• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN PERKUSI BAGI SISWA TUNANETRA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN PERKUSI BAGI SISWA TUNANETRA."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lebih dari 40 tahun yang lalu, bangsa-bangsa di dunia, melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, menegaskan bahwa: "Setiap orang memiliki hak untuk pendidikan". Pada tanggal 5-9 Maret 1990 di Jomtien, Thailand, 115 negara dan 150 organisasi saling bertemu dan mengadakan Konferensi Dunia membahas Education for All (EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS). Indonesia sendiri telah mengalami kemajuan di bidang pendidikan dasar dalam 20 tahun terakhir ini. Terbukti rasio bersih anak usia 7-12 tahun yang bersekolah mencapai 94 persen.

Pendidikan untuk semua di Indonesia juga mencakup pendidikan bagi anak tunanetra. Landasan yuridis tingkat nasional bagi tunanetra terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) Pasal 31 yaitu (1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak tunanetra juga dibahas dalam pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus

(2)

mendapatkan pendidikan termasuk pendidikan musik. Berlandaskan hal-hal tersebut di atas maka hasil dari penelitian ini bertujuan secara umum untuk turut memajukan pendidikan bagi penyandang cacat mata atau tunanetra.

Tunanetra membutuhkan pelayanan yang sebanding dengan keterbatasan mereka. Indonesia sendiri memiliki potensi untuk melayani mereka dengan baik, hanya saja kurang dimaksimalkan. Salah satu bentuk pelayanan bagi tunanetra adalah melalui sekolah luar biasa, di mana pembelajaran seni termasuk di dalamnya. Sejalan dengan tujuan pendidikan untuk semua, maka dikembangkanlah model untuk pembelajaran seni oleh satu tim yang menelliti hal tersebut. Model ini sudah mulai dikembangkan dari sejak setahun lalu lewat penelitian Anissa (2010). Penelitiannya menemukan beberapa tantangan dalam pembelajaran musik. Beberapa di antaranya adalah ditemukannya siswa tunanetrayang memiliki kecacatan ganda sindrom ADHD dan asperger. Anissa (2010)menjelaskan dalam penelitiannya bahwa guru memberikan beberapa terapi mengingat siswanya yang menderita sindrom ADHD dan asperger. Sikap guru yang diamati adalah sabar, mengenalkan bentuk fisik dari alat musik, setelah itu menghubungkan antara bentuk fisik dengan suara yang dihasilkan oleh setiap organ dari alat musik dalam hal ini piano. Guru juga mengerti betul karakter muridnya sehingga dalam pembelajaran guru memakai strategi yang tidak berseberangan dengan sesuatu yang muridnya tidak sukai.

(3)

guru sebisa mungkin menjaga agar tidak berkeringat sewaktu mengajar. Tantangan lain selain siswa berkecacatan ganda adalah pengajar yang bukan pada bidang yang dikuasainya dan juga guru yang tunanetra.Ke tiga hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran seni belum berjalan sempurna.

Penelitian ini bertujuan untuk menyempurnakan pembelajaran seni untuk siswa tunanetra. Penelitian ini juga merupakanrangkaian penelitian yang sama dengan penelitan sebelumnya, yaitu berfokus pada siswa tunanetra. Penelitian ini mengadaptasi model sinektik dalam pembelajaran seni musik dengan harapan melalui model pembelajaran ini siswa bukan hanya sekedar memainkan instrumen musik saja, tetapi bisa secara kreatif menciptakan sebuah karya. Model ini diharapkan dapat membantu mengembangkan kreativitas mereka.

(4)

SDLB yaitu pembelajaran ritmik. Ritmik ini erat kaitannya dengan alat musik perkusi sehingga peneliti menemukan kecocokan antara silabus secara nasional dengan bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu perkusi.

Alasan lainnya adalah untuk memfasilitasi serta mengasah bakat peserta didik terutama yang menonjol di unsur ritmik. Pembelajaran perkusi juga dipilih karena dalam pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus, tujuan pendidikan bukan hanya sisi pendengarannya saja yang menjadi terlatih tapi juga sisi afektifnya. Mereka diharapkan untuk dapat belajar untuk meredam emosi dan ego mereka.

Dampak pembelajaran perkusi yang diharapkan bagi tunanetra adalah dapat menciptakan kemandirian Hal ini dapat diukur oleh beberapa hal yakni : a) tunanetra memiliki keterampilan, sehingga ia dapat memfungsikan keterampilan itu di kemudian hari, b) dengan dimilikinya keahlian keterampilan peserta akan mampu hidup ketidaktergantungan, baik secara sosial, politik maupun ekonomi kepada orang lain, karena dirinya akan mampu mengemban tugas hidup tanpa harus selalu meminta kebaikan orang lain.

Peneliltian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri A Bandung yang merupakan sekolah tunanetra tertua di Indonesia. Sekolah ini didirikan pada tahun 1901 dengan nama Blinden Institute. SLBN A yang terletak di Jl. Pajajaran Nomor 50 Bandung ini berdekatan dengan gedung dan lapangan Olah Raga Pajajaran serta kantor Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI).

(5)

termasuk musik. Melalui pembelajaran musik diharapkan siswa memiliki keterampilan bermain musik dan adanya dampak penyerta, berupa interaksi sosial yang baik, sikap apresiasi terhadap musik, dan sikap kerja sama yang baik diantara peserta didik.

Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SD kisaran usia 10-16 tahun. Karakteristik anak usia ini pada umumnya adalah pemikiran sudah mulai kritis dan menuntut yang logis tapi daya pengertian mereka masih terbatas karena kurangnya pengalaman hidup. Mulai ingin dianggap sudah besar serta bukan anak kecil lagi dan ingin dihargai oleh orang lain. Daya kreativitas mulai berkembang, dan suka bertanya, logis dan daya ingat baik adalah ciri dari anak-anak kelas 4 SD.

Situasi para siswa subjek pada umumnya adalah beberapa anak sudah mempunyai pemikiran yang logis sehingga secara intelejensi mereka walaupun mempunyai kelemahan dalam penglihatan tetapi memiliki analisis dan mampu mengajukan pertanyaan yang kritis. Selain itu kecacatan mereka diasumsikan mempunyai pengaruh secara psikologis kepada emosi mereka. Mereka secara umum mengenal keteraturan, dapat diajak bekerja sama dan menyukai permainan dan hiburan.

(6)

Dalam pembelajaran anak-anak tunanetra, akan sangat tepat bila menggunakan musik dan lagu sebagai salah satu terapi dalam perkembangannya. Musik tentunya sangat berhubungan dengan indera pendengaran. Mengingatindra yang lebihdigunakanmerekatentunyaadalahindrapendengaran dan perabaan, maka pembelajaran musik dinilai bisa terlaksana dengan efektif. Melalui pendengaran mereka bisa mendengar arah datangnya manusia, benda, atau makhluk hidup lainnya. Juga indra peraba, contohnya dalam membaca huruf braille, bahkan menotasikan not ke dalam huruf braille. Hal ini digunakan sebagai ganti aspek visual mereka yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali.

Melihat latar belakang siswa seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pengembangan model selanjutnya dirumuskan untuk menerapkan model yang berorientasi kreativitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu : pertama, siswa mempunyai persepsi sendiri tentang pembelajaran perkusi dan musik.Pembelajaran harus menggunakan pendekatan yang sesuai dengan keadaan anak-anak. Juga kecenderungan ketidaksabaran dari siswa mengingat pikiran mereka yang mulai kritis,perlu diikuti oleh kemampuan untuk mengendalikan dan menempatkan kekritisan secara positif.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalahpenelitianadalah bagaimana model

(7)

keterkaitan penelitian

itu maka penelitian ini difokuskan pada uji coba n perkusi bagi siswa tunanetra. Untukmempe kanbeberapa pertanyaan penelitian, yaitu : n model pembelajaranperkusipadasiswa tunane

aplikasi model pembelajaranperkusipadasiswa duk akhir model pembelajaran perkusibagis

(8)

C. DEFINISI ISTILAH

Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan seperti berikut.

1. Model Pembelajaran,

Joyce& Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran 2. Model Sinektik

Model yang mempertemukan berbagai macam istilah yang dapat dipahami siswa yang dikemudian dibandingkan satu sama lain lewat analogi-analogi untuk mendapatkan sebuah pemahaman baru atau untuk membuat pemahaman mendalam tentang suatu hal. (GordondanPoze, 1980:168)

3. Perkusi

Instrumen perkusi pada dasarnya merupakan benda apapun yang dapat menghasilkan suara baik karena dipukul, dikocok, digosok, diadukan, atau dengan cara apapun yang dapat membuat getaran pada benda tersebut. (Blades, 1970)

4. Tunanetra

(9)

D. TUJUAN PENELITIAN

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengujicobakan model pembelajaran perkusi yang dilakukan oleh peneliti. Secara spesifik, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian di atas yaitu:

1. Untukmengembangkan desain model pembelajaranperkusipadasiswa tunanetra. 2. Untuk mengetahui hasil aplikasi model pembelajaranperkusipadasiswa

tunanetra.

3. Untuk merumuskan produkakhir model pembelajaranperkusibagisiswa tunanetrasetelahvalidasi.

E. SIGNIFIKANSI DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti, siswa, guru, sekolah luar biasa dan sekolah inklusif, perguruan tinggi, serta pemerintah dan masyarakat. Peneliti akan dapat memahami pengembangan model pembelajaran musik untuk siswa tunanetra. Siswa tunanetra akan mendapatkan pembelajaran pendidikan seni yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan optimal mereka. Guru mata pelajaran Seni Budaya di Sekolah Luar Biasa dapat mendapatkan contoh-contoh sebagai bahan masukan bagi pembejalaran musik siswa tunanetra.

(10)

Provinsi dan Direktorat Pendidikan Luar Biasa Jakarta akan mendapatkan bahan pendidikan seni tari dan musik untuk dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan seni bagi siswa berkebutuhan khusus di Indonesia. Masyarakat luas akan terbantu pemahamannya tentang siswa tunanetra, sehingga akan terwujud saling menghargai dan menghormati individu yang berkebutuhan khusus.

F. ASUMSI PENETILIAN

Terdapat beberapa konsep dalam model yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu unsur-unsur musik. Model sinektik diasumsikan akan efektif bagi siswa untuk memahami konsep-konsep tersebut karena dengan bantuan analogi atau kiasan siswa dapat mengunakan imajinasi mereka untuk membantu mereka dalam menemukan unsur-unsur musik tersebut.

(11)

I. SISTEMATIKA PENULISAN

Judul : pengembangan pembelajaran drum pada anak tunanetra di SLBN A Bandung

Pernyataan mengenai maksud penulisan karya ilmiah Nama dan kedudukan tim pembimbing

Pernyataan tentang keaslian karya ilmiah Kata pengantar

Abstrak Daftar Isi Daftar tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

BAB: I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang B. RumusanMasalah C. DefinisiIstilah D. TujuanPenelitian

E. SignifikansidanManfaatPenelitian F. Asumsi

(12)

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan dan karakteristik model sinektik yang diujicobakan dalam penelitian ini. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini. Materi serta pendekatan individu yang dilakukan terhadap siswa. Penjelasan tentang kurikulum SBK bagi anak tunanetra. penjelasan tentang perkusi mulai dari definisi sampai jenisnya. Jenis drum mulai dari fisiknya, karakteristiknya sampai manfaatnya.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan tentang metode kualitatifyang dipakai dalam penelitian ini, pertanyaan-pertanyaan penelitian, bagaimana cara menelitinya, siapa yang menjadi subjek penelitian, tehnik-tehnik pengumpulan data (melalui observasi/observasi partisipasi, wawancara, studi dokumentasi, refleksi), penjelasan mengenai tehnik analisis data, cara-cara menulis laporan penelitian.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Model pembelajaran perkusi bagi siswa tunanetra

(13)

B. Aplikasi Model Pembelajaran Perkusi Pada Siswa Tunanetra

Sub bab ini berisi pelaporan selama penelitian bagaimana pengembangan model yang sudah dilakukan kemudian diaplikasikan dan bagaimana pembelajaran kemudian berkembang dan beberapa penyesuaian yang dilakukan untuk membuat model itu lebih cocok bagi siswa agar mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran.

C. HasilPenelitianberupa Model PembelajaranPerkusiPadaSiswaTunanetra Sub bab ini, peneliti membahas model yang merupakan hasil revisi setelah proses FGD atau setelah validasi. Dijelaskan tentang hasil dari FGD yang kemudian mempengaruhi produk dari penelitian ini. Model ini merupakan model final yang sudah bisa mencapai tujuan pembelajaran awal. Model ini juga sudah terlebih dahulu diujicobakan.

BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bab ini terdapatkesimpulan mulai dari hasil pengembangan model, bagaimana pengembangan model tersebut diaplikasikan sampai kepada produk yang dihasilkan. Rekomendasi penelitian yang ditujukan kepada pengguna hasil penelitian ini atau penentu kebijakan dan sekolah atau perguruan tinggi untuk mendukung pembelajaran seni musik bagai siswa tunanetra.

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dan didahului oleh sebuah penelitian

sebelumnya yang membahas tentang model pembelajaran piano bagi siswa tunanetra. Untuk

selanjutnya akan dikembangkan suatu produk yaitu model pembelajaran perkusi bagi siswa

tunanetradan mengujikan keefektifan produk tersebut. Metode ini dipilih karena dalam penelitian

ini peneliti mengujicobakan model pembelajaran musik dan kemudian mengembangkannya.

Metode kualitatif adalah metode yang mempunyai kapasitas untuk mengembangkan

pembelajaran musik khususnya bagi siswa tunanetra.

Penelitian ini menggunakan pola induktif dalam menghasilkan modelnya, di mana

temuan-temuan hasil eksplorasi selama proses uji coba model akan dijadikan bahan untuk merancang

hasil dari penelitian ini, yaitu model pembelajaran perkusi bagi siswa tunanetra. Selanjutnya

untuk ekplorasi akan dijelaskan pada penjelasan perencanaan dan langkah penelitian.

Penelitimenyusun langkah penelitiansebagaiberikut: analisis kebutuhan, Draft Model

Tentatif Pembelajaran Perkusi, Pengembangan Model Pembelajaran perkusi, Uji coba I

(Eksplorasi), FGD, Revisi Model, Uji Coba Model Hasil Revisi, Produk Akhir. Jadi alur dari

penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut:

(15)

Gambar 3.1

Bagan Langkah Penelitian

1. Analisis Kebutuhan

Untuk menghasilkan sebuah produk, dilakukan analisis kebutuhan yang bernarasumberkan

guru-guru seni dan sekolah luar biasa yang mengajar seni kepada siswa tunanetra di sekolah luar

biasa (Research and information collecting). Hal tersebut dilakukan dengan cara wawancara

kepada beberapa orang meliputi kepala sekolah, dan wali kelas dari subjek penelitan. Didapatkan

bagaimana karakteristik mereka yang berbeda dengan anak pada umumnya mulai dari sisi

psikologisnya dan anak-anak kelas berapa yang cocok untuk dijadikan sampel. Mengingat faktor

usia jika terlalu kecil akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka berinteraksi di dalam kelas.

Kemudian Penelitian ini direncanakan akan mengambil sampel secara purposif untuk siswa Uji coba I

(Eksplorasi)

FGD (validasi)

Produk Akhir

Draft Model Tentatif Pembelajaran Perkusi

Pengembangan Model Pembelajaran perkusi

FGD Uji Coba Model

(16)

tunanetra yang berada pada sekolah luar biasa A atau tunanetra (Planning). Dalam tahapan ini

peneliti kemudian mulai membuat konsep rancangan model dengan berdasarkan kepada hasil

dari pengumpulan informasi yang sudah diketahui.

Sebelum masuk pada tahap penelitian selanjutnya, diadakan komparasi antara model yang

sudah ada (model pembelajaran piano anak tunanetra) dengan kebutuhan pada model

pembelajaran perkusi. Perbedaan siswa sample, jenis alat musik yang dipelajari dan adalah

alasan dilakukannya komparasi ini, selain itu juga untuk menghasilkan draft model yang terfokus

pada pembelajaran perkusi.

Studi Pendahuluan termasuk ke dalam tahapan ini di mana dilakukan studi tersebut untuk

merancang draft model awal atau tentatif. Studi pendahuluan ini didasarkan kepada perangkat

pembelajaranprogram tahunantingkat SD, MI, dan SDLB, mata pelajaran seni budaya dan

keterampilan (sbk), bagian seni musik kelas IV (4) semester 2.

2. Draft Model Tentatif Pembelajaran Perkusi

Setelah didapatkan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan bagi anak tunanetra,

maka peneliti merancang draft model yang disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Draft model

pembelajaran perkusi ini mengadopsi model sinektik yang

sudahdikembangkandalampenelitiansebelumnya.

PenilitiantersebutadalahpenelitianHibahPascaoleh Juju Masunahdkk. (2010) yang menawarkan

model tentatif

Di dalamnya akan digunakan analogi-analogi untuk membantu siswa lebih memahami

(17)

3. Pengembangan Model Pembelajaran Perkusi

Berdasarkan analisis kebutuhan untuk siswa tunanetra, maka dikembangkan model

pembelajaran perkusi sebagai sebuah produk (development of the preliminary form of the

product). RPP dibuat pada tahapan ini, dimana model sinektik yang menggunakan analogi sudah

terdapat didalamnya. Selanjutnya, peneliti mengujicobakan model pembelajaran perkusi sebagai

sebuah produk (main field test and product revision) melalui riset tindakan untuk diamati

kelayakannya bagi siswa tunanetra di sekolah luar biasa. Hasil uji coba ini adalah akan berupa

informasi dari kelemahan dan kelebihan produk tersebut dan ketercapaian tujuan pembelajaran.

Atas dasar temuan-temuan di lapangan dan saran-saran dari penelitian tindakan ini, maka akan

dilakukan revisi desain model.

4. Uji Coba I (Eksplorasi)

Tahapan ini dilakukan oleh guru untuk mengujicobakan model awal yang dirancang oleh

peneliti dan untuk menemukan hal-hal tehnis yang aplikatif bagi siswa sampel. Tahapan ini

berlangsung bersamaan dengan tahapan pengembangan. Temuan-temuan ini akan peneliti

gunakan untuk menyempurnakan model yang sedang dikembangkan untuk kemudian dibawa ke

dalam FGD. Eksplorasi ini dilakukan sehubungan dengan pola induktif yang digunakan dalam

metode ini, yaitu dari hal yang khusus (temuan di lapangan) ke hal yang umum (model hasil

penelitian).

5. FGD/ Focus Group Discussion (validasi)

Revisi desain model akan disempurnakan melalui focus group discussion / FGD dengan

para pakar terkait untuk uji validasi desain pembelajaran. FGD ini melibatkan beberapa pakar

(18)

guru perkusi. Komposisi peseta tersebut diharapkan dapat menyempurnakan revisi desain

pembelajaran.

Temuan dari hasil uji coba model pembelajaran, dievaluasi melalui focus group discussion.

Terdapat 2 kali FGD, yaitu sebelum tahap uji coba model dan sesudah tahap uji coba model

dimana yang pertama dimaksudkan untuk menyempurnakan model yang sudah diujicobakan dan

yang ke-2 dimaksudkan untuk menyempurnakan penyusunan model hasil penelitian.

6. Revisi Model

Setelah menjalani FGD, maka peneliti akan merevisi model hasil uji coba dengan tujuan

untuk menyempurnakan model agar menjadi lebih aplikatif bagi siswa tunanetra. Selain itu untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang belum dapat tercapai dari hasil uji coba model sebelumnya.

Hasil dari FGD juga digunakan untuk merevisi model pada tahapan ini.

7. Uji Coba Model Perbaikan

Model hasil eksplorasi yang melalui FGD yang ke-2akan diujicobakan kembali pada

tahapan ini untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam uji coba model perbaikan, hal yang

sudah sukses tidak diujicobakan sehingga penelitian akan berjalan efektif. Tujuan pembelajaran

diasumsikan belum dapat dicapai pada tahapan eksplorasi dikarenakan peneliti masih merancang

model yang tepat untuk siswa tunanetra. Setelah mencapai tahap ini, maka model yang

dihasilkan akan direvisi untuk mengahasilkan model final.

(19)

FGD pada tahap ini dilakukan setelah model hasil revisi diuji cobakan kembali, setelah

didapatkan hasil dari uji coba model tersebut kemudian didiskusikan untuk menghasilkan satu

model yang dapat secara maksimal digunakan dalam pembelajaran perkusi bagi siswa tunanetra.

Diskusi ini juga dimaksudkan untuk menyempurnakan penulisan penyusunan model final.

9. Produk Akhir

Revisi model ini merupakan produk akhir (Operational field test and final product

revision.) Dalam revisi ini dilakukan penyempurnaan kembali. Setelah model tersebut

disempurnakan, kemudian dibuat laporannya. Selanjutnya adalah penggandaan (dissemination

and implementation). Produk akhir dari penelitian ini adalah sebuah draft dan model pendidikan

perkusi untuk siswa tunanetra.

B. SUBJEK DAN LOKASI PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah tujuh orang siswa tunanetra tingkat sekolah dasar

kelas 4 SD. Alasan peneliti melakukan penelitian di SLBN-A Pajajaran tersebut karena peneliti

merasa pembelajaran perkusi pada usia 10-16 tahun sangat penting bagi karier mereka

selanjutnya, terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan bermusik yang baik yang nantinya

akan memasuki jurusan musik di SMULBN-A Bandung. Pada penelitian ini, siswa yang

mempelajari perkusi adalah siswa tunanetra sehingga diperlukan cara khusus dalam

pembelajarannya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari 2011 sampai dengan Juni 2011.

Penelitianinidilakukan di duatempat, tempat yang pertamayaituruangkelas 4 SD SLBN-A

dan di studio musik SLBN-A. Studio musik danruangkelas 4 ini

(20)

jalanPadjadjaran No. 50 Bandung, Jawa Barat, Indonesia. lokasi itu terletak di pusat kota

Bandung, sehingga akses untuk pergi ke tempat tersebut mudah dan tidak terlalu jauh dari tempat

tinggal peneliti, sehingga dapat mengefisiensi dan mengefektifkan waktu, tenaga dan biaya.

C. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

1. Studi Pendahuluan

Peneliti melakukan studi pendahuluan melalui hasil-hasil penelitian terdahulu untuk

memperoleh gambaran topik dan fokus penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya

sehubungan dengan model pembelajaran musik bagi siswa tunanetra. Penelitian tersebut berjudul

Pengembangan Model Pendidikan Seni Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus (masunah, 2010) .

Penelitian tersebut menghasilkan pelaporan bagaimana pembelajaran seni musik bagi

siswa tunanetra yang memiliki kecacatan ganda ADHD dan asperger. Didapati bahwa siswa

tunanetra mempunyai beberapa keterbatasan di samping kecacatan mata. Informasi tersebut

peneliti gunakan untuk memperoleh gambaran umum dari siswa tunanetra. Peneliti kemudian

melakukan wawancara kepada guru SLBN A dan didapati informasi kalau anak-anak tunanetra

pada dasarnya memiliki perkembangan mental yang cukup baik walaupun penglihatannya

terhambat.

2. Analisis Masalah dan Kebutuhan

Penelitian terdahulu memfokuskan kepada bagaimana aplikasi dari pengajaran piano pada

siswa tunanetra, sedangkan model untuk pembelajaran perkusi belum menjadi fokus penelitian.

Siswa tunanetra memiliki keterbatasan motorik juga kurangnya rasa percaya diri mereka yang

(21)

setara dengan siswa normal, sedangkan dari sekian banyak mata pelajaran intrakulikuler hanya

sedikit yang mendukung mereka untuk belajar menggunakan motorik mereka.

Pembelajaran musik perkusi diasumsikan dapat membantu mereka dalam melatih dua

kemampuan sekaligus, kemampuan mereka dalam bermusik juga kemampuan motorik mereka.

Selain itu masalah kurang percaya diri yang notabene dialami oleh siwa tunanetra diasumsikan

bisa diatasi dengan pembelajaran perkusi. Hal ini dikarenakan ada kalanya dalam pembelajaran

perkusi mereka diminta memainkan drum satu per satu dan berdua dua. Penelitian ini ingin

menghasilkan model untuk digunakan oleh siswa tunanetra, maka penelitian ini dilakukan mulai

dari mengembangkan model sampai dengan menyempurnakan model pembelajaran musik

melalui FGD atau focus group discussion.

3. Pelaksanaan Penelitian

Dalam tahap ini, penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2011. Dalam

rangka pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengumpulkan data secara observasi, wawancara, dan

studi dokumentasi pada guru-guru dan siswa di sekolah luar biasa. Peneliti mengembangkan

model pembelajaran perkusi yang kemudian diaplikasikan dan kemudian dievaluasi untuk

menghasilkan suatu model pembelajaran seni musik. Pembelajaran dilakukan dalam 8

pertemuan, di mana setiap pertemuannya peneliti berusaha untuk mengasah kreativitas dari siswa

tunanetra.

Penelitian ini menggunakan model sinektik sehingga diharapkan dengan digunakannya

analogi, tujuan dari pembelajaran ini dapat dicapai. Anak-anak yang diteliti berada di bangku

kelas 4 SD. Peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif, dimana tiap siklusnya

(22)

rangka pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengumpukan data secara observasi, wawancara dan

studi dokumentasi pada guru-guru dan siswa di sekolah luar biasa.

Peneliti kemudian masuk ke dalam kelas seni untuk secara pribadi mengaplikasikan

model yang sudah dibuat oleh peneliti. Eksplorasi dilakukan peneliti dari pertemuan ke

pertemuan pada tahap ini bersamaan dengan pengembangan model. Dari hasil aplikasi model

pembelajaran yang dibuat peneliti kemudian dilakukan FGD bersama para ahli maka didapatkan

masukan-masukan untuk mencapai model yang lebih ideal bagi siswa tunanetra. Masukan dari

FGD dan hasil eksplorasi kemudian diujicobakan kembali untuk mencapai tujuan pembelajaran

perkusi.

D. TEHNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrumen penelitian. Peneliti adalah

bagian yang tidak mungkin terpisahkan dari penelitian karena fungsi peneliti sebagai alat

pengumpul data yang paling utama. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi ketika KBM dilaksanakan oleh peneliti pada siswa

berkebutuhan tunanetra di SLBN-A. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Febuari 2011

sampai dengan Juni 2011. Penjelasan yang lebih mendalam tersebut adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis atas

gejala-gejala atau fenomena yang sedang diteliti (Soeranto dan Arsyad 2003: 91). Akan tetapi

untuk melakukan observasi peneliti tidak dapat mengamati bagitu saja. Peneliti harus memiliki

latar belakang atau pengetahuan yang luas mengenai subjek penelitian, mempunyai dasar teori

(23)

mengenai keadaan lapangan, kegiatan subjek yang diteliti, situasi yang terjadi, serta konteks di

mana kegiatan itu terjadi.

Observasi dilakukan untuk memungkinkan peneliti mengetahui tentang suatu kejadian,

peristiwa yang sedang diamati. Dalam kegiatan pengamatan ini peneliti menjadi pengajar perkusi

bagi anak-anak tunanetra tersebut. Dengan keterlibatan peneliti akan menimbulkan pengenalan

yang baik atas situasi yang diteliti (observasi partisipasi). Observasi dilakukan sebanyak 8 kali,

2 kali observasi pra-penelitian, 6 kali observasi di kelas musik. pedoman obeservasi berisi

seputar proses pembelajaran seni, materi perkusi yang diberikan, respon siswa dalam mengikuti

pembelajaran, dan perilaku siswa ketika mempelajari materi perkusi

Tabel 1.1

Observasi penelitian

Masa observasi Frekuensi Hal yang Diobservasi

Pra-penelitian 2 kali Siswa tunanetra dan gambaran

umum KBK

(24)

(Soeratno dan Arsyad, 2003: 92). Ketika melakukan wawancara, peneliti harus memperhatikan

waktu, suasana dan kesediaan informan untuk diwawancarai. Tanpa memperhatikan ketiga hal

tersebut, kegiatan wawancara tidak akan berjalan dengan baik dan hasil yang diperoleh tidak

akan maksimal. Data dan informasi yang diperlukan dapat diperoleh melalui wawancara dengan

pihak-pihak yang berkepentingan.

Wawancara mendalam merupakan proses pengumpulan data dengan menggali informasi

secara mendalam, terbuka, dan bebas sesuai dengan fokus masalah penelitian. Wawancara

dilakukan oleh peneliti kepada wali kelas 4 SD, guru SLB, beberapa siwa kelas 4 SD, orang tua

dan pengasuh siswa. Wawancara tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi tentang

pertimbangan pengajaran dan penerapan dari model pembelajaran perkusi bagi siswa tunanetra,

pendekatan terhadap siswa yang akan digunakan, dan mendapatkan masukan bagaimana cara

mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran.

Data-data yang terkumpul dari hasil wawancara ini diharapkan mampu memberikan

informasi yang berkaitan dengan pembelajaran perkusi, aplikasi dari materi pembelajaran

perkusi, perilaku siswa tunanetra, serta sarana dan pra sarana yang tersedia di sekolah.

Wawancara dilakukan 7 kali dengan maksud, yaitu :

• Wawancara pertama : kepala sekolah dan guru kelas untuk mengumpulkan informasi awal

mengenai kondisi siswa, kemampuan siswa, interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya.

• Wawancara ke dua : kepada pengasuh dan dan keluarga siswa untuk mengetahui latar

belakang siswa, keadaan di luar kelas.

• Wawancara ke tiga : kepada siswa dilakukan untuk mengumpulkan informasi menganai cara

pandang siswa mengenai perkusi, permainan perkusi, ketertarikan siswa terhadap perkusi.

(25)

mereka tentang perilaku teman sekelas yang cenderung melawan perintah gutu, dan untuk

mengetahui faktor penghambat pembelajaran lainnya

• Wawancara ke lima : kepada siswa untuk mengetahui mengapa mereka berperilaku melawan

perintah guru.

• Kondisi subjek penelitian

sejauh yang bisa diketahui

• Aktivitas subjek penelitian dalam pembelajaran sehari-hari

Siswa Selama penelitian • Minat subjek penelitian

terhadap alat musik perkusi

• Respon subjek penelitian

terhadap materi yang

diberikan oleh peneliti

• Pemahaman subjek penelitian

terhadap materi yang

diberikan oleh peneliti

• Sikap dan perilaku subjek

penelitian dalam pembelajaran perkusi

Pengasuh / orang tua Selama penelitian •Perilaku subjek penelitian baik di sekolah maupun di rumah

•Upaya pengasuh / orang tua di dalam membantu anak dalam belajar

3. Studi Dokumentasi

Bentuk studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah data

(26)

untuk pembelajaran perkusi. Selain itu, karena adanya keterbatasan ingatan peneliti, apalagi

jawaban yang diberikan oleh banyak subjek yang diwawancara sulit untuk diingat secara

keseluruhan, maka data-data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini berupa data audio,

audio visual dan dokumen tertulis, hand phonemembantu peneliti dalam mengamati proses

pembelajaran yang tidak teramati ketika proses penelitian berlangsung. Data-data tersebut

membantu peneliti ketika sedang menganalisa data.

Diharapkan melalui dokumentasi ini peneliti juga dapat menganalisis dan mengevaluai

KBM yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Sejauh mana model tersebut dapat diapikasikan

dalam pembelajaran perkusi pada siswa tunanetra dan mengoptimalkan kemampuannya dalam

berkesenian.

4. Studi Literatur

Dalam hal ini, peneliti mempelajari, membaca dan menganalisa berbagai hal yang

berkaitan dengan topik penelitian diataranya buku mengenai kondisi dan karakteristik anak

tunanetra, dan jurnal-jurnal ilmiah mengenai pembelajaran musik bagi tunanetra. Hal ini

dilakukan peneliti dalam menentukan landasan berpikir dan membangun kerangka berpikir yang

berkaitan erat dengan permasalahan penelitian. Pada intinya studi literatur dilakukan agar

peneliti mempunyai pedoman, pengetahuan, pandangan dan pemahaman yang luas terhadap

masalah yang diteliti.

E. TEHNIK ANALISIS DATA

Data yang dikumpulkan melalui observasi, hasil wawancara, dan studi dokumentasi yang

(27)

data-data tersebut diteliti kemudian dilakukan triangulasi data hasilobservasi, wawancara,

danstudidokumentasi.

Koding, mengkategorisasikan, danmenginterpretasikan datadilakukan pada saat proses

analisis. Data-data tersebut dianalisis oleh peneliti untuk memperoleh kesimpulan dan menjawab

pertanyaan penelitian pada rumusan masalah. Kerangka teori yang dikemukakan pada bab II

menjadi menjadi landasan dalam menginterpretasikan data yang ada. Jika data belum lengkap

(28)

persiapan pengenalan

konsep musik eksplorasi

stimuli imagery

dan analogi Berkreasi

presentasi karya

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian ini berusaha menjawab 3 pertanyaan, yaitu bagaimana desain adaptasi model

pembelajaran sinektik dalam pembelajaran perkusi bagi siswa tunanetra, bagaimana aplikasi

model pembelajaran perkusi pada anak tunanetra, bagaimana produk akhir model pembelajaran

perkusi untuk anak tunanetra setelah validasi.

Peneliti mengembangakan desain adaptasi model sinektik dalam pembelajaran perkusi bagi

siswa tunanetra. Dimulai dengan disusunnya draft model pembelajaran perkusi. Hal ini

dilakukan untuk mendesain model. Model tersebut kemudian mengalami perubahan sesuai

dengan eksplorasi yang dilakukan oleh peneliti selama pelaksanaan uji coba. Model awal

sebelum diaplikasikan dapat digambarkan dengan bagan berikut :

Bagan 5.1

(29)

Model kemudian diaplilkasikan terhadap siswa tunanetra. Ada dua hal yang menjadi

catatan peneliti selama proses pembelajaran. Yang pertama adalah penentangan siswa terhadap

peneliti. Penentangan siswa terhadap peneliti dianggap sebagai masukan terhadap model yang

peneliti kembangkan. Penentangan yang dilakukan siswa akhirnya peneliti sadari sebagai salah

satu bentuk usaha mereka untuk mendapatkan perhatian guru mengingat beberapa di antara

mereka tinggal tidak serumah dengan orang tua sehingga berimbas terhadap psikologi mereka.

Hal ini ditambah lagi dengan kebosanan mereka di dunia “gelap“.

Berangkat dari hal-hal tersebut (penentangan dan psikologis siswa), maka perlu dibangun

hubungan sosial yang baik antara guru dengan siswa sehingga terbentuk rasa saling percaya

antara guru dengan siswa. Pendekatan personal perlu dilakukan dari sejak awal pembelajaran

untuk mempelajari karakteristik masing-masing siswa. Dengan begitu maka jarak antara guru

dengan siswa bisa dipersempit sehingga guru mampu menyampaikan materi secara lebih

ekfektif. Akhirnya karakteristik individu dalam kelas harus menjadi pertimbangan utama dalam

mengembangkan stimulus, pemilihan metode dan pemilihan materi pembelajaran.

Yang ke dua adalah perkembangan kretivitas dan empati siswa. Kreativitas siswa mulai

terlihat pada waktu proses pembuatan karya, sedangkan dari aspek kerja sama siswa juga terlihat

dari bagaimana mereka saling mendengarkan. Empati siswa terlihat dari bagaimana mereka

menghargai guru ketika memberikan penjelasan di depan kelas. Penyampaian analogi yang

diujicobakan mengalami perubahan dari bahasa yang tidak langsung menjadi bahasa langsung.

Kedua hal ini kemudian peneliti gunakan untuk menyempurnakan draft model final yang

(30)

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran perkusi bagi siswa

tunenetra. Produk tersebut peneliti anggap aplikatif bagi siswa tunanetra dan sudah mengalami

revisi dan uji coba dibandingkan dengan model tentatif yang dikembangkan pada awal

pembelajaran. Revisi dan uji coba tersebut menyangkut stimulus yang diberikan, perubahan pada

tahapan-tahapan sintaks, dan analogi yang diberikan pada siswa. Model hasil penelitian ini dapat

digambarkan dalam bagan berikut :

Bagan 5.2

mengalami perubahan dalam draft model adalah stimulus yang digunakan, tahapan-tahapan yang

digunakan dalam setiap konsep pada sintaks, juga analogi yang digunakan dalam pembelajaran.

Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa hal yang dirubah tersebut

dianggap peneliti kurang aplikatif dan efektif bagi siswa tunanetra.

Stimulus yang digunakan terhadap siswa dinilai kurang efektif karena pada awal penelitian

(31)

dianggap tepat peneliti temukan selama proses uji coba. Tahapan-tahapan pada model awal di

nilai kurang aplikatif karena untuk tahapan presentasi karya dirasakan peneliti sebaiknya

dilakukan di pertemuan akhir setelah siswa mempunyai cukup pengalaman mengenai pembuatan

karya. Perubahan pada analogi dikarenanakan pada draft model awal, perencanaan analogi

belum berdasarkan studi pendahuluan yang mendalam. Hal ini menyebabkan ukuran yang

digunakan dalam analogi menjadi tidak sesuai sehingga berkesan terlalu rendah bagi siswa.

Dampak yang terlihat dari penelitian ini adalah siswa menjadi lebih bisa berempati

terhadap peneliti sebagai guru misalnya ditunjukkan dengan bentuk perilaku tidak mengobrol

ketika instruksi diberikan. Kepekaan musik siswa lebih meningkat dan berhasil membuat karya.

Kepercayaan diri dari siswa juga meningkat terbukti siswa berani untuk mempresentasikan karya

individu.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi

beberapa pihak oleh karena itu peneliti memberikan rekomendasi kepada beberapa pihak antara

lain :

1. Pengguna adaptasi model sinektik dalam pembelajaran musik. disarankan dalam penggunaan

analogi agar menggunakan kalimat yang bersifat langsung seperti “berjalan”, “raba” untuk

kemudian digunakan untuk beranalogi. Hindari kalimat seperti “coba bayangkan” karena

hanya akan membuat siswa malas. Mereka umumnya malas untuk “bekerja dua kali”

walaupun sinektik tidak lepas dari membayangkan. Dalam kasus anak berkebutuhan khusus

penulis berkesimpulanpenggunaan analogi langsung saja itu sudah cukup baik.

2. Bagi guru tunanetra, siswa tunanetra adalah individu unik yang memiliki ciri khas tersendiri,

(32)

siswa tunanetra jika digabungkan dengan teori-teori pembelajaran yang mutakhir akan

memberikan kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi, mencapai tujuan

pembelajaran dengan maksimal, juga meningkatkan kualitas pembalajaran seni bagi anak

tunanetra.

3. Bagi pihak sekolah, akan lebih baik jika para guru khususnya guru seni musik diberikan

kesempatan untuk mempelajari dan mengikuti seminar-seminar mengenai pembelajaran

musik bagi siswa berkebutuhan khusus mengingat kemajuan dalam bidang pendidikan di

Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk meng-upgrade baik secara pengetahuan dan diharapkan

juga kemampuan guru untuk mengajar musik.

4. Peneliti selanjutnya (bidang anak tunanetra), disarankan untuk mengadakan studi pendahuluan

yang lebih dalam dari hanya sekedar membaca teori pembelajaran. Hal ini dikarenakan

adanya perbedaan antara teori dengan lapangan. Studi pendahuluan sebaiknya juga mencakup

stimulus yang tepat sehingga siswa bisa dengan cepat dibawa ke tujuan pembelajaran yang

dirancangkan dan dapat mengantisipasi beberapa kendala teknis.

5. Pengasuh dan orang tua, direkomendasikan untuk mengikuti banyak seminar atau talk show

tentang pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Karena dengan masukan para ahli

diharapkan agar orang tua lebih mengenal anaknya bukan hanya dari perilakunya saja tapi

juga karakteristik anak yang sejenis dengan anak mereka sehingga memudahkan orang tua

(33)

Daftar Pustaka

Akhadiah, M.K., S. 1998. Pengembangan Kemampuan Bernalar, Kreativitas, dan Budaya tulis Melalui Jalur Pendidikan dalam Rangka Peningkatan Sumber Daya Manusia.

Annisa S.,. Rd. Prasasti. 2005. Pendekatan Pembelajaran Piano oleh Guru Tunarungu pada Siswa Tunanetra di Jurusan Musik Sekolah Mengengah Luar Biasa (SMLB)-A Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI

Bachman, Edmund. 2005. Creative thinking roadmap (terjemahan). Jakarta: Prestasi Pustaka.

Banoe, Pono. 2003. Kamus Istilah Musik. Jakarta: CV baru

Blades, Percussion Instruments and their History (London: Faber & Faber, 1970) ISBN 9780571088584

Borg, Walter, R & Gall, Meredith, D,. 1983. Educational research: An introduction. New York: Longman Inc.

Cook, Gary D. 2006. Teaching Percussion. Thompson Schirmer ISBN 0 534 50990 8

Dahlan, M. D. 1990. Model-model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Daradjat, Z. 1985. Kesehatan mental. Jakarta : PT. Gunung Agung.

Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2004. Perangkat PembelajaranProgram TahunanTingkat SD, MI, Dan SDLB. Mata Pelajaran : Seni Budaya Dan Keterampilan. Jakarta:Depdiknas

Dimyati dan Mudjiono.1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Dodd, J.1988. A Detailed Study of the Learning Behaviors of In-Service Teachers Learning to Use Two New Models of Teaching.

Feldhusen, J.F. dan D.J, Treffinger. 1986. Creative Thinking and Problem Solving in Gifted Education. Iowa: Kendall/Hunt Publ. Co.

(34)

Gunter, M., et al. 1990. Instruction: A Models Approach, Boston: MA: Allyn & Bacon.

Gordon, W.J.J. dan T. Poze. 1980. SES Synectics and Gifted Education Today.Sage Publication

Jernigan, K. 1994. If Blindness Comes. Baltimore: National Federation of the Blind.

Joyce, B. dan Weil, M. 1980. Models of Teaching. Second Edition. Englewood New Jersey: Prentice-Hall,Inc.

Joyce, B. dan Weil, M. dan Calhoun, E. 2000. Models of Teaching. Boston-London: Allyn and Bacon.

Kurniawan, N. 2005. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Tehnik Pemberian Tugas pekerjaan Rumah Bagi Siswa Kelas V0 SD N 1 Samudra Kulon. Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI (tidak diterbitkan).

Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo

Makmun, Abin S. 2003. Psikologi Pendidikan. PT Rosda Karya Remaja, Bandung.

Masunah, Juju. 2010. Pengembangan Model Pendidikan Seni Bagi Siswa Berkebutuan Khusus. Bandung : Program Studi Pendidikan Seni SPS Universitas pendidikan Indonesia (tidak diterbitkan)

Mukhadis, A. 1997. Fenomena Dialektika Sains dan Teknologi: Implikasi Terhadap Perluasan Mandat dan Orientasi Pembelajarannya. Makalah Pidato Ilmiah Dies Natalis ke-43 IKIP Malang , 17 Oktober.

Munandar, S.C.U. 1985. Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia.

Munandar, S.C.U. 1992. Mengembangkan Anak Berbakat. Jakarta: Depdikbud.

Munandar, S.C.U. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreativitas dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Nurdin, Syafruddin. 2002. Guru dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers.

Nurhadi, Yasin B. Senduk, Agus G. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang

(35)

London: The Falmer Press.

Rohani, Ahmad dan Ahmadi, Abu. 1979. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Bulan Bintang.

S, Sudjana. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Soeratno dan Arsyad, Lincolin. 2003. Metode Penelitian Bisnis untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Squires, David, A., Huitt, William, G., and Segars, John, K,. 1983. Effective schools and classrooms: a research-based perspective. North Washington Street Alexandria, Virginia: ASCD.

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Kependidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat pasal 5

Gambar

Gambar 1.1 Skema penelitian
Gambar 3.1
Tabel 1.1 Observasi penelitian
Tabel 1.2 Pedoman Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Apabila saudara tidak hadir atau tidak dapat menunjukkan semua dokumen asli sampai dengan batas waktu tersebut diatas, maka perusahaan saudara dianggap

1.---Pada hari ini, Rabu tanggal Empat bulan Maret tahun dua ribu lima belas. pukul 14.00 wib bertempat di Kantor Sespim

Merupakan hadis dari seorang yang ma shum dan diriwayatkan oleh rawi yang bukan dari kalangan oang Syiah, namun ia adalah orang yang dapat dipercayai (Tsiqah) atau terpercaya

Rasio (seberapa likuid suatu perusahaan, apakah menghasilkan laba operasi yang cukup bagi asetnya bagaimana perusahaan membiayai asetnya dan apakah pemilik

Data sosiodemografi rumah tangga seperti tingkat pendidikan ayah dan ibu dikategorikan menurut jenjang pendidikan, pendapatan dikategorikan tinggi dan rendah, besar

Pada tahun 2009 di DIY telah dilakukan inventarisasi limbah layanan kesehatan, berdasarkan hasil kegiatan tersebut diketahui bahwa dari 30 rumah sakit/

Memimpin dan mengkoordinasikan dukungan teknis dan administrasi keuangan yang mencakup urusan pembiayaan, urusan perbendaharaan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG MELALUI MEDIA GAMBAR DI SLB B-C YPLAB KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |