• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN MASALAH TERBUKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN MASALAH TERBUKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS IV"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN MASALAH TERBUKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA KELAS IV

Ni Kd. Nuraeni1, I G. N. Japa2, I Md. Citra Wibawa3

1, 2, 3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: deknuraeni@gmail.com1, ngrjapa_pgsd@yahoo.co.id2 dekwi_ petiga@yahoo.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester genap di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 165 orang. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas IV SDN 4 Sangsit yang berjumlah 21 orang dan siswa kelas IV SDN 8 Sangsit yang berjumlah 21 orang. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thitung = 10,72 dan ttabel (pada taraf signifikansi 5%) = 2,02. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dari rata-rata (X ) hitung, diketahui X kelompok eksperimen adalah 38,90 dan X kelompok kontrol adalah 26,24. Hal ini berarti bahwa X eksperimen >

X kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran masalah terbuka berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas IV semester genap di Gugus VI Kecamatan Sawan.

Kata kunci: kemampuan pemecahan masalah matematika, pembelajaran masalah terbuka.

Abstract

This study aims to determine differences in mathematical problem solving ability among the students who were taught by using open-ended learning and the students who were taught by using conventional learning in the second semester of the fourth grade students in Cluster VI District of Sawan in the academic year 2015/2016. This research was a quasi-experimental research. The population of this research were all fourth grade students in Cluster VI District of Sawan in the academic year 2015/2016 which amounted to 165 people. Samples of this research that fourth grade students of SDN 4 Sangsit which consisted of 21 people and fourth grade students of SDN 8 Sangsit which consisted of 21 people. The data were collected using the methods of tests. The data were analyzed using descriptive statistics and inferential statistics (t-test). Based on the analysis of data, obtained tarithmetic = 10.72 and ttable (at significance level of 5%) = 2.02.

That means tarithmetic > ttable, and it can be interpreted that there are signifficance difference toward mathematical problem solving ability between the students who were taught by using open-ended learning and the students who were taught by using conventional learning. Of the average (X ) is calculated, known to the average of experimental group

(2)

is X = 38,90 and the control group is X = 26,24. That means the X experimental >

X control, and it can be concluded that the application of open-ended learning has a positive effect on mathematical problem solving ability of the fourth grade students in the second semester of Cluster VI District of Sawan.

Keywords: mathematical problem solving ability, open-ended learning.

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional harus mampu meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dari peran penting seorang guru. Guru sebagai pelaksana pendidikan dituntut harus mampu merancang pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan kondisi siswa.

Rancangan pembelajaran yang sesuai akan membantu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan interaktif, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa merasa senang, gembira, dan tidak merasa tertekan atau terpaksa dalam belajar matematika. Selain itu, pembelajaran matematika hendaknya dapat menjadikan siswa aktif, baik secara fisik maupun mental.

Matematika adalah salah satu bidang studi yang diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika sangat bermanfaat bagi pendidikan siswa secara keseluruhan, baik bagi pengembangan kemampuan untuk memahami dan pembentukan sikap untuk memecahkan masalah.

Belajar matematika adalah belajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti

“belajar atau hal yang dipelajari,”

sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Depdiknas (dalam Susanto, 2015) menyatakan bahwa matematika

memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antarkonsep yang kuat.

Matematika untuk saat ini dan masa depan tidak hanya dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari, tetapi juga dalam dunia kerja dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia sekolah dasar.

Secara umum, Susanto (2015:189) menyatakan bahwa, “Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.”

Lebih lanjut Depdiknas (dalam Japa dan Suarjana, 2012:3-4) menyatakan tujuan dibelajarkannya matematika di sekolah, khusus di sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidiyah (MI) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Memahami konsep matematika, mengetahui keterkaitan antar konsep dan mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma matematika itu secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(3)

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan di atas, pembelajaran matematika khususnya kemampuan pemecahan masalah di sekolah dasar perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Suherman, dkk. (2003:93) menyatakan bahwa, “Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah.” Lebih lanjut Suherman (2003) menyatakan berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan anak yang kurang latihan pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah pada akhirnya memang memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika siswa sekolah dasar dapat ditingkatkan apabila kemampuan tersebut terus dilatih. Namun, hal tersebut bisa terwujud jika proses pembelajaran mendukung yaitu dengan suasana kelas yang kondusif dan bermakna.

Kenyataannya, saat ini proses pembelajaran di sekolah masih belum mendukung terwujudnya hal tersebut.

Pernyataan ini didukung hasil wawancara yang dilakukan dengan guru matematika kelas IV SDN 1 Kerobokan pada tanggal 7 Januari 2016. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diperoleh bahwa kemampuan siswa masih sangat kurang saat memecahkan soal matematika, khususnya soal yang disajikan dalam bentuk uraian. Dari 5 soal uraian yang diberikan pada saat ulangan harian tidak ada siswa yang menjawab soal secara benar. Hanya sebanyak 6 orang dari 27 orang siswa yang menjawab 3 soal secara benar. Sisanya hanya bisa menjawab kurang dari 3 soal secara benar. Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu untuk menghubungkan soal dengan konsep yang telah dimiliki. Akibatnya, siswa tidak dapat

menentukan bentuk matematis soal tersebut sehingga mereka tidak mampu membuat perencanaan penyelesaian soal tersebut.

Fakta tersebut juga didukung oleh nilai matematika siswa kelas IV SDN 1 Kerobokan yang masih rendah. Sebanyak 15 orang dari 27 orang siswa mendapat nilai di bawah KKM. KKM yang ditetapkan di SD tersebut yaitu 63. Penyebab rendahnya nilai matematika siswa adalah ketidakmampuan siswa memecahkan soal yang diberikan guru. Siswa sering beranggapan bahwa dirinya mengalami kesulitan menghafal rumus matematika sehingga mereka mengalami kesulitan menjawab atau memecahkan soal yang diberikan.

Guru matematika kelas IV SDN 1 Kerobokan juga menambahkan bahwa guru lebih banyak memberikan jenis soal tertutup (close ended) kepada siswa. Beliau beranggapan bahwa jawaban akhir dari soal matematika merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Prosedur siswa dalam menyelesaikan tidak perlu diperhatikan.

Sehingga dengan memberikan jenis soal tertutup sudah cukup untuk menilai kemampuan siswa dalam memecahkan soal. Padahal perlu disadari bahwa proses penyelesaian suatu soal yang dikemukan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran bukan jawaban akhir dari soal tersebut.

Berdasarkan fakta di atas, maka perlu dicarikan solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Salah satunya dengan menerapkan pembelajaran masalah terbuka.

Masalah terbuka atau open ended merupakan masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban benar dan dapat dikerjakan melalui berbagai cara. Tujuan utama pembelajaran yang menggunakan masalah terbuka bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukan hanya ada satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak (Suherman, dkk., 2003).

(4)

Hannafin, dkk. (dalam Huda, 2014:278-279) menyatakan pembelajaran masalah terbuka merupakan proses pembelajaran yang di dalamnya tujuan dan keinginan individu/siswa dibangun dan dicapai secara terbuka.

Pembelajaran masalah terbuka (open ended) ini menuntut siswa untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban tersebut.

Selanjutnya, siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut (Shoimin, 2014). Dengan demikian, antara siswa satu dan siswa lainnya akan memiliki cara atau metode yang berbeda dalam memperoleh jawaban. Pembelajaran yang menggunakan masalah terbuka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembelajaran yang tidak menggunakan masalah terbuka.

Suherman, dkk. (2003) menyatakan keunggulan dalam pemberian masalah- masalah open ended adalah sebagai berikut. (1) Partisipasi siswa lebih meningkatkan dalam pembelajaran dan dalam mengekspresikan ide-idenya, (2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif, (3) Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan caranya sendiri, (4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan, (5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Sudiarta (2008) menyatakan siswa yang diajarkan dengan masalah terbuka terbukti memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut. (1) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mampu mengomunikasikan pikiran dan konsep- konsepnya secara lebih sering dan lebih bebas. (2) Siswa memiliki kesempatan yang sangat luas untuk menggunakan segala kemampuan, ide-ide dan kemampuan matematikanya. (3) Setiap siswa dapat merespon siswa lainnya dengan bebas sesuai dengan cara dan kemampuan mereka. (4) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih

berargumentasi, dan mengomunikasikan pikirannya secara lebih luas. (5) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa melakukan penemuan dan pembentukan konsep baik secara individual atau secara berkelompok. (6) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pembentukan konsep dan penemuan secara luas dan berbagi serta berkolaborasi dengan teman-teman mereka.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan pembelajaran masalah terbuka dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV. Penelitian yang diangkat adalah berjudul “ Pengaruh Pembelajaran Masalah Terbuka terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Semester Genap di Gugus VI Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2015/2016”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester genap di gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan adalah “Non-equivalen Post Test Only Control Group Design”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016. Gugus ini terdiri dari lima sekolah, dan terdapat enam kelas IV yakni SDN 1 Kerobokan, SDN 1 Sangsit (Kls. IVA), SDN 1 Sangsit (Kls, IVB), SDN 4 Sangsit, SDN 7 Sangsit, SDN 8 Sangsit.

Dari enam kelas tersebut diambil dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kontrol.

Untuk mengetahui apakah kemampuan siswa kelas IV masing-masing sekolah setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan ANAVA Satu jalur.

Berdasarkan uji kesetaraan, maka pasangan sekolah yang paling setara akan dipilih untuk dijadikan sebagai tempat

(5)

penelitian. Dari hasil uji kesetaraan diperoleh pasangan SDN 4 Sangsit dengan SDN 8 Sangsit. Selanjutnya, sekolah yang telah terpilih kembali diundi secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengundian menyatakan SDN 8 sangsit sebagai kelas eksperimen, sementara SDN 4 Sangsit sebagai kelas kontrol.

Penelitian ini menyelidiki pengaruh satu variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Variabel bebas yaitu satu atau lebih dari variabel-variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat (Agung, 2011).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran masalah terbuka yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol. Variabel terikat yaitu variabel yang keberadaanya atau munculnya bergantung pada variabel bebas (Agung, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika.

Kemampuan pemecahan masalah matematika ini diukur dengan metode tes.

Menurut Agung (2010), metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee), dan dari tes tersebut dapat

menghasilkan suatu data berupa skor (data interval). Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan memberikan tes pada setiap orang dengan instrumen berupa lembar soal esai sebanyak 10 butir soal.

Penskorannya menggunakan rubrik penilaian. Setiap soal memiliki rentangan skor 0-5. Jadi skor tertinggi tiap soal adalah 5, sedangkan skor terendah tiap soal adalah 0.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan uji-t. Statistik deskriptif yang dicari adalah mean, median, modus dan standar deviasi. Uji-t digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Rumus uji-t yang digunakan adalah separeted varians (n1 = n2 dan varians homogen dengan db = n1 + n2 – 2).

Sebelum melaksanakan pengujian hipotesis maka sebelumnya dilakukan uji prasyarat hipotesis. Adapun uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran data dengan chi-kuadrat dan uji homogenitas varians dengan uji-F.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan pemecahan masalah matematika, data dianalisis dengan analisis deskriptif agar dapat diketahui Mean (M), median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi. Rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Data

Statistik

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 38,90 26,24

Median 39,00 25,85

Modus 39,50 25,00

Varians 10,29 18,99

Standar deviasi 3,20 4,35

Skor minimum 33 18

Skor maxsimum 44 35

Rentangan 11 17

Berdasarkan Tabel 1, diketahui mean kelompok eksperimen lebih besar daripada mean kelompok kontrol.

Kemudian data kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa pada kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 1.

(6)

Gambar 1. Kurva Poligon Data Hasil Post- test Kelompok Eksperimen Berdasarkan Gambar.1, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi.

Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen selanjutnya dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dengan M = 38,90 tergolong kriteria sangat tinggi

Selanjutnya mean, median, modus dari data kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok kontrol, kemudian disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Poligon Data Hasil Post- test Kelompok Kontrol

Berdasarkan Gambar 2, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo).

Dengan demikian, kurva adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.

Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol selanjutnya dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi).

Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok kontrol dengan M = 26,24 tergolong kriteria sedang.

Setelah mengetahui hasil analisis deskriptif kemudian dilakukan uji hipotesis.

Namum sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.

Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian benar-benar berdistribusi normal. Hasil uji normalitas sebaran data didapatkan nilai

χ2

hitung hasil post test kelompok eksperimen sebesar 2,32 dan tabel

2 dengan derajat kebebasan (dk) = 3 pada taraf signifikansi 5% adalah 7,81. Hal ini berarti χ2

hitung hasil post test kelompok eksperimen lebih kecil dari tabel

2 (2,32 < 7,81). Sehingga data hasil post test kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan χ2

hitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 1,44 dan

χ2

tabel hasil post-test kelompok kontrol dengan derajat kebebasan (dk) = 3 pada taraf signifikansi 5% adalah 7,81. Hal ini berarti

χ2

hitung hasil post-test kelompok kontrol lebih kecil dari

χ2

tabel (1,44 < 7,81).

Sehingga data hasil post test kelompok kontrol berdistribusi normal.

Uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas didapatkan

(7)

harga Fhitung sebesar 1,84 sedangkan Ftabel

dengan dbpembilang = 20, dbpenyebut = 20, pada taraf signifikansi 5% adalah 2,12. Hal ini berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel (1,84 <

2,12) sehingga dapat dinyatakan bahwa varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Berdasarkan hasil analisis uji prasyarat hipotesis, diperoleh bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen

dan kontrol adalah normal dan homogen, sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan.

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik uji-t dengan rumus separated varians. Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung > ttabel. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2. Hasil perhitungn uji-t dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji-t

Data Kelompok N X s2 thit ttab (t.s. 5%) Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika

Eksperimen 21 38,90 10,29

10,72 2,02 Kontrol 21 26,24 18,99

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh thitung

sebesar 10,72. Sedangkan, ttabel dengan db= (21+21)-2=40 dan taraf signifikansi 5%

adalah 2,02. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV semester genap di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016.

PEMBAHASAN

Dari analisis data tersebut diketahui bahwa siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diperoleh thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel. Hal ini berarti, terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa

kelas IV semester genap di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016.

Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran masalah terbuka terdapat lima tahap pembelajaran yang mendukung peningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, orientasi siswa pada masalah matematika terbuka. Pada tahap ini siswa dikenalkan dengan masalah- masalah matematika terbuka yang sesuai dengan dengan materi pembelajaran.

Selain itu, pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk kelompok belajar yang terdiri dari empat sampai lima orang. Pembentukan kelompok belajar sangat efektif untuk mengajarkan siswa berinteraksi dengan siswa lain. Hal ini terbukti dalam proses pembelajaran di kelas siswa secara aktif melakukan tanya jawab dan bertukar pikiran dengan teman kelompoknya tentang masalah terbuka yang diberikan guru. Suherman, dkk., (2003) juga menegaskan bahwa dengan menerapkan kelompok belajar siswa dapat mendiskusikan masalah yang dihadapi, saling tukar ide, dan memperdebatkan alternatif pemecahan masalah yang bisa digunakan.

Kedua, mengorganisasi siswa dalam belajar pemecahan masalah. Pada tahap ini siswa bersama kelompok belajarnya diarahkan untuk menginvestigasi konteks

(8)

masalah terbuka, mengembangkan perspektif dan pengandaian yang masuk akal yang berhubungan dengan masalah terbuka yang harus dipecahkan. Dengan tahap ini, kegiatan pembelajaran menjadi lebih terstruktur dan siswa dapat memanfaatkan waktu secara optimal. Hal ini terlihat dalam proses pembelajaran di kelas, siswa mampu mencermati masalah- masalah terbuka yang terdapat dalam LKS dan menyelesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan. Suherman, dkk., (2003) juga menegaskan bahwa aktivitas pembelajaran dan waktu, harus direncanakan dan dikoordinasikan sehingga siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah, belajar berbagai variasi strategi pemecahan masalah, dan menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang dipilih.

Ketiga, membimbing penyelidikan baik secara individu maupun dalam kelompok.

Pada tahap ini siswa dibimbing untuk melakukan investigasi dan merumuskan kembali masalah agar diperoleh suatu kemungkinan pemecahan dan solusi yang masuk akal. Dengan tahap ini, siswa menjadi lebih mudah memahami masalah dan menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam proses pembelajaran di kelas, hal ini terlihat pada saat siswa dan kelompoknya mengalami kesulitan memahami dan memecahkan masalah yang terdapat dalam LKS guru senantiasa menjadi fasilitator dalam membimbing dan mengarahkan siswa. Bimbingan dan arahan yang diberikan guru memudahkan siswa menemukan solusi atas permasalahan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudiarta (2008) yang menyatakan bahwa guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran memiliki pengertian bahwa guru selalu membantu dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahan masalah open-ended.

Keempat, mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini siswa menyusun laporan secara kelompok kemudian menyajikannya di depan kelas. Hasil penyajian kelompok kemudian didiskusikan kembali bersama kelas. Tujuannya untuk menemukan alternatif jawaban lainnya. Dengan ini,

siswa memiliki kesempatan untuk merespon siswa lainnya sesuai dengan ide dan kemampuannya. Selain itu, guru akan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam berargumentasi dan mengomunikasikan idenya. Dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen, hal ini terlihat dari partisipasi siswa yang aktif mengangkat tangan untuk mengemukakan jawaban atau solusi yang berbeda dengan kelompok penyaji. Sudiarta (2008) juga menyatakan bahwa pembelajaran masalah open-ended terbukti menyebabkan siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mengomunikasikan pikiran dan konsep-konsepnya secara lebih sering dan lebih bebas.

Kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, Pada tahap ini siswa mengerjakan soal evaluasi yang diberikan guru. Soal yang diberikan adalah soal jenis terbuka.

Sehingga siswa satu dengan siswa lainnya kemungkinan memiliki jawaban yang berbeda. Dengan tipe soal terbuka kemampuan pemecahan masalah matematika siswa akan meningkat. Hal ini disebabkan karena soal jenis terbuka memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam mengekspresikan ide-idenya. Selain itu, siswa memiliki kesempatan lebih banyak memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya untuk memecahkan suatu permasalahan.

Sehingga pengalaman siswa dalam menyelesaikan permasalahan akan bertambah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Suherman, dkk.

(2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berorientasi masalah- masalah open ended memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) partisipasi siswa lebih meningkatkan dalam pembelajaran dan dalam mengekspresikan ide-idenya, (2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif, (3) Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan caranya sendiri, (4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan, (5) Siswa memiliki pengalaman

(9)

banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Berbeda halnya dengan pembelajaran yang tidak menggunakan masalah terbuka, guru hanya memberikan jenis soal tertutup untuk menilai kemampuan siswa dalam memecahkan soal. Penilaian dengan jenis soal tertutup ini hanya menilai jawaban akhir dari tes atau ulangan saja tanpa memperhatikan prosedur penyelesaian dari tes atau ulangan tersebut. Sehingga siswa menjadi tidak memiliki kesempatan untuk merespon permasalahan dengan caranya sendiri. Hal ini tentunya tidak akan mampu membangkitkan semua potensi yang dimiliki siswa secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudiarta (2008) yang menyatakan bahwa soal jenis tertutup adalah soal-soal matematika yang disusun secara eksplisit, dengan solusi tunggal, dan prosedur penyelesaian yang tunggal pula.

Pembelajaran kemudian menjadi paket- paket yang menekankan langkah-langkah secara eksplisit atau step by step. Sehingga siswa hanya menghafal prosedur atau algoritma matematika tertentu. Karena jenis soal ini disajikan secara eksplisit deterministik, yang mana antara rumusan soal dan jawaban sangat klausal dan mudah ditebak, maka cenderung hanya memberikan keterampilan algoritmis rutin pada siswa, dan kurang mengembangkan kompetensi matematika siswa terutama yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat memberikan gambaran atau wawasan kepada peneliti bahwa pembelajaran masalah terbuka dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.

PENUTUP SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa.

terdapat perbedaan kemampuan

pemecahan masalah matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran masalah terbuka berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Nilai rata-rata siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran masalah terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil analisis uji-t diperoleh thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel. Oleh karena itu, dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran masalah terbuka berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas IV semester genap di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016.

SARAN

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Disarankan bagi siswa-siswa di sekolah dasar agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan terus mengembangkan pemahamannya dengan berfikir secara sistematis untuk memecahkan masalah yang dihadapi serta selalu bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. (2) Disarankan bagi para guru, agar selalu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini adalah menggunakan pembelajaran masalah terbuka sebagai salah satu alternatif pembelajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan profesionalisme guru.

(3) Disarankan bagi kepala sekolah, agar memberikan informasi dan memfasilitasi para guru agar mampu menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga mutu pendidikan sekolah dapat meningkat. (4) Disarankan bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran masalah terbuka dalam bidang ilmu matematika maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendala-kendala yang

(10)

dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Undiksha Singaraja.

---. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan (Suatu Pengantar).

Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha Singaraja.

Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu- isu Metodis dan Paradigmatis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Japa, I Gusti Ngurah dan I Made Suarjana.

2012. Pembelajaran Matematika SD;Dilengkapi Lembar Masalah PBL.

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA.

Sudiarta, I. G. P. 2008. Membangun Kompetensi Berpikir Kritis melalui Pendekatan Open-Ended.Singaraja:

Undiksha.

Suherman, E., dkk. 2003. Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

JICA FPMIPA UPI.

Susanto, Ahmad. 2015. Teori Belajar&Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.

Gambar

Gambar  1.  Kurva  Poligon  Data  Hasil  Post- Post-test Kelompok Eksperimen  Berdasarkan  Gambar.1,  diketahui  modus lebih besar dari median dan median  lebih besar dari mean (Mo&gt;Md&gt;M)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Akuntansi Pengeluaran Kas yang dikembangkan dapat diakses oleh tiga user, yaitu asisten administrasi umum, manager dan operasional yang memiliki

Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan distribusi yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, mulai dari buah-buahan

On top of this approach, a reusable tool has been created to provide test models which can be performed against the data provision web services of the Aviation Architecture.

Dinasasri Wisatajaya juga diduga disebabkan oleh faktor lain seperti harapan produsen terhadap harga dan produksi apel, biaya input seperti obat-obatan dan tenaga kerja, serta

Dia adalah Raja segala raja dan Tuhan dari segala tuan, dan Dia telah mencurahkan Roh-Nya untuk memberikan kepada kita suatu pewahyuan mendalam mengenai diri-Nya, sehingga

Hasil yang diperoleh adalah dari hasil percobaan dan pengujian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum proses pelapisan nikel dengan menggunakan campuran

Sesuai dengan Ruang Lingkup Laporan EITI Indonesia Tahun 2015, batas materialitas penerimaan negara yang direkonsiliasi ditentukan di atas 1% dari total penerimaan negara

Jika perniagaan perkongsian, setiap rakan kongsi dikehendaki mendaftar sebagai pengguna portal (Public Service Portal user) bagi tujuan pengesahan data.Rakan kongsi