• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI INTEGRASI SOSIAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Naturalistik Inkuiri Di SMPN 1 Padang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN NILAI-NILAI INTEGRASI SOSIAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Naturalistik Inkuiri Di SMPN 1 Padang."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI INTEGRASI SOSIAL BERBASIS

KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

MELALUI PEMBELAJARAN IPS

(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMPN 1 Padang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPS

Oleh :

RIDHO BAYU YEFTERSON 1101629

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI INTEGRASI SOSIAL BERBASIS

KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

MELALUI PEMBELAJARAN IPS

(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMPN 1 Padang)

Oleh :

S.Pd.,M.Pd UPI Bandung, 2013

Sebuah tesis yang diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) Sekolah Pascasarjana

© RidhoBayuYefterson 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbayak seluruhnya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Tesis ini telah disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing 1

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd

Pembimbing 2,

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan IPS

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PengembanganNilai-Nilai Integrasi Sosial Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau Dalam Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPS (Penelitian Naturalistik Inkuiri Di SMPN 1 Padang)” ini berserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keasliaan karya saya ini.

Bandung, November 2013

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang menguasai alams emesta dengan kasih sayang-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul“PengembanganNilai-nilai Integrasi Sosial Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau dalam Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPS (Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMPN 1 Padang)”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW yang membawa umat kepada jalan yang benar.

Tidak ada gading yang tidak retak, begitu juga dengan tesis ini masih belum mencapai kesempuranaan. Oleh karena itu, jika terdapat kekurangan dan kesalahan, dengan segala kerendahan hati peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan hasil penelitian ini.

Dengan segala kerendahan hati, peneliti berharap mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Akhir kata hanya kepada Allah peneliti agar apa yang dikerjakan selama ini mendapat ridho-NYA dan diterima sebagai amal ibadah, Aamiin. YRA

Bandung, November 2013 Peneliti,

(6)

iv ABSTRAK

Pengembangan Nilai-Nilai Integrasi Sosial Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau Dalam

Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPS (Penelitian Naturalistik Inkuiri Di SMPN 1

Padang)

Ridho Bayu Yefterson (1101629)

Penelitian ini dilatarbelakangi pentingnya pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau dalam pembelajaran IPS dalam pengembangan karakter siswa.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana guru IPS mendesain pembelajaran, melakukan tahapan-tahapan pembelajaran, hasil yang dicapai dalam pembelajaran serta kendala dan solusi dalam pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS.Penelitian ini menggunakan metode penelitian naturalistik inkuiriyang dilakukan di SMPN 1 Padang.

Temuan penelitian ini menyebutkan (1) bahwa pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau dirancang guru dengan mendesain perangkat perencanaan terutama pada silabus dan RRP serta mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengembangan materi pembelajaran termasuk dengan memanfaatkan petatah petitih Minangkabau. (2) Tahapan-tahapan pembelajaran dilakukan melalui proses pembelajaran dengan langkah-langkah : kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup yang menekankan kepada model pembelajaran sosial melalui pembiasaan, dan pembelajaran observasional melalui pemodelan. (3) Nilai-nilai integrasi sosial dalam kearifan lokal meningkatkan pemahaman siswa tentang kehidupan sosial yang ideal dengan mengacu kepada norma-norma sosial yang ditunjukkan dengan perilaku siswa dalam mencapai kehidupan yang damai dalam masyarakat. (4) Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran adalah dampak negatif tanyangan media sosial yang mempengaruhi perilaku siswa. Solusi yang mesti dilakukan guru adalah dengan melakukan pembiasaan, pemodelan, pengembangan budaya malu serta peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap nilai-nilai dalam kearifan lokal Minangkabau.

(7)

v

Tesis (pascasarjana) Universitas Pendidikan Indonesia, 2013

ABSTRACT

The Development of Minangkabau Local Wisdom-Based Social Integration Values in

Character Education through Social Studies Learning (A Naturalistic-inquiry Research

at SMPN 1 Padang)

Ridho Bayu Yefterson (1101629)

The background of this research was the importance of developing Minangkabau local wisdom-based social integration values in social studies (IPS) learning for building student characters. The research problems formulated were how IPS teachers design learning and carry out learning stages, what were the results achieved in the learning, and what were the constraints and solutions in developing of Minangkabau local wisdom-based social integration values in character education through IPS learning. This research used a naturalistic-inquiry research conducted at SMPN 1 Padang.

The findings of research showed that (1) the development of Minangkabau local wisdom-based social integration values was designed by the teachers by designing a planning set, particularly in syllable and lesson plan, and by integrating local wisdom values into the development of learning materials by employing Minangkabau proverb, (2) The stages of learning were conducted through a learning process by the following steps: preliminary activities, core activities, and closing activities emphasizing on a social learning model by habituation, and observational learning by modeling, (3) social integration values in local wisdom enhanced the understanding of students on ideal social life by referring to social norms as shown in the students’ behaviors in realizing a peaceful life in community, (4) The constraint faced in learning was the negative impact of social media broadcasting that affect student behaviors. The solution that the teachers should take was by habituation, modeling, development of shameful culture, and improvement of knowledge and understanding of Minangkabau local wisdom-based social integration values.

(8)

vi

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PESERTUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Integrasi Sosial ... 12

B. Kearifan Lokal ... 21

1. Konsep Kearifan Lokal ... 21

2. Kearifan Lokal dalam budaya Minangkabau ... 28

3. Peranan Nilai-nilai kearifan Lokal dalam pendidikan ... 30

C. Pendidikan Karakter ... 33

1. Hakikat Pendidikan Karakter ... 33

2. Pendidikan Karakter di Indonesia ... 36

3. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter ... 43

D. Hakekat dan Tujuan Pembelajaran IPS ... 48

E. Penelitian Terdahulu ... 50

F. Paradigma Penelitian ... 57

BAB III METODE PENELITIAN... 59

A. Metode Penelitian ... 59

B. Lokasi, Subjek dan data Penelitian ... 60

1. Lokasi Penelitian ... 60

(10)

3. Data Penelitan ... 62

C. Intrumen Penelitian ... 63

D. Teknik Pengumpulan Data ... 64

E. Teknik Analisis data ... 67

F. Keabsahan Temuan Penelitian ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 74 A. Deskripsi Umum ... 74

1. Profil sekolah ... 74

2. Sosialisasi Pendidikan karakter di sekolah ... 75

B. Hasil-hasil dan Pembahasan penelitian ... 78

1. Desain Perencanaan Pembelajaran ... 78

2. Tahapan-tahapan Pembelajaran ... 92

3. Hasil-hasil yang dicapai melalui Pembelajaran ... 109

4. Kendala dan solusi dalam Pembelajaran ... 125

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 149

A. Kesimpulan ... 148

B. Rekomendasi ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 154

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan sosial dan budaya dalam kehidupan berbangsa seperti tindak kekerasan tawuran, premanisme, white collar crime (kejahatan kerah putih) yang semakin hari semakin meningkat dan mewarnai halaman surat kabar, majalah serta media massa. Gejala-gejala saat ini menunjukkan tergerusnya nilai-nilai moral dalam kehidupan remaja saat ini. Kebebasan masyarakat yang berada dalam proses demoktratisasi sangat dipengaruhi dampak globalisasi dalam segala bidang kehidupan. Interaksi budaya yang besar dalam globalisasi ditambah dengan kurangnya pemahaman dan kecintaan terhadap nilai-nilai lokal dan nasional dikalangan remaja mendukung tergerusnya nilai-nilai moral dalam masyarakat Indonesia.Fenomena ini terlihat dengan sikap yang individualistik, materialistik dan hedonis yang kurang memperlihatkan rasa kebersamaan dan solidaritas positif yang didasarkan kepada idealisme terhadap nilai-nilai lokal atau nasional yang menjadi jati diri.

(12)

2

mengidentifikasi diri dengan orang lain atau kelompok lain. Individu manusia mendambakan akar-akar alamiah, mereka ingin menjadi bagian integral dunia,merasakan bahwa mereka memilikinya. Manusia dalam menciptakan hubungan mereka sendiri yang didasarkan akan cinta produktif dalam mencapai orientasi atau tujuan tertentu. Cinta produktif berkaitan dengan perhatian, tanggung jawab, respek dan pemahaman timbal balik.

Kondisi yang menyebabkan isolasi dan alienasi terjadi termasuk padanilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi budaya lokal. Kearifan lokalyang menjadi potensi besar dalam proses transformasi budaya yang kurang diminati terutama oleh kalangan peserta didik karena dianggap kuno dan tidak modern.Menurut Tilaar (2005: 17) kebudayaan Indonesia merupakan suatu Weltanschaungmerupakan pegangan dari setiap insan dan setiap identitas budaya

mikro Indonesia. Identitas ini merupakan suatu sistem nilai yang baru (Value System) yang memerlukan suatu proses perwujudan. Proses perwujudan yang

dimaksud seperti dengan pewujudan dalam proses pendidikan nasional. Berkaitan dengan proses dalam pendidikan,Alma(2010:143) menjelaskan bahwa kesalahan dalam merumuskan strategi mempertahankan eksistensi budaya lokal dapat mengakibatkan budaya lokal semakin ditinggalkan masyarakat yang kini kian gandrung pada budaya yang dibawa arus “globalisasi”. Salah satu kesalahan dimaksud adalah mengabaikan nilai budaya sebagai sumber belajar di persekolahan.

(13)

3

manakala proses edukatif itu berakar pada nilai-nilai budaya.Pendidikan diharapkan mampu menjadi bagian dari masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan eksistensi individu dalam hal ini adalah peserta didik. Peran pendidikan pemenuhan kebutuhan akan eksistensi individu manusia akan menjadikan peserta didik yang mempunyai karakter yang baik sebagai individu dalam masyarakat.

Sutherland dan Woodward (Abu Ahmadi, 2007:59) menjelaskan bahwa: “culture include anything that can be communicated from one generation to another. The culture of the people is their social heritage, “complex whole” which include heritage knowledge, belief, art, morals, law, techiques of

fabrication and used modes of communication.” Berdasarkan kutipan diungkapkan bahwa budaya dapat dikomunikasikan dari generasi kegenerasi. Budaya sebagai warisan sosial yang bersifat kompleks didalamnya terdapat warisan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum dan teknik pembuatan dan penggunaan cara berkomunikasi. Dengan hasil budaya tersebut, dan pola kehidupan dapat mempengaruhi cara berfikir dan gerak sosial.

Hilda Taba (Azmi, 2004:88), mengemukakan fungsi sekolah adalah sebagai presever dan transmitter dari Culture heritage, sebagai„instrument for transformating culture. Kebudayaan mengandung cakupan yang luas dari

fenomena manusia, pencapaian material, norma, keyakinan dan perasaan, seperti kesetiaan terhadap standar tertentu, kebiasaan, moral, cara untuk mengontrol diri dan harapan diri (self exspectations). Kebudayaan mengandung aturan-aturan tingkah laku dan keinginan tertentu yang diterima bersama. Kebudayaan juga sebagai sesuatu yang diperoleh manusia dari masyarakatnya.Manusia mempelajari budaya dalam hubungannya dengan orang lain, melalui interaksi dan meniru. Oleh sebab itu Taba melihat sekolah sebagai agen sosialisasi dan pendidikan untuk pengembangan nilai dan perasaan tersebut.

(14)

4

disebabkan oleh arus globalisasi berpotensi mengikis jati diri bangsa. Nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang.Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya pribumi pada gilirannya menuntut peran nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.

Nilai-nilai budaya dalam masyarakat sangat penting ditransfomasikan dalam pendidikan, sehingga diketahui, diterima dan dapat dihayati oleh peserta didik.Filsafat Parenialisme memandang bahwa masa lalu adalah sebuah mata rantai kehidupan manusia yang tidak mungkin diabaikan. Masa lalu adalah bagian penting dari perjalanan waktu manusia dan memiliki pengaruh kuat terhadap kejadian masa kini dan masa yang akan datang, maka dari itu nilai-nilai dari masa lalu yang berharga harus diwariskan kepada generasi muda saat ini.Pembelajaran nilai-nilai ini dalam konteks pendidikan karakter menurut Dharma Kesuma dkk (2011:9), mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

Dari penjelasan diatas memperlihatkan pentingnya terjadi pendidikan nilai dalam masyarakat terutama pada generasi muda. Potensi yang mesti pengembangan dalam proses pendidikan ini adalah nilai-nilai dalam kearifan lokal terutama dalam pembentukan integrasi sosial dalam suatu masyarakat terutama dalam pembelajaran IPS. Nilai-nilai kearifan lokal seperti menurut Moendardjito (Ayatrohaedi, 1986: 40-41) menjelaskan bahwa local geniustelah teruji kemampunannya bertahan sampai sekarang terhadap budaya luar.

Menurut Nasikun (1984:11) dalam pendekatan struktural fungsional atau juga disebut Integration Approach bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi diatas dasar kata sepakat para anggotanya pada nilai-nilai suatu General Agreement yang memiliki daya mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan

(15)

5

terhadap norma-norma sosial menghasilkan daya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara mereka.Di tingkat lokal nilai-nilai dalam kearifan lokal mempunyai peran dalam menjadi general Agreement dalam membentuk integrasi sosial ini.

Indonesia memiliki keanekaragaman yang salah satunya adalah keanekaragaman budaya dalam masyarakatnya.Hampir semua daerah Indonesia memiliki basic budaya masing-masing yang dapat dijelaskan secara historis. Terutama yang sampai sekarang menjadi wilayah adat,masyarakat adat secara tradisi terus berpegang pada nilai-nilai lokal yang diyakini kebenaran dan kesakralannya serta menjadi pegangan hidup anggotanya yang diwariskan secara turun-temurun.Nilai-nilai lokal ini saling berkaitan dalam sebuah sistem nilai. Koentjaraningrat (2011:76) menjelaskan bahwa dalam setiap masyarakat, baik kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan dan bahkan telah merupakan suatu sistem yang saling berhubungan. Sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal, sistem itu menjadi pendorong yang kuat untuk mengarahkan kehidupan warga masyarakat.

Salah satu etnis dan budaya yang masih kuat dalam menganut nilai-nilai sosial dan budaya ini adalah etnis dan budaya Minangkabau yang mayoritas menghuni kesuluruhan provinsi Sumatera Barat.Menurut A.A. Navis(1984: 2), Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari satu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki, serta menganut sistem adat yang khas yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Dasar kemasyarakatan di Minangkabau tertuang dalam prinsip adat, yakni adat bersandikan syara‟ (adat bersendikan aturan agama Islam), syara‟ bersandikan Kitabullah (Aturan dalam agama islam bersendikan Al-Quran).

(16)

6

berbagai istilah yang bergonta ganti sebagai falsafah atau pandangan hidup sebagai kebudayaan, tradisi, visi, identitas atau adat itu sendiri dll.Pada bagian lain Zed (2002:6) mencoba menyimpulkan gagasan ABS-SBK dari pendapatberkembang, bahwa pertama doktrin sosial orang Minangkabau,kedua mempunyai fungsi patokan value (nilai), ketiga sebagai doktrin sosial tidakstatis.Selanjutnya disebutkan sebagai epistimologi pemikiran Minangkabau yang sarat dengan cara pandang filosofis. Pemikiran ini mengajak berfikir lebih dalam lagi mendekati adat Minangkabau dalam kaitan dengan Islam.Sebab satu sisi adat lebih banyak mengambil contoh pada alam (Alam Takambang jadi Guru) dibanding kepada Islam, karena Islam sejak awal turunnya

menawarkan perintah iqra‟ yang dapat dimaknai sebuah perintah membaca alam. Menurut Latief (2002:47), suatu ciri yang dengan mudah ditandai dan dilihat dari etnis Minang, bahwa etnis ini mempunyai budaya merantau dan berdagang. Etnis Minang terkenal dengan daya berbaur yang tinggi, mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya.Di daerah manapun,seantero negeri initidak pernah terdengar adanya Kampung Padang atau kampung Minang. Selanjutnya Etnis Minang dicirikan bukan etnis yang mengekslusifkan diri, tetapi tetap ekslusif unik yang berbaur dalam lingkungan masyarakat lain diluar etnis Minangkabau. Kegiatan yang mereka pilih umumnya adalah dibidang jasa yang memang dibutuhkan orang banyak seperti rumah makan, tukang jahit, fotocopy, kelontong, toko buku atau dakwah.Kalau ada kegiatan keagamaan, yayasan sosial dilingkungan mereka, umumnya mereka terjun tanpa pamrih.

Selanjutnya Latief menjelaskan, semangat kerukunan yang bermuara dari bakat daya baur antar etnis ini diajarkan oleh adat dan budayanya dimano bumi dipijak disinan langik dijunjuang (dimana bumi dipijak disana langit dijunjung)

dikaitkan dengan kalau buyuang pai marantau induak cari dusanak cari, induak samang cari dahulu (kalau buyung pergi merantau cari orang tua (dituakan), cari

(17)

7

hidup. Pituah diatas mempunyai nilai yang sangat tinggi yang makin dirasakan dewasa ini, terutama tata pergaulan antar etnis dan cara beradaptasi terhadap lingkungan baru.

Bagi masyarakat Minangkabau konflik sebagai sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat.MasyarakatMinangkabau mampu menjadikan konflik sebagai suatu yang terkendali dan menjadi sarana integrasi, baik dalam internal adat itu sendiri, ataupun antara adat dengan Islam, seperti “adat basadi syara‟, syara‟ basandi kitabullah, Syara‟ mandaki, adat manurun, Syara‟ mangato, adat mamakai”. Adat dapat berdampingan dengan agama, dan konflik menjadi spirit integrasi adalah karena sikap adat sendiri di Minangkabau sangat elastis dan fleksibel seperti petatah adat sakali aia gadang, sakali tapian barubah(sekali air besar, sekali tepian berubah), meskipun begitu

adat bukan mudah tercabut dari masyarakat seperti petatah tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan(tak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan). Dengan

demikian, secara implisit dalam adat harus dilakukan pembaharuan serta penyesuaian terhadap keadaan usang dipabarui(usang diperbarui).Melalui struktur pengalamannya, masyarakat Minangkabau memiliki prespektif bahwa adat dan falsafah Minangkabau memandang konflik sebagai esensi untuk mencapai dan mempertahankan integrasi kebudayaan.

(18)

8

cahayanya, api dengan panasnya, angin dengan hembusannya. Oleh karena itu, setiap manusia atau orang dipandang dalam status yang sama. Tagak samo tinggi, duduak samo randah (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah).

Kenyataan alam sebagaimana masyarakat Minangkabau lihat, secara fungsional, mempunyai perbedaan.Perbedaan fungsional itu tidaklah menyebabkan penilaiannya berbeda.Api dengan panasnya, air dengan basahnya, angin dengan hembusannya, dan tanah dengan padatnya mempunyai fungsi atau peran yang berbeda tetapi nilainya tidak dapat dibedakan karena mereka sama dibutuhkan. Dengan demikian manusia dengan fungsi dan perannya yang saling berbeda menurut kodrat dan harkat yang diberikan alam kepadanya, tetapi nilainya tetaplah sama. Mamangan Minangkabau mengatakan: nan buto paambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah paunyi rumah, nan

kuaik pambao baban, nan binguang disuruah-suruah, nan cadiak lawan

barundiang (yang buta penghembus lesung, yang pekak pelepas bedil, yang

lumpuh penghuni rumah, yang kuat pemikul beban, yang bodoh disuruh-suruh, yang pintar lawan berunding). Pengertiannya, dapat secara tersurat ataupun tersirat, adalah pemanfaatan peran seseorang menurut kodratnya masing-masing. Menurut harkatnya fungsi seseorangakan berbeda dari yang lain karena ada yang jadi petani, tukang, pedagang, penghulu, ulama atau hulubalang. Namun, karena mereka manusia atau orang, dan saling membutuhkan dalam kehidupan mereka masing-masing, maka penilaian dan kedudukan sama (A.A Navis, 1984:61).

(19)

9

yang majemuk.Seperti halnya Kota Padang ibukota provinsi Sumatera Baratyang menjadi daerah “rantau” Minangkabau yang komposisi penduduknya hetorogen walaupun mayoritas memang orang Minangkabau, bagi masyarakat etnis lain yang hidup di kota Padang tetap hidup berdampingan dengan identitasnya masing-masing yang tetap terpelihara dan dihargai ditengah mayoritas etnis Minangkabau.

Integasi sosial yang tercipta melalui nilai-nilai budaya Minangkabau yang menjadi pedoman dalam bermasyarakat mampu menghidari konflik negatif dalam masyarakat, walaupun konflik positif sering terjadi tetapi itu dianggap sebagai proses dinamika yang menjadi ciri dan bagian dari kehidupan masyarakat Minangkabau sejak dahulunya.Melihat kenyataan ini, nilai-nilai sosial dalam Kearifan Lokal yang mampu mewujudkan integrasi sosial sangat penting ditransformasikan dalam bentuk enkulturasi melalui pendidikan terutama pada pendidikan IPS.

Nilai-nilai yang perlu difasilitasi dengan dilakukan penguatan dan pengembangan bersumber dari kearifan lokal, dalam hal ini adalah nilai-nilai sosial dalam kearifan budaya Minangkabau yang dapat mewujudkan integrasi sosial dalam masyarakat. Kearifan lokal dari nilai-nilai sosial dalam budaya Minangkabau dikembangkan dalam pembelajaran IPS dalam konteks pendidikan karakter. Hal ini sangat penting dilakukan pendidik dan sebagai anggota dunia yang lebih luas, dalam melaksanakan konsep kurikulum berpusat pada pengalaman masyarakat, dan untuk memvisualisasikan pendidikan sosial sebagai bagian dari filsafat pendidikan yang "mewujudkan bentuk pengalaman di mana guru dan siswa menampilkan rasa kritis dan melakukan pemberdayaan "(Giroux, 1988, hal. 87). Berdasarkan hal ini maka penulis merasa pentingnya dilakukan penelitian tentang “Pengembangan Nilai-Nilai Integrasi Sosial berbasisKearifan Lokal Minangkabau dalam Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran IPS (Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMPN 1 Padang)

(20)

10

Agar masalah yang diteliti menjadi jelas, secara ringkas akan dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana guru IPS mendesainperencanaan pembelajaran IPS dalam pengembangan nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal budaya Minangkabau di SMPN1 Padang ?

2. Bagaimana tahapan-tahapan pembelajaran IPS dalam pengembangan nilai Integrasi Sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau?

3. Bagaimana hasilyang dicapai dalam pengembangan nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabaumelalui pembelajaran IPS?

4. Kesulitan dan solusi-solusi dalam pembelajaran IPS dalam pengembangan nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini ingin mengungkap dan merumuskan berbagai nilai-nilai integrasi sosial dalam kearifan budaya Minangkabau sebagai sumber nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Secara khusus tujuan tersebut adalah :

1. Mendeskripsikan desainPerencanan Pembelajaran dalam mengembangan nilai-nilai Integrasi Sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau yang dilakukan guru di SMPN 1 Padang.

2. Mendeskripsikan tahapan-tahapan pembelajaran dalam pengembangan nilai-nilai Integrasi Sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan krakter yang dilakukan guru IPS.

3. Mendeskripsikan hasil-hasil yang dicapai dalam pembelajaran melalui pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau terhadap karakter siswa.

(21)

11

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk : 1. Secara Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan Lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui IPS di kota Padang. Dengan demikian masukan dari penelitian ini mampu berkontribusi dalam mewujudkan siswa yang berkarakter dengan melakukan pengembangan nilai yang berbasis kearifan lokal.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti : sumbangan pemikiran dalam upaya memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran IPS yang berkarakter, sehingga pembelajaran IPS menjadi lebih berkualitas, bermakna dan berkontribusi dalam masyarakat.

b. Bagi guru : Secara praktis hasil penelitian ini dijadikan bahan masukan bagi guru mata pelajaran IPSkhususnya pada Sekolah Menengah Pertama di Sumatera Barat dalam mengembangkan materi pembelajaran yang kontekstual dengan kebutuhan lokal dengan memanfaatkan potensi lokal dalam mengembangkan karakter peserta didik yang berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat menciptakan Integrasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat di Sumatera barat dan Nasional umumnya. c. Bagi peserta didik:melalui pembelajaran IPS diharapkan dapat

(22)

BAB III

MOTODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik inkuiri. Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Syaodih, 2007:60). Sedangkan Guba dan Lincoln (1985:39) mengemukakan bahwa penelitian kualtitatif dengan menggunakan pendekatan naturalistik inkuiri adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Ciri umun yang ditampilkan dalam desain penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan analisis serta interpretasinya berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Creswell, 1998:493). Dengan demikian, penelitian kualitatif lebih memusatkan pada ucapan dan tindakan subjek penelitian, serta situasi yang dialami dan hayatinya, dengan berpegang pada kekuatan data hasil wawancara.

(23)

60

mengumpulkan bahan yang berkaitan dengan objek penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian. Kedua, peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Ketiga, triangulasi atau konfirmasi data.

Lincoln dan Guba (1985: 39) mangasumsikan hal-hal berikut:

1. Tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman

2. Konteks sangat ditentukan dalam menetapkan suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang berarti bahwa suatu fenomena harus dilihat dalam keseluruhan pengaruh di lapangan

Penelitian yang telah dilakukan ini mendeskripsikan dan menganalisis dengan data-data deskriptif tentang pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS di SMPN 1 Padang. Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian naturalistik inkuiri dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.

B. Lokasi, Subjek dan Data Penelitian

1. Lokasi Penelitian

(24)

61

Darek seperti, Agam, Bukittinggi, Tanahdatar Batusangkar serta Limapuluhkoto

Payakumbuh atau dari daerah Solok. Selain etnis Minangkabau, kota Padang yang memiliki sejarah perkembangan pada masa kolonial Belanda juga terdapat etnis lain seperti Nias, Cina, India, dan Jawa serta Batak. Sedangkan SMPN 1 adalah merupakan salah satu sekolah binaan pendidikan karakter berbasis budaya Minangkabau di Sumatera Barat.

2. Subjek penelitian

“Subjek penelitian merupaan sumber infomasi atau data yang ditarik dan dikembangkan secara secara purposif dan bergulir (snowball) hingga mencapai titik jenuh dimana informasi telah terkumpul secara tuntas” (Guba dan Lincoln, 1985:201). Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau objek yang diteliti dalam hal ini adalah kepala atau wakil kepala SMPN 1 Padang, sehingga mampu “membuka akses” kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data mereka yang tergolong (gatekeepers) penjaga gawang dan (Knowledgeable informant) informan yang cerdas (Sugiono 2008:56).

Dalam hal ini wawancara kepada gatekeepers dilakukan kepada wakil kepala sekolah Wakil kepala sekolah bid. Manajemen Mutu yaitu kepada ibu Henni Massia, M.Pd dan kepada Wakil Kepala Bid. Sarana dan Prasarana yaitu kepada bapak Undrifal, M.Pd.Selanjutnya yang menjadi informan kunci adalah Guru IPS kelas IX di SMPN 1 Padang yang diharapkan memberikan ini akan memberi informasi pokok dalam penelitian ini. Selajutnya yang menjadi informan kunci adalah guru IPS pada kelas IX-4 yaitu ibu Endang Irianti, S.Pd. Selain kepada Informan kunci, peneliti juga akan mengumpukan informasi kepada informan lain dalam hal ini adalah siswa kelas IX-4 di SMPN1 Padang.

(25)

62

adalah tempat (place) sekolah, pelaku (actors) yaitu guru dan murid serta aktivitas (activity) yaitu proses pembelajaran. Sampel pada penelitian ini adalah

narasumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. (Lincoln and Guba 1985) mengemukakan bahwa “naturalistic sampling is then very different from conventional sampling, it is based on information, not statistical,

considerations its purpose is maximize information, and to facilitated

generalization”. penentuan sampel dalam peneltian kualitatif sangat berbeda dengan dengan penentuan sampel dalam penelitian kuantitatif. Sampel dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.

3. Data Penelitian

Menurut Lincoln dan Guba (1985:102) dalam penelitian naturalistik, sumber data atau populasi dan sampel yang digunakan adalah sampel purposif (porpossive sampling). Sampel purposif adalah strategi untuk memilih kelompok-kelompok kecil atau individu-individu yang mungkin dapat mengetahui atau bersifat infomatif terntang suatu fenomena atau pengalaman seseorang yang diperlukan.

(26)

63

Proses pengumpulan dan penelitian ini disesuaikan dengan jenis penelitian. Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa kata-kata, tindakan dan dokumen, stuasi dan peristiwa yang dapat diobservasi adalah :

1. Kata-kata yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung melalui wawancara, dan observasi

2. Dokumen berupa kurikulum, satuan pembelajaran, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, buku paket dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3. Situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian dan masalah penelitian seperti dalam proses belajar mengajar, situasi belajar diperpustakaan dan situasi lingkungan di sekolah.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Human Istrumen). Peniliti berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai subjek penelitian, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan menganalisi data serta menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Nasution (2003:62) menyatakan :

“Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai intrumen penelitian utama. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.”

(27)

64

mengklasifikasikan dan mengiktisarkan. Dalam kaitannya peneliti sendiri adalah human Instrument, dapat dibuktikan ketika di lapangan peneliti menetapkan fokus

penelitian pada pengembangan nilai kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS di SMPN 1 Padang yaitu ketika di lapangan hal pertama yang peneliti lakukan tidaklah langsung menanyakan tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Minangkabau yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS di SMPN 1 Padang melainkan melakukan observasi lokasi penelitian berupa pengamatan kegiatan pembelajaran IPS dan aktivitas-aktivitas di sekolah. Setelah itu peneliti harus berbaur dalam kegiatan dan interaksi dengan guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya dalam aktivitas keseharian di sekolah, maka baru peneliti dapat menfokuskan pada nilai-nilai integrasi sosial yang terdapat dalam kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS.

Para informan ditetapkan sendiri oleh peneliti, dengan bantuan gatekeepers yang pertama yang peneliti lakukan adalah menanyakan kepada

kepala sekolah SMPN 1 Padang selaku pimpinan di institusi tersebut. Selanjutnya adalah menanyakan akses kepada informan-informan kunci dalam hal ini adalah Guru mata pelajaran IPS yang mampu memberikan informasi tentang nilai-nilai karakter berbasis kearifan lokal yang dilakukan pada pembelajaran IPS. Selain kepada informan kunci (guru) wawancara juga dilakukan kepada peserta didik yang menjadi subjek dalam pembelajaran IPS tersebut. Setelah data terkumpul peneliti kemudian melakukan analisis dan menafsirkan setiap data yang di peroleh serta membuat kesimpulan.

D. Teknik Pengumpulan Data

(28)

65

sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumnetasi.

1. Observasi

Nasution (2003:67) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yatu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Sedangkan menurut Marshall (1995:75) “ Through observation, the researcher learns about behavior and the meaning attached to those behavior”, yakni melalui obeservasi, peneliti belajar tentang perilaku dan maknanya dari perilaku tersebut.

Alwasilah (2009:154) menambahkan bahwa dengan mengunakan teknik observasi ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang informan, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Dengan adanya observasi, peneliti akan melihat sendiri pamahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding) juga sudut pandang informan yang mungin tidak tercungkil lewat wawancara.

Terkait dengan penelitian ini, peneliti datang ke lokasi sekolah dan berinteraksi dengan lingkungan di SMPN1. Terutama dalam pengumpulan data penelitian, observasi di lakukan dalam aktivitas proses pembelajaran IPS dan aktivitas siswa di lingkungan sekolah lainnya seperti pada jam istirahat dan aktivitas ektrakurikuler di SMPN1. Dengan observasi, maka data diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jorgensen (1989:23) bahwa :

Methodology observation is appropriate for a wide range of scholarly problems pertinent to human existence. It focuses on human interaction and meaning viewed from the insiders viewpoint in everyday life situation and setting. Its aims to generate pratical and theoretical truths formulated as interpretative theories.

(29)

66

sebagai sumber data penelitian. Secara praktik di lapangan peneliti selalu menyimak apa yang dilakukan oleh peserta didik dalam aktivitas sosial di sekolah dan nilai-nilai apa yang melandasi tindakan tersebut. Dalam kegiatan obeservasi ini peneliti mencatat berbagai aktivitas siswa berdasarkan klasifikasi nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal yang melandasi aktivitas siswa dengan menggunakan pedoman obeservasi dengan format yang telah peneliti persiapkan (lihat lampiran 1).

2. Wawacara

Menurut Guba dan Lincoln (1985:266) wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang perorangan, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif, sering menggubungkan teknik obeservasi dengan wawancara mendalam. Selama melakukan obserbvasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasaan kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan.

Wawancara dilakukan secara tidak berstruktur dan memakai pedoman wawancara terutama kepada Guru IPS dan siswa di SMPN 1 Padang ( lihat lampiran 2). Nasution (2003:69) mengemukakan bahwa “observasi saja tanpa wawancara tak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya obeservasi harus dilekengkapi dengan wawancara”. Wawancara sangat penting dalam penelitian ini, apalagi dalam penelitian ini dalam masalah bahasa Minangkabau yang peneliti kuasai, sehingga dengan begitu akan mempermudah peneliti dalam melakukan wawancara dan memahami informasi yang didapatkan ketika bahasa setempat dikuasai.

(30)

67

ini adalah guru IPS. Selain itu wawancara juga akan dilakukan kepada kepala sekolah, staf administrasi dan kepustakaan serta juga kepada siswa di SMPN 1 Padang.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan cacatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam penelitian di Kota Padang ini dokumen yang peneliti butuhkan adalah berupa dokumen kurikulum IPS, Perangkat perencanaan pembelajaran, serta perangkat evaluasi Pembelajaran pada mata pelajaran IPS. Selain itu, dokumnetasi yang digunakan juga berupa gambar atau foto tentang aktivitas di SMPN 1 Padang kota Padang. Studi dokumenter ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tingkat validitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh peneliti. Digunakannya teknik dokumentasi dan catatan lapangan sebagai pengumpul data didasarkan pada pertingan :

(1) Dokumentasi dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relative murah, (2) merupakan informasi yang baik, baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan di dalamnya. (3) dokumen catatan merupakan informasi yang kaya. (4) keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal yang merupakan kenyataan formal (5) tidak seperti pada sumber manusa baik dokumen maupun catatan nonkreatif, tidak memberikan reaksi spontan atas perlakuan peneliti (Lincoln dan Guba, 1985: 277)

E. Teknik Analisis Data

(31)

68

Guba dan Lincoln (19985:345) mengatakan bahwa langkah pertama dalam mereduksi data ke dalam unit analisis satuan ialah peneliti hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul baik itu berupa hasil observasi, wawancara dan dokumenter. Setelah itu usahakan agar satuan-satuan itu diidentifikasi. Peneliti memasukkan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Selain itu juga sebelum analisis data atau saat melakukan analisis, digunakan triangulasi data. Triangulasi berkaitan dengan mengecek data kepada subjek dengan teknik yang berbeda ataupun dengan mengunakan triangulasi menguji data pada waktu yang berbeda kepada subjek (informan) yang sama. Triangulasi data digunakan untuk menguji keabsahan data pada penelitian. Sedangkan pada tahap ini analisis hendaklah jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.

Dilakukannya analisis data ini bertujuan untuk proses mencari dan menyusun secara sistematis data yag diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Berdasarkan dari konsep di atas, maka untuk memudahkan peneliti dalam proses menganalisis data dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan alur analisis sebagai berikut :

1. Analisis sebelum di lapangan

(32)

69

Sugiono (2008:90) menggambarkan tahapan ini seperti seseorang yang sedang mencari pohon jati di suatu hutan. Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim, maka dapat diduga bahwa hutan tersebut ada pohon jatinya. Oleh karena itu peneliti dalam membuat penelitian fokusnya adalah ingin menemukan pohon jati dari hutan tersebut. Berikut karakteristiknya, setelah masuk peneliti ke dalam hutan beberapa lama ternyata hutan tersebut tidak ada pohon jatinya.

2. Analisis selama di lapangan Model Miles dan Huberman

Miles dan Huberman (1992:12) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus, sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/ verification. Langkah-langkah

analisis ditunjukkan pada gambar berikut ini :

(33)

70

pengumpulan data dapat lebih terfokus terhadap hal-hal yang diteliti terutama dalam menggali hal-hal yang belum didapat dari data yang sudah ada.

3. Data Reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal –hal pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan kode pada aspek-aspek tertentu.

Reduksi data diartikan sebagai pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis, menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Jadi semua catatan lapangan menyangkut nilai-nilai integrasi sosial yang terdapat dalam kearifan budaya Minangkabau. Hasil wawancara pada masing-masing informan akan dikategorikan sehingga dapat dilihat perbedaan data yang terdapat dari masing-masing informan.

4. Data Display (penyajian data)

(34)

71

Sebagaimana halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisis. Penyajian data yang peneliti lakukan adalah dengan merancang keseluruhan data berupa catatan lapangan yang telah direduksi ke dalam kolom-kolom sebuah matriks, yaitu dalam bentuk narrative text (menceritakan) masing-masing point tersebut. Peneliti akan menceritakan/

menggambarkan terlebih dahulu mengenai lokasi penelitian, kemudian kehidupan sosial budaya di SMPN 1 Padang setelah itu dengan akan mendeskripsikan tentang implementasi nilai-nilai integrasi dalam kearifan lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS yang dilakukan di SMPN 1 Padang dan membahasnya dengan konsep pendidikan karakter secara umum serta relevansinya dengan mata pelajaran IPS terutama dalam pengembangan nilai-nilai integrasi tersebut secara ideal dalam pendidikan karakter.

5. Conclusing drawing/ verification/ penarikan kesimpulan

Langkah analisis ketiga yang penting dalam penelitian kualitatif menurut Milles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti akan mulai mengidentifikasi Implementasi nilai-nilai integrasi sosial berbasis budaya Minangkabau dan menguraikan relevansinya dengan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta pengembangan nilai-nilai tersebut dalam konsep ideal dalam pembelajaran IPS. Pengumpulan ini akan didapat berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari observasi dan wawancara di lapangan. Jika pada tahap awal ini kesimpulan yang dibuat didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali kelapangan maka kesimpulan yang telah ditemukan diawal merupakan kesimpulan yang kredibel.

(35)

72

untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif, serta membandingkan dengan salinan atau temuan dalam data-data yang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan agar hasil penelitian ini dapat dipercaya selain dengan menggunakan teknik triangulasi data yaitu dengan melakukan pengecekan kebenaran data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya interpretasi data yang bias.

F. Keabsahan Temuan Penelitian

Tingkat kepercayaan naturalistik memiliki kriteria kepercayaan sesuai dengan karakteristiknya sendiri. Khusus metodologi positivistik membedakan empat kriteris kepercayaannya berupa validitas internal, validitas eksternal, reabilitas dan objektivitas. Dalam naturalistik keempatnya diganti oleh Guba dengan istilah kreadibilitas, transferabilitas, dan konfirmabilitas, maka Uji keabsahan data dalam penelitian naturalistik inkuiri melihat uji, credibility (validitas internal), dependability (reabilitas), dan confirmability (objektivitas).

Uji kepercayan dalam penelitian naturalistik ini dilakukan terhadap data hasil penelitian dengan cara :

1. Kredibilitas

Ada beberapa yang dipakai naturalis untuk menguji kredibilitas suatu studi, yaitu:

a. Menguji terpercayanya temuan, dilakukan dengan cara memperpanjang waktu tinggal bersama mereka, observasi lebih tekun dan menguji secara tirangulasi

(36)

73

c. Analisis kasus negatif, fungsi utama dari analisis ini adalah untuk mengadakan revisi hipotesis. Teknik ini identik dengan uji statistik pada kasus data kuantitatif.

d. Menguji kembai data rekaman, baik dari photo, audio-casette dsb.

e. Mencocokkan hasil temuan kepada objek studi, ini dilakukan, baik secara formal maupun informal dan terus-menerus. Bahkan sedapat mungkin ringkasan interview dikembalikan kepada responden untuk mendapatkan reaksi, komentas atau sejenisnya.

2. Tranferabilitas

Tranferabilitas merupakan analog dengan generalisasi, tidak seperti teknik generalisasi/ prediksi yang dinyatakan dalam batas keterpercayan sekian persen. Sebaliknya, berani menyajikan hipotesis kerja disertai yang terkait pada waktu dan konteks.

3. Dependabilitas (Reabilitas)

Dependabilitas (reabilitas) pada naturalistic memandang bahwa realitas itu terkait dengan konteks dan waktu, maka menjadi tidak mungkin melakukan replikasi hasil studi. Selain melalui teknik triangulasi yang telah disebutkan tadi, tampaknya teknik audit juga dapat diterapkan dalam kasus ini. 4. Konfirmabilitas (Objektifitas)

Konfirmabilitas (objektifitas) erat kaitannya dengan paradigma naturalisti yang memandang bahwa kebenaran itu bersifat value-bound, terkait pada nilai. Itulah sebabnya, untuk menghindari konotasi yang tidak tepat, objektif itu bersifat publik, universal dan tidak memihak; sedangkan yang objektif itu menjadi pribadi dan memihak. Di sisi lain, naturalis memandang realitas itu ganda, dalam arti memilki banyak perspektif, dan erat kaitannya dengan keterikatan pada konteks dan waktu.

(37)

74

Tahap member-check merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan karena yang dilaporkan oleh peneliti harus sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh responden, dalam tahap member-check dilakukan pamantapan informasi atau data penelitian yang telah terkumpul selama tahap eksplorasi atau studi lapangan. Dengan demikian hasil penelitiannya dapat diharapkan memilki tingkat kredibilitas, depandabilitas dan konfirmobilitas yang tingi. Dalam kaitan itu data yang diperoleh melalui penggunaan teknik wawancara dibuat dalam bentuk transkrip. Demikian juga hanya dengan data yang diperoleh melalui penggunaan teknik studi dokumentasi. Data yang diperoleh melalui tenik obeservasi dibuat dalam bentuk catatan-catatan lapangan, kemudian penelitian menunjukkan kepada responden penelitian. Penelitian. Peneliti meminta mereka membaca dan memeriksa sesuai informasinya dengan apa yang telah dilakukan. Apabila ditemukan informasi yang tidak sesuai, maka peneliti harus segera berusaha memodifikasi apa dengan cara menambah, mengurangi atau bahkan menghilangkan.

(38)

149

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan Nilai-nilai Integrasi Sosial Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau dalam pendidikan karakter pada pembelajaran IPS yang penelti lakukan, maka pada bagian ini peneliti akan mencoba menarik beberapa kesimpulan dan rekomendasi dengan tidak terlepas dari rumusan masalah yang telah dirumuskan.

Adapun kesimpulan-kesimpulan dan rekomendasi yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Desain Pembelajaran menjunjukkkan bahwa Guru IPS SMPN 1 Padang melakukan pembalajaran IPS melakukan pengembangan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal dalam pendidikan karakter yang dilakukan dengan membuat silabus, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Pengembangan materi, pemilihan sumber dan penggunaan Media pembelajaran, serta persiapan rencana penilaian berupa evalusi tertulis dan pengamatan terhadap perilaku yang menunjukkan nilai-nilai integrasi sosial pada siswa.

(39)

150

dipakai sebagai acuan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pemaknaan tersebut akan mudah dipahami dengan memakai petatah petitih sebagai rujukan dalam memberikan pesan kepada siswa.

2. Tahapan-tahapan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori pembelajaran sosial dengan pembiasaan, observasioan dan pemodelan (social Learning theory).Tahapan-tahapan pembelajaran IPS meliputi; apersepsi dengan bercerita tentang peritiwa atau wacana yang relevan dengan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau, melakukan kegiatan inti dalam membahas materi pokok dengan menggunakan metode cerama, tanya jawab, kerja kelompok dan inkuiri sosial dan mempergunakan multimedia presentasi dan kegiatan penutup serta evaluasi proses dan hasil dengan memberikan test tertulis essay kepada siswa.

3. Hasil-hasil pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan pemahaman tentang nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau sebagai nilai-nilai universal yang merupakan penafsiran nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai integrasi sosial dalam kearifan lokal meningkatkan pemahaman siswa tentang kehidupan sosial yang ideal dalam masyarakat dengan mengacu kepada norma-norma sosial agar tercapai kehidupan yang damai dalam masyarakat. Pengembangan nilai-nilai sosial juga meningkatkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial dalam berbagai situasi yang ditunjukkan dengan perilaku positif siswa di kelas.

(40)

151

terhadap nilai-nilai yang dikembangkan pada pembelajaran IPS. nilai-nilai yang bersumber dari pancasila, Agama Islam serta nilai-nilai dalam kearifan lokal Minangkabau memperlihatkan cerminan karakter pada sebagian besar siswa tersebut. Nilai karakter yang menjadi hasil pengembangan pengintergrasian nilai karakter pada pembelajaran IPS menjadi acuan standar moral siswa dalam membentuk integrasi sosial di sekolah meliputi interaksi antara sesama siswa dan antara interaksi siswa dengan guru. Wujud integrasi sosial terlihat dari aktivitas mereka yang menggunakan standar nilai saling menghargai, toleransi, kepedulian sosial, demokrasi, dan persatuan dan kesatuan. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam bentuk solidaritas sosial yang mereka pahami penting dibangun dalam sebuah komunitas yang akan berinteraksi secara intens dalam lingkungan sekolah dalam keseharian. Nilai-nilai integrasi sosial diarahkan kepada pengembangan karakter siswa melalui proses yang dialektif dan dialogis sehingga terwujud dalam bentuk perilaku yang selalu bertujuan dalam membangun masyarakat yang multikultur yang mempunyai integrasi sosial dalam Bhinneka tunggal Ika.

(41)

152

keteladanan dengan pemodelan kepada siswa terutama dengan memberikan motivasi kepada siswa dalam medorong perilaku yang berlandaskan nilai-nilai integrasi sosial berbasis kearifan lokal Minangkabau.

Dalam melaksanakan pendidikan karakter dengan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal budaya Minangkabau hal yang dianggap penting dimiliki oleh guru adalah pengingkatan pengetahuan, pemahaman dan metode dalam pengimplementasian nilai-nilai kearifan lokal di Minangkabau terhadap kekayaan nilai-nilai dalam kearifan lokal Minangkabau yang masih belum tergali dan terintegrasi dalam pengembangan nilai karakter pada pembelajaran IPS. Hal ini disebabkan masih terdapat nilai-nilai yang relevan dengan tema-tema bahasan dalam pembelajaran IPS yang belum tereksplorasi secara menyeluruh oleh guru dalam mengembangkan nilai karakter pada pembelajaran IPS. Selanjutnya dalam pengembangan nilai karakter para guru IPS dituntut juga untuk meningkatkan skill dalam menyelenggarakan pembelajaran yang tepat dalam menginternalisasikan dan mengembangkan nilai kearifan lokal kepada siswa melalui metode-metode yang inovatif dan relevan dengan model pembelajaran karakter sertadapat memberikan contoh kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai karakter, serta memiliki hubungan sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di Minangkabau.

B. Rekomendasi

(42)

153

kearifan lokal Minangkabau. beberapa rekomendasi yang dapat peneliti sampaikan, sebagai berikut :

1. Kepada guru IPS di lapangan diharapkan dalam fungsinya sebagai

“curriculum developer” dapat mencari format pengembangan

pembelajaran IPS dalam pengembangan nilai-nilai kearifan lokal Minangkabau pada penyelanggaraan pendidikan karakter dimasing-masing sekolah. Dalam pengembangan pembejalaran IPS mengharuskan usaha guru dalam meningkatkan kompetensi guru terutaman kompetensi professional dan pedagogik dalam mengembangkan nilai-nilai karakter dalam keanekaragamanan pada diri siswa.

2. Pihak sekolah, dalam hal ini sekolah sebagai pimpinan dan pengambil kebijakkan dalam lembaga pendidikan harus mendorong pengembangan pendidikan karakter seluas-luasnya. Pengembangan pendidikan karakter dilakukan dengan memberikan kesempatan serta mendorong para guru untuk melaksanakan pembelajaran terutama IPS dengan memanfaatkan potensi kearifan lokal di daerah (Minangkabau) dalam mengintegrasikannya pada pembelajaran karakter di sekolah.

(43)

154

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, S (1988), Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Agus Effendi, (2012), Implementasi kearifan Lingkungan dalam budaya Masyarakat Adat Kampung Kuta sebagai sumber Pembelajaran IPS :Studi Etnografi pada Masyarakat Kampung Kuta dan Kajian PTK di SMP negeri Tambaksari Kabupaten Ciamis, Tesis Magister SPs UPI Bandung : tidak diterbitkan

Alesyanti, (2003), Revitalisasi Nilai Moral Sosial Adat Minangkabau, Disertasi Doktor SPs UPI Bandung : tidak diterbitkkan

Ayatrohaedi, (1986), Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta.

Azmi, (2004), “Pelestarian Adat dan Budaya Minangkabau”, dalam Latief dt. Bandaro dkk (eds) (2004), Minangkabau yang Gelisah, Bandung: Lubuk Agung

Alma, B (2003), Hakekat Studi Sosial. Bandung : Alfabeta Alma, B (2010), Pembelajaran Studi Sosial, Bandung : Alfabeta

Abdullah, Irwan dkk. (2008), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global,Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Budimansyah, D (2011). “Penguatan PEndidikan Kewarganegaraan untuk membangun Karakter bangsa”, dalam Budimansyah, D dan Komalasari, K (eds). Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Burhan, B. (1999). Adat Basandi Syaraq, Syaraq Basandi Kitabullah dan Peranan Generasi Muda, Padang: LKAAM

Creswell, John W (1998), Qualitatice Inquiry and Research Design; Chosing among Five Tradition, London: Sage Publication

(45)

155

Guba, G. Ego dan Lincoln. S. Ivona. (1985). Naturalistic Inquiry. Califonia: Sega Publication Inc

Goleman, Daniel (1997). Emotional Intelligence, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Habba, J. (2007), Analisis SWOT Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Resolusi Konflik, dalam Ammirachman, Alpa, Revitalisasi Kearifan Lokal Studi Resolusi Konflik di Kalimantan Barat, aluku dan Poso, Jakarta : ICIP

Hakimy-Dt Rajo Pangulu, I. (1994). Rangkaian Mustika adat basandi syara’ di Minangkabau.Bandung: remaja Rosdakarya,

Hakimy-Dt Rajo Pangulu, I. (2004). Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, Bandung: Remaja Rosdakarya

Hamadi, A. (2007). Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta

S. Hall., Calvin dan Gardner Lindzey, Supratiknya A. (Ed.). (1995). Psikologi Kepribadian 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius

Husen, dkk (2010) Model Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta:Universitas Negeri Jakarta

Hakam, Kama Abdul (2007), Bunga Rampai Pendidikan Nilai, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia

Kesuma, D, dkk. (2011), Pendidikan Karakter : Kajian teori dan praktek di Sekolah. Bandung : Remaja Rosdakarya

Koentjaraningrat, (2011), Pengantar Antropologi I, Jakarta: Rineka Cipta Koentjaraningrat, (2009), Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta Latief-Dt Bandaro, Ch. N. (2002), Etnis dan Adat Minangkabau, Bandung:

Angkasa

Lickona,T (2012), Educating for Character. Bandung : Remaja Rosdakarya Maftuh, Bunyamin, (2009), Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan

Nilai, Bandung : Cv. YAsindo Multi ASpek

(46)

156

Miles, M., dan Huberman, H. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Muhaimin, Yahya (1991). Masalah-masalah Konflik Sosial. Yogyakarta; Pustaka Pelajar

Mulyana, R.(2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif

dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya:

Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara

Nasroen.(1960). Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Jakarta : Pasaman Nasikun, (1984), Sistem Sosial Indonesia, Jakarta : Rajawali Press

Navis, A.A. (1984). Alam TErkembang Jadi Guru : Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Press

Nurdin, S (2004). Teaching and Learning. Bandung: Rosda Karya

Perdana. F, (2008), Integrasi Sosial Muslim-Tionghoa (Studi atas PartisipasiPITI DIY dalam gerakan Pembaharuan). Yogyakarta: PITI DIY dan Mystico

Purwasasmita (2010), “Memaknai konsep alam cerdas dan kearifan nilai budaya lokal. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ketahanan pangan dan kesehatan keluarga, kerjasama dewan pemerhati kehutanan dan lingkungan tatar sunda dan bahan ketahanan pangan jawa barat, makalah seminar nasional, bandung, 28 Juni 2010

Balitbang Puskur Kemendiknas (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta : Pusat Kurikulum Kemendiknas

Ranjabar, J. (2006) Sistem sosial budaya Indonesia. Jakarta: PT Ghalia Indonesia Rery Novio (2012) Pemanfaatan Kearifan Arsitektur Rumah Gadang

Minangkabau sebagai Sumber Pembelajaran IPS dalam meningkatkan Pemahaman Mitigasi Bencana, Tesis Magister Magister SPs UPI Bandung : Tidak DIterbitkan

(47)

157

Samani dan hariyanto (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sanjaya (2008), Perencanaan dan Desai Sistem Pembelajaran. Jakarta: 2010 Sartini. (2006) Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah kajian Filsafati.,

Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37 No. 2[online]http://filsafat.ugm.ac.id, januari 2013

Samudra, pidato pengukuhan guru besar universitas ngurah rai prof. dr. azhari a samudra, m.si pertimbangan kearifan lokal dalam perspektif administrasi publik dan public finance, Universitas ngurahrai

Schunk, Dale H (2012), Learning Theory an Education Perspektive, Yogyakarta: Pustaka PElajar

Slavin, E Robert (2011). Psikologi Pendidikan: teori dan praktik jilid 1 edisi sembilan, Jakarta: Indeks

Soekanto,S. (1990), Sosiologi Sutatu Pengantar. Jakarta: PT Rajawali Press Solehuddin, M (2011). “Membangun dan Mengembangkan Karakter Anak

Melalui Persinergian Pendidikan Rumah dan Sekolah” , makalah dalam

http://massofa.wordpress.com/2011/10/22/membangun-dan- pengembangkan-karakter-anak-melalui-persinergian-pendidikan-rumah-dan-sekolah/ diakses tanggal 10 Juni 2013

Saydam, G. (2010). Keajaiban Pepatah Minang. Bandung: Pustaka Setia

Syaifullah. (2000), Pembinaan Budaya dalam Lingkunan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

syafi’I, Inu kencana (1995). Filsafat Kehidupan (prakata). Jakarta: Bumi Aksara

Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: as@-prima pustaka

Syaodih, N. (2007), Metode Penelitian Pendidikan : Bandung : Remaja Rosdakarya

(48)

158

Tilaar, H.A.R. (1999)Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Tilaar, H.A.R .(2004), Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta

Tilaar, H.A.R, (2005), “Pendidikan dalam Multikulturalisme”, dalam Supriyoko (eds), (2005), Pendidikan Multikultural dan Revalisasi Hukum Adat dalam Perspektif Sejarah, Jakarta: Departemen Kebudayan dan Pariwisata

Trisna Sukmayadi (2012) Pengembangan Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Kearifan Lokal Sunda : Studi kasus di SMA negeri 2 Cimahi, Tesis Magister SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan

Wahyu (2005), Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Fajar Agung

Winataputra, U.S dan Saripudin, S. (2011), Pembangunan Karakter dan Nilai-nilai

Demokrasi”, dalam Budimansyah, D dan Komalasari, K (eds). Pendidikan

Karakter: Nilai Inti bagi upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

White, Cameron (Ed.), (2011) , Journeys in Social Education a primer, Rotterdam: sense publishers

Wikipedia, Erich Fromm : http://en.wikipedia.org/wiki/Erich_Fromm (diakses 19 Februari 2013)

Gambar

Gambar Periode Pengumpulan Data (Sumber : Miles & Huberman (1992:20)

Referensi

Dokumen terkait

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DI KABUPATEN NGADA (Relevansinya Dengan Pembelajaran Sastra Tingkat

: Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial dalam Pendidikan Karakter di Sekolah. :

Strategi Yang Digunakan Dalam Menerapkan Kearifan Lokal Pada Pembelajaran PPKn Guna Meneguhkan Karakter Nasionalisme Siswa di SMPN 2 Raas.... Nilai-Nilai Kearifan lokal

menulis catatan harian berbasis kearifan budaya lokal yang berorientasi

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pembelajaran berbasis pendidikan karakter dan kearifan lokal dalam upaya penguatan karakter

Wujud pendidikan karakter berbasis nilai kearifan lokal dari cerita rakyat Dewi Sritanjung, yakni sikap dan perilaku tokoh yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan Dewi

Pembelajaran Nilai-nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal. Pengaruh Pengintegrasian Pendidikan Karakter Berorientasi Kearifan

Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal pada penelitian ini menunjukkan hasil yang efektif karena digunakan dalam pembelajaran menulis yang mendukung untuk