• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reklamasi Teluk Jakarta; Sebuah Prespektif Kekuasaan Dalam Ekonomi Politik Imam Mahdi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Reklamasi Teluk Jakarta; Sebuah Prespektif Kekuasaan Dalam Ekonomi Politik Imam Mahdi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Reklamasi Teluk Jakarta;

Sebuah Prespektif Kekuasaan Dalam Ekonomi Politik

Imam Mahdi1 Abstrak

Rekalamasi teluk Jakarta telah menjadi perhatian bagi pengamat lingkungan sejak diterbitkannya keputusan presiden tahun 1995. D isatu sisi pemerintah meyakini bahwa kajian tentang reklamasi teluk jakarta sebagai alternatif bagi pementuhan hunian bagi para pekerja di Jakarta. Di sisi lain, aktivis LSM menganggap bahwa rekalamasi hanya akan menimbulkan dampak buruk seperti kerusakan lingkungan, nelayan kehilangan mata pencaharian, disparitas sosial. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan peran penguasa dalam mengamankan rencana pembangungan tersebut. Menganilis dengan pendekatan kekuasaan dalam masalah ekonomi dan politik. Dengan pendekatan kualitatif dan konten analisis dalam melihat permasalahan ini.

Kata kunci: Reklamasi, Kekuasaan, Ekonomi dan Politik.

A. Pendahuluan

Kajian mengenai rencana reklamasi teluk Jakarta sudah menjadi perhatian pada awal tahun 1990-an. Pasca dikeluarkannya Keppres no. 52 tahun 1995 tentang reklmasi pantai utara Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto. Dengan tujuan untuk mewujudkan kawasan pantai utara sebagai kawasan strategis. Strategis diartikan sebagai kawasan yang mempunyai ekonomis dari sisi perkotaan (LBH Jakarta, 2013).

Salah satu kajian tersebut ditulis oleh Suryadewi, dkk (1998: 48) dengan memaparkan beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian. Seperti pendekatan manusia, lingkungan hidup dan pembangunan. Dengan pendekatan tersebut mereka kemudian memberikan falsafah dasar tentang kehidupan manusia. Mengutip Chiras (1987) ada beberapa sikap mental manusia yang tidak ramah lingkungan. Pertama, apatisme (apathy) atau sikap acuh tidak acuh dan sama sekali tidak bertanggungjawab dengan lingkungan. Kedua, menyepelekan (feeling of insignificane), dengan menganggap lingkungan hanya masalah kecil dan tidak sama

1 Mahasiswa Program Doktoral Universitas Indonesia & Dosen Ilmu Hubungan Internasional UMY. Email: mahdi@umy.ac.id

(2)

sekali berbahaya bagi kehidupan lingkungan secara menyeluruh. Ketiga, mereka yang egosentris (self centered view) yang menyebutkan manusia akan berpikir yang penting manusia senang dimasa tertentu tanpa memperdulikan masa selanjutnya.

Dengan pemaparan tersebut Suryadewi dkk sampai pada kesimpulan bahwa rencana teluk Jakarta disatu sisi mempunyai dampak positif dengan menghadirkan alternatif baru kehidupan rakyat Jakarta. Sedangkan disi lain dampak sosial ekonomi dan lingkungan akan membuat berbagai ekosistem laut akan kehilangan habitatnya dan merusak tatanan kehidupan bagi sebagian rakyat Jakarta.

Kajian lain ditulis oleh Alikodra (1996:31) yang memaparkan tentang dampak reklamasi terhadap ekosistem laut. Dengan pendekatan ini dijelaskan bahwa kawasan yang tersisa akibat pembangunan Pantai Indah Kapuk oleh PT.

Mandara Permai tinggal sekitar 3,226 ha yang terdiri dari; 9, 25 ha hutan lindung (mangrove), cagar alam muara angke (Mangrove) 2, 45 ha, hutan wisata 91, 37 ha, kebun pembibitan kehutanan 10, 47 ha, cengkareng drain 29, 05 ha, jalur transmisi PLN 29, 99 ha, serta jalan tol dan jalur hijau 911, 7 ha. Semua yang tersisa ini akan habis jika reklamasi tetap diadakan.

Kajian reklamasi teluk Jakarta sampai pada AMDAL (Analisis dampak Lingkungan) Kementerian Linkungan Hidup (KLH). Dalam jabaranya menunjukkan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki luas kurang lebih 25 hektar, dengan volume 500.000 M3, panjangnya lebih besar dari 50 meter. Dengan pembangunan tersebut akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan, artinya perusakan dan penghilangan kawasan lindung akan terus terjadi. Dampak lain adalah reklamasi tidak terpadu hal ini terjadi karena reklamsi dilaksanakan diam-diam tanpa mempertimbangkan kaidah keterpaduan maupun kelayakan secara teknis. Dampak itu juga terjadi pada revitalisasi yang memarjinalkan. Reklamasi hanya menjadi domain bagi mereka yang mempunyai uang atau pihak swasta. Sedangkan penduduk setempat tidak akan mendapatkan dampak secara langsung.

Berbagai kajian yang menunjukkan dampak negatif dari rencana reklamasi tersebut berujung pada surat keputusan tentang ketidakalayakan diadakannya reklamasi teluk Jakarta pada tahun 2003 oleh menteri lingkungan hidup. Namun

(3)

40

upaya tersebut tidak membuahkan hasil dikarenakan adanya gugatan dari perusahaan pengembang yaitu PT. Bangunan Era Mulia, PT, Taman Harapan Indah, PT. Manggala Krida Yudha, PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Pembangunan Jaya Ancol dan PT, Jakarta Propertindo. Pada sidang PTUN tingkat pertama dan kedua, majelis hakim mengabulkan gugatan pengusaha. Dalam tingkat kasasi, Majelis Hakim memenangankan meteri lingkungan hidup, namun pada peninjauan kembali, Mahkama Agung memenangkan pengusaha. Sehingga hak pengelolaan tersebut dianggap sah untuk dilanjutkan.

Lebih lanjut, status hukum reklamasi tersebut seakan mengambang ketika adanya Peraturan Presiden no 54 tahun 2008 yang terlihat ambigu dalam mengartikan “sepanjang yang terkait dengan penataan ruang”. Buntut dari semua itu, DPRD Jakarta mensyahkan RTRW Jakarta pada 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012) yang menyebutkan Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan sebagai pusat kegiatan primer yang jelas bernuansa ekonomi.

Pada tahun 2015 izin pembangunan rekalamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K telah dikeluarkan. Oleh sebab itu pembangunannya pun bisa dijalankan tanpa harus menunggu persetujuan lebih lanjut dari presiden, termasuk juga para warga dan nelayan yang berada disekitar pulau tersebut.

B. Pembahasan Pendekatan Kekuasaan

Pendekatan yang digunakan dalam memahami reklamasi teluk Jakarta adalah pendekatan kekuasaan dalam melihat ekonomi politik. Banyak kendala dalam mengartikulasikan kekuasaan dalam memahami ekonomi politik. Hal ini terjadi jika ekonomi hanya diartikan sebagai prilaku pasar, hanya hubungan antar individu, sesuatu yang impersonal, bahkan hanya hubungan antara penjual dan pembeli. Agar persepsi tersebut bisa diletakkan pada tataran objek, maka kekuasaan bisa masuk dalam ekonomi bisa dilihat dari dua cara (Capuraso dan Levine: 1992, 159). Pertama, sejak agen berhadapan dengan karakteristik pasar yang memberikan pilihan sukarela, atau sejak agen berpendirian banyak faktor yang mempengaruhi, seperti teknologi, harga, distribusi, yang menyebabkan kemungkinan kecil untuk

(4)

dapat membuat prilaku strategis. Kedua, tidak ada agen tunggal yang mampu dalam kegiatan ekonomi menyeluruh, ada modal, buruh, barang yang memperangaruhi antara satu agen dengan agen yang lain. Oleh sebab itu kekuasaan menjadi kajian penting dalam melihat pendekatan ekonomi politik.

Interpretasi dari kekuasaan sendiri sebenarnya lebih pada penyelesaian tujuan ekonomi itu sendiri. Sebab kita harus merubah, bertindak pada sesuau yang bersifat bertentangan dengan alamnya, bertentangan dengan orang lain atau berubah dari pemikiran institusi sosial yang ada. Elemen yan resisten tersebut oleh Maxweber dijadikan sebagai sesuatu yang penting dalam mendeskripsikan kekuasaan itu sendiri. Dalam bahasa Weber, kekuasaan adalah sebuah kemungkingan dalam hubungan sosial yang akan memposisikan seseorang untuk melaksanakan kemauan sendiri walaupun itu berlawanan, tanpa memperhatikan basis yang tepat dalam menempatkan kemaunnya (Capuraso dan Levine: 1992, 161).

Dalam konteks reklamasi ini keinginan para pengusaha dan sebagian penguasa untuk memaksakan kehendaknya bersifat mutlak. Dengan basis pemikiran tertentu dan oleh pakar tentu terbentuklah sebuah pembenaran komprehensif yang seakan mendeskreditkan makna ilmiah dari Amdal tersebut. Hal ini terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh pengembang. Dengan jalur hukum mereka seakan mendapatkan legitimasi.

Dampak Ekonomi Politik

Menilik permasalahan yang dihadapi dalam reklamasi teluk Jakarta maka perlu untuk melihat dampak ekonomi politik. Dampak tersebut terasa lebih berperan dibanding kajian yang berhubungan dengan lingkungan. Kelanjutan dari rekalamasi bergantung pada tarik menarik kepentingan antara penguasa, pemerintah dan masayarakat sendiri. Maka diperlukan sebuah pandangan tentang dampak tersebut.

Pertama, masyarakat yang terkena dampak langsung dari upaya reklamasi ini adalah nelayan. Dalam pandangan sederhana nelayan hanya berpikir bahwa kegiatan reklamasi hanya mengganggu jalur perahu yang mereka jalankan

(5)

42

(Sampono dkk: 2012, 105). Tidak memiliki implikasi nyata terhadap tangkapan, ini terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang reklamasi itu sendiri. Dengan pengetahuan yang apa adanya, nelayan berpikir bahwa mereka akan bisa berpindah daerah tangkapan ke daerah lainya.

Pandangan ini muncul disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap reklamasi itu sendiri. Artinya ada kekuasaan yang memaksakan kehendaknya dengan cara membiarkan pengetahuan masyarakat yang begitu sederhana terhadap reklamasi. Dalam memparakan ini maka kita bisa melihat pandangan lain tentang pengetahuan masyarakat dari berbagai insturment.

Fakta dilapangan menyebutkan bahwa pengetahuan tentang reklamasi, 55

% nelayan di Cilincing tidak tahu, di Muara Angke mencapai 80% tidak tahu, di Muara baru 70% nelayan tidak tahu. Sedangkan keterlibatan nelayan dalam reklamasi bisa disebut tidak ada. Hanya satu persen responden yang ikut dalam kegiatan tersebut. Sehingga dapat dijelaskan bahwa kegitan reklamasi dilokalisir oleh kelompok tertentu saja.

Kedua, pengembang mempunyai dasar yang kuat untuk menjalankan reklamasi. Dasarnya adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2030 (Andal PT Kapuk Naga Indah: 2012, 3). Dalam penjelasannya reklamasi merupakan bentuk nyata terhadap upaya pencegahan terjadinya banjir rob dan kenaikan muka air laut. Lebih jauh, dalam konteks ekonomi disebutkan reklamasi diarahkan untuk keuntungan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

Atas dasar pijakan tersebut maka PT. Kapuk Naga Indah dan berbagai perusahaan lainya menurut Daniel Johan menjalankan reklamasi pulau A sampai pulau M selauasi 35.600.000 meter persegi, dengan harga diatas 30 juta per meter, maka luas lahan yang bisa dijual 55 persen sehingga pendapatan bersih mencapai 516,9 triliun (Daniel Johan, 2017). Hal ini baru berasal dari harga jual tanah saja.

Belum dilihat dari aspek bangungan maupun nilai ekonomis tambahan lainnya.

Ketiga, pandangan dari pemerintah yang terkait dengan reklamasi. Dalam isu ini setidaknya ada lima instansi yang terkait, yaitu koordinator kementrian

(6)

bidang perekonomian, kementrian PPN/Bappenas, kementrian pekerjaan umum, kementrian lingkungan hidup dan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Instansi yang terlibat ini mempunyai pandang yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti pemerintahan DKI yang pada waktu dipimpin oleh Ahok sangat percaya diri untuk menjalankan reklamasi, sedangkan di masa Anis-Sandi sepertinya akan terjadi tarik ulur.

Pandangan lain seperti kementerian bidang perekonomian sepakat untuk tetap melanjutkan reklamasi dengan dalih apapun. Hal ini terlihat sangat tendensius, sebab sebelumnya dibawah Rizal Ramli rencana pembangunan teluk Jakarta dianggap tidak sesuai dengan arah pedoman perekonomian nasional. Akan tetapi dibawah Luhut Binsar Panjaitan, semua ekspektasi dari para pengembang akan terwujud. Luhut menilai reklamasi merupakan keharusan bagi teluk di Jakarta dengan berbagai alasan, termasuk dianggapa tidak merusak lingkungan.

Solusi Kekuasaan

Rudianto dan Andi Gusti Tantu (2013:69) dalam tulisannya tentang an Analysis of Coastal Land Conlict in The North of Jakarta Coartal Area: (A General Algebraic Modelling System Approach). Pendekatan ini menjelaskan bahwa ada tiga model dalam menyelesaikan rencana reklamasi teluk Jakarta, dengan win-win, lose-win dan lose-lose. Penyelesaian tersebut pada akhirnya bergantung pada tata cara pemerintah dalam mengelola konflik yang ada. Peran pemerintah sangat penting dalam menjalankan pendekatan ini. Seperti pemberian kompensasi bagi mereka yang kena dampaknya atau memberikan kompensasi dari perusahaan terhadap kerusakan ekosistem.

Menelaah model win-win solusion sepertinya bukan perkara mudah.

Artinya masyarakat, pemerintah dan pengembang mendapatkan semua hak yang mereka inginkan. Masalahnya selalu pemenuhan kebutuhan yang tidak mempunyai power tidak akan memperoleh apa yang mereka harapkan. Seperti halnya penggusuran dengan menempatkan masyarakat pada rumah susun juga tidak ideal.

Pendekatan lose dan win ini yang akan terjadi, pemerintah dan pengembang sebagai pihak yang paling diuntungkan akan mengkebiri kepentingan masyarakat.

(7)

44

Hal ini terlihat dari upaya banding yang selalu dijalankan oleh pihak pengembang.

Mereka tetap berjuang untuk menjalankan bisnis reklamasi. Dengan dalih tersebut maka terlihat pengembang tidak mau dirugikan dengan upaya penghentian reklasmi.

Terakhir dengan lose-lose, bentrokan antar pemerintah, masyarakat dan pengembang secara vis-à-vis kemungkinan tidak akan terjadi. Sebab, jika reklamasi tidak dijalankan maka masyarakat yang akan diuntungkan. Oleh sebab itu, model terkahir ini sulit teraliasisasi. Tidak ada satu pihakpun yang merasa bersedia untuk menerima kekelahannya.

C. Kesimpulan

Kegiatan reklamasi yang sudah direncanakan pada tahun 1995 telah membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap hubungan antara masyarakat, pengembang dan pemerintah. Pemerintah dinilai kesulitan dalam menentukan arah pijakan yang tepat. Namun secara keseluruhan terlihat penguasa dengan alat kekuasaan memaksakan diri untuk tetap menjalankan proyek reklasami.

Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari proyek reklamasi lebih banyak dirasakan oleh pengembang atau perusahaan. Masyarakat tidak mendapatkan hak yang semestinya mereka dapatkan. Hak tersebut meliputi akses terhadap ekonomi dan pekerjaan yang sepadan. Sedangkan pemerintah akan berkutat pada pajak retribusi daerah.

Solusi nyata dari reklamasi adalah penolakan yang berasaskan pada prinsip kemanusiaan. Pada akhirnya reklamasi hanya proyek untuk memusakan penguasa atau pengembang. Dengan cara menjadikannya seakan untuk penanganan banjir, akan tetapi pada hakikatnya hanya berupa kamuflase untuk kepentingan penguasa.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, Dampak Reklamasi Teluk Jakarta pada Ekosistem Mangrove, Media Konservasi Vo. V, No. 1(1996).

Caporaso, James A and David P Levine, Theories of Political Economy, New York:

Camridge University Press, 1992.

Chiras, D.D, Environmental Science: A Framwork For Decision Making. The Benyamin/Cumming Publ, C, Menlo Park, (1987).

Daniel Johan, Harta Dibalik Reklamasi, https://news.detik.com/kolom/d- 3432904/harta-di-balik-reklamasi-teluk-jakarta. Diakses pada 1 November 2017

Keppres, No. 52 Tahun 1995 tentang: Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Lembaga Bantuan Hukum, Memaknai Reklamasi Teluk Jakarta, https://www.bantuanhukum.or.id/web/memahami-proyek-reklamasi-teluk- jakarta/. Diakses 10 Oktober 2017.

Rudianto dan Andi Gusti Tantu, An Analysis of Coastal Land Conflict in the North of Jakarta Coastal Area; (A general algebraic modelling system approach), Springer Science, Coast Conserv, (2013).

Sampono, Nono, dkk, Dampak Reklamasi Teluk Jakarta Terhadap Kegaiatan penangkapan Ikan di Teluk Jakarta, Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol II, No. 2 (2012).

Sudijanto, Ary, Pembelajaran dari Amdal Reklamasi Teluk Jakarta: Reklamasi dan Dampaknya Terhadap Ekosistem perariaran, Jakarta: KLH, 2012.

Suryadewi, dkk, Masalah Reklamasi Teluk Jakarta Ditinjau Dari Aspek Psikologi Lingkungan, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Vol, 18 No. 2 (1998).

Tim P.T Kapuk, Analisis dampak lingkungan;Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah, Jakarta, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

(2009), media kromogenik α-MUG dan DFI menunjukkan performa yang lebih baik jika dibandingkan dengan EsPM karena media tersebut tidak dapat mendeteksi 3 koloni positif C.

mencapai Rp 104,2 triliun atau meningkat Rp 1,5 triliun dari periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp 102,7 triliun.. Source:

MODUL 6: PERLINDUNGAN CIPTAAN DALAM BIDANG LAGU ATAU MUSIK YANG DIUMUMKAN ATAU DIPERBANYAK MELALUI MEDIA INTERNET 6.1 Kegiatan Belajar 1:. Perlindungan Hak Cipta Lagu atau

Proses pendistribusian obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Syekh Yusuf Gowa melalui dua proses yaitu melalui peresepan dan pengampraan. Pendistribusian obat dimulai

Proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia (Blumer dalam Ritzer, 2011: 52). Proses interpretasi yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, persentase penawaran saham, jenis

Parameter suksesnya peningkatan kinerja dosen dalam pelaksanaan tridharma adalah dosen melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit

menyelenggarakan pelayanan umum dan pengembangan di bidang kepariwisataan yang meliputi: pengembangan industri pariwisata, pengembangan destinasi pariwisata,