• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia dewasa ini masih penuh dengan ketidakpastian biaya, waktu dan cara pelayanan. Waktu dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi karena prosedur pelayanan tidak mengatur kewajiban dari penyelenggara pelayanan dan hak dari warga sebagai pengguna. Prosedur cenderung hanya mengatur kewajiban warga ketika berhadapan dengan unit pelayanan.

Ketidakpastian yang sangat tinggi ini mendorong warga untuk membayar pungli kepada petugas agar kepastian pelayanan bisa segera diperoleh.

Ketidakpastian bisa juga mendorong warga memilih menggunakan biro jasa untuk menyelesaikan pelayanannya daripada menyelesaikannya sendiri.

Disamping itu juga sering dilihat dan didengar adanya tindakan dan perilaku oknum pemberi pelayanan yang tidak sopan, tidak ramah, dan diskriminatif.

Sebagai konsekuensi logisnya, dewasa ini kinerja pemerintah sebagai pelayan publik banyak menjadi sorotan, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan.

Pungutan liar (pungli) adalah jenis pelanggaran hukum yang masuk kategori korupsi. Meski demikian, praktek pungli jamak terjadi di dalam birokrasi di Indonesia karena lemahnya pengawasan dan supervise di

(2)

2

kalangan instansi pemerintahan. Meski sejumlah lembaga pengawasan internal dan eksternal telah di bentuk, budaya pungli di kalangan birokrasi tidak kunjung berkurang apalagi di hilangkan. Pada umumnya, pungutan liar dilakukan petugas pelayanan public kategori kelas rendah. Motifnya adalah untuk menambah penghasilan akibat gaji resmi para birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Adanya kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korupsi melalui pungutan liar.

Dalam proses pelayanan public, posisi masyarakat sangat rentan menjadi korban pungutan liar karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat yang kerap melakukan pungutan liar. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari inspektorat sebagai pengawas internal. Pada sisi lain, masyaraktpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungutan liar dengan cara membiasakan diri memberi uang tanpa mampu bersika kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi.

Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan kewenangan pemerintahannya, tentu memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Dalam pemerintahan yang demikian itu pula

(3)

3

prinsip keterbukaan, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat dapat diwujudkan, sebagai manifestasi dari gagasan yang dewasa ini mulai dikembangkan, yaitu penerapan etika dalam pelayanan publik.1 Melihat betapa kompleksnya masalah yang terjadi dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik, maka upaya penerapan etika pelayanan publik di Indonesia msenuntut pemahaman dan sosialisasi yang menyeluruh, dan menyentuh semua dimensi persoalan yang dihadapi oleh birokrasi dalam hal pelayanan.

Permasalahan yang sering timbul adalah pemahaman dan penerapan etika pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah Indonesia, dimana dalam pelayanannya sering timbul pungutan liar atau pungli. Masalah ini perlu pengkajian secara kritis dan mendalam, karena berbagai praktek buruk dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti: ketidakpastian pelayanan, pungutan liar, dan pengabaian hak dan martabat warga pengguna pelayanan, masih amat mudah dijumpai dihampir setiap satuan pelayanan publik. Dengan demikian permasalahan pelayanan publik cukup kompleks, variabelnya sangat luas, upaya memperbaiki birokrasi sebagai pelayan publik (public service) termasuk didalamnya upaya menanamkan etika sebagai nilai utama dalam pelyanan publik, memerlukan waktu yang panjang dan diikuti

1Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), halaman 143.

(4)

4

dengan kemauan aparat untuk merubah sikap dan orentasi perilakunya ke arah yang lebih mementingkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.2

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan bahwa untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, diperlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang professional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan peyalanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pegawai Apararur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.

Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang dan jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan sebagai pegawai ASN. Amanat UU No.5 Tahun 2014 tersebut menunjukkan bahwa pegawai Aparatur Sipil Negara atau yang selama ini dikenal sebagai Pegawai negeri Sipil, mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan menentukan dalam mewujudkan tujuan nasional karena pegawai ASN mempunyai tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.

2 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), halaman 15.

(5)

5

Kinerja aparatur sipil negara/pegawai negeri sipil yang belum maksimal tentunya tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan pengetahuan dan keterampilan atau kecakapan bekerja, tetapi juga bersumber dari sikap dan perilaku yang tidak/kurang baik atau tidak benar dalam melaksanakan tugas dan melakukan tindakan jabatannya seperti : kurang berdisiplin, kurang bertanggung jawab, kurang bekerjasama, kurang bersemangat, kurang berinisiatif dalam memecahkan persoalan yang muncul, dan kurangnya kepekaan dalam bekerja.3 Sikap atau perilaku seperti itu tercipta disebabkan antara lain kurangnya pemahaman dan penghayatan terhadap etika jabatan (kode etik) yang berlaku bagi segenap aparatur sipil negara/pegawai negeri sipil. Sebagaimana diketahui etika jabatan atau kode etik merupakan ketentuan-ketentuan atau standar-standar yang mengatur perilaku moral para aparatur. Etika jabatan atau kode etik berisi ajaran-ajaran moral dan asas-asas kelakuan yang baik bagi aparatur dalam menunaikan tugas dan melakukan tindakan jabatannya. Etika jabatan memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku dan kebajikan moral yang dapat diterapkan oleh setiap aparatur.

Pentingnya etika jabatan atau kode etik bagi ASN ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip kode etik yang berisi pengaturan

3Sri Hartini, Hj. Setiajeng Kadarsih, dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), halaman. 6.

(6)

6

perilaku agar pegawai ASN : melaksanakan tugasnya dengan jujur, tanggung jawab, dan berintegritas tinggi; melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin; melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;

melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

melaksanakan tugas sesuai perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan etika pemerintahan; menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan Negara;

menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya; tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain; memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan melaksanakan ketentuan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai ASN

Bedasarkan uraian diatas maka melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul penelitian yaitu “Kajian Normatif terkait Etika Profesi Aparatur Negara terhadap Pungutan Liar (Pungli) dalam Pelayanan Publik Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”

(7)

7 B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana etika profesi aparatur negara terhadap pungutan liar (Pungli) dalam pelayanan publik ?

2. Bagaimana kajian normatif terkait etika profesi aparatur negara terhadap pungutan liar (Pungli) dalam pelayanan publik ditinjau dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian tersebut adalah :

a. Untuk mengetahui etika profesi aparatur negara terhadap pungutan liar (Pungli) dalam pelayanan publik.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis kajian normatif terkait etika profesi aparatur negara terhadap pungutan liar (Pungli) dalam pelayanan publik ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Selanjutnya manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bahan pustaka serta pusat informasi khususnya dalam sistem Hukum Administrasi Negara di Indonesia, dan menjadi dasar kajian etika aparatur negara dalam menjalankan pelayanan terhadap masyarakat.

(8)

8 b. Manfaat praktis

Memberikan wawasan bagi pembaca agar memahami kajian normatif terkait Etika Profesi Aparatur Negara terhadap Pungutan Liar (Pungli) dalam Pelayanan Publik Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Hasil penelitian ini nanti akan dilaporkan dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I, tentang Pendahuluan, yang berisi : latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II, tentang Tinjauan Pustaka, yang berisi : tinjauan umum tentang ASN, tinjauan umum tentang Etika Profesi ASN, tinjauan umum tentang Pungutan Liar, tinjauan umum tentang Dasar Hukum Etika Profesi Apatarur Sipil Negara.

BAB III, tentang Metode Penelitian, yang berisi : jenis penelitian, spesifikasi penelitian , metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV, tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang berisi : Etika Profesi Aparatur Negara terhadap Pungutan Liar (Pungli) dalam Pelayanan Publik dan Kajian Normatif terkait Etika Profesi

(9)

9

Aparatur Negara terhadap Pungutan Liar (Pungli) dalam Pelayanan Publik Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN

BAB V, tentang Penutup, yang berisi : Simpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembuatan aplikasi ini terdapat dua batasan masalah, sebagai berikut: yang pertama adalah tahapan SDLC yang dikerjakan hanya hingga tahap uji coba dan yang

Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa penguasaan kalimat efektif berpengaruh signifikan terhadap keterampilan menulis surat, (2) Siswa kelas VI SDN Bawakaraeng 1

Penelitian yang dilakukan oleh Candraditya (2013) hal 3-4 dengan penelitian yang berjudul “Analisis Penggunaan Uang Elektronik (Studi Kasus Pada Mahasiswa Pengguna

Dosen pengampu mata uji wajib mengawas mata ujinya & memembawa berkas ujian setelah diujikan Kehilangan berkas tidak menjadi tanggung jawab Fakultas.. Pengawas ujian

Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang memiliki luas wilayah 547,736 km², dengan 8 pulau yaitu Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Pulau

(4) Memiliki kemampuan penguasaan bahasa Inggris, yang ditunjukan dengan dokumen TOEFL atau yang setara, dengan skor sekurang-kurangnya: (a) Untuk studi program doktor di

[r]

Amin Abdullah, misalnya, menyatakan bahwa ke depan umat Islam dituntut untuk mampu menjadi pemikir yang tidak hanya inten dengan wacana-wacana teologis, tetapi