• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI. oleh BENNI ADMAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI. oleh BENNI ADMAN A"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

oleh BENNI ADMAN

A14303006

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Di Bawah Bimbingan ADI HADIANTO.

Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi di dalam perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan moderenisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan pembangunan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi juga dapat dikatakan sebagai indikator pembangunan. Adanya kebijakan otonami daerah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian kewenangan yang seluas- luasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah itu sendiri yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.

Pemerintah Kabupaten Kerinci dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar.

Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan.

Terkait hal tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan; (2) Menganalisis kecamatan yang paling optimal sebagai pusat pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median; (3) menganalisis kesesuaian lokasi pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P- Median dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram. P- Median dengan menggunakan program komputer Java Applets P-Median Problem dan metode skalogram. Analisis P-Median digunakan untuk menganalisis lokasi optimal untuk pusat pemerintahan. Sedangkan metode skalogram digunakan untuk menganalisis hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan.

Berdasarkan kepentingan Pemerintah Daerah, pemilihan Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan dikarenakan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk kesegala arah (dilalui jalan kolektir primer yaitu jalan provinsi

(3)

yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten Kerinci ke Provinsi Padang via Muara Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan). Faktor lain yang mendasari adalah dari segi historis, Kota Sungai Penuh telah dijadikan pusat pemerintahan sejak zaman penjajahan dan merupakan peninggalan pemerintah kolonial.

Berdasarkan analisis P-Median dengan menggunakan tiga bobot, yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah, dan bobot sama, didapat hasil yang sama yaitu pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Dilihat dari posisi Kecamatan ini, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci. Analisis skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Sarana dan prasarana yang relatif lengkap yaitu 15 jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan demikian berdasarkan analisis P-Median maupun skalogram, Kota Sungai Penuh telah layak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.

(4)

ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

Oleh : BENNI ADMAN

A14303006

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

Judul Skripsi : Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

Nama : Benni Adman NRP : A14303006

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP NIP. 132 311 723

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2008

Benni Adman A14303006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Koto Majidin, Kabupaten Kerinci pada tanggal 12 Desember 1984 dari ayah Bulganin ibu Afniar (almh). Penulis merupakan putra sulung dari tiga bersaudara.

Jenjang pendidikan penulis dimulai di pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK Dharma Wanita) selama satu tahun dan diselesaikan pada tahun 1991.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD No.116/III Pondok Agung pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 3 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan selanjutnya ditempuh pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Forum Rohis Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian periode 2004-2005. Penulis juga menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor periode 2005-2006.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar sarjana pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis factor-faktor penting yang menjadi acuan penetapan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci guna mendukung pembangunan wilayah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2008

Benni Adman A14303006

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Segala sesuatu yang enulis sajikan dalam skripsi ini merupakan usaha penulis untuk memperoleh hasil yang terbaik. Akan tetapi semua ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengaturkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan ummi Asmiati yang selalu mendoakan, memberi semangat, nasehat dan dukungan moril, materil serta memberikan yang terbaik bagi penulis, juga atas dorongan adik-adikku, Andri dan Aidi.

2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, waktu dan arahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ir. Nindyantoro, MSP dan A. Faroby Falatehan, SP, ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang telah memberi arahan dan petunjuk demi sempurnanya skripsi ini.

4. Hans Moravia, ST selaku staf Bappeda Kabupaten Kerinci yang banyak membantu penulis dalam proses pengumpulan data.

5. Seluruh teman-teman EPS 40 atas dorongan dan kebersamaannya selama menjalani pendidikan di IPB.

6. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor atas kebersamaannya.

7. Sobat-sobatku (Alon, Hafid, Yayan, Hamna, Monsaputra, Vega, Enni) atas dorongan, kebersamaan dan pengalaman selama ini.

8. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini dan belum tercantum dalam halaman ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 5

II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ... 7

2.1. Kerangka Teori Lokasi ... 7

2.1.1. Most Accessible ... 7

2.1.2. Teori Tempat Pusat ... 8

2.1.3. Teori Hakimi ... 11

2.1.4. Konsep Spread-Backwash Effect ... 11

2.1.5. Aglomerasi dan Deglomerasi ... 13

2.2. Permasalahan Lokasi di Negera Berkembang ... 15

2.3. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread- Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ... 17

2.4. Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah ... 18

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu... 21

2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3. Metode Analisis Data ... 26

3.3.1. Metode P-Median Algoritma ... 27

3.3.2. Metode Skalogram ... 33

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 35

4.1. Geografis ... 35

4.1.1. Letak Wilayah ... 35

4.1.2. Topografi dan Morfologi ... 35

(11)

4.1.3. Jenis dan Tata Guna Tanah ... 36

4.1.4. Hidrologi ... 37

4.2. Kondisi Sosial Budaya... 37

4.2.1. Kependudukan ... 37

4.2.2. Ketenagakerjaan ... 39

4.2.3. Pendidikan ... 40

4.2.4. Kesehatan ... 41

4.3. Perekonomian Wilayah ... 41

4.3.1. Perkembangan PDRB / Kapita ... 41

4.3.2. Keuangan Dareah ... 44

V. RTRW KABUPATEN KERINCI ... 46

5.1. Dasar Pertimbangan, Tujuan, dan Sasaran RTRW Kabupaten ... 46

5.1.1. Dasar Pertimbangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten ... 46

5.1.2. Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten ... 46

5.1.3. Sasaran Perencanaan Tata ruang Wilayah Kabupaten ... 47

5.2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang ... 47

5.2.1. Rencana Struktur Ruang ... 47

5.2.2. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang ... 48

5.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya ... 49

5.3.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung ... 49

5.3.2. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya ... 50

5.4. Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan, Pedesaan, dan Kawasan Tertentu ... 50

5.4.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan ... 50

5.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Pedesaan ... 51

5.4.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu ... 51

5.5. Rencana Sistem Prasarana ... 52

5.5.1. Sistem Transportasi ... 52

5.5.2. Sistem Telekomunikasi ... 53

5.5.3. Sistem Energi ... 53

5.5.4. Sistem Pengelolaan Lingkungan ... 54

5.6. Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis ... 55

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

6.1. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci .. 57

6.1.1. Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci ... 57

6.1.2. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci Berdasarkan Analisis P-Median ... 58

6.1.3. Berdasarkan Hasil Analisis Skalogram ... 66

6.2. Keterkaitan Antara Keputusan Pemda dan Analisis P-Median dalam Menentukan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan ... 73

6.3. Hubungan Antara Hasil Analisis P-Median dengan Metode Skalogram ... 73 6.4. Keterkaitan Antara Hasil Analisis P-Median dan Metode Skalogram

(12)

dengan RTRW Kabupaten Kerinci ... 74

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

7.1. Kesimpulan ... 76

7.2. Saran Kebijakan ... 77

7.3. Saran Penelitian ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN ... 81

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hubungan Teori tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread-

Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ... 18 2. Matriks Skalogram ... 33 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kerinci

Tahun 2005-2006 ... 38 4. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabuten Kerinci

Tahun 2006 ... 39 5. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan

di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 40 6. Rasio Murid Terhadap Guru di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 41 7. Produk Domestik Bruto Harga Berlaku (PDRB HB) 2006 ... 42 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Kerinci

Tahun 2006 ... 43 9. Pembagian Perwilayahan Pengembangan Kabupaten Kerinci ... 51 10. Hirarki Sarana dan Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 67 11. Fasilitas-Fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 71 12. Jenis Sarana dan Prasarana Berdasarkan Derajat Penyebaran di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ... 72

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia ... 19 2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 25 3. Koordinat Nilai Lokasi (Garis Lurus) ... 32 4. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk

Pengaruh Jarak ... 60 5. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk

Pengaruh Waktu ... 61 6. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah

Pengaruh Jarak ... 62 7. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah

Pengaruh Waktu ... 63 8. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama

Pengaruh Jarak ... 64 9. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama

Pengaruh Waktu ... 65

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Potensi Pengembangan Kabupaten Kerinci ... 81

2. Hirarki dan Arahan Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Kerinci ... 82

3. Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (km) ... 83

4. Waktu Tempuh Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (menit) ... 84

5. Analisis Skalogram Kabupaten Kerinci 2006 ... 85

6. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ... 86

7. Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ... 87

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Kerinci ... 88

2. Kondisi Kota dan Pusat-Pusat Pemukiman ... 89

3. Peta Lokasi Optimal Hasil Analisis P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk, Bobot Luas Wilayah dan Bobot Sama dengan Mempertimbangkan Faktor Jarak Tempuh dan Waktu Tempuh ... 90

(16)

1.1 Latar Belakang

Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi didalam perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan medernisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan.

Wilayah merupakan ruang yang terdiri dari kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan. Dalam ruang lingkup pembangunan nasional, terdapat keterkaitan pembangunan wilayah dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan hubungan yang semula tergantung menjadi saling ketergantungan membutuhkan adanya perubahan struktural dibidang politik dan ekonomi di tingkat nasional dan di tingkat wilayah termasuk didalamnya aspek tata-ruang seperti lokasi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan.

Menurut Hanafiah (1990) dalam Siregar (2005) pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam proses pemilihan lokasi untuk membangun pusat pemerintahan karena pembangunan pusat pemerintahan di suatu wilayah akan mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pemerintahan sangat penting artinya dalam pembangunan daerah karena pusat pemerintahan

(17)

diharapkan dapat menjadi embrio bagi pembangunan wilayah di sekitarnya. Selain itu pusat pemerintahan memiliki peran yang penting antara lain untuk mendorong pembangunan wilayah, mendorong penyebaran pembangunan dan meningkatkan pemerataan pembangunan.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi, telah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Salah satu wujud kewenangan daerah yang dapat dilakukan antara lain melakukan pemekaran daerah, sebagai wujud pelaksanaan otonomi yang pelaksanaannya secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000.

Pembentukan daerah, secara operasional telah diatur dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang No 22 Tahun 1999 (atau pasal 4 sampai 8 dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004) dan secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa daerah dapat dibentuk atau dimekarkan jika memenuhi syarat- syarat antara lain: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, serta pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

(18)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabunagn Daerah dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Daerah otonom disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota sedangkan pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah.

Dalam konteks ini, Kabupaten Kerinci sebagai salah satu daerah otonom, telah melakukan pemekaran wilayah kecamatan dari enam kecamatan menjadi 17 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Sampai saat ini ibukota Kabupaten Kerinci masih berada di Kota Sungai Penuh.

Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu

(19)

memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan.

Dalam pemilihan lokasi yang optimal bagi pusat pemerintahan perlu diketahui bahwa pemerintah menawarkan jasa yang berupa pelayanan publik yang terdiri dari pelayanan administrasi, pelayanan umum, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jara, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Lokasi pusat pemerintahan seharusnya dekat dengan masyarakat baik jarak, murah dalam segi biaya, serta mudah dijangkau dari sudut pandang accessible. Pilihan most accessible, lokasi pusat pemerintahan yang optimal

adalah lokasi yang memiliki kriteria jarak rata-rata yaitu jarak total dari tempat seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut jarak agregat minimum dan sama juga dengan jarak rata-rata minimum.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh menjadi pusat pemerintahan?

2. Kecamatan manakah yang paling optimal untuk dijadikan pusat pemerintahan setelah adanya pemekaran berdasarkan P-Median?

(20)

3. Apakah pemilihan pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P- Median juga sesuai dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan.

2. Menganalisis Kecamatan yang paling optimal sebagai pusat pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median.

3. Menganalisis kesesuain lokasi pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P-Median dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Pemerintah Kabupaten Kerinci dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi dalam penentuan lokasi pusat pemerintahan dalam rangka pembangunan wilayah.

2. Masyarakat umum dapat menambah informasi dan pengetahuan dalam perencanaan pembangunan daerah.

3. Mahasiswa sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya menganalisis aspek spasial dari wilayah Kabupaten Kerinci dengan menekankan pada variabel bobot jumlah penduduk dan bobot luas wilayah dalam pengaruh jarak dan waktu tempuh.

(21)

Belum memperhitungkan variabel tanah negara dan variabel biaya transportasi.

Dari sisi data penelitian juga dibatasi hanya menggunakan data periode tahun 2006.

(22)

II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

2.1 Kerangka Teori Lokasi 2.1.1 Most Accessible

Manusia tersebar di alam ini secara tidak merata tetapi harus mendapatkan berbagai macam barang dan pelayanan yang terletak di berbagai tempat. Mereka akan memilih lokasi pelayanan yang berada dalam posisi most accessible bagi mereka.

Lokasi untuk pelayanan umum biasanya ditentukan oleh biaya yang dapat dijangkau masyarakat. Lokasi yang dapat dijangkau ini juga mempunyai banyak pilihan. Dari pilihan yang ada, masyarakat akan memilih yang berada dalam posisi most accessible bagi mereka. Tidak hanya pada masalah lokasi umum namun pada masalah lain mereka juga akan tertarik pada fasilitas yang most accessible.

Rusthon (1979), berusaha memberi batasan pada most accessible. Suatu lokasi adalah most accessible untuk seseorang jika fasilitas-fasiltas yang didapat:

1. Jarak total dari tempat seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut jarak agregat minimum dan ini juga sama dengan jarak rata-rata minimum.

Jadi yang menjadi kriteria adalah jarak rata-rata.

2. Jarak terjauh dari tempat seseorang ke pusat pelayanan adalah minimum, ini disebut jarak minimax.

3. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat pelayanan selalu sama dengan jumlah yang telah ditetapkan, hal ini disebut batas keseimbangan.

(23)

4. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat pelayanan selalu lebih besar dari jumlah yang telah ditetapkan, ini disebut batas ambang.

5. Jumlah masyarakat yang terdapat mengelilingi pusat pelayanan tidak pernah lebih besar dari jumlah yang telah ditentukan. Ini disebut batas kapasitas (daya tampung).

Defenisi yang dipakai tergantung pada permasalahan yang dihadapi oleh pembuat kebijaksanaan. Para pembuat kebijaksanaan bisa saja mencari definisi yang berbeda untuk masalah yang berbeda. Namun pembuat kebijaksanaan juga membuat keputusan dengan mengembangkan beberapa definisi untuk memcahkan permasalahan yang baru seperti misalnya: suatu lokasi adalah most accessible pada seseorang jika untuk mendapatkan pelayanan jarak dari tempatnya ke pusat pelayanan terdekat minimum, berdasarkan pada batasan di atas tidak ada orang yang menempuh jarak lebih jauh dari yang telah ditetapkan.

Definisi-definisi yang tertulis di atas bukan merupakan suatu pengertian atau definisi baku dari most accessible namun hanya merupakan ilustrasi permasalahan lokasi yang ada di dalam masyarakat. Tetapi secara umum kita dapat mendefinisikan most accessible sebagai mudah tidaknya sesorang mencapai lokasi pusat pelayanan yang terdekat.

2.1.2 Teori Tempat Terpusat

Pada tahun 1993, Walter Christaller memperkenalkan Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Lorsch, Berry dan Garrison. Christraller (1993) dalam Anggraeni (2005) mengemukakan

(24)

konsep-konsep dasar atau unsur-unsur pokok Tempat Sentral (TS) adalah sebagai berikut :

1. Wilayah yang dilayani oleh tempat sentral merupakan wilayah komplemen bagi tempat sentral.

2. Tempat sentral mempunyai kegiatan sentral, yaitu yang melayani wilayah terluas disebut tempat sentral orde tertinggi sedangkan tempat sentral yang melayani orde terkecil disebut tempat sentral orde rendah.

3. Batas pelayanan dari tiap kegiatan sentral digambarkan sebagai batas jangkauan dari komoditi tersebut.

4. Permintaan terhadap komoditi sentral tersebut tergantung secara timbal balik terhadap distribusi dan variasi kondisi sosial ekonomi penduduk serta konsentrasi penduduk di tiap tempat sentral.

5. Permintaan terhadap tempat kegiatan sentral tergantung pada jarak dan usaha konsumen untuk memperoleh komoditi tersebut. Diasumsikan permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang hingga titik nol yaitu berdasarkan pertambahan jarak dari tempat sentral.

Kegiatan-kegiatan pelayanan tempat sentral yang terdiri atas berbagai komoditi tersebut bervariasi dalam skala, hierarki, batas ambang dan jangkauan.

Dari setiap kegiatan pelayanan tersebut mempunyai: (a) Ambang Penduduk (Threshold Population) dan (b) Jangkauan Pasar (Market Range).

1. Batas Ambang Penduduk; merupakan jumlah penduduk minimum yang menunjang atau membutuhkan adanya suatu kegiatan pelayanan. Di bawah batas ambang tersebut, kegiatan pelayanan dari tiap komoditi tidak akan ada.

(25)

2. Jangkauan Pasar; merupakan suatu jarak yang ditempuh dan diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu pelayanan atau komoditi. Di luar batas tersebut, konsumen yang bersangkutan akan mencari tempat sentral lain.

Christaller dan Losch (1972) dalam Anggraeni (2005) mendapatkan teori tempat pemusatan yang dikenal dengan central place theory yang menjelaskan struktur tata ruang suatu sistem ekonomi yang mendasari ukuran, jumlah, lokasi dan penyebaran serta pengelompokan ekonomi dan tempat pemukiman. Selain itu, studi Christaller mengidentifikasikan tujuh tempat sentral mulai dari dukuh atau kampung sampai kota metropolitan. Jarak tujuh kilometer merupakan jarak diantara pusat terkecil berdasarkan asumsi bahwa jarak sekitar empat kilometer merupakan jarak tempuh seseorang berjalan dalam satu jam Hanafiah (1986) dalam Mieriki (2004). Untuk keperluan praktis, hierarki tempat sentral dapat ditelaah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Prinsip pemasaran dan penawaran, yaitu berdasarkan prinsip bahwa setiap tempat sentral hanya dapat melayani secara maksimum sepertiga dari enam sub tempat ditambah dengan tempat sentral itu sendiri.

2. Prinsip transportasi, yaitu berdasarkan prinsip jarak minimum antara tempat utama dan sub tempat sentral yang dilayani dan terletak pada jalur- jalur lalu lintas di antara tempat sentral utama.

3. Prinsip administrasi, yaitu berdasarkan prinsip kontrol atau pengelolaan dan pemerintahan dalam pengertian bahwa fungsi tempat-tempat sentral yang mengelilinginya.

(26)

2.1.3 Teori Hakimi

Hakimi (1964) dalam Rusthon (1979) mengeluarkan suatu teori yang menunjukkan bagaimana menemukan suatu titik optimum dalam suatu jaringan.

Dengan adanya jarak yang tetap diantara simpul-simpul yang ada dalam jaringan maka akan dapat ditemukan satu simpul diantara semua simpul yang ada yang mempunyai jarak terpendek dan mempunyai kriteria bobot yang ditetapkan.

Simpul atau titik yang dimaksudkan disebut sebagai titik dari jaringan. Ini merupakan teori yang penting karena itu dianjurkan untuk menggunakan teori ini dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan penaksiran. Simpul-simpul alternatif pada jalur network. Secara ringkas teori Hakimi berbunyi: “Adanya satu simpul dalam jaringan yang meminimkan jumlah jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut”.

2.1.4 Konsep Spread-Backwash Effect

Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa konsep-konsep ini mengandung pengertian pemencaran atau penyebaran atau penetesan dan pengertian penarikan atau pengumpulan atau polarisasi yang terjadi diantara kutub dan wilayah pengaruhnya atau “hinterland”.

Ada beberapa hal yang menarik tentang konsep kutub pertumbuhan yaitu:

1. Adanya keuntungan aglomerasi, konsep ini akan menjadi suatu cara yang efisien untuk menimbulkan perkembangan yang labih cepat di daerah tersebut.

(27)

2. Dari segi anggaran belanja, pemusatan investasi pada titik-titik pertumbuhan tertentu akan lebih murah daripada pemberian bantuan besar- besaran kepada daerah-daerah yang banyak.

3. Spread effect yang ditimbulkan oleh titik pertumbuhan akan membantu memecahkan persoalan-persoalan yang dialami oleh daerah-daerah yang tertinggal.

Konsep spread effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsip pada waktunya akan memancar keluar dan memasuki ruang disekitarnya. Suatu perusahaan propulsip (propulsive firm) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Relatif besar.

2. Menimbulkan dorongan-dorongan pertumbuhan yang nyata kepada lingkungannya.

3. Mempunyai kemampuan berinovasi yang tinggi.

4. Termasuk dalam suatu industri yang sedang bertumbuh dengan cepat.

Berry (1972) dalam Siregar berpendapat bahwa peranan pusat pertumbuhan dalam pembangunan adalah penjaring inovasi yang membawa pertumbuhan ke bawah hierarki perkotaan dan menyebarkan keuntungan yang ada dari pusat-pusat petumbuhan tersebut ke wilayah pinggiran (hinterland). Ia mengidentifikasikan bahwa adopsi merupakan satu fungsi dari aksesibilitas atau kemudahan pada waktu difusi dan memaksimalkan faktor aksesibilitas tersebut.

Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu kawasan tertentu akan berimplikasi pada meruginya tempat lain (backwash effect). Pendapat ini juga berlaku bagi hubungan antara pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya. Pertumbuhan yang pesat dari pusat-pusat

(28)

pertumbuhan akan berimplikasi pada penarikan tenaga potensial dan modal dari daerah-daerah yang berada dalam pengaruhnya.

Pusat-pusat yang sedang mengalami pertumbuhan, menuntut terjadinya peningkatan permintaan yang secara langsung akan mendorong pada peningkatan investasi. Fenomena ini selanjutnya akan meningkatkan pendapatan serta permintaan yang pada akhirnya akan meningkatkan investasi juga, demikian selanjutnya. Pada daerah lain dimana momentum pertumbuhannya kurang maka aliran investasi masuk akan rendah dan justru investasi tersebut akan terserap atau mengalir pada pusat-pusat pertumbuhan (Siregar, 2005).

2.1.5 Aglomerasi dan Deglomerasi

Menurut Nasoetion (1985) dalam Anggraeni (2005) terdapat kecenderungan pada individu penduduk dan perusahaan untuk memilih lokasi pada daerah-daerah yang relatif telah berkembang atau daerah-daerah yang menjadi pemusatan di dalam wilayah yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena adanya berbagai keuntungan yang dihasilkan oleh daerah-daerah pemusatan tersebut yang menjadi daya tarik penduduk dan perusahaan atau aktivitas ekonomi untuk memilih lokasi pada daerah-daerah tersebut.

Menurut Weber (1909) dalam Anggraeni (2005), selain faktor biaya transportasi dan biaya tenaga kerja yang mempengaruhi lokasi, masih ada faktor lain yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi atau deglomerasi (agglomerative and deglomerative forces) yang merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan

konsentrasi dan pemencaran berbagai kegiatan dalam tata ruang.

Keuntungan dengan adanya aglomerasi antara lain fasilitas seperti tenaga listrik, air, perbengkelan, pemondokan dan lain-lain. Seringkali pada lokasi seperti

(29)

ini sudah terdapat tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan menurunkan biaya produksi/kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh semua fasilitas tersebut harus dibangun sendiri. Sedangkan deglomerasi antara lain kenaikan harga tanah dan kenaikan biaya-biaya lainnya serta kesesakan lokal (tidak ada tempat untuk ekspansi dan kemacetan lalu lintas) yang menyebabkan perusahaan akan memencar atau menyebar ke wilayah sekitar.

Untuk penentuan lokasi usaha, para pengusaha memperhitungkan faktor- faktor ini dan memilih berdasarkan biaya minimum. Weber menyatakan bahwa biaya transportasi merupakan faktor utama dalam determinasi lokasi, sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi.

Asumsinya adalah bahwa biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak angkut (Anggraeni, 2005).

Menurut Losch (1954) dalam Siregar (2005), pasar adalah suatu variabel dalam menentukan lokasi industri. Pembeli tersebar di daerah luas dengan intensitas permintaan yang berbeda-beda. Dengan demikian pasar merupakan faktor penentu lokasi yang sangat penting bahkan mungkin lebih penting dari faktor biaya. Dengan demikian lokasi optimal adalah lokasi dimana diperoleh laba maksimum. Dalam konsep lokasinya, Losch mendasarkan pada asumsi:

1. Tidak ada perbedaan-perbedaan spesial dalam distribusi input bahkan bahan baku, tenaga kerja dan modal pada wilayah yang homogen.

2. Kepadatan penduduk yang seragam dan selera yang konstan.

3. Tidak ada interdepenensi antara perusahaan-perusahaan.

Perkembangan teori ini lalu disempurnakan oleh Isard (1956) dalam Siregar (2005) yang mengembangkan konsep aglomerasi sebagai berikut :

(30)

1. Faktor skala usaha yang ekonomis

Faktor skala usaha yang ekonomis yaitu suatu besaran skala usaha yang ekonomis dari suatu perusahaan tertentu sebagai konsekuensi dari perluasan perusahaan di suatu lokasi.

2. Faktor lokalisasi yang ekonomis

Faktor lokalisasi yang ekonomis yaitu lokasi yang ekonomis bagi sekelompok perusahaan industri yang sejenis sebagai konsekuensi dari peningkatan produksi total pada suatu lokasi.

3. Faktor urbanisasi yang ekonomis

Faktor urbanisasi yang ekonomis yaitu suatu lokasi yang ekonomis bagi semua perusahaan dari berbagi jenis industri sebagai konsekuensi kegiatan ekonomi secara keseluruhan di suatu tempat berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, produksi dan tingkat kesejahteraan setempat.

2.2 Permasalahan Lokasi di Negara Berkembang

Permasalahan lokasi yang terjadi di negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan. Menurut Rusthon (1979) dalam Amalia (2003) ada lima hal yang menjadi permasalahan di negara berkembang, yaitu:

1. Sistem transportasi yang masih terbelakang.

Konsekuensi dari sistem transportasi yang masih terbelakang terasa bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Pembuat kebijaksanaan diharuskan menentukan apakah membangun fasilitas baru atau memperbaiki sistem transportasi yang ada. Pada negara sedang berkembang membangun sistem transportasi dan penentuan lokasi

(31)

pelayanan seringkali merupakan masalah yng berkaitan. Pembuat kebijaksanaan transportasi menentukan sistem berdasarkan pelayanan.

Sedangkan pembuat kebijaksanaan pelayanan menentukan lokasi pusat pelayanan berdasarkan sistem transportasi yang ada.

2. Penggabungan dari susunan lokasi berbagai fasilitas.

Pada beberapa negara berkembang, mereka lebih memilih membangun suatu pusat pelayanan umum yang baru bagi daerah yang kekurangan daripada memilihara pusat pelayanan yang sudah ada dan melengkapi pola lokasi tersebut dengan fasilitas-fasilitas yang lebih baik. Hingga untuk negara berkembang diperlukan suatu pola lokasi yang tepat yang berkelanjutan dan selalu berkembang.

3. Melayani atau Membangun.

Bebagai penelitian pada negara-negara maju memperlihatkan bahwa pola lokasi pelayanan umum merupakan ukuran dari tingkat kehidupan dan kebutuhan masyarakat sekitar lokasi tersebut. Namun pada negara sedang berkembang seringkali terjadi sebuah pusat pelayanan dibangun pada wilayah dimana tingkat kebutuhan dan kehidupan masyarakatnya belum sepadan dengan fasilitas yang akan dibangun.

4. Mengatasi kesalahan lokasi pengaruh penjajahan.

Salah satu masalah yang biasanya harus dipecahkan pada negara sedang berkembang adalah sistem lokasi yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan. Negara yang menjajah meninggalkan pola lokasi yang hanya menguntungkan bagi pihak penjajah hingga pola yang ada merupakan pola yang menunjukkan tujuan dari negara penjajah. Dan pola yang telah

(32)

ditetapkan pada zaman penjajahan tersebut seringkali tidak dipakai lagi setelah negara tersebut merdeka.

5. Pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Negara-negara sedang berkembang sangat berupaya untuk mengatasi perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Perencanaan pusat-pusat pelayanan sering mengarah kepada cara-cara mencapai tujuan tersebut.

2.3. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread- Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem

Penelitian ini memilih studi kasus di wilayah Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Untuk menganalisis berbagai aspek diperlukan teori-teori yang mendukung penelitian ini sehingga tujuan dari penelitian dapat terpenuhi. Teori-teori yang dimaksud antara lain teori tempat sentral (central place theory), teori lokasi serta konsep spread effect, dimana teori-teori tersebut berkaitan langsung dengan metode analisis yang penulis gunakan melalui program komputer Java Applets P- Median Problem.

Sementara teori yang mendasari analisis P-Median adalah Teori Hakimi dan Most Accessible. Hubungan diantara teori-teori tersebut dengan analisis P- Median dapat dilihat pada Tabel 1.

(33)

Tabel 1. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem

No Jenis Teori Analisis P-Median

1

Teori Tempat Sentral

Teori ini memilih pusat dengan konfigurasi-konfigurasi yang tepat. Teori ini merupakan model ideal karena setiap jarak yang ditentukan menuju pusat adalah sama, sehingga tercipta suatu konfigurasi yang tepat.

P-Median hanya memilih pusat melalui jarak atau alternatif-alternatif yang ada.

Berbeda dengan teori tempat sentral, secara faktual jarak ataupun alternatif yang lainnya tidak selalu sama sehingga pusat dapat ditemukan dan dipilih dengan analisis P-Median.

2

Teori Lokasi

Adanya biaya transportasi dan biaya tenaga kerja serta adanya aglomerasi. Biaya berkaitan dengan jarak dan waktu yang menentukan pola lokasi dan kerangka geografis. Aglomerasi merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan tingkat konsentrasi berbagai kegiatan dalam tata ruang.

P-Median mencari dan menentukan lokasi yang menjadi pusat dengan biaya yang paling minimum. Selain itu analisis P-Median memilih pusat yang memiliki kekuatan aglomerasi dengan menggunakan pembobotan.

3

Konsep Spread Effect

Konsep Spread Effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsif dari pusat atau kutub pertumbuhan akan menarik berbagai bentuk keuntungan ke daerah pengaruh atau hinterlandnya.

Analisis P-Median memilih pusat yang memungkinkan memberikan Spread Effect yang optimal karena konsep most accessible.

Sumber: Anggraeni, R. 2005. Lokasi Optimal Pusat pemerintahan dan Pusat Pelayanan untuk Propinsi dan Kabupaten (Studi kasus Kabupaten Serang Propinsi Banten)

2.4. Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah

Desentralisasi adalah kewenangan untuk menjadi daerah dengan kewenangan otonomi yang bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disamping itu, pemerintah pusat dapat menugaskan pelaksanaan tugas mereka yang belum diotonomikan kepada daerah atau oleh pemerintah kebupaten kepada kepala desa dengan kewajiban daerah/desa untuk mempertanggungjawabkan tugas yang

(34)

ditugaskan tersebut kepada pemberi tugas. Penugasan yang demikian ini dilakukan berdasarkan atas tugas pembantuan.

Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintahan dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas–luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di Indonesia pemerintah daerah terdiri dari tiga tingkatan yaitu wilayah propinsi, wilayah kabupaten atau kota serta wilayah kecamatan. Sedangkan wilayah pemerintah terendah adalah Desa dan Kelurahan. Pola pemerintah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Sebuah Pengantar:

Tinjauan Khusus Pemerintah Daerah Indonesia, 1997 dalam (Kurniawan, 2006) Gambar 1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia

Negara Kesatuan

Propinsi Kabupaten/Kota

Kecamatan

Desa/Kelurahan

(35)

Menurut Surandajang (1997), fungsi kabupaten dikaitkan dengan pembangunan di Indonesia antara lain :

1. Pendorong ekonomi daerah yang luas atau memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional dan daerah, yaitu mengakomodasi pertumbuhan kota-kota khusus yang perlu diperhatikan dan diikuti perkembangannya mengingat pentingnya peranan kota tersebut dalam perekonomian maupun regional.

2. Sebagai kota penyangga yang diharapkan akan mampu mengurangi arus migrasi langsung ke kota-kota megapolitan, metropolitan, dan besar tersebut.

3. Sebagai pusat pertumbuhan yang berfungsi untuk menarik pembangunan pedesaan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab III mengenai Pembagian Urusan Pemerintah menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan berskala kabupaten/kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan; (g) penanggulangan masalah lingkungan; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; (i) fasilitasi pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah;

(j) pengendalian lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; (m) pelayanan administrasi umum pemerintah;

(n) pelayanan administrasi pelayanan modal; (o) pelayanan penyelenggaraan dasar

(36)

lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Amalia (2003) dalam penelitiannya bertujuan menganalisis pemilihan lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Alternatif lokasi yang akan dipilih antara lain adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung, dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah). Guna menganalisis hal tersebut digunakanlah program komputer Java Applets P-Median Problem sebagai alat analisis dengan menggunakan bobot luas wilayah. Hasil perhitungan program menunjukkan bahwa lokasi optimal adalah Kecamatan Cibedug sebagai lokasi kantor Pemda Kabupaten Bogor, dengan Kecamatan Cibungbulang, Ciawi dan Cileungsi sebagai lokasi untuk kantor Pemda pembantu. Untuk bobot jumlah penduduk, Kecamatan Cibungbulang sebagai lokasi optimal untuk kantor Pemda Kabupaten Bogor dengan Kecamatan Ciawi, Cileungsi dan Rumpin sebagai lokasi untuk kantor Pemda pembantu. Sedangkan bobot pengaruh jarak, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan kantor Pemda Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Ciawi dengan kantor Pemda di Kecamatan Rumpin, Cileungsi dan Gunung Putri. Sedangkan Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang adalah kecamatan yang dipertimbangkan (underconsideration).

Hasil penelitian Diana (2004) untuk mencari lokasi pusat pemerintahan yang baik digunakan program komputer Java Applets P-Median Problem sebagai alat analisis pemilihan lokasi ibukota yang baru. Dengan menggunakan tiga bobot yang berbeda yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah dan bobot sama,

(37)

yaitu sama-sama menunjukkan Kecamatan Wonosobo merupakan lokasi yang optimal.

Penelitian Siregar (2005) yang bertujuan untuk menganalisis pemilihan lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan menggunakan bobot jumlah penduduk, hasil perhitungan menunjukkan Kecamatan Padangsidempuan Timur sebagai lokasi optimal untuk pusat pemerintahan. Sedangkan untuk bobot pengaruh jarak, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Padang Bolak. Begitu pula untuk bobot pengaruh biaya, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan biaya untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Padang Bolak.

2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi pusat pemerintahan merupakan hal yang penting dalam perencanaan pengembangan wilayah, karena lokasi yang tepat merupakan jaminan bagi terwujudnya efisiensi baik teknis maupun ekologis. Lokasi pusat pemerintahan tersebut diharapkan dapat memberikan spread effect yang positif bagi wilayah-wilayah hinterkandnya. Oleh karenanya, dalam pembangunan wilayah diperlukan alternatif-alternatif lokasi sebagai pusat pemerintahan agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan di kemudian hari.

Hanafiah (1988) mengemukakan bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi beberapa keuntungan dari usaha-usaha mengkonsentrasikan pembangunan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:

(38)

1. Konsentrasi kegiatan sosial ekonomi akan menciptakan suatu skala ekonomi, meningkatkan manfaat dan penyebarannya, serta menarik lebih banyak penduduk.

2. Pusat pelayanan akan lebih berinteraksi dengan wilayahnya melalui pasar, pasokan pelayanan administrasi dan fasilitas akan menciptakan kesempatan ekonomi dan kesempatan kerja yang lebih baik.

3. Pusat pelayanan yang mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap akan menarik orang-orang inovatif dan wiraswasta yang mempunyai nilai, sikap dan tingkah laku yang akan menciptakan lingkungan berkembang lebih baik.

4. Manfaat investasi di pusat pelayanan akan menciptakan akumulasi modal untuk pembangunan selanjutnya, menciptakan suatu prinsip perbandingan keuntungan secara lokal, serta kesempatan yang lebih baik, serta kesempatan yang lebih baik di kemudian hari melalui pengaruh imbasan.

5. Investasi prasarana bagi pelayanan kepentingan umum akan menarik berbagai kegiatan ekonomi yang selanjutnya akan menciptakan dasar pertumbuhan dan perluasan.

6. Konsentrasi fasilitas pelayanan sosial ekonomi menghendaki perbaikan sarana jalan yang berarti meningkatkan kemudahan ke pusat pelayanan tersebut.

7. Lokasi yang sama bagi berbagai kegiatan sosial ekonomi dan prasarana, selain memantapkan interaksi, juga menimbulkan pengaruh komplementer dan berganda untuk menciptakan pasar baru bagi bahan baku dan barang setengah jadi secara ekonomi eksternal bagi produsen lain.

(39)

Pemerintah Kabupaten Kerinci dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan.

Dalam melakukan proses pengembangan wilayah harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, kapital, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Dengan demikian diharapkan pengembangan wilayah akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan asumsi pengembangan wilayah ini akan meningkatkan output yang selanjutnya disertai peningkatan penerimaan.

Untuk menentukan tingkat optimasi dalam mencari alternatif lokasi pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci dalam pengembangan wilayah maka dapat digunakan metode P-Median, dan melihat kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki dengan metode skalogram. Kedua metode ini akan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Kerinci sehingga lokasi pusat pemerintahan yang terpilih akan menjadi rekomendasi solusi pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(40)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pemilihan Lokasi Pusat Pemerintahan yang Optimal

Kriteria Pusat Pemerintahan 1.Most Accessible

2.Jumlah Penduduk 3.Luas Wilayah

Lokasi Pusat Pemerintahan Terpilih

Rekomendasi 1.Faktor Historis Wilayah

2. Letak Geografis

3.Faktor sosial,politik, dan budaya

Metode P-Median Metode Skalogram

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci

Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kerinci

Pemekaran Wilayah

(41)

Sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci masih berada di Kecamatan Sungai Penuh. Dengan adanya pemekaran kecamatan di Kabupaten Kerinci maka perlu ditentukan lokasi pusat pemerintahan yang optimal. Pemilihan lokasi pusat pemerintahan yang optimal sangatlah penting untuk terwujudnya efisiensi teknis maupun ekonomi.

Apabila dikaitkan dengan lokasi sebagi pusat pemerintahan yang sekaligus sebagai pusat pertumbuhan, alternatif pemilihan lokasi pusat pemerintahan dan pertumbuhan yang optimal harus didasarkan pada pemikiran-pemikiran intelektual yang didasarkan pada keseimbangan berbagai komponen dari sistem sehingga diperolah hasil akhir yang sesuai perhitungan. Hasil perhitungan ini dapat dijadikan sebagai analisis kebijakan suatu daerah.

(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut adalah dengan adanya pemekaran kecamatan yang berada di Kabupaten Kerinci. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2007 dengan tahapan-tahapan pengumpulan data, pengolahan data serta penulisan hasil penelitian.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari instansi yang terkait seperti Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten, Biro Pusat Statistik, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Dinas Tata Ruang dan instansi terkait lainnya. Data pendukung dari internet, buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bobot jumlah penduduk tiap kecamatan, data bobot luas wilayah tiap kecamatan, data sarana dan prasarana, dan data jarak dan waktu tempuh dari satu kecamatan ke kecamatan yang lainnya yang ada di Kabupaten Kerinci.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Metode P-Median Algoritma

Dasar metode P-Median Algoritma adalah teorema yang dikembangkan oleh Hakimi (1964) dalam Rushton (1979) yang menyatakan bahwa titik optimum

(43)

dari suatu jaringan yang dapat meminimumkan jumlah perkalian jarak-jarak terpendek dengan bobot dari semua simpul adalah titik yang berasal dari simpul jaringan tersebut.

Perhitungan masalah P-Median ini diselesaikan dengan menggunakan program komputer Java applet P-Median Problem, karena program ini dapat digunakan untuk analisa dengan sejumlah simpul. Dalam metode P-Median ada dua buah faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor jarak antara simpul- simpul dan faktor bobot simpul yang akan dianalisis. Disamping itu, penentuan faktor jarak dan bobot tergantung pada tiga hal, yaitu:

1. Masalah apa yang sedang diselidiki.

2. Kelengkapan data yang diperlukan.

3. Pertimbangan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diselidiki.

Adapun yang dimaksud dengan faktor jarak dan bobot dapat dijelaskan sebagai berikut:

Minimumkan Z =

a w

i

d

ij n

i m

j

ij

=

=1 1

Dimana:

Z = Sekian x km atau sekian x rupiah, yang maknanya adalah semua y dari semua simpul dengan sekian km untuk mencapai pusat pelayanan.

aij = 1, jika simpul yang dilayani i lebih dekat ke simpul pelayanan j daripada ke simpul pelayanan lainnya, selain dari itu sama dengan 0.

wi = Bobot dari simpul yang dilayani i.

dij = Jarak terpendek antara simpul yang dilayani (i) dan (j).

m = Jumlah pusat yang dialokasikan.

n = Jumlah jaringan pusat pada jaringan jalan

(44)

a. Faktor Jarak

Pengertian jarak dalam studi kasus ini erat hubungannya dengan lokasi suatu tempat dalam ruang. Ada dua pengertian mengenai lokasi, yaitu:

1. Lokasi Absolut, yaitu posisi yang erat kaitannya dengan suatu sistem jaringan konvensional, atau dinyatakan dengan garis lintang dan garis bujur astronomis. Pada dasarnya lokasi yang demikian tidak berubah letaknya dan satuan jarak yang umum dipakai adalah mil, km dan m.

Minsalnya: alamat perusahaan Y.

2. Lokasi Relatif, yaitu posisi yang dinyatakan dalam bentuk jarak atau diidentikkan dengan salah satu faktor lain. Misalnya kota X terletak 100 km dari kota Y, atau kota X terletak 3 jam perjalanan mobil dari kota Y.

Disamping itu, lokasi relatif dapat pula dinyatakan dalam bentuk karcis bus atau kereta api.

Banyak cara untuk menyatakan jarak atau lokasi dalam konteks relatif selain menggunakan unit jarak. Lokasi relatif dapat berubah secara radikal walaupun lokasi absolutnya tetap konstan.

Berdasarkan uraian diatas serta sesuai dengan studi yang dilakukan, dimana pembahasannya menyangkut posisi suatu kecamatan berkenaan dengan lokasi kecamatan lain, berarti pembahasan berada dalam konteks lokasi relatif.

Jarak yang diukur merupakan jarak relatif dalam satuan unit jarak (km).

b. Faktor Bobot

Pengukuran masa dari suatu simpul tertentu tergantung pada masalah yang sedang diselidiki. Bobot tersebut dapat berbentuk sebagai jumlah penduduk suatu kota, jumlah komoditi pertanian suatu daerah, jumlah tenaga kerja, pendapatan

(45)

daerah, produksi suatu pabrik, uang yang beredar, besarnya modal yang ditanamkan, jumlah keluarga, jumlah kenderaan, jumlah tempat tidur dari suatu Rumah Sakit, aliran berbagai jenis barang.

Data yang diperlukan untuk analisis P-Median dengan program komputer Java Applets P-Median Problem ini adalah data sekunder yang terdiri dari:

Data Jarak

Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data jarak yang diberitahukan adalah jarak dari setiap calon pusat ke simpul lain yang jaraknya paling kecil dari batasan jarak maksimum implisit yang ditentukan. Dalam penelitian ini jarak yang dipakai adalah jarak antara satu ibukota kecamatan ke ibukota kecamatan yang lain.

Data Biaya

Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data biaya yang diberitahukan adalah biaya dari setiap calon pusat simpul lain yang biayanya paling kecil dari batasan biaya maksimum implisit yang ditentukan. Biaya yang dipakai adalah biaya transportasi dari satu ibukota kecamatan ke ibukota kecamatan yang lain.

Data Bobot

Bobot simpangan ditentukan oleh besarnya kebutuhan pelayanan.

Pengukuran bobot dari suatu simpangan tersebut sangat tergantung pada permasalahan yang sedang diselidiki, dalam penelitian ini bobot yang dipakai adalah jumlah penduduk dan luas wilayah.

(46)

Data Pusat-Pusat yang Telah Pasti

Lokasi pusat-pusat ini ditentukan pada simpangan yang mempunyai kebutuhan pelayanan dengan pelayanan bersama mendekati suatu unit, sehingga dapat diperkirakan bahwa lokasi pelayanan akan berada pada simpul tersebut.

Jumlah Pusat-Pusat yang Dipilih

Jumlah pusat ditentukan oleh jumlah seluruh kebutuhan pusat pelayanan.

Dalam studi kasus Kabupaten Kerinci ini yang dipilih ditentukan oleh simpangan yang dijadikan alternatif pemilihan ibukota kabupaten.

Program P-Median dapat menentukan dua solusi sekaligus yaitu solusi yang terbaik dengan mewarnai node dengan warna hijau dan untuk hasil yang dipertimbangkan (under consideration) dengan lingkaran warna merah pada node.

Metode P-Median tersebut dapat memberikan solusi yang masuk akal dalam menspesifikasikan grafik yang rumit dan berubah-ubah yang memiliki kurang dari seratus node dan dilihat sebagai algoritma secara sistematis menghasilkan upper bound yang terendah dan lower bound yang tertinggi. Dengan metode P-Median

juga dapat menunjukkan suatu lokasi yang most accessible.

Dalam kasus satu dimensi (garis lurus) penentuan lokasi optimal, fungsi objektif dapat dirumuskan sebagai berikut :

Minimum Z =

Misalkan 0-10 ada jarak antar kantor kecamatan (asumsi lokasi pusat pelayanan kesehatan), titik iterasi adalah 5 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut : Z=|1-5| + |3-5| + |4-5| + |6-5| + |10-5| = 13

Jika titik iterasi adalah 4 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut :

(47)

Z=|1-4| + |3-4| + |4-4| + |6-4| + |10-4| = 12

Jika titik iterasi adalah 6 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut : Z=|1-6| + |3-6| + |4-6| + |6-6| + |10-6| = 14

Titik Pelayanan

Koordinat Nilai Lokasi

Gambar 3. Lokasi Optimal Satu Dimensi (Garis Lurus)

Jika ia berpindah ke lokasi 6, kemudian sebuah titik koordinat kurang dari 5 (lokasi sebelumnya adalah x) masing-masing akan menyumbangkan satu unit peningkatan terhadap nilai fungsi objektif. Terdapat tiga macam titik dalam kasus ini jadi penambahannya terjadi 3 unit. Sebaliknya, semua titik dengan koordinat lebih besar 6 akan memberikan masing-masing satu unit penurunan terhadap fungsi. Terdapat dua macam titik, jadi penurunnya terhadap nilai fungsi sebesar dua unit. Efek keuntungan perpindahan lokasi x dari 5 ke 6 adalah sebuah peningkatan nilai fungsi objektif dari 13 ke 14 unit. Alternatifnya, sebuah perpindahan x dari posisi 5 ke 4 akan menyebabkan penurunan masing-masing satu unit untuk tiga titik pertama dan peningkatan masing-masing satu unit dua titik.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A B C D E

(48)

3.3.2 Metode Skalogram

Skalogram merupakan metode paling sederhana karena hanya menunjukkan daftar dari komponen-komponen pendukungnya. Komponen- komponen yang dibutuhkan antara lain :

1. Data pemukiman/wilayah yang ditinjau;

2. Jumlah penduduk/populasi masing-masing pemukiman

3. Data fungsi/fasilitas pelayanan yang terdapat pada setiap pemukiman Contoh matriks skalogram dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Skalogram No Kecamatan Jumlah

Penduduk

Jenis Prasarana ∑ Jenis Prasarana

∑ Unit Prasarana

Ranking SD RSU ... dst

1 2 ...

dst

∑ Jenis Prasarana

∑ Unit Prasarana

Penyebaran (%) Rangking

Dari berbagai sumber

Metode skalogram merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui hierarki pusat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Penetapan hierarki pusat pemukiman ataupun fasilitas pelayanan didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan ataupun fasilitas pelayanan yang tersedia. Secara umum metode ini lebih menekankan atas jumlah dan jenis fasilitas dibandingkan dengan kriteria kualitatif yang menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan.

(49)

Penelitian ini memasukkan analisis skalogram karena metode ini dapat mengetahui hierarki wilayah dengan cepat berdasarkan fasilitas pelayanan yang tersedia. Tahapan-tahapan metode skalogram, misalnya penyusunan hirarki peringkat kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah penduduk.

2. Kemudian kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut.

3. Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut.

4. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas.

5. Kemudian peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.

(50)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Geografis 4.1.1 Letak Wilayah

Kabupaten Kerinci terletak diantara 01°41’ Lintang Selatan dengan 02°26’

Lintang Selatan dan diantara 108o08’ Bujur Timur sampai dengan 101o50’ Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu rata-rata 21,7o C. Kabupaten Kerinci memiliki luas 4.200 Km2 yang terletak di sepanjang Bukit Barisan dan berada pada ketinggian 500 meter sampai 1500 meter dari permukaan laut, dengan batas-batas adalah :

• Sebelah Utara : Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat

• Sebelah Selatan : Kabupaten Merangin Provinsi Jambi

• Sebelah Timur : Kabupaten Bangko Provinsi Jambi

• Sebelah Barat : -Kabupaten Bengkulu Utara Prop. Bengkulu -Kabupaten Pesisir Selatan Prop. Sumatera Barat Dibawah ini adalah Peta Administrasi Kabupaten Kerinci.

4.1.2 Topografi dan Morfologi

Wilayah Kabupaten Kerinci merupakan daerah pegunungan yang membentang dari Gunung Kerinci sampai Gunung Raya sebagian besar (98,44%) berada pada ketinggian 500 m-3805m dpl merupakan bagian dari bukit barisan.

Karakter wilayah bergelombang dan berbukit-bukit membetuk eclave yang sangat luas dan sebagian ditutupi hutan lebat yang alami. Sebagian wilayah (81,22%) Kabupaten Kerinci terletak pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Daerah ketinggian 500 m – 1000 m dpl seluas 72.246 Ha. Sedangkan yang berada di bawah 500 m

(51)

dpl hanya 6.636 m dpl terdapat di Kecamatan Gunung Raya dan Batang Merangin.

Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci dapat dikelompokkan dalam beberapa satuan morfolagi yaitu daratan, perbukitan yang bergelombang halus sampai sedang dan pegunungan. Dari bentuk morfologinya dan penyebaran batuannya, maka orientas kearah utara akan dijumpai morfologi yang lebih tinggi yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pegunungan, yang diikuti dengan variasi dan jenis batuan yang ada, sedangkan pada orientas ke arah selatan akan dijumpai morfologi dataran rendah dan batuan yang relatif sejenis.

4.1.3 Jenis dan Tata Guna Tanah

Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Kerinci terbagi atas 6 (enam) jenis tanah yaitu Andosol, Latosol, Podsolik, Alluvial, Podsolik-Latosol dan Latosol serta jenis tanah komplek Latosol-Litosol. Dari sisi penyebarannya jenis tanah yang mendominasi adalah Andosol dengan wilayah penyebaran seluas (275.755 Ha atau 65,65%), Latosol (88.704 Ha atau 21,12%), Podsolik (28.761 Ha atau 6,85%), alluvial (11.200 Ha atau 2,67%), Campuran Podsolik-Latosol dan Litosol (12.975 Ha atau 3,09%), serta Campuran Latosol dengan Litosol (2.605 Ha atau 0,62%).

Jenis tanah alluvial merupakan tanah yang baru berkembang yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian dan terdapat pada daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa tertentu dan tanah alluvial yang berasal dari alluvium umumnya merupakan tanah subur yang cocok untuk lahan pertanian.

Perkembangan tanah untuk budi daya selama lima tahun terakhir akibat dari perekonomian global dan fluktuasi harga komoditi pertanaian dan jenis tanah

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, buku-buku atau koleksi yang ada di sana belum diolah (klasifikasi, labeling, katalogisasi, dan lain-lain) sehingga peserta dapat menggunakan buku-buku

Dengan demikian, LP adalah sebuah metode matematis yang berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimumkan atau

Dari jawaban tersebut konsumen lebih dominan memberi penilaian sangat baik terhadap keteraturan tempat penyimpanan hasil cucian tetapi masih ada konsumen yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) usaha ternak broiler pada berbagai pola usaha masih tetap menguntungkan dan memiliki efektivitas pengembalian modal pada level moderat;

2.1.7 Hubungan Strategi Produk dan Harga Terhadap Kepuasan Konsumen Berdasarkan uraian hubungan variabel tersebut, maka hunbungan antara bauran ritel terhadap

Dari penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan tentang pengaruh orientasi masa depan dan pengalaman mengelola keuangan terhadap perencanaan dana pensiun keluarga

Secara khusus, tujuan penelitian adalah : (i) menentukan kesenjangan antara prinsip-prinsip baik penerapan perumusan, pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan yang