tantangan –tantangan zaman dalam arti menanggapi perubahan sosial politik dan ekonomi yang begitu cepat dan drastis maka niscaya melahirkan jebakan sosial atau jebakan kelembagaan yang akan berdampak kepada pendapatan dan distribusinya bagi masyakarat (TKPK, 2006). Fungsi pengambilan keputusan dianggap sebagai ciri paling elementer bagi sebuah otonomi yang berkaitan dengan pemberdayaan. Pengambilan keputusan merupakan manifestasi terpenting dari kekuasaan, sementara kekuasaan merupakan wacana inti dari keberdayaan, keberdayaan suatu masyarakat dapat

(3)

dicirikan oleh peranannya dalam pengambilan keputusan, diupayakan dengan partisipasi penuh dari masyarakat melalui kegiatan LSM dan elemen masyarakat lainnya, dalam pelaksanaannya juga dapat mendorong pengembangan jaringan kerja, Keberhasilan aparat Pemda dalam belajar menerapkan azas-azas pembangunan partisipatif akan membuka peluang besar dalam pemberdayaan rakyat (Sahdan, 2004).

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan dan sangat bernilai bagi keberhasilan suatu pembangunan. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, maka untuk kegiatan perencanaan, masyarakat sendiri (yang terhimpun dalam lembaga forum lintas pelaku setempat) yang selayaknya mampu untuk merumuskan kegiatan pembangunan apa yang cocok di wilayahnya (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Pembangunan partisipatif memandang bahwa lembaga di tingkat lokallah yang mampu memecahkan permasalahan dengan cepat di wilayah setempat, karena faktor kedekatan letak dan kemudahan aksesibilitasnya, disamping itu peranan kelembagaan masyarakat diperkotaan dan pedesaan dapat berfungsi sebagai pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi. (Nugroho dan Dahuri, 2004).

2.2. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan bukan masalah ekonomi tetapi persoalan yang bersifat multidimensi disebabkan oleh kebijakan perekonomian dan politik. Oleh sebab itu penanganan kaum miskin adalah paling kritis karena berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Upaya peningkatan produktivitas masyarakat miskin perkotaan secara langsung dilakukan dengan memperbaiki kehidupan

(4)

mereka, meningkatkan akses kepada infrastruktur dan fasilitas jasa sosial, dan meningkatkan permintaan agar jangka pendek memberikan proyek sehingga dapat mengamankan nasibnya (Riyadi dan Bratakusumah, 2004).

Kemiskinan selain masalah multidimensi yang menyangkut segi ekonomi, sosial politik dan kultur dari kehidupan, masalah kesenjangan pembangunan antar wilayah. Hal yang berkenaan juga dengan ditandai oleh; 1) banyaknya wilayah yang masih tertinggal pembangunannya termasuk wilayah perbatasan; 2) belum berkembangnya wilayah strategis dan cepat tumbuh; 3) ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar metropolitan dengan kota menengah dan kecil; 4) masih adanya kesenjangan pembangunan antar desa dan kota; 5) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan; 6) system pengelolaan tanah yang kurang optimal.(Dirjen PMD Depdagri, 2006)

Kemiskinan memerlukan penanggulangan yang bersifat multisektor dengan beragam karakteristik sesuai kondisi spesifik wilayah. Sampai saat ini penanggulangan kemiskinan masih belum dapat diatasi padahal kemiskinan menyangkut harkat dan martabat manusia dan bangsa (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab.Bengkalis, 2004).

Konsep kemiskinan sangat beragam, mulai dari ketidakberdayaan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, sehingga (Bappenas, 2004 dalam Sahdan 2004), mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan

(5)

hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya hak-hak dasar dan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempertahankan kehidupannya secara layak. Agar tidak miskin, maka seseorang harus sehat, berkemampuan /mempunyai keterampilan, sejahtera dan mandiri sehingga menjadi insan yang bermartabat. Kemiskinan adalah masalah multidimensi menyangkut kemiskinan ekonomis, kemiskinan ilmu dan kemiskinan mentalitas/akhlak. Penanggulangan kemiskinan harus ditangani dengan pendekatan multidimensi, lintas sektor dan lintas pelaku. (TKPK Menko Kesra, 2006)

Konsepsi kemiskinan dari (Nugroho dan Dahuri, 2004) bahwa kemiskinan merupakan kondisi absolut dan relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku didalam masyarakat karena sebab-sebab natural , kultural dan struktural.

Kemiskinan perkotaan di Indonesia cendrung merupakan fenomena akibat ketidakseimbangan antar masyarakat dan ketimpangan sosial. Perkembangan kota menjadi penarik pendatang untuk mengadu nasib. Hal ini kemudian diikuti oleh kehidupan kota yang diwarnai ketidakseimbangan ketersediaan lapangan pekerjaan, penyediaan prasarana pemukiman dan sosial, serta kesehatan lingkungan layak yang pada akhirnya menumbuhkan kantong-kantong kemiskinan. Keadaan tersebut yang apabila dibiarkan akan menumbuhkan kaum

(6)

miskin perkotaan dan mengembalikan tata kota mengenal wilayah-wilayah kumuh (Kolopaking, 2005).

Disadari bersama bahwa tanggungjawab pencapaian pengurangan kemiskinan memerlukan peran serta berbagai pelaku pembangunan, termasuk Pemerintah Daerah dan merupakan kunci bagi penentuan kebijakan yang paling tepat dan efektif (Pemberdayaan Masyarakat Desa, Depdagri, 2006). Otonomi daerah memungkinkan penanggulangan kemiskinan karena menghadapi jarak spasial yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri. Selain itu peluang tanggungjawab atas kegiatan tersebut berada ditangan pemerintah diaras Kabupaten dan Kota, serta Pemerintah Desa. (Sahdan, 2004)

Pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis sebagai daerah otonom, mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih kompleks didalam hal kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut, memerlukan kesamaan pandang dari segenap unsur yang terlibat didalam Pemerintahan, selain kompone-komponen ini yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi strategi mendasar yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Strategi tersebut diarahkan dalam kerangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemerintahan dan pengembangan kelembagaan kapasitas lokal (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab.Bengkalis, 2004). Hal ini diyakini dengan dasar pemikiran bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah kunci upaya pokok menanggulangi kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004).

(7)

2.3. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Supaya penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk membebaskan dan melindungi masyarakat dari kemiskinan. Hal ini mencakup tidak saja upaya untuk mengatasi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar tetapi juga untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan (Dirjen PMD Depdagri, 2006).

Upaya penanggulangan kemiskinan yang paling strategis dalam era Otonomi Daerah adalah memberikan peluang pada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi masalah mereka secara mandiri. Pihak luar di reposisi perannya sebagai agen dan berperan menjadi fasilisator pemberdayaan. Input dari luar yang masuk dalam proses pemberdayaan perlu mengacu pada kebutuhan dan desain aksi yang dibuat oleh keluarga miskin itu bersama komunitasnya melalui proses dialog yang produktif agar sesuai dengan konteks setempat. Upaya menyeragamkan penanggulangan kemiskinan hanya akan menemukan kegagalan dalam mencapai sasaran, sehingga konsep tersebut perlu ditinggalkan oleh pembuat kebijakan (Sahdan, 2004).

Program strategis yang dapat dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan adalah : membuka peluang dan kesempatan berusaha bagi orang miskin untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi, Pemerintah harus menciptakan iklim agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, terutama oleh masyarakat miskin. Kebijakan dan program yang memihak orang miskin perlu difokuskan kepada sektor ekonomi riil. Mendorong agenda pembangunan daerah memprioritaskan pemberantasan kemiskinan sebagai skala prioritas yang utama, mendorong tekad semua pihak untuk mengakui

(8)

kegagalan penanggulangan kemiskinan selama ini, membangkitkan kesadaran bersama bahwa kemiskinan merupakan musuh bersama dan meningkatkan partisipasi dalam memberantas kemiskinan (Sahdan, 2004).

Dalam rangka upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan secara terpadu, perlu perumusan kebijakan makro dan mikro sesuai dengan penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dengan mengikut sertakan forum lintas pelaku yaitu seluruh komponen, baik instansi pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi profesi dan segenap unsur masyarakat (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab. Bengkalis, 2004).

Dalam rangka upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan, pendekatan yang digunakan adalah pemberdayaan masyarakat(Community Development Driven) yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top-down menjadi partisipatif dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil (Sahdan, 2004).

Dilihat dari kegagalan penanggulangan kemiskinan selama ini, strategi dan kebijakan alternatif yang berpihak kepada masyarakat miskin, option for the poor menjadi kebutuhan mutlak menanggulangi kemiskinan. Untuk membuat sebuah strategi dan kebijakan alternatif diperlukan pengetahuan yang memadai tentang penyebab utama kemiskinan masyarakat Desa, maka strategi dan kebijakan alternatif menanggulangi kemiskinan Desa dapat dilakukan dengan :

(9)

1 Memberi kesempatan yang luas untuk memperoleh layanan pendidikan, kesehatan gratis, memberi jaminan asuransi yang selama ini hanya diperoleh bagi mereka yang memiliki uang saja.

2 Mendorong investasi pertanian dan pertambangan yang membuka kesempatan kerja kepada masyarakat desa dengan begitu pendapatan mereka meningkat, berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat desa.

3 Membuka kesempatan untuk memperoleh kredit usaha yang mudah, selama ini selalu sulit serta salah sasaran, karena itu diperlukan kebijakan baru yang memberi jaminan kredit usaha yang memadai bagi masyarakat desa

4 Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki tatanan pemerintahan. Tatanan pemerintahan saat ini, memberikan keleluasaan bagi terjadinya praktik korupsi bagi seluruh level pemerintahan. Perbaikan tatanan pemerintahan menjadi kata kunci untuk membuat program penanggulangan kemiskinan benar-benar diperuntukan bagi masyarakat miskin.

2.4. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat kontitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan tujuan bahwa penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat.

Oleh karenanya, dalam rangka peningkatan dan percepatan upaya penanggulangan kemiskinan diperlukan koordinasi dan singkronisasi perencanaan, pelaksanaan, dan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan

(10)

yang telah dilakukan oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang akan terus dilaksanakan dan diteruskan serta dikembangkan dan disempurnakan melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik ditingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota.

Dasar hukum pembentukan TKPK, adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan kemiskinan. TKPK berkedudukan sebagai lembaga lintas sektor dan lintas pelaku sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. TKPK dipimpin oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra).

2.4.1. Tugas dan Fungsi TKPK

TKPK bertugas untuk melakukan langkah-langkah nyata guna mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia melalui koordinasi, sinkronisasi, penyusunan, pelaksanaan, penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Fungsi TKPK menyelenggarakan :

1. Mengkoordinasikan dan mensinkronkan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Pusat dan di Daerah.

2. Meningkatkan responsivitas, akuntabilitas, dan efektivitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi lokal.

3. Memantau dan mengevaluasi :

(11)

(ii)perkembangan kondisi kemiskinan. 2.4.2. Kelompok Kerja TKPK

Sebagai forum lintas sektor dan lintas pelaku, TKPK melibatkan berbagai unsur Pemerintah dan masyarakat yang diwadahi dalam kelompok kerja (Pokja), yang meliputi kalangan Dunia usaha, tokoh agama dan masyarakrat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah terkait.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya TKPK dibantu oleh kelompok kerja (Pokja)* yang terdiri dari :

1. Pokja Kebijakan dan Perencanaan: bertugas memberikan dukungan perencanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

2. Pokja kelembagaan: bertugas memberikan dukungan fasilitasi pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

3. Pokja Pendanaan: bertugas memberikan dukungan penganggaran terhadap program-program penanggulangan kemiskinan.

4. Pokja Pendataan: bertugas menyediakan data dan informasi untuk mendukung penanggulangan kemiskinan.

* Pembentukan Pokja telah ditetapkan melalui Keputusan Menko Kesra selaku ketua TKPK yaitu Nomor 05/KEP/MENKO/KESRA/II/2007. Fokus Agenda Penanggulangan Kemiskinan :

(12)

a. Pendataan ;

1) Penegasan Pemerintah kepada seluruh instansi pemerintah pusat, daerah dan masyarakat untuk menggunakan data kemiskinan dari BPS sebagai data dasar

2) Updating data kemiskinan pada tingkat nasional, daerah dan tatanan masyarakat.

3) Peningkatan akses masyarakat pada data dan informasi kemiskinan melalui pengembangan basis data penanggulangan kemiskinan b. pendanaan ;

1) Pengarustamaan penganggaran di tingkat pusat, daerah ; konsolidasii program dan proyek penanggulangan kemiskinan untuk memprioritaskan pelayanan bagi masyarakat yang paling miskin (the poorest among the poor)

2) Pengembangan lembaga pendanaan masyarakat/dana amanah (Poverty Reduction Trust Fund)

3) Pengembangan mikrodana dan wirausaha mikro c. Kelembagaan ;

1) Pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat yang telah berkembang

2) Penguatan kelembagaan lintas pelaku di tingkat provinsi, kabupaten dan kota dalam pengurangan kemiskinan

(13)

Model-model Penanggulangan kemiskinan di daerah ;

1) Pengembangan Dana Amanah Masyarakat untuk Penanggulangan Kemiskinan ( Community Trust Fund)

2) Pemberdayaan masyarakat miskin ( pola PPK atau P2KP) 3) APBD yang pro-poor

4) Penggalangan dana masyarakat untuk penanggulangan Kemiskinan 5) Kemitraan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan

Starategi peningkatan kesejahteraan masyarakat :

1) Penanggulangan dan pengurangan kemiskinan dan pengangguran 2) Tanggap cepat masalah kesejahteraan rakyat dan masalah sosial 3) Pengembangan sumberdaya manusia

Terdapat 5 (lima) problema kemiskinan dari pelaksanaan terdahulu, diantaranya :

1) kemiskinan hanya dipandang pada dimensi pengeluaran konsumsi minimal rumah tangga saja, sementara kemiskinan adalah bersifat multidimensi yakni menyangkut segi ekonomi, sosial, kultur, dan politik dari kehidupan.

2) kurang memperhatikan pada aspek proses yaitu suatu unsur penting dari proses adalah parisipasi dari stakeholders mulai dari penyusunan program,pelaksanaannya sampai pemantauan dan pengawasannya, yang memposisikan masyarakat hanya sebagai objek bukan sebagai subjek pembangunan.

3) kurangnya upaya mengarahkan pertumbuhan ekonomi agar berpihak kepada orang miskin.

(14)

4) bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin hanya bersifat karitatif (charity), yakni pemberian yang bersifat hadiah tanpa harus melakukan kegiatan produktif seperti pada program-program pasca krisis, sehingga melemahkan sendi-sendi keberdayaan masyarakat.

5) bersifat sentralistis, pada hal jika dilakukan dengan prinsip desentralisasi justru membawa peluang dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat sasaran akhirnya.

Sehingga untuk mengatasi problema kemiskinan diatas dirumuskan lima strategi utama penanggulangan kemiskinan :

1) Perluasan kesempatan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik,dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan untu mendapatkan kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasarnya dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2) Pemberdayaan masyarakat, strategi ini dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar.

3) Peningkatan kapasitas, yaitu strategi yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha

(15)

masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4) Perlindungan sosial, adalah suatu strategi untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru, baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain, dampak negatif krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial.

5) Strategi kemitraan global, dilakukan untuk mengembangkan dan menataulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi diatas.

Referensi

Dokumen terkait

Mungkin semunya tidak dapat saya ungkapkan satu persatu dsini, tapi ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dari hati yang selalu menyemangati saya dan

Kompleks kobalt(II) piridin-2,6- dikarboksilat, terdapat ikatan hidrogen, interaksi π-π dan heterosiklik aromatis [4] , yang memungkinkan kompleks ini berinteraksi dengan

Setelah peneliti mengadakan penelitian tentang Manajemen Program Evaluasi Kinerja Guru di MTs Ma‟arif Mandiraja dengan mengumpulkan data melalui berbagai sumber,

Pengujian kadar gula pereduksi pada pulp limbah kayu adalah untuk mengetahui kandungan monomer glukosa yang dihasilkan setelah proses sakarifikasi dan setelah fermentasi

Pihak lain yang bukan Direksi atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar yang dapat mewakili Direksi ataupihak yang

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, menganalisa dan menyajikan data secara sistematis, sehingga

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial, dapat dilihat pada tabel 3 yang menyajikan bahwa kepemilikan manajerial memiliki nilai probabilitas (p-value) 0,1051

Masalah pada Mega Florist Bandar Lampung itu sendiri yaitu belum terdapat sistem untuk memasarkan penyewaan bunga papan, dan pemasarannya masih menggunakan brosur,