• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN PENEGAKAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: Studi Kritis terhadap Peran Pendidikan Kewarganegaraan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUATAN PENEGAKAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: Studi Kritis terhadap Peran Pendidikan Kewarganegaraan."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Penjelasan Istilah ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Hukum dalam Lintasan Zaman ... 13

B. Konsep Hukum ... ……... 27

(2)

D. Perilaku Manusia sebagai Obyek dari Aturan ... 57

E. Penegakan Hukum ... 60

F. Konsep Kesadaran Hukum ... 83

G. Landasan dan Kerangka Filosofis HKI ………..….…….……….. 94

H. Pengertian HKI ... 104

I. Hukum Internasional HKI …...………..….………...109

J. Ruang Lingkup HKI ... 111

K. Perlindungan HKI ... ... 170

L. Konsep Pendidikan ... 177

M. Konsep Kewarganegaraan ... 186

N. Pendidikan Kewarganegaraan ... 201

O. PKn dan Pendidikan Nilai ... 213

P. Kerangka Pemikiran …………..……..………..…………..228

BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 229

B. Sampel/Subyek Penelitian ... 230

C. Instrumen Penelitian... 232

D. Teknik Analisis ... 234

(3)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 238

1. Fakta-Fakta Pelanggaran HKI...238

2. Upaya Penegakan Hukum HKI... 242

3. Efektivitas Penegakan Hukum HKI... 254

4. Kendala Penegakan Hukum HKI... 256

5. Program PKn dari Timnas HKI ... 269

6. Urgensi Pendidikan Kesadaran HKI ... 295

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 297

1. Efektivitas Penegakan Hukum HKI ... 297

2. Kendala Penegakan Hukum HKI ... 299

3. Upaya Mengatasi Kendala Penegakan Hukum HKI... 308

4. Program PKn dari Timnas HKI ... 316

5. Kelemahan Program PKn dari Timnas HKI ... 319

6. Upaya Mengatasi Kelemahan Program PKn Timnas HKI ... 322

7. Peran PKn dalam Penguatan Penegakan Hukum HKI ... 336

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 341

1. Kesimpulan Umum ... 341

2. Kesimpulan Khusus ... 347

(4)

DAFTAR PUSTAKA ... 351

LAMPIRAN-LAMPIRAN: A. MATRIKS PENELITIAN... 368

B. PEDOMAN WAWANCARA ... 371

C. TRANSKRIP WAWANCARA ... 379

D. DATA REDUKSI ... 444

E. TABEL DATA HASIL REDUKSI ... 474

F. TABEL INTERKONEKSI NILAI PKn & HKI ………. 478

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kewarganegaraan Model Revisi ... 191

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 237

Tabel 4.1. Pembajakan Hak Cipta Musik ... 239

Tabel 4.2. Peringkat Pembajakan HKI ... 241

Tabel 4.3. Bentuk Kegiatan Timnas HKI ……...…………...………. 248

Tabel 4.4. Kasus HKI yang ditangani Polri ... 253

Tabel 4.5. Kasus Hak Cipta yang ditangani Polri ... 253

Tabel 4.6. Faktor dan Kendala Penegakan Hukum HKI ... 307

Tabel 4.7. Upaya Mengatasi Kendala Penegakan Hukum HKI ... 316

Tabel 4.8. Nilai, Komponen, dan Pendekatan HKI ... 323

(6)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1. Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons... 53

Bagan 2.2. Teori Sibernetika Talcott Parsons ... 54

Bagan 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ………….……… 228

Bagan 3.1. Components of Data Analysis: Interactive Model ... 235

Bagan 3.2. The Qualitative Process of Data Analysis ... 236

Bagan 4.1. Interkoneksi nilai filosofis PKn dan HKI ... 324

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1. Peradaban HKI

Penghormatan dan penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual (intellectual property right) merupakan salah satu ciri masyarakat yang maju dan berkeadaban. Cita masyarakat ideal (civic ideal) mengharapkan agar setiap warga negara (citizen) saling menghormati dan menghargai hak (right) sesama warga negara. Dalam suatu civic ideal tidak dibenarkan ada ruang terhadap segala bentuk pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual (HKI) karena hal tersebut dapat menghambat upaya pembentukan masyarakat yang adil dan beradab (civil society). Oleh karenanya, segala bentuk kreativitas intelektual perlu mendapat

penghormatan dan penghargaan baik secara moral maupun ekonomi.

(8)

Memperbincangkan masalah HKI bukan hanya masalah perlindungan hukum semata. HKI juga erat kaitannya dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat bangsa. The Washington Post edisi 28 April 2001 melaporkan bahwa “. . . if there is one lesson in the past half century of economic development, it is that natural resources do not power economies, human

resources do”. Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa dalam pertumbuhan

ekonomi, Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan lebih penting daripada Sumber Daya Alam (SDA).

Para ahli ekonomi selama bertahun-tahun juga telah mencoba memberikan penjelasan mengenai adanya sebagian perekonomian yang dapat dan tidak berkembang pesat. Secara umum disepakati bahwa HKI memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Akumulasi ilmu pengetahuan merupakan kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Bagi negara yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonominya, maka kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat haruslah mendorong investasi di bidang penelitian, pengembangan dan mensubsidi program untuk pengembangan sumber daya manusia (Idris, 2004: 12).

Seorang ahli ekonomi modern, Tapscott (1998: 35) pernah mengatakan bahwa “…the new economy is a knowledge economy and the key assets of every firm become intellectual assets …” (Ekonomi baru adalah suatu ekonomi

(9)

(WIPO) dinyatakan pula bahwa HKI dapat memperkaya kehidupan seseorang dan masa depan suatu bangsa secara materiil, budaya, dan sosial.

HKI merupakan kekuatan dari kreativitas dan inovasi yang diterapkan melalui ekspresi artistik. Dalam hal ini, HKI merupakan sumber daya potensial intelektualitas seseorang yang tidak terbatas dan dapat diperoleh oleh semua orang. HKI merupakan suatu kekuatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan martabat seseorang dan masa depan suatu bangsa, secara materiil, budaya dan sosial.

Peranan HKI dalam pembangunan ekonomi tidak dapat diragukan lagi, karena berdasarkan data, negara-negara yang memiliki modal aset nonfisik (modal intelektual) atau modal yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menyumbangkan kekayaan yang jauh melebihi kekayaan yang berbasis fisik atau sumber daya alam (SDA). Sebagai contoh negara-negara besar seperti Amerika Serikat pada tahun 1980 memiliki aset pendapatan dari modal intelektual yang berbasis pengetahuan sebesar 36,5 % dari GNP (Gross National Product), begitu juga dengan Jepang, Korea, dan Singapura. Mereka lebih maju dari Indonesia yang kaya akan SDA (Junus, 2003: 3).

Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI yang baik, yaitu (Junus, 2003: 17; Priharniwati, 2004: 32):

1. Memberikan perlindungan hukum sebagai insentif bagi pencipta inventor dan desainer dengan memberikan hak khusus untuk mengkomersialkan hasil dari kreativitasnya.

2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor.

(10)

5. Peningkatan dan perlindungan HKI akan mempercepat pertumbuhan industri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup manusia yang memberikan kebutuhan masyarakat secara luas.

6. Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman suku/etnik dan budaya serta kekayaan di bidang seni, sastra dan budaya serta ilmu pengetahuan dengan pengembangannya memerlukan perlindungan HKI yang lahir dari keanekaragaman tersebut.

7. Memberikan perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong kreativitas bagi masyarakat.

8. Mengangkat harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia.

9. Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi Indonesia. 10.Meningkatkan posisi perdagangan dan investasi.

11.Mengembangkan teknologi.

12.Mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional. 13.Membantu komersialisasi dari suatu invensi (temuan). 14.Mengembangkan sosial budaya.

15.Menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor.

2. Permasalahan Penegakan Hukum HKI

Sejauh ini penegakan hukum HKI lebih banyak dilakukan secara represif dengan melakukan razia, sweeping, penggrebekan, penyitaan, dan menghukum orang yang melakukan pelanggaran HKI. Cara ini terbukti tidak efektif karena faktanya tingkat pelanggaran HKI terus meningkat dari tahun ke tahun. Adapun upaya-upaya pre-emtif dan preventif yang telah dilakukan belum menunjukkan hasil yang signifikan.

(11)

pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat, khususnya bidang HKI (Riswandi & Syamsudin, 2005: 38).

Sebenarnya Indonesia telah mengatur perlindungan hukum terhadap HKI dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang HKI juga telah memberikan sanksi pidana maupun perdata terhadap segala bentuk pelanggaran. Pada kenyataannya, berbagai peraturan tersebut belum efektif untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penghormatan dan penghargaan terhadap HKI. Buktinya, pelanggaran HKI masih tinggi, dilakukan secara terang-terangan, dan kerugian yang ditimbulkannya juga semakin meningkat.

Dengan banyaknya hasil karya yang dibajak dan besarnya kerugian yang telah diderita baik oleh pencipta, industri (pengusaha) maupun pemerintah, maka ada sesuatu yang tidak berjalan dalam sistem penegakan hukum HKI. Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha (industri) dan penegak hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI diakibatkan kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran HKI tidak mungkin diciptakan hanya melalui pendekatan represif semata.

3. Peran Pendidikan Kewarganegaraan

(12)

masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pendekatan lain berupa pendekatan pendidikan. Penelitian ini mengkaji pendekatan pre-emtif dan preventif khususnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk memberikan penguatan penegakan hukum HKI.

Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Secara konseptual-epistemologis, PKn memiliki misi menumbuhkan potensi individu agar memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai warga negara yang berwatak dan berperadaban baik (Winataputra, 2001: 131).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu wujud dari pendidikan karakter yang mengajarkan etika personal dan nilai-nilai kebajikan (Best, 1960; Winataputra, 2001: 131). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebuah proses untuk membentuk karakter individu menjadi warga negara yang baik dan cerdas atau smart and good citizen (Cogan and Derricot, 1998: 2). Pendidikan Kewarganegaraan dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa (nation character building) (Sapriya, 2005: 4). Dalam konteks ini PKn sangat relevan digunakan sebagai wahana peningkatan kesadaran HKI masyarakat guna memperkuat penegakan hukum HKI.

(13)

rangka memberikan penguatan terhadap penegakan hukum HKI. Penelitian ini sejalan dan relevan dengan roadmap penelitian Program Studi PKn Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yaitu tentang pentingnya kesadaran hukum bagi warga negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini mengkaji permasalahan tentang bagaimana peran PKn dalam penguatan penegakan hukum HKI di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan ini, maka disusunlah submasalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas penegakan hukum HKI selama ini?

2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penegakan hukum HKI?

3. Upaya-upaya apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi kendala penegakan hukum HKI menurut teori/kajian penegakan hukum?

4. Bagaimana program PKn yang diterapkan oleh Timnas HKI untuk memperkuat penegakan hukum HKI?

5. Kelemahan-kelemahan apa yang ada pada program PKn yang diterapkan Timnas HKI?

6. Upaya-upaya apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi kelemahan PKn yang diterapkan Timnas HKI menurut teori/kajian PKn?

(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan konsep PKn untuk memperkuat penegakan hukum HKI dengan cara sebagai berikut:

1. Mengetahui efektivitas penegakan hukum HKI selama ini. 2. Mengidentifikasi kendala-kendala penegakan hukum HKI.

3. Merumuskan upaya-upaya untuk mengatasi kendala penegakan hukum HKI menurut teori/kajian penegakan hukum.

4. Mengetahui program PKn yang diterapkan Timnas HKI untuk memperkuat penegakan hukum HKI.

5. Mengalisis kelemahan-kelemahan program PKn dari Timnas HKI.

6. Merumuskan upaya-upaya untuk mengatasi kelemahan program PKn dari Timnas HKI menurut teori/kajian PKn.

7. Merumuskan konsep PKn untuk memperkuat penegakan hukum HKI.

(15)

Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif solusi terhadap rendahnya kesadaran HKI masyarakat. Penelitian ini akan menghasilkan konsep PKn sebagai wahana pendidikan kesadaran HKI yang dapat memperkaya literatur pendidikan. Di samping itu, penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi para stakeholders dalam membuat kebijakan tentang penegakan hukum HKI.

D. Penjelasan Istilah

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah utama. Untuk menghindari ambiguitas tafsir, maka istilah-istilah di bawah ini perlu diberi penjelasan sebagai berikut:

1. Penegakan Hukum

Penelitian ini bertitik tolak dari pengertian penegakan hukum secara luas. Artinya, penegakan hukum HKI tidak sebatas upaya represif seperti razia, penangkapan, penggrebekan dan sejenisnya, akan tetapi juga termasuk berbagai upaya pre-emtif berwujud pendidikan maupun preventif berwujud sosialisasi peraturan (Friedman, 1990: 47; Soekanto, 1993: 5; Asshiddiqie, 2008: 4; Rahardjo, 2009:12).

2. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

(16)

Intelektual” (DJHKI) maka istilah yang dipakai dalam penelitian ini adalah Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat HKI.

3. Studi Kritis

Penelitian ini membahas secara kritis (studi kritis) terhadap peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam penguatan penegakan hukum HKI. Maksud istilah ”studi kritis” adalah suatu analisis pembahasan yang dilakukan dengan berdasarkan berbagai teori sebagai ’pisau’ analisis. Inti dari studi kritis adalah mengevaluasi (evaluate) peran PKn berdasar teori/kajian yang telah ada.

4. Peran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah Peran berarti perangkat tingkah yang ‘diharapkan’ dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan (http://pusatbahasa.diknas.go.id). Penelitian ini mengkaji peran PKn dalam memperkuat penegakan hukum HKI. Pemilihan istilah ”Peran”

dikarenakan mempunyai makna yang lebih luas dibanding Peranan.

5. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan terjemahan dari dua istilah yaitu: Civic Education (PKn persekolahan) dan Citizenship Education (PKn non persekolahan). Penelitian ini menggunakan istilah PKn sebagai terjemahan dari Citizenship Education. Menurut John J Cogan (2008: 1), Citizenship Education merupakan kajian yang memfokuskan diri pada peran

(17)

kewajiban warga negara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam konteks ini, organ negara yang dimaksud adalah organ negara dalam arti luas (Kelsen, 1961), yaitu Timnas HKI.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari 5 bab dengan mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia berdasarkan Keputusan Rektor No.3104/H40/DT/2010, sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan state of the art dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Fungsi lain dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teoretis dalam analisis temuan.

BAB III: METODE PENELITIAN

(18)

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat dua hal utama yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan prosedur penelitian kualitatif sesuai dengan desain penelitian yang diuraikan pada Bab 3.

BAB V: KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan metode kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Pelaksanaan penelitian ini terjadi secara ilmiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan maupun kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami. Pengambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari keadaan sewajarnya ini disebut pengambilan data secara alamiah (natural). Oleh sebab itu, penelitian ini menuntut keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan (Lincoln & Guba, 1985: 97).

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis (socio legal) yaitu perpaduan antara legal research dan social research. Penggunaan pendekatan ini dimaksudkan untuk memahami hubungan dan keterkaitan antara aspek–aspek hukum, dengan realitas dalam masyarakat. Dalam konteks ini, hukum tidak hanya dilihat sebagai suatu entitas normatif yang mandiri atau isoterik, melainkan juga dilihat sebagai bagian riil dari sistem sosial yang berkaitan dengan variabel sosial lainnya (Soemitro, 1998: 34).

A. Lokasi Penelitian

(20)

dan Bandung. Peneliti juga mendatangi berbagai institusi/pihak yang terlibat langsung dalam penanggulangan pembajakan HKI, yaitu:

1. Direktoral Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM beralamat di Jl. Daan Mogot Km.24 Tangerang Banten (Sekretariat Timnas HKI).

2. Direktorat Industri dan Perdagangan, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), beralamat di Jl. Trunojoyo No.3 Jakarta.

3. Indonesian Intellectual Property Academy (IIPA), Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Beralamat di Depok, Jawa Barat.

4. Firma Hukum Soemadipradja & Taher, beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No. 28 Jakarta.

5. Firma Hukum Suryomurcito & Co., Wisma Pondok Indah, Jl. Sultan Iskandar Muda Kav. V Jakarta

6. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), beralamat di Jl. Gatot Subroto Kav.72 Jakarta.

B. Sampel/Subyek Penelitian

Sampel merupakan studi yang lebih kecil yang diambil oleh peneliti dari sekelompok populasi yang lebih besar. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan sampel nonprobabilitas (nonprobabilty sampling atau nonrandom sampling). Sampling bertujuan untuk mengidentifikasi kasus-kasus,

(21)

menemukan permasalahan-permasalahan yang akan membantu peneliti dalam mempelajari proses kehidupan sosial dalam konteks tertentu (Neuman, 2006: 219-220).

Secara khusus penelitian ini menggunakan purposive or judgemental sampling dan snowball sampling. Purposