• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR ANALISA KESTABILAN LERENG DAN PERKUATAN DENGAN BEBAN KONTRA PADA RUAS TOL CIPULARANG KM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR ANALISA KESTABILAN LERENG DAN PERKUATAN DENGAN BEBAN KONTRA PADA RUAS TOL CIPULARANG KM"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA KESTABILAN LERENG DAN PERKUATAN DENGAN BEBAN KONTRA PADA RUAS TOL CIPULARANG KM 91+550

Skripsi / Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Strata I

Program Studi Teknik Sipil

Disusun Oleh : BHAKTI WIRAWAN

0110311-045

Pembimbing :

Ir. DESIANA VIDAYANTI, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA

(2)

ANALISA KESTABILAN LERENG DAN PERKUATAN DENGAN BEBAN KONTRA PADA RUAS TOL CIPULARANG KM 91+550.

Nama : Bhakti Wirawan N.I.M : 0110311-045 Pembimbing : Ir. Desiana Vidayanti, MT. Tahun : 2009.

Lokasi ruas Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) Km 91+550 adalah berupa tanah timbunan setinggi +/- 25 meter. Lokasi tersebut mulai mengalami longsor setelah masa operasi belum ada 1 (satu) tahun. Secara visual tampak ada penurunan badan jalan dan keretakan aspal pada bahu jalan. Analisa kelongsoran lereng menunjukkan kecenderungan tipe rotasi, sehingga perkuatan yang paling sesuai adalah pemasangan beban kontra (counter weight).

Analisa stabilitas lereng sebelum perkuatan dilakukan dengan mengunakan kesetimbangan batas metode irisan, didapatkan faktor keamanan (FK) = 1.12. Sedangkan dengan metode elemen hingga melalui piranti lunak Plaxis 8.2 didapatkan faktor keamanan (FK) = 1.11.

Perkuatan dilakukan dengan beban kontra. Hasil analisa menunjukkan 2 (dua) alternatif material pengisi beban kontra yang paling optimal, yaitu bronjong dan lempung keras.

Penggunaan lempung keras menghasilkan angka FK = 1.39 dengan metode pelaksanaan pemilihanan material lempung melalui pengujian triaxial test dan penelitian hubungan CBR dan Shear Strength. Sedangkan penggunaan bronjong aplikasinya relatif lebih mudah, namun menghasilkan angka FK = 1.349. Sedangkan target angka FK adalah 1.35.

Kata kunci : stabilitas lereng, perkuatan beban kontra, faktor keamanan

(3)

Puji syukur kepada ALLAH SWT, Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan prasyarat dalam menyelesaikan program studi Sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana.

Pada kesempatan yang pertama ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. Desiana Vidayanti, MT sebagai pembimbing, atas pengarahan, saran dan bimbingan serta pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama masa penyusunan Tugas Akhir ini. Rasa terima kasih yang setulus – tulusnya juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana. Khususnya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang antara lain :

1. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan penuh baik moral maupun material dan tidak ada habis – habisnya selalu mendoakan saya setiap hari

2. Ibu Ir. Henny Gambiro, Msi. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana

3. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana

4. Ibu Ir. Sylvia Indriany, MT selaku Ketua Koordinator Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana

(4)

Perencanaan, Universitas Mercu Buana

6. Teman – teman seperjuangan dalam penyusunan Tugas Akhir dan selalu saling memberikan dukungan

7. Tim Proyek Penanggulangan Kelongsoran Tol Cipularang PT Wijaya Karya yang telah banyak membantu dan memberikan masukan – masukan yang sangat berharga

8. Suwondo, Farida Maharani dan Sri Kuncoro selaku teman diskusi selama penyusunan tugas akhir ini

9. Seluruh pihak yang turut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang karena keterbatasan tempat tidak dapat disebutkan satu – persatu pada Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 19 Juni 2009

Bhakti Wirawan

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DOKOMEN PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ………. i

DAFTAR TABEL………. v

DAFTAR GAMBAR……… vi

DAFTAR NOTASI……… viii

BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penulisan……… 1

I.2 Tujuan………... 1

I.3 Batasan Masalah…...……….. 2

I.4 Metode Penulisan……… 3

I.5 Sistematika Penulisan………. 4

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Umum ………...1

2.2 Jenis-jenis Longsoran ... 2

2.3 Faktor-faktor Penyebab Kelongsoran ... 6

2.4 Pengaruh Karakteristik dan Kondisi Tanah terhadap Kelongsoran Lereng ... 8

(6)

2.5 Analisa Kestabilan Lereng ...14

2.5.1 Umum ………..14

2.5.2 Konsep Faktor Keamanan ...18

2.5.3 Metode Kesetimbangan Batas ...20

2.5.4 Metode Fellenius ...22

2.5.5 Metode Bishop ……… ………. 25

2.5.6 Metode Elemen Hingga ……… …………27

2.5.7 Program Piranti Lunak Plaxis……… ………...29

2.6 Penanggulangan Longsoran ……...30

BAB III ANALISA DATA DAN HASIL PENGUJIAN TANAH 3.1 Kondisi Geologi ……….….1

3.2 Hasil Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium ……….3

3.2.1 Hasil Pengujian SPT ... 3

3.2.2 Hasil Penyelidikan dengan Inklinometer... 6

3.2.3 Hasil Penyelidikan dengan Piezometer ... .7

3.2.4 Resume Hasil Pengujian ...9

3.3 Stratifikasi Tanah dan Identifikasi Kelongsoran ...11

3.4 Alternatif Penanggulangan ...14

3.5 Penanganan Longsoran dengan Beban Kontra ...16

BAB IV ANALISA KELONGSORAN DAN PENANGGULANGANNYA 4.1 Umum ...1

(7)

4.2.1 Analisa Metode Irisan...2 4.2.2 Metode Elemen Hingga dengan Software Plaxis ...4 4.3 Analisa Hasil Perhitungan Faktor Keamanan dan Penanggulangan

Longsoran .... ...9 4.4 Disain Beban Kontra ……… …….…10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan………... 1

4.2 Saran………...2

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Runtuhan………... II/2 Gambar 2.2 Pengelupasan………... II/3 Gambar 2.3 Longsoran………... II/3 Gambar 2.4 Aliran Tanah………... II/4 Gambar 2.5 Gaya – gaya yang bekerja pada irisan……….. II/17 Gambar 2.10 Sistim Gaya pada Metode Bishop ……... II/20 Gambar 2.11 Tabel Penentuan Harga m……… II/21 Gambar 2.12 Bentuk Elemen pada Metode Elemen Hingga ... II/28 Gambar 2.13 Beban Kontra dengan material pengganti tanah ... II/45 Gambar 2.14 Beban Kontra dengan material pengganti sirdam ... II/46 Gambar 2.15 Beban Kontra dengan material pengganti bronjong ... II/46 Gambar 3.1 Dokumentasi Proses Perbaikan Lereng Cipularang ... III/1 Gambar 3.2 Lokasi Longsoran dan Lokasi Titik Bor... III/2 Gambar 3.3 Sketsa Lokasi Pemboran Mesin ... III/3 Gambar 3.4 Hasil Pemboran Mesin BM 1 ...……… III/4 Gambar 3.5 Hasil Pemboran Mesin BM 2………... III/5 Gambar 3.6 Lokasi Pemasangan Inklinometer dan Piezometer...… III/6 Gambar 3.7 Hasil Pembacaan Inklinometer I...… III/6 Gambar 3.8 Hasil Pembacaan Inklinometer II………. III/7 Gambar 3.9 Hasil Penyelidikan dengan Piezometer……….. III/8 Gambar 3.10 Hasil Penyelidikan dengan Piezometer ……….. ... III/8 Gambar 3.11 Penampang Stratifikasi Km 91 + 550...……… III/11

(9)

Gambar 3.12 Foto Penurunan Badan Jalan ...……. III/13 Gambar 3.13 Foto Penurunan dan Keretakan Aspal Badan Jalan ...… III/13 Gambar 3.14 Sketsa penempatan beban kontra ...… III/15 Gambar 4.1 Potongan Bidang Longsoran ...… IV/3 Gambar 4.2 Sketsa Pembebanan dan Luas Irisan Tiap-tiap Lapisan…... IV/5 Gambar 4.3 Keluaran Plaxis Total Displacement... IV/8 Gambar 4.4 Keluaran Plaxis Total Displacement ... IV/9 Gambar 4.5 Disain Alternatif 1 dan 2...…… IV/12 Gambar 4.6 Disain Alternatif 3 dan 4 ...… IV/12 Gambar 4.7 Gambar Keluaran Plaxis ...……… IV/13 Gambar 4.8 Grafik Angka Faktor Keamanan Alternatif 4………. IV/14

(10)

DAFTAR NOTASI

ai = Panjang bagian lingkaran pada irisan ke – i

b = Lebar irisan

bi = Lebar irisan ke – i

β = Sudut lereng tanah

c' = Koefisien kohesi terfaktor

C' = Kohesi yang dimobilisasi

c = Kohesi

c' = Kohesi tanah efektif

E = Modulus elastisitas tanah

E1,E2 = Gaya gempa pada masing – masing irisan, termasuk komponen horizontal (KH) dan vertical (KV)

fy = Tegangan leleh yang diizinkan

FKm = Faktor keamanan sehubungan dengan lentur plastis

FK = Faktor keamanan

FKp = Faktor keamanan untuk kegagalan nail tercabut keluar

F1 = Tegangan geser leteral batas pada antar muka nail-tanah

F = Faktor aman

H = Tinggi dari dinding penahan

H

(11)

h = Tinggi irisan rata – rata

l3 = Panjang tegak irisan

l1 , l2 = Panjang dasar bidang runtuh pada masing – masing irisan

Kh = Modulus subgrade/lapisan bawah horizontal dari tanah

l1W , l2W = Subrerged length (panjang yang terendam air) dasar bidang runtuh masing – masing irisan

N = Jumlah irisan

N1 = Gaya sisi horizontal antara elemen 1 dan elemen 2

N3 = Gaya reaksi normal pada elemen 2

R = Jari-jari lingkaran bidang longsor

R1,R2 = Resultan gaya geser pada dasar masing – masing irisan

R3 = Resultan gaya geser antar sisi irisan

r

u = Nilai banding dari tekanan pori

u = Tekanan air pori

ui = Tekanan air pori pada irisan ke – i

W = Berat tanah diatas bidang longsor

Wi = Berat massa tanah irisan ke –i

W2 = Berat dari elemen 2

W1 = Berat dari elemen 1

W1 , W2 = Berat irisan

θ

(12)

θ1 , θ2 = Sudut bidang runtuh masing – masing irisan terhadap bidang horizontal

Ø' = Sudut geser dalam tanah efektif

Φ = Sudut geser dalam dari tanah

Φ' = Sudut geser yang dimobilisasi

α = Sudut tulangan terhadap bidang horizontal

α = Sudut kemiringan lereng / sudut longsor terhadap horizontal

α = Sudut yang dibentuk antara nail dengan permukaan lereng

α5 = Kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 2

α3 = Kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 1

φ1' = Sudut α terfaktor (φ/FK) untuk elemen 1

φ2' = Sudut α terfaktor untuk elemen 2

σ = Tegangan normal

σa = Kemiringan dari permukaan runtuh potensial

σ' = Tegangan normal efektif

Ψ = Sudut gaya gempa terhadap bidang horizontal

γ = Berat volume tanah

γ' = Berat volume efektif tanah

γsat = Berat volume efektif tanah

τ = Tahanan geser

τd = Tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng …... II/15 Tabel 2.2 Pemilihan Tipe Penanggulangan Gerakan Tanah ……….. II/26 Tabel 3.1 Resume Hasil Pengujian ……….. III/9 Tabel 3.2 Resume Hasil Pengujian (lanjutan) ………….………... III/10 Tabel 4.0 Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng ………….. IV/2 Tabel 4.1 Perhitungan Massa Longsoran ... IV/4 Tabel 4.2 Typical Values of Coefficient of Permeability ... IV/6 Tabel 4.3 Prakiraan Modulus Elastic Material ……… IV/7 Tabel 4.4 Poisson Ratio untuk berbagai material ……… IV/7 Tabel 4.5 Parameter Tanah untuk Perhitungan Plaxis ………. IV/8 Tabel 4.6 Alternatif Tanah Pengganti untuk Beban Kontra ………. IV/11

(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan jalan tol ruas Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) dimulai pada bulan April 2004 dan diselesaikan pada bulan April 2005. Jalan tol ini menghubungkan jalan Tol Cikampek dan Tol Padalarang, sehingga diharapkan perjalanan Jakarta Bandung dapat lebih dipercepat. Hal ini mengingat jalur non tol Cikampek – Purwakarta – Padalarang semakin padat dan kondisi jalan yang berliku dan banyak sekali tanjakan dan turunan tajam, sehingga sering terjadi kemacetan.

Penyelesaian proyek yang relatif singkat, yaitu kurang lebih 360 hari karena mengejar momen penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung bulan April 2005, dalam kenyataannya berpengaruh terhadap kualitas dari jalan tol itu sendiri. Belum ada 1 (satu) tahun masa pemeliharaan proyek beberapa ruas tol mengalami penurunan karena tanahnya bergerak/longsor (slide). Evaluasi dari PT Jasa Marga tentang penyebab penurunan ini ada beberapa hal, untuk tiap-tiap ruas berbeda. Pada kesempatan kali ini, penulis akan melakukan analisa kestabilan lereng pada ruas tol Km. 91 + 550 Jalur B Jalan Tol Cipularang Seksi II.

I.2 Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah melakukan analisa kestabilan lereng pada ruas tol Cipularang Km 91 + 550 Jalur B setelah terjadi kelongsoran dan memberikan rekomendasi penanggulangannya.

(15)

I.4 Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi ruang lingkup dan permasalahan sebagai berikut :

I.4.1 Lokasi yang dibahas adalah lereng pada ruas jalan tol Cipularang Km 91 + 550 Jalur B

I.4.2 Batasan masalah yang menjadik fokus utama adalah analisa kestabilan lereng sebelum perkuatan dan analisa kestabilan lereng setelah perkuatan

I.4.3 Analisa kestabilan lereng menggunakan metode Fellenius secara manual dan dibandingkan menggunakan metode elemen hingga (finite elemen) dengan menggunakan piranti lunak Plaxis 8.2.

I.4.4 Disain perekuatan lereng akan dilakukan secara “trial and error” dengan memberikan beberapa alternatif parameter tanah.

I.4.5 Dalam pembahasan penanggulangan kelongsoran ini tidak meliputi aspek biaya dan waktu.

I.3 Metode Penelitian

I.3.1 Studi literatur untuk mendapatkan landasan teori yang akan dipergunakan untuk membahas penulisan tugas akhir ini.

I.3.2 Pengumpulan data lapangan

I.3.3 Analisis kelongsoran yang terjadi pada lereng

(16)

I.5 Sistematika Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang proyek, maksud dan tujuan didirikannya proyek, ruang lingkup dan batasan kerja praktek, metode penulisan laporan, serta sistematika penulisan laporan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian ini menjelaskan dasar-dasar teori mekanika tanah yang terkait dengan kasus penurunan lereng (slide) dan penyebabnya dan metode analisa kestabilan lereng yang akan digunakan serta pemilihan tipe penanggulangan longsoran.

BAB III ANALISA DATA DAN HASIL PENGUJIAN TANAH

Bab ini menjelaskan data-data terkait sifat-sifat fisik dan kimiawi tanah dan data hasil penyelidikan tanah di lapangan maupun di laboratorium.

BAB IV ANALISA KELONGSORAN DAN PENANGGULANGANNYA

Bagian ini menganalisa kestabilan lereng sebelum dilakukan perkuatan, merekomendasikan penanggulangan kelongsoran dan melakukan analisa kestabilan lereng dengan metode analisa kestabilan Lereng Metode Bishop secara manual dan Finite Elemen dengan menggunakan piranti lunak Plaxis serta memberikan kesimpulan dan rekomendasi yang diperlukan.

(17)

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan disampaikan kesimplan dari hal-hal yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Selain itu akan disampaikan pula saran-saran penulis dalam kaitannya apabila akan diadakan peninjauan kembali terhadap kestabilan lereng yang ada.

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

Kondisi permukaan tanah di bumi sebagian besar memiliki ketinggian (level) yang tidak sama. Perbedaan ketinggian ini bisa disebabkan oleh mekanisme alam maupun oleh rekayasa manusia. Kondisi yang disebabkan oleh mekanisme alam misalnya gunung, lembah, jurang dan lain-lain. Sedangkan kondisi yang disebabkan oleh rekayasa manusia biasanya berupa hasil penggalian dan hasil penimbunan untuk tujuan yang beraneka ragam, misalnya pembuatan bendungan, irigasi, jalan raya dan lain sebagainya.

Suatu tempat yang terdapat dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dihubungkan oleh suatu permukaan yang disebut sebagai lereng.

Suatu lereng yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa manusia, akan terdapat di dalamnya gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi akan cenderung bergerak ke arah bawah. Di sisi lain terdapat pula gaya-gaya dalam tanah yang menahan atau melawan dorongan gaya-gaya yang bergerak ke bawah. Kedua gaya ini bila mencapai keseimbangan tertentu maka akan menimbulkan kestabilan pada kedudukan tanah tersebut.

Dalam keadaan tidak seimbang, dimana gaya yang berfungsi

(19)

mendorong ke bawah, maka akan terjadi suatu kelongsoran (slide) yaitu keruntuhan dari massa tanah yang terletak di bawah sebuah lereng. Dalam peristiwa tersebut terjadi pergerakan massa tanah pada arah ke bawah dan pada arah keluar (outward). Kelongsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata.

Penyebab dari suatu kelongsoran bisa beraneka ragam, pada umumnya karena penggalian terbuka atau penggalian bagian bawah dari suatu lereng. Namun demikian, terdapat beberapa kejadian kelongsoran yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan air pori dalam lapisan yang sangat permeabel dan oleh pengaruh dari guncangan, misalnya gempa yang dapat mengurangi kepadatan tanah di bawah lereng.

2.2. Jenis-jenis Longsoran

Kelongsoran lereng bisa terdiri dari berbagai proses dan faktor-faktor yang memicunya. Misalnya, hal ini bisa dibedakan berdasarkan bentuk dari kelongsoran, jenis material longsoran dan umur atau tahap perkembangan tanah. Pemahaman terhadap jenis-jenis gerakan lereng adalah sangat penting karena menentukan metode analisa kestabilan yang paling tepat dan faktor- faktor apa yang perlu diketahui untuk melakukan perhitungan.

(20)

a. Runtuhan (Falls)

Sejumlah masa tanah yang jatuh terlepas dari lereng yang curam dan tidak ada gaya yang menahan pada saat geseran dengan material yang berbatasan. Pada jenis runtuhan bebatuan umumnya terjadi dengan cepat dan hampir tidak didahului oleh gerakan awal.

Gambar 2.1 Sketsa Runtuhan (Fall) (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)

b. Pengelupasan (Topples)

Gerakan ini berupa rotasi keluar dari suatu unit massa yang berputar terhadap suatu titik akibat gaya gravitasi, atau gaya-gaya lain seperti adanya air dalam rekahan. Ilustrasi sebagaimana Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sketsa Gulingan (Topple) (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)

(21)

c. Longsoran (Slide)

Dalam longsoran, gerakan ini terdiri dari peregangan secara geser dan peralihan sepanjang suatu bidang atau beberapa bidang gelincir yang dapt nampak secara visual. Gerakan dapat bersifat progresif yang berarti bahwa keruntuhan geser tidak terjadi seketika pada seluruh bidang gelincir

melainkan merambat dari suatu titik. Massa yang bergerak menggelincir di atas lapisan batuan/tanah asli dan terjadi pemisahan (separasi) dari

kedudukan semula.

c.1 Longsoran Rotasi

Longsoran Rotasi adalah yang paling sering dijumpai oleh para rekayasawan sipil. Longsoran jenis rotasi ini dapat terjadi pada batuan maupun pada tanah. Pada kondisi tanah homogen, longsoran rotasi ini dapat berupa busur lingkaran, tetapi dalam kenyataan sering dipengaruhi oleh adanya diskontinuitas oleh adanya sesar, lapisan dan lain-lain.

Analisis kestabilan lereng yang mengasumsi bidang longsoran berupa busur lingkaran dapat menyimpang bilamana tidak memperhatikan hal ini.

Gambar 2.3. Sketsa Longsoran Rotasi (Rotational Sliding) (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)

(22)

c.2 Longsorang Translasi

Dalam longsoran translasi, suatu massa bergerak sepanjang bidang gelincir berbentuk bidang rata. Perbedaan terhadap longsoran rotasi dan translasi merupakan kunci penting dalam penanggulangannya. Gerakan dari longsoran translasi umumnya dikendalikan oleh permukaan yang lembek. Longsoran translasi ini dapat bersifat menerus dan luas dan dapat pula dalam blok.

Gambar 2.4. Sketsa Gelinciran Translasi (Translational Sliding) (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)

d. Aliran Tanah (Flows)

Jenis gerakan tanah ini tidak dapat dimasukkan ke dalam katagori di atas karena merupakan fonomena yang berbeda. Pada umumnya jenis gerakan tanah ini terjadi pada kondisi tanah yang amat sensitif atau sebagai akibat daripada gempa. Bidang gelincir terjadi karena gangguan mendadak dan gerakan tanah yang terjadi umumnya bersifat cepat tetapi dapat juga lambat misalnya pada rayapan (creep).

(23)

Gambar 2.5. Sketsa Aliran (Flow) (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)

2.3 Faktor – Faktor Penyebab Kelongsoran Lereng

Faktor-faktor penyebab ketidakstabilan lereng menurut Terzaghi (1950) dapat dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu :

a. Faktor Pengaruh Luar

Faktor pengaruh luar ini terjadi karena meningkatnya tegangan geser yang bekerja dalam tanah ( τm ) sehingga FK < 1 (turun)

1. Tegangan Horisontal turun, kondisi ini sering terjadi bila : a. Kaki lereng tererosi oleh aliran air sungai atau aliran air hujan b. Galian

c. Pembongkaran sheetpile atau tembok penahan 2. Peningkatan tegangan vertikal

a. Air hujan tertahan di atas lereng b. Timbunan deposit halus

c. Timbunan tanah

d. Berat bangunan dan lain-lain

(24)

3. Pergerakan Tektonik

Pergerakan tektonik yang timbul dapat merubah keadaan geometri lereng.

Pelandaian lereng berarti memperstabil. Sebaliknya penegakkan lereng mengurangi kestabilan.

4. Gempa Bumi

Pada waktu terjadi gempa bumi dua buah gelombang merambat naik dari permukaan batuan ke permukaan tanah. Sebelum mencapai permukaan tanah, rambatan gelombang melewati berbagai lapisan, sehingga menimbulkan perubahan pada sistim tegangan semula.

b. Faktor Pengaruh Dalam

Penurunan kekuatan geser tanah yang sering sekali terjadi pada longsoran tanah merupakan bagian yang paling sulit diperkirakan secara teliti dan penyebab-penyebabnya adalah :

1. Kondisi Awal

Faktor-faktor yang dapat menurunkan kekuatan geser tanah dari keadaan semula adalah kondisi, struktur geologi dan geometri lereng.

a. Kondisi dimana material dapat menjadi lemah (weak) bila terjadi peningkatan kadar air. Hal ini terjadi pada tanah lempung (over consolidated/OC dan Heavily Over Consolidated/HOC), tanah tuff vulkanik, “shales” dan tanah lempung organik.

b. Struktur Geologi dan geometri lereng

(i) Bidang diskontinuitas seperti sesar, bidang perlapisan, joint, cermin sesar dan brecciaci

(25)

(ii) Lapisan yang berada di atas tanah lempung yang lemah

(iii)Lapisan yang terdiri dari permeable seperti pasir dan lapisan impermeable seperti lempung, berselang seling

2. Pelapukan dan reaksi physicochemical lainnya a. Hidrasi dan mineral lempung seperti :

Absorbsi air oleh mineral lempung sehingga kadar air meningkat. Hal ini biasanya diikuti dengan penurunan harga kohesi, contohnya lempung montmorillont.

b. Penyusutan tanah lempung akibat perubahan temperatur dapat menimbulkan retakan susut , sehingga kohesi tanah menurun dan memberi kesempatan air mengalir masuk ke dalamnya.

c. Erosi oleh air pada tanah lempung dispersif menyebabkan terbentuknya rongga yang menurunkan kekuatan geser tanah.

3. Perubahan berat volume dan tekanan air pori

a. Berat volume yang menjadi jenuh mengurangi tegangan efektif tanah sehingga dengan sendirinya kekuatan geser berkurang

b. Muka air naik karena air hujan, reservoir dan lainnya.

2.4 Pengaruh Karakteristik dan Kondisi Tanah terhadap Kelongsoran 2.4.1 Karakteristik teknis beberapa jenis tanah

(i) Tanah Tak Berkohesi

Kestabilan lereng dari tanah tak berkohesi ( θ > 0 ; c = 0 ) seperti kerikil, pasir dan lanau banyak tergantung pada :

(26)

a. sudut geser dalam θyang dapat diperoleh dari uji laboratorium (triaxial atau direct shear) atau bila tidak memungkinkan, maka diasumsikan dengan korelasi menggunakan hasil uji sondir atau SPT.

b. Kelandaian lereng dinyatakan dengan sudut (ß) c. Berat volume tanah ( γ )

Dalam perencanaan kestabilan lereng dari tanah tak berkohesi, beberapa sifat penting yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Tanah berkohesi mudah tererosi oleh limpasan permukaan (surface run off), sehingga geometri lereng mudah berubah. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pembuatan berm dikombinasikan dengan saluran gendong dan penanaman rumput yang dapat mengurangi kecepatan aliran air

b. Tanah tak berkohesi yang jenuh air mempunyai potensi tinggi terhadap bahaya liquefaction

c. Bidang longsoran kritis biasanya berbentuk suatu bidang yang dangkal dan bisa dianalisa menggunakan ”infinite slope stability analysis”

(ii) Tanah berkohesi (tanah lempungan)

Kestabilan lereng dari tanah berkohesi seperti tanah lempung, tergantung banyak kepada :

a. Kekuatan geser yang dinyatakan dalam Ø dan c b. Kelandaian lereng yang dinyatakan dengan sudut (ß) c. Tinggi Lereng (H)

d. Berat volume tanah ( γ )

(27)

e. Tekanan air pori

(iii) Jenis Tanah yang memberi problema khusus

Terdapat sejumlah jenis tanah di alam bebas yang mempunyai sifat khusus dan dapat dipengaruhi kestabilan lereng. Jenis-jenis tanah ini adalah : a. Tanah Residual

Tanah residual terjadi di lapangan karena proses pelapukan batu dasar.

Pelapukan tersebut dapat berupa pelapukan fisis, kimia, dan biologis.

Sifat-sifat teknis jenis tanah ini adalah : - Tidak homogen dalam jarak yang pendek

- Kekuatan geser tergantung pada bidang diskontinuitas dan bidang perlapisan

- Penyelidikan tanah untuk menentukan kekuatan gesernya sulit sekali dilakukan di laboratorium, sehingga cara analisa kembali (back analysis) adalah yang yang paling baik untuk menentukan kekuatan gesernya

- Analisa Kestabilan lereng adalah cara yang baik b. Tanah lempung expansif

Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang mengandung mineral montmorillont dalam prosesntase tinggi.

- Mudah mengembang karena mengisap air di sekelilingnya

- Kekuatan gesernya dipengaruhi oleh perubahan kadar airnya. Kadar air tinggi, kohesi turun sampai mendekati no.

- Menekan tanah yang berada di sekitarnya.

(28)

c. Tanah kollavial

Tanah kollavial adalah material yang secara geologis terjadi karena pengendapan masa tanah atau batu yang bergerak turun dari lereng.

Pergerakan ini terutama terjadi karena gravitasi misalnya longsoran atau ”creep debris”. Sudah jelas bahwa lereng yang terbentuk dari jenis tanah ini terdiri atas butiran yang bervariasi (tidak homogen), mulai dari lempungan, lanau sampai pasiran, kerikil dan bongkahan batu dengan diameter > 25 cm.

d. Tanah lempung dispersif (erodible soils)

Kelongsoran yang diakibatkan oleh tanah lempung yang mudah tererosi (dispersif soils). Biasanya kelongsoran yang ditimbulkan oleh tanah lempung dispersif sulit sekali dianalisa menggunkan teori konvensional (cara limit equilibrium), ada kalanya hasilnya sangat meragukan biasanya perlu dilakukan peninjauan langsung di lapangan dan penyelidikan laboratorium. Beberapa sifat tanah lempung dispersif (Sherard, dkk, 1976) sebagai berikut :

- Mudah tergerus bila dibandingkan dengan tanah tak berkohesi walaupun mempunyai plastis indeks yang tinggi

- Biasanya tergerus oleh aliran air

- Penyebab utamanya ditentukan oleh jumlah relatif kandungan kation sodium dibandingkan dengan kation lainnya (kalsium dan magnesium)

(29)

- Faktor penyebab lainnya yang mengurangi tanah lempung dispersif adalah kadar garam yang terkandung dalam air itu sendiri

- Cara identifikasi di laboratorium

- Kasus longsoran yang diakibatkan oleh tanah lempung dispersif dimulai dengan terlebih dahulu dengan adanya :

¾ retakan di permukaan tanah

¾ retakan dalam tubuh timbunan diakibatkan oleh penurunan yang tidak merata atau pelaksanaan pemadatan yang kurang baik

Untuk mencegah longsoran yang tersebut di atas, maka dapat dilakukan tiga pilihan :

¾ Mengganti tanah lempung dispersif dengan tanah lempung lainnya

¾ Menstabilisasi tanah lempung dispersif dengan menggunakan kapur (4% - 6% dari beratnya)

¾ Pemasangan filter (pasir halus + kerikil)

2.4.2 Kondisi Tanah Kritis terhadap Kelongsoran

1. Stabilitas timbunan tanah di atas tanah fondasi kuat

Timbunan tanah yang berfungsi untuk menahan air seperti tanggul, bendungan mengalami tiga kondisi kritis :

a. Saat selesai pembangunan (jangka panjang)

Timbunan yang dibangun dengan cepat mengalami hal-hal sebagai berikut :

(30)

- Peningkatan tegangan geser

- Peningkatan kekuatan geser, relatif lebih kecil dari tegangan geser - Peningkatan tekanan air pori yang tergantung pada derajat kejenuhan

tanah timbunan

- Penurunan faktor keamanan yang mencapai harga minimum setelah timbunan selesai.

b. Kestabilan jangka panjang (long term stability)

Pada saat timbunan diselesaikan, tegangan efektif mulai mengalami perubahan karena air pori mulai berkesempatan berdissipasi keluar.

Hal ini meningkatkan faktor keamanan (baik pada lereng sebelah upstream maupun downstream). Kemudian pengisian air dimulai. Pada

tahap ini semula terjadi aliran tidak tetap (unsteady seepage) yang setelah beberapa saat berubah menjadi aliran tetap. Faktor keamanan sebelah upstream setelah terjadi aliran tetap meningkat. Sebaliknya pada lereng sebelah downstream faktor keamanan menurun terus sampai kondisi kritis tercapai.

c. Kondisi penurunan air secara tiba-tiba (rapid drawdown)

Timbunan penahan air adakalanya mengalami penurunan air secara tiba-tiba setelah mencapai kondisi aliran tetap (steady seepage), keadaan ini menimbulkan peningkatan tegangan geser sehingga faktor keamanan mencapai keadaan kritis.

(31)

d. Kondisi waktu terjadi gempa bumi

Pada waktu terjadi gempa bumi, maka gaya-gaya inersia yang bekerja pada setiap elemen timbunan harus ditambahkan, untuk kondisi pada saat-saat pembangunan selesai, setelah terjadi aliran tetap dan penurunan secara tiba-tiba sehingga faktor keamanan menurun lagi.

2. Penggalian

Kondisi kritis dari suatu lereng galian biasanya terjadi beberapa saat setelah penggalian diselesaikan, jadi kestabilan jangka panjang jauh lebih kritis dibandingkan jangka pendeknya.

3. Lereng Alam

Lereng alam yang sudah diambil untuk berpuluh-puluh tahun dengan garis air phretis yang sudah seimbang dapat dianalisa dengan tegangan efektif dimana θ, c diperoleh dari uji triaxial

2.5 ANALISA KESTABILAN LERENG 2.5.1 Umum

Analisa Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil. Bertambahnya tingkat kepastian untuk memprediksi ancaman longsor dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut :

(32)

1. Untuk memahami perkembangan dan bentuk dari lereng alam dan proses yang menyebabkan terjadinya bentuk – bentuk alam yang berbeda.

2. Untuk menilai kestabilan lereng dalam jangaka pendek (biasanya selama kontruksi) dan jika kondisi jangka panjang.

3. Untuk menilai kemungkinan terjadinya kelongsoran yang melibatkan lereng alam atau lereng buatan.

4. Untuk menganalisa kelongsoran dan untuk memahami kesalahan mekanisme dan pengaruh dari faktor lingkungan.

5. Untuk dapat mendisain ulang lereng yang gagal serta perencanaan dan disain pencegahannya, serta pengukuran ulang.

6. Untuk mempelajari efek atau pengaruh dari beban gempa pada lereng dan tanggul.

Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan factor aman dari bidang lonsor yang potensial.

Dalam analisi stabilitas lereng, berlaku asumsi-asumsi sebagai berikut :

a) Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.

b) Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang pasif.

(33)

c) Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis

d) Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata – rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata – rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik – titik tertentu pada bidang longsornya, padahal factor aman hasil hitungan lebih besar 1.

Faktor aman didefnisikan sebagai nilai bidang antara gaya yang menahan dan gaya menggerakan, atau

d

F τ

= τ (II-1)

Dimana : τ = tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah

τd = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor

F = faktor yang aman

Menurut teori Mohr – Columb, tahanan terhadap tegangan geser (τ) yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh :

τ = c + σ tg θ (II-2) Dimana : c = kohesi

σ = tegangan normal

θ = sudut geser dalam tanah

(34)

Nilai – nilai c dan θ adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya. Dengan sara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi (τd) akibat beban tanah dan beban – beban lain pada bidangnya :

τd = cd + σ tan θd (II-3)

Dengan cd dan θd adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya.

Substitusi Persamaan (II-2) dan (II-3) ke persamaan (II-1) diperoleh persamaan faktor aman,

d

cd

F c

θ σ

θ σ

tan tan +

= + (II-4)

Persamaan (II-4) dapat pula dituliskan dalam bentuk :

F F

cd+σtanθd = ctanθ (II-5)

2.5.2 Konsep Faktor Keamanan

Ukuran kestabilan lereng biasanya dinyatakan dalam istilah faktor keamanan (factor of safety). Pemahaman terhadap faktor keamanan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkat kestabilan lereng. Pada hakekatnya fungsi dari

(35)

faktor keamanan adalah untuk menampung adanya ketidaktentuan (uncertainty) dalam penetapan parameter kekuata, distribusi tekanan air pori, dan perlapisan tanah (stratigraphy). Secara umum rendahnya mutu investigasi tanah akan menyebabkan perlunya faktor keamanan yang lebih tinggi, khususnya untuk perencana yang memiliki pengalaman yang terbatas terhadap material tanah yang dihadapi.

Mengingat lereng terbentuk oleh material yang sangat beragam dan banyaknya faktor ketidakpastian, maka dalam mendesain suatu penanggulangan selalu dilakukan penyederhanaan dengan berbagai asumsi.

Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan menaikkan faktor keamanannya.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam analisa kemantapan lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu tinggi, menengah, dan rendah. Dalam analisis harus dipertimbangkan kondisi beban yang menyangkut gempa dan tanpa gempa (normal). Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga batas atau sisa (residual) dengan mempertimbangkan ketelitiannya (lihat tabel 2.3)

(36)

Tabel 2.3. Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng (Sumber: Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran, Dep. PU 1987)

Resiko*) Kondisi

Beban Teliti Kurang Teliti Kurang

Teliti Teliti

Dengan 1.5 1.75 1.35 1.5

Tinggi Gempa

Tanpa 1.8 2 1.6 1.8

Gempa

Dengan 1.3 1.6 1.2 1.4

Menengah Gempa

Tanpa 1.5 1.8 1.35 1.5

Gempa

Dengan 1.1 1.25 1 1.1

Rendah Gempa

Tanpa 1.25 1.4 1.1 1.2

Gempa

Parameter Kekuatan Geser**)

Maksimum Sisa

*)

• Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada pemukiman) dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.

• Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tapi sedikit (bukan pemukiman) dan atau bangunan tidak begitu mahal, dan atau tidak begitu penting.

• Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan sangat murah.

(37)

**)

• Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, rekahan, sesar, dan sebagainya) dan belum pernah mengalami gerakan.

• Kekuatan residual dipakai apabila: (i) massa tanah/batuan yang potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas).

2.5.2 Metode Kesetimbangan Batas

Terdapat banyak analisis kesetimbangan lereng yang didasarkan pada metode kesetimbangan batas (limit equilibrium method). Namun metode kesetimbangan yang populer adalah apa yang disebut metode irisan (slice method). Metode irisan ini dilakukan dengan membagi-bagi massa tanah di atas bidang gelincir menjadi potongan-potongan kecil yang masing-masing potongan akan berperilaku sebagai blok tersendiri. Sehingga masing-masing blok dapat dianalisis secara terpisah. Dengan metode ini dapat terakomodasi geometri lereng yang kompleks, kondisi tanah yang bervariasi, dan adanya pengaruh beban-beban luar. Beberapa metode irisan yang populer adalah : Ordinary Method of Slice (Fellenius, 1936), Bishop’s Simplified Method (Bishop, 1955), Spencer’s Method (Spencer, 1967), Morgenster-Price Method (Morgenster and Price, 1965) dan lain-lain.

(38)

Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanahnya memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode irisan ( method of slice ).

Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah – pecah menjadi beberapa irisan vertical. Kemudian, keseimbangan dari tiap – tiap irisan diperhatikan.

Gambar 2.5b memperlihatkan satu irisan dengan gaya – gaya yang bekerja padanya. Gaya – gaya ini terdiri dari gaya geser ( Xr dan X1 ) dan gaya normal efektif ( Er dan E1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif ( Ti ) dan resultan gaya normal efektif ( Ni ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air pori sudah diketahui sebelumnya.

Gambar 2.5 Gaya – gaya yang bekerja pada irisan

(39)

Misalkan suatu blok terletak di atas suatu bidang miring, maka satu-satunya gaya yang bekerja pada blok yaitu gaya gravitasi atau berat blok. Berat blok akan menyebabkan blok di atas bidang runtuh bergerak ke bawah. Gaya berat bekerja pada arah vertikal ke bawah dan dapat diuraikan ke dalam dua komponen yaitu gaya yang searah dengan kemiringan bidang runtuh dan gaya yang tegak lurus terhadap bidang runtuh. Komponen gaya berat yang searah bidang runtuh akan menyebabkan blok menggelincir ke arah bawah, besarnya gaya ini adalah

α sin W

WT = (2.6)

Sedangkan komponen gaya yang tegak lurus atau normal terhadap bidang miring cenderung mempertahankan kondisi kesetimbangan blok massa, besarnya gaya ini adalah

α cos W

WN = (2.7)

Gambar 2.8. Efek Gaya Gravitasi terhadap Blok Massa di Atas Bidang Runtuh

Tegangan normal yang bekerja pada bidang miring yaitu

A

W α

σ = cos (2.8)

(40)

dimana A adalah luas dasar blok. Sedangkan tegangan geser yang menyebabkan gelinciran yaitu:

A

W α

τ = sin (2.9)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.8) ke persamaan Mohr-Coulomb, diperoleh besarnya kekuatan geser yang tersedia untuk menahan gelinciran sebagai berikut:

α φ

τ cos tan

A c W

a = + (2.10)

Kondisi kesetimbangan batas yaitu kondisi dimana blok dalam keadaan tepat setimbang. Kekuatan geser yang diperlukan agar kondisi tepat setimbang (τm) adalah sebagai berikut.

F

a m

τ =τ (2.11)

dimana F adalah faktor keamanan dan τa merupakan kekuatan geser yang dimiliki oleh material.

Dengan mengunakan persamaan kesetimbangan didapat bahwa besarnya τm sama dengan τ pada persamaan (2.9). Sehingga dengan menggunakan persamaan (2.9), (2.10) dan (2.11) dihasilkan persamaan berikut ini

⎟⎞

⎜⎛ +

= α φ

α 1 cos tan

sin W

W c

(2.12)

(41)

α φ α sin

tan cos W W F cA+

= (2.13)

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kondisi kesetimbangan batas adalah suatu kondisi dimana faktor keamanan lereng sama dengan satu (F = 1).

Apabila nilai F lebih besar dari satu (F > 1) maka secara teoritis blok berada dalam kondisi stabil dan apabila nilai F lebih kecil dari satu (F < 1) maka blok akan mengelincir ke bawah.

2.5.5 Metode Elemen Hingga

Metode Kesetimbangan batas merupakan metode yang sederhana dan sangat populer penggunaannya, namun terdapat beberapa kekurangan sebagai berikut:

1. Mengabaikan hubungan antara regangan dan tegangan yang terjadi di dalam suatu lereng

2. Geometri dari bidang runtuh harus ditentukan terlebih dahulu

3. Untuk kasus longsoran yang kompleks dengan material yang bersifat anisotropi, metode kesetimbangan batas tidak dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan.

Metode Elemen Hingga (finite elemen method) mengatasi kekurangan yang ada dalam metode kesetimbangan batas. Metode ini pertama kali digunakan dalam rekayasa geoteknik oleh Clough dan Woodward (1967), tetapi masih

(42)

digunakan terbatas untuk analisis struktur tanah yang kompleks. Beberapa keuntungan dari penggunaan metode elemen hingga adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk menganalisis lereng dengan mekanisme longsoran yang kompleks

2. Kondisi tegangan dan regangan yang ada pada lereng dapat dimasukkan dalam perhitungan kestabilan lereng.

3. Berbagai macam kriteria keruntuhan baik yang linear maupun non-linear dapat dimasukkan dalam perhitungan kestabilan lereng.

4. Efek perkuatan pada lereng dapat dimasukkan dengan mudah dalam analisis kestabilan lereng

Metode elemen hingga pada pokoknya membagi-bagi tanah yang kontinyu menjadi elemen-elemen kecil yang berhingga (finite elemen). Elemen-elemen ini saling dihubungkan pada titik-titik nodalnya dan dibatasi oleh suatu batas yang telah ditentukan terlebih dahulu. Metode perpindahan (displacement method) yang diformulasikan ke dalam metode elemen hingga secara tipikal

digunakan untuk pemakaian dalam bidang geoteknik dan hasilnya dalam bentuk perpindahan (displacement), tegangan (stressess) dan regangan (strain) pada titik-titik nodal. Terdapat banyak piranti lunak yang menggunakan metode elemen hingga dalam menganalisis stabilitas lereng seperti Plaxis.

Pada metode ini, definisi faktor keamanan yang digunakan sama dengan definisi yang dipakai dalam metode kesetimbangan batas.

(43)

2.5.5 Program Penghitungan Kestabilan Lereng dengan Plaxis

Plaxis adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang rekayasa geoteknik. Prosedur pembuatan model secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara terperinci. Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan pada prosedur numerik yang handal.

Pengembangan Plaxis sendiri dimulai pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft (Technical University of Delft) yang dipelopori oleh Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management). Tujuan awal adalah untuk menciptakan sebuah program komputer berdasarkan metode elemen hingga 2D yang mudah digunakan untuk menganalisis tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah Holland. Pada tahun-tahun berikutnya, Plaxis dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek perencanaan geoteknik lainnya. Karena aktivitas yang terus berkembang, maka sebuah perusahaan bernama Plaxis b.v. kemudian didirikan pada tahun 1993. Pada tahun 1998, dirilis versi pertama Plaxis untuk windows. Selama rentang waktu itu dikembangkan pula perhitungan untuk

(44)

3D. Setelah pengembangan selama beberapa tahun maka Plaxis 3D untuk Terowongan dirilis pada tahun 2001.

Plaxis dimaksudkan sebagai suatu alat bantu analisis untuk digunakan oleh ahli geoteknik yang tidak harus menguasai metode numerik. Umumnya para praktisi mengganggap bahwa perhitungan dengan metode elemen hingga yang non-linear adalah sulit dan menghabiskan banyak waktu. Tim riset dan pengembangan Plaxis menjawab masalah tersebut dengan merancang prosedur prosedur perhitungan yang handal dan baik secara teoritis, yang kemudian dikems dalam suatu kerangka yang logis dan mudah digunakan.

Hasilnya, banyak praktisi geoteknik di seluruh dunia yang telah menerima dan menggunakannya untuk keperluan rekayasa teknis.

1.6 Penanggulangan Longsor

Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif dilakukan setelah longsor terjadi. Menurut umur kestabilannya, tindakan korektif dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat dan penanggulangan permanen.

(45)

1.6.1 Pencegahan

Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada daerah-daerah yang berpotensi longsor. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

• Menghindari penambahan gaya pada bagian atas lereng, misalnya tidak melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng.

• Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki lereng.

• Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang berakibat terganggunya kemantapan lereng.

• Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.

• Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air.

• Penghijauan pada lereng yang gundul.

• Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang menimbulkan alur dalam.

• Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan, bored pile, bronjong, dan lain-lain.

• Pengaturan tata guna lahan.

1.6.2 Penanggulangan Darurat

Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan permanen dilaksanakan.

Penanggulangan darurat dapat dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:

(46)

• Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara membuat saluran terbuka.

• Mengeringkan genangan air yang berada pada bagian atas longsoran.

• Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka.

• Menutup rekahan dengan tanah liat.

• Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki longsoran, misalnya dengan bronjong ataupun karung yang berisi tanah.

• Pelebaran ke arah tebing.

• Pemotongan bagian kepala longsoran.

1.6.3 Penanggulangan Permanen

Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis, dan perencanaan yang matang. Metode penanggulangan longsoran dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:

a. Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara:

• Mengubah geometri lereng

• Mengendalikan air permukaan

b. Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara:

• Mengendalikan air rembesan

• Penambatan

• Beban kontra (counter weight)

(47)

c. Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya:

• Stabilisasi

• Relokasi

• Bangunan silang

• Bangunan bahan ringan 1.7 Pemilihan Tipe Penanggulangan

Pemilihan tipe penanggulangan gerakan tanah disesuaikan dengan tipe gerakan, faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability).

Berbagai kemungkinan penanggulangan gerakan tanah disusun dalam tabel 2.2.

Pemilihan tipe penanggulangan juga harus memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan, yaitu tingkat kepentingan, aspek sosial, dan ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran.

Tabel 2.2. Pemilihan Tipe Penanggulangan Gerakan Tanah

(Sumber: Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran, Dep. PU 1987)

Pemotongan kepala Pelandaian lereng Penanggaan (Benching) Pemotongan habis Pengupasan tebing Pengupasan lereng Timbunan pada kaki lereng Menanam tumbuhan Menutup rekahan Tata salir (Saluran permukaan) Perbaikan permukaan lereng Sumur dalam (Deep Well) Penyalir Tegak (Vertical Drain) Penyalir Mendatar (Horizontal Drain) Pelantar (Drainase Gallery) Sumur Pelega (Relief Well) Penyalir parit pencegah ( Interceptor drain) Penyalir Liput ( Blanket Drain) Elektro Osmosis Bromong Tembok penahan (*) Sumuran Tiang (pancang,bor,turap baja ) Teknik penguatan tanah Dinding penopang isian batu (buttress) Tumpuan Beton Baut batuan Pengikat beton Jangkar kabel (Pengangkeran batu) Jala kawat Tembok penahan batu Beton semprot Dinding tipis Bahan ringan Penggantian material Stabilisasi Jembatan talang Relokasi

x x x x x o x x x x o o o o o o o o o o o o o o o o o o o x x ox o

I. RUNTUHAN : Keterangan :

- Batuan 1 1 2 2 1 1 1 2 2 3 2 3 2 2 2 1 3 2 o : Menambah gaya

- Tanah 1 1 2 1 2 1 1 1 2 3 3 2 penahan

- Bahan lepas 1 1 2 1 2 1 1 1 2 3 3 2 x : Pengurangan gaya

II. LONGSORAN pendorong

- Rotaso 1 1 1 2 2 3 2 2 1 1 2 3 2 3 3 1 1 2 3 1 3 3 3 3 2

- Rotasi tanah 1 1 1 2 3 1 1 2 1 1 3 2 3 3 1 3 3 1 2 3 2 3 1 3 3 3 3 2 1 : Sering dilakukan

- Translasi batuan 1 2 2 3 1 2 1 1 2 3 2 3 3 1 1 2 3 1 3 2 2 : Kadang - kadang

- Translasi tanah 1 2 2 3 1 2 1 1 3 2 3 3 1 3 1 2 3 2 3 1 3 2 3 : Jarang

III. ALIRAN

- Batuan 1 2 2 1 1 3 2 3 1 2 3 1 3 2

- Tanah 1 2 2 3 1 2 1 1 3 2 3 3 1 3 2

- Bahan lepas 2 2 1 1 1 3 2 3 1 2 3 1 3 2

- Lumpur 2 2 1 1 1 3 2 3 3 1 3 2

KLASIFIKASI GERAKAN

Tabel : Pemilihan Tipe Penanggulangan Gerakan Tanah

Penambatan Tindakan lain TIPE - TIPE PENANGGULANGAN

Mengubah Geometri Lereng

Mengendali kan air permukaan

Mengendalikan Air Rembesan

(48)

1.7.1 Mengubah Geometri Lereng

Pengubahan geometri lereng dapat dilakukan dengan pemotongan dan penimbunan (cut and fill). Bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di kaki lereng.

Pemotongan geometri terdiri dari:

• Pemotongan kepala (bagian atas) lereng

• Pelandaian

• Penanggaan

• Pemotongan habis

• Pengupasan tebing

• Pengupasan lereng

Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan.

Jadi pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki sudut kemiringan lebih besar dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya.

Penetapan metode ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi. Pemotongan tidak efektif untuk tipe longsoran berantai yang gerakannya dimulai dari bagian kaki lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk gerakan tanah tipe aliran, kecuali disertai dengan tata salir yang memadai

(49)

Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan dilakukan dengan memberikan beban berupa timbunan pada area kaki lereng yang berfungsi untuk menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini hanya cocok untuk longsoran rotasi tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di dalam area longsoran.

Pemilihan metode penimbunan diperkenankan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya

• Timbunan tidak mengganggu drainase permukaan dan tidak membentuk cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air.

• Timbunan terletak di antara bidang netral dan ujung kaki longsoran.

Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

• Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di dekatnya.

• Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran.

• Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung kaki longsoran.

(50)

• Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di tengah, maupun di kaki longsoran.

• Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran.

1.7.2 Mengendalikan Air Permukaan

Mengendalikan air permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana penanggulangan longsoran. Pengendalian air permukaan ini bertujuan untuk mengurangi berat massa tanah yang bergerak dan menambah kekuatan material pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar. Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Menanam Tumbuhan

Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan.

b. Tata Salir (Drainage System)

Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran dan mengelilingi area longsoran sehingga mencegah air limpasan yang datang dari tempat yang lebih tinggi mengalir masuk ke area longsoran.

(51)

Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:

• Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran.

• Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan aliran yang dikehendaki.

c. Menutup Rekahan

Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak menimbulkan tekanan hidrostatis dan tidak membuat tanah yang bergerak menjadi lembek.

d. Perbaikan Permukaan Lereng

Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan meratakan permukaannya, misalanya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya resapan. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode lain.

1.7.3 Mengendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan)

Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang

Gambar

Gambar  2.1 Sketsa Runtuhan (Fall)  (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)
Gambar 2.3. Sketsa Longsoran Rotasi (Rotational Sliding)  (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)
Gambar 2.4. Sketsa Gelinciran Translasi (Translational Sliding)  (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)
Gambar 2.5. Sketsa Aliran (Flow)  (Sumber: Saifuddin Arief, www.geologi2000.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugas pokok Bagian Umum yakni Menyusun perumusan kebijakan pemerintahan daerah, pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah, pembinaan dan fasilitasi, serta

Pada saat termoelektrik digunakan sebagai pemanas, sisi dingin modul akan bekerja sebagai penyerap kalor yang kemudian kalor tersebut akan dilepaskan pada sisi

!akan !akanan an berku berkualitas baik alitas baik merup merupakan akan standart utama yang harus dilaksanakan dalam penyediaan makanan serta aman untuk  standart utama

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tindak direktif anak usia prasekolah yang diujarkan dengan strategi tidak langsung banyak menggu- nakan bentuk pertanyaan dan

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa citra hasil temu kembali dengan menggunakan SVM lebih baik Hal ini dikarenakan sistem mempunyai model klasifikasi untuk memprediksi baik

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatkan prestasi belajar mahasiswa pada pembelajaran Kalkulus Diferensial yang disertai praktikum dengan

Pada tingkat kabupaten/kota, faktor yang mempengaruhi penderita filariasis di Provinsi NAD adalah jarak ke sarana pelayanan terdekat, jarak yang diperlukan untuk

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda atau majemuk karena penelitian ini mengukur pengaruh dengan melibatkan empat variabel bebas atau variabel independen