• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KETELADANAN SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL- BANJARI SEBAGAI PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN NILAI DALAM IPS :Studi Kasus di MTsN Anjir Muara Kota Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI-NILAI KETELADANAN SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL- BANJARI SEBAGAI PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN NILAI DALAM IPS :Studi Kasus di MTsN Anjir Muara Kota Tengah."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

A Latar Belakang Penelitian... 1

B Perumusan Masalah…... 11 1. Teknik dan Prinsip Pengembangan Materi... 2. Penentuan Cakupan Materi Pembelajaran... D Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial... 33

E Pendidikan Nilai Dalam IPS...

1. Pendekatan Dalam Pendidikan Nilai... 35

(2)

a. Pendekatan Penanaman Nilai...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 57 A Pendekatan Penelitian………...…………. 57

B Metode Penelitian…... 57

C Data dan Sumber Data...………... 59

D Teknik Pengumpulan Data... 60

E Teknik Validasi Data... 63

F Teknik Analisis Data... 65

G Lokasi Penelitian... 67

H Agenda Penelitian... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………… 69

(3)

1. Mengidentifikasi dan Menjelaskan Pertanyaan Nilai... 105

2. Melengkapi dengan cara mengumpulkan dan mengorganisir fakta yang berhubungan... 114

C Pengembangan Materi Pembelajaran...

1. Perencanaan Pembelajaran………..………....

2. Pengembangan Materi Pembelajaran...……… 119

121

137

D Pelaksanaan Pembelajaran IPS dengan Nilai-Nilai

Keteladanan Syekh Arsyad……...

1. Implementasi Nilai-Nilai Keteladanan Syekh Arsyad

Dalam Pembelajaran IPS Sejarah...

2. Hasil Pembelajaran Pendidikan Nilai Dalam IPS...

3. Kendala-Kendala yang Dihadapi Dalam Pembelajaran….. 159

159

160

165

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 167 A Kesimpulan……… 167

B Saran……….. 169

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….

171

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Generasi Tua dan para pendidik Indonesia patut gelisah terhadap fenomena

generasi muda yang mulai meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa baik yang

terdapat pada budaya nasional maupun budaya lokal. Kemunduruan ini sebagai

akibat dari pengaruh globalisasi yang dewasa ini semakin kurang terkendali

sehingga perlu untuk digencarkan kembali pendidikan nilai sebagai benteng bagi

generasi muda. Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Susilo

Bambang Yudoyono (Resyalia, 2010:1) mencanangkan pendidikan karakter

bangsa pada peringatan hari pendidikan nasional pada tanggal 2 Mei 2010 dan

ditekankan kembali pada tanggal 2 Mei 2011. Hal ini mengindikasikan betapa

pentingnya pendidikan nilai untuk kemajuan suatu bangsa.

Diabaikannya pendidikan nilai selama ini berdampak negatif terhadap

berbagai perilaku sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak

negatif tersebut seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang

tidak produktif, dan sebagainya (Puskur, 2010: 1). Perilaku-perilaku menyimpang

ini mengindikasikan bahwa kebobrokan nilai dan moral dalam masyarakat telah

berada di ambang batas toleransi dan terjadi secara meluas. Hal ini sesuai dengan

pandangan perenialisme yang menganggap situasi dunia dewasa ini penuh

(5)

(Sadulloh, 2007: 141). Oleh karena itu penting untuk dicari solusi tentang

kebobrokan nilai dan moral yang terjadi pada bangsa Indonesia. Salah satu cara

yang paling efektif adalah dengan menerapkan pendidikan nilai pada setiap

lembaga pendidikan. Karena dengan pendidikan khususnya pendidikan nilai

sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi

baru bangsa yang lebih baik dan dapat memperkecil dan mengurangi penyebab

berbagai masalah budaya dan karakter bangsa(Puskur, 2010: 1).

Pendidikan tidak cukup berhenti pada tujuan untuk mencerdaskan anak

sehingga di masa depan tidak kesulitan mencari kerja. Tetapi pendidikan mesti

mampu mewariskan nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dalam

membekali anak memiliki keterampilan menjalani hidup. Hal ini selaras dengan

pendapat Natawidjaja (2007:3) yang mengartikan pendidikan sebagai upaya

mengembangkan kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang

dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, psikologi, sosial budaya, dan ipteks yang

bermuara pada pembentukan pribadi manusia bermoral dan berakhlak mulia serta

berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur yang bersifat

universal dan lokal tidak bisa lagi diabaikan dalam pendidikan yang terjadi di

sekolah-sekolah dan kehidupan sehari-hari.

Banyak pendapat para ahli yang menganggap pendidikan nasional gagal

dalam melaksanakan pendidikan nilai. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan dan

disosialisasikan lewat sekolah, tampaknya tidak masuk dan tidak berkembang

(6)

mempercayakan pendidikan anak-anak mereka sepenuhnya pada sekolah.

Kurikulum pendidikan formal terlalu menekankan pada aspek kognitif dan

mengesampingkan aspek afektif. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua

orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang

pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran

kognitif dan psikomotor (Depdiknas, 2008: 1) Seperti yang dikemukakan

Pakpahan bahwa kurikulum yang cenderung menitikberatkan pada penguasaan

materi, bersifat kognitif dan hapalan serta model pembelajaran yang bersifat

instruksional atau transfer of knowledge tidak akan dapat membentuk karakter peserta didik karena karakter tidak dapat terbentuk secara instant dan melalui hapalan (Pakpahan, 2010: 3).

Pernyataan di atas sering muncul, dan sejenak menyadarkan kita akan

pentingnya pendidikan nilai bagi kemajuan bangsa. Pemerintah mulai menyadari

adanya suatu “kekeringan” rasa kemanusiaan dalam sistem pendidikan saat ini.

Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi, ranah afektif sudah

seharusnya menjadi fokus utama. Dengan demikian akan terbentuklah

manusia-manusia yang berkarakter luhur dan berbudi pekerti tinggi. Manusia-manusia-manusia

seperti inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi

bangsa yang lebih baik dan bangsa yang berbudaya tinggi.

Banyaknya kasus-kasus kriminal yang menjadi headline media massa dan dilakukan dengan canggih menunjukkan bahwa teknik kejahatan yang dilakukan

(7)

seperti: pembobolan anjungan tunai mandiri (ATM), pemanipulasian pajak,

lobbying kepada pengambil keputusan (makelar kasus), dan sebagainya (Helmi,

2010). Realita ini menunjukkan bahwa para pelaku kejahatan sekarang tidak

tertutup berasal dari kalangan terdidik (educated and skilled person). Mereka

mempunyai skill yang dipergunakan dengan keliru yang memunculkan white collar crimes. Skill merupakan bagian dari proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan yang ada sebenarnya sudah mampu menghasilkan

sumber daya manusia (SDM) yang berkeahlian, hanya saja masih belum

diimbangi dengan pembentukan SDM yang mempunyai karakter luhur.

