• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESTORASI PANTAI SRIWULAN DEMAK DENGAN PEGAR GEOBAG TIANG BAMBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RESTORASI PANTAI SRIWULAN DEMAK DENGAN PEGAR GEOBAG TIANG BAMBU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS

RESTORASI PANTAI SRIWULAN DEMAK DENGAN PEGAR GEOBAG TIANG BAMBU

Soni Senjaya Efendi(1), Dede M. Sulaiman(2),

(1,2) Peneliti Balai Litbang Teknologi Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air Jalan Gilimanuk Singaraja Km 122 Gerokgak, Buleleng, Bali.

dedems@ymail.com; sonisenjaya164@yahoo.co.id

Pemasukan : Perbaikan : Diterima :

INTISARI

Erosi pantai, banjir rob dan penurunan tanah di pantai utara Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Demak, telah lama berlangsung yang mengakibatkan rusaknya lingkungan pantai dan tergenangnya daerah permukiman, persawahan, dan prasarana lainnya. Sayung merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Demak yang mengalami permasalahan yang paling serius

Struktur pemecah gelombang ambang rendah tiang bambu (selanjutnya disebut PEGAR tiang bambu) diusulkan untuk diterapkan pada Program Building with Nature. Struktur ini diharapkan berfungsi sebagai peredam gelombang sekaligus sebagai pelindung sementara pertumbuhan mangrove muda sebelum kuat menahan gempuran gelombang. Struktur diisi kantong kantong pasir (geobag) ukuran 0,3 x 0,6 x 0,9 m dengan tinggi puncak struktur di atas muka air rata rata (MSL) dan di bawah muka air tertinggi (HWL). Puncak struktur ini muncul ke permukaan saat air rendah atau surut, namun puncaknya tenggelam saat air laut pasang. Dimensi struktur memiliki panjang 75 meter, lebar 1,6 meter dan tinggi dari dasar perairan 0,9 meter dengan panjang tiang bambu yang menancap sekitar 2,0 – 2,3 meter dari dasar perairan.

Berdasarkan hasil pendekatan dengan pemodelan, dengan panjang 75 meter menghasilkan sedimentasi dibelakang struktur sebesar 0.26 meter. Perubahan morfologi yang kecil ini disebabkan oleh gelombang yang mencapai struktur yang kecil.

Kata Kunci : Erosi, Building With Nature, Pegar tiang bambu, Mangrove, Perubahan morfologi.

(2)

LATAR BELAKANG

Erosi pantai, banjir rob dan penurunan tanah di pantai utara Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Demak, telah lama berlangsung yang mengakibatkan rusaknya lingkungan pantai dan tergenangnya daerah permukiman, persawahan, dan prasarana lainnya. Sayung merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Demak yang mengalami permasalahan yang paling serius. Proses pengikisan dan genangan yang terus terjadi di wilayah pesisir ini telah menyebabkan mundurnya garis pantai, sehingga permukiman penduduk semakin dekat dengan pantai dan meningkatnya kerentanan terhadap banjir pasang. Dalam upaya merestorasi dan menyelamatkan wilayah pantai yang telah nyaris tenggelam ini, suatu proyek restorasi yang dikenal dengan proyek Building with Nature (BwN) telah digulirkan oleh Konsorsium Ecoshape dari Belanda yang terdiri dari lembaga swadaya dan perusahaan seperti Deltares, Wetteveen + Bos dan Wetland International. Konsorsium Ecoshape ini dalam melaksanakan programnya bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Salah satu program dari proyek BwN ini adalah mengembalikan dan menumbuh-kembangkan mangrove.

Sebagai bentuk partisipasi dalam Proyek BwN ini, Pusat Litbang Sumber Daya Air merekomendasikan penerapan PEGAR geobag tiang bambu sebagai struktur pelindung dan penangkap sedimen sebelum mangrove tumbuh besar. Struktur pemecah gelombang ambang rendah (selanjutnya disebut PEGAR) adalah struktur pelindung pantai yang ditempatkan sejajar pantai dengan bagian puncak berada di bawah muka air tertinggi, mendekati atau sedikit muncul di atas permukaan air laut rata-rata. Selain berfungsi sebagai peredam dan pemecah gelombang, PEGAR berperan sebagai penangkap dan penahan sedimen. Limpasan gelombang yang dipaksa pecah di atas PEGAR mengangkut bermacam sedimen. Setelah gelombang pecah di belakang struktur, terjadi proses fisik yang kompleks antara lain proses turbulensi yang menyebabkan terjadinya pengendapan sedimen. Proses tersebut berlangsung secara kontinyu yang menyebabkan sedimen tersebut menumpuk di pantai dan membentuk garis pantai baru yang disebut salient dan makin maju ke arah laut sampai menyatu dengan struktur PEGAR yang disebut sebagai tombolo. Karena itu untuk kondisi pantai Sriwulan, Demak yang tererosi dan tergenang banjir rob dipilih PEGAR tiang bambu sebagai bangunan pelindung dan perehab pantainya.

Struktur PEGAR geobag yang telah dipasang di pantai Sriwulan merupakan prototip lapangan yang diharapkan menjadi percontohan dan struktur alternative dalam melindungi dan menumbuh-kembangkan mangrove sebelum kuat menahan hempasan gelombang. Geobag adalah karung pasir yang terbuat dari geotekstil non- woven polypropylene superior dengan kuat tarik tinggi yang dirancang agar tahan terhadap abrasi, sinar UV, dan juga coblos (puncture). Penggunaan PEGAR geobag dengan tiang bambu sebagai sangkar diperkirakan mampu bertahan selama tiga tahun sampai mangrove tumbuh kuat.

(3)

KAJIAN PUSTAKA

1. Pengaman Pantai dengan Struktur Keras

Secara umum penanganan erosi pantai dilakukan dengan menggunakan struktur keras (hard structure), seperti: revetmen, pemecah gelombang, tembok laut, groin atau kombinasinya. Struktur keras terbukti berhasil mengatasi erosi pantai berpasir atau berkarang, tetapi kurang efektif dalam mengatasi erosi pada pantai berlumpur.

Dalam hal perlindungan dan stabilitas garis pantai, pantai dengan material dominan pasir memiliki karakteristik dan dinamika yang sangat berbeda dengan pantai berlumpur. Pantai berlumpur, mempunyai ukuran partikel yang jauh lebih halus dan bersifat kohesif. Hal ini mengakibatkan material dengan pantai berlumpur akan lebih rentan terhadap gaya likuifaksi gelombang dan dipercaya dapat mengakibatkan perubahan serta dinamika di pantai berlumpur yang sangat cepat dibandingkan dengan pantai berpasir.

(a) Revetmen di Pantai Cleveleys, Inggris (www.cleveleys-

seawall.co.uk)

(b).Pemecah Gelombang di Pantai Nusa Dua, Bali

Gambar 1 Contoh Pengaman Pantai Jenis Struktur Keras

Penerapan teknologi pengaman pantai yang konvensional, seperti membuat struktur-struktur keras pengaman pantai, sering kali tidak memberikan hasil yang optimal untuk pantai dengan karakteristik utama berlumpur. Beberapa penyebabnya adalah antara lain:

1) Tekanan erosi yang jauh lebih tinggi dikarenakan refleksi gelombang, 2) Kadar air dari tanah pendukung yang sangat tinggi sehingga daya dukung

tanah sangat rendah,

3) Permeabilitas yang sangat rendah sehingga rawan likuifaksi yang tergantung juga pada gradasi.

4) Sering kali biaya menjadi semakin tinggi dikarenakan diperlukannya proteksi tambahan.

(4)

2. Pengaman Pantai Tipe Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang dipasang tegak lurus pantai, berfungsi sebagai penahan dan penjebak transpor pasir menyusur pantai. Efek bawaan dari groin, yaitu terjadinya akrasi atau sedimentasi di bagian hulunya (updrift) dan menimbulkan erosi di bagian hilir struktur (downdrift). Efek positif dari groin yaitu sedimentasi di bagian updrift menjadi keunggulan bawaan dari groin. Karena itu, jenis struktur tegak lurus pantai ini secara historis telah lama diterapkan dan merupakan struktur yang paling efektif dalam penanganan erosi pantai yang kritis.

Namun demikian, kelemahan dari groin adalah selalu menimbulkan erosi di hilir, yang dikenal sebagai efek downdrift. Makin panjang groin dibangun, makin parah dan makin panjang dampak erosi pantai di bagian hilirnya.

3. Inovasi Dengan Mereduksi Elevasi Puncak

Penggunaan struktur pemecah gelombang lepas pantai di Indonesia sebagai struktur pengaman pantai sampai saat ini masih kurang populer dibandingkan dengan jenis bangunan pengaman pantai lainnya seperti groin, revetmen, atau pun tembok laut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain struktur pemecah gelombang ini dikenal sebagai metode perlindungan pantai yang sangat mahal dan dampak estetika yang ditimbulkannya sangat mengganggu terutama untuk pantai wisata..Salah satu upaya untuk mendapatkan teknologi perlindungan pantai yang efektif dan ramah lingkungan, telah dikembangkan metode perlindungan pantai dengan pemecah gelombang ambang rendah. Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan pelindung pantai yang ditempatkan sejajar garis pantai dan berfungsi sebagai peredam energi gelombang sebelum mencapai pantai. Inovasi dilakukan melalui modifikasi dimensi, yaitu dengan memangkas elevasi puncak struktur yang selanjutnya berbanding lurus dengan berkurangnya volume dan biaya. Demikian juga penggunaan material alternatif seperti karung geotekstil.

Pengembangan Pegar ini telah dilakukan melalui sederet eksperimen baik di laboratorium mapun lapangan, sehingga dihasilkan struktur PEGAR yang memilki efektifitas perlindungan dengan biaya konstruksi yang relatif lebih murah dari pada pemecah gelombang konvensional. Dari segi bahan, saat ini telah banyak diproduksi geotekstil dengan berukuran besar seperti geotube atau karung pasir berbentuk bantal guling yang lebih ekonomis dan geobag atau karung pasir yang lebih kecil ukurannya..

Struktur PEGAR ini adalah struktur pemecah gelombang lepas pantai dengan elevasi puncak di bawah atau sedikit muncul di atas muka air rerata (Buccino dan Calabrese, 2007). Struktur ambang rendah atau sering disebut juga struktur tenggelam, dibangun sedemikian rupa sehingga gelombang yang melewati puncak struktur dipaksa pecah dan selanjutnya energinya terhamburkan (terdissippasi).

Keunggulan Struktur PEGAR dari PG konvensional antara lain dari segi biaya pembuatan lebih murah, dampak estetika yang lebih ramah lingkungan, sirkulasi air yang lebih baik, dan efek rintangan yang rendah terhadap transpor sedimen

(5)

(Kularatne dkk., 2008), sehingga akumulasi sedimen di belakang PEGAR lebih merata. PEGAR, merupakan struktur pelindung pantai yang selalu dilimpasi gelombang. Selain itu lapis lindung bagian luar (armor) pada PEGAR masih mengalami hantaman gelombang yang mengakibatkan gelombang pecah (Pascual dkk., 2007).

4. PEGAR Sebagai Perehab dan Pengendali Erosi Pantai

PEGAR dapat dirancang untuk mengurangi atau mencegah erosi pantai dan mendorong terakumulasinya sedimen dalam membentuk pantai baru. Struktur pelindung pantai ambang rendah ini mereduksi energi gelombang yang datang dengan cara memicu dan memaksa gelombang pecah di atas dan pada saat kontak dengan struktur, sebagian energinya dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan.

Efektivitas PEGAR dalam mengembalikan pantai yang tererosi sangat dipengaruhi selain parameter gelombang, juga oleh geometri dari struktur PEGAR, terutama jarak ambang, jarak dari pantai, dan panjang struktur. Hanson dan Kraus ( 1991) menunjukkan bahwa respon garis pantai terhadap keberadaan pemecah gelombang dikendalikan oleh sedikitnya 14 variabel, delapan diantaranya adalah variabel yang sangat berperan yaitu (1) jarak dari pantai; (2) panjang struktur; (3) tinggi dan lebar mercu; (4) kemiringan dasar pantai; (5) tinggi gelombang;(6) periode gelombang; (7) orientasi sudut dari struktur; dan (8) arah gelombang dominan.

Pendekatan praktis untuk menghasilkan PEGAR yang efektif sebagai pengendali erosi dan perehab pantai adalah dengan menempatkan struktur PEGAR pada posisi di atas MSL. Prototip PEGAR pantai Tanjung Kait dan pantai Pisangan (Sulaiman, 2012b), pantai Pekalongan (Bashir Ahmad dkk.,2015) dan pantai Sigandu Batang (Sulaiman dkk., 2015) merupakan prototip lapangan yang memberikan respon pantai yang positif dengan terbentunya salien dan tombolo atau lahan timbul, yang merupakan pantai baru yang terbentuk oleh adanya PEGAR.

5. Jarak Ambang dan Efektifitas PEGAR

Parameter utama yang digunakan dalam menggambarkan geometri PEGAR ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam hal ini h = tinggi struktur, d = kedalaman air, dan Rc= h-d merupakan jarak ambang (free board), yaitu selisih antara elevasi puncak struktur dengan elevasi muka air. Salah satu parameter penting dalam merancang dan menentukan efektifitas pemecah gelombang ambang rendah adalah derajat submergensinya, yang dapat dijelaskan dengan tiga parameter, yaitu: (1) derajat tenggelam (submergence) atau jarak ambang, Rc= h-d; (2) tinggi struktur relatif = h/d; dan (3) perbandingan antara jarak ambang terhadap kedalaman air = Rc/d.

Derajat submergensi merupakan rasio antara kedalaman air terhadap tinggi struktur PEGAR.

Untuk struktur PG yang mencuat (terekspos), dengan tinggi puncaknya melampaui kedalaman air, rasionya adalah kurang dari satu. Tinggi struktur relatif, yang merupakan rasio antara tinggi struktur terhadap kedalaman air (h/d) juga dapat

(6)

dipakai sebagai parameter non-dimensi untuk menggambarkan derajat tenggelamnya dan derajat cuatannya struktur.

Gambar 1. Parameter geometri pada struktur PEGAR (Sulaiman dkk., 2013) 6. Mangrove

Mangrove adalah ekosistem hutan yang tumbuh dan berkembang di kawasan pinggir pantai dan muara-muara sungai. Mangrove memiliki fungsi serta tujuan yang sangat bermanfaat bagi manusia. Pohon-pohonnya mempunyai akar-akar tunjang untuk bernafas. Akarnya melengkung dan mencuat ke atas sehingga tidak selamanya terendam air. Lingkungan fisik tempat tumbuhnya hutan bakau meliputi daerah pasang surut sampai airnya asin dan tanahnya berlumpur. Mangrove tersebar di sepanjang pantai Indonesia terutama pada pantai yang datar seperti pantai timur Sumatera, pantai utara Pulau Jawa, pantai Selatan Kalimantan dan pantai-pantai lainnya yang ditumbuhi bakau secara alami.

Kawasan Mangrove banyak menyediakan nutrisi (makanan bergizi) bagi makhluk- makhluk lainnya pada ekosistem tersebut. Makhluk hidup yang banyak ditemukan di ekosistem ini antara lain ikan, kepiting, udang, siput, tiram, cacing, burung, monyet, dan pada beberapa ekosistem pantai terdapat pula buaya. Ekosistem pantai yang tertutup mangrove memiliki manfaat yang besar bagi manusia. Manfaat Ekosistem Mangrove dalam kaitannya dengan rehabilitasi zona pantai antara lain :

1) Penahan perembesan air asin ke daratan.

Keberadaan mangrove di tepi pantai mampu menghambat perembesan air asin ke daratan. Kemusnahan hutan bakau di tepi pantai akan mengakibatkan perembesan (intrusi) air asin jauh ke daratan. Contoh: di pantai Jakarta dari 1.200 hektare Mangrove tahun 1988, pada tahun 2003 tinggal hanya 327 hektare (27%), sehingga menyebabkan intrusi air laut telah mencapai 14 km, atau tepatnya sudah sampai di kawasan Monumen Nasional (Monas).

2) Penahan sedimen dan zat makanan.

Akar-akar Mangrove akan menahan sedimen-sedimen yang di bawa oleh air dan hasil erosi di kawasan itu. Sedimen-sedimen yang dibawa oleh air mengandung banyak zat-zat makanan yang diperlukan oleh Mangrove

(7)

sehingga Mangrove tumbuh subur. Daun-daun itu akhirnya membusuk dan terurai menjadi sumber makanan makhluk lainnya.

3) Pariwisata.

Mangrove yang luas dan masih alami, banyak didatangi wisatawan untuk dinikmati keindahan Mangrove dan kesunyian alaminya.

4) Perlindungan pantai dari abrasi.

Akar-akar Mangrove yang mencuat di atas tanah dapat menahan hantaman ombak dan laut sehingga terhindar dan bahaya abrasi pantai.

METODOLOGI STUDI

Metode yang akan digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

i) Persiapan dan studi literatur

Studi literatur diambil dari data sekunder meliputi arsip, laporan, jurnal dan studi literatur mengenai struktur peredam gelombang.

ii) Pengumpulan data dan elaborasi parameter uji model lapangan

(1) Pengukuran topografi, bathimetri dan hidro-oseanografi termasuk gelombang, pasang surut, dan arus selama minimal 15 hari serta pengambilan sedimen pantai. Metode survei dan pengolahan data survei mengacu pada:

(a) Survei topografi sesuai SNI 19-6988-2004 tentang Jaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar

(b) Survei bathimetri sesuai SNI 7646 : 2010 tetang Survei hidrografi menggunakan Singlebeam Echosounder.

(c) Survei Hidro-oseanografi (pasang surut, arus dan gelombang) sesaui dengan SNI 7646 : 2010 tetang Survei hidrografi menggunakan Singlebeam Echosounder

(d) Pengambilan sedimen laut: 2 titik sedimen dasar laut sesuai dengan SNI 7646 : 2010 tetang Survei hidrografi menggunakan Singlebeam Echosounder

(2) Parameter tinggi gelombang:signifikan (Hs), periode (T) gelombang pada kondisi harian (normal), badai/ekstrim,Parameter ini diperoleh dari hasil pengukuran arus menggunakan ADCP.

(3) Pasang surut (LWL, MSL, HWL), (4) Sedimen dasar d50

(5) Layout dan cross section lokasi studi iii) Pembangunan (set up) model lapangan

(1) Pemasangan struktur penahan ombak (2) Pembangunan inti/core struktur (3) Pemasangan alat ukur

iv) Analisa dan evaluasi data dengan pendekatan hasil pemodelan numerik.

(8)

HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN

Dari skematisasi dengan pendekatan model, dapat dilihat besar gelombang signifikan pada kondisi menuju surut, surut, menuju pasang, dan saat pasang. Nilai tinggi gelombang yang sampai ke struktursangat kecil (berkisar 0.1 meter). Hal ini dikarenakan profil bathimetri sriwulan yang dangkal sehingga daerah gelombang pecah sangat jauh dari posisi struktur.

Penerapan PEGAR dari tiang tiang bambu yang menjepit karung geobag dengan elevasi dibawah MSL dan diatas LWL merupakan satu struktur yang dicoba dibangun di pantai berlumpur, harapan dari pembangunan ini berupa proses sedimentasi di bagian belakang struktur yang selanjutnya memungkinkan tumbuh dan hidupnya vegetasi pantai (mangrove) sebagai perlindungan alami pantai berlumpur dari kerusakan akibat erosi dan penurunan tanah (land subsidence). Pada Gambar 3 dan 4, terlihat hasil pendekatan efek struktur dalam merubah kondisi hidrooceanografi di sekitar struktur, sedangkan gambaran Pegar tiang bambu seperti pada Gambar 5.

Gambar 3. Hasil Pemodelan Tanpa Struktur

Gambar 4. Hasil Pemodelan dengan Struktur

Gambar 5 Pegar Tiang Bambu di Pantai Sriwulan Demak Jawa Tengah Gambar 3. Menunjukan kondisi perairan tanpa struktur dan Gambar 4 merupakan gambaran kondisi sekitar struktur dengan pemasangan PEGAR tiang bambu sepanjang 75 meter. Dengan skema PEGAR tiang bambu dengan panjang 75 meter menghasilkan sedimentasi dibelakang struktur sebesar 0.26 meter. Perubahan morfologi yang kecil ini disebabkan oleh gelombang yang mencapai struktur yang kecil.

(9)

Hasil pemodelan ini menunjukan ada efek dari pemasangan struktur PEGAR tiang bambu sepanjang 75 meter, lebar 1,6 meter dan tinggi dari dasar perairan 0,9 meter dengan panjang tiang bambu yang menancap sekitar 2,0 – 2,3 meter dari dasar perairan di Pantai Sriwulan Demak Jawa Tengah dalam upaya menangkap lumpur yang kedepannya dapat dijadikan tempat untuk hidup mangrove di perairan pantai berlumpur.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Struktur PEGAR geobag yang telah dipasang di pantai Sriwulan merupakan prototip lapangan yang diharapkan menjadi percontohan dan struktur alternative dalam melindungi dan menumbuh-kembangkan mangrove sebelum kuat menahan hempasan gelombang.

2. Geobag adalah karung pasir yang terbuat dari geotekstil non-woven polypropylene superior dengan kuat tarik tinggi yang dirancang agar tahan terhadap abrasi, sinar UV, dan juga coblos (puncture).

3. Penggunaan PEGAR geobag dengan tiang bambu sebagai sangkar diperkirakan mampu bertahan selama tiga tahun sampai mangrove tumbuh kuat.

4. Berdasarkan hasil pendekatan dengan pemodelan, dengan panjang 75 meter menghasilkan sedimentasi dibelakang struktur sebesar 0.26 meter. Perubahan morfologi yang kecil ini disebabkan oleh gelombang yang mencapai struktur yang kecil.

5. Sebaiknya penerapan struktur dicoba di pantaio berlumpur dengan tinggi gelombang yang sampai ke struktur minimal 1 meter dan lokasi pembangunan struktur bukan merupakan genangan air laut.

REFERENSI

Basyir Ahmad., M. Ismanto, S.Miftahudin, Dede M. Sulaiman, 2015. Rehabilitasi Erosi Pantai dan Banjir Rob di Kota Pekalongan, Prosiding PIT HATHI XXXII, Malang, 6-8 November.

Buccino, M., dan Calabrese, M., 2007. “Conceptual Approach for Prediction of Wave Transmission at Low Crested Breakwaters”.Journal of Waterway, Port, Coastal, and Ocean Engineering.ASCE, 133(3), May, pp 213-224.

Burcharth, H.F., Hawkins, S.J., Zanuttigh, B. and Lamberti, A., 2007.

“Environmental design g uidelines for low crested structures”. Elsevier, 400 pp.

Dinas Kelautan dan Perikanan, 2014. Identifikasi Kerusakan dan Perencanaan Rehabilitasi Pantura Jawa Tengah. Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

Google earth.com, 2015. Pantai Sigandu. Diunduh 22 Agustus 2015, jam 05.15.

Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2014. Laporan Advis Teknis Monitoring Pantai Sigandu Pasca Pemasangan PEGAR geotube, Bandung.

(10)

Oumeraci, H. dan Recio, J., 2010. “Geotextile Sand Containers for Shore Protection, Handbook of Coastal and Ocean Engineering”, ed. Y.C.Kim (World Scientific Publishing), Chapter 21, hal. 553-600.

Sulaiman, Dede M., 2012. “Rehabilitasi Pantai Dengan PEGAR Geotube, Studi Kasus Pantai Tanjung Kait, Tangerang, Banten”, Jurnal Keairan Vol. 2. No. 2, Bandung.

Sulaiman, D. M., Triatmadja, R., and Triweko, R.W., 2014. Physical model study of piling-up and current patterns around serial low-crested breakwaters, Proceedings of the 19th IAHR-APD Congress 2014, Hanoi, Vietnam.

Gambar

Gambar 1 Contoh  Pengaman Pantai Jenis Struktur Keras
Gambar 1. Parameter geometri pada struktur PEGAR (Sulaiman dkk., 2013)  6.  Mangrove
Gambar 3. Hasil Pemodelan Tanpa  Struktur

Referensi

Dokumen terkait

grounded dan penelitian tindakan partisipatoris. Penggalian data menggunakan kelompok diskusi terfokus, wawancara, observasi partisipan dan kuesioner terbuka. Analisis

Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaji dan motivasi terhadap kinerja guru. Populasi penelitian ini adalah gur bimbingan belajar di Kabupaten

Tingkat kematangan gonad I baik ikan jantan maupun betina mendominasi, tidak terdapatnya ikan yang matang gonad diduga ikan berada di perairan yang lebih dalam. Nilai IKG

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, sistem perhitungan jumlah sel darah merah normal dan abnormal berbasis pengolahan citra digital telah berhasil mendeteksi

Pemanfaatan e-commerce tidak hanya membuka peluang bagi perusahaan berskala besar maupun menengah dan kecil untuk menjadi pilihan bagi konsumen karena perusahaan

“Musda ini bukan hanya membahas masalah peralihan kepemimpinan akan tetapi menjadi ajang konsolidasi pengurus dalam memberikan rekomendasi kepada perusahaan yang bergerak dibidang

Sedangkan pemilahan pasir pada endapan sungai aktif lebih buruk jika dibandingkan dengan sedimen permukaan dasar laut, gisik pasir maupun tanggul gisik, yaitu mempunyai