• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 Hasil dan Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4 Hasil dan Pembahasan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4 Hasil dan Pembahasan

Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian pati. Penelitian ini terdiri dari lima tahapan. Tahap pertama adalah pembuatan membran poli(metil metakrilat) atau PMMA dengan variasi waktu penguapan sebagian pelarut di udara. Tahap kedua adalah karakterisasi awal membran PMMA, berupa pengujian permeabilitas membran PMMA terhadap air pada berbagai laju alir. Tahap ketiga adalah amobilisasi ekstrak kasar enzim α-amilase ke dalam matriks gel poliakrilamid. Tahap keempat adalah penentuan aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase teramobilkan. Tahap kelima adalah pengujian kinerja membran bioreaktor.

4.1 Pembuatan Membran PMMA 8% dengan Variasi Waktu Penguapan Sebagian di Udara

Dalam penelitian ini, membran dibuat dari polimer poli(metil metakrilat) atau PMMA dengan pelarut dimetil formamid (DMF). Teknik pembuatan membran yang digunakan adalah teknik inversi fasa dengan cara pengendapan melalui pencelupan. Pengendapan melalui pencelupan ini terdiri dari empat tahapan, yaitu pembuatan larutan cetak yang sifatnya homogen, pencetakan larutan cetak, penguapan sebagian pelarut, dan pengendapan (koagulasi) di dalam non pelarut.

Dalam penelitian ini, dilakukan variasi terhadap lamanya waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Variasi waktu penguapan sebagian pelarut di udara dilakukan untuk mempelajari pengaruh waktu penguapan sebagian pelarut di udara pada ukuran pori membran PMMA yang dihasilkan.

Pembuatan membran dengan cara pengendapan melalui pencelupan melibatkan tiga

(2)

digunakan untuk membuat membran harus bersifat amorf atau semikristalin. Polimer yang bersifat amorf mempunyai mobilitas rantai polimer yang besar sehingga proses swelling (penggembungan) lebih mudah terjadi. Melalui mekanisme swelling, permeasi menembus membran menjadi lebih mudah berlangsung, jika digunakan polimer yang bersifat kristalin membran yang dihasilkan sifatnya rapuh dan mobilitas rantai polimernya rendah.

Faktor penting dalam pembuatan membran dengan pengendapan melalui pencelupan adalah polimer yang digunakan harus larut dengan baik di dalam pelarutnya. Pada umumnya, pelarut yang paling baik untuk melarutkan berbagai jenis polimer adalah pelarut yang sifatnya aprotik.

Polimer yang digunakan dalam penelitian ini untuk membuat membran adalah poli(metil metakrilat) atau PMMA dengan pelarut dimetil formamid (DMF). PMMA merupakan suatu polimer dengan gugus ester bersifat polar dan gugus metil di bagian cabangnya. PMMA memiliki konfigurasi rantai yang acak atau ataktik, sehingga bersifat amorf dengan tingkat kekakuan yang tinggi [13].

PMMA larut dengan baik di dalam palarut DMF, hal ini terjadi karena PMMA memiliki nilai parameter kelarutan (δ) yang hampir sama dengan DMF. Besarnya nilai parameter kelarutan PMMA adalah 9,0-9,5 sedangkan nilai parameter kelarutan DMF sebesar 9,4 [13]. Berdasarkan sifat kepolarannya, DMF merupakan pelarut dipolar aprotik. Kesamaan sifat kepolaran menyebabkan PMMA dapat terlarut dengan baik di dalam DMF.

Dua fenomena yang terjadi ketika polimer PMMA dilarutkan di dalam pelarut DMF;

1. Penggembungan (swelling) yang terjadi secara lambat atau solvasi. Pada proses ini, molekul pelarut DMF akan terabsorpsi pada permukaan molekul polimer PMMA, sehingga terjadi perubahan dimensi rata-ratanya. Molekul polimer PMMA akan menggembung dengan faktor δ (parameter kelarutan). Faktor δ (parameter kelarutan) memiliki hubungan dengan antaraksi intramolekul di antara segmen suatu rantai polimer secara termodinamika.

2. Sesudah polimer PMMA dapat menggembung dengan pelarut DMF, polimer PMMA akan terdispersi untuk membentuk larutan polimer atau larutan cetak. Dalam proses ini tidak terjadi pemutusan ikatan kimia [18].

(3)

Tahapan penguapan sebagian pelarut di udara sebelum pencelupan larutan polimer yang sudah dicetak di atas pelat kaca ke dalam bak koagulasi berisi non pelarut dikenal dengan istilah dry wet phase inversion. Penguapan sebagian pelarut merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan membran asimetrik.

Pada tahapan ini, pelarut mengalami penguapan di bagian permukaan dan menghasilkan gaya dorong sehingga terjadi difusi pelarut dari bagian bawah menuju bagian atas larutan cetak yang telah dicetak. Proses ini dapat dipandang sebagai proses pemindahan uap yang terkendali. Lamanya waktu penguapan sebagian pelarut di udara akan berpengaruh terhadap ukuran pori dari lapisan selektif membran yang dihasilkan [4].

Penguapan sebagian pelarut terjadi secara bersamaan. Pada saat inilah terjadi penataulangan partikel PMMA sebagai akibat penguapan sebagian pelarut. Proses tersebut mengakibatkan ukuran pori lapisan selektif membran menjadi lebih rapat jika dibandingkan dengan ukuran pori pada lapisan penyangga yang berada di bagian bawah lapisan selektif. Lapisan selektif sangat berperan dalam proses pemisahan menggunakan membran.

Pada proses koagulasi atau pengendapan, terjadi proses difusi antara pelarut dengan non pelarut. Pelarut di dalam larutan cetak akan berdifusi ke dalam koagulasi dan non pelarut dari bak koagulasi berdifusi ke dalam larutan cetak. Proses difusi ini ditunjukkan oleh Gambar 4.1.1.

Gambar 4.1.1. Proses difusi antara pelarut dengan non pelarut di dalam bak koagulasi

Dalam penelitian ini, non pelarut yang digunakan adalah air. Larutan cetak yang menggunakan pelarut DMF dan non pelarutnya berupa air akan mengalami pengendapan secara spontan/cepat (instantaneous liquid-liquid demixing), sehingga diperoleh membran dengan lapisan selektif yang berpori. Proses koagulasi yang berlangsung cepat/spontan dapat disebabkan oleh antaraksi yang kuat antara pelarut DMF dengan non pelarut yaitu air. Hal tersebut mengakibatkan pertukaran antara pelarut dengan non pelarut terjadi secara cepat.

(4)

4.2 Karakterisasi Awal Membran PMMA 8% pada Berbagai Waktu Penguapan Sebagian Pelarut di Udara

Secara umum, efisiensi pemisahan menggunakan membran ditentukan oleh dua parameter, yaitu permeabilitas dan permselektivitas. Kedua parameter tersebut merupakan karakterisasi membran secara fungsional. Permeabilitas membran dapat dihitung menggunakan data fluks atau laju permeasi menembus membran. Fluks menyatakan volum permeat yang melewati membran per luas permukaan membran per satuan waktu. Permeabilitas merupakan fungsi dari ukuran dan jumlah pori pada membran.

Karakterisasi awal membran PMMA 8% dengan variasi waktu penguapan sebagian pelarut di udara yang telah dibuat adalah pengujian permeabilitas membran PMMA terhadap air.

Dalam penelitian ini, pengukuran fluks dilakukan dengan menggunakan sel filtrasi dengan aliran kontinu. Pengukuran fluks air dilakukan pada tiga laju alir yang berbeda, yaitu 157,6 L/jam, 283,4 L/jam, dan 381,0 L/jam.

Membran PMMA 8% yang diuji permeabilitasnya adalah membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 10 menit, 15 menit, dan 20 menit.

Sebelum dilakukan pengukuran volum permeat, setiap membran PMMA 8% dengan berbagai variasi waktu penguapan sebagian pelarut di udara dikompaksi terlebih dahulu.

Kompaksi akan mengakibatkan terjadinya deformasi ulang bentuk mekanik pada matriks membran, sehingga dihasilkan membran dengan struktur yang lebih kompak dan rapat.

Kompaksi menyebabkan permeabilitas membran mengalami penurunan. Pada membran yang baru terbentuk biasanya memiliki permeabilitas yang tinggi, tetapi selektivitas yang rendah. Setelah membran mengalami kompaksi, membran menjadi lebih tahan terhadap perubahan fisik seperti perubahan temperatur dan permeabilitasnya menjadi lebih rendah serta selektivitasnya menjadi lebih tinggi.

Struktur membran yang kompak ditandai dengan penurunan fluks sampai mencapai nilai yang konstan. Lamanya waktu kompaksi bergantung pada ukuran pori membran dan besarnya laju alir yang diberikan pada membran. Semakin rapat ukuran pori membran, waktu kompaksi yang dibutuhkan semakin lama, tetapi semakin besar laju alir yang diberikan waktu kompaksinya akan semakin pendek.

(5)

Berdasarkan hasil pengukuran fluks, diperoleh laju permeabilitas membran terhadap air.

Laju permeabilitas membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 10 menit ditunjukkan oleh Gambar 4.2.1.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 100 200 300 400 500

laju alir (L/jam)

fluks air rata-rata (L/m2.jam) Membran PMMA 8% dengan

waktu penguapan 10 menit Membran PMMA 8% dengan waktu penguapan 15 menit Membran PMMA 8% dengan waktu penguapan 20 menit

Gambar 4.2.1. Laju permeabilitas membran PMMA 8% pada berbagai waktu penguapan sebagian pelarut di udara (10 menit, 15 menit, dan 20 menit)

Untuk laju alir sebesar 157,6 L/jam, fluks rata-rata membran terhadap air adalah 86,2 L/m2.jam. Ketika laju alir yang diberikan pada membran PMMA 8% diperbesar menjadi 283,4 L/jam, fluks rata-rata meningkat menjadi 92,9 L/m2.jam. Pada saat laju alir diperbesar kembali menjadi 381,0 L/jam diperoleh fluks rata-rata yang semakin tinggi yaitu 103,9 L/m2.jam.

Kecenderungan peningkatan fluks saat laju alir diperbesar ini ditunjukkan juga oleh membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 15 menit.

Ketika laju alir yang diberikan pada membran ini sebesar 157,6 L/jam diperoleh fluks rata- rata sebesar 130,0 L/m2.jam. Kemudian laju alir yang diberikan pada membran PMMA 8%

diperbesar menjadi 283,4 L/jam, fluks rata-ratanya meningkat menjadi 150,9 L/m2.jam. Pada saat laju alirnya diperbesar kembali menjadi 381,0 L/jam, fluks rata-rata mengalami peningkatan menjadi 162,5 L/m2.jam.

Kecenderungan yang sama yaitu semakin besar laju alir yang diberikan pada membran, fluks rata-rata semakin besar diperlihatkan pula oleh membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara 20 menit. Ketika laju alir yang diberikan pada membran ini sebesar 157,6 L/jam fluks rata-rata sebesar 63,4 L/m2.jam. Kemudian laju alir yang diberikan pada membran PMMA 8% diperbesar menjadi 283,4 L/jam, fluks rata-ratanya meningkat menjadi 71,4 L/m2 jam. Pada saat laju alirnya diperbesar kembali menjadi 381,0 L/jam, fluks rata-rata mengalami peningkatan menjadi 80,5 L/m2.jam.

(6)

Hasil pengukuran fluks memperlihatkan suatu kecenderungan bahwa semakin tinggi laju alir yang diberikan pada membran, fluks menjadi semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena pada saat gaya dorong yang diberikan terhadap membran semakin besar, proses swelling (penggembungan) di dalam membran akan semakin mudah untuk terjadi. Akibatnya, partikel yang pada awalnya tertahan oleh membran akan terdesak untuk berpermeasi sebagai akibat adanya gaya dorong yang cukup kuat sehingga akan meninggalkan pori yang ukurannya lebih besar. Dengan demikian, partikel dengan ukuran yang sama akan semakin mudah untuk berpermeasi menembus membran.

Berdasarkan pengujian permeabilitas membran PMMA 8% terhadap air, didapatkan bahwa membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 15 menit memiliki fluks terbesar. Hal ini dapat menjadi petunjuk kualitatif bahwa membran ini lebih berpori dibandingkan dua jenis membran PMMA 8% lainnya. Sementara itu, membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara selama 20 menit memiliki fluks yang paling kecil dan membran PMMA dengan waktu penguapan 10 menit memiliki fluks yang berada di antara fluks membran PMMA dengan waktu penguapan 15 menit dan 20 menit.

Uji permeabilitas memberikan suatu informasi bahwa tidak ada suatu hubungan yang linier antara fluks dengan waktu penguapan sebagian pelarut di udara.

Berdasarkan hasil uji permeabilitas, diambil membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian pelarut 20 menit untuk menyiapkan membran bioreaktor. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa membran tersebut memiliki fluks membran terhadap air yang paling rendah.

Membran tersebut diharapkan setelah menjadi membran bioreaktor mampu menahan molekul pati yang berukuran besar dan dapat melewatkan produk penguraiannya berupa oligosakarida yang berukuran jauh lebih kecil secara selektif.

4.3 Amobilisasi Ekstrak Kasar Enzim α-Amilase ke dalam Matriks Gel Poliakrilamid

Ekstrak kasar enzim α-amilase yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ragi Pichia pastoris yang telah diisolasi dan dikarakterisasi oleh Kelompok Keahlian Biokimia, Program Studi Kimia, FMIPA ITB. Ekstrak kasar enzim α-amilase ini bersifat termostabil dan bekerja pada kondisi optimum pada temperatur 50 oC dan pH 6. Ekstrak kasar enzim α-amilase ini diamobilisasi ke dalam matriks gel poliakrilamid. Teknik amobilisasi enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penjebakan (entrapping). Dalam teknik amobilisasi enzim

(7)

melalui penjebakan, ekstrak kasar enzim α-amilase tidak diikatkan pada poliakrilamid, tetapi hanya ditempatkan di dalam kisi-kisi matriks gel poliakrilamid.

Jika dibandingkan dengan teknik amobilisasi yang lain seperti, carrier-binding dan cross- linking, teknik penjebakan merupakan teknik amobilisasi yang paling baik. Hal ini dimungkinkan karena dengan teknik penjebakan, tidak terjadi penurunan aktivitas enzim secara bermakna. Hal ini terjadi karena enzim masih dapat bergerak bebas karena tidak terikat pada matriks gel poliakrilamid.

Amobilisasi ekstrak kasar enzim α-amilase dilakukan dengan cara memasukkan ekstrak kasar enzim α-amilase ke dalam campuran larutan akrilamid dan bis-akrilamid sebelum terbentuk gel poliakrilamid. Jumlah ekstrak kasar enzim α-amilase yang digunakan dalam penelitian sebesar 32,32% dari volum total gel poliakrilamid yang dibuat. Karena ekstrak kasar enzim α-amilase bersifat termostabil, maka kemungkinan untuk terjadinya kerusakan (denaturasi) enzim ketika reaksi polimerisasi sangat kecil. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan penentuan jumlah enzim yang terjebak ke dalam matriks gel poliakrilamid sehingga tidak dapat diketahui secara pasti jumlah enzim yang berhasil dijebak di dalam gel poliakrilamid.

Gel poliakrilamid terbentuk melalui reaksi polimerisasi kondensasi. Polimerisasi akrilamid di dalam larutan terjadi karena adanya gugus bifungsional yang bertindak sebagai pengikat silang. Pereaksi yang berfungsi sebagai pengikat silang adalah metilen bis-akrilamid (MBA).

Kopolimerisasi antara akrilamid dengan bis-akrilamid membentuk suatu jaringan tiga dimensi yang menyerupai saringan (mesh like) [19].

Reaksi polimerisasi antara akrilamid dengan bis-akrilamid terbentuk melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi ini dikatalisis oleh amonium persulfat (APS) dan tetrametilendiamin (TEMED). Amonium persulfat (APS) berfungsi sebagai inisiator polimerisasi yang menghasilkan radikal oksigen. TEMED berfungsi sebagai akselerator, sehingga reaksi polimerisasinya berlangsung lebih cepat dan sebagai pemberi sifat kaku pada gel poliakrilamid yang terbentuk. Jika jumlah TEMED yang digunakan banyak, maka gel poliakrilamid semakin cepat terbentuk dan gel yang terbentuk bersifat lebih kaku.

Pembentukan ikatan silang antara bis akrilamid dengan akrilamid ditunjukkan oleh Gambar 4.3.1.

(8)

Gambar 4.3.1. Pembentukan ikatan silang antara bis akrilamid dengan akrilamid [19]

4.4 Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim α-Amilase yang Teramobilkan

Unit aktivitas menyatakan jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 µmol substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik menyatakan jumlah unit enzim per miligram protein. Aktivitas spesifik merupakan suatu ukuran kemurnian enzim [7].

Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase dalam keadaan bebas diuji oleh Kelompok Keahlian Biokimia, Program Studi Kimia, FMIPA ITB. Pengujian terhadap ekstrak kasar enzim α- amilase yang teramobilkan dilakukan oleh peneliti. Pengujian aktivitas enzim, baik dalam keadaan bebas maupun dalam keadaan teramobilkan dilakukan dengan menggunakan metode Fuwa [16].

Dalam penelitian ini, ekstrak kasar enzim α-amilase yang digunakan untuk amobilisasi adalah ekstrak kasar enzim α-amilase panen kedua. Dalam keadaan bebas, ekstrak kasar enzim α-amilase panen kedua ini memiliki aktivitas sebesar 6621 UA (Unit aktivitas).

Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase bebas ditunjukkan oleh Gambar 4.4.1.

(9)

0 2000 4000 6000 8000

1 2 3 4

panen ke-

unit aktivitas

unit aktivitas

Gambar 4.4.1. Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase bebas

Pengujian aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase yang teramobilkan dilakukan pada kondisi optimum enzim yaitu pada pH 6 dan temperatur 50 oC. Aktivitas ekstrak kasar enzim α- amilase teramobilkan ditunjukkan oleh Gambar 4.4.2.

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080 0,090 0,100

0 10 20 30 40

waktu (menit)

konsentrasi pati (%)

Kontrol

sampel 1, Ekstrak kasar enzim amilase teramobilkan Sampel 2,Ekstrak kasar enzim amilase teramobilkan

Gambar 4.4.2. Aktivitas ekstrak kasar α-amilase teramobilkan

Percobaan menunjukkan bahwa setelah ekstrak kasar enzim α-amilase diamobilisasi ke dalam matriks gel poliakrilamid, aktivitas enzim mengalami penurunan dan tersisa sebanyak

¼ kali aktivitas dalam keadaan bebas. Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam keadaan bebas mempunyai aktivitas sebesar 6621 unit aktivitas (UA). Setelah teramobilisasi ke dalam matriks gel poliakrilamid, aktivitas menurun menjadi 1624 UA.

Penurunan aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase yang teramobilkan ini dapat terjadi karena;

1. Adanya poliakrilamid mengakibatkan halangan ruang yang semakin besar. Efek sterik yang semakin besar menyebabkan antaraksi antara substrat dengan enzim menjadi berkurang.

(10)

2. Terjadi perubahan pada enzim. Perubahan ini dapat berupa, terjadinya modifikasi residu asam amino pada bagian sisi pusat aktif enzim, perubahan konformasi enzim atau perubahan muatan enzim. Perubahan pada enzim ini mengakibatkan aktivitas enzim untuk menghidrolisis substrat menjadi berkurang atau hilang [20].

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas ini diketahui bahwa gel poliakrilamid yang mengamobilisasi ekstrak kasar enzim α-amilase masih memiliki aktivitas yang memadai untuk dipergunakan sebagai komponen membran bioreaktor, walaupun aktivitas enzim lebih rendah daripada aktivitas dalam keadaan bebas.

4.5 Uji Kinerja Membran Bioreaktor

Uji kinerja membran bioreaktor meliputi pengujian terhadap kemampuan membran bioreaktor menghidrolisis pati menjadi oligosakarida, penentuan konsentrasi hasil penguraian pati, dan analisis morfologi permukaan dan penampang melintang membran bioreaktor.

4.5.1 Penentuan Fluks Larutan Pati Pada Membran Bioreaktor

Konsentrasi larutan pati yang digunakan untuk uji kinerja membran bioreaktor adalah sebesar 0,1% (w/v). Pengukuran fluks membran bioreaktor terhadap larutan pati menunjukkan bahwa fluks membran bioreaktor lebih kecil daripada fluks membran PMMA 8% terhadap air. Pengukuran fluks membran bioreaktor dilakukan pada laju alir sebesar 283,4 L/jam. Permeat menembus membran bioreaktor setelah 1 jam 25 menit sesudah sel aliran kontinu dioperasikan.

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa fluks rata-rata membran bioreaktor terhadap larutan pati adalah sebesar 1,3 L/m2. jam. Data ini membenarkan gambaran kualitatif bahwa ukuran pori membran PMMA 8% setelah dilapisi oleh gel poliakrilamid menjadi lebih rapat dibandingkan dengan pori membran PMMA yang tidak dilapisi dengan gel poliakrilamid.

(11)

4.5.2 Penentuan Konsentrasi Larutan Pati di dalam Fasa Umpan dan Fasa Permeat

Konsentrasi larutan pati di dalam fasa umpan dan fasa permeat ditentukan dengan menggunakan metode Fuwa [16]. Dalam penelitian ini, fasa umpan yang diambil setiap 30 menit dibagi ke dalam dua tempat yang berbeda. Ke dalam bagian pertama, ditambahkan larutan HCl 1 M, sedangkan ke dalam bagian yang kedua tidak diberi penambahan larutan HCl. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi kemungkinan ekstrak kasar enzim α-amilase lepas dari matriks gel poliakrilamid dan masuk ke dalam larutan umpan. Jika sebagian ekstrak kasar enzim α-amilase terlepas maka akan terjadi penurunan konsentrasi larutan pati di dalam sampel umpan yang tidak diberi penambahan larutan HCl.

Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya perbedaan konsentrasi larutan pati di dalam fasa umpan antara sampel fasa umpan yang ditambahi larutan HCl dan sampel fasa umpan tanpa penambahan larutan HCl. Dapat disimpulkan bahwa ada sebagian ekstrak kasar enzim α- amilase yang terlepas dari matriks gel poliakrilamid. Ekstrak kasar enzim α-amilase yang terlepas dari gel poliakrilamid sebesar 2,6%, nilai ini diperoleh dari pengurangan konsentrasi larutan pati di dalam fasa umpan yang ditambahi larutan HCl dengan konsentrasi larutan pati tanpa penambahan larutan HCl. Lepasnya ekstrak kasar enzim α-amilase dapat disebabkan oleh gaya dorong atau laju alir yang diberikan pada membran bioreaktor terkemudian besar, sehingga lapisan poliakrilamid pada membran bioreaktor mengalami deformasi mekanik.

Perbedaan konsentrasi pati ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.2.1.

0,000 0,030 0,060 0,090 0,120

0 50 100 150 200 250 300

waktu (menit)

konsentrasi pati (%)

Dengan penambahan HCl 1 M Tanpa penambahan HCl 1 M

Gambar 4.5.2.1. Konsentrasi larutan pati di dalam umpan

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa jumlah pati yang lolos melewati membran sangat sedikit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar molekul pati dapat tertahan dengan baik oleh membran bioreaktor. Besarnya konsentrasi larutan pati di dalam

(12)

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080 0,090 0,100

0 100 200 300

waktu (menit)

konsentrasi larutan pati (%)

Konsentrasi larutan pati di dalam fasa umpan Konsentrasi larutan pati di dalam fasa permeat

Gambar 4.5.2.2. Konsentrasi larutan pati di dalam permeat

Gambar 4.5.2.2 memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa konsentrasi pati di dalam permeat mengalami kenaikan sejalan dengan bertambahnya waktu. Hal tersebut mungkin terjadi karena gaya dorong yang diberikan pada membran bioreaktor cukup besar.

Akibatnya, gel poliakrilamid yang terletak di bagian atas dari membran PMMA lebih mudah mengalami deformasi mekanik. Dengan demikian kemungkinan untuk terjadinya swelling di dalam matriks gel poliakrilamid semakin besar. Proses swelling ini menyebabkan molekul pati lebih mudah bergerak di dalam matriks gel poliakrilamid sampai akhirnya dapat dengan mudah lolos menembus membran.

Kinerja membran bioreaktor terhadap larutan pati yang berkaitan dengan rejeksi dihitung dengan membandingkan konsentrasi larutan pati di dalam umpan dengan permeat setiap waktu. Parameter kinerja %rejeksi membran menggambarkan selektivitas membran bioreaktor. Semakin besar %rejeksi, selektivitas membran semakin baik. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa besarnya %rejeksi membran bioreaktor terhadap larutan pati setiap waktunya cenderung tetap yaitu sebesar 98,5% (Gambar 4.5.2.3). Fakta bahwa membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase memiliki %rejeksi yang besar menjadi petunjuk bahwa membran bioreaktor mampu menahan molekul pati dengan baik.

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

0 50 100 150 200 250 300

waktu (menit)

%rejeksi

Gambar 4.5.2.3. %rejeksi membran bioreaktor terhadap larutan pati

(13)

4.5.3 Penentuan Jumlah Produk Hasil Penguraian Pati Oleh Membran Bioreaktor

Konsentrasi hasil penguraian pati oleh membran bioreaktor dapat ditentukan dengan menggunakan metode DNS [17]. Dengan metode DNS ini dapat dihitung jumlah gugus gula pereduksi sebagai hasil penguraian pati yang berupa oligosakarida. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa jumlah glukosa yang dihasilkan dan yang berpermeasi melewati membran bioreaktor kemudian mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya waktu.

Konsentrasi glukosa yang dihasilkan dari penguraian pati ditunjukkan oleh Gambar 4.5.3.1.

Setelah 85 menit, konsentrasi glukosa di dalam permeat sebesar 0,025%. Konsentrasi glukosa di dalam fasa permeat terus mengalami peningkatan setelah 265 menit konsentrasi glukosa di dalam permeat mencapai 0,031%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan membran bioreaktor untuk menguraikan pati masih rendah, mengingat konsentrasi awal pati sebesar 0,09% hanya memberikan glukosa dengan konsentrasi 0,031%

setelah dihidrolisis selama sekitar 4 jam.

0 0,01 0,02 0,03 0,04

0 50 100 150 200 250 300

waktu (menit)

[glukosa] (%)

Gambar 4.5.3.1 Jumlah glukosa hasil penguraian pati yang melewati membran bioreaktor

4.5.4 Analisis Morfologi Membran Bioreaktor Menggunakan Scanning

Microscope Electron (SEM)

Uji kinerja membran bioreaktor tahap akhir adalah analisis morfologi permukaan dan penampang melintang membran bioreaktor menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Secara keseluruhan penampang melintang membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase ditunjukkan oleh 4.5.4.1 Dari foto SEM terlihat jika membran bireaktor terdiri dari

(14)

Gambar 4.5.4.1 Morfologi penampang memelintang membran bioreaktor

Gambar 4.5.4.2 menunjukkan bagian permukaan lapisan penyangga dan bagian penampang melintang lapisan selektif membran PMMA 8% dengan waktu penguapan pelarut sebagian di udara 20 menit. Dari foto SEM diperoleh konfirmasi bahwa membran PMMA 8% dengan waktu penguapan 20 menit memiliki lapisan penyangga yang lebih berpori jika dibandingkan dengan lapisan selektif. Bentuk pori baik di lapisan penyangga maupun lapisan selektif menyerupai spons. Bentuk pori membran PMMA 8% yang menyerupai spons inilah yang menyebabkan fluks air membran PMMA 8% dengan waktu penguapan sebagian di udara selama 20 menit rendah. Hal ini terjadi karena pori yang berbentuk spons memiliki tingkat keberlikuan yang tinggi, sehingga permeat tidak dapat berpermeasi menembus membran secara cepat.

Gambar 4.5.4.2 . Foto SEM membran PMMA 8% waktu penguapan sebagian 20 menit.

(i). Morfologi permukaan lapisan penyangga (ii). Morfologi penampang melintang lapisan selektif

Fluks mengalami penurunan secara bermakna pada membran PMMA 8% yang dilapisi oleh gel poliakrilamid dengan ekstrak kasar enzim α-amilase teramobilkan. Hasil ini dikonfirmasi berdasarkan foto SEM yang ditunjukkan oleh Gambar 4.5.4.3. Morfologi penampang

a

b

c

(i). (ii).

(15)

melintang gel poliakrilamid dengan ekstrak kasar enzim α-amilase teramobilkan memperlihatkan jika gel poliakrilamid memiliki pori yang sangat rapat. Ukuran pori yang sangat rapat menyebabkan gaya dorong yang diberikan pada membran bioreaktor harus cukup besar agar dapat mendesak permeat untuk berpermeasi menembus matriks gel poliakrilamid.

Gambar 4.5.4.3. Foto SEM morfologi penampang melintang gel poliakrilamid

Gambar

Gambar 4.1.1. Proses difusi antara pelarut dengan non pelarut di dalam bak koagulasi
Gambar 4.2.1. Laju permeabilitas membran PMMA 8% pada berbagai waktu penguapan  sebagian pelarut di udara (10 menit, 15 menit, dan 20 menit)
Gambar 4.3.1. Pembentukan ikatan silang antara bis akrilamid dengan akrilamid  [19]
Gambar 4.4.1. Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase bebas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dari serangga yang berada di Hutan Mangrove Oesapa, karena kelembaban udara yang terlalu rendah yang mengakibatkan

Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada kaki penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit

Pengaruh perlakuan terhadap kelimpahan kutudaun, kumbang kubah, artropoda penghuni permukaan tanah, dan hasil panen diperiksa dengan melakukan analisis ragam dengan batuan SPSS

PEMBAHASAN. Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar antara

Klien juga mengatakan bahwa ketika nyeri tersebut mulai terasa maka klien mengatasi nyerinya dengan mengonsumsi obat (obat asam urat dan analgetik) yang diberikan oleh

Untuk membandingkan unjuk kerja mesin penggugus dan mesin penelusur dalam proses temu kembali informasi di internet, telah dilakukan penelusuran informasi dengan menggunakan

dengan inhibitor bertujuan untuk menghilangkan inhibitor, yaitu dengan memberikan terapi pengganti pada saat terjadi perdarahan dan melakukan metode immune tolerance

Meliputi nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th dengan status gizi yang kurang dan sering mengalami penyakit infeksi, jenis kelamin (L dan