• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan Cina dan kebudayaan India merupakan dua dari sekian banyaknya kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia. Terdapat keterpaduan dalam persamaan kebudayaan juga warisan sejarah antara dua kebudayaan tadi dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Keterpaduan yang dihasilkan oleh kebudayaan itu menghasilkan keindahan, keunikan dan keserasian. Hubungan kedua budaya luar tadi dengan budaya lokal Indonesia dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan purbakala ataupun dalam bentuk tradisi yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari (Yadaf, t.t).

Pulau Jawa merupakan lokasi yang menjadi pusat persebaran candi di Indonesia. Persebaran candi lebih memusat berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak candi-candi yang tersebar dan lokasinya berdekatan. Penggolongan candi dilakukan oleh para peneliti. Ada yang menggolongkan candi menjadi dua kelompok gaya bangunan, yaitu candi-candi Jawa Tengah dan candi-candi Jawa Timur. Tetapi ditemukan kerancuan karena ada beberapa candi Jawa Tengah yang berlokasi di Jawa Timur dan sebaliknya (Hardiati, t.t). Soekmono (1990:70) menyarankan pemakaian istilah periode klasik awal untuk periode Jawa Tengah dan periode klasik akhir untuk periode Jawa Timur.

(2)

Dari sekian banyak candi yang tersebar di Jawa Tengah ini masing-masing candi mempunyai nama. Sistem penamaan yang digunakan untuk candi merupakan hal yang sangat unik untuk dibahas. Nama-nama candi yang digunakan menciptakan kategori-kategori yang sangat beragam. Sangat erat hubungannya penamaan candi dengan kebahasaan, selama ini banyak buku mengenai candi yang baru membahas dari segi sejarah, arsitektur, bentuk dan pariwisata. Sangat disayangkan dari hal yang sangat mendasar dari segi nama tersebut masih terdapat beberapa kerancuan. Kerancuan tersebut adalah bagaimana penulisan yang benar yang disesuaikan dengan pengucapan nama-nama candi tersebut dan Ejaan Bahasa Jawa yang baku. Oleh karena itu penelitian nama-nama candi dari segi kebahasaan khususnya dari segi fonologis dan morfologis atau pembentukan kata sangat dipandang perlu.

1.2 Rumusan Masalah

Pertanyaan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana nama candi yang ada di Jawa Tengah jika dianalisis secara fonetis dan fonemis?

2. Bagaimana nama candi yang ada di Jawa Tengah jika dianalisis secara morfologi?

1.3 Tujuan Penilitian

Tujuan dari penelitian mengenai nama-nama candi di Jawa Tengah adalah: 1. Dapat diketahui bagaimana uraian nama candi di Jawa Tengah

(3)

2. Dapat diketahui bagaimana pembentukan kata nama candi di Jawa Tengah menurut analisis morfologis.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dengan dilakukannya penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, manfaat dari penelitian ini merupakan sebuah penerapan dari teori-teori dalam bidang linguistik, khususnya dalam teori fonetik, fonemik dan morfologi. Penelitian mengenai analisis nama-nama candi di Jawa Tengah ini bermanfaat sebagai data mengenai pengucapan dan penulisan nama candi serta proses pembentukan nama-nama candi.

Secara praktis, penelitian ini mempunyai manfaat untuk masyarakat luas dan juga inventarisasi kebudayaan. Untuk masyarakat luas penelitian ini bermanfaat sebagai pengetahuan tambahan, khususnya mengenai bagaimana pengucapan serta penulisan nama candi yang benar sesuai dengan kaidah Bahasa Jawa. Selain itu dapat diketahui juga bagaimana proses pembentukan kata dari nama-nama candi tersebut. Sedangkan untuk inventarisasi kebudayaan sendiri, penelitian ini nantinya akan menjadi tambahan koleksi perpustakaan daerah dan juga Balai Pelestarian Cagar Budaya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sumber mengenai nama-nama candi di Jawa Tengah dapat diperoleh dari berbagai tempat dan sumber data. Untuk menghindari ketidak fokusan penelitian, peneliti membatasi beberapa hal:

(4)

1. Data yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari Buku Candi Indonesia: Versi Jawa (Sedyawati, dkk:2015), Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Balai Konservasi Borobudur.

2. Teori yang digunakan adalah sebatas tataran fonetik, fonemik dan morfologi.

1.6 Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian dan esai mengenai candi dan analisis nama dengan berbagai metode sudah pernah dilakukan. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian yang akan diteliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Soekmono pada tahun 1974 telah diselesaikan, sehingga menghasilkan hasil penelitian yang berjudul Candi, Fungsi dan Pengertiannya. Penelitian ini menjelaskan pengertian dan fungsi candi secara keseluruhan.

Selain penelitian yang dilakukan oleh Soekmono tadi, beberapa ahli juga telah melakukan penelitian yang dibuat menjadi esai. Esai yang dibuat oleh Hardiati t.t, berjudul Aspek Arsitektual dan Aspek Simbolik Bangunan Candi memaparkan bagaimana latar belakang sejarah bangunan candi tersebut.

Begitu pula Yadaf t.t yang menulis esai berjudul Pengaruh Budaya India Pada Candi di Indonesia. Dalam esainya, beliau menuliskan tentang bagaimana proses persebaran candi dan pengaruh-pengaruh beberapa kebudayaan dari luar negara Indonesia terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya candi.

Bandem t.t juga menuliskan esai yang berjudul Candi sebagai Sumber Inspirasi Seni dan Budaya. Beliau memaparkan tentang bagaimana candi-candi

(5)

menjadi inspirasi dalam dunia seni dan budaya. Seperti relief-relief, tari-tarian , arca-arca, dan masih banyak hal lagi yang dipaparkan.

Selain ke empat esai di atas, terdapat tulisan dari Siagian t.t yang berjudul Candi dan Situs Purbakala di Indonesia. Tulisan tersebut memaparkan tentang persebaran candi secara keseluruhan di Indonesia. Mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa daerah lain.

Kelima esai di atas disatukan dalam sebuah buku yang berjudul Candi sebagai Warisan Seni dan Budaya Indonesia, yang ditulis oleh Siagian (2002). Selain kelima esai yang disebutkan masing-masing terdapat lagi satu esai di dalamnya yang juga membahas mengenai candi.

Arifin (2012) menulis skripsi yang berjudul Analisis Semiotis Nama-nama Simbol Bangunan Candi Sambisari , berisi mengenai analisis nama-nama simbol bangunan yang terdapat pada Candi Sambisari. Metode analisis yang digunakan adalah semiotik. Analisis dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai nama-nama simbol bangunan yang kemudian dianalisis dengan mengkaitkan dengan tanda, petanda serta penandanya.

Anglir (2014) menulis skripsi yang berjudul Relief Tokoh Berjenggot pada Candi-candi di Jawa Tengah (Kajian Makna Penempatan dan Peran), berisi mengenai relief tokoh berjenggot berpasangan yang ada di beberapa candi di Jawa Tengah. Tokoh-tokoh berjenggot yang ada di beberapa candi di Jawa Tengah belum diketahui identitasnya. Sehingga penelitian terhadap tokoh-tokoh berjenggot tersebut dilakukan untuk mengungkap identitasnya.

(6)

Kartiko (2014) menulis skripsi yang berjudul Analisis Morfo-semantis Istilah-istilah Permainan Nekeran di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul,berisi mengenai analisis istilah yang digunakan dalam permainan nekeran (gundu) dengan metode morfo-semantis. Dari segi morf ologis yakni berdasarkan satuan gramatik yang berupa kata monomorfemis, polimorfemis dan bentuk kontraksi. Sedangkan secara semantis yakni berdasarkan pembeda maknanya.

Evariasiningsih (1997) menulis skripsi yang berjudul Fonologi Bahasa Osing, berisi mengenai analisis secara fonologi Bahasa Osing yang digunakan di daerah Banyuwangi. Selain itu skripsi ini juga membahas mengenai perbandingan fonem-fonem yang ada dalam Bahasa Osing dengan Bahasa Jawa.

1.7 Landasan Teori

Dasar teori yang akan digunakan dalam teori ini adalah morfologi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mem pelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata (Ramlan,1978:2). Menganalisis nama-nama candi di Jawa Tengah dengan menggunakan morfologi berarti mengklasifikasikan bent uk tataran morfem sampai pada kata.

Ramlan (1978:11) mendeskripsikan morfem sebagai bentuk linguistik yang paling kecil; bentuk linguistik yang tidak mempunyai bentuk lain sebagai unsurnya, sedangkan kata adalah bentuk bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu bentuk bebas merupakan kata.

Penelitian ini nantinya akan menyajikan pengklasifikasian nama candi sesuai dengan jumlah morfemnya. Terdapat dua jenis pengklasifikasian kata

(7)

sesuai dengan jumlah morfemnya yaitu monomorfemis ‘kata yang terdiri atas satu morfem’ dan polimorfemis kata yang terbentuk dari dua morfem atau lebih’.

Terdapat dua bentuk dari morfem, yakni bentuk morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya di depannya dan di belakangnya, dalam tuturan (Verhaar, 2010:97). Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat meleburkan diri pada morfem yang lain (Verhaar, 2010:97).

Selain morfem bebas dan terikat, morfem juga dibedakan menjadi dua klasifikasi yaitu morfem segmental dan morfem nonsegmental. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah morfem segmental, di mana dalam morfem segmental terjadi proses morfemis sebagai berikut:

a. Pengimbuhan atau pengafiksan, artinya peleburan imbuhan atau afiks pada morfem dasar.

b. Pengklitikan, yaitu penambahan klitika pada morfem dasar

c. Pemajemukan, yaitu pengabungan dua morfem dasar atau lebih untuk membentuk satu kata (majemuk); dan

d. Reduplikasi, artinya penggabungan dua morfem dasar yang sama (atau sebagian daripadanya dengan morfem utuh (Verhaar, 2010:98)

Selain menggunakan teori morfologi, penelitian ini juga menggunakan teori fonologi. Fonologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang menghiraukan arti atau tidak (Soeparno, 2002:79). Cabang ilmu fonologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fonetik

(8)

dan fonemik. Fonetik (phonetics) ialah ilmu yang menyelidiki bunyi bahasa tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna dalam suatu bahasa (langue) (Marsono 2008:1). Berkebalikan dengan fonetik, fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa yang membedakan arti, sedangkan bunyi bahasa yang membedakan arti disebut fonem (Soeparno, 2002: 86).

Secara umum bunyi bahasa dibedakan atas: vokal, konsonan dan semi vokal (Marsono 2008:16). Dideskripsikan oleh Verhaar (2010:33) bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita suara-tanpa penyempitan atau penutupan apapun pada tempat pengartikulasian apapun. Konsonan adalah bunyi yang dipergunakan menggunakan artikulasi pada salah satu bagian alat-alat bicara. Sedangkan semi vokal adalah bunyi yang berada di antara vokal dan konsonan.

Masing-masing bahasa mempunyai bunyi vokal, konsonan dan semi vokal yang berbeda-beda. Perbedaaan itu juga terdapat dalam bunyi bahasa Jawa. Dijelaskan oleh Marsono, (2008:45) bahwa jumlah bunyi vokal bahasa Jawa ada sepuluh: [a, i, I, e, ɛ, Ə, o, ɔ, U, u]. Berikut adalah tabel fonem dan bunyi vokal bahasa Jawa:

(9)

No Fonemis Fonetis Tinggi Rendah Lidah Gerak Lidah Bagian Struktur Bentuk Bibir 1 /i/

[i] tinggi atas depan tertutup tak bulat

2 [I] tinggi bawah depan tertutup tak bulat

3

/e/

[e] madya atas depan semi-tertutup tak bulat 4 [ɛ] madya bawah depan semi-terbuka tak bulat 5 /Ə/ [Ə] madya tengah semi-terbuka tak bulat 6

/a/

[a] rendah bawah depan terbuka tak bulat 7 [ɔ] madya bawah belakang semi-terbuka bulat 8 /o/ [o] madya atas belakang semi-tertutup bulat 9

/u/

[U] tinggi bawah belakang semi-tertutup bulat

10 [u] tinggi atas belakang tertutup bulat

Adapun jumlah konsonan dalam bahasa Jawa ada 31 bunyi: [p, p-, bʰ, m, f, v, w, t, t-, d, dʰ, n, l, r, ṭ, ḍ, ḍʰ, s, z, c, j, jʰ, ñ , y, k, k-, g, gʰ, ŋ, x, h, ?] (Marsono, 2008:105). Tidak seperti bunyi vokal yang sulit dibedakan satu dengan yang lainnya, perbedaan antar bunyi konsonan lebih mudah dilihat. Selain itu jumlah bunyi semi-vokal yang ada dalam bahasa Jawa adalah nol atau tidak ada sama sekali.

Tabel 1. Fonem dan Bunyi Vokal Bahasa Jawa

(10)

Fonemis Fonetis Hubungan posisional antar penghambat (striktur) Cara dihambat (artikulasi) Bersuara/Tak bersuara Tempat Artikulasi /p/ [p] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara bilabial

/t/ [t] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara apiko-dental /ṭ/ [ṭ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara apiko-palatal /c/ [c] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara medio-palatal /k/ [k] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara dorso-velar

[Ɂ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup tak bersuara glotal hamzah /b/ [bʰ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara bilabial /d/ [d] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara apiko-dental

[dʰ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara apiko-dental /ḍ/ [ḍ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara apiko-palatal [ḍʰ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara apiko-palatal /j/ [j] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara medio-palatal

[jʰ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara medio-palatal /g/ [g] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara dorso-velar

[gʰ] rapat lepas tiba-tiba hambat letup bersuara dorso-velar /m/ [m] rapat lepas tiba-tiba nasal (sengau) bersuara bilabial

/n/ [n] rapat lepas tiba-tiba nasal (sengau) bersuara bilabial /ñ/ [ῆ] rapat lepas tiba-tiba nasal (sengau) bersuara medio-palatal /ŋ/ [ŋ] rapat lepas tiba-tiba nasal (sengau) bersuara dorso-velar

/l/ [l] renggang lebar sampingan

(lateral) bersuara

apiko-alveolar

/f/ [f] renggang geseran

(frikatif) tak bersuara apiko-dental

/s/ [s] renggang geseran

(frikatif) tak bersuara

lamino-alveolar

/x/ [x] renggang geseran

(frikatif) tak bersuara dorso-velar

/h/ [h] renggang geseran

(frikatif) bersuara laringal

/v/ [v] renggang geseran

(frikatif) bersuara labio-dental

/z/ [z] renggang geseran

(frikatif) bersuara

lamino-alveolar

/r/ [r] rapat renggang getar (tril)

apiko-alveolar /w/ [w] renggang lebar semi vokal bersuara apiko-dental

/y/ [y] renggang lebar semi vokal bersuara medio-palatal Tabel 2. Fonem dan Bunyi Konsonan Bahasa Jawa

(11)

Hal pokok dalam segi bunyi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah silabe atau suku kata. Silabe adalah satuan ritmis terkecil dari hasil bunyi-bunyi bahasa dalam arus udara. Satu silabe biasanya terdiri atas satu vokal dan satu konsonan atau lebih (Verhaar, 2010;59).

Sebagai contoh analisis nama Candi Gedong Songo. Penulisan nama candi pada umumnya yang dikenal oleh masyarakat luas adalah Gedong Songo. Apabila dianalisis sesuai dengan teori fono-morfemis, maka penulisan yang benar sesuai dengan Ejaan Bahasa Jawa adalah Candi Gêdhong Sanga. Gêdhong Sanga merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua komponen kata, masing-masing komponen kata tersebut merupakan kata tunggal. Komponen yang pertama adalah gêdhong ‘gedung, bangunan’dan komponen yang kedua adalah sanga ‘sembilan’. Dari komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa gedhong sanga merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua morfem {gêdhong} dan {sanga} yang keduanya merupakan morfem dasar karena keduanya merupakan morfem asal yang bebas. Kedua morfem tersebut dapat berdiri sendiri s ebagai kata.

Ditinjau dari satuan gramatiknya digolongkan dalam bentuk polimorfemis karena terdiri atas dua morfem yaitu {gêdhong} dan {sanga}. Ditinjau dari satuan fonologisnya nama gêdhong sanga terdiri atas empat suku kata yaitu gê-dhong-sa-nga, sembilan bunyi yaitu [g-Ə-ḍʰ-ɔ-ŋ-s-ɔ-ŋ-ɔ] serta terdiri atas sembilan fonem yaitu /g-Ə-ḍ-o-ŋ-s-a-ŋ-a/. Susunan suku kata berupa KV-KVKK-KV-KKV. 1.8 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua hal, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data.

(12)

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Tahap awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dilakukan pengumpulan data. Dalam pengumpulan data, terlebih dahulu penulis melakukan studi pustaka. Studi pustaka tersebut dilakukan dengan mencari referensi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya dan buku-buku referensi mengenai ilmu linguistik dan arkeologi. Mengenai nama candi dan letak candi penulis berpacu pada data yang diperoleh dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Balai Konservasi Borobudur dan buku Candi Indonesia:Versi Jawa terbitan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Dalam tahap selanjutnya, penulis akan melakukan studi lapangan ke candi-candi yang akan diteliti sekaligus wawancara dengan narasumber mengenai sejarah candi dan pengucapan nama candi yang bersangkutan. Dalam studi lapangan tersebut penulis nantinya akan mengambil data-data dari sumber yang ada di sana yang berupa foto dan lain-lain. 1.8.2 Metode Analisis Data

Setelah diperoleh data dari pengumpulan data yang telah dilakukan, data tersebut dicatat di suatu buku catatan, yang kemudian akan disalin di email penulis. Kemudian, data tersebut diolah dengan teori fonetik, fonemik dan morfologi.

Analisis fonetik dan fonemik dilakukan berdasarkan dengan bunyi vokal dan konsonan serta penulisan sesuai dengan SEBJ. Analisis morfologi dilakukan dengan mencari kata berbahasa Jawa yang ada dalam Kamus Bausastra Jawa. Hingga nantinya akan diperoleh kesimpulan bagaimana proses fonetik, fonemik dan morfologi dalam penamaan candi.

(13)

1.9 Sistematika Penyajian

Hasil analisis data yang telah dilakukan, akan disajikan dalam beberapa bab, yaitu: Bab I yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II mendeskripsikan candi-candi yang ada di Jawa Tengah beserta letak geografisnya. Bab III menjelaskan bagaimana analisis fonetik dan fonemis nama-nama candi di Jawa Tengah, yang nantinya data ditulis sesuai dengan fonem-fonem yang ada dalam Bahasa Jawa dan disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Jawa (kemudian disebut EBJ). Bab IV menganalisis secara morfologis nama-nama candi kemudian mengartikan nama candi sesuai arti kata dan sejarahnya. Bab V yang merupakan kesimpulan dari apa yang ditulis dari Bab I sampai Bab IV, saran dari penulis, dan nantinya akan dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran data.

Gambar

Tabel 1. Fonem dan Bunyi  Vokal Bahasa Jawa

Referensi

Dokumen terkait

Bagi yang membacakan dongeng sebelum tidur, alasan yang dikemukakan antara lain karena anak-anak mereka menyukai kegiatan tersebut, dan alasan dongeng sebagai

Media yang paling efektif dalam memperpanjang daya simpan benih jengkol adalah media arang sekam yang dapat mempertahankan viabilitas benih jengkol sampai dengan 6

1. Wajib memiliki izin lingkungan. Harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota dan melampirkan persyaratan izin. Lokasi penyimpanan limbah B3 harus

[r]

Dari sinopsis kita bisa menentukan siapa saja yang harus kita wawancara, daftar pertanyaan untuk setiap wawancara, dan daftar gambar-gambar (footage) yang dibutuhkan di luar

Untuk mengukur tingkat kesesuaian model regresi yang digunakan adalah dengan melihat R Square (R 2 ) hasil permodelan dengan harga pendekatan R 2 adalah skala

Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dan analisis sifat fisik, kimia dan fungsional gelatin dengan bahan baku kulit ikan cucut.. Beberapa sifat gelatin hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan pengawasan rancangan Perda oleh DPD secara normatif telah memperluas lingkup rancangan Perda yang dapat dievaluasi, dengan