• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu negara. Saat ini, energi yang dominan di dunia berasal dari fosil. Bentuk energi yang tidak dapat diperbarui ini dikenal sebagai minyak bumi, gas, dan batu bara. Turunan produknya berguna bagi kegiatan rumah tangga maupun industri.

Kebutuhan energi dunia terus meningkat sebagai dampak dari adanya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk (Dewan Energi Nasional, 2016). Minyak adalah energi primer yang suplainya mendominasi di Indonesia, tetapi persentasenya terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000, porsinya mencapai 59,6%, kemudian turun menjadi 46,08% pada tahun 2013. Dalam kurun waktu yang sama, batu bara mengalami kenaikan sebesar 17,99%; sedangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan gas mengalami penurunan sebesar 0,03% dan 4,4% (Dewan Energi Nasional, 2014). Pemenuhan kebutuhan akan energi tersebut menjadi masalah karena terbatasnya kesediaan jumlah sumber daya energi, teknologi yang digunakan, dan tingginya risiko (kesehatan, keamanan, dan lingkungan).

Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, termasuk minyak dan gasnya. Dalam publikasi buku Ketahanan Energi Indonesia (2014), Dewan Energi Nasional menyatakan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia mencapai 7.549,81 million stocks tank barrels (MSTB) pada tahun 2013, yang terdiri dari cadangan terbukti 48,9% dan cadangan potensial 51,1%. Sementara

(2)

2 itu, cadangan gas bumi mencapai 150,39 trilion standard cubic feet (TSCF), yang terdiri dari cadangan terbukti 67,5% dan cadangan potensial 32,5%.

Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 menyatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat 3 pasal tersebut menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sejalan dengan kedua ayat tersebut, wewenang atas operator sekaligus perwakilan Indonesia sebagai pemilik wilayah kerja pertambangan (WKP) hulu migas pada awalnya adalah PT Pertamina Persero. Begitu keluar UU no. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, wewenang tersebut dibagi. BP Migas dibentuk (saat ini dikenal dengan SKK Migas) sebagai perwakilan negara dalam pengelolaan minyak dan gas. Satuan kerja ini bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Lembaga ini dibentuk agar pengambilan sumber daya migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (SKK Migas, 2016).

Pelaku usaha (operator) migas di bawah SKK Migas dikenal sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dewan Energi Nasional (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2013 tercatat ada 244 perusahaan yang melakukan kegiatan eksplorasi dan 58 perusahaan yang melakukan kegiatan produksi. KKKS terbagi menjadi 4, yaitu KKKS nasional-dalam negeri yang merupakan anak usaha BUMN, yaitu Pertamina (contoh: Pertamina EP) dan KKKS swasta-dalam negeri (contoh: Medco Energi). Selain itu juga terdapat

(3)

3 KKKS nasional-luar negeri (contoh: Petronas, Petrobras) dan KKKS swasta-luar negeri (contoh: Chevron, Exxon Mobil , Total E&P Indonesie).

PT Pertamina EP (PEP) merupakan anak perusahaan PT Pertamina Persero yang didirikan pada 13 September 2005. Sebagai KKKS, proses bisnis PEP menitikberatkan pada bagi hasil lifting migas dan cost recovery (antara SKK Migas dan PEP). Lifting atau penjualan adalah proses pengiriman migas dan produk turunannya dari PEP ke sales point. Cost recovery merupakan penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh KKKS apabila berhasil memroduksi migas secara komersial dengan ketentuan berlaku (PEP, 2014).

Sebagai bentuk pelaporan KKKS ke SKK Migas, PEP meringkas informasi keuangan untuk periode berjalan berupa hak dan kewajiban antara PEP dengan SKK Migas. Hal ini berupa penjabaran mekanisme pembagian produksi dan pendapatan, disusun secara sistematis dalam format laporan Entitlement Calculation Statement (ECS). ECS bertujuan untuk mengetahui seberapa besar bagian PEP atas lifting yang telah dilakukan.

PEP menggambarkan biaya yang telah dikeluarkan secara triwulanan ke SKK Migas dalam mata uang USD dan format laporan Financial Quarterly Report (FQR). FQR ini memuat seluruh biaya yang telah diakui PEP dengan membedakan jenis biaya menjadi cost recoverable dan non-cost recoverable. FQR bertujuan utama untuk mengetahui seberapa besar cost recovery yang dapat diganti oleh SKK Migas.

Sebagai anak perusahaan, PEP mengikuti aturan Persero untuk membagi jenis biaya yang dikeluarkan menjadi biaya operasi (operational expenditure/OPEX) dan biaya investasi (capital expenditure/CAPEX). PEP menganggarkan biaya operasi dalam pos Anggaran Biaya Operasi (ABO) dan

(4)

4 biaya investasi dalam pos Anggaran Biaya Investasi (ABI). PEP mendapatkan suntikan dananya dari Persero saja, ia tidak diperkenankan melakukan aksi financing seperti menerbitkan saham atau mengeluarkan obligasi. Mekanisme budgeting ini terangkum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Dengan demikian, berapapun rencana biaya yang akan dikeluarkan, PEP hanya didanai oleh Persero melalui RKAP yang disetujui.

Sebagai regulator, SKK Migas merencanakan seberapa besar cost recovery yang dapat dikeluarkan dalam suatu periode dalam Work Program and Budget (WPNB). Tiap KKKS diwajibkan menyusun WPNB yang memuat rencana CAPEX maupun OPEX. CAPEX yang memenuhi prasyarat tertentu diharuskan dimuat dalam suatu rencana proyek investasi dengan format Authorization for Expenditure (AFE). PEP wajib menyelaraskan strategi budgeting perusahaan sebagai anak perusahaan dalam RKAP dan sebagai KKKS dalam persetujuan WPNB dan AFE. Dari sisi akuntansi manajemen, meskipun PEP optimis dengan tiap AFE yang disetujui dalam WPNB, dana yang tersedia belum tentu turun dari Persero begitu saja.

Dalam rangka memperbesar lifting dan memaksimalkan cost recovery, PEP sebagai entitas bisnis bermitra dengan rekanan, kontraktor, atau vendor pihak III (selanjutnya disebut vendor). PEP mengikat kemitraan dengan vendor dalam sebuah kontrak yang didasari kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Kontrak pengadaan barang dan jasa dibutuhkan untuk memfasilitasi kegiatan operasi maupun investasi PEP. Dalam realisasinya, masalah dari sisi vendor tidak dapat dielakkan. Hal ini menimbulkan realisasi pekerjaan terkendala, baik dari sisi keterlambatan pengiriman barang ataupun penyelesaian jasa pekerjaan. Tiap potensi permasalahan diatur bersama antara

(5)

5 PEP dan vendor dalam suatu kontrak. Dengan adanya kontrak, tiap masalah yang timbul diatur pengenaan dendanya. Denda ini berfungsi sebagai deduksi atas total tagihan vendor ke PEP atas pekerjaan yang telah dilakukan.

PEP memiliki Pedoman Akuntansi yang memberikan arahan umum atas kebijakan akuntansi. Pedoman tersebut tertuang dalam Pedoman A-001/EP8000/2012-S0/Rev 02 (selanjutnya disebut Pedoman A-001). Sesuai kebijakan Persero, PSAK yang konvergen dengan IFRS diterapkan PEP sejak 1 Januari 2011. Penerapan ini meliputi proses identifikasi transaksi, pengakuan (recognition), pengukuran (measurement), penilaian (valuation), penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure). Pedoman Akuntansi ini disusun selaras dengan SAK yang sudah konvergen dengan IFRS, sehingga laporan keuangan PEP dapat digunakan untuk tujuan umum (general purpose financial statement).

Sebagai regulator, SKK Migas mengeluarkan pedoman akuntansi, yaitu Pedoman Tata Kerja Nomor PTK 059/SKKO0000/2015/S0 tentang Kebijakan Akuntansi Kontrak Kerja Sama untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PTK-059). Untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pengendalian kegiatan migas, SKK Migas melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas dokumen WPNB serta laporan finansial kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang disusun oleh KKKS. Rencana kerja dan anggaran serta laporan finansial yang disusun dan dilaporkan oleh KKKS kepada SKK Migas yang dimaksud merupakan output dari suatu sistem pencatatan dan pembukuan yang dilakukan oleh KKKS secara manual maupun elektronik.

(6)

6 PEP memiliki kebijakan khusus atas perlakuan akuntansi terhadap pencatatan denda yang tertuang dalam Memo No 815/EP4100/2014-S4 perihal Perlakuan Akuntansi atas Pencatatan Denda & Koreksi Non Cost Recovery (selanjutnya disebut Memo 815). Penekanan pada pencatatan denda belum diatur secara rinci pada Pedoman A-001, sehingga Memo 815 merupakan kebijakan yang mengatur secara khusus.

Jika Memo 815 dibandingkan dengan PTK-059 akan muncul perbedaan pada bagian akuntansi aset tetap. Memo 815 mencatat denda dengan cara kredit biaya investasi untuk biaya perolehan atas kegiatan investasi (baik tangible maupun intangible item). Sementara itu, PTK-059 menekankan bahwa biaya perolehan tangible asset tidak boleh termasuk pendapatan denda atas keterlambatan pengiriman oleh vendor, penerimaan klaim dari perusahaan asuransi, dan lainnya. PTK-059 tidak memperkenankan metode pencatatan denda dengan cara kredit biaya pada tangible asset.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENCATATAN DENDA ATAS INVOICE PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT PERTAMINA EP ASSET 3.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disajikan, penulis terdorong untuk merumuskan masalah yang kemudian akan diteliti dan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Rumusan masalah yang akan penulis sajikan adalah bagaimana analisis pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 sebelum dan setelah keluarnya Memo 815?

(7)

7

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya terbatas pada analisis perlakuan akuntansi terhadap pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 sebelum dan setelah keluarnya Memo 815. Penelitian ini akan mengkaji dampak metode pencatatan denda di PEP Asset 3 dari perspektif anggaran, pertanggungjawaban AFE, PSC accounting, dan GAAP. Data yang digunakan bersumber dari hasil wawancara, pedoman akuntansi, baik PEP maupun PTK-059, serta kertas kerja rekapitulasi invoice pengadaan barang dan jasa periode 2014-2015.

1.4 Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai analisis pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 serta dampaknya.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan akademisi dan peneliti selanjutnya untuk memberikan gambaran terhadap mekanisme pencatatan denda di PEP Asset 3.

2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pada penulis mengenai dampak pencatatan akuntansi di PEP Asset 3, baik dari perspektif anggaran, pertanggungjawaban AFE, PSC accounting, dan GAAP.

(8)

8 1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN

Bagian ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN LITERATUR

Bagian ini menguraikan definisi industri migas, core business industri migas, metode akuntansi di industri migas, profil PEP Asset 3, kontrak pengadaan barang dan jasa, proses invoice di PEP Asset 3, dan metode pencatatan denda.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Bagian ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi wawancara dan dokumentasi.

BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bagian ini menguraikan tentang hasil-hasil penerapan metodologi penelitian.

BAB V: PENUTUP

Bagian ini menguraikan tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran penulis untuk penelitian lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

PEMBUATAN FILM PENDEK TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA DENGAN TEKNIK CONTINUITY EDITING SEBAGAI UPAYA.. PENYADARAN

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

karakteristik tertentu yang memberikan pengaruh pada produktivitas yang sulit diukur dengan algoritma matematis dapat diukur lebih mudah dengan pendekatan logika fuzzy,

Hasilnya mempengaruhi bahwa model pembelajaran PDEODE membantu siswa agar lebih mudah mengingat materi yang diajarkan.Jadi dapat disimpulkan bahwa pengajaran topik

The results show that native accents receive more positive attitudes, and non-native accents receive more negative attitudes; nevertheless; more than half participants state that

Semua pihak yang telah membantu penyusun dalam penyusunan LP3A ini, yang tidak. dapat penyusun

[r]

Mengingat roman ini merupakan buah karya dari Albert Camus, dan diterbitkan pada tahun yang sama dengan esai gagasan absurditas Camus, tentu saja sangat menarik untuk