Dalam kajian filsafat Perenial dipaparkan bahwa sumber dari permasalahan

di atas adalah modernisme yang berlandaskan filsafat materialis yang melihat

alam semesta ini didasarkan pada suatu model/pola mekanistik(Wora, 2006: 23)

yang didasari oleh pilar sains. Sains menjelmakan dirinya dalam berbagai bentuk

kemajuan . Namun kemajuan yang dibawa sains ini bukan tanpa konsekuensi.

Manusia modern harus mengalami krisis hidup yang berat yang terkadang tidak

dapat diimbangi oleh kemajuan positif yang diraih oleh sains. Griffiths dalam

Wora (2006: 60) bermaksud menganti dunia modern yang mekanistik dengan

sebuah model dunia baru yang organik. Untuk mengembalikan keadaan yang

penuh kekacauan seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali

kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji sejak jaman dahulu. Hal ini sesuai

dengan tulisan Lapp et.al (1975: 8) yang mengungkap tentang pendidikan perenial

(8)

Perennial education sees content embodying and preserving the accepted truths of past culture. The past is its source of content, and the present and

future, hopefully will result in a continuation of these truths. The perennialist emphasize the timeless truths of the past and ignores the demands of the present and the future

Berkaitan dengan nilai, perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah

persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya (Wora, 2006:5).

Di sekolah, terjadinya penyimpangan-penyimpangan moral peserta didik

tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidikan agama, tetapi juga merupakan

tanggung jawab seluruh pengajar di sekolah. Guru IPS, guru matematika, guru

olah raga dan guru-guru lainnya, mesti turut bertanggungjawab dalam membentuk

moralitas anak didik (Budiningsih, 2004: 2). Dengan demikian seluruh proses

belajar mengajar harus dilandasi oleh nilai atau moralitas untuk membentuk

peserta didik yang berkepribadian luhur.

Suparno (2002:6) mengibaratkan pendidikan di Indonesia seperti mobil tua

yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah arus lalu lintas di jalan bebas

hambatan. Pendidikan di Indonesia tidak diarahkan untuk memanusiakan secara

utuh lahir dan batin, tetapi lebih diorientasikan kepada hal-hal yang bersifat

materialistis, ekonomis, dan teknokratis, kering dari sentuhan nilai-nilai

kemanusiaan dan budi pekerti. Hal ini diperkuat oleh Soedijarto (2008:3) yang

menegaskan bahwa apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai

(9)

Hal di atas sangat bertolak belakang dengan dokumen tentang sistem

pendidikan nasional, sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 20/2003

Pasal 1 ayat 1 :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Diperkuat dengan pasal 3 bahwa,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20/2003 Pasal 3).

Jika dikaji secara mendalam akan didapat tujuan pembangunan pendidikan

nasional yaitu untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pada tujuan

pendidikan nasional ini dikedepankan dimensi kemanusiaan yang mencakup tiga

hal paling mendasar, yaitu

1. Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;

2. Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

(10)

Aspek afektif menjadi urutan pertama, namun dalam proses pembelajaran di

sekolah aspek yang diutamakan adalah aspek kognitif, bahkan aspek afektif

kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sekolah, masyarakat dan

pemerintah sebaiknya mengembangkan pendidikan nilai. Pendidikan nilai

idealnya diterapkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai

dengan Perguruan Tinggi (PT). Menurut Djahiri (1985: 1) peserta didik sebagai

insan potensial yang akan merupakan generasi penerus kehidupan bangsa dan

negara hendaknya dibina menjadi manusia yang utuh dan sadar akan dirinya serta

berbuat sesuai dengan potret dirinya pula sehingga lahir generasi penerus yang

benar-benar berkepribadian.

Terdapat beberapa kegiatan yang bisa dijadikan sebagai bentuk aplikasi dari

pendidikan nilai, diantaranya keteladanan. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar

Dewantara, telah menekankan pentingnya keteladanan. Salah satu filosofi beliau

adalah ing ngarso sung tulodo, yang bermakna bahwa seorang pendidik hendaknya memberikan teladan yang baik kepada anak didiknya. Alangkah

naifnya, jika seorang pendidik menjelaskan tentang bahaya merokok, sementara

jemari tangannya sedang memegang sebatang rokok yang menyala. Pendidik

profesional seyogyanya bisa menjadi panutan bagi anak didiknya

(11)

Arsyad Al Banjari atau dikenal dengan Datu Kalampayan yang tekun belajar di Mekah dan Madinah selama 35 tahun. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812) adalah ulama fiqih madzhab Syafi'i pengarang kitab Sabilal Muhtadin yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan (Syukur dalam Al Banjari, 2008: xii).

Kedudukan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari bagi masyarakat

Kalimantan Selatan sangatlah penting. Beliau yang berhasil menjadikan

masyarakat Banjar menjadi masyarakat yang Islami. Murid-muridnya bukan

hanya dari Kalimantan Selatan tetapi juga dari daerah-daerah lain. Karyanya yang

termasyur yaitu Kitab Sabilal Muhtadin. Kitab ini banyak dijadikan rujukan Hukum Fiqih mazhab Syafi'i bukan hanya di Kalimantan Selatan saja tapi juga

di Asia Tenggara seperti Philipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia,

Brunei, Kampuchea, Vietnam dan Laos. Karena kaum muslim di daerah-daerah

ini masih mempergunakan Bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa pengantar

dalam ilmu agama (Syukur dalam Al Banjari, 2008: xii). Ketokohan Syekh

Muhammad Arsyad Al-Banjari tidak diragukan lagi, namanya dijadikan nama

sebuah Universitas Islam di Kalimantan yaitu Universitas Islam Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari, Kitab Sabilal Muhtadin dipakai sebagai nama masjid terbesar di Banjarmasin.

Sangat disesalkan pengetahuan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan karya-karyanya masih sangat rendah.

Seperti temuan Tim IAIN Antasari (1989) dalam Mujiburrahman (2010: 10) yang

(12)

lima daerah di Kalimantan Selatan yaitu Marabahan, Banjarmasin, Martapura,

Kandangan, Negara dan Amuntai, menemukan fakta-fakta yang menarik yaitu

Masyarakat umumnya mengenal Syekh Arsyad al-Banjari bukan sebagai pengarang kitab-kitab agama, melainkan sebagai wali yang memiliki karamah, yang makamnya terus dikunjungi para penziarah. Para ulama sendiri tidak banyak yang menggunakan karya-karya Al Banjari sebagai bahan pengajian mereka. Ajaran-ajaran tauhid yang dikemukan al-Banjari dalam Tuhfat al-Râghibîn juga tidak banyak diketahui masyarakat. Mayoritas informan juga merasa tidak jelas mengenai hukum yang diputuskan Al Banjari terhadap penganut wujûdiyah yang dianggap menyimpang dari akidah Ahlussunnah. Namun jika ada pengajian yang dianggap menyimpang, masyarakat melakukan kontrol dalam arti mencegah berkembangnya pengajian tersebut (Mujiburrahman, 2010: 10)

Hal ini diperkuat dengan temuan sebelumnya yaitu penelitian Fakultas

Ushuluddin IAIN Antasari tahun 1982 dalam Mujiburrahman (2010: 11) tentang

kitab-kitab tauhid yang diajarkan di berbagai pengajian di Kalimantan Selatan.

