• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Kerja"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

3 PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi, informasi, dan budaya merupakan pengaruh penting dalam perkembangan suatu bangsa dalam menghadapi tantangan tersebut maka modal dasar yang sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa adalah SDM, dilihat dari segi baik kuantitas maupun kualitas. Pada peningkatan dan pengembangan SDM perlu dilakukan secara berlanjut dan berkesinambungan agar dapat mencapai tujuan dalam pembangunan yang efektif dan efisien (Munfaati, 2017). Kenyataannya krisis produktivitas SDM masih saja terjadi sampai saat ini. Di Indonesia dengan tingginya angkatan kerja, dan rendahnya mutu pencari kerja serta sulitnya penyaluran karena lowongan yang terbatas sehingga menyebabkan banyaknya pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data yang termuat dari Badan Pusat Statistik (BPS 2013) jumlah angka pengangguran yang ada di Indonesia sangat besar. Jumlah pengangguran di Indonesia pada periode Agustus tahun 2013 mencapai 7,4juta orang. Lulusan SMA dan SMK paling banyak menyumbang angka pengangguran. Angka pengangguran tertinggi pada level kelulusan pendidikan pertama yaitu SMK 11,19%, SMA 9,74%, SMP 7,60%, Diploma 1/2/3 6,01%, Universitas 5,50%, dan SD 3,51% (sumber: Berita Resmi Statistik No. 78/11/Th. XVI, 6 November 2013)

Rendahnya daya saing yang ada di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah rendahnya kualitas SDM di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam peningkatan kualitas SDM harus segera dilakukan. Salah satunya yaitu melalui SDM, baik yang berbasis formal yang diselenggarakan di sekolah maupun universitas atau lembaga-lembaga yang khusus untuk keterampilan. Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan yang memiliki tujuan meningkatkan kemampuan siswa atau mahasiswanya. Oleh sebab itu, perguruan tinggi bisa dihadapkan menjadi tantangan yang berat untuk menghasilkan lulusan-lulusan terbaik yang mampu bersaing diera globalisasi.

Peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi generasi muda calon tenaga kerja merupakan tanggung jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM yang berkualitas, tangguh, dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan negara lain. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan tenaga kerja nasional yang terampil.

(2)

4

Setiap orang dituntut untuk lebih kreatif, inovatif, pintar, dan mempunyai keahlian di bidangnya, peka terhadap lingkungan sekitar dan dapat menentukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dibidangnya. Kondisi tersebut menyebabkan persaingan dalam dunia kerja semakin ketat oleh karena itu dibutuhkanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian serta keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja. Keterampilan dan keahlian seorang tenaga kerja dapat didapatkan melalui pembelajaran di instansi pendidikan atau melalui pelatihan keterampilan di lembaga pelatihan keterampilan (Munfaati, 2017).

Untuk menjawab tantangan itu adalah dengan program pendidikan diluar sekolah dalam bentuk pelatihan agar membentuk kesiapan kerja siap untuk bekerja. Pelatihan adalah faktor yang diyakini pimpinan atau manajer dalam mempengaruhi kinerja. Pelatihan kerja juga dapat dilakukan dengan sistem magang (Munfaati, 2017). Menurut Muslih (2014) magang merupakan salah satu bentuk pendidikan dan pelatihan yang akan membentuk kompetensi. Magang diadakan dengan adanya suatu perjanjian antara peserta magang dan pengusaha yang dibuat dengan cara tertulis, yang memuat ketentuan kewajiban dan hak pengusaha dan peserta pemagangan dengan jangka waktu pemagangan (Muslih, 2014). Program magang kini diharapkan dapat menjembatani antara dunia kerja dengan pendidikan. Magang dimaksudkan guna mempersiapkan seseorang dalam rangka memasuki dunia kerja dan siap untuk bekerja. Dengan melalui jalur pendidikan nonformal tersebut (latihan, training, magang) maka setiap tenaga kerja akan siap pakai.

Oemar Hamalik (2008) mengungkapkan kesiapan merupakan keadaan atau tingkatan yang harus dicapai dalam proses perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan fisik, mental, social dan emosional. Chaplin (2006) mengungkapkan kesiapan menurut kamus psikologi adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. Merujuk dari pendapat pakar tersebut dapat diartikan kesiapan kerja adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepadanya melalui pengalaman-pengalaman yang telah ia dapatkan sesuai target yang ditentukan dengan maksimal, tanpa mengalami suatu hambatan maupun kendala.

Permasalahan yang menyangkut kesiapan kerja seorang pemagang memasuki dunia kerja adalah kemampuan komunikasi. Indikasi rendahnya dalam melakukan kemampuan komunikasi terlihat dengan terdapatnya beberapa pemagang yang jarang bersosialisasi dengan rekan kerja maupun pihak yang terlibat disuatu instansi, kesulitan untuk beriteraksi dengan rekan kerja,

(3)

5

didalam pembelajaran kesulitan utuk menyatakan pendapat, ide-ide, dan gagasan. Didalam dunia kerja komunikasi merupakan hal yang sangat penting (Herfinda, 2015). Dampak yang ditimbulkan dari komunikasi yang tidak baik di dunia kerja yaitu konflik antar pegawai, sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan kerjasama, saling pengertian, dan juga kepuasan kerja. Agar komunikasi dapat berjalan efektif maka dibutuhkan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal sangat penting dilakukan untuk mendukung kelancaran komunikasi dalam sebuah organisasi. Sistem komunikasi serta hubungan antar pribadi yang baik akan meminimalisir kesenjangan antar berbagai pihak dalam organisasi dan meminimalisir rasa saling tidak percaya, kecurigaan, di lingkungan kerja (Herfinda, 2015).

Salah satu faktor untuk membentuk kinerja yang baik dan mempu siap dalam bekerja yaitu dengan adanya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuam organisasional dapat tercapai (Dubrin, 2005).

Penelitian terdahulu yang dilakukan Nurahman (2017) dengan judul “Pengaruh Pelatihan Dasar Kepemimpinan Terhadap Kesiapan Kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang” menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap Kesiapan Kerja. Begitu juga penelitian yang dilakukan Pratama dan Dewi (2018) dengan judul Komunikasi Interpersonal Memediasi Kepemimpinan Transaksional Terhadap Kinerja Karyawan di Purnayasa Tour and Travel Balimenunjukkan bahwakepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap komunikasi interpersonal. Kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Komunikasi interpersonal berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Komunikasi interpersonal secara signifikan memediasi pengaruh positif kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Dalam membedakan penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang sekarang yaitu dengan menambah variabel kepemimpinan, komunikasi interpersonal, terhadap kesiapan kerja dengan responden pemagang di suatu perusahaan.

(4)

6

Didalam suatu perusahaan atau organisasi diperlukan suatu sistem komunikasi demi keberlangsungan atau eksistensinya didalam suatu lingkungan social. Komunikasi dalam perusahaan sendiri merupakan suatu acuan bagi organisasi perusahaan dalam menjalankan atau membangun hubungan demi terciptanya tujuan perusahaan yang ingin dicapai. Tujuanya yaitu memberikan informasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu perusahaan. Perusahaaan yang menerapkan sistem komunikasi dan penyelenggara informasi salah satunya adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TELKOM) yang merupakan Perusahaan penyelenggara informasi dan Telekomunikasi (Info Comm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap yang terbesar di Indonesia. Telkom menyediakan jasa telepon tidak bergerak kabel (Fixed Wire Line), jasa telepon tidak bergerak nirkabel (Fixed Wireless), jasa telepon bergerak (Cellular), data dan internet, network, dan interkoneksi.

Penelitian ini dilakukan PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. Alasan pemilihan objek di dasarkan pada pertimbangan bahwa PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bergerak di bidang jasa layanan komunikasi yang diberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerjanya, seperti mengadakan pelatihan magang, mengembangkan kompetensi pada karyawan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti pelaksanaan magang dan cara komunikasi interpersonal disertai kepemimpinan yang baik untuk membentuk kesiapan kerja.maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KESIAPAN KERJA PARA PEMAGANG DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut: (1) Apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY? (2) Apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang di PT Telkom IndonesiaTbk Regional IV Jateng & DIY? (3) Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja para pemagang diPT Telkom Indonesia Tbk Regional IV? (4) Apakah komunikasi interpersonal dapat memediasi kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang PT Telkom IndonesiaTbk Regional IV Jateng & DIY?

(5)

7

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk menguji pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi inerpersonal para pemagang di PT Telkom IndonesiaTbk Regional IV Jateng & DIY. (2) Untuk menguji pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. (3) Untuk menguji pengaruh komunikasi Interpersona; terhadap kesiapan kerja para pemagang di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. (4) Untuk menguji pengaruh komunikasi interpersonal dalam memediasi kepemimpinan terhadap kesiapan para pemagang di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah, secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan terkait pengaruh kepemimpinan dan komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY dan secara praktisi sebagaibagi Universitas penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana informasi untuk meningkatkan kesiapan kerja dalam pengembangan sumber daya manusia dan keterampilan para pemagang khususnya kalangan siswa dan mahasiswa, bagi pemagang penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pegawai magang untuk mengetahui pentingnya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal dalam kesiapan kerja sehingga pegawai magang dapat termotivasi untuk menjalani program magang kerja, bagi perusahaandapat digunakan sebagai sumber informasi bagi perusahan mengenai kesiapan kerja bagi pemagang dan bagaimana menerapkan kepemimpinan, pelatihan magang dan komunikasi yang baik sehingga akan menghasilkan kinerja yang optimal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada seluruh pihak pemagang di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY dalam meningkatkan kesiapan kerja para pemagang nantinya saat menjadi pegawai di perusahaan dengan menggunakan gaya kepemimpinan serta ketrampilan komunikasi interpersonal yang baik dan positif.

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan Kerja

Menurut Sofyan (1992) kesiapan kerja merupakan kemampuan dari seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan yang sesuai dengan ketentuan tanpa mengalami adanya hambatan dan kesulitan dengan hasil yang maksimal dan sesuai dengan target yang ditentukan. Menurut Fitriyanto (2006) kesiapan kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan adanya

(6)

8

keserasian antara kematangan fisik, mental, serta pengalaman sehingga individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam pekerjaan atau kegiatan

Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan kerja yaitu kemampuan dan kemauan untuk langsung terjun ke dunia kerja setelah lulus pendidikan tanpa membutuhkan waktu penyesuaian yang lama di lingkungan kerja dengan didukung oleh kematangan fisik, kematangan mental serta pengalaman belajar yang sesuai kebutuhan dunia kerja. Faktor–faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja menurut Farida (2010) antara lain: 1) taraf intelegensi (kemampuan dalam berprestasi); 2) bakat khusus (keterampilan yang menonjol); 3) minat (ketertarikan pada suatu bidang); dan 4) materi pembelajaran (bahan ajar)

Manfaat Kesiapan Kerja dari kesiapan kerja menurut Ruky (2003) manfaat dari kesiapan kerja yaitu: 1) menentukan standar kerja dan harapan yang ingin dicapai; 2) sebagai alat untuk seleksi karyawan; 3) untuk memaksimalkan produktivitas; 4) sebagai dasar untuk pengembangan sistem renumerasi; 5) memudahkan adaptasi terhadap perubahan; 6) menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi.

Melihat banyaknya manfaat dari kesiapan kerja yang nantinya diperoleh maka diharuskan mempersiapkan diri dengan baik. Persiapan diri yang baik dapat memudahkan dalam memperoleh suatu pekerjaan. Tenaga kerja yang mempunyai kesiapan kerja mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Sehingga, meskipun berbeda dengan pengalaman sebelumnya, pekerja akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Ciri-ciri Pekerja yang memiliki kesiapan kerja menurut Fitriyanto (2006) ciri-ciri dari pekerja yang sudah memiliki kesiapan kerja adalah jika pekerja tersebut mempunyaipertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Memiliki pertimbangan yang logis dan objektif pekerja yang sudah siap untuk bekerja akan dapat mempunyai pertimbangan yang bukan hanya dilihat dari satu sudut saja tetapi pekerja tersebut dapat menghubungkannya dengan hal-hal yang nalar dan mempertimbangkan dengan melihat pengalaman dari orang lain;

b) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat bekerja sama dengan orang lain pada saat bekerja akan dibutuhkan adanya hubungan dengan orang banyak agar dapat menjalin suatu kerjasama, didalam dunia kerja pekerja dituntut untuk dapat berinteraksi dengan banyak orang;

(7)

9

c) Memiliki kemampuan mengendalikan diri atau emosi sangat dibutuhkan agar dalam menyelesaikan pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan benar;

d) Mempunyai sikap kritis yang dibutuhkan untuk dapat mengoreksi kesalahan yang untuk selanjutnya akan dapat memutuskan tindakan apa saja setelah koreksi tersebut. Kritis di sini bukan hanya untuk kesalahan diri sendiri tetapi juga lingkungan dimana ia hidup sehingga memunculkan inisiatif serta ide/gagasan;

e) Memiliki keberanian untuk menerima tanggung jawab secara individual dalam melakukan pekerjaan diperlukan adanya tanggung jawab untuk setiap para pekerja. Tanggung jawab akan muncul ketika telah melampaui kematangan mental serta fisik dengan disertai kesadaran yang akan timbul dari individu itu sendiri;

f) Memiliki keahlian dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan serta berkembangnya teknologi akan menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama lingkungan kerja merupakan modal agar dapat berinteraksi dengan lingkungan tersebut, hal ini dapat diawali sejak sebelum terjun ke dunia kerja yang dapat diperoleh dari pengalaman magang/praktik kerja industri ;

g) Memiliki keinginan untuk maju dan berusaha mengikuti perkembangan bidang ketrampilan. Keinginan untuk maju tersebut bisa menjadi dasar dalam munculnya kesiapan kerja karena dapatberguna untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik lagi dengan adanya keinginan untuk maju, usaha yang dilakukan salah satunya adalah dengan mengikuti perkembangan bidang ketrampilannya.

Pemagangan

Pemagangan merupakan kontrak pelatihan antara pemberi kerja dengan pekerja dimana peserta magang tersebut dapat mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu, dengan imbalan dapat bekerja secara berkelanjutan sesuai periode yang disepakati setelah mencapai kompetensi yang terukur (Udu, 2015)

Menurut Sudjana (2000), magang merupakan suatu cara untuk menyebarkan informasi yang dilakukan secara teroganisasi. Menurut Rusidi (2006), magang adalah salah satu dari mata kuliah yang harus dilaksanakan dan diselesaikan oleh setiap mahasiswa sebagai cara untuk menjadi dapat mempersiapkan diri agar menjadi SDM yang siap kerja. Magang merupakan proses belajar melalui sebuah kegiatan didunia nyata. Selain itu magang merupakan proses

(8)

10

mempraktikkan keterampilan dan pegetahuan untuk dapat menyelesaikan masalah dunia nyata yang berada disekitar.

Dari penjelasan yang telah disebutkan, maka dapat dikatakan pengertian magang bagi pemagang adalah:

Pratiwi (2009) Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan kata praktik berarti pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Prakerin atau magang atau yang sering disebut dengan on the job training (OJT), merupakan model pelatihan yang bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan pekerjaan.

Menurut Suparjono (1999) prakerin atau magang atau OJT adalah kegiatan pendidikan,pelatihan dan pembelajaran yang dilaksanakan di dunia usaha atau dunia industri yang relevan dengan kompetensi (kemampuan) pemagang sesuai bidangnya.

Menurut pengertian para pakar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa magang merupakan sebuah praktik atau pelatihan yang bertujuan untuk dapat menguasai suatu ketrampilan tertentu dibawah bimbingan dan pegawasan dari instruktur yang telah berpengalaman yang didasarkan peraturan kementrian transmigrasi dan ketenagakerjaan No.22/2009 merupakan bagian dari suatu sistem praktik atau pelatihan kerja yang di dilaksanakan secara terpadu antara pelatihan kerja yang berada di di lembaga pelatihan dengan bekerja secara lagsung dibawah pegawasan dan bimbingan instruktur atau buruh/pekerja yang dianggap lebih berpengalaman dalam proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan dalam rangka menguasai keterampilan tertentu.

Tujuan dari Pemagangan yaitu menurut Rusidi (2006) tujuan pemagangan secara khusus yaitu a) Meningkatkan pengetahuan dalam bekerja baik dari segi pegalaman kerja maupu keilmuan; b) Menerapkan keterampilan dan pegetahuan yang dimiliki untuk meningkatkan kemampuan; c) Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan kalangan masyarakat di suatu perusahaan; d) Membuka peluang bagi mahasiswa untuk mendapatkan pegalaman praktis dalam bekerja; e) Memacu motivasi mahasiswa yang memiliki minat menjadi calon tenaga kerja yang handal dan siap untuk kerja; f) Membentuk suatu kerja sama antara dunia industri dan usaha dengan perguruan tinggi; g) Menciptakan kesepadanan dan keterkaitan antara dunia kerja dengan perguruan tinggi.

(9)

11

Manfaat dari Pemagangan menurut Wati (2017) manfaat pemagangan didalam kegiatan magang dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan seluruh ilmu pegetahuan yang sudah dipelajari dibangku kuliah serta mempelajari secara detail tentang standar kerja yang profesional. Pengalaman tersebut dapat dijadikan bekal untuk menjalani jenjang karing yang sesungguhnya. Magang juga bisa menambah wawasan mengenai perkantoran dan dunia industri serta meningkatkan suatu keterampilan.

Novarina (2018) mengungkapkan pemagangan berperan penting karena di dalam pemagangan ada tujuan yaitu memberikan fasilitas tenaga kerja dengan menjembatani antara dunia kerja dengan dunia pendidikan, pemagangan juga membantu perusahaan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan menyediakan pelatihan keterampilan bagi generasi muda guna dapat mempersiapkan dalam menghadapi dunia kerja.

Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut Sutrisno (2010) kepemimpinan merupakan proses dari kegiatan seseorang untuk mendorong orang lain dengan cara memimpin dan membimbing serta dapat mempengaruhi orang lain agar dapat melakukan sesuatu untuk mancapai hasil yang diharapkan. Kepemimpinan menurut Handoko (2002) kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran

Definisi secara luas kepemimpinan diantaranya yaitu memotivasi perilaku pengikutnya untuk mencapai tujuan, mempengaruhi kelompok dan budaya agar diperbaiki, serta proses dalam mempengaruhi dan menentukan tujuan suatu organisasi. Selain itu mempengaruhi interprestasi berupa peristiwa-peristiwa oleh para pengikutnya, aktivitas-aktivitas dan pengorganisasian untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dengan kelompok kerja, hingga perolehan kerja sama dan dukungan dari orang-orang diluar organsasi atau kelompok (Rivai, 2013).

Kepemimpinan merupakan suatu bentuk pekerjaan yang di lakukan oleh seorang pimpinan atau manajer yang dapat membuat orang lain bertindak, maka dari itu kemampuan seorang pimpinan atau manajer bisa diukur melalui kemampuannya saat menggerakan orang lain dalam melaksanakan pekerjaannya.

Pada intinya seorang individu dapat disebut sebagai pimpinan bila dia bisa mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai suatu tujuan tertentu, meskipun secara formal tidak berkaitan dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu pengertian kepemimpinan dapat timbul dimanapun asal

(10)

12

terdapat unsur-unsur berikut ini yaitu: 1) Terdapat orang yang mempengaruhi; 2) Terdapat orang yang dipengaruhi; 3) Terdapat pegarahan dari orang yang mempengaruhi.

Karakteristik kepemimpinan Menurut (Handoko, 2002) dalam Bambang (2010) mengemukakan enam sifat kepemimpinan yaitu meliputi:

1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (Supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen.

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.

3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir.

4. Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.

5. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga mampu untuk menghadapi masalah.

6. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.

Komunikasi Interpersonal

Menurut Hardjana (2003) komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula. Menurut Cangara (2007) komunikasi antar pribadi ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Sedangkan menurut Uchjana (2009) komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Mirnawati (2014) komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Pengukuran variabel komunikasi interpersonal mengadaptasi dari penelitian Mirnawati (2014) yaitu perhatian, kepedulian, pelayanan tanpa membeda-bedakan status, bertukar pikiran, memberikan semangat, membangkitkan rasa percaya diri, memberikan penghargaan positif.

(11)

13

Tujuan Komunikasi Interpersonal yang dikemukakan oleh De Vito (1992) adalah: (1) pembelajaran untuk pemindahan ketrampilan dan pengetahuan dari orang lain dan dari dunia luar, (2) relasi untuk membina dan menjaga hubungan dengan orang lain, (3) mempengaruhi untuk mengatur orang lain, memanipulasi, dan mengontrol, (4) bermain untuk bersenda gurau dengan orang lain, menikmati perbincangan, bercerita, dan diskusi, (5) bantuan untuk memuaskan orang lain, melayani, dan menghibur.

Menurut De Vito (1992) untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan interpersonal terjalin maka ciri-ciri komunikasi antar pribadi terdiri dari:

a) Keterbukaan. Komunikan dan komunikator saling mengungkapkan gagasan atau ide atau permasalahan secara bebas (tidak ditutup-tutupi) dan terbuka tanpa rasa malu atau takut. Keduanya saling memahami dan saling mengerti. Dalam hal ini pemimpin sebagai komunikator dan pekerja sebagai komunikan, dan diharapkan antara pemimpin dan pekerja harus saling terbuka agar tercapai komunikasi interpersonal yang baik. b) Empati. Segala bentuk kepentingan yang dikomunikasikan dapat ditanggapi dengan

penuh perhatian oleh kedua belah pihak, terutama pemimpin ber-empati dengan pekerja yang sedang bermasalah dan mengaharapkan bantuan dan perhatian pemimpin.

c) Dukungan. Setiap gagasan atau ide yang telah disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan tersebut dapat membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Begitu juga seorang pemimpin memberikan dukungan dan semangat kepada pekerja, memberikan pelatihan dan pembelajaran, untuk dapat mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja

d) Rasa positif. Menghindarkan pada pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka buruk yang bisa mengganggu jalinan komunikasi interpersonal. Oleh karena itu pemimpin diharapkan untuk tidak berprasangka buruk terhadap pekerja dan begitu juga sebaliknya.

e) Kesamaan. Komunikasi akan menjadi lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi kuat apabila memiliki kesamaan tertentu, seperti sikap, kesamaan pandangan, kesamaan idiologi dan usia.

(12)

14

Berdasarkan dengan tinjauan pustaka mengenai pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang dengan komunikasi interpersonal sebagai variabel intervening dapat disusun keterkaitan antar variabel sebagai berikut:

1. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Komunikasi Interpersonal

Didasarkan pada penelitian Candra (2016) dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kompensasi Kinerja Pegawai Dinas Pendidikan dengan Komunikasi Interpersonal sebagai Variabel Intervening Kabupaten Solok Selatan” menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal. Dan penelitian Syahfarnas (2014) dengan judul Pengaruh kepemimpinan, komitmen Organisasi, Komunikasi Interpersonal terhadap pengaruh dan signifikan Organizational Citizenship Behavior Anggota Rotaract Club Semarang yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal. Berdasar landasan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis berikut:

H1:Kepemimpinan berpengaruh terhadap Komunikasi Interpersonal. 2. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kesiapan Kerja

Penelitian yang dilakukan Nurahman (2017) dengan judul “Pengaruh Pelatihan Dasar Kepemimpinan Terhadap Kesiapan Kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang” menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap Kesiapan Kerja yang ditunjukkan dengan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih besar dari nilai tabel pada taraf signifikansi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Kepemimpinan terhadap kesiapan kerja. Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Mardyasari dan Indarto (2017) dengan judul “Model Penguatan Kesiapan Kerja Lulusan ( Studi Pada BBPLK Semarang) yang menunjukan bahwa pelatihan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja. Berdasar landasan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis berikut:

H2: Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kesiapan Kerja. 3. Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kesiapan kerja

(13)

15

Penelitian yang dilakukan Aminudin (2013) dengan judul “Pengaruh Kedisiplinan, Kemampuan Komunikasi interpersonal dan Kecerdasan Emosional terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas Xi Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK N 1 Sedayu” menunjukkan bahwa variabel Komunikasi Interpersonal berpengaruh positif signifikan terhadap Kesiapan Kerja yang ditunjukkan dengan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih besar dari nilai tabel pada taraf signifikansi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja. Dan penelitian yang dilakukan Prasetio (2017) dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional dan kemampuan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kesiapan Kerja Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Fkip Unsangkatan 2013, 2014, 2015 dan 2016 yang menunjukan terdapat pengaruh positif dan signifikan Komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja. Berdasar landasan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis berikut:

H3: Komunikasi Interpersonal berpengaruh terhadap Kesiapan Kerja.

4. Komunikasi interpersonal dapat memediasi kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang.

Menurut Penelitian dari Pratama dan Dewi (2018) dengan menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap komunikasi interpersonal. Kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Komunikasi interpersonal berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan. Komunikasi interpersonal secara signifikan memediasi pengaruh positif kepemimpinan transaksional terhadap kinerja karyawan. Sehingga komunikasi interpersonal dapat menjadi pengaruh mediasi terhadap penelitian tersebut. Penelitin ini juga diperkuat oleh penelitian Aminudin (2013) yang menunjukan terdapat pengaruh mediasi kecerdasan emosional yang signifikan pada kemampuan komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja Hal ini ditunjukkan. Nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (signifikansi 0,05), sehingga dapat dikatakan terjadi pengaruh mediasi kecerdasan emosional pada pengaruh kemampuan komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja Berdasar landasan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis berikut:

H4: Komunikasi interpersonal dapat memediasi kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang.

(14)

16

Secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:

GAMBAR 1 Kerangka Berpikir H2

H1 H4 H3

Hipotesis:

H1: Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal. H2: Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang.

H3: Terdapat pengaruh komunikasi Interpersonal terhadap kesiapan kerja para pemagang.

H4: Komunikasi interpersonal dapat memediasi kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Menurut Kasiram (2008) penelitian ini merupakan proses pencarian hasil dengan menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis dan mengetahui keterangan mengenai apa yang ingin diketahui. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti dengan penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan objek penelitian yaitu kepemimpinan, komunikasi interpersonal, dan kesiapan kerja para pemagang di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY

Kepemimpinan (X)

Komunikasi Interpersonal

(Z)

Kesiapan kerja para pemagang

(15)

17 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan variabel independen (kepemimpinan) diukur dengan indikator antara lain kemampuan sebagai pengawas, kebutuhan prestasi, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif. Sedangkan variabel dependen (kesiapan kerja) yang pengukurannya menggunakan indikator antara lain kemampuan dalam berprestasi, keterampilan yang menonjol, ketertarikan pada suatu bidang, dan bahan ajar. Peneliti juga memasukkan variabel intervening (komunikasi interpersonal) dengan indikator antara lain keterbukaan, sikap positif, daya dukung, dan empati

TABEL 1 Pengukuran Variabel Penelitian Indikator Variabel

Variabel Definisi Indikator Indikator Empiris

Kepemimpinan Menurut Handoko (2002) kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran

A Kemampuan sebagai pengawas

Kemampuan sebagai pengawas:

(a) Pimpinan berada di tempat mengawasi pelaksanaan tugas karyawan

(b) Pimpinan dapat menjelaskan hasil kerjakaryawan sesuai dengan standar

B Kebutuhan prestasi;

Kebutuhan prestasi;

(a) Standar pekerjaan yang ditetapkan oleh pimpinan bersifat terukur dan jelas (b) Pimpinan memberikan penghargaan bagi karyawan yang memiliki prestasi kerja

(16)

18

Variabel Definisi Indikator Indikator Empiris

(a) Pimpinan menyatakan maksud (tujuan) yang penting secara sederhana (mudah dipahami)

(b) Instruksi yang diberikan pimpinan mudah dipahami dan dilaksanakan D Ketegasan : Ketegasan :

(a) Pimpinan fokus pada penyimpangan, ketidakbiasaan, perkecualian dan kesalahan dari hasil kerja saya E Kepercayaan diri: Kepercayaan diri:

(a) Pimpinan memberikan kesempatan kepada karyawan mengambil keputusan berkaitan penyelesaian tugas

(b) Pimpinan memiliki visi yang memacu F Inisiatif :

Handoko (2002)

Inisiatif :

(a)Pimpinan mempunyai ide-ide yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya (b) Pimpinan mengembangkan cara-cara untuk mendorong kinerja

Kesiapan kerja Menurut Agus Fitriyanto (2006) kesiapan kerja dapat

diartikansebagai suatu kondisi yang menunjukkan

A Kemampuan dalam berprestasi;

(a) memahami setiap pelajaran yang diterangkan

(b) bertanya apabalila kurang mengerti akan materi yang disampaikan.

(c) mempelajari kembali materi

(17)

19

Variabel Definisi Indikator Indikator Empiris

adanya keserasian antara kematangan fisik, mental, serta pengalaman sehingga individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam pekerjaan atau kegiatan B keterampilan yang menonjol

(a) menyukai pekerjaan sesuai latar pendidikan

(b) mempunyai ketrampilan pada program keahlian

(c) berusaha mengembangkan ketrampilan

C ketertarikan pada suatu bidang

(a) memilih program keahlian sesuai latar pendidikan

(b) mengikuti kegiatan-kegiatan di luar yang berhubungan dengan keahlian (c) bekerja sesuai program keahlian sesuai latar pendidikan

D bahan ajar

Farida (2010)

(a) Praktik yang saya lakukan sesuai dengan program keahlian saya.

(18)

20

Variabel Definisi Indikator Indikator Empiris

Komunikasi Interpersonal Menurut Hardjana (2003) komunikasi interpersonal merupakan interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim secara langsung dapat menyampaikan pesan, dan penerima secara langsung dapat menerima dan menanggapi pesan dari pengirim.

A Keterbukaan (a) senang dan terbuka ketika berkomunikasi

(b) mengeluarkan pendapat dalam kegiatan diskusi

(c) menyanggah dengan baik dan profesional

B Sikap positif (a) mendengarkan dengan baik ide atau gagasan atau pendapat (b) menjalankan tugas saya dengan

penuh tanggung jawab

C Daya dukung (a) memberikan kritik di luar forum rapat atau hasil keputusan rapat (b) menghargai pendapat teman atau

rekan kerja ketika diskusi (c) membantu memperjelas

pembicaraan teman atau rekan kerja apabila diminta

D Empati (a) mengucapkan terimakasih kepada teman yang telah membantu

(19)

21

Variabel Definisi Indikator Indikator Empiris

De Vito (1992) (b) Saya mengucapkan maaf kepada teman atau rekan kerja jika saya melakukan kesalahan.

(c) Saya mengucapkan tolong kepada teman atau rekan kerja ketika saya membutuhkan bantuan.

Sumber : Diolah (2019)

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini meliputi seluruh pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY yaitu sebanyak 35 pemagang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode jenuh. Pertimbangan memilih metode jenuh karena jumlah pemagang yang ada di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY sebanyak 35 orang, maka dari itu seluruh populasi digunakan sebagai sampel.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif yang digunakan yaitu jumlah para pemagang dan jumlah skor jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden yang terdiri dari data mengenai kepemimpinan, komunikasi interpersonal, dan kesiapan kerja para pemagang. Penelitian ini memakai data primer yaitu metode kuesioner. Metode kuesioner merupakan teknik yang dibuat dengan beberapa pernyataan didalamnya yang kemudian diberikan kepada responden guna mengumpulkan data yang diperlukan (Sugiyono 2010). Kuesioner ini menggunakan skala pengukuran yaitu skala likert. Skala likert merupakan skala sikap yang menggunakan 5 pilihan jawaban berupa sangat setuju dengan nilai 5, setuju dengan nilai 4, netral 3, tidak setuju dengan nilai 2, sangat tidak setuju dengan nilai 1.

Teknik Analisis Data

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Menurut Sujarweni (2015) uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak valid suatu kuesioner. Uji validitas dapat dilakukan dengan cara menghitung korelasi dari tiap butir

(20)

22

pernyataan dengan alat bantu software SPSS versi 22. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan hasil r hitung dengan r tabel dimana df = n – 2 dengan signifikansi 5%. Jika r tabel < r hitung maka indikator tersebut dinyatakan valid.

Menurut Sujarweni (2015) uji reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikata reliabel jika alat ukur tersebut konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda-beda. Uji reliabilitas menggunakan alat bantu program komputer SPSS dengan teknik Alpha Cronbach (a). Taraf signifikansi yang digunakan 5%. Ketika suatu variabel dapat menberikan Cronbach Alpha (a) > 0,60 maka dinyatakan reliabel.

Uji Asumsi Klasik

Setelah dilakukannya uji validitas dan reliabilitas, kemudian dilanjutkan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji bahwa tidak terdapat bias pada nilai estimator dari model yang digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji normalitas, uji linearitas, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas berfungsi menguji apakah dalam model regresi kepemimpinan, komunikasi interpersonal, dan kesiapan kerja mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi sebaiknya memiliki tingkat pendistribusian data normal ataupun hampir mendekati normal. Data terdistribusi normal dapat diketahui dari keadaan data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi dianggap memenuhi syarat asumsi normalitas (Sujarweni, 2015).

Selanjutnya dilakukan uji linearitas. Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier. Dua variabel tersebut dikatakan linier apabila signifikansi lebih dari 0,05 sehingga pengambilan keputusan berupa terdapat hubungan yang linier sedangkan jika signifikan dibawah 0,05 maka pengambilan keputusan berupa tidak terdapat hubungan yang linier dari kedua variabel tersebut (Sujarweni, 2015).

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Ketika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas (Sujarweni, 2015).

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika antara variabel independen terdapat korelasi yang tinggi, maka akan

(21)

23

mengganggu hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Model regresi dikatakan baik jika tidak terjadi multikolinearitas (Sujarweni, 2015).

Uji Hipotesis

Menurut Priyatno (2013) secara statistik hipotesis diartikan sebagai pernyataan dari peneliti dan belum teruji secara empiris yang diperoleh dari suatu fakta atau fenomena penelitian.Penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis) sebagai alat uji data dengan bantuan Software SPSS for windows 22.Analisis jalur (path analysis) digunakan agar mengetahui pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung dari variabel dependen terhadap variabel independen (Priyatno, 2013).Sebelum itu terlebih dahulu menguji regresi linier sederhana, uji t, dan uji koefisien determinasi.

Persamaan Linier sebagai berikut:

Model Regresi I Z = a + P1XZ + e1

Model Regresi II Y = a + P3XY + P2ZY + e2  Uji Regresi Linier Sederhana

Regresi linier sederhana digunakan untuk menguji hubungan positif atau negatif secara linier antara variabel – variabel yang digunakan dalam penyusunan hipotesis (Sujarweni, 2015). Yang diuji dalam penelitian ini adalah Hipotesis 1 (H1) yaitu variabel X terhadap variabel Z yang diuji secara individual untuk mengetahui hubungan positif atau negatif.

 Uji Regresi Linier Berganda

Yang diuji menggunakan regresi berganda yaitu Hipotesis 2 (H2) dan Hipotesis 3 (H3) untuk mengetahui hubungan positif atau negatif.

 Uji Parsial (Uji t)

Untuk membuktikan signifikansi atau tidak signifikan suatu variabel independen terhadap variabel dependen secara pervariabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan standart eror 5% (Sujarweni, 2015). Apabila thitung > ttabel maka terdapat pengaruh variabel

(22)

24

sig < 0,05 maka terdapat pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dan juga sebaliknya.

Uji Sobel (Sobel Test)

Uji Sobel atau dikenal Sobel Test pertamakali ditemukan oleh Sobel. Uji Sobel dilakukan dengan menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel kepemimpinan terhadap kesiapan kerja melalui komunikasi interpersonal kerja menggunakan rumus uji sobel. Kemudian perlu menghitung nilai t dari koefisien ab agar mengatahui apakah variabel mediasi/intervening berpengaruh atau tidak dengan rumus sebagai berikut:

t = 𝑎𝑏 𝑠𝑎𝑏

Yang nantinya nilai t hitung akan dibandingkan dengan nilai t tabel, jika nilai t hitung > nilai t tabel maka dapat disimpulkan ada pengaruh mediasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner di PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY dapat dilihat karakteristik dari responden yang mengisi kuesioner penelitian. Kuesioner disebar ke 35 responden pemagang, sehingga karakteristik responden dianalisa berdasarkan sisi demografi seperti jenis kelamin, usia, status, serta lama magang

TABEL 2 Karakteristik Responden pemagang

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin Responden

Laki-laki 15 43%

Perempuan 20 57%

Total 35 100%

(23)

25 19-23 tahun 14 40% Total 35 100% Status Mahasiswa 14 60% Pelajar 21 40% Total 35 100%

Periode Lama Magang 6 Mei 2019 – 1 Juli 2019 1 Mei 2019 – 31 Oktober 2019 29 April 2019 – 2 Agustus 2019 1 April 2019 – 30 Juni 2019 17 Desember 2018 – 17 Juni 2019 1-3 bulan 22 63% 4-6 bulan 13 37% Total 35 100% Sumber : Diolah (2019)

Pada tabel 2 dapat dilihat pada jenis kelamin yang mengisi kuesioner. Terlihat bahwa responden yang mengisi kuesioner dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang yang berarti nilai persentasenya 57,1 persen sedangkan pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang yang berarti nilai persentasenya 42,9 persen dari data pemagang yang berjumlah 35 pemagang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemagang berjenis kelamin perempuan. Dilihat pada karakteristik usia sebagian besar pemagang berumur antara 15-18 tahun 21 sebanyak orang yang berarti persentase sebesar 60,0 persen. Pada karakteristik status terlihat bahwa sebagian besar pemagang statusnya adalah pelajar dengan jumlah 21 orang yang berarti persentasenya 60 persen. Untuk lama magang, sebagian besar besar pemagang melakukan magang paling banyak selama 1- 3 bulan sebanyak 22 orang yang berarti persentase 62,9 persen.

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dilakukan dilihat pada jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian kepemimpinan terhadap kesiapan kerja dengan komunikasi

(24)

26

interpersonal, dengan pernyataan sebanyak 34 dan rentang koefisien korelasi 0,343 – 0,737 dengan demikian setiap item pernyataan dari variabel kepemimpinan, kesiapan kerja dan komunikasi interpersonal dinyatakan valid karena koefisien korelasi >0,3291.

Standart pengukuran uji reliabilitas yaitu apabila nilai Cronbach Alpha > 0,6 maka reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu kepemimpinan sebesar α = 0,714 kesiapan kerja sebesar α = 0,735 dan komunikasi interpersonal sebesar α = 0,755 jadi instrumen penelitian dinyatakan reliabel, karena nilai Cronbach Alpha > 0,6.

Uji Normalitas

Dalam melakukan uji normalitas data penelitian menggunakan uji statistik yaitu One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Data dapat dikatakan normal apabila nilai asymp. Sig. (2- tailed) > 0,05 atau nilai signifikansi 5%. Uji normalitas hasilnya dapat dilihat dari probability plot yang menjadi pembanding antara distribusi kumulatif data yang sebernarnya dengan ditribusi kumulatif dari data normal

TABEL 3 Hasil Uji Normalitas

N 35

Test Statistic 0,129 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,149 Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Hasil uji normalitas pada Tabel 5 menunjukkan bahwa uji normalitas terdistribusi normal, dengan melihat nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,149 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian kepemimpinan, kesiapan kerja dan komunikasi interpersonalberdistribusi secaranormal.

Uji Multikolinearitas

Uji asumsi ini diperiksa berdasarkan nilai VIF (Variance InflactionFactor), jika nilai VIF > 10 atau nilai tolerance > 0,1 maka tidak terjadi multikolinearitas.

(25)

27

TABEL 4 Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Perhitungan Keterangan

Tolerance VIF

Kepemimpinan 0,558 1,791 Tidak Terjadi

Multikolinearitas Komunikasi Interprsonal 0,558 1,791 Tidak Terjadi Multikolinearitas Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada tabel 6 diketahui untuk semua variabel bebas memiliki nilai tolerance sebesar 0,558> 0,1 dan nilai VIF yaitu 1,791 < 10. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antara variabel kepemimpinan dan komunikasi interpersonal.

Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji asumsi heteroskedastisitas pada model penelitian :

TABEL 5 Hasil Uji Heteroskedeastisitas Glejser

Variabel Signifikansi Keterangan

Kepemimpinan 0,222 Tidak Terjadi

Heteroskedastisitas

Komunikasi Interpersonal 0,279 Tidak Terjadi

Heteroskedastisitas Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan SPSS 22 uji asumsi heteroskedastisitas terpenuhui. Diketahui bahwa nilai signifikansi variabel kepemimpinan (X1) sebesar 0,222 dan varibael komunikasi interpersonal sebesar 0,279. Nilai signifikansi dari kedua variabel tersebut lebih besar daripada 0,05 maka disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel bebas X1 dan Z.

(26)

28 Uji Linearitas

Uji linearitas dilihat dari nilai (sig.) > 0,05 maka antara variabel bebas (X) dan variabel bebas (Y) terdapat hubungan linear secara signifikan. Sebaliknya, jika nilai (sig.) < 0,05 maka tidak terdapat hubungan linear yang signifikan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat(Y).

TABEL 6 Hasil Uji Linearitas Hubungan Variabel Deviation From

Linearity Keterangan Kepemimpinan (1) – kesiapan kerja(Y) 0,75 Linear Komunikasi interpersonal (Z) – kesiapan kerja(Y) 0,138 Linear Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Hasil pengolahan data yang telah dilakukan di SPSS menunjukkan bahwa Anova Table pada baris Deviation from Linearity memiliki nilai signifikansi 0,75 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kepemimpinan (X) dengan variabel kesiapan kerja (Y). Sedangkan untuk komunikasi interpersonal nilai signifikansi 0,138 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel komunikasi interpersonal (Z) dengan variabelkesiapan kerja(Y).

Data Diskriptif Kepemimpinan, Kesiapan kerja, dan Komunikasi Interpersonal

Dalam menentukan rentang skala likert dan rata-rata jawaban responden kuesioner dengan variabel kepemimpinan, kesiapan kerja, dan komunikasi interpersonal, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

TABEL 7 Data Nilai Interval

Range Keterangan

4.24 – 5.00 Sangat Baik

(27)

29

2.62 – 3.42 Cukup Baik

1.81 – 2.61 Tidak Baik

1.00 – 1.80 Sangat Tidak Baik Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Dalam Mengetahui kategori dari setiap variabel, penelitian harus mengetahui nilai mean. Tabel penjelasan setiap variabel yaitu sebagai berikut :

TABEL 8 Data Deskriptif Kepemimpinan

No. PernyataanVariabel Kepemimpinan Mean Kategori

1 Pimpinan saya berada di tempat mengawasi pelaksanaan tugas pemagang

3.74 Baik

2 Pimpinan saya dapat menjelaskan hasil kerja karyawan sesuai dengan standar

3.54 Baik

3 Standar pekerjaan yang ditetapkan oleh pimpinan bersifat terukur dan jelas

3.49 Baik

4 Pimpinan saya memberikan penghargaan bagi karyawan yang memiliki prestasi kerja

3.57 Baik

5 Pimpinan menyatakan maksud tujuan yang penting secara sederhana mudah dipahami

3.17 Cukup

Baik

6 Instruksi yang diberikan pimpinan mudah dipahami dan dilaksanakan

3.11 Cukup

Baik 7 Pimpinan fokus pada penyimpangan,

ketidakbiasaan, perkecualian dan kesalahan dari hasil kerja saya

3.26 Cukup

Baik

8 Pimpinan saya memberikan kesempatan kepada karyawan mengambil keputusan berkaitan

3.31 Cukup

(28)

30 penyelesaian tugas

9 Pimpinan memiliki visi yang memacu saya

3.37 Cukup

Baik 10 Pimpinan mempunyai ide-ide yang

tidak pernah saya pikirkan sebelumnya

2.71 Cukup

Baik

11 Pimpinan mengembangkan cara-cara untuk mendorong kinerja saya

3.34 Cukup

Baik

Rata-rata Kepemimpinan 3.33 Cukup

Baik Sumber : Data Primer Diolah (2019)

Pada tabel menunjukkan bahwa nilai-nilai rata variabel kepemimpinan sebesar 3,33 dengan katagori cukup baik. Untuk nilai rata-rata tertinggi yaitu dengan nilai rata-rata 3,74 dengan pernyataan “Pimpinan saya berada di tempat mengawasi pelaksanaan tugas pemagang” dan terdapat nilai rata-rata teremdah yaitu degan nilai rata-rata 2,71 dengan pernyataan “Pimpinan mempunyai ide-ide yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya”

TABEL 9 Data Deskriptif Kesiapan Kerja No. PernyataanVariabel Kesiapan

Kerja

Mean Kategori

1 Saya dapat memahami setiap pelajaran yang diterangkan.

3.89 Baik

2 Saya akan bertanya apabila saya kurang mengerti akan materi yang disampaikan.

3.46 Baik

3 Saya mempelajari kembali materi yang disampaikan.

3.20 Cukup

Baik 4 Saya berusaha memperoleh nilai

yang baik pada setiap pembelajaran.

3.86 Baik

5 Saya menyukai pekerjaan sesuai latar pendidikan saya

(29)

31 6 Saya mempunyai ketrampilan pada

program keahlian yang saya tempuh.

3.94 Baik

7 Saya berusaha mengembangkan ketrampilan yang saya miliki.

3.86 Baik

8 Saya memilih program keahlian sesuai latar pendidikan saya untuk memperoleh pengalaman dalam rangka memperoleh pekerjaan di bidang yang sama.

3.69 Baik

9 Saya tertarik mengikuti kegiatan-kegiatan di luar yang berhubungan dengan keahlian saya.

3.63 Baik

10 Saya ingin bekerja sesuai latar pendidikan saya.

3.74 Baik

11 Praktik yang saya lakukan sesuai latar pendidikan saya

3.80 Baik

12 Praktik yang saya lakukan sesuai pelajaran di sekolah

3.40 Cukup

Baik

Rata-rata Kesiapan Kerja 3.72 Baik

Sumber : Data Primer Diolah (2019)

Pada tabel menunjukan bahwa nilai rata-rata variabel kesiapan kerja sebesar 3,72 termasuk katagori baik. Nilai rata-rata tertingi sebesar 4.11 yaitu pada pernyataan “Saya menyukai pekerjaan sesuai latar pendidikan saya”. Dan terdapat pernyataan paling rendah dengan nilai rata-rata 3,20 dengan katagori cukup baik yaitu dengan pernyataan “Saya mempelajari kembali materi yang disampaikan”.

TABEL 10 Data Deskriptif Komunikasi Interpersonal No. PernyataanVariabel Komunikasi

Interpersonal

Mean Kategori

1 Saya senang dan terbuka ketika berkomunikasi dengan rekan kerja.

3.40 Cukup

Baik

(30)

32 kegiatan diskusi

3 Saya menyanggah dengan baik dan profesional jika ada rekan saya yang melakukan kesalahan.

3.37 Cukup

Baik

4 Saya mendengarkan dengan baik ide atau gagasan atau pendapat dari rekan kerja

3.11 Cukup

Baik

5 Saya menjalankan tugas saya dengan penuh tanggung jawab.

3.46 Baik

6 Saya memberikan kritik di luar forum rapat atau hasil keputusan rapat kepada teman atau rekan kerja saya.

3.20 Cukup

Baik

7 Saya menghargai pendapat teman atau rekan kerja ketika diskusi.

2.97 Cukup

Baik 8 Saya membantu memperjelas

pembicaraan teman atau rekan kerja apabila diminta.

3.09 Cukup

Baik

9 Saya mengucapkan terimakasih kepada teman yang telah membantu.

3.40 Cukup

Baik 10 Saya mengucapkan maaf kepada

teman atau rekan kerja jika saya melakukan kesalahan.

3.11 Cukup

Baik

11 Saya mengucapkan tolong kepada teman atau rekan kerja ketika saya membutuhkan bantuan.

3.26 Cukup

Baik

Rata-rata Komunikasi Interpersonal 3.26 Cukup Baik Sumber : Data Primer Diolah (2019)

Pada tabel menunjukkan bahwa nilai rata-rata variabel komunikasi interpersonal sebesar 3,26 dengan katagori cukup baik. Untuk nilai rata-rata tertinggi terdapat 2 pernyataan yaitu dengan nilai rata-rata 3,46 dengan pernyataan “Saya mengeluarkan pendapat dalam kegiatan diskusi” dan “Saya menjalankan tugas saya dengan penuh tanggung jawab”. Untuk nilai rata-rata terendah

(31)

33

dengan pernyataan “Saya menghargai pendapat teman atau rekan kerja ketika diskusi” dengan nilai rata-rata 2,97 dengan katagori cukup baik.

Uji Hipotesis

TABEL 11 Hasil Uji Regresi KepemimpinanTerhadap Komunikasi Interpersonal Coefficients Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficientss T Sig. B Std. Error Beta Constant Kepemimpinan -1.698 7.378 -.230 ,819 1.025 .201 .665 5.110 ,000

a. Dependent Variable: Komunikasi Interpersonal

Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Berdasarkan dari Standardized Coefficients, nilai koefisien beta sebesar 0,665 dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

Z = 0,633XZ + e1

Persamaan tersebut diartikan bahwa koefisien regresi kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal sebesar 0,665. Besarnya nilai error (e1) didapatkan dari perhitungan √(1 – R2) sehingga diperoleh sebesar 0,746

TABEL 12 Hasil Uji Regresi Kepemimpinan dan Komunikai Interpersonal Terhadap Kesiapan Kerja Coefficients Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficientss T Sig. B Std. Error Beta (Constant) Kepemimpinan 37,918 7,402 5,122 ,000 -,449 ,269 -,327 -1,670 ,105

(32)

34 Komunikasi

Interpersonal

,645 ,175 ,723 3,695 ,001

Dependent Variable: Kesiapan kerja

Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

Berdasarkan tabel diatas dapat dibuat persamaan sebagai berikut: Y = -0,327XY + 0,723ZY + e2

Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut:

a. Koefisien regresi kepemimpinan terhadap kesiapan kerja pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY sebesar -0,327

b. Koefisien regresi komunikasi Interpersonal terhadap kesiapan kerja pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY sebesar 0,723

c. Besarnya nilai error (e2) diperoleh dari perhitungan √(1 – R2) sehingga diperoleh sebesar

0,900 Uji Parsial (Uji-t)

TABEL 13 Hasil Uji-t Kepemimpinan Terhadap Komunikasi Interpersonal Coefficients Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficientss T Sig. B Std. Error Beta Constant Kepemimpinan -1.698 7.378 -.230 ,819 1.025 .201 .665 5.110 ,000

a. Dependent Variable: Komunikasi Interpersonal

Sumber : Diolah SPSS 22 (2019) Berdasarkan hasil uji-t maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Hasil uji-t kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal diperoleh nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (5,110> 0,169) dan nilai sig. lebih kecil dibanding α

(33)

35

(0,000 < 0,05). Hal ini berarti hipotesis (H1) diterima yang menyatakan kepemimpinan berpengaruh terhadap komunikasi interpersonal. Koefisien regresi B variabel kepemimpinan sebesar 0,663 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal adalah positif. TABEL 14 Hasil Uji-t kepemimpinan dan komunikasi interpersonalTerhadap kesiapan

kerja para pemagang Coefficients Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficientss T Sig. B Std. Error Beta (Constant) Kepemimpinan 37,918 7,402 5,122 ,000 -,449 ,269 -,327 -1,670 ,105 Komunikasi Interpersonal ,645 ,175 ,723 3,695 ,001

Dependent Variable: Kesiapan kerja

Sumber : Diolah SPSS 22 (2019)

b. Hasil uji-t kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagnag diperoleh nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (-1,670> 0,169) dan nilai sig. lebih besar dibanding α (0,105 > 0,05). Hal ini berarti (H2) ditolak yang menyatakan kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja para pemagang. Nilai koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar -0,327 dan nilainya negatif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang adalah negatif.

c. Hasil uji-t komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja para pemagang diperoleh nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (3,695> 0,169) dan nilai sig. lebih besar dibanding α (0,001 < 0,05). Hal ini berarti menerima (H3) yang menyatakan komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kesiapan kerja. Nilai koefisien regresi variabel komunikasi interpersonal sebesar 0,723 dan nilainya positif, sehingga dapat

(34)

36

dinyatakan bahwa arah pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kesiapn kerja adalah positif.

Pengujian Variabel Intervening dengan Sobel Test

Berdasarkan dari perhitungan di SPSS 22 maka dapat diketahui pengaruh variabel intervening dengan menggunakan Uji Sobel (Sobel Test)

Sab = √𝑏2 + 𝑠𝑎2+ 𝑎2𝑠𝑏2 + 𝑠𝑎2𝑠𝑏2

Sab = √0,6452+ 0,2012+ 1,02520,1752+ 0,20120,1752

Sab = √0,416025 + 0,040401 + 0,0321753906 + 0,0012372806 Sab = √0,4898386712

Sab = 0,6998847557

Berdasarkan perhitungan nilai standar eror pengaruh tidak langsung diperoleh sebesar 0,6998847557

Nilai t hitung yaitu t = 𝑎𝑏

𝑠𝑎𝑏 t = 0,661125.

0,6998847557 t = 0,9446198029

Dari perhitungan t hitung diatas diperoleh sebesar 0,9446198029 sehingga nilai t hitung lebih besar dibanding t tabel (0,9446198029 > 0,169). Sehingga disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal bisa menjadi variabel yang memediasi pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang.

Hasil Penelitian Pembahasan

1. Pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pemimpin/mentor kepada para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan regresi diperoleh nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,000 < 0,05) dan dari nilai t-hitung lebih besar

(35)

37

dibanding nilai t-tabel (5,110 > 0,169). Koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar 0,665 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa pengaruh kepemimpinan terhadap komunikasi interpersonal adalah positif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Candra (2016) menyatakan bahwa komunikasi merupakan faktor dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang baik bagi pemimpin dan bawahan dan bawahan sesama dengan bawahan. Komunikasi diperlukan untuk menjalin hubungan saling menghormati, menghargai, toleransi, dalam mencapai satu tujuan yaitu mensukseskan pekerjaan yang baik sesuai dengan harapan untuk kemajuan organisasi. Hal ini berarti kepemimpinan dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal agar dapat membentuk kesiapan kerja dalam suatu organisasi di perusahaan. Dilihat pada nilai koefisien regresi bernilai positif sehingga ketika penerapan kepemimpinan atau memberikan mentoring oleh para pemagang maka secara otomatis komunikasi interpersonal para pemagang juga akan meningkat Dengan adanya pemimpin, para pemagang dalam melaksanakan aktivitas kerja sehari-hari di suatu perusahaan dapat memberikan pengaruh pada komunikasi interpersonal. Dibuktikan ketika para pemagang menjalankan aktifitas pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pembelajaran yang diajarkan oleh pemimpin, para pemagang mempelajari, mendengarkan, dan menyelesaikan tugas dari pemimpin/mentornya dengan penuh tanggung jawab. Jadi pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY yang memberikan pelatihan kepemimpinan akan meningkatkan komunikasi interpersonal para pemagang itu sendiri.

Nilai rata-rata jawaban responden pada data kuesioner dilihat dari dimensi kemampuan sebagai pengawas sebesar 3,74 yang artinya penerapan kepemimpinan untuk pemagang pada dimensi kemampuan sebagai pengawas dapat dikatakan baik. Pada dimensi kebutuhan berprestasi, nilai rata-rata jawaban responden sebesar 3,49 yang artinya penerapan kepemimpinan untuk pemagang pada dimensi kebutuhan berprestasi dapat dikatakan baik. Kemudian pada dimensi kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif dengan asing-masing nilai rata-rata jawaban responden sebesar kecerdasan (3,17), ketegasan (3,26), kepercayaan diri (3,31), inisiatif (2,71) yang artinya penerapan kepemimpinan untuk pemagang pada dimensi kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif dalam katagori cukup baik

Hasil uji variabel kepemimpinan berpengaruh positif terhadap komunikasi interpersonal, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hafizurrachman (2011)

(36)

38

menyatakan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komunikasi interpersonal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Syahfarnas (2014) yang menyatakan kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dan mampu meningkatkan komunikasi yang efektif.Sehingga kepemimpinan berpengaruh terhadap komunikasi interpersonal.

2. Pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. Dibuktikan dengan hasil pengujian regresi memperoleh nilai sig. lebih besar dibanding α (0,105 > 0,05) dan dari nilai t-hitung lebih kecil dibanding nilai t-tabel (-1,670 < 0,169). Nilai koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar -0,327 dan nilainya negatif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh kepemimpinan terhadap kesiapan kerja para pemagang adalah negatif.

Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya. Penelitin yang dilakukan oleh Nurahman (2017) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara program pelatihan dasar kepemimpinan terhadap kesiapan kerja peserta pelatihan di BBPLK Semarang. modal dasar yang sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa adalah SDM, dilihat dari segi baik kuantitas maupun kualitas. Untuk meningkatkan kualitas SDM diperlukanya program pendidikan baik itu formal maupun nonformal, pendidikan nonformal dapat dilakukan dengan adanya pelatihan khususnya pelatihan magang atau praktik kerja industri yang bertujuan untuk membentuk kesiapan kerja. Studi mengenai magang/pengaruh praktek kerja industri terhadap kesiapan kerja telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu.Pada studi yang dilakukan oleh Santi, Maureen Evita (2013) menunjukkan bahwa magang/praktek kerja industri terbukti berpengaruh tidak signifikan terhadap kesiapan kerja. Oemar Hamalik (2008) mengungkapkan kesiapan merupakan keadaan atau tingkatan yang harus dicapai dalam proses perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan fisik, mental, social dan emosional. Kepemimpinan memiliki peran penting dalam mempengaruhi kesiapan kerja. Menurut data deskriptif kesiapan kerja dalam katagori baik tetapi dalam penelitian ini kepemiminan tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja hal ini ditunjukan pernyataan “Praktik yang saya lakukan sesuai latar pendidikan saya” dan “Praktik yang saya lakukan sesuai pelajaran di sekolah” kenyataan dilapangan pernyataan tersebut tidak sesuai dengan apa yang dipraktikan selama melakukan praktik magang

(37)

39

pemagang hanya menjalankan perintah pemimpin/mentor akan tetapi kurang sesuai dengan bidangnya keadaan tersebut membuat seorang pemagang tidak dapat mengembangkan keterampilan, oleh karena itu perlu halnya peran pemimpin untuk mengajarkan dan memanfaatkan para pemagang agar setelah selesai melakukan pelatihan magang dapat meningkatkan kesiapan kerja yang nantinya bermanfaat dalam peningkatan SDM.

Hasil uji variabel kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja para pemagang, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Susyanto, 2019) menyatakan bahwa kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja.

3. Pengaruh komunikasi Interpersonal terhadap kesiapan kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kesiapan kerja para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY. Hal tersebut disimpulkan dari nilai sig. yang diperoleh lebih kecil dibanding α (0,001 < 0,05) dan dari nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (3,695 > 0,169). Nilai koefisien regresi variabel komunikasi interpersonal sebesar 0,723 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kesiapan kerja para pemagang adalah positif.

Kemampuan untuk membangun sebuah komunikasi dalam sebuah organisasi tidaklah mudah, dibutuhkan pemahaman serta interaksi sosial yang baik antara atasan dengan bawahan. De Vito (1992) mengungkapkan komunikasi interpersonal memberi peranan yang sangat besar bagi seorang pekerja atau seluruh pekerja dalam satu organisasi itu sendiri seperti adanya keterbukaan antar rekan kerja, empati, dukungan, rasa positif diantara pekerja dan kesetaraan. Sehingga segala kemungkinan yang menyebabkan kesalahpahaman yang berdampak negatif bagi pekerja itu sendiri tetapi juga yang berdampak negatif bagi organisasi dapat diminimalisir dan tujuan utama dari apa yang sudah direncanakan dapat tercapai secara maksimal. Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut maka diharapkan kepemimpinan dan komunikasi interpersonal mempunyai pengaruh besar dalam membentuk kesiapan dalam bekerja. Dilihat pada nilai koefisien regresi bernilai positif sehingga ketika komunikasi interpersonal para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY meningkat maka otomatis kesiapan kerja para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk Regional IV Jateng & DIY juga akan meningkat.

Nilai rata-rata jawaban responden pada kuesioner dilihat dari dimensi keterbukaan sebesar 3,40 yang artinya tingkat komunikasi interpersonal para pemagang PT Telkom Indonesia Tbk

Gambar

GAMBAR 1 Kerangka Berpikir  H2
TABEL 1 Pengukuran Variabel Penelitian  Indikator Variabel
TABEL 2 Karakteristik Responden pemagang
TABEL 3 Hasil Uji Normalitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik kuesioner ini dilakukan dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden (para siswa kelas IX SMP Negeri 1 Sukawati dan SMP Negeri 1 Blahbatuh) yang

Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan. Berdasarkan hasil akhir dari penelitian lapangan disimpulkan bahwa pelaksanaan MBS di SMPN 11 kota Jambi sudah sesuai.

Setelah melalui beberapa tahapan seperti konsep, pendesainan, dan perwujudan karya yang panjang akhirnya terciptalah karya kriya kayu dengan judul ³Elang dan Tali

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat lima nilai pendidikan karakter yang termuat dalam buku kumpulan dongeng suku Mbojo di antaranya: (1) peduli sosial;

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa :1) Terbatasnya pengetahuan guru tentang tugas utama sebagi pekerjaan profesi di SD Negeri 1 Cigantang; 2) Sebagian besar guru

Rajah di bawah menunjukkan susunan radas bagi satu sel kimia yang digunakan untuk menyalakan sebuah mentol?. Diagram

Faedah yang diperoleh para subjek selama taat menjalankan ibadah dan membangun hubungan baik dengan Allah mempunyai dasar orientasi masing-masing.Jaeger (dalam Subandi,

Pengembangan ayam buras sebagai ternak lokal dapat mempunyai peran untuk hal tersebut karena ayam buras merupakan sumber protein hewani yang sehat dan mempunyai