Peluncuran dan Bedah Buku MENEROBOS BADAI
Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus Karya I Nyoman Wijaya
Pembahas
I.B.G. Pujaastawa
MENYIMAK KIPRAH SANG GURU BESAR
PEMBAHASAN
Terbitnya buku
“
Menerobos Badai
Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti
Ngurah Bagus
”
patut diapresiasi.
Prof. Bagus,
pemikir besar
yang
Apresiasi terhadap kepiawaian dan
keuletan sejarawan
Nyoman Wijaya
dalam mendeskripsikan sosok Prof.
Bagus sebagai tokoh intelektual di Bali
secara luas dan mendalam.
Nyoman Wijaya, salah satu dari segelintir
intelektual muda yang tergolong memiliki
hubungan bersifat
informal dan akrab
Deskripsi tentang biografi intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus yang begitu luas dan mendalam membuka ruang yang cukup luas bagi siapa saja yang berminat untuk membahasnya.
Pembahasan ini akan lebih difokuskan pada kiprah intelektual Prof. Bagus sejak awal dekade delapan puluhan, tatkala pembahas mulai menuntut ilmu di Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana (1981) kemudian berlanjut sebagai tenaga pengajar di jurusan yang sama.
Penekanan pada bagian-bagian yang tercecer dan luput dari perhatian
Siapa Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus?
Sebelum pembahas duduk di bangku kuliah, nama Prof. Bagus hampir tak pernah terlintas di benak pembahas.
Begitu pula sebelumnya pembahas sangat buta tentang ilmu antropologi.
Hal di atas antara lain disebabkan oleh kurikulum sekolah menengah atas (SMA) pada masa itu kurang memberi ruang terhadap muatan kebudayaan.
Pemegang Otoritas Tunggal
Di samping modal intelektualitasnya, popularitas Prof. Bagus sebagai seorang antropolog kiranya tidak dapat dilepaskan dengan eksotisme pulau Bali dan perkembangan dunia akademis di Bali kala itu.
Keunikan budaya dan keindahan alam Pulau Bali tidak hanya menarik
minat para wisatawan, tetapi juga menggugah perhatian para peneliti
asing untuk melakukan penelitian tentang berbagai aspek kebudayaan Bali serta dinamika pariwisata Bali dengan segala implikasinya.
Sementara perkembangan dunia akademis khususnya bidang ilmu antropologi di Bali saat itu yang baru memasuki fase awal, menjadikan Prof. Bagus sebagai pemegang otoritas tunggal untuk studi-studi tentang kebudayaan di Bali.
Pintu masuk bagi para peneliti asing yang tertarik menjadikan Bali sebagai fokus
Barulah pada akhir dekade sembilanpuluhan supremasi Prof. Bagus di bidang ilmu antropologi mulai mendapat tandingan, di antaranya dari Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A; dosen Undiksha yang berhasil meraih gelar doktor untuk bidang ilmu antropologi di Universitas Indonesia.
Prof. Bagus menunjukkan sikap ilmiahnya dengan merekrut Prof. Bawa Atmadja menjadi tenaga pengajar S2 dan S3 Kajian Budaya.
Sebagaimana Prof. Bagus, Prof. Bawa
Lebih mudah memahami karya tulisnya daripada mendengarkan ceramahnya.
Konsep “Jengah”Sering melontarkan konsep “jengah” dalam memotivasi mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai aspek kebudayaan Bali yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh peneliti asing. Konsep ini juga kerap digunakan untuk memotivasi masyarakat lokal dalam menghadapi kontestasi bisnis di bidang pariwisata.
Baliologi dan Eksvansi Wilayah Kajian Antropologi Unud Bagi sebagian besar mahasiswa, penelitian etnografi suku-suku bangsa NTB dan NTT dirasakan menjadi beban, terutama biaya penelitian yang sepenuhnya harus ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
Tampaknya Prof. Bagus cukup memahami masalah ini dengan memberi rekomendasi kepada para mahasiswa untuk mendapatkan
Kridit Mahasiswa Indonesia (KMI) yang besarnya Rp.750.000 untuk masing-masing mahasiswa.
Memasuki dekade sembilanpuluhan, wilayah kajian etnografi Jurusan Antropologi Unud tidak hanya mencakup Bali, NTB, dan NTT saja, tetapi juga diperluas hingga Timor-Timur dan Sulawesi Selatan (Tana Toraja). Meskipun kala itu pemerintah tidak lagi mengucurkan bantuan KMI.
Sebelumnya tidak ada yang tahu tentang gagasan besar apa gerangan yang tersembunyi dalam benak Prof. Bagus yang begitu gencar mengarahkan mahasiswa untuk menulis skripsi dengan tema-tema etnografi Nusa Tenggara dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Pertemuan dengan James Fox
Etnografer NTT
Saatnya peneliti asing menggunakan tulisan kita sebagai referensi
Gagasan besar menerbitkan buku Potret Manusia dan Kebudayaan Nusa Tenggara dengan meramu skripsi-skripsi mahasiswa sebagai bahan mentahnya.
Obsesi yang Terbengkelai
Begitu banyaknya gagasan besar dan mutakhir yang bersemayam di benak Prof. Bagus, terkadang membuat gagasan-gagasan sebelumnya terbengkelai.
Penyusunan buku
Potret Manusia dan
Kebudayaan Nusa Tenggara
itu tidak
kunjung terealisasi.
Sebelumnya, hal serupa juga terjadi
terhadap penerbitan buku
Eka Dasa
Mengembangkan dan Mengkritisi Kebudayaan dan Pariwisata Bali
Tahap awal pandangan optimis (revitalisasi budaya Bali),
Tahap Lanjut pandangan kritis (Kajian Budaya).
Lebih berkutat di tataran dunia akademis (teoritis) terkait dengan pengembangan lembaga keilmuan (Ilmu Pariwisata dan Kajian Budaya).