DAFTAR ISI
A Latar Belakang Penelitian... 1
B Perumusan Masalah…... 11 1. Teknik dan Prinsip Pengembangan Materi... 2. Penentuan Cakupan Materi Pembelajaran... D Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial... 33
E Pendidikan Nilai Dalam IPS...
1. Pendekatan Dalam Pendidikan Nilai... 35
a. Pendekatan Penanaman Nilai...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 57 A Pendekatan Penelitian………...…………. 57
B Metode Penelitian…... 57
C Data dan Sumber Data...………... 59
D Teknik Pengumpulan Data... 60
E Teknik Validasi Data... 63
F Teknik Analisis Data... 65
G Lokasi Penelitian... 67
H Agenda Penelitian... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………… 69
1. Mengidentifikasi dan Menjelaskan Pertanyaan Nilai... 105
2. Melengkapi dengan cara mengumpulkan dan mengorganisir fakta yang berhubungan... 114
C Pengembangan Materi Pembelajaran...
1. Perencanaan Pembelajaran………..………....
2. Pengembangan Materi Pembelajaran...……… 119
121
137
D Pelaksanaan Pembelajaran IPS dengan Nilai-Nilai
Keteladanan Syekh Arsyad……...
1. Implementasi Nilai-Nilai Keteladanan Syekh Arsyad
Dalam Pembelajaran IPS Sejarah...
2. Hasil Pembelajaran Pendidikan Nilai Dalam IPS...
3. Kendala-Kendala yang Dihadapi Dalam Pembelajaran….. 159
159
160
165
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 167 A Kesimpulan……… 167
B Saran……….. 169
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN-LAMPIRAN……….
171
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Generasi Tua dan para pendidik Indonesia patut gelisah terhadap fenomena
generasi muda yang mulai meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa baik yang
terdapat pada budaya nasional maupun budaya lokal. Kemunduruan ini sebagai
akibat dari pengaruh globalisasi yang dewasa ini semakin kurang terkendali
sehingga perlu untuk digencarkan kembali pendidikan nilai sebagai benteng bagi
generasi muda. Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudoyono (Resyalia, 2010:1) mencanangkan pendidikan karakter
bangsa pada peringatan hari pendidikan nasional pada tanggal 2 Mei 2010 dan
ditekankan kembali pada tanggal 2 Mei 2011. Hal ini mengindikasikan betapa
pentingnya pendidikan nilai untuk kemajuan suatu bangsa.
Diabaikannya pendidikan nilai selama ini berdampak negatif terhadap
berbagai perilaku sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak
negatif tersebut seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang
tidak produktif, dan sebagainya (Puskur, 2010: 1). Perilaku-perilaku menyimpang
ini mengindikasikan bahwa kebobrokan nilai dan moral dalam masyarakat telah
berada di ambang batas toleransi dan terjadi secara meluas. Hal ini sesuai dengan
pandangan perenialisme yang menganggap situasi dunia dewasa ini penuh
(Sadulloh, 2007: 141). Oleh karena itu penting untuk dicari solusi tentang
kebobrokan nilai dan moral yang terjadi pada bangsa Indonesia. Salah satu cara
yang paling efektif adalah dengan menerapkan pendidikan nilai pada setiap
lembaga pendidikan. Karena dengan pendidikan khususnya pendidikan nilai
sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi
baru bangsa yang lebih baik dan dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa(Puskur, 2010: 1).
Pendidikan tidak cukup berhenti pada tujuan untuk mencerdaskan anak
sehingga di masa depan tidak kesulitan mencari kerja. Tetapi pendidikan mesti
mampu mewariskan nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dalam
membekali anak memiliki keterampilan menjalani hidup. Hal ini selaras dengan
pendapat Natawidjaja (2007:3) yang mengartikan pendidikan sebagai upaya
mengembangkan kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang
dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, psikologi, sosial budaya, dan ipteks yang
bermuara pada pembentukan pribadi manusia bermoral dan berakhlak mulia serta
berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur yang bersifat
universal dan lokal tidak bisa lagi diabaikan dalam pendidikan yang terjadi di
sekolah-sekolah dan kehidupan sehari-hari.
Banyak pendapat para ahli yang menganggap pendidikan nasional gagal
dalam melaksanakan pendidikan nilai. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan dan
disosialisasikan lewat sekolah, tampaknya tidak masuk dan tidak berkembang
mempercayakan pendidikan anak-anak mereka sepenuhnya pada sekolah.
Kurikulum pendidikan formal terlalu menekankan pada aspek kognitif dan
mengesampingkan aspek afektif. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua
orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang
pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran
kognitif dan psikomotor (Depdiknas, 2008: 1) Seperti yang dikemukakan
Pakpahan bahwa kurikulum yang cenderung menitikberatkan pada penguasaan
materi, bersifat kognitif dan hapalan serta model pembelajaran yang bersifat
instruksional atau transfer of knowledge tidak akan dapat membentuk karakter peserta didik karena karakter tidak dapat terbentuk secara instant dan melalui hapalan (Pakpahan, 2010: 3).
Pernyataan di atas sering muncul, dan sejenak menyadarkan kita akan
pentingnya pendidikan nilai bagi kemajuan bangsa. Pemerintah mulai menyadari
adanya suatu “kekeringan” rasa kemanusiaan dalam sistem pendidikan saat ini.
Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi, ranah afektif sudah
seharusnya menjadi fokus utama. Dengan demikian akan terbentuklah
manusia-manusia yang berkarakter luhur dan berbudi pekerti tinggi. Manusia-manusia-manusia
seperti inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang lebih baik dan bangsa yang berbudaya tinggi.
Banyaknya kasus-kasus kriminal yang menjadi headline media massa dan dilakukan dengan canggih menunjukkan bahwa teknik kejahatan yang dilakukan
seperti: pembobolan anjungan tunai mandiri (ATM), pemanipulasian pajak,
lobbying kepada pengambil keputusan (makelar kasus), dan sebagainya (Helmi,
2010). Realita ini menunjukkan bahwa para pelaku kejahatan sekarang tidak
tertutup berasal dari kalangan terdidik (educated and skilled person). Mereka
mempunyai skill yang dipergunakan dengan keliru yang memunculkan white collar crimes. Skill merupakan bagian dari proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan yang ada sebenarnya sudah mampu menghasilkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkeahlian, hanya saja masih belum
diimbangi dengan pembentukan SDM yang mempunyai karakter luhur.
Dalam kajian filsafat Perenial dipaparkan bahwa sumber dari permasalahan
di atas adalah modernisme yang berlandaskan filsafat materialis yang melihat
alam semesta ini didasarkan pada suatu model/pola mekanistik(Wora, 2006: 23)
yang didasari oleh pilar sains. Sains menjelmakan dirinya dalam berbagai bentuk
kemajuan . Namun kemajuan yang dibawa sains ini bukan tanpa konsekuensi.
Manusia modern harus mengalami krisis hidup yang berat yang terkadang tidak
dapat diimbangi oleh kemajuan positif yang diraih oleh sains. Griffiths dalam
Wora (2006: 60) bermaksud menganti dunia modern yang mekanistik dengan
sebuah model dunia baru yang organik. Untuk mengembalikan keadaan yang
penuh kekacauan seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali
kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji sejak jaman dahulu. Hal ini sesuai
dengan tulisan Lapp et.al (1975: 8) yang mengungkap tentang pendidikan perenial
Perennial education sees content embodying and preserving the accepted truths of past culture. The past is its source of content, and the present and
future, hopefully will result in a continuation of these truths. The perennialist emphasize the timeless truths of the past and ignores the demands of the present and the future
Berkaitan dengan nilai, perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah
persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya (Wora, 2006:5).
Di sekolah, terjadinya penyimpangan-penyimpangan moral peserta didik
tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidikan agama, tetapi juga merupakan
tanggung jawab seluruh pengajar di sekolah. Guru IPS, guru matematika, guru
olah raga dan guru-guru lainnya, mesti turut bertanggungjawab dalam membentuk
moralitas anak didik (Budiningsih, 2004: 2). Dengan demikian seluruh proses
belajar mengajar harus dilandasi oleh nilai atau moralitas untuk membentuk
peserta didik yang berkepribadian luhur.
Suparno (2002:6) mengibaratkan pendidikan di Indonesia seperti mobil tua
yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah arus lalu lintas di jalan bebas
hambatan. Pendidikan di Indonesia tidak diarahkan untuk memanusiakan secara
utuh lahir dan batin, tetapi lebih diorientasikan kepada hal-hal yang bersifat
materialistis, ekonomis, dan teknokratis, kering dari sentuhan nilai-nilai
kemanusiaan dan budi pekerti. Hal ini diperkuat oleh Soedijarto (2008:3) yang
menegaskan bahwa apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai
Hal di atas sangat bertolak belakang dengan dokumen tentang sistem
pendidikan nasional, sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 20/2003
Pasal 1 ayat 1 :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Diperkuat dengan pasal 3 bahwa,
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20/2003 Pasal 3).
Jika dikaji secara mendalam akan didapat tujuan pembangunan pendidikan
nasional yaitu untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pada tujuan
pendidikan nasional ini dikedepankan dimensi kemanusiaan yang mencakup tiga
hal paling mendasar, yaitu
1. Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
2. Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
Aspek afektif menjadi urutan pertama, namun dalam proses pembelajaran di
sekolah aspek yang diutamakan adalah aspek kognitif, bahkan aspek afektif
kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sekolah, masyarakat dan
pemerintah sebaiknya mengembangkan pendidikan nilai. Pendidikan nilai
idealnya diterapkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai
dengan Perguruan Tinggi (PT). Menurut Djahiri (1985: 1) peserta didik sebagai
insan potensial yang akan merupakan generasi penerus kehidupan bangsa dan
negara hendaknya dibina menjadi manusia yang utuh dan sadar akan dirinya serta
berbuat sesuai dengan potret dirinya pula sehingga lahir generasi penerus yang
benar-benar berkepribadian.
Terdapat beberapa kegiatan yang bisa dijadikan sebagai bentuk aplikasi dari
pendidikan nilai, diantaranya keteladanan. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar
Dewantara, telah menekankan pentingnya keteladanan. Salah satu filosofi beliau
adalah ing ngarso sung tulodo, yang bermakna bahwa seorang pendidik hendaknya memberikan teladan yang baik kepada anak didiknya. Alangkah
naifnya, jika seorang pendidik menjelaskan tentang bahaya merokok, sementara
jemari tangannya sedang memegang sebatang rokok yang menyala. Pendidik
profesional seyogyanya bisa menjadi panutan bagi anak didiknya
Arsyad Al Banjari atau dikenal dengan Datu Kalampayan yang tekun belajar di Mekah dan Madinah selama 35 tahun. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812) adalah ulama fiqih madzhab Syafi'i pengarang kitab Sabilal Muhtadin yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan (Syukur dalam Al Banjari, 2008: xii).
Kedudukan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari bagi masyarakat
Kalimantan Selatan sangatlah penting. Beliau yang berhasil menjadikan
masyarakat Banjar menjadi masyarakat yang Islami. Murid-muridnya bukan
hanya dari Kalimantan Selatan tetapi juga dari daerah-daerah lain. Karyanya yang
termasyur yaitu Kitab Sabilal Muhtadin. Kitab ini banyak dijadikan rujukan Hukum Fiqih mazhab Syafi'i bukan hanya di Kalimantan Selatan saja tapi juga
di Asia Tenggara seperti Philipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia,
Brunei, Kampuchea, Vietnam dan Laos. Karena kaum muslim di daerah-daerah
ini masih mempergunakan Bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa pengantar
dalam ilmu agama (Syukur dalam Al Banjari, 2008: xii). Ketokohan Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari tidak diragukan lagi, namanya dijadikan nama
sebuah Universitas Islam di Kalimantan yaitu Universitas Islam Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari, Kitab Sabilal Muhtadin dipakai sebagai nama masjid terbesar di Banjarmasin.
Sangat disesalkan pengetahuan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan karya-karyanya masih sangat rendah.
Seperti temuan Tim IAIN Antasari (1989) dalam Mujiburrahman (2010: 10) yang
lima daerah di Kalimantan Selatan yaitu Marabahan, Banjarmasin, Martapura,
Kandangan, Negara dan Amuntai, menemukan fakta-fakta yang menarik yaitu
Masyarakat umumnya mengenal Syekh Arsyad al-Banjari bukan sebagai pengarang kitab-kitab agama, melainkan sebagai wali yang memiliki karamah, yang makamnya terus dikunjungi para penziarah. Para ulama sendiri tidak banyak yang menggunakan karya-karya Al Banjari sebagai bahan pengajian mereka. Ajaran-ajaran tauhid yang dikemukan al-Banjari dalam Tuhfat al-Râghibîn juga tidak banyak diketahui masyarakat. Mayoritas informan juga merasa tidak jelas mengenai hukum yang diputuskan Al Banjari terhadap penganut wujûdiyah yang dianggap menyimpang dari akidah Ahlussunnah. Namun jika ada pengajian yang dianggap menyimpang, masyarakat melakukan kontrol dalam arti mencegah berkembangnya pengajian tersebut (Mujiburrahman, 2010: 10)
Hal ini diperkuat dengan temuan sebelumnya yaitu penelitian Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari tahun 1982 dalam Mujiburrahman (2010: 11) tentang
kitab-kitab tauhid yang diajarkan di berbagai pengajian di Kalimantan Selatan.
Penelitian dilakukan terhadap 109 kelompok pengajian di tiga kabupaten dengan
rincian: 51 pengajian di Kabupaten Hulu Sungai Utara; 29 pengajian di
Kabupaten Banjar; dan 29 pengajian di Kota Banjarmasin. Penelitian ini
menemukan
Dari 24 judul kitab tauhid yang dipakai dalam pengajian-pengajian itu. Hampir semua kitab-kitab itu, baik yang berbahasa Arab ataupun Melayu, mengikuti kerangka Sanusiyah dalam menjelaskan tauhid. Kitab Tuhfat al-Râghibîn karya Arsyad al-Banjari ternyata tidak termasuk di antara 24 kitab tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan Tim Fak.Ushuludin IAIN Antasari tahun
1994 terhadap pengajian-pengajian tauhid di Kota Banjarmasin dan Kabupaten
Hulu Sungai Utara, ditemukan bahwa kitab-kitab yang dipakai dalam
Demikian pula dalam pendidikan formal, nama Syekh Muhammad Arsyad
Al Banjari tidak tercantum dalam Buku-buku IPS MTs/SMP yang diterbitkan
oleh Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional lewat Buku Sekolah
Elektronik (BSE), pada materi Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Dari 6 Buku IPS Kelas VII yang dipergunakan di Kalimantan Selatan
dengan pengarang yang berbeda, hanya ada satu buku yang mencantumkan Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari dengan dua kata, kata pertama Syekh Arsyad dan
kata kedua dari Kalimantan(Observasi Prapenelitian, 17 Februari 2011). Sungguh
suatu ironi, buku-buku yang dipakai sebagai pegangan peserta didik di
Kalimantan Selatan tersebut tidak menampilkan tokoh Syekh Muhammad Arsyad
Al Banjari yang merupakan ulama terkenal di di Kalimantan, Indonesia bahkan di
Asia tenggara.
Hal ini diperparah lagi dengan sumber belajar yang minim tentang Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari yang tersedia di perpustakaan MTsN Anjir Muara
Kota Tengah . Tidak ada satupun biografi beliau atau kitab karya beliau di dalam
perpustakaan Madrasah. Di dalam materi Mata Pelajaran IPS Sejarah dan Agama ,
sosok dan karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari tidak dipelajari
(wawancara pra-penelitian dengan guru IPS dan pengamatan tanggal 11 Januari
2011). Akibatnya peserta didik di MTsN Anjir Muara Kota Tengah lebih tahu
Sunan Kalijaga dari pada Syekh Muhammad Arsyad atau Datu Kalampayan .
Juga kemampuan peserta didik dalam membaca tulisan Arab Melayu yang
prapenelitian dengan peserta didik tanggal 12 Januari 2011). Jika dikaitkan
dengan pembelajaran IPS yang ideal yaitu peserta didik harus mengetahui
lingkungan terdekatnya kemudian baru meluas yaitu mulai dari sejarah lokal,
nasional, dan global maka tidak dipelajarinya keteladanan Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari adalah kekeliruan yang perlu diperbaiki.
Karena kenyataan itu maka peneliti tertarik untuk meneliti nilai-nilai
keteladanan yang terdapat pada biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
sehingga bisa dijadikan pengembangan materi pembelajaran pada pendidikan nilai
dalam IPS. Hal ini dianggap penting karena pertama, sosok Syekh Al Arsyad
merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di
Kalimantan Selatan. Alasan kedua biografi ini belum dijadikan sumber pelajaran
dalam IPS dan yang ketiga sangat diperlukannya keteladanan sebagai model
pendidikan nilai dalam IPS.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah secara umum
yaitu ”Bagaimana deskripsi nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran pada pendidikan nilai dalam
IPS?”. Rumusan masalah tersebut secara terperinci dapat disusun menjadi
beberapa pertanyaan penelitian diantaranya:
1. Bagaimanakah isi Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari?
2. Apa sajakah nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada Biografi Syekh
3. Bagaimanakah menjadikan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari sebagai sumbangan untuk pengembangan materi
pembelajaran IPS?
4. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan materi
nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari?
C. Klarifikasi Konsep
Dalam penelitian ini akan memakai konsep-konsep biografi, keteladanan,
pengembangan materi belajar, pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan
pendidikan nilai. Hal ini sesuai dengan fokus penelitian yang akan mengupas
biografi Syekh Muhammad Arsyad, menganalisis nilai-nilai keteladanan beliau,
menjadikan pengembangan materi pembelajaran, kemudian pelaksanaan
pembelajaran IPS dengan pengembangan materi keteladanan Syekh Arsyad..
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.
1. Biografi
Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan
seseorang. Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya
yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan
penelitian ini adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu
pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang
(Afriani, 2009). Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut
(KBBI) (2001: 155) ditafsirkan sebagai riwayat hidup seseorang yang ditulis
orang lain. Dalam konteks penelitian ini, biografi ditafsirkan sama seperti yang
telah dibakukan oleh KBBI yaitu riwayat hidup Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari yang ditulis oleh orang-orang terdekat setelah beliau meninggal dunia.
2. Keteladanan
Salah satu teori keteladanan diperkenalkannya melalui belajar sosial dengan
istilah social learning theory (teori belajar sosial) yang menekankan perlunya imitation (peniruan) terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik. Dalam proses peniruan ini sangat diperlukan contoh atau teladan yang
dijadikan panutan para peserta didik. Keteladanan yaitu
3. Pengembangan Materi Belajar
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran dipilih seoptimal
mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi
pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan
(adequacy) (Depdiknas, 2008:6).
Dalam penelitian ini materi ajar ditekankan pada pengembangan bahan
pengajaran. Menurut Kosasih Djahiri (1980: 15) pengembangan bahan pengajaran
pada hakekatnya adalah mencari dan menentukan pokok materi formal,
juga menentukan pokok isi pelajaran dan mengorganisasikannya berdasar
pendekatan dan ketentuan bidang studi serta tuntutan formal. Depdiknas (2008:
6-7) memberikan batasan kepada guru dalam pengembangan materi pembelajaran
diantaranya: (1) potensi peserta didik; (2) relevansi dengan karakteristik daerah;
(3) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta
didik; (4) kebermanfaatan bagi peserta didik; (5) struktur keilmuan; (6) aktualitas,
kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; (7) relevansi dengan kebutuhan
peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan (8) alokasi waktu.
4. Pendidikan IPS
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial /IPS yang dibahasakan social studies oleh National Council for Social Studies (NCSS, 1994: 3) diartikan dengan:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Artinya ilmu-ilmu sodial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan
humaniora untuk memperkenalkan kompetensi sipil. Dalam program sekolah,
studi sosial diberikan dalam bentuk interdisipliner, studi sistematis
menggambarkan pada disiplin ilmu seperti antropologi, anthropologi, ekonomi,
geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi
utama penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan
kemampuan untuk membuat kebijakan informasi dan dasar yang baik sebagai
warga masyarakatm untuk keragaman budaya dan demokrasi didunia yang saling
tergantung.
Dalam konteks penelitian ini sebagaimana di paparkan oleh Soemantri
(2001: 103) pendidikan IPS di artikan sebagai
Penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.
Berdasarkan pengertian ini pendidikan IPS yang dimaksudkan dalam penelitian
ini adalah pendidikan IPS sejarah di Madrasah Tsanawiyah.
5. Pendidikan nilai
Pendidikan nilai menurut Mulyana (2004:119) sebagai pengajaran atau
bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan tingkah
laku yang konsisten. Dalam penelitian ini, pendidikan nilai yang dimakssudkan
adalah nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang diperoleh dari biografi
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi untuk
pendidikan nilai dalam IPS Sejarah. Nilai yang didapatkan dari biografi Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari akan di integrasikan dengan Standar Kompetensi
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian secara umum adalah
untuk mengambil nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
sebagai pengembangan materi pembelajaran untuk pendidikan nilai dalam IPS di
kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara Kota Tengah. Tujuan penelitian secara
khusus dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada biografi
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
3. Mendeskripsikan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS?
4. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan
materi nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari?
E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS sejarah untuk menjadikan
Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi
untuk pendidikan nilai dalam IPS di kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara
Kota Tengah. Dengan demikian pembelajaran IPS Sejarah akan lebih kontekstual
yaitu lebih mendahulukan lingkungan terdekat sebagai sumber dan materi
pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembelajaran IPS tidak hanya menekankan
pembelajaran IPS Sejarah yang cenderung hanya menggunakan buku teks sebagai
acuan dapat diperbaiki. Perlu diketahui bahwa selama ini dari 4 buku teks IPS
Kelas VII buku sekolah elektronik (BSE) pada materi masuk dan berkembangnya
Islam di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan nama Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari di dalamnya. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru IPS Sejarah khususnya guru
IPS sejarah di Kalimantan Selatan, untuk lebih mengembangkan materi
pembelajaran untuk pendidikan nilai dalam IPS terutama keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari. Keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari dapat dijadikan teladan yang patut dicontoh, diikuti, dituruti dalam hidup
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan adalah kualitatif. Hal
ini sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengambil nilai-nilai keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran untuk
pendidikan nilai dalam IPS di kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara Kota
Tengah. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001:3) mendefinisikan metodologi
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang
”kosong” tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya suatu
masalah. Menurut Moleong (2001: 79) agar perumusan masalah akan
mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan maka diperlukan
perumusan fokus untuk membatasi studi peneliti. Adapun perumusan fokus
penelitian ini ada empat yaitu biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,
nilai-nilai keteladanan beliau, pengembangan materi pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), dan pelaksanaannya dalam pembelajaran IPS.
B. Metode Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan penelitian yaitu ”Bagaimanakah nilai-nilai
pembelajaran pada pendidikan nilai di IPS?” maka metode yang tepat untuk
penelitian ini adalah studi kasus. Bogdan dan Biklen (1990: 72-73)
mengemukakan studi kasus ialah kaji yang rinci atas suatu latar, atau satu orang
subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau satu peristiwa tertentu.
Dalam penelitian ini akan mengkaji secara rinci nilai-nilai keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS di MTsN
Anjir Muara Kota Tengah. Yin (1994) dalam Merriam (1998:27) mendefinisikan
penelitian studi kasus sebagai ”...an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon whitin its real-life context are not clearly evident” yang berarti penelitian empiris yang menyelidiki suatu fenomena (gejala)
kontemporer dalam konteks senyatanya (real-life) dimana batas-batas antara
fenomena dan konteks tersebut masih belum jelas. Berikut ini adalah alasan
digunakanya metode studi kasus berkaitan dengan masalah yang diselidiki dalam
penelitian ini:
1. Masalah nilai-nilai keteladanan merupakan isu kontemporer yang
banyak menarik perhatian peneliti untuk mengetahuinya lebih jauh.
Disamping itu, peneliti ingin tahu bagaimana guru IPS di MTsN Anjir
Muara Kota Tengah menjadikan nilai-nilai keteladanan tersebut sebagai
pengembangan materi dan pelaksanaannya pada pendidikan nilai dalam
IPS. Hal ini sesuai dengan program pemerintah yang menggalakkan
pendidikan nilai atau pendidikan karakter untuk mengatasi krisis moral
2. Gejala dan konteks yang terjadi dalam nilai-nilai keteladanan,
pengembangan materi dan pendidikan nilai dalam IPS tersebut dalam
situasi yang belum jelas. Peneliti tidak memanipulasi sedikitpun terhadap
gejala yang sudah maupun akan terjadi dalam model pendidikan tersebut.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa pertanyaan
penelitian yang berkaitan dengan “apa” berkaitan dengan ”apa nilai-nilai
keteladanan Syekh Arsyad?”, “mengapa” berkaitan dengan ”mengapa
nilai-nilai tersebut tidak diajarkan?”dan “bagaimana” berhubungan
dengan ”bagaimana mengajarkan nilai-nilai tersebut di IPS Sejarah?”
yang merupakan gejala yang terjadi dalam masalah penelitian ini.
4. Penelitian ini menggunakan berbagai sumber dan teknik pengumpulan
data sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian.
C. Data dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif
terutama data-data mengenai variabel-variabel terteliti. Berdasarkan jenis data
dalam penelitian ini, maka sumber data penelitian yang dapat memberi akses
terhadap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi
1. Literatur yaitu buku-buku, artikel, lukisan, kitab-kitab yang erat
kaitannya dengan biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,
pengembangan materi IPS dan pendidikan nilai dalam IPS.
2. Guru IPS, peserta didik-peserta didik, kepala madrasah, wakil kepala
3. Proses pembelajaran IPS di kelas.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangkaian kegiatan pengumpulan data penelitian ini, posisi peneliti
adalah sebagai instrumen penelitian. Berkaiatan dengan hal ini Lincoln dan Guba
(1985:199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward
methods that are extensions of normal human activities: looking, listening, speaing, reading, and the like”. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa keunggulan manusia sebagai instrument dalam penelitian karena manusia dapat
melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan
manusia pada umumnya.
Langkah-langkah penelitian:
1. Kajian literatur tentang buku-buku, artikel-artikel dan kitab-kitab untuk
menyusun Biografi Syekh Arsyad.
2. Melakukan analisis terhadap biografi Syekh Arsyad untuk menggali dan
menemukan nilai-nilai keteladanan beliau.
3. Melakukan pengamatan dan wawancara terhadap guru IPS tentang
pengembangan materi pelajaran IPS Sejarah dengan menggunakan
nilai-nilai keteladanan Syekh Arsyad.
4. Melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pelaksanaan
pembelajaran IPS yang difokuskan pada penggunaan materi nilai-nilai
5. Melakukan wawancara terhadap guru dan peserta didik tentang
kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran IPS.
Sesuai dengan sumber data yang akan dituju dalam penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Kajian Pustaka
Untuk menyusun biografi Syekh Muhammad Arsyad memerlukan kajian
pustaka dari buku-buku, kitab-kitab, dan artikel-artikel yang berkaitan
dengan riwayat hidup Syekh Muhammad Arsyad. Karena itu teknik
pengumpulan data ini dilakukan.
b. Observasi Berperan Pasif.
Secara. informal, peneliti hadir di lokasi penelitian, untuk mengumpulkan
berbagai data mengenai situasi di lokasi penelitian, seperti gambaran umum
MTsN Anjir Muara Kota Tengah, biografi Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari, pembelajaran IPS, pengembangan materi pembelajaran IPS dan
pendidikan nilai dalam IPS. Mengenai teknik ini, Sutopo (2006:77)
mengemukakan “peneliti mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak
berperan sebagai apapun, selain sebagai pengamat pasif, namun peneliti
benar-benar hadir dalam konteksnya”.
c. Wawancara mendalam.
Teknik ini digunakan karena ingin menggali informasi secara mendalam,
dan karena merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya. Hal ini
mengenai variabel-variabel terteliti, baik yang manifes maupun yang hidden. Untuk itu diajukan pertanyaan terbuka, mengarah pada kedalaman informasi (Sutopo, 2006:68). Berdasarkan hal itu, contoh-contoh pertanyaan
yaitu (a) Apa yang anda ketahui mengenai nilai-nilai keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad?; (b) Bagaimana pendidikan afektif atau nilai dalam
IPS yang telah anda lakukan?
Selanjutnya dilancarkan the clarifying interview (wawancara mengklarifikasi) terhadap informan dari guru IPS, para peserta didik, kepala
madrasah, Wakamad bagian kurikulum. Dalam hal ini digunakan rangkaian
pertanyaan yang bersifat mengklarifikasi, untuk membantu informan
mengklarifikasi secara mendalam beberapa informasi yang kurang jelas atau
saling bertentangan
Kedua teknik pengumpulan data di atas telah dikembangkan menjadi
instrumen pengumpulan data berupa pedoman-pedoman, meliputi: pedoman
wawancara untuk guru IPS, pedoman wawancara untuk para peserta didik,
pedoman wawancara untuk kepala madrasah, pedoman wawancara untuk
Wakamad bagian kurikulum dan pedoman observasi proses pembelajaran
IPS.
d. Studi dokumen.
Tekhnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari
dokumen subjek penelitian . Dokumen dari subjek penelitian terdiri dari
Syekh Muhammad Arsyad. Ditambah buku-buku sumber pembelajaran,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, tugas-tugas peserta didik.
E. Teknik Validasi Data
Data-data yang sudah dikumpulkan peneliti dari Festival Malang Tempo
Doeloe, perlu di validasi dengan mengembangkan teknik validitas data tertentu.
Validitas data akan menjamin kemantapan tafsir makna dan simpulan sebagai
hasil penelitian.
Ada beberapa jenis validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu tringgulasi,
reviu informan kunci, dan member check (Sutopo 2006:92). Tringgulasi
menggunakan “pola pikir fenomenologi yang multiperspektif, meliputi jenis-jenis
trianggulasi data, trianggulasi peneliti, trianggulasi metodologis, dan trianggulasi
teoritis” (Patton dalam Sutopo 2006:92). Dalam penelitian ini digunakan dua
macam tekhnik tringgulasi data, untuk dua kelompok kategori jenis data yang
berbeda.
Kategori data “overt behavior” bertalian dengan data dari variabel lokasi
penelitian, latar belakang dan tujuan penelitian menggunakan tekhnik trianggulasi
sumber sebagai berikut
Diagram di atas menunjukkan satu jenis kategori data dikumpulkan dari tiga
macam sumber data, masing-masing menggunakan tekhnik pengumpulan data
yang berbeda. Tujuannya untuk mendapat data yang akurat dan berkualitas
Dengan demikian data dari setiap variabel terteliti yang masuk kategori data
“overt behavior” dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang berbeda dari
tiga macam sumber data, untuk informan non-mahapeserta didik Pendidikan
Sejarah.
Kategori data “covert behavior” bertalian dengan data dari variabel
pelaksanaan pembelajaran dan pendidikan nilai dalam IPS, menggunakan tekhnik
trianggulasi sumber berikut.
Bagan 3.2. Diagram Trianggulasi Sumber Data “covert behavior” (sumber Sutopo, 2006:94)
Diagram di atas menunjukkan satu jenis kategori data dikumpulkan dari
beberapa informan sebagai sumber data, menggunakan tekhnik pengumpulan data
yang sama yakni wawancara. Tujuannya untuk mendapat data yang akurat dan
data “covert behavior” dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang sama
untuk seluruh informan kalangan mahapeserta didik Pendidikan Sejarah .
Berdasarkan uraian di atas, triangulasi sumber dipilih dalam penelitian ini,
karena (1) memungkinkan digunakan lebih dari satu sumber pengumpulan data
untuk setiap variabel penelitian ini, sehingga data maksimal dapat diperleh
sekaligus bersamaan triangulasi, (2) Dapat mengungkap data yang covert behavior terutama bersumber pada data dari variabel yang bersifat psikologik (3) memungkinkan segera dapat memeriksa akurasi data pada waktu pengumpulan
data karena menggunakan lebih dari satu sumber.
F. Teknik Analisis Data
Salah satu karaktersitik penelitian kualitatif ada pada teknik analisisnya,
yakni analisis bersifat induktif. Sutopo (2006:41-42) menjelaskan bahwa
Data yang dikumpulkan merupakan suatu abstraksi yang disusun sebagai kekhususan yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan bersama melalui pengumpulaan data. Teori yang digunakan dapat dikembangkan sejak dari lapangan berdasar data yang terpisah-pisah, dan atas bukti yang terkumpul dan saling berkaitan. Peneliti memasuki lapangan dengan sangat netral.
Dalam penelitian ini, analisis induktif digunakan untuk menganlisis
lancarkan pada data-data dari variabel-variabel biografi, pengembangan materi
pembelajaran IPS dengan menggunakan biografi Syekh Muhammad Arsyad, dan
pelaksanaan dalam pembelajaran IPS. Kategorisasi data induktif tersebut
dideskripsikan dengan mempertahankan sifat natural dan holistiknya serta
Proses analisis dilakukan secara simultan sejak awal, yakni bersamaan
proses pengumpulan data, yang dilakukan secara interaktif melalui 3 komponen
utama analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta
verifikasinya. (Miles, Huberman 1992: 16-20; Sutopo, 2006:113). Hal ini dapat
divisualisasikan dalam diagram di bawah ini.
Bagan 3.3. Model Analisis Interaktif (sumber: Miles & Huberman,1992:20, Sutopo, 2006: 120)
Alasan pemilihan dan penggunaan teknik analisis interaktif dalam penelitian
ini, adalah memungkinkan peneliti melakukan analisis simultan secara induktif
dan interaktif dari awal sampai akhir penelitian. Analisis dimaksud bertalian
dengan setiap kategori data dalam tiap variabel penelitian, dan antar variabel
penelitian, serta antar komponen analisis (reduksi data, sajian data dan penarikan
simpulan/verifikasi ). Dengan demikian akan lebih mudah peneliti memeriksa
capaian kemajuan setiap tahapan penelitian, karena peneliti bergerak mengalir
kesimpulan/verifikasi. Jika capaian penelitian belum memadai, peneliti dapat
segera mengumpulkan data kembali. Proses yang berlangsung kontinyu ini
diharapkan akanmemperoleh data dan hasil penelitian secara lengkap, rinci dan
mendalam.
Langkah-langkah penggunaan analisis ini diimplementasikan bersamaan
dengan triangulasi dilakukan (1) pengaturan data dengan memberi coding tertentu
berdasarkan rumusan masalah, dengan menggunakan format pengaturan data yang
memuat kolom subjek, deskripsi dan kode; dan (2) reduksi data dilakukan selama
penelitian berupa seleksi, kategorisasi, dan pemokusan.
Berdasarkan langkah satu dan dua, selanjutnya dilakukan (3) sajian data,
berupa narasi tulisan yang mendeskripsikan secara rinci, lengkap dan mendalam,
dalam rangka menjawab masalah penelitian, (4) penarikan kesimpulan dilakukan
selama penelitian, mulai penarikan kesimpulan setiap kategori sampai kesimpulan
utuh dari setiap masalah. Jika kesimpulan dianggap belum memadai peneliti
mengumpulkan data lebih lanjut, melakukan reduksi dan sajian data lebih lanjut,
sampai diperoleh kesimpulan yang memadai dan mantap.
G. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian yaitu di MTsN Anjir Muara Kota Tengah di Kecamatan
Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan. Lokasi ini
dipilih karena MTsN Anjir Muara Kota Tengah merupakan madrasah yang
berada pada peringkat menengah, memiliki guru IPS dengan latar pendidikan
B. Agenda Penelitian
Pelaksanaan dari perencanaan yang telah dibuat, perlu disusun agenda
kegiatan sehingga penelitian dapat dilaksanakan secara sistematis dan terjadwal.
Penelitian dilakukan selama 5 bulan (20 minggu) dengan jadwal sebagai berikut :
Tabel 3.1. Agenda Penelitian
No Agenda Des Jan Feb Mar Apr Mei
1. Perencanaan
2. Proposal Penelitian
3. Kajian literatur : Sosok dan pemikiran Al Banjari
4. Analisis nilai-nilai keteladanan
5. Kajian literatur, wawancara, dan observasi:pengembangan materi pembelajaran
6. Observasi, wawancara & literature : mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran
7. Observasi & wawancara terhadap guru dan peserta didik tentang pembelajaran nilai dalam IPS
8. Observasi dan wawancara : Kendala-kendala yang dihadapi pada pendidikan nilai
9. Pemilahan data untuk penyusunan hasil penelitian
10. Penyusunan hasil Penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari kajian nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS di MTsN Anjir Muara Kota
Tengah diperolah hasil antara lain:
1. Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari secara garis besar terdapat
pada manakib beliau yang ditulis oleh Abu Daudi dan sumber-sumber lain.
Syekh Muhammad Arsyad dijuluki “Matahari Islam Kalimantan” oleh
Saifuddin Zuhri, sedangkan Azyumardi Azra menempatkan Syekh
Muhammad Arsyad sebagai tokoh dalam jaringan ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara pada abad ke-18, selain itu Syekh Muhammad
Arsyad merupakan ulama pertama yang mendirikan lembaga-lembaga
Islam serta memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru ke
Kalimantan Selatan. Beliau lahir pada 15 Safar 1122 Hijriah atau 19 Maret
1710 M dan wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 13 Oktober 1812 M.
Beliau menuntut ilmu ke Haramayn pada umur tiga puluh tahun, selama
kurang lebih tiga puluh lima tahun. Beliau banyak mengarang kitab. Salah
satu yang paling terkenal yaitu Kitab Sabilal Muhtadin
2. Nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada biografi Syekh Muhammad
kerja keras, nilai kreatif, nilai mandiri, nilai ingin tahu, nilai cinta tanah
air, nilai bersahabat, nilai gemar membaca dan nilai peduli sosial.
3. Pengembangan materi pembelajaran IPS dengan keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad dilakukan dengan membuat naskah drama
keteladanan Syekh Muhammad Arsyad yang mengambarkan riwayat
hidup beliau dari lahir hingga meninggal. Naskah drama yang akan
digunakan dalam pembelajaran IPS dengan metode role playing dan sosio
drama diharapkan akan meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap
nilai-nilai keteladanan beliau.
4. Pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan nilai-nilai
keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ke dalam pembelajaran
IPS dapat dilakukan dengan mengintegrasikan antara Standar Kompetensi
dan Kompetensi dasar pada IPS dengan nilai-nilai keteladanan yang
didapat dari analisis biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Yang
sesuai yaitu Standar Kompetensi yang terdapat pada kelas VII semester 2
yaitu Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Buddha
sampai masa Kolonial Eropa. Sedangkan Kompetensi Dasarnya yaitu
Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan
pemerintahan pada masa Islam di Indonesia, serta
peninggalan-peninggalannya. Untuk metode pembelajaran yang sesuai yaitu role
playing (Bermain Peran) atau Sosio Drama dan membaca Kitab
pembelajaran yaitu nilai religius, kerja sama, rasa ingin tahu, jujur,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, dan peduli sosial.
5. Walaupun sudah melaksanakan pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS
namun dalam penilaian hasil belajar guru belum maksimal dalam
memasukkan asfek afektif dalam penilaian. Selama siswa tidak nakal dan
tidak melanggar tatatertib, maka siswa dianggap baik dalam aspek
afektifnya. Tetapi jika siswa melanggar tata tertib dan mengganggu teman
maka afektifnya dianggap jelek. Padahal aspek afektif lebih dari itu, ada
kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, gemar membaca, religius, rajin
belajar, ulet dan lain-lain, yang bisa dinilai dengan daftar pengamatan.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai-nilai keteladanan Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai sumber pembelajaran IPS, maka akan
diberikan beberapa saran yang mudah-mudahan berguna bagi masyarakat
Kalimantan Selatan khususnya kemajuan pendidikan nilai dalam IPS, antara lain:
1. Bagi guru-guru IPS di tingkat MTs agar melaksanakan pendidikan nilai
dalam proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar harus mengacu pada
aspek kognitif dan afektif. Untuk aspek afektif bisa dengan melakukan
pengamatan pada waktu proses pembelajaran. Hasil penilaian tersebut
2. Bagi pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan agar peduli terhadap
pengajaran sejarah lokal dengan membiayai pengadaan buku-buku sejarah
lokal ke madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah sehingga guru dan
peserta didik bisa mengetahui sejarah daerahnya sendiri, termasuk
Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
3. Bagi guru-guru IPS dari tingkat Ibdtidaiyah/SD, Tsanawiyah/SMP dan
Aliyah/SMA agar mengajarkan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari sehingga para peserta didik dapat memahami dan
mencontoh keteladanan beliau.
4. Bagi guru-guru agama supaya memperkenalkan dan mengajarkan
kitab-kitab karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari kepada para peserta
didik sehingga kemampuan membaca tulisan Arab Melayu dan kandungan
kitab-kitab tersebut dapat ditingkatkan.
5. Untuk para alim ulama agar memperkenalkan sosok Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari dan karya-karyanya dalam pengajian-pengajian atau
majelis taklim-majelis taklim sehingga sosok beliau dan karya beliau yang
sesuai dengan karakteristik masyarakat Banjar dapat dimanfaatkan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Shagir (1983).Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary
Matahari Islam, Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islamiyah, Al Fatanah, Kuala Mempawah
Abdurrahman, Soheh.(2004). Peranan Keteladanan dan Wibawa Kyai dalam Membina Nilai-Nilai Disiplin Santri (Studi Deskriptif Pondok Pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi). Tesis pada SPS. UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.
Adimassana.(2000). Revitalisasi Pendidikan Nilai di dalam sektor Pendidikan Formal. Yogyakarta:Kanisius dan Universitas Sanata Dharma.
Adisusilo, S(2000). Pendidikan Nilai dalam ilmu-Ilmu sosial-Humaniora. Yogyakarta:Kanisius dan Universitas Sanata Dharma.
Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(2008). Sabilal Muhtadin. Alih bahasa oleh Aswadi Syukur. Surabaya
Alwi, Hasan. (2001). Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Atwi Suparman. (1994). Desain Instruksional, Jakarta: PAU untuk peningkatan dan pengembangan Aktivitas Instruksional Ditjen Dikti Depdikbud
Awan Sudiawan. (2008). KTSP : Pengembangan Materi Pembelajaran
http://AwanSudiawan.blog.net diakses 22 Mei 2011
Azra, Azyumardi.(2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia Bandung:Mizan
Banks, J.A. (1985). Teaching strategies for the social studies. New York: Longman
Bogdan, R.C. & Biklen, S.K.(1990). Riset Kualitatif Untuk Pendidikan:
Pengantar keTeori dan Metode. Terjemahan Munandir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direkturat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1990
Silabus SMA/MA Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Dikdasneb Direktorat Pembinaan SMA
Budiningsih, C.A.(2004). Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik peserta didik
dan budayanya. Jakarta:Rineka Karya
Dahlan, Bayani. (2003). ”Strategi Dakwah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam Mengembangkan Islam di Kalimantan Selatan” Yang dimuat di Jurnal Alhadharah.Vol.2, No.3, Januari-Juni 2003, hal. 15-30
Depdikbud.( 1997). Pengembangan Kurikulum Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Depdikbud. (1998). Pendidikan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang
Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI No.20. Tahun 2003). Jakarta: Sinar Grafika
Depdiknas.(2008).Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas:Jakarta.
Djahiri, Kosasih. (1980). Pendekatan Teknik Pengembangan Materi dan Program Pengajaran IPS. Jakarta: P3G. Depdikbud
Djahiri, Kosasih.(1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bnadung:Jurusan PPKn,FPIPS IKIP Bandung.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Djoko Suryo. (1993). “ Pelajaran Sejarah yang Baik, Sebuah Catatan “, Makalah Simposium Pengajaran Sejarah yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan, Pelajaran tanggal 8- 11 Agustus 1993 di Pelabuhan Ratu Sukabumi, Jawa Barat.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 3, 2004
Firdaus, Ahmad S.(2008). Peranan Keteladanan Kyai dalam Pembinaan Nilai Disiplin Santri di Lingkungan Pesantren (Studi Deskriftif Analitik pada Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Musri’ Ciranjang Cianjur). Tesis pada SPS. UPI.Bandung:tidak diterbitka
Fraenkel, J.R. (1977). How to teach about values: an analytic approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc
Hakam, Kama A.(2000).Pendidikan Nilai. Bandung:MKDU Press
Hasan, S.H.(1995). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta:Departemen pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik
Hardjono (2006) Foklor sebagai Media pendidikan Nilai di Lingkungan keluarga (Studi Deskriptif tentang cerita Rakyat Syeh Jangkung di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati-Jawa Tengah).Tesis SPS UPI tidak diterbitkan
Hopkins,David.(1993). A Teacher Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open Univercity Press
Husain, Sarkawi B.(2006). Yekh Muhammad Arsyad Al-Banjari:Pemikiran dan Aktivitas Keagamaannya di Kalimantan selatan. Dalam Historia-Jurnal Pendidikan Sejarah, No.13, Vol.VII (Juni 2006)
Ideham, M.S. et. al. (ed.) (2007). Sejarah Banjar. Banjarmasin:Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan.
Joyce, Bruce., Weil, Marsha., & Calhoun, Emily. (2009). Models of Teaching ModelModel Pengajaran Edisi Delapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kasbolah, K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Dirjen Dikti Proyek
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Kemmis, S. & Mc Taggart, R. 1(988). The Action Research Planner (3Rd ed). Victoria: Deakin University Press.
Kohlberg, L. (1977). The cognitive-developmental approach to moral
Komalasari, Kokom.(2010). Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi.Aditama:Bandung.
Kuntowijoyo.(2003). Metodologi Sejarah (edisi kedua). Yogyakarta:Tiara Wacana
Lapp, Diane. (1975). Teaching and Learning Philosophical, Psychological, Curicullar, Applications. New York: Macmillan Publishing. Co.
Lincoln, Y.S., & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc.
Maftuh, Basyuni.(2007). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung:CV. Maulana
Metcalf, Lawrence E. ed. (1971). Values Education-Rationale, Strategies, and Procedures. Washington DC.:NCSS
Merriam, Sharan B. (1998). Qualitative Resrach and Case Study Applications in Education. San Francisco: Jossey-Bass Publisher
Moleong, Lexy J. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya
Mujiburrahman.(2010). Memotret Tauhid Orang Banjar Melalui Penelitian. Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-x yang diselenggarakan oleh IAIN Antasari Banjarmasin, 1-4 Nopember 2010
Mulyana, R.(2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung:Alfabeta
Mutakin, Awan.(1994). Keberadaan Pesantren Darul Hikam Kianroke Dalam Transformasi Nilai (Manilik Mutu Pribadi Ajengan dan Hakekat Pendidikan IPS di Pesantren). Disertasi SPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Natawidjaja, Rochman. (2007).Pohon Ilmu Pendidikan dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia Press
Pakpahan, Sondang P.(2010). Upaya Mencari Bentuk Pendidikan dalam
Membangun Karakter Bangsa. Makalah disampaikan pada temu ilmiah nasional guru II di Jakarta, 24-25 November 2010
Pradesa, K.(2006). Pengembangan Model Pendidikan Nilai dalam Proses
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMA Bertaraf Internasional (Studi Kasus di SMAN 1 Cibadak-Kabupaten Sukabumi). Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kementrian Pendidikan nasional, Balai Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum
Raths, L.E., Harmin, M. & Simon, S.B. (1978). Values and teaching: working with values in the classroom. Second Edition. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Sadulloh, Uyoh.(2007) Filsafat Pendidikan.Bandung: Cipta Utama
Soemantri, Muhammad Numan. (2001). Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Rosda Karya.
Sagala, Syaiful 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sarwono, Wirawan S.(2002), Teori-Teori Psikologi Sosial, Cet. VII; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soedijarto. (2008). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Kompas
Suherman.A.(2005). Keteladanan Kyai di Kalangan Santri (Studi Profil
K.H.Imam Sonhaji dalam upaya Transformasi Keteladanan kepada Santri di Pondok Pesantren Sukamiskin Kota Bandung). Tesis pada SPS. UPI. Bandung: tidak diterbitkan
Sukmadinata. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung PT. Remaja Rosdakarya
Suparno, Paul dkk.(2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Values education sourcebook. Colorado: Social Science Education Consortium, Inc.
Supriatna, Nana.(2007). Pembelajaran Sejarah dalam KTSP. Makalah
disampaikan dalam semiloka guru-guru sejarah MGMP Sejarah Kota Bandung 5 April 2007
Sutopo, HB.(2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori danTerapannya dalam Penelitian. Edisi ke-2. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta
Syah, Muhibbin.(2006). Psikologi Belajar, Cet. V; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
.
Syukur, Aswadie.(2009). Pemikiran-Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam Bidang Tauhid dan Tasawuf. Banjarmasin: Center For Community Development Studies (COMDES) Kalimantan.
Syukur, Aswadie. (2003). Ulama-Ulama Banjar dan Karyanya.Dalam Kumpulan Tulisan Khazanah Intelektual Islam Ulama Banjar. Banjarmasin: Pusat Pengkajian Islam Kalimantan (PPIK) IAIN Antasari
Uno, Hamzah B. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Cetakan ke-3. Jakarta : PT Bumi Aksara
Windmiller, M. (1976). Moral development. Dlm. Adams. J.F. (pnyt.).
Understanding adolescence: current developments in adolescent psychology: 176-198. Boston: Allyn and Bacon, Inc
Wiraatmadja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional dan Global.Bandung: Historia Uatama Press.
Wora, Emanuel. (2006). Perenialisme, Kritik atas Modernisem dan Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius
Yamin, Martinis. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press
Yin, R.K.(2008). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Intan Madani
Zamzam, Zafry. (1974). Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Sebagai Ulama Juru Dakwak dalam Sejarah Penyiaran Islam di Kalimantan Selatan abad ke-13 H / 18 M dan Pengaruhnya di Asia Tenggara. Banjarmasin: Karya Zuriah, Nurul.(2008). Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan-Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik, Bumi Aksara: Jakarta
Sumber Kitab-kitab dengan Huruf Arab Melayu:
Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(Tanpa tahun ).Sabilal Muhtadin
Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(2005).Tuhfatur Raghibin-cetakan ke-3. Banjarmasin:Toko Buku Murni
Daudi, Abu (Tanpa tahun).Manakib Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.Martapura:Yapida
Jamaluddin.(Tanpa tahun). Perukunan Jamaluddin. Singapura: Al Haramayn
Rasyid, Abdur.(Tanpa tahun) Parukunan Melayu Besar. Banjarmasin: Penerbit dua tiga.
Sumber dari Internet:
Helmi. (2010). Pendidikan Karakter: Sebagai Upaya Meningkatkan Budaya Kesantunan Dalam Menghadapi Persaingan Global
Dari : http://healtwist.wordpress.com/2010/07/08/pendidikan-karakter-
sebagai-upaya-meningkatkan-budaya-kesantunan-dalam-menghadapi-persaingan-global/ (diakses 10 Juni 2011)
Resyalia, Fine. (2010). Kopertis Kaji Pendidikan Karakter.
http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1
361:kopertis-kaji-pendidikan-karakter-&catid=69:berita-terkait&Itemid=196. Diakses tanggal 13 Juni 2011
http://healtwist.wordpress.com/2010/07/08/pendidikan-karakter-sebagai-upaya-
meningkatkan-budaya-kesantunan-dalam-menghadapi-persaingan-global/
http://republika.co.id:8080/berita/69382/Syekh_Muhammad_Arsyad_al_Banjari_
Ulama_Besar_dari_Kalimantan_Selatan. Diakses tanggal 10 Februari
2011http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/sosok/1641-syekh-muhammad-
arsyad-al-banjari-ulama-tanah-air.html. Diakses tanggal 1o Februari
2011
http://kumas.blogmas.com/2010/03/25/syeikh-muhammad-arsyad-al-banjari/. Diakses tanggal 10 Februari 2011
http://www.diknas.go.id/downloadx/1257487660.pdf. Diakses tanggal 10 Februari
2011.
http://smaintinusantara.wordpress.com/2009/10/31/mendidik-anak-dengan
keteladanan/. Diakses tanggal 10 Februari 2011
http://dunia.web.id/keluarga.php?note=1436&title=Pendidikan-anak-
perluketeladanan. Diakses tanggal 14 Maret 2011
http://kumas.blogmas.com/2010/03/25/syeikh-muhammad-arsyad-al
banjari/Diakses tanggal 22 Juni 2011
http://www.infoplease. com/homework/wsbiography.h Diakses tanggal 22 Juni
2011
http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar. Diakses tanggal 22 Juni
2011
http://nasional.kompas.com/read/2008/06/22/15212986/indonesia.ke.arah.bangsa.
yang.gagal. Diakses tanggal 22 Juni 208