Penelitian dilakukan terhadap 109 kelompok pengajian di tiga kabupaten dengan

rincian: 51 pengajian di Kabupaten Hulu Sungai Utara; 29 pengajian di

Kabupaten Banjar; dan 29 pengajian di Kota Banjarmasin. Penelitian ini

menemukan

Dari 24 judul kitab tauhid yang dipakai dalam pengajian-pengajian itu. Hampir semua kitab-kitab itu, baik yang berbahasa Arab ataupun Melayu, mengikuti kerangka Sanusiyah dalam menjelaskan tauhid. Kitab Tuhfat al-Râghibîn karya Arsyad al-Banjari ternyata tidak termasuk di antara 24 kitab tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan Tim Fak.Ushuludin IAIN Antasari tahun

1994 terhadap pengajian-pengajian tauhid di Kota Banjarmasin dan Kabupaten

Hulu Sungai Utara, ditemukan bahwa kitab-kitab yang dipakai dalam

(13)

Demikian pula dalam pendidikan formal, nama Syekh Muhammad Arsyad

Al Banjari tidak tercantum dalam Buku-buku IPS MTs/SMP yang diterbitkan

oleh Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional lewat Buku Sekolah

Elektronik (BSE), pada materi Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di

Indonesia. Dari 6 Buku IPS Kelas VII yang dipergunakan di Kalimantan Selatan

dengan pengarang yang berbeda, hanya ada satu buku yang mencantumkan Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari dengan dua kata, kata pertama Syekh Arsyad dan

kata kedua dari Kalimantan(Observasi Prapenelitian, 17 Februari 2011). Sungguh

suatu ironi, buku-buku yang dipakai sebagai pegangan peserta didik di

Kalimantan Selatan tersebut tidak menampilkan tokoh Syekh Muhammad Arsyad

Al Banjari yang merupakan ulama terkenal di di Kalimantan, Indonesia bahkan di

Asia tenggara.

Hal ini diperparah lagi dengan sumber belajar yang minim tentang Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari yang tersedia di perpustakaan MTsN Anjir Muara

Kota Tengah . Tidak ada satupun biografi beliau atau kitab karya beliau di dalam

perpustakaan Madrasah. Di dalam materi Mata Pelajaran IPS Sejarah dan Agama ,

sosok dan karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari tidak dipelajari

(wawancara pra-penelitian dengan guru IPS dan pengamatan tanggal 11 Januari

2011). Akibatnya peserta didik di MTsN Anjir Muara Kota Tengah lebih tahu

Sunan Kalijaga dari pada Syekh Muhammad Arsyad atau Datu Kalampayan .

Juga kemampuan peserta didik dalam membaca tulisan Arab Melayu yang

(14)

prapenelitian dengan peserta didik tanggal 12 Januari 2011). Jika dikaitkan

dengan pembelajaran IPS yang ideal yaitu peserta didik harus mengetahui

lingkungan terdekatnya kemudian baru meluas yaitu mulai dari sejarah lokal,

nasional, dan global maka tidak dipelajarinya keteladanan Syekh Muhammad

Arsyad Al Banjari adalah kekeliruan yang perlu diperbaiki.

Karena kenyataan itu maka peneliti tertarik untuk meneliti nilai-nilai

keteladanan yang terdapat pada biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

sehingga bisa dijadikan pengembangan materi pembelajaran pada pendidikan nilai

dalam IPS. Hal ini dianggap penting karena pertama, sosok Syekh Al Arsyad

merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di

Kalimantan Selatan. Alasan kedua biografi ini belum dijadikan sumber pelajaran

dalam IPS dan yang ketiga sangat diperlukannya keteladanan sebagai model

pendidikan nilai dalam IPS.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah secara umum

yaitu ”Bagaimana deskripsi nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran pada pendidikan nilai dalam

IPS?”. Rumusan masalah tersebut secara terperinci dapat disusun menjadi

beberapa pertanyaan penelitian diantaranya:

1. Bagaimanakah isi Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari?

2. Apa sajakah nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada Biografi Syekh

(15)

3. Bagaimanakah menjadikan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad

Arsyad Al Banjari sebagai sumbangan untuk pengembangan materi

pembelajaran IPS?

4. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan materi

nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari?

C. Klarifikasi Konsep

Dalam penelitian ini akan memakai konsep-konsep biografi, keteladanan,

pengembangan materi belajar, pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan

pendidikan nilai. Hal ini sesuai dengan fokus penelitian yang akan mengupas

biografi Syekh Muhammad Arsyad, menganalisis nilai-nilai keteladanan beliau,

menjadikan pengembangan materi pembelajaran, kemudian pelaksanaan

pembelajaran IPS dengan pengembangan materi keteladanan Syekh Arsyad..

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.

1. Biografi

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan

seseorang. Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya

yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan

penelitian ini adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu

pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang

(Afriani, 2009). Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut

(16)

(KBBI) (2001: 155) ditafsirkan sebagai riwayat hidup seseorang yang ditulis

orang lain. Dalam konteks penelitian ini, biografi ditafsirkan sama seperti yang

telah dibakukan oleh KBBI yaitu riwayat hidup Syekh Muhammad Arsyad

al-Banjari yang ditulis oleh orang-orang terdekat setelah beliau meninggal dunia.

2. Keteladanan

Salah satu teori keteladanan diperkenalkannya melalui belajar sosial dengan

istilah social learning theory (teori belajar sosial) yang menekankan perlunya imitation (peniruan) terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik. Dalam proses peniruan ini sangat diperlukan contoh atau teladan yang

dijadikan panutan para peserta didik. Keteladanan yaitu

3. Pengembangan Materi Belajar

Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi

standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran dipilih seoptimal

mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan

kompetensi dasar. Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi

pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan

(adequacy) (Depdiknas, 2008:6).

Dalam penelitian ini materi ajar ditekankan pada pengembangan bahan

pengajaran. Menurut Kosasih Djahiri (1980: 15) pengembangan bahan pengajaran

pada hakekatnya adalah mencari dan menentukan pokok materi formal,

(17)

juga menentukan pokok isi pelajaran dan mengorganisasikannya berdasar

pendekatan dan ketentuan bidang studi serta tuntutan formal. Depdiknas (2008:

6-7) memberikan batasan kepada guru dalam pengembangan materi pembelajaran

diantaranya: (1) potensi peserta didik; (2) relevansi dengan karakteristik daerah;

(3) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta

didik; (4) kebermanfaatan bagi peserta didik; (5) struktur keilmuan; (6) aktualitas,

kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; (7) relevansi dengan kebutuhan

peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan (8) alokasi waktu.

4. Pendidikan IPS

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial /IPS yang dibahasakan social studies oleh National Council for Social Studies (NCSS, 1994: 3) diartikan dengan:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Artinya ilmu-ilmu sodial adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan

humaniora untuk memperkenalkan kompetensi sipil. Dalam program sekolah,

studi sosial diberikan dalam bentuk interdisipliner, studi sistematis

menggambarkan pada disiplin ilmu seperti antropologi, anthropologi, ekonomi,

geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi

(18)

utama penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan

kemampuan untuk membuat kebijakan informasi dan dasar yang baik sebagai

warga masyarakatm untuk keragaman budaya dan demokrasi didunia yang saling

tergantung.

Dalam konteks penelitian ini sebagaimana di paparkan oleh Soemantri

(2001: 103) pendidikan IPS di artikan sebagai

Penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.

Berdasarkan pengertian ini pendidikan IPS yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah pendidikan IPS sejarah di Madrasah Tsanawiyah.

5. Pendidikan nilai

Pendidikan nilai menurut Mulyana (2004:119) sebagai pengajaran atau

bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan

keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan tingkah

laku yang konsisten. Dalam penelitian ini, pendidikan nilai yang dimakssudkan

adalah nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang diperoleh dari biografi

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi untuk

pendidikan nilai dalam IPS Sejarah. Nilai yang didapatkan dari biografi Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari akan di integrasikan dengan Standar Kompetensi

(19)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian secara umum adalah

untuk mengambil nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

sebagai pengembangan materi pembelajaran untuk pendidikan nilai dalam IPS di

kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara Kota Tengah. Tujuan penelitian secara

khusus dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada biografi

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

3. Mendeskripsikan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS?

4. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan

materi nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari?

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS sejarah untuk menjadikan

Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi

untuk pendidikan nilai dalam IPS di kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara

Kota Tengah. Dengan demikian pembelajaran IPS Sejarah akan lebih kontekstual

yaitu lebih mendahulukan lingkungan terdekat sebagai sumber dan materi

pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembelajaran IPS tidak hanya menekankan

(20)

pembelajaran IPS Sejarah yang cenderung hanya menggunakan buku teks sebagai

acuan dapat diperbaiki. Perlu diketahui bahwa selama ini dari 4 buku teks IPS

Kelas VII buku sekolah elektronik (BSE) pada materi masuk dan berkembangnya

Islam di Indonesia, tidak ada yang mencantumkan nama Syekh Muhammad

Arsyad Al Banjari di dalamnya. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru IPS Sejarah khususnya guru

IPS sejarah di Kalimantan Selatan, untuk lebih mengembangkan materi

pembelajaran untuk pendidikan nilai dalam IPS terutama keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari. Keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari dapat dijadikan teladan yang patut dicontoh, diikuti, dituruti dalam hidup

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan adalah kualitatif. Hal

ini sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengambil nilai-nilai keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai pengembangan materi pembelajaran untuk

pendidikan nilai dalam IPS di kalangan peserta didik MTsN Anjir Muara Kota

Tengah. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001:3) mendefinisikan metodologi

penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang

”kosong” tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya suatu

masalah. Menurut Moleong (2001: 79) agar perumusan masalah akan

mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan maka diperlukan

perumusan fokus untuk membatasi studi peneliti. Adapun perumusan fokus

penelitian ini ada empat yaitu biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,

nilai-nilai keteladanan beliau, pengembangan materi pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS), dan pelaksanaannya dalam pembelajaran IPS.

B. Metode Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian yaitu ”Bagaimanakah nilai-nilai

(22)

pembelajaran pada pendidikan nilai di IPS?” maka metode yang tepat untuk

penelitian ini adalah studi kasus. Bogdan dan Biklen (1990: 72-73)

mengemukakan studi kasus ialah kaji yang rinci atas suatu latar, atau satu orang

subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau satu peristiwa tertentu.

Dalam penelitian ini akan mengkaji secara rinci nilai-nilai keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS di MTsN

Anjir Muara Kota Tengah. Yin (1994) dalam Merriam (1998:27) mendefinisikan

penelitian studi kasus sebagai ”...an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon whitin its real-life context are not clearly evident” yang berarti penelitian empiris yang menyelidiki suatu fenomena (gejala)

kontemporer dalam konteks senyatanya (real-life) dimana batas-batas antara

fenomena dan konteks tersebut masih belum jelas. Berikut ini adalah alasan

digunakanya metode studi kasus berkaitan dengan masalah yang diselidiki dalam

penelitian ini:

1. Masalah nilai-nilai keteladanan merupakan isu kontemporer yang

banyak menarik perhatian peneliti untuk mengetahuinya lebih jauh.

Disamping itu, peneliti ingin tahu bagaimana guru IPS di MTsN Anjir

Muara Kota Tengah menjadikan nilai-nilai keteladanan tersebut sebagai

pengembangan materi dan pelaksanaannya pada pendidikan nilai dalam

IPS. Hal ini sesuai dengan program pemerintah yang menggalakkan

pendidikan nilai atau pendidikan karakter untuk mengatasi krisis moral

(23)

2. Gejala dan konteks yang terjadi dalam nilai-nilai keteladanan,

pengembangan materi dan pendidikan nilai dalam IPS tersebut dalam

situasi yang belum jelas. Peneliti tidak memanipulasi sedikitpun terhadap

gejala yang sudah maupun akan terjadi dalam model pendidikan tersebut.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa pertanyaan

penelitian yang berkaitan dengan “apa” berkaitan dengan ”apa nilai-nilai

keteladanan Syekh Arsyad?”, “mengapa” berkaitan dengan ”mengapa

nilai-nilai tersebut tidak diajarkan?”dan “bagaimana” berhubungan

dengan ”bagaimana mengajarkan nilai-nilai tersebut di IPS Sejarah?”

yang merupakan gejala yang terjadi dalam masalah penelitian ini.

4. Penelitian ini menggunakan berbagai sumber dan teknik pengumpulan

data sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian.

C. Data dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

terutama data-data mengenai variabel-variabel terteliti. Berdasarkan jenis data

dalam penelitian ini, maka sumber data penelitian yang dapat memberi akses

terhadap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi

1. Literatur yaitu buku-buku, artikel, lukisan, kitab-kitab yang erat

kaitannya dengan biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,

pengembangan materi IPS dan pendidikan nilai dalam IPS.

2. Guru IPS, peserta didik-peserta didik, kepala madrasah, wakil kepala

(24)

3. Proses pembelajaran IPS di kelas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangkaian kegiatan pengumpulan data penelitian ini, posisi peneliti

adalah sebagai instrumen penelitian. Berkaiatan dengan hal ini Lincoln dan Guba

(1985:199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward

methods that are extensions of normal human activities: looking, listening, speaing, reading, and the like”. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa keunggulan manusia sebagai instrument dalam penelitian karena manusia dapat

melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan

manusia pada umumnya.

Langkah-langkah penelitian:

1. Kajian literatur tentang buku-buku, artikel-artikel dan kitab-kitab untuk

menyusun Biografi Syekh Arsyad.

2. Melakukan analisis terhadap biografi Syekh Arsyad untuk menggali dan

menemukan nilai-nilai keteladanan beliau.

3. Melakukan pengamatan dan wawancara terhadap guru IPS tentang

pengembangan materi pelajaran IPS Sejarah dengan menggunakan

nilai-nilai keteladanan Syekh Arsyad.

4. Melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pelaksanaan

pembelajaran IPS yang difokuskan pada penggunaan materi nilai-nilai

(25)

5. Melakukan wawancara terhadap guru dan peserta didik tentang

kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran IPS.

Sesuai dengan sumber data yang akan dituju dalam penelitian ini, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Kajian Pustaka

Untuk menyusun biografi Syekh Muhammad Arsyad memerlukan kajian

pustaka dari buku-buku, kitab-kitab, dan artikel-artikel yang berkaitan

dengan riwayat hidup Syekh Muhammad Arsyad. Karena itu teknik

pengumpulan data ini dilakukan.

b. Observasi Berperan Pasif.

Secara. informal, peneliti hadir di lokasi penelitian, untuk mengumpulkan

berbagai data mengenai situasi di lokasi penelitian, seperti gambaran umum

MTsN Anjir Muara Kota Tengah, biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari, pembelajaran IPS, pengembangan materi pembelajaran IPS dan

pendidikan nilai dalam IPS. Mengenai teknik ini, Sutopo (2006:77)

mengemukakan “peneliti mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak

berperan sebagai apapun, selain sebagai pengamat pasif, namun peneliti

benar-benar hadir dalam konteksnya”.

c. Wawancara mendalam.

Teknik ini digunakan karena ingin menggali informasi secara mendalam,

dan karena merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya. Hal ini

(26)

mengenai variabel-variabel terteliti, baik yang manifes maupun yang hidden. Untuk itu diajukan pertanyaan terbuka, mengarah pada kedalaman informasi (Sutopo, 2006:68). Berdasarkan hal itu, contoh-contoh pertanyaan

yaitu (a) Apa yang anda ketahui mengenai nilai-nilai keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad?; (b) Bagaimana pendidikan afektif atau nilai dalam

IPS yang telah anda lakukan?

Selanjutnya dilancarkan the clarifying interview (wawancara mengklarifikasi) terhadap informan dari guru IPS, para peserta didik, kepala

madrasah, Wakamad bagian kurikulum. Dalam hal ini digunakan rangkaian

pertanyaan yang bersifat mengklarifikasi, untuk membantu informan

mengklarifikasi secara mendalam beberapa informasi yang kurang jelas atau

saling bertentangan

Kedua teknik pengumpulan data di atas telah dikembangkan menjadi

instrumen pengumpulan data berupa pedoman-pedoman, meliputi: pedoman

wawancara untuk guru IPS, pedoman wawancara untuk para peserta didik,

pedoman wawancara untuk kepala madrasah, pedoman wawancara untuk

Wakamad bagian kurikulum dan pedoman observasi proses pembelajaran

IPS.

d. Studi dokumen.

Tekhnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari

dokumen subjek penelitian . Dokumen dari subjek penelitian terdiri dari

(27)

Syekh Muhammad Arsyad. Ditambah buku-buku sumber pembelajaran,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, tugas-tugas peserta didik.

E. Teknik Validasi Data

Data-data yang sudah dikumpulkan peneliti dari Festival Malang Tempo

Doeloe, perlu di validasi dengan mengembangkan teknik validitas data tertentu.

Validitas data akan menjamin kemantapan tafsir makna dan simpulan sebagai

hasil penelitian.

Ada beberapa jenis validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu tringgulasi,

reviu informan kunci, dan member check (Sutopo 2006:92). Tringgulasi

menggunakan “pola pikir fenomenologi yang multiperspektif, meliputi jenis-jenis

trianggulasi data, trianggulasi peneliti, trianggulasi metodologis, dan trianggulasi

teoritis” (Patton dalam Sutopo 2006:92). Dalam penelitian ini digunakan dua

macam tekhnik tringgulasi data, untuk dua kelompok kategori jenis data yang

berbeda.

Kategori data “overt behavior” bertalian dengan data dari variabel lokasi

penelitian, latar belakang dan tujuan penelitian menggunakan tekhnik trianggulasi

sumber sebagai berikut

(28)

Diagram di atas menunjukkan satu jenis kategori data dikumpulkan dari tiga

macam sumber data, masing-masing menggunakan tekhnik pengumpulan data

yang berbeda. Tujuannya untuk mendapat data yang akurat dan berkualitas

Dengan demikian data dari setiap variabel terteliti yang masuk kategori data

“overt behavior” dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang berbeda dari

tiga macam sumber data, untuk informan non-mahapeserta didik Pendidikan

Sejarah.

Kategori data “covert behavior” bertalian dengan data dari variabel

pelaksanaan pembelajaran dan pendidikan nilai dalam IPS, menggunakan tekhnik

trianggulasi sumber berikut.

Bagan 3.2. Diagram Trianggulasi Sumber Data “covert behavior” (sumber Sutopo, 2006:94)

Diagram di atas menunjukkan satu jenis kategori data dikumpulkan dari

beberapa informan sebagai sumber data, menggunakan tekhnik pengumpulan data

yang sama yakni wawancara. Tujuannya untuk mendapat data yang akurat dan

(29)

data “covert behavior” dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang sama

untuk seluruh informan kalangan mahapeserta didik Pendidikan Sejarah .

Berdasarkan uraian di atas, triangulasi sumber dipilih dalam penelitian ini,

karena (1) memungkinkan digunakan lebih dari satu sumber pengumpulan data

untuk setiap variabel penelitian ini, sehingga data maksimal dapat diperleh

sekaligus bersamaan triangulasi, (2) Dapat mengungkap data yang covert behavior terutama bersumber pada data dari variabel yang bersifat psikologik (3) memungkinkan segera dapat memeriksa akurasi data pada waktu pengumpulan

data karena menggunakan lebih dari satu sumber.

F. Teknik Analisis Data

Salah satu karaktersitik penelitian kualitatif ada pada teknik analisisnya,

yakni analisis bersifat induktif. Sutopo (2006:41-42) menjelaskan bahwa

Data yang dikumpulkan merupakan suatu abstraksi yang disusun sebagai kekhususan yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan bersama melalui pengumpulaan data. Teori yang digunakan dapat dikembangkan sejak dari lapangan berdasar data yang terpisah-pisah, dan atas bukti yang terkumpul dan saling berkaitan. Peneliti memasuki lapangan dengan sangat netral.

Dalam penelitian ini, analisis induktif digunakan untuk menganlisis

lancarkan pada data-data dari variabel-variabel biografi, pengembangan materi

pembelajaran IPS dengan menggunakan biografi Syekh Muhammad Arsyad, dan

pelaksanaan dalam pembelajaran IPS. Kategorisasi data induktif tersebut

dideskripsikan dengan mempertahankan sifat natural dan holistiknya serta

(30)

Proses analisis dilakukan secara simultan sejak awal, yakni bersamaan

proses pengumpulan data, yang dilakukan secara interaktif melalui 3 komponen

utama analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta

verifikasinya. (Miles, Huberman 1992: 16-20; Sutopo, 2006:113). Hal ini dapat

divisualisasikan dalam diagram di bawah ini.

Bagan 3.3. Model Analisis Interaktif (sumber: Miles & Huberman,1992:20, Sutopo, 2006: 120)

Alasan pemilihan dan penggunaan teknik analisis interaktif dalam penelitian

ini, adalah memungkinkan peneliti melakukan analisis simultan secara induktif

dan interaktif dari awal sampai akhir penelitian. Analisis dimaksud bertalian

dengan setiap kategori data dalam tiap variabel penelitian, dan antar variabel

penelitian, serta antar komponen analisis (reduksi data, sajian data dan penarikan

simpulan/verifikasi ). Dengan demikian akan lebih mudah peneliti memeriksa

capaian kemajuan setiap tahapan penelitian, karena peneliti bergerak mengalir

(31)

kesimpulan/verifikasi. Jika capaian penelitian belum memadai, peneliti dapat

segera mengumpulkan data kembali. Proses yang berlangsung kontinyu ini

diharapkan akanmemperoleh data dan hasil penelitian secara lengkap, rinci dan

mendalam.

Langkah-langkah penggunaan analisis ini diimplementasikan bersamaan

dengan triangulasi dilakukan (1) pengaturan data dengan memberi coding tertentu

berdasarkan rumusan masalah, dengan menggunakan format pengaturan data yang

memuat kolom subjek, deskripsi dan kode; dan (2) reduksi data dilakukan selama

penelitian berupa seleksi, kategorisasi, dan pemokusan.

Berdasarkan langkah satu dan dua, selanjutnya dilakukan (3) sajian data,

berupa narasi tulisan yang mendeskripsikan secara rinci, lengkap dan mendalam,

dalam rangka menjawab masalah penelitian, (4) penarikan kesimpulan dilakukan

selama penelitian, mulai penarikan kesimpulan setiap kategori sampai kesimpulan

utuh dari setiap masalah. Jika kesimpulan dianggap belum memadai peneliti

mengumpulkan data lebih lanjut, melakukan reduksi dan sajian data lebih lanjut,

sampai diperoleh kesimpulan yang memadai dan mantap.

G. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian yaitu di MTsN Anjir Muara Kota Tengah di Kecamatan

Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan. Lokasi ini

dipilih karena MTsN Anjir Muara Kota Tengah merupakan madrasah yang

berada pada peringkat menengah, memiliki guru IPS dengan latar pendidikan

(32)

B. Agenda Penelitian

Pelaksanaan dari perencanaan yang telah dibuat, perlu disusun agenda

kegiatan sehingga penelitian dapat dilaksanakan secara sistematis dan terjadwal.

Penelitian dilakukan selama 5 bulan (20 minggu) dengan jadwal sebagai berikut :

Tabel 3.1. Agenda Penelitian

No Agenda Des Jan Feb Mar Apr Mei

1. Perencanaan

2. Proposal Penelitian

3. Kajian literatur : Sosok dan pemikiran Al Banjari

4. Analisis nilai-nilai keteladanan

5. Kajian literatur, wawancara, dan observasi:pengembangan materi pembelajaran

6. Observasi, wawancara & literature : mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran

7. Observasi & wawancara terhadap guru dan peserta didik tentang pembelajaran nilai dalam IPS

8. Observasi dan wawancara : Kendala-kendala yang dihadapi pada pendidikan nilai

9. Pemilahan data untuk penyusunan hasil penelitian

10. Penyusunan hasil Penelitian

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari kajian nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

sebagai pengembangan materi pembelajaran IPS di MTsN Anjir Muara Kota

Tengah diperolah hasil antara lain:

1. Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari secara garis besar terdapat

pada manakib beliau yang ditulis oleh Abu Daudi dan sumber-sumber lain.

Syekh Muhammad Arsyad dijuluki “Matahari Islam Kalimantan” oleh

Saifuddin Zuhri, sedangkan Azyumardi Azra menempatkan Syekh

Muhammad Arsyad sebagai tokoh dalam jaringan ulama Timur Tengah

dan Kepulauan Nusantara pada abad ke-18, selain itu Syekh Muhammad

Arsyad merupakan ulama pertama yang mendirikan lembaga-lembaga

Islam serta memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru ke

Kalimantan Selatan. Beliau lahir pada 15 Safar 1122 Hijriah atau 19 Maret

1710 M dan wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 13 Oktober 1812 M.

Beliau menuntut ilmu ke Haramayn pada umur tiga puluh tahun, selama

kurang lebih tiga puluh lima tahun. Beliau banyak mengarang kitab. Salah

satu yang paling terkenal yaitu Kitab Sabilal Muhtadin

2. Nilai-nilai keteladanan yang terdapat pada biografi Syekh Muhammad

(34)

kerja keras, nilai kreatif, nilai mandiri, nilai ingin tahu, nilai cinta tanah

air, nilai bersahabat, nilai gemar membaca dan nilai peduli sosial.

3. Pengembangan materi pembelajaran IPS dengan keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad dilakukan dengan membuat naskah drama

keteladanan Syekh Muhammad Arsyad yang mengambarkan riwayat

hidup beliau dari lahir hingga meninggal. Naskah drama yang akan

digunakan dalam pembelajaran IPS dengan metode role playing dan sosio

drama diharapkan akan meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap

nilai-nilai keteladanan beliau.

4. Pelaksanaan pembelajaran IPS dengan pengembangan nilai-nilai

keteladanan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ke dalam pembelajaran

IPS dapat dilakukan dengan mengintegrasikan antara Standar Kompetensi

dan Kompetensi dasar pada IPS dengan nilai-nilai keteladanan yang

didapat dari analisis biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Yang

sesuai yaitu Standar Kompetensi yang terdapat pada kelas VII semester 2

yaitu Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Buddha

sampai masa Kolonial Eropa. Sedangkan Kompetensi Dasarnya yaitu

Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan

pemerintahan pada masa Islam di Indonesia, serta

peninggalan-peninggalannya. Untuk metode pembelajaran yang sesuai yaitu role

playing (Bermain Peran) atau Sosio Drama dan membaca Kitab

(35)

pembelajaran yaitu nilai religius, kerja sama, rasa ingin tahu, jujur,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, dan peduli sosial.

5. Walaupun sudah melaksanakan pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS

namun dalam penilaian hasil belajar guru belum maksimal dalam

memasukkan asfek afektif dalam penilaian. Selama siswa tidak nakal dan

tidak melanggar tatatertib, maka siswa dianggap baik dalam aspek

afektifnya. Tetapi jika siswa melanggar tata tertib dan mengganggu teman

maka afektifnya dianggap jelek. Padahal aspek afektif lebih dari itu, ada

kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, gemar membaca, religius, rajin

belajar, ulet dan lain-lain, yang bisa dinilai dengan daftar pengamatan.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai-nilai keteladanan Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari sebagai sumber pembelajaran IPS, maka akan

diberikan beberapa saran yang mudah-mudahan berguna bagi masyarakat

Kalimantan Selatan khususnya kemajuan pendidikan nilai dalam IPS, antara lain:

1. Bagi guru-guru IPS di tingkat MTs agar melaksanakan pendidikan nilai

dalam proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar harus mengacu pada

aspek kognitif dan afektif. Untuk aspek afektif bisa dengan melakukan

pengamatan pada waktu proses pembelajaran. Hasil penilaian tersebut

(36)

2. Bagi pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan agar peduli terhadap

pengajaran sejarah lokal dengan membiayai pengadaan buku-buku sejarah

lokal ke madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah sehingga guru dan

peserta didik bisa mengetahui sejarah daerahnya sendiri, termasuk

Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

3. Bagi guru-guru IPS dari tingkat Ibdtidaiyah/SD, Tsanawiyah/SMP dan

Aliyah/SMA agar mengajarkan nilai-nilai keteladanan Syekh Muhammad

Arsyad Al Banjari sehingga para peserta didik dapat memahami dan

mencontoh keteladanan beliau.

4. Bagi guru-guru agama supaya memperkenalkan dan mengajarkan

kitab-kitab karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari kepada para peserta

didik sehingga kemampuan membaca tulisan Arab Melayu dan kandungan

kitab-kitab tersebut dapat ditingkatkan.

5. Untuk para alim ulama agar memperkenalkan sosok Syekh Muhammad

Arsyad Al Banjari dan karya-karyanya dalam pengajian-pengajian atau

majelis taklim-majelis taklim sehingga sosok beliau dan karya beliau yang

sesuai dengan karakteristik masyarakat Banjar dapat dimanfaatkan untuk

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Shagir (1983).Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary

Matahari Islam, Yayasan Pendidikan dan Dakwah Islamiyah, Al Fatanah, Kuala Mempawah

Abdurrahman, Soheh.(2004). Peranan Keteladanan dan Wibawa Kyai dalam Membina Nilai-Nilai Disiplin Santri (Studi Deskriptif Pondok Pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi). Tesis pada SPS. UPI.

Bandung: tidak diterbitkan.

Adimassana.(2000). Revitalisasi Pendidikan Nilai di dalam sektor Pendidikan Formal. Yogyakarta:Kanisius dan Universitas Sanata Dharma.

Adisusilo, S(2000). Pendidikan Nilai dalam ilmu-Ilmu sosial-Humaniora. Yogyakarta:Kanisius dan Universitas Sanata Dharma.

Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(2008). Sabilal Muhtadin. Alih bahasa oleh Aswadi Syukur. Surabaya

Alwi, Hasan. (2001). Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Atwi Suparman. (1994). Desain Instruksional, Jakarta: PAU untuk peningkatan dan pengembangan Aktivitas Instruksional Ditjen Dikti Depdikbud

Awan Sudiawan. (2008). KTSP : Pengembangan Materi Pembelajaran

http://AwanSudiawan.blog.net diakses 22 Mei 2011

Azra, Azyumardi.(2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia Bandung:Mizan

Banks, J.A. (1985). Teaching strategies for the social studies. New York: Longman

Bogdan, R.C. & Biklen, S.K.(1990). Riset Kualitatif Untuk Pendidikan:

Pengantar keTeori dan Metode. Terjemahan Munandir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direkturat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1990

(38)

Silabus SMA/MA Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Dikdasneb Direktorat Pembinaan SMA

Budiningsih, C.A.(2004). Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik peserta didik

dan budayanya. Jakarta:Rineka Karya

Dahlan, Bayani. (2003). ”Strategi Dakwah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam Mengembangkan Islam di Kalimantan Selatan” Yang dimuat di Jurnal Alhadharah.Vol.2, No.3, Januari-Juni 2003, hal. 15-30

Depdikbud.( 1997). Pengembangan Kurikulum Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Depdikbud. (1998). Pendidikan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang

Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud

Depdiknas. (2003). Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI No.20. Tahun 2003). Jakarta: Sinar Grafika

Depdiknas.(2008).Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas:Jakarta.

Djahiri, Kosasih. (1980). Pendekatan Teknik Pengembangan Materi dan Program Pengajaran IPS. Jakarta: P3G. Depdikbud

Djahiri, Kosasih.(1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bnadung:Jurusan PPKn,FPIPS IKIP Bandung.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta

Djoko Suryo. (1993). “ Pelajaran Sejarah yang Baik, Sebuah Catatan “, Makalah Simposium Pengajaran Sejarah yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan, Pelajaran tanggal 8- 11 Agustus 1993 di Pelabuhan Ratu Sukabumi, Jawa Barat.

(39)

Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 3, 2004

Firdaus, Ahmad S.(2008). Peranan Keteladanan Kyai dalam Pembinaan Nilai Disiplin Santri di Lingkungan Pesantren (Studi Deskriftif Analitik pada Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Musri’ Ciranjang Cianjur). Tesis pada SPS. UPI.Bandung:tidak diterbitka

Fraenkel, J.R. (1977). How to teach about values: an analytic approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Hakam, Kama A.(2000).Pendidikan Nilai. Bandung:MKDU Press

Hasan, S.H.(1995). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta:Departemen pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik

Hardjono (2006) Foklor sebagai Media pendidikan Nilai di Lingkungan keluarga (Studi Deskriptif tentang cerita Rakyat Syeh Jangkung di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati-Jawa Tengah).Tesis SPS UPI tidak diterbitkan

Hopkins,David.(1993). A Teacher Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open Univercity Press

Husain, Sarkawi B.(2006). Yekh Muhammad Arsyad Al-Banjari:Pemikiran dan Aktivitas Keagamaannya di Kalimantan selatan. Dalam Historia-Jurnal Pendidikan Sejarah, No.13, Vol.VII (Juni 2006)

Ideham, M.S. et. al. (ed.) (2007). Sejarah Banjar. Banjarmasin:Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan.

Joyce, Bruce., Weil, Marsha., & Calhoun, Emily. (2009). Models of Teaching ModelModel Pengajaran Edisi Delapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kasbolah, K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Dirjen Dikti Proyek

Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Kemmis, S. & Mc Taggart, R. 1(988). The Action Research Planner (3Rd ed). Victoria: Deakin University Press.

Kohlberg, L. (1977). The cognitive-developmental approach to moral

(40)

Komalasari, Kokom.(2010). Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi.Aditama:Bandung.

Kuntowijoyo.(2003). Metodologi Sejarah (edisi kedua). Yogyakarta:Tiara Wacana

Lapp, Diane. (1975). Teaching and Learning Philosophical, Psychological, Curicullar, Applications. New York: Macmillan Publishing. Co.

Lincoln, Y.S., & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc.

Maftuh, Basyuni.(2007). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung:CV. Maulana

Metcalf, Lawrence E. ed. (1971). Values Education-Rationale, Strategies, and Procedures. Washington DC.:NCSS

Merriam, Sharan B. (1998). Qualitative Resrach and Case Study Applications in Education. San Francisco: Jossey-Bass Publisher

Moleong, Lexy J. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya

Mujiburrahman.(2010). Memotret Tauhid Orang Banjar Melalui Penelitian. Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-x yang diselenggarakan oleh IAIN Antasari Banjarmasin, 1-4 Nopember 2010

Mulyana, R.(2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung:Alfabeta

Mutakin, Awan.(1994). Keberadaan Pesantren Darul Hikam Kianroke Dalam Transformasi Nilai (Manilik Mutu Pribadi Ajengan dan Hakekat Pendidikan IPS di Pesantren). Disertasi SPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.

Natawidjaja, Rochman. (2007).Pohon Ilmu Pendidikan dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia Press

(41)

Pakpahan, Sondang P.(2010). Upaya Mencari Bentuk Pendidikan dalam

Membangun Karakter Bangsa. Makalah disampaikan pada temu ilmiah nasional guru II di Jakarta, 24-25 November 2010

Pradesa, K.(2006). Pengembangan Model Pendidikan Nilai dalam Proses

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMA Bertaraf Internasional (Studi Kasus di SMAN 1 Cibadak-Kabupaten Sukabumi). Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

Jakarta: Kementrian Pendidikan nasional, Balai Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum

Raths, L.E., Harmin, M. & Simon, S.B. (1978). Values and teaching: working with values in the classroom. Second Edition. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

Sadulloh, Uyoh.(2007) Filsafat Pendidikan.Bandung: Cipta Utama

Soemantri, Muhammad Numan. (2001). Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Rosda Karya.

Sagala, Syaiful 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sarwono, Wirawan S.(2002), Teori-Teori Psikologi Sosial, Cet. VII; Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soedijarto. (2008). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Kompas

Suherman.A.(2005). Keteladanan Kyai di Kalangan Santri (Studi Profil

K.H.Imam Sonhaji dalam upaya Transformasi Keteladanan kepada Santri di Pondok Pesantren Sukamiskin Kota Bandung). Tesis pada SPS. UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Sukmadinata. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung PT. Remaja Rosdakarya

Suparno, Paul dkk.(2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

(42)

Values education sourcebook. Colorado: Social Science Education Consortium, Inc.

Supriatna, Nana.(2007). Pembelajaran Sejarah dalam KTSP. Makalah

disampaikan dalam semiloka guru-guru sejarah MGMP Sejarah Kota Bandung 5 April 2007

Sutopo, HB.(2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori danTerapannya dalam Penelitian. Edisi ke-2. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta

Syah, Muhibbin.(2006). Psikologi Belajar, Cet. V; Jakarta: Raja Grafindo Persada.

.

Syukur, Aswadie.(2009). Pemikiran-Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam Bidang Tauhid dan Tasawuf. Banjarmasin: Center For Community Development Studies (COMDES) Kalimantan.

Syukur, Aswadie. (2003). Ulama-Ulama Banjar dan Karyanya.Dalam Kumpulan Tulisan Khazanah Intelektual Islam Ulama Banjar. Banjarmasin: Pusat Pengkajian Islam Kalimantan (PPIK) IAIN Antasari

Uno, Hamzah B. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Cetakan ke-3. Jakarta : PT Bumi Aksara

Windmiller, M. (1976). Moral development. Dlm. Adams. J.F. (pnyt.).

Understanding adolescence: current developments in adolescent psychology: 176-198. Boston: Allyn and Bacon, Inc

Wiraatmadja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional dan Global.Bandung: Historia Uatama Press.

Wora, Emanuel. (2006). Perenialisme, Kritik atas Modernisem dan Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius

Yamin, Martinis. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press

Yin, R.K.(2008). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

(43)

Intan Madani

Zamzam, Zafry. (1974). Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Sebagai Ulama Juru Dakwak dalam Sejarah Penyiaran Islam di Kalimantan Selatan abad ke-13 H / 18 M dan Pengaruhnya di Asia Tenggara. Banjarmasin: Karya Zuriah, Nurul.(2008). Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif

Perubahan-Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik, Bumi Aksara: Jakarta

Sumber Kitab-kitab dengan Huruf Arab Melayu:

Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(Tanpa tahun ).Sabilal Muhtadin

Al Banjari, Syekh Muhammad Arsyad.(2005).Tuhfatur Raghibin-cetakan ke-3. Banjarmasin:Toko Buku Murni

Daudi, Abu (Tanpa tahun).Manakib Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.Martapura:Yapida

Jamaluddin.(Tanpa tahun). Perukunan Jamaluddin. Singapura: Al Haramayn

Rasyid, Abdur.(Tanpa tahun) Parukunan Melayu Besar. Banjarmasin: Penerbit dua tiga.

Sumber dari Internet:

Helmi. (2010). Pendidikan Karakter: Sebagai Upaya Meningkatkan Budaya Kesantunan Dalam Menghadapi Persaingan Global

Dari : http://healtwist.wordpress.com/2010/07/08/pendidikan-karakter-

sebagai-upaya-meningkatkan-budaya-kesantunan-dalam-menghadapi-persaingan-global/ (diakses 10 Juni 2011)

Resyalia, Fine. (2010). Kopertis Kaji Pendidikan Karakter.

http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1

361:kopertis-kaji-pendidikan-karakter-&catid=69:berita-terkait&Itemid=196. Diakses tanggal 13 Juni 2011

http://healtwist.wordpress.com/2010/07/08/pendidikan-karakter-sebagai-upaya-

meningkatkan-budaya-kesantunan-dalam-menghadapi-persaingan-global/

(44)

http://republika.co.id:8080/berita/69382/Syekh_Muhammad_Arsyad_al_Banjari_

Ulama_Besar_dari_Kalimantan_Selatan. Diakses tanggal 10 Februari

2011http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/sosok/1641-syekh-muhammad-

arsyad-al-banjari-ulama-tanah-air.html. Diakses tanggal 1o Februari

2011

http://kumas.blogmas.com/2010/03/25/syeikh-muhammad-arsyad-al-banjari/. Diakses tanggal 10 Februari 2011

http://www.diknas.go.id/downloadx/1257487660.pdf. Diakses tanggal 10 Februari

2011.

http://smaintinusantara.wordpress.com/2009/10/31/mendidik-anak-dengan

keteladanan/. Diakses tanggal 10 Februari 2011

http://dunia.web.id/keluarga.php?note=1436&title=Pendidikan-anak-

perluketeladanan. Diakses tanggal 14 Maret 2011

http://kumas.blogmas.com/2010/03/25/syeikh-muhammad-arsyad-al

banjari/Diakses tanggal 22 Juni 2011

http://www.infoplease. com/homework/wsbiography.h Diakses tanggal 22 Juni

2011

http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar. Diakses tanggal 22 Juni

2011

http://nasional.kompas.com/read/2008/06/22/15212986/indonesia.ke.arah.bangsa.

yang.gagal. Diakses tanggal 22 Juni 208

Gambar

Tabel 3.1. Agenda Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan