• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOLOGI DAN MORFOMETRI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MORFOLOGI DAN MORFOMETRI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN TAPANULI UTARA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

ERWIN LEONARDO MANALU 140306008

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

MORFOLOGI DAN MORFOMETRI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Oleh:

ERWIN LEONARDO MANALU 140306008

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

i

(4)

ii

ABSTRAK

ERWIN LEONARDO MANALU, 2019: “

MORFOLOGI DAN MORFOMETRI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

”. Dibimbing oleh HAMDAN dan NURZAINAH GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang morfologi dan morfometri kerbau lumpur berdasarkan Analisis Komponen Utama. Melalui identifikasi morfologi dan morfometri kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara, diharapkan akan diketahui lokasi yang terbaik untuk pengembangan kerbau lumpur melalui pengamatan di tujuh kecamatan dengan populasi kerbau terbanyak di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamatan Pagaran dan Kecamatan Muara. Sampel yang diperoleh sebanyak 200 ekor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan analisis Komponen Utama yang dengan penggunaan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penciri khusus kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara adalah dalami dada, lingkar dada, tinggi pundak, tinggi pinggul, dan lebar dada untuk ukuran serta penciri bentuk adalah lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan, dan tinggi pinggul untuk bentuk Kerbau lumpur yang memiliki skor bentuk paling besar terdapat di Kecamatan Pagaran dan ukuran kerbau lumpur yang paling besar terdapat di Kecamatan Sipahutar.

Kata kunci : Kerbau lumpur, morfologi kerbau lumpur, morfometri kerbau lumpur, analisis komponen utama, Kabupaten Tapanuli Utara.

(5)

iii

ABSTRACT

ERWIN LEONARDO MANALU, 2019: “MORPHOMETRIC ANALYSIS OF SWAMP BUFFALO (bubalus bubalis) NORTH TAPANULI DISTRICT NORTH SUMATRA”. Under Supervised by HAMDAN and NURZAINAH GINTING.

This study aims to obtain information about swamp bufallo morphology and morphometry based on Principal Component Analysis. It is expected that through the identification of morphology and morphometry of swamp bufallo in North Tapanuli District, North Sumatra, it is expected the best location fot the development of swamp bufallo is observed in five sub-districts with the most bufallo populations in North Tapanuli District, Pagaran Sub-district, Sipahutar Sub-district, Siborong-Borong Sub-district, Sipoholon Sub-district, and Muara Sub-district. The sample obtain was 200 buffaloes. The method used in this study is a survey mtehod using the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) program.

The result showed that the characteristics of swamp bufallo in North Tapanuli District were in the chest, chest circumference, shoulder height, hip height, and wide chest for size. Chest circumference, shoulder height, body length, and hip height for shape characteristics. Swamp bufallo who scored the greatest shape contained in the Pagarag sub-district and size swamp buffalo most of these are in Sipahutar sub-district.

Keywords: Swamp buffalo, morphology of swamp buffalo, morphometrics of swamp buffalo, principal component analisys, North Tapanuli district

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Morfologi Dan Morfometri Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) di Kabupaten Tapanuli Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Hamdan S.Pt., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas akademia di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

(7)

v

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Geografis Wilayah ... 4

Kerbau ... 5

Kerbau Lumpur ... 7

Populasi Kerbau Lumpur di Kab. Tapanuli Utara ... 9

Perkembangan Ternak Kerbau ... 11

Morfometri ternak Kerbau ... 11

Morfologi Ternak Kerbau ... 13

Pengukuran Tubuh ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Metode Penelitian ... 17

Parameter Penelitian ... 17

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian ... 20

Pengukuran Morfometrik Ternak Kerbau Lumpur ... 22

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Lumpur ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Ciri Khas Kerbau Lumpur... 9

Tabel 2. Data Statistik Jumlah Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara ... 14

Tabel 3. Ciri-ciri Kerbau Lumpur ... 15

Tabel 4. Jumlah Sampel Kerbau Lumpur yang akan diukur ... 16

Tabel 5. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Pagaran ... 23

Tabel 6. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Pagaran ... 23

Tabel 7. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Sipahutar ... 24

Tabel 8. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Sipahutar ... 24

Tabel 9. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Siborong-Borong ... 24

Tabel 10. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Siborong-Borong ... 25

Tabel 11. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Sipoholon ... 25

Tabel 12. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Sipoholon ... 25

Tabel 13. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Muara ... 26

Tabel 14. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Muara ... 26

(9)

vii

Tabel 15. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Pagaran ... 27 Tabel 16. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Sipahutar ... 27 Tabel 17. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Siborong-Borong ... 28 Tabel 18. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Sipoholon ... 28 Tabel 19. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Muara ... 29 Tabel 20. Penyimpulan penciri ukuran dan bentuk tubuh kerbau lumpur di

Kecamatan Pagaran, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamatan Sipoholon, dan Kecamatan Muara ... 30

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Grafik 1. Peta Kabupaten Tapanuli Utara ... 4 Grafik 2. Morfometri Kerbau Lumpur ... 14 Grafik 3. Skema Pengukuran Tubuh Kerbau Lumpur ... 17 Grafik 4. Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Lumpur di Kecamatan Pagaran, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamaran Sipoholon, dan Kecamatan Muara ... 31

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau merupakan hewan ternak besar yang populasinya paling sedikit jika dibandingkan dengan sapi. Bahkan dari tahun ke tahun populasi kerbau semakin menurun. Ada beberapa penyebab penurunan jumlah populasi ternak kerbau diantaranya tingkat reproduksi kerbau yang rendah dan tingkat pemotongan kerbau itu sendiri yang sangat tinggi setiap tahunnya.

Kerbau dapat berkembang dalam rentang agroeksistem yang luas, oleh sebab itu kerbau dapat ditemukan hampir diseluruh provinsi Indonesia. Terdapat dua bangsa kerbau yang dipelihara di Indonesia yaitu kerbau rawa atau biasa diebut dengan kerbau lumpur dan kerbau sungai. Kerbau sungai hanya terdapat di Sumatera Utara dengan populasi yang terbatas dan biasa dipelihara untuk diproduksi susunya (Diwyanto dan Subandrio,1995). Pengembangan kerbau di Sumatera Utara memiliki potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu regional Sumatera Utara. Haloho dan Yufdi (2006) menyatakan bahwa sekitar 40% pemenuhan kebutuhan daging di Sumatera Utara diperoleh dari daging kerbau.

Kerbau mempunyai keistimewaan dibandingkan sapi yaitu dapat hidup dikawasan yang relatif sulit. Saat ini kerbau masih belum termanfaatkan secara maksimal walaupun sudah ada upaya di beberapa didaerah Indonesia untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan utama ternak kerbau sampai saat ini adalah sumber protein hewani berupa daging dan sebagai hewan pekerja membajak sawah.

(12)

2

Kerbau memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai ternak pekerja maupun sumber keragaman pangan hewani bagi manusia. Untuk pengembangan potensi ini, diperlukan upaya peningkatan mutu kerbau baik secara kualitas maupun kuantitas, khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan karakteristik morfometrik tubuh subpopulasi kerbau dari suatu lokasi, sehingga akan bermanfaat untuk meningkatkan mutu genetiknya. Kerbau lumpur banyak diternakkan di kalangan masyarakat petani yang tersebar di seluruh daerah Kabupaten Tapanuli utara yang terdiri dari dataran tinggi, dataran sedang dan dataran rendah dari permukaan laut.

Kualitas kerbau Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran, sebagai akibat penurunan mutu genetik dan faktor lain seperti manejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Penurunan produktivitas selain dicerminkan dengan penurunan bobot badan sebagai akibat dari penurunan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kerbau, juga disebabkan faktor genetik karena upaya pemuliaan yang belum terarah.

Pelestarian keragaman ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfologi dan morfometrik pada bangsa kerbau lokal Indonesia. Identifikasi morfologi dan morfometrik dilakukan dengan cara menentukan ukuran dan bentuk pada masing-masing sapi lokal berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU).

Bentuk sangat dipengaruhi faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi

(13)

faktor lingkungan. Tujuan pemeliharaan kerbau juga turut mempengaruhi keragaman ukuran pada kerbau-kerbau yang ada di Indonesia

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang morfologi dan morfometri kerbau lumpur berdasarkan Analisis Komponen Utama di Kabupaten Tapanuli Utara

Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan morfologi dan morfometeri dilihat dari penciri bentuk dan penciri ukuran kerbau lumpur pada beberapa Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara yang dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian selanjutnya mengenai ciri khas ternak kerbau, untuk melakukan kebijakan program pemuliaan kerbau oleh Dinas Peternakan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas sumatera Utara.

(14)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Geografis Wilayah

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kultur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 %), landai (26,86 %), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %). Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 1° 20’ - 2° 41’ Lintang Utara dan 98°05’–99°16’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu: Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Tengah.

Gambar 1. Peta Kabupaten Tapanuli Utara

(15)

Kerbau

Kerbau adalah mamalia besar dan kuat, berwarna gelap dan bertanduk besar. Kerbau liar biasanya hidup dalam kelompok yang berisikan beberapa ekor dan suka tinggal didekat air karena senang berlumpur. Kerbau air biasanya ditemukan didaerah basah Asia. Hanya sedikit yang masih liar, karena kebanyakan dipelihara manusia untuk membantu di ladang (Fandon, 2008).

Secara umum, kerbau bertambah berat sejak lahir sampai dengan umur 2,5 tahun. Dewasa kelamin kerbau rawa biasa dicapai pada umur 3 tahun (betina) dan sekitar 4 tahun (jantan). Sedangkan kerbau sungai mencapai dewasa kelamin relatif lebih awal dari pada kerbau rawa. Sampai umur 72 bulan, ternak kerbau jenis lumpur jantan relatif masih terus tumbuh ukuranya. Dibandingkan ternak sapi yang tumbuh lebih cepat namun berhenti di awal, maka kerbau tumbuh lambat namun terus bahkan bisa sampai umur 9 - 10 tahun (Murti, 2002).

Umur rata-rata pertama kawin pada kerbau rawa adalah 40 bulan dan rata- rata beranak pertama kali pada umur 54 bulan. Seperti halnya tipe kerbau sungai nondeskripsi, juga terdapat beberapa varian pada kerbau rawa. Kerbau rawa yang besar dari Thailand bisa mempunyai berat lebih dari 900 kg sedangkan carabao dari Filipina atau kerbau air yang kecil dari Kalimantan bisa mempunyai berat hanya 370 kg atau bahkan lebih kecil (Castillo, 2004).

Umumnya semua tipe kerbau domestik (Bubalus bubalis) dibagi menjadi dua kelompok yaitu kerbau sungai (River buffalo) dengan tanduk melingkar ke bawah, dan kerbau rawa atau kerbau lumpur (Swamp buffalo) yang mempunyai tanduk melengkung ke belakang. Kedua kelompok kerbau ini mempunyai sifat biologis yang berbeda. Kerbau sungai menunjukkan kesenangan terhadap air

(16)

6

mengalir yang bersih, sedangkan kerbau lumpur suka berkubang dalam lumpur, rawa-rawa dan air menggenang. Kerbau tipe lumpur biasa digunakan sebagai ternak kerja, untuk nantinya dipotong sebagi penghasil daging dan tidak pernah sebagai penghasil susu, sedangkan kerbau sungai merupakan tipe penghasil susu.

Populasi ternak kerbau di Indonesia hanya sekitar 2% dari populasi dunia.

Populasi kerbau di Indonesia sebagian besar merupakan kerbau lumpur dan hanya sedikit kerbau sungai di Sumatera Utara yaitu kerbau Murrah yang dipelihara oleh masyarakat keturunan India dan kerbau ini biasanya digunakan sebagai penghasil susu (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).

Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia yaitu kerbau rawa (Swamp buffalo) berjumlah sekitar 95% dan sisanya dalam jumlah yang kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai (Riverine buffalo) terdapat di Sumatera Utara.

Keduanya dapat dibedakan dengan membandingkan antara lain melalui ukuran morfometrik dan morfologi tubuhnya yang termasuk sifat kuantitatif serta sifat kualitatifnya (Ditjen peternakan, 2006).

Dhanda (2006) menyatakan kerbau adalah hewan ruminansia dari famili Bovidae yang berkaki empat dan memiliki empat puting susu. kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika.

Kerbau lokal di Asia dikenal dengan beberapa istilah sesuai dengan daerahnya, antara lain Bhanis di India, Al- Jamoss di negara-negara Arab, Karbu di Malaysia dan Kerbau di Indonesia.Kerbau adalah hewan bertulang besar, kompak (masif) dengan badan tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar.

(17)

Kerbau termasuk ke dalam Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Kelas:

Mammalia, Ordo: Ungulata, Famili: Bovidae, Subfamili: Bovinae, Genus:

Bubalis. Terdapat dua spesies kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus) dan kerbau hasil domestikasi yaitu Asian Buffalo (Bubalus).

Kerbau Lumpur

Ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan salah satu komoditas peternakan di Indonesia yang potensial dalam menghasilkan daging. Kebutuhan mayarakat akan daging tiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk Indonesia. Peranan ternak kerbau cukup signifikan dalam menunjang program swasembada daging kerbau tahun 2014, dilihat dari jumlah populasi kerbau sebanyak 2,2 juta ekor dan dihasilkan produksi daging sebesar 46 ribu ton atau sebesar 2% dari jumlah produksi daging nasional, sedangkan kontribusi daging kerbau sebesar 19% (DITJENNAK, 2012).

Pada kerbau rawa tidak ditemukan warna kulit coklat atau abu-abu coklat seperti yang terjadi pada kerbau sungai. Konformasi tubuhnya berat dan padat, ukuran tubuh dan kaki relatif pendek, perut luas dengan leher panjang. Muka mempunyai dahi yang datar dan pendek dengan moncong luas. Bentuk tanduk biasanya melengkung ke belakang. Bobot badan lebih ringan dibanding kerbau sungai (Fahimuddin, 1975). Cockrill (1974) menguraikan kerbau rawa memiliki konformasi tubuh berat dan padat, kaki pendek dan perut luas, lehar panjang dahi datar, muka pendek dan moncong luas, tinggi pundak kerbau rawa betina 120-127 cm dan jantan berkisar 129-133 cm. Laporan Erdiansyah (2008) didapati bahwah kerbau rawa jantan memiliki lingkar dada 161 cm, panjang badan 119 cm dan pada kerbau rawa betina lingkar dada 176 cm, panjang badan 119 cm.

(18)

8

Bubalus bubalis biasanya disebut sebagai kerbau rawa karena hidupnya tergantung pada ketersediaan air (Borghese and Moioli, 2000). Pemberian nama latin kerbau lumpur (Swamp buffalo) yang telah didomestikasi atau Carabao (Phillipina) yang baru adalah Bubalusbubalis carabanensis untuk membedakannya dengan kerbau sungai (Bubalus bubalis) (Castillo, 2004).

Kerbau lumpur akan dapat ditemukan di hutan tropis dan subtropis serta pada padang rumput yang basah. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai hewan hewan yang sangat bergantung pada keberadaan air karena kebiasaannya untuk berkubang dalam sungai atau lumpur. Karena perilaku inilah kerbau lumpur dapat ditemukan di habitat basah seperti hutan, sungai, padang rumput, atau di daerah rawa. Habitat yang cocok dengan hewan ini adalah campuran dari rerumputan tinggi dan sungai, karena kawasan seperti ini akan mendukungnya untuk makan, minum ataupun kebutuhannya untuk berkubang. Kerbau lumpur sangat menyukai air dan berpotensi untuk dikembangkan di pedesaan. Karena perilaku inilah kerbau lumpur dapat ditemukan di habitat basah seperti hutan, sungai, padang rumput, atau di daerah rawa (Sethi, 2003).

Habitat kerbau lumpur (Swamp buffalo) adalah rawa. Kerbau lumpur merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki bentuk tubuh yang besar dan padat. Ciri-ciri bagian muka kerbau lumpur adalah dahi datar, muka pendek, moncong lebar dan terdapat bercak putih disekitar mata.

Kerbau termasuk hewan primitif yang memiliki leher panjang, sanggup hidup dengan makanan yang sederhana, cendrung hidup dan berkembang biak di daerah yang cukup air. Dengan potensi ini, kerbau merupakan ternak yang memiliki

(19)

kemampuan sangat tinggi dalam mencerna serat kasar dibandingkan ternak ruminansia lain.

Tabel 1. Ciri Khas Kerbau Lumpur

No. Pengamatan Kerbau Lumpur

1. Penampilan umum Pendek dan gemuk (stocky animal); lingkar dada besar; tanduk besar meyakinkan

2. Berat badan Jantan = 500 kg Betina = 400 kg 3. Tinggi Gumba Jantan = 135 cm

Betina = 130 cm

4. Tubuh Pendek gemuk, lebar, lingkar dada lebar, kaki pendek dan lurus, bahu kecil

5. Tanduk Melebar, menyabit, mendatar, muka datar.

6. Warna bulu Abu-abu dan adanya bercak putih pada bagian atas leher kulit warna kebiruan sampai abu-abu hitam kadangkala terdapat warna albino.

7. Ambing susu Kurang berkembang dengan baik, kecil dan terlalu jauh ke belakang (dekat ke kaki belakang), air susu yang dihasilkan tidak mampu mencukupi anaknya (1 liter/hari).

8. Pertumbuhan Lambat dalam mencapai dewasa,umurnya melewati 3 tahun.

9. Lama kebuntingan Berkisar antara 325 – 330 hari.

10. Habitat asli Lahan berawa-rawa.

Sumber : Fahimudin (1975)

Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara

Pertumbuhan popuasi yang kurang mengembiraan dikarenakan beberapa sebab diantaranya adalah masyarakat yang memiliki kerbau hanya sebagai keeper (bukan sebagai produsen atau breeder), penyusutan luasan padang pengembalaan dan daya dukungnya secara signifikan (Dwiyanto dan Handiwirawan, 2006) perhatian peternak terhadap penyakit kurang baik dalam manajemen pemeliharaan. Pengetahuan peternak yang kurang baik dan tingkah laku biologi

(20)

10

kerbau yang sering menyebabkan kerbau tidak dapat berproduksi sesuai yang diharapkan.

Kabupaten Tapanuli Utara adalah mempunyai populasi kerbau yang banyak yaitu sebanyak 9.339 ekor. Dari 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara populasi kerbau yang tertinggi berada di Kecamatan Siborong- Borong yakni sebanyak 2.813 ekor, sementara populasi kerbau terendah berada di Kecamatan Pahae Julu yakni sebanyak 3 ekor.

Tabel 2. Data Statistik Jumlah Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara No. Kecamatan Jumlah Kerbau (ekor)

1. Parmonangan 768

2. Adiankoting 38

3. Sipoholon 832

4. Tarutung 288

5. Siatas Barita 129

6. Pahae Julu 3

7. Pahae Jae 18

8. Purba Tua 37

9. Simangumban 12

10. Pangaribuan 1.068

11. Garoga 43

12. Sipahutar 1.394 13. Siborong-Borong 2.813

14. Pagaran 910

15. Muara 986

Total 9.339 ekor

Sumber: Dinas Perikanan dan Perternakan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015

(21)

Perkembangan Ternak Kerbau

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya populasi kerbau secara umum disebabkan oleh pemeliharaan seadanya dengan cara dilepas bahkan ditengah- tengah pemukiman penduduk pedesaan, tidak dikandangkan dan kurangnya pemantauan dari pemilik ternak. Rendahnya populasi juga disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, pemotongan ternak betina produktif, mutu pakan ternak rendah, tidak dilakukan perkawinan silang, dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi (Susilawati, 2009). Bioteknologi memberikan suatu peluang untuk memperbaiki efisiensi reproduksi pada kerbau dan dengan memasukkan materi genetik dapat mempercepat produktivitas kerbau, aplikasi yang paling penting pada kerbau adalah menghasilkan pejantan unggul untuk tujuan IB (Said dan Tappa, 2009).

Variasi ukuran terjadi antara spesies yang berbeda, bahkan pada spesies yang sama. Beberapa faktor yang membatasi ukuran dan bentuk hewan ternak adalah faktor genetik, pakan, toksisitas, rasio luas permukaan terhadap volume, dan faktor pembatas struktural (Salako dan Ngere, 2002). Yang diinginkan dari peternak adalah ternak yang menguntungkan seperti berproduksi tinggi, jumlah kelahiran yang tinggi, pertumbuhan yang cepat, mortalitas rendah dan efisiensi pakan yang tinggi (Fahmy dan Bernard, 1972). Produktivitas ternak ditingkatkan melalui perbaikan genetik, seleksi, persilangan dan melalui perbaikan lingkungan (Lasley, 1978). Diketahui bahwa untuk menghasilkan persilangan yang unggul harus disilangkan antara kedua kambing (ternak), karena jarak genetik terjauh akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami heterosis dalam persilangan (Hamdan., et al 2018).

(22)

12

Morfometri Ternak Kerbau

Morfometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan variasi dan perubahan dalam bentuk dan ukuran dari organisme, meliputi pengukuran panjang dan analisis kerangka suatu organisme. Studi morfometri didasarkan pada sekumpulan data pengukuran yang mewakili variasi bentuk dan ukuran hewan (ternak). Dalam biologi hewan (ternak) pengukuran morfometri digunakan untuk mengukur ciri-ciri khusus dan hubungan variasi dalam suatu taksonomi populasi hewan (ternak). Variasi morfometri suatu populasi pada kondisi geografi yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan struktur genetik dan kondisi lingkungan (Tzeng et al., 2000). Oleh karena itu, sebaran dan variasi morfometri dan morfologi yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan fisik tempat hidup ternak tersebut serta pengaruh factor genetic kerbau lumpur.

Pelestarian keragaman ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada bangsa kerbau lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik dilakukan dengan cara menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing- masing kerbau lokal berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU). Bentuk sangat dipengaruhi faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi faktor lingkungan. Tujuan pemeliharaan kerbau juga turut mempengaruhi keragaman ukuran pada kerbau-kerbau yang ada di Indonesia.

Aspek morfometrik tubuh meliputi tujuh ukuran-ukuran tubuh yang diukur dengan tongkat ukur (cm) dan pita ukur (cm) dengan teknik pengukuran sebagai

(23)

berikut: a) tinggi pundak (TP) adalah jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah, b) tinggi pinggul (TPi) adalah jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, c) lebar pinggul (LPi) adalah jarak lebar antara kedua sendi pinggul, panjang badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi tulang Processus spinocus sampai dengan benjolan tulang tapis (os ischium), d) lingkar dada (LD) diukur melingkar tepat di belakang scapula, e) dalam dada (DD) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, dan f) lebar dada (LeD) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) mulai dari bagian kiri hingga ke kanan (Andreas,et.al, 2011).

Gambar 2. Morfometri Kerbau Lumpur Morfologi Ternak kerbau

Kuantitatif

Informasi ukuran tubuh ternak kerbau hanya sedikit dibandingkan dengan ternak sapi, padahal ukuran tubuh ini penting dalam manajemen produksi ternak.

Pengukuran tubuh ternak sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Saleh, 1982). Tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada merupakan parameter yang sering digunakan untuk mempelajari fenotifik kerbau. Lingkar dada memiliki nilai korelasi tertinggi untuk penentuan bobot badan,

(24)

14

sehingga peubah ini sering digunakan untuk kriteria seleksi dan memilih calon bibit.

Chantalakhana dan Skunmum (2002) meneliti ukuran tubuh kerbau rawa dibeberapa negara Asia. Ukuran tubuh kerbau rawa di China misalnya memiliki tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada pada jantan berurutan 129, 143 dan 188 cm;

sedangkan pada betina berurutan 124, 132 dan 179 cm. Kerbau rawa di Malaysia untuk ketiga ukuran tubuh tersebut dilaporkan pada jantan berurutan 129, 123 dan 183 cm; pada betina berurutan 121, 121 dan 180 cm. Ukuran tubuh kerbau rawa di Thailand pada jantan berurutan 129, 144 dan 197 cm; serta pada betina berurutan 123, 134 dan 182 cm.

Pengamatan morfometrik kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia sudah dilaporkan sejumlah penelitian. Penelitian Hidayat (2007) di Propinsi Banten, misalnya pada kerbau jantan melaporkan tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada berurutan 121, 121 dan 166 cm; sedangkan pada betina berurutan 117 , 110 dan 171 cm. Kerbau rawa di Provinsi Sumatera Utara untuk ketiga ukuran tubuh tersebut pada jantan berurutan 126, 118 dan 182 cm; sedangkan betina berurutan 118, 117 dan 168 cm. Penelitian Kampas (2008) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki tinggi pundak, tinggi pinggul, panjangbadan, lebar pinggul, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada berurutan 128, 126, 135, 31, 96, 78 dan 194 cm; sedangkan pada betina berurutan 126, 124, 134, 31, 95, 77 dan 193 cm.

Sifat Kualitatif

Kerbau rawa memiliki kulit coklat kehitam-hitaman, berkembang di Asia Tenggara diantaranya Vietnam, Kamboja, Thailand, Philipina, Malaysia dan Indonesia (Siregar et al., 1996). Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa biasanya berwarna abu-abu dengan warna yang lebih cerah di bagian kaki. Warna

(25)

yang lebih terang dan menyerupai garis kalung juga terdapat di bawah dagu dan leher.

Penelitian Robbani (2009) melaporkan bahwa kerbau rawa di Kabupaten Bogor sebagian besar memiliki tanduk melingkar ke belakang, warna kulit abu-abu gelap, warna kaki dominan putih, unyeng-unyeng terdapat di kepala dan memiliki garis kalung Double. Erdiansyah (2008) melaporkan bahwa kerbau rawa di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat memiliki tanduk melingkar ke atas, garis kalung Double, warna kaki putih, unyengunyeng terdapat di pinggang dan jenis teracak

mangkok. Kampas (2008) melaporkan bahwa kerbau rawa di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara memiliki warna kulit abu-abu gelap, tanduk melingkar ke atas, garis kalung Double, unyeng-unyeng.

Tabel 3. Ciri-ciri Kerbau Lumpur

Kriteria Kerbau Lumpur

Warna tubuh Abu muda

Warna putih pada leher Ada

Warnan kaki bawah Putih

Bentuk tanduk Melengkung

Jumlah kromosom 48 kromosom

Sumber: Castillo (2004).

Pengukuran Tubuh

Penggunaan ukuran tubuh selain untuk menaksir bobot badan dan karkas, dapat juga untuk memberikan gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa ternak tertentu (Diwyanto, 1982). Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan luar dan produksi adalah bangsa ternak, daya dukung wilayah, teknologi yang diserap, pendidikan dan pengelolaan dari usaha ternak.

(26)

16

(27)

17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 sampai dengan Bulan Desember 2018 di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku acuan pengukuran morfometrik kerbau lumpur. Kerbau yang sudah dewasa tubuh dan dewasa kelamin berumur 3 tahun sebanyak 200 ekor

No. Kecamatan Jumlah Kerbau (ekor)

1 Pagaran 33

2 Sipahutar 46

3 Siborong-Borong 57

4 Sipoholon 26

5 Muara 38

Total 200

Alat

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tongkat ukur dan pita ukur untuk mengukur tubuh ternak, alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran tubuh kerbau, kamera untuk alat pengambilan dokumentasi lampiran penelitian dan komputer yang dilengkapi program Statistical Packages for the Social Science (SPSS) untuk alat bantu pengolahan data.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran langsung terhadap tinggi pundak, tinggi pinggul, lingkar dada, lebar dada, dalam

(28)

18

dada, panjang badan, dan lebar pinggul kerbau lumpur. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu sampel ditentukan berdasarkan kriteria mencapai umur dewasa tubuh. Pemilihan kecamatan dilakukan berdasarkan jumlah populasi ternak kerbau terbanyak yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara. Dari hasil pengukuran dilakukan analisis dengan metode Analisis Komponen Utama. Jumlah kerbau yang diukur adalah 200 ekor.

Parameter

Parameter (variabel) yang diamati dalam penelitian ini adalah lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pundak, panjang badan, tinggi pinggul dan lebar pinggul

Gambar 1. Skema Pengukuran Tubuh Kerbau

Keterangan: Nomor 1-7 berurutan adalah 1) Lingkar dada, 2) Lebar dada, 3) Dalam dada, 4) Tinggi pundak, 5) Panjang badan, 6) Tinggi pinggul dan, 7) Lebar pinggul (Sitorus dan Anggraeini, 2008).

Bagian bagian tubuh kerbau yang diukur (dinyatakan dalam satuan cm) dan definisinya diuraikan debagai berikut:

1. Lingkar dada (X1) diukur melingkar tepat dibelakang scapula menggunakan pita ukur.

(29)

2. Lebar dada (X2) adalah jarak antara penjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan pita ukur.

3. Dalam dada (X3) merupakan jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

4. Tinggi pundak (X4) jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

5. Panjang badan (X5) adalah garis lurus dari tepi tulang processus spinocus sampai dengan benjolan tulang lapis (os ischium), diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

6. Tinggi pinggul (X6) adalah jarak tertingi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

7. Lebar pinggul (X7) diukur dengan tongkat ukur sebagai jarak lebar antara kedua sendi pinggul (Erdiansyah, 2008).

Analisis Data

Data ukuran tubuh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama. Pengolahan data dengan menggunakan Analisis Komponen Utama dilakukan dengan model matematika sebagai berikut:

Yp= a1pX1 + a2pX2 + a3pX3 + a4pX4 + ....+ anpXn

Keterangan :

Yp = komponen utama ke-p

a1p, a2p, ...anp = vektor ciri/vektor Eigen ke-1,...., n pada komponen utama ke-p X1, X2,...,Xn = peubah-peubah yang diamati yaitu: (tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada)

- X1 = LD - X5 = PB

(30)

20

- X2 = LeD - X6 = TPi - X3 = DD - X7 = LP - X4 = TPu

Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa komponen utama pertama dinyatakan sebagai vektor ukuran, sedangkan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk. Keeratan hubungan antara peubah asal dan komponen utama dapat dilihat melalui besarnya koefisien korelasi antara peubah asal dan komponen utama itu.

(31)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 15 kecamatan. terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 150-1.700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah daratannya adalah 3.793,71 km², sementara luas perairan Danau Toba 6,60 km². Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 %), landai (26,86

%), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %).

Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 1° 20’ - 2° 41’ Lintang Utara dan 98°05’–99°16’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif letak Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah (BPS, 2013).

Kecamatan Pagaran

Pagaran merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Indonesia. Secara astronomis Kecamatan Pagaran berada pada titik koordinat 02 º 16’ - 02 º 14’ LU 98 º 46’ - 98 º 55’ BT.

Secara geografis terletak sekitar 1.100 s/d 1.400 Meter diatas permukaan laut.

Pusat kecamatan ini berada di desa Sipultak. Kecamatan Pagaran terdiri dari 14 desa yaitu Banua Luhu, Dolok Saribu, Hasibuan, Lubis, Lumban Ina Ina, Lumban

(32)

22

Julu, Lumban Motung, Lumban, Silintong, Pagaran, Parhorboan, Sibaragas, Simamora Hasibuan, Sipultak, dan Sipultak Dolok. Luas daerah ini adalah sekitar 138,05km² dengan jumlah penduduknya sekitar 16,885 dan kepadatan penduduk sekitar 112 jiwa/km2. Rata-rata curah hujan adalah sekitar 1.036 mm/tahun, dengan hari hujan sekitar 104 hari/tahun. (BPS Pagaran, 2018).

Kecamatan Muara

Muara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Indonesia. Pusat kecamatan ini berada di desa Huta Nagodang. Kecamatan ini terdiri dari 15 desa, yaitu : Aritonang, Bariba Niaek, Batu Binumbun, Dolok Martumbur, Huta Ginjang, Huta Lontung, Huta Nagodang, Papande, Sampuran, Sibandang, Silali Toruan, Silando, Simatupang, Sitanggor, dan Unte Mungkur.

Secara astronomis Kecamatan Muara terletak pada titik koordinat 02º 15’ - 02º 22’ LU 98º 49’ - 980 58’BT. Secara geografis terletak sekitar 900 s/d 1.700 Meter diatas permukaan laut. Luas daerah di Kecamatan ini adalah sekitar 79,75 km² dengan jumlah penduduk sekitar 13.459 jiwa, serta kepadatan penduduk sekitar 169 jiwa/km². Rata-rata curah hujan adalah sekitar 2.060 mm/tahun, dengan hari hujan sekitar 147 hari/tahun. (BPS Muara, 2018).

Kecamatan Siborong-Borong

Siborong-Borong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Indonesia. Secara astronomis Siborong-Borong terletak pada titik koordinat 2° 12' 55.955" LU 99° 2' 5.993" BT. Secara geografis terletak sekitar 1.100 s/d 1.500 Meter diatas permukaan laut.Siborong-Borong terdiri dari 20 desa, yaitu : Bahal Batu I, Bahal Batu II, Bahal Batu III, Hutabulu, Lobu Siregar I, Lobu Siregar II, Lumban Tongatonga, Paniaran, Parik Sabungan, Pohan

(33)

Jae, Pohan Julu, Pohan Tonga, Siaro, Siborongborong I, Siborongborong II, Sigumbang, Silaitlait, Sitabotabo, Sitabotabo Toruan, dan Sitampurung. Ibukota kecamatan ini berada di kelurahan Pasar Siborong-borong. Luas daerah Siborong- borong adalah sekitar 279,91 km². Jumlah penduduk sekitar 45.088, dengan kepadatan 161 jiwa/km². Rata-rata curah hujan adalah sekitar 1.390 mm/tahun, dengan hari hujan sekitar 149 hari/tahun. (BPS Siborong-Borong, 2018).

Kecamatan Sipahutar

Sipahutar adalah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari 25 desa, ibukota kecamatan Sipahutar berada di desa Sipahutar. Secara astronomis Kecamatan Sipahutar berada di titik koordinat 02 º 01’ - 02 º 14’ LU 98 º 57’ - 99 º 16’BT. Secara geografis terletak sekitar 1.000 s/d 1.460 Meter diatas permukaan laut. Luas daerah sekitar 408,22 Km² dengan kepadatan sekitar 61 jiwa/km². Rata-rata curah hujan adalah sekitar 3.043 mm/tahun, dengan hari hujan sekitar 196 hari/tahun.

(BPS Sipahutar, 2018).

Kecamatan Sipoholon

Sipoholon adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari 15 desa dan 1 kelurahan. Ibukota kecamatan ini berada di desa Sipoholon. Secara astronomis, kecamatan ini terletak pada titik koordinat 02º 00’ - 02º 06’ LU 98º 45’ - 98º 58’BT. Secara geografis terletak sekitar 900 s/d 1.200 Meter diatas permukaan laut. Luas daerah Kecamatan sipoholon adalah sekitar 189,20 Km² dengan kepadatan 120 jiwa/km². Rata-rata curah hujan adalah sekitar 2.538 mm/tahun, dengan hari hujan sekitar 129 hari/tahun. (BPS Sipoholon, 2018)

(34)

24

Pengukuran Morfometrik Ternak Kerbau Lumpur

Pengamatan yang dilakukan melibatkan 200 ekor ternak kerbau lumpur yang terdiri dari 33 ekor dari Kecamatan Pagaran, 46 ekor dari Kecamatan Sipahutar, 57 ekor dari Kecamatan Siborong-Borong, 26 ekor dari Kecamatan Sipoholon, dan 38 ekor dari Kecamatan Muara.

Tabel 5 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur jantan Kecamatan Pagaran, Tabel 6 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur betina Kecamatan Pagaran, Tabel 7 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur jantan Kecamatan Sipahutar, Tabel 8 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur betina Kecamatan Sipahutar, Tabel 9 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur jantan Kecamatan Siborong-Borong, Tabel 10 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur betina Kecamatan Siborong-Borong, Tabel 11 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur jantan Kecamatan Sipoholon, Tabel 12 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur betina Kecamatan Sipoholon, Tabel 13 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur jantan Kecamatan Muara, Tabel 14 menyajikan data ukuran linier tubuh ternak kerbau lumpur betina Kecamatan Muara.

Tabel 5. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Pagaran

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

187,4500 ± 1,53116 43,5000 ± 1,46723 72,0700 ± 0,92021 124,7800 ± 3,53673 132,0400 ± 1,16433 120,4100 ± 1,59252 54,9750 ± 1,10208

0,81 3,37 1,27 2,83 0,88 1.32 2,00

10 10 10 10 10 10 10

(35)

Tabel 6. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Pagaran

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

183,4348 ± 2,83867 42,7717 ± 0,65241 64,5109 ± 2,83793 120,8826 ± 3,25362 131,7478 ± 1,32798 117,8870 ± 4,00106 54,1522 ± 1,13001

1,54 1,52 4,39 2,69 1,00 3,39 2,08

23 23 23 23 23 23 23 Berdasarkan penggabungan data Tabel 5 dan 6, di dapatkan hasil bahwa panjang badan kerbau lumpur di Kecamatan Pagaran merupakan ukuran linier tubuh yang paling seragam karena memiliki persentase koefisien keragaman yang paling kecil, sedangkan ukuran linier tubuh yang paling beragam adalah dalam dada.

Tabel 7. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Sipahutar

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

183,8654 ± 3,50686 43,3462 ± 3,01479 70,9385 ± 2,76180 123,9154 ± 3,89868 130,9692 ± 3,90670 129,9308 ± 3,52595 59,1192 ± 5,88018

1,90 6,95 3,89 3,14 2,98 2,71

9,94 13

13 13 13 13 13 13 Tabel 8. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Sipahutar

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

180,8712 ± 4,82106 41,7424 ± 2,54067 63,8182 ± 2,93901 126,4970 ± 4,07565 127,3939 ± 5,19302 130,0212 ± 2,74997 50,4924 ± 2,09397

2,66 6,08 4,60 3,22 4,07 2,11

4,14 33

33 33 33 33 33 33

(36)

26

Berdasarkan penggabungan data Tabel 7 dan 8, di dapatkan hasil bahwa lingkar dada kerbau lumpur di Kecamatan Sipahutar merupakan ukuran linier tubuh yang paling seragam karena memiliki persentase koefisien keragaman yang paling kecil, sedangkan ukuran linier tubuh yang paling beragam adalah lebar pinggul.

Tabel 9. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Siborong-Borong

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

184,5294 ± 4,49642 44,0441 ± 2,15464 63,9882 ± 3,08522 125,6235 ± 2,36446 130,1353 ± 2,96457 122,9941 ± 2,48809 54,3382 ± 2,22897

2,43 4,89 4,82 1,88 2,27 2,02 4,10

17 17 17 17 17 17 17

Tabel 10. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Siborong-Borong

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

182,0838 ± 2,65200 42,6937 ± 1,46595 61,6025 ± 2,38580 122,3200 ± 2,40002 130,8600 ± 2,46564 119,5025 ± 2,27726 51,5250 ± 1,73833

1,45 3,43 3,87 1,96 1,88 1,90

3,37 40

40 40 40 40 40 40

Berdasarkan penggabungan data Tabel 9 dan 10, di dapatkan hasil bahwa panjang badan kerbau lumpur di Kecamatan Siborong-Borong merupakan ukuran linier tubuh yang paling seragam karena memiliki persentase koefisien keragaman yang paling kecil, sedangkan ukuran linier tubuh yang paling beragam adalah dalam dada.

(37)

Tabel 11. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Sipoholon

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

185,1500 ± 2,27134 55,3333 ± 6,12713 74,2333 ± 2,20696 130,0000 ± 4,06448 131,7167 ± 2,76942 127,7167 ± 2,53726 55,5000 ± 4,00312

1,22 11,07

2,97 3,12 2,10 1,98

7,21 6

6 6 6 6 6 6

Tabel 12. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Sipoholon

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

181,7200 ± 5,87789 44,0375 ± 4,73944 67,3850 ± 3,33581 126,7700 ± 4,19023 128,7750 ± 3,28006 123,0600 ± 3,50104 53,4125 ± 5,11208

3,23 10,76

4,95 3,30 2,54 2,84

9,57 20

20 20 20 20 20 20 Berdasarkan penggabungan data Tabel 11 dan 12, di dapatkan hasil bahwa lingkar dada kerbau lumpur di Kecamatan Sipoholon merupakan ukuran linier tubuh yang paling seragam karena memiliki persentase koefisien keragaman yang paling kecil, sedangkan ukuran linier tubuh yang paling beragam adalah lebar dada.

Tabel 13. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur jantan di Kecamatan Muara

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

183,8929 ± 3,25032 51,9821 ± 3,16754 76,3071 ± 2,96271 130,4500 ± 1,57126 133,9143 ± 2,11582 127,0571 ± 1,53358 56,8036 ± 1,76281

1,76 6,09 3,88 1,20 1,57 1,20

3,10 14

14 14 14 14 14 14

(38)

28

Tabel 14. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan Muara

Peubah yang

Diamati

Hasil Pengukuran (cm) Koefisien Keragaman (%)

N (ekor) Lingkar Dada (X1)

Lebar Dada (X2) Dalam Dada (X3) Tinggi Pundak (X4) Panjang Badan(X5) Tinggi Pinggul (X6) Lebar Pinggul (X7)

181,3438 ± 2,55995 48,0625 ± 2,08156 71,5750 ± 0,88034 128,7083 ± 2,54898 130,4625 ± 1,23739 125,1625 ± 2,68698 54,4479 ± 0,65100

1,41 4,33 1,22 1,98 0,94 2,14 1,19

24 24 24 24 24 24 24 Berdasarkan penggabungan data Tabel 13 dan 14, di dapatkan hasil bahwa panjang badan kerbau lumpur di Kecamatan Muara merupakan ukuran linier tubuh yang paling seragam karena memiliki persentase koefisien keragaman yang paling kecil, sedangkan ukuran linier tubuh yang paling beragam adalah lebar dada.

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Lumpur

Hasil olahan Analisis Komponen Utama (AKU), menghasilkan kesimpulan perbedaan dan persamaan morfologi dan morfometri kerbau lumpur tiap subpopulasi, yakni Kecamatan Pagaran, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamatan Sipoholon dan Kecamatan Muara.

Tabel 15. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Pagaran

Persamaan KT

(%)

Nilai eigen Ukuran : 0,598X1 + 0,560X2 + 0,799X3 + 0,792X4 + 0,515X5

+ 0,673X6 + 0,498X7

41,457 2,902 Bentuk : 0,552X1 + 0,477X2 -0,299X3 -0,535X4 + 0,516X5

-0,611X6 + -0,611X7

24,691 1,728

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa Keragaman Total (KT) dari persamaan ukuran tubuh sebesar 41,457% yang menggambarkan nilai keragaman tertinggi dalam persamaan ukuran. Nilai Eigen pada persamaan ukuran tubuh sebesar 2,902. Penciri ukuran tubuh kerbau lumpur Kecamatan Pagaran adalah

(39)

dalam dada (X3), dengan vektor Eigen dalam dada sebesar 0,799. Keragaman Total pada bentuk tubuh didapatkan sebesar 24,691% dengan Nilai Eigen sebesar 1,728. Penciri bentuk tubuh kerbau lumpur Kecamatan Pagaran adalah lingkar dada (X1) dengan vektor Eigen lingkar dada sebesar 0,552.

Tabel 16. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Sipahutar

Persamaan KT

(%)

Nilai eigen Ukuran : 0,937X1 + 0,845X2 + 0,784X3 + 0,525X4 + 0,903X5

+ 0,815X6 + 0,613X7

61,982 4,339 Bentuk : 0,074X1 - 0,008X2 - 0,494X3 + 0,764X4 + 0,107X5

+ 0,309X6 - 0,694X7

20,303 1,421

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa Keragaman Total (KT) dari persamaan ukuran tubuh sebesar 61,982% yang menggambarkan nilai keragaman tertinggi dalam persamaan ukuran. Nilai Eigen pada persamaan ukuran tubuh sebesar 4,339. Penciri ukuran tubuh kerbau lumpur Kecamatan Sipahutar adalah lingkar dada (X1), dengan vektor Eigen lingkar dada sebesar 0,937. Keragaman Total pada bentuk tubuh didapatkan sebesar 20,303% dengan Nilai Eigen sebesar 1,421. Penciri bentuk tubuh kerbau lumpur Kecamatan Sipahutar adalah tinggi pundak (X4) dengan vektor Eigen tinggi pundak sebesar 0,764.

Tabel 17. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Siborong-Borong

Persamaan KT

(%)

Nilai eigen Ukuran : 0,829X1 + 0,704X2 + 0,688X3 + 0,897X4 + 0,641X5

+ 0,885X6 + 0,820X7

61,822 4,328 Bentuk : 0,372X1 + 0,130X2 - 0,326X3 - 0,291X4 + 0,662X5

- 0,337X6 - 0,049X7

12,871 0,901

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa Keragaman Total (KT) dari persamaan ukuran tubuh sebesar 61,822% yang menggambarkan nilai keragaman tertinggi dalam persamaan ukuran. Nilai Eigen pada persamaan ukuran tubuh

(40)

30

sebesar 4,328. Penciri ukuran tubuh kerbau lumpur Kecamatan Siborong-Borong adalah tinggi pundak (X4), dengan vektor Eigen tinggi pundak sebesar 0,897.

Keragaman Total pada bentuk tubuh didapatkan sebesar 12,871% dengan Nilai Eigen sebesar 0,901. Penciri bentuk tubuh kerbau lumpur Kecamatan Siborong- Borong adalah panjang badan (X5) dengan vektor Eigen panjang badan sebesar 0,662.

Tabel 18. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Sipoholon

Persamaan KT

(%)

Nilai eigen Ukuran : 0,610X1 + 0,770X2 + 0,830X3 + 0,773X4 + 0,390X5

+ 0,902X6 + 0,625X7

51,559 3,609 Bentuk : -0,556X1 + 0,120X2 -0,052X3 + 0,287X4 + 0,739X5

+ 0,162X6 -0,584X7

18,885 1,322

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa Keragaman Total (KT) dari persamaan ukuran tubuh sebesar 51,559% yang menggambarkan nilai keragaman tertinggi dalam persamaan ukuran. Nilai Eigen pada persamaan ukuran tubuh sebesar 3,609. Penciri ukuran tubuh kerbau lumpur Kecamatan Sipoholon adalah tinggi pinggul (X6), dengan vektor Eigen tinggi pinggul sebesar 0,902.

Keragaman Total pada bentuk tubuh didapatkan sebesar 18,885% dengan Nilai Eigen sebesar 1,322. Penciri bentuk tubuh kerbau lumpur Kecamatan Sipoholon adalah panjang badan (X5) dengan vektor Eigen panjang badan sebesar 0,739.

Tabel 19. Persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau lumpur Kecamatan Muara

Persamaan KT

(%)

Nilai eigen Ukuran : 0,781X1 + 0,899X2 + 0,812X3 + 0,691X4 + 0,764X5

+ 0,721X6 + 0,794X7

61,279 4,290 Bentuk : 0,051X1 - 0,144X2 - 0,379X3 + 0,655X4 - 0,257X5

+ 0,677X6 - 0,436X7

18,722 1,311

(41)

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa Keragaman Total (KT) dari persamaan ukuran tubuh sebesar 61,279% yang menggambarkan nilai keragaman tertinggi dalam persamaan ukuran. Nilai Eigen pada persamaan ukuran tubuh sebesar 4,290. Penciri ukuran tubuh kerbau lumpur Kecamatan Muara adalah lebar dada (X2), dengan vektor Eigen lebar dada sebesar 0,899. Keragaman Total pada bentuk tubuh didapatkan sebesar 18,722% dengan Nilai Eigen sebesar 1,311.

Penciri bentuk tubuh kerbau lumpur Kecamatan Muara adalah tinggi pinggul (X6) dengan vektor Eigen tinggi pinggul sebesar 0,677.

Tabel 20. Penyimpulan penciri ukuran dan bentuk tubuh kerbau lumpur di Kecamatan Pagaran, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamatan Sipoholon, dan Kecamatan Muara

Morfometri Kerbau lumpur

Kecamatan

Penciri Ukuran Pagaran Sipahutar Siborong- Borong

Sipoholon Muara Dalam Dada

(X3)

Lingkar Dada (X1)

Tinggi Pundak (X4)

Tinggi Pinggul (X6)

Lebar Dada (X2)

66,80 ± 3,11 * 184,65 ± 3,11 122,06 ± 3,75 118,65 ± 3,83 42,99 ± 1,00

65,83 ± 4,32 181,71 ± 4,65 * 125,76 ± 4,15 129,99 ± 2,94 42,19 ± 2,74

62,31 ± 2,81 182,81 ± 3,45 123,30 ± 2,81 * 120,54 ± 2,82 43,09 ± 1,79

68,96 ± 4,25 182,51 ± 4,42 127,51 ± 4,30 124,13 ± 3,82 * 46,64 ± 6,93

73,31 ± 2,98 182,28 ± 3,05 129,35 ± 2,37 125,86 ± 2,48 49,50 ± 3,14 * Penciri Bentuk

Lingkar Dada (X1)

Tinggi Pundak (X4)

Panjang Badan (X5)

Tinggi Pinggul (X6)

184,65 ± 3,11 * 122,06 ± 3,75 131,83 ± 1,28 118,65 ± 3,83

181,71 ± 4,65 125,76 ± 4,15 * 128,40 ± 5,08 129,99 ± 2,94

182,81 ± 3,45 123,30 ± 2,81 130,64 ± 2,61 * 120,54 ± 2,28

182,51 ± 4,42 127,51 ± 4,30 129,45 ± 3,36*

124,13 ± 3,82

182,28 ± 3,05 129,35 ± 2,37 131,73 ± 2,31 125,86 ± 2,48*

Ket : * Penciri khusus setiap kecamatan.

(42)

32

Hasil di atas dapat diketahui bahwa untuk penciri ukuran kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara adalah dalam dada, lingkar dada, tinggi pundak,tinggi pinggul, dan lebar dada, sedangkan penciri bentuk adalah lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan, dan tinggi pinggul.

Berdasarkan hasil Tabel 20 yang menjadi penciri khusus di Kecamatan Pagaran adalah dalam dada, di Kecamatan Sipahutar adalah lingkar dada, di Kecamatan Siborong-Borong adalah tinggi pundak, Kecamatan Sipoholon adalah tinggi pinggul dan di Kecamatan Muara adalah lebar dada. Jika ditinjau dari Tabel 20, untuk menentukan ternak kerbau lumpur yang memiliki ukuran yang paling besar sulit ditentukan, sehingga dibutuhkan untuk membentuk diagram penyebaran (scatter plot), untuk melihat ternak kerbau lumpur yang paling besar sekaligus menampilkan hubungan morfologi dan morfometri di setiap kecamatan.

Gambar 4. Kerumunan Data Skor Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Lumpur di Kecamatan Pagaran, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamaran Sipoholon, dan Kecamatan Muara

(43)

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa ternak kerbau lumpur yang memiliki ukuran paling besar adalah di Kecamatan Sipahutar dibandingkan dengan keempat Kecamatan lainnya yang ditunjukkan dengan letak kerumunan data pada bagian paling kanan grafik, sedangkan ternak kerbau lumpur yang memiliki skor bentuk yang paling besar terdapat di Kecamatan Pagaran yang ditunjukkan dengan letak kerumunan data pada bagian paling atas grafik.

Berdasarkan Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa antara morfologi dan morfometri ternak betina dan jantan di tiap kecamatan tidak jauh berbeda.

Morfologi dan morfometri kerbau lumpur di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara dan Kecamatan Sipahutar tidak saling berhubungan, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan morfologi dan morfometri kerbau lumpur di 3 Kecamatan tersebut.

Morfologi dan morfometri kerbau lumpur di Kecamatan Siborong-Borong dan Kecamatan Sipoholon saling berhubungan serta memiliki morfologi dan morfometri yang cukup tinggi, hal ini dapat disebabkan salah satunya oleh jarak antara Kecamatan Siborong-Borong dan Sipoholon cukup dekat sehingga terdapat kemiripan antara keadaan topografi, lingkungan, keadaan cuaca maupun keadaan iklim yang sesuai dengan habitat hidup kerbau lumpur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sethi (2003) yang menyatakan bahwa kerbau lumpur dapat diklasifikasikan sebagai hewan hewan yang sangat bergantung pada keberadaan air karena kebiasaannya untuk berkubang dalam sungai atau lumpur. Karena perilaku inilah kerbau lumpur dapat ditemukan di habitat basah seperti hutan, sungai, padang rumput, atau di daerah rawa karena kawasan seperti ini akan

(44)

34

mendukung untuk ketersediaan pakan, minum dan kebutuhannya untuk berkubang.

Morfologi dan morfometri kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki ciri khas masing-masing dari setiap kecamatan, sehingga pelestarian keragaman ternak sangat diperlukan dalam upaya untuk mempertahankan sifat- sifat khas kerbau yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang seperti melakukan persilangan dan juga seleksi, sesuai dengan pernyataan Tzeng et al (2000) yang menyatakan bahwa sebaran dan variasi morfometri dan morfologi yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan fisik tempat hidup ternak tersebut serta pengaruh faktor genetik kerbau lumpur.

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa yang menjadi penciri ukuran ternak kerbau lumpur di Kabupaten Tapanuli Utara adalah dalam dada, lingkar dada, tinggi pundak, tinggi pinggul, dan lebar dada, sedangkan penciri bentuk kerbau lumpur adalah lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan, dan tinggi pinggul yang ditinjau berdasarkan ketinggian daerah dari permukaan laut.

Berdasarkan hasil diagram kerumunan (scatter plot), diketahui bahwa populasi ternak kerbau lumpur dengan ukuran yang paling besar terdapat di Kecamatan Sipahutar sedangkan populasi ternak kerbau lumpur dengan skor bentuk yang paling besar terdapat di Kecamatan Pagaran.

Saran

Disarankan kepada Balai Peternakan agar melakukan perbaikan kualitas kerbau dengan persilangan dan juga seleksi di Kabupaten Tapanuli Utara.

(46)

36

DAFTAR PUSTAKA

Andreas E., Anggraeni. A., Sumantri C., Praharani, Dudi., 2011. Estimasi Jarak Genetik Kerbau Rawa Lokal Melalui Pendekatan Analisis Morfologi.

Balai Penelitian Ternak. Bogor

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara (2015). BPS. Kabupaten Tapanuli Utara

Badan Pusat Statistik Muara. 2018. Kecamatan Muara dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Badan Pusat Statistik Pagaran. 2018. Kecamatan Pagaran dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Badan Pusat Statistik Siborong-Borong. 2018. Kecamatan Siborong-Borong dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Badan Pusat Statistik Sipahutar. 2018. Kecamatan Sipahutar dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Badan Pusat Statistik Sipoholon. 2018. Kecamatan Sipoholon dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Baruselli PS. 2001. Journal effect of body condition score at Cavling on Postpartum Reproductive Performance in Bufallo. J. Bufallo 17 : 53-65.

Casstilo, L.S. 2004. New Scientific Name of the Domesticated Swamp Buffalo, The Carabao –Bubalus Bubalis Carabanensis. Proceedings 7th World Buffalo Conggress. 20-23 October, 2004: 72-77. Makati City, Philippines.

Dhanda, O. P. 2006. Buffalo Production Scenario in India Opportunities and Challenges. Proceedings International Seminar The Artificial Reprodictive Biotechnologies for Buffaloes. ICARD and FFTC-ASPAC Bogor, Indonesia.

Dinas Perikanan dan Perternakan Kabupaten Tapanuli Utara, 2015. Data Statistik Jumlah Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012. Pedoman Teknis Pengembangan Perbibitan Kerbau Tahun 2012. Direktorat Jenderal Peternakan Deptan. RI. Jakarta.

(47)

Erdiansyah E., Anggraeini A., 2008. Keragaman Fenotipe Dan Pendugaan Jarak Genetik Antara Subpopulasi Kerbau Rawa Lokal Di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Fahmy, M.M. dan C.S. Bernard. 1972. Interrelations between some reproductive traits in swine. Can. J. Anim. Sci. 52:39.

Fandon. 2008. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Haloho, L dan P. Yufdi. 2006. Kondisi Ternak Kerbau di Kawasan Agropolitan dataran Tinggi Bukit Barisan, Sumatera Utara. Prosiding Lokakarya Nasional Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi.

Sumbawa, 4-6 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bekerjasama dengan Direktorat pembibitan Ditjend Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Daerah Sumbawa. Bogor. Hlm : 170-177.

Hamdan., H. Saputra., E. Mirwandhono., Hasnudi., I. Sembiring., S. Umar., N.

Ginting., and Alwiyah. 2018. Genetic distance estimates and variable factors distinguishing between goat Kacang, Muara and Samosir. IOP Conference Series : Earth and Environtmental Science 122 012130.

Hasinah, H. dan Handiwirawan. 2006. Keragaman Genetik Ternak Kerbau di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Trnak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. 2006. Pusat Penilitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Indarmawan, Suryaningsih S, Abulias MN, Bhagawati D, Nuryanto A.

2012. Petunjuk Praktikum Taksonomi Hewan. Universitas Soedirman Purwokerto.

Lasley, T.J. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice Hall of India Private Ltd. New Delhi.

Said S. dan B. Tappa. 2009. Perkembangan Kerbau Belang (“Tedong Bonga”) di Pusat Penelitian Bioteknologi Lipi Cibinong, Jawa Barat dengan Teknologi Reproduksi. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Peningkatan Peran Kerbau dalam Mendukung Kebutuhan Daging Nasional. Tana Toraja, 24-26 Oktober 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan Ditjen Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja. Bogor. Halaman. : 18-25.

Salako A. E. dan Ngere L.O. 2002. Application of multifactorial discriminant analysis in the morphometric structural diffrentiation of the wad and yankasa sheep in the humid Southwet Nigeria Nig. J. Anim. Prod. 29 (2):163-7

Gambar

Gambar 1. Peta Kabupaten Tapanuli Utara
Gambar 2. Morfometri Kerbau Lumpur  Morfologi  Ternak kerbau
Gambar 1. Skema Pengukuran Tubuh Kerbau
Tabel 14. Ukuran-ukuran linier peubah tubuh kerbau lumpur betina di Kecamatan  Muara
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kerbau dataran rendah dan tinggi memiliki karakteristik reproduksi yang tidak berbeda, namun ditinjau dari nilai konformasi tubuh, kerbau dataran tinggi relatif lebih baik

Berdasarkan fakta tersebutlah penulis menjadi tertarik untuk meneliti morfometri yaitu terkhusus pada mengukuran badan (somatometri) populasi kerbau lumpur (Bulalus

11 1991 terhadap sampel tinja kerbau lumpur di Kalimantan Selatan menemukan infeksi cacing hati (Fasciola sp.) dan trematoda rumen (Paramphistomum sp.), serta tidak ditemukan

Dilihat dari hasil pengamatan terhadap kambing kacang jantan didapatkan rataan ukuran panjang muka, lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul,

Penelitian ini menganalisa keberhasilan inseminsi buatan dengan gertak birahi pada ternak kerbau lumpur (swamp buffalo) di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli

Penelitian observasional yang dilakukan pada 63 ekor kerbau lumpur jantan yang digunakan sebagai kerbau pacu, bertujuan untuk mengetahui perbedaan fenotipe (warna

Tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) ukuran tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang kepala, lingkar skrotum serta lebar teracak pada kerbau jantan dan betina

Hasil T 2 -Hotteling menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan ukuran- ukuran tubuh (tinggi pinggul, tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, lingkar dada, dalam dada,