PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI
DAN BIOURIN TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL KACANG TANAH
Sunanjaya* dan Delly ResianiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali (BPTP Bali) Jl. By Pass Ngurah Rai Pesanggaran, Denpasar
*⁾E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kacang tanah merupakan komoditas penting kedua setelah kedelai, namun produksinya ter-golong masih sangat rendah untuk daerah Bali. Di sisi lain pupuk organik yang bersumber dari limbah ternak cukup mendukung upaya mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian dilakukan di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, pada bulan Februari sampai Mei 2010. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan pola faktorial. Faktor pertama adalah dosis pupuk kandang (Pk) dan faktor kedua adalah dosis biourin sapi (U). Perlakuan dosis pupuk kandang sapi yang diuji yaitu: Pk0 (Pupuk kandang sapi 0 t/ha), Pk1 (Pupuk kandang sapi
5 t/ha), Pk2 (Pupuk kandang sapi 10 t/ha), dan Pk3 (Pupuk kandang sapi 15 t/ha). Perlakuan dosis
biourin sapi yaitu: U0 (Biourin sapi 0 l/ha), U1 (Biourin sapi 3.000 l/ha), U2 (Biourin sapi 6.000 l/ha), dan U3 (Biourin sapi 9.000 l/ha). Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun
maksimum, indeks luas daun, jumlah polong isi per tanaman, bobot biji kering panen per tanaman, bobot biji kering panen per hektar, bobot biji kering oven per tanaman, bobot biji kering oven per hektar. Data yang diperoleh dianalisis sesuai dengan rancangan yang digunakan. Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji Duncan. Hasil analisis menunjukkan kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi 15 t/ha dengan biourin 9.000 l/ha menghasilkan bobot kering oven biji tertinggi yakni 1,28 t/ha.
Kata kunci: dosis,pupuk kandang, biourin, kacang tanah.
ABSTRACT
Effect of dosage of biourine and fertilizer from cow manure on groundnut growth and yield. Groundnut is the second important commodity after soybean. Its production is consi-dered still very low for Bali. On the other hand, organic fertilizers derived from animal waste can support enough to overcome these problems. The study was conducted in the village of Kubu, Kubu district, Karangasem regency, Bali, in February until May 2010. The experimental design used was a randomized block with factorial. The first factor was the dose of manure (Pk) and the second factor was the dose of biourine (U). The treatment dose of cow manure were tested, namely: Pk0 (cow manure 0 t/ha), Pk1 (cow manure 5 t/ha), Pk2 (cow manure 10 t/ha), and Pk3 (cow manure 15 t/ha). Biourine dose treatment cows are: U0 (cow biourine 0 l/ha), U1 (cow biourine 3,000 l/ha), U2 (cow biourine 6,000 l/ha), and U3 (cow biourine 9,000 l/ha). Parameters observed plant height, maximum number of leaf, leaf area index, weight of pods per plant, weight of harvested dry seed per plant, weight of harvested dry seed per plant per hectare, weight of oven dry seed per plant, weight of oven dry seed per hectare. Data were analyzed according to the design used. If the treatment effected significantly, it continued with average difference test using Duncan test. The analysis showed the combined treatment of cow manure 15 t/ha with biourin 9,000 l/ha produced the highest weight of oven dried seed 1.28 t/ha.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, kacang tanah sebagian besar (66%) diusahakan di lahan kering dan sisanya (34%) di lahan basah. Produktivitas kacang tanah masih tergolong rendah, di bawah potensi produksi (Nugrahaeni dan Kasno, 1992). Menurut Sumarno (2003) hasil kacang tanah di lahan kering berkisar antara 0,5–1,5 t/ha. Munip dkk. (1999) mendapatkan hasil polong kering kacang tanah varietas Mahaesa yang ditanam di lahan kering hanya 0,74 t/ha. Balitkabi (1999) merekomendasikan hasil optimal kacang tanah di lahan kering 2 t/ha, sedangkan di lahan basah mencapai 4,5t/ha. Menurut Andrianto dan Indarto (2004), rendahnya produktivitas kacang tanah di lahan kering salah satunya disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah.
Gardner et al. (2008) menyatakan hasil tanaman ditentukan oleh ketersediaan hara, baik makro maupun mikro. Unsur hara tersebut dapat diperoleh dari pemberian pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang dapat meningkatkan pH, kadar C-organik, nitrogen, fosfor, kalium dan unsur mikro bagi tanaman (Suprijadi et al. 2002). BOA (2008) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik tidak hanya menambah ketersediaan hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman dengan memperbaiki aerasi, memper-mudah penetrasi akar, dan memperbaiki kapasitas menahan air.
Di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, petani umumnya me-manfaatkan lahannya untuk budidaya kacang tanah di musim hujan. Namun hasil yang diperoleh masih rendah, rata-rata 0,5 t/ha. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bebe-rapa faktor seperti keterbatasan air (hanya 4,3 bulan basah), tekstur tanah berlempung sehingga kemampuan tanah memegang air sangat rendah, dan tingkat kesuburan tanah rendah, terutama N, K, dan C-organik tanah (Daryono 2002). Untuk mengatasi perma-salahan tersebut, salah satu upaya yang mungkin dilakukan memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran dan urin sapi.
Selain menghasilkan pupuk kandang padat ternak, juga menghasilkan urin yang dapat dijadikan pupuk bagi tanaman. Biourin adalah urin ternak yang difermentasi (Anonim 2007). Rahman (1989) dalam Negara et al. (2007) menyatakan, untuk mengolah limbah kotoran sapi (urin) menjadi produk yang lebih bermanfaat dan potensial meningkatkan pendapatan peternak diperlukan paket teknologi fermentasi dengan melibatkan bakteri (mikroorganisme) untuk mengubah atau mentransformasikan senyawa kimia ke substrat organic, sehingga bisa diimplementasikan langsung sebagai nutrisi pada tanaman padi, sayuran, dan tanaman perkebunan. Pemanfaatan urin atau biourin untuk pemupukan tanaman masih jarang diterapkan. Adijaya (2009) mendapatkan pemanfaatan 7.500 l/ha biourin sapi yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi 5,0 t/hamampu mening-katkan hasil bawang merah sebesar 60,8%, sedangkan pemberian biourin sapi 15.000 l/ha meningkatkan hasil sebesar 31,7% dibanding tanpa pemupukan yang hanya menghasil-kan umbi bawang sebanyak 6,45 t/ha.
Informasi tentang hasil penelitian pupuk kandang dan biourin sapi masih terbatas, oleh karena itu penelitian tentang aspek tersebut perlu dilakukan pada tanaman kacang tanah yang merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan di Kubu.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Desa Kubu, Kecamatan kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, pada bulan Februari sampai Mei 2010. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan pola faktorial. Faktor pertama adalah dosis pupuk kandang (Pk) dan faktor kedua adalah dosis biourin sapi (U). Perlakuan dosis pupuk kandang sapi yang diuji yaitu: Pk0 (Pupuk kandang sapi 0 t/ha), Pk1 (Pupuk kandang sapi 5 t/ha), Pk2 (Pupuk kandang sapi 10 t/ha), dan Pk3 (Pupuk kandang sapi 15t/ha). Perlakuan dosis biourin sapi yaitu: U0 (Biourin sapi 0 l/ha), U1 (Biourin sapi 3.000 l/ha), U2 (Biourin sapi 6.000 l/ha), dan U3 ( Biourin sapi 9.000 l/ha). Perlakuan kombinasi yakni Pk0U0, Pk0U1, Pk0U2, Pk0U3, Pk1U0, Pk1U1, Pk1U2, Pk1U3, Pk2U0, Pk2U1, Pk2U2, Pk2U3, Pk3U0, Pk3U1, Pk3U2, Pk3U3. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga (3) kali, sehingga terdapat 48 petak percobaan.
Tanah diolah sedalam 20 cm dengan cangkul, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran petak 1,6 m x 2,0 m. Pupuk kandang sapi yang telah difermentasi (matang) dima-sukkan ke dalam tanah, diberikan satu minggu sebelum tanam, dengan dosis sesuai perla-kuan. Pemupukan dengan biourin sapi diberikan sebanyak 3 kali masing-masing 1/2 dosis pada umur 3 minggu, sisanya umur 6 dan 9 minggu. Penanaman dilakukan dengan cara tugal sedalam 3–5 cm. Masing-masing lubang tanam diisi 2 benih, jarak tanam 40 cm x 10 cm (populasi 250.000 tanaman/ha). Varietas yang digunakan varietas lokal. Penja-rangan tanaman dilakukan dua minggu setelah tanam agar populasi tanaman tetap (80 tanaman/ petak) atau satu tanaman per rumpun. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati dan pengendalian gulma sesuai dengan kondisi di lapangan.
Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun maksimum, indeks luas daun, jumlah polong isi per tanaman, bobot biji kering panen per tanaman, bobot biji kering panen per hektar, bobot biji kering oven per tanaman, bobot biji kering oven per hektar. Data yang diperoleh dianalisis sesuai dengan rancangan yang digunakan. Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda rata-rata mengguna-kan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara pupuk kandang (Pk) dan biourin (U) berpengaruh nyata (P<0,05) sampai sangat nyata (P<0,01) terhadap seba-gian besar variabel yang diamati kecuali terhadap variabel jumlah daun maksimum dan indeks luas daun.
Tinggi Tanaman
Perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) yang dikombinasikan dengan biourin 9.000 l/ha (U3) memberikan tanaman tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan kombi-nasi perlakuan Pk2U3 dan Pk3U1 (Tabel 1). Tinggi tanaman yang dihasilkan dari perlaku-an tersebut berturut-turut 59,8 cm, 59,7 cm, dperlaku-an 59,4 cm, atau lebih tinggi 7,5%,7,4%, dan 6,9% dibanding kontrol (Tabel 1).
Jumlah Polong Isi
Jumlah polong isi tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) dengan biourin 9.000 l/ha (U3) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
Pk2U2 dan Pk3U2. Pada perlakuan Pk3U3 jumlah polong isi per tanaman diperoleh 13,7 polong dan pada perlakuan Pk2U2 dan Pk3U2 masing-masing 12,8 dan 12,8 polong atau lebih tinggi 29,3%, 24,1%, dan 24,2% dibanding kontrol (Tabel 2).
Tabel 1. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap tinggi tanaman kacang tanah.
Tinggi tanaman (cm) Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3 (9.000) Pk0 ( 0 ) 55,2 c 54,2 cd 53,6 de 57,7 b Pk1 ( 5 ) 54,3 cd 57,7 b 57,2 b 57,3 b Pk2 (10 ) 57,1 b 57,5 b 57,2 b 59,7 a Pk3 (15 ) 55,3 c 59,3 a 57,9 b 59,8 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
Tabel 2. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap jumlah polong isi tanaman kacang tanah.
Jumlah polong berisi per tanaman Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3 (9.000) Pk0 ( 0 ) 9,7 d 10,0 d 12,3 b 12,6 b Pk1 ( 5 ) 10,3 cd 10,0 d 11,9 bc 12,0 b Pk2 (10 ) 11,0 c 11,0 c 12,8 ab 12,6 b Pk3 (15 ) 10,5 c 11,3 c 12,8 ab 13,7 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan
Bobot Polong Kering Panen per Ubinan
Bobot polong kering panen per ubinan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) dengan biourin 9.000 l/ha (U3), dengan berat 316,6 g atau 1,12% lebih berat dibanding kontrol (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap bobot polong kering panen per ubinan kacang tanah.
Bobot polong kering panen per ubinan Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3 (9.000) Pk0 ( 0 ) 313,0 e 314,5 c 314,6 c 315,5 b Pk1 ( 5 ) 314,1 cd 314,0 d 315,1 b 315,3 b Pk2 (10 ) 315,0 bc 315,1 b 315,6 b 315,2 b Pk3 (15 ) 315,2 b 315,3 b 314,8 c 316,6 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan
Bobot Polong Kering dan Bobot Kering Oven Biji
Kombinasi perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) dengan biourin 9.000 l/ha (U3) menghasilkan bobot polong kering panen tertinggi yakni 2,88 t/ha atau 45,7% lebih tinggi dibanding kontrol (Tabel 4).
Bobot kering oven biji per ubinan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) dengan biourin 9.000 l/ha (U3), dengan berat 141,50 g atau lebih tinggi 14,7% dibanding kontrol (Tabel 5).
Bobot kering oven biji tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk kandang dosis 15 t/ha (Pk3) dengan biourin dosis 9.000 l/ha (U3) dengan bobot 1,28 t/ha atau lebih tinggi 59,4% dibanding kontrol (Tabel 6).
Tabel 4. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap bobot polong kering panen kacang tanah.
Bobot polong kering panen per hektar (t) Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3 (9.000) Pk0 ( 0 ) 1,56 e 1,88 c 2,46 c 2,55 b Pk1 ( 5 ) 1,93 cd 2,46 d 2,51 b 2,53 b Pk2 (10 ) 2,58 bc 2,51 b 2,56 b 2,52 b Pk3 (15 ) 2,73 b 2,58 b 2,48 c 2,88 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan
Tabel 5. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap bobot kering oven biji per ubinan kacang tanah.
Bobot kering oven biji per ubinan (t) Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3 (9.000) Pk0 ( 0 ) 120,7 e 125,8 c 124,6 c 135,7 b Pk1 ( 5 ) 123,8 cd 134,6 d 135,1 b 135,3 b Pk2 (10 ) 132,3 bc 135,1 b 135,6 b 135,6 b Pk3 (15 ) 135,8 b 135,8 b 124,8 c 141,5 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan
Tabel 6. Pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan biourin terhadap bobot kering oven biji kacang tanah.
Bobot kering oven biji per ubinan (t) Perlakuan U0 (0) U1 (3.000) U2 (6.000) U3(9.000) Pk0 ( 0 ) 0,52 e 0,94 c 0,99 c 1,11 b Pk1 ( 5 ) 0,65 cd 0,78 d 1,35 b 1,06 b Pk2 (10 ) 1,00 bc 1,12 b 1,31 b 1,13 b Pk3 (15 ) 1,32 b 1,20 b 0,96 c 1,28 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan
Secara agronomis, peningkatan bobot biji kering oven per hektar menunjukkan respon kacang tanah sebagai akibat pemberian pupuk biourin dan kompos terolah. Kenyataan ini menjawab keraguan petani di tingkat lapang yang menggunakan limbah ternak padat belum terolah atau diolah secara alami saja belum mencukupi kebutuhan hara untuk menghasilkan bobot biji optimal. Hasil penelitian Heni (2006) memperoleh bobot biji kadar air 12% dan kering oven biji kacang tanah per hektar masih linier pada dosis pupuk kandang tertinggi yakni 30 ton per hektar. Vahanka et al. (2013) menemukan pemberian urin sapi mampu meningkatkan produksi jagung maupun cabai masing-masing sebesar 15 dan 10%. Sementara Gadelha (2003) dalam David et al. (2011) menyebutkan, pemberian urin 20 ml per tanaman dengan konsentrasi 0,28% mampu meningkatkan 10,3% hasil selada (51,6 t/ha) serta pupuk kandang sapi dengan dosis 16t/ha. Burubai.W dan M. Eribo (2012) menyatakan, pemberian urin yang telah difermentasi dengan dosis 10 dan 15% memberikan hasil melon tertinggi. Penelitian Jaipaul et al. (2011) memperoleh hasil
kacang polong tertinggi (6,61 t/ha) dengan pemberian pupuk kandang unggas sebanyak 5 t/ha. Hasil pengkajian Munip et al. (2006) menunjukkan adanya peningkatan rataan produktivitas kakao kering mencapai 345,5 kg/0,5 ha/4 bulan, atau 1.382 kg/ha/tahun (pola introduksi) sedangkan pada petani hanya 153,7 kg/0,5 ha/4 bulan atau 614,8 kg/ha/ tahun. Hasil penelitian Adijaya dkk. (2009) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kan-dang sapi, biourin dan kombinasinya meningkatkan komponen hasil kopi Arabika hasil biji kering oven meningkat 37,9–55,3% dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk mening-katkan produksi kopi Arabika.
Meningkatnya hasil ekonomis beberapa jenis tanaman seperti tersebut di atas tidak terlepas dari peran pupuk kandang maupun urin. Bulluck et al. (2002) dalam Jaipaul et al. (2011) menyatakan bahwa perubahan kesuburan tanah dengan meningkatnya komponen kesuburan tanah seperti karbon total, kapasitas tukar kation, menurunkan bulkdensity, serta hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah rendah sepanjang kebutuhan tana-man. Namun disisi lain, memberikan nutrisi yang lebih tinggi yang bersumber dari urin dapat merangsang pertumbuhan tanaman selada sebagai pengaruh hormonal, yang disebabkan oleh auksin (IAA) dalam urin sapi (Gadelha (2003) dalam David et al. (2011). Lebih lanjut dijelaskan, secara umum, di antara karakteristik bagian atas tanah yang dieva-luasi, termasuk hasil tanaman, lebih tinggi dicapai dengan aplikasi urin sapi lewat daun, dibandingkan dengan aplikasi tanah. Ini menunjukkan efisiensi penyerapan daun dan efektivitas komponen urin. Di antara komponen-komponen tersebut terdapat hara makro dan mikro, selain faktor hormonal.
KESIMPULAN
1. Pemberian pupuk kandang dan biourin sapi berpengaruh nyata terhadap beberapa variabel yang diamati.
2. Bobot kering oven biji tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi 15 t/ha dengan biourin 9.000 l/ha yakni 1,28 t/ha.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Proses Membuat Bio Urin. (leaflet). Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali bekerjasama dengan Bappeda Provinsi Bali.
Adijaya, I.N. 2009. Respon Bawang Merah terhadap Pemupukan Organik di Lahan Kering. Makalah disampaikan pada Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, 4–21 Juli 2009.
Andrianto, T.T., Indarto, N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Buncis, Kacang Tanah, Kacang tunggak, Yogyakarta. Absolut.
BALITKABI. 1999. Laporan Tahunan Balitkabi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
BOA. 2008. Pertanian Organik Penyelamat Ibu Pertiwi. Denpasar. Bali Organic Association Burubai W and M. Eribo. 2012. Influence of Incubation Periods and Dosage on the Bioefficacy
of Cow Urine against Melon Aphids (Aphis gossypii) and Pickleworms (Diaphania hyalinata) in Watermelon Cultivation. Department of Agricultural Engineering, Faculty of Engineering, Rivers State Univ. of Sci. and Tech. P.M.B 5080, Port Harcourt, Rivers State, Nigeria. Res J of Applied Sci., Engineering and Tech. 4(4): 269–272, 2012 ISSN: 2040– 7467 © Maxwell Sci. Org.
David J. Augustine, Daniel G. Milchunas, and Justin D. Derner. 2011. Spatial Redistribution of Nitrogen by Cattle in Semiarid Rangeland. Rangeland Ecology & Management 66(1):56–
62. 2013 http://dx.doi.org/10.2111/REM-D-11-00228.1
Daryono. 2002. Identifikasi Unsur Iklim, Karakteristik Hujan dan Evaluasi Zone Tipe Iklim Ber-dasarkan Pemutahiran Data Curah Hujan Daerah Bali. Makalah Seminar Hasil Penelitian. Program Magister Pertanian Lahan Kering. Program Pasca Sarjana Univ. Udayana Den-pasar. Tidak dipublikasikan. 28 hal.
Gardner, EP., Pearce, R.B., and Mitchell.1991. Physiology of crop plants. The lowa State Univ. Press.
Gomez, K.A., dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta. 698 hlm.
Jaipaul, Sanjeev Sharma, Anil kumar Dixit and A K Sharma. 2011. Growth and yield of capsicum (Capsicum annum) and garden pea (Pisum sativum) as influenced by organic manures and biofertilizers. Govind Ballabh Pant University of Agriculture and Technology, Pantnagar, Uttarakhand 263 145. Indian Journal of Agricultural Sciences 81 (7): 637–42 Marzuki, R. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya
Munip, FF., A. Ardjanhari, U. Fadjary, Syafruddin dan S.Wiryadiputra. 2006. Pengembangan Sistem Usahatani Integrasi Kakao dan Kambing di Desa Jono-Oge Kecamatan Sirenja Kabupaten Dongala Sulawesi Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 598
Munip, A., Nugrahaeni, N., Purnomo, J., Kasno, A. 1999. Evaluasi Toleransi Genotipe Kacang Tanah terhadap Cekaman Kekeringan. Edisi Khusus. BALITKABI No. 13:32–38
Nugrahaeni, N dan Kasno, A. 1992. Plasma Nutfah Kacang Tanah Toleran terhadap Cekaman Fisik. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Malang. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hal. 1495–1501
Negara, I.M.S., Simpen, Arsa, Diantariani, Miwada. 2007. Teknik Penampungan dan Fermen-tasi Air Kencing Sapi Bali di Desa Dauh Yeh Cani, Badung Menjadi Pupuk Organik Ramah Lingkungan. Denpasar: Universitas Udayana. 5 hal
Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru Algensindo.
Suprijadi, Abdulrachman, S., Juliardi, I., Pahim. 2000. Pemupukan Berimbang pada Tanaman Padi di Lahan Sawah Irigasi dan Tadah Hujan. Prosiding Seminar Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pati, 7 Nopember 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal. 139–144.
Vahanka, P.M., C.B. Chawada, R. Dubey, 2013. Cow Urine as Biofertilizer. http://www. google.com/#hl=en&gs_rn=9&gs_ri=psyb&cp=26&gs_id=2&xhr=t&q=cow+urine+a s+fertilizer&es_nrs=true&pf=p&output=search&sclient=psyab&oq=COW+URINE+AS +BIOFERTILIZER&gs_l=&pbx=1&bav=on.2,or.r_qf.&bvm=bv.45368065,d.bmk&fp= dc62039dcaa0d0f1&biw=1366&bih=534, diakses 15 April 2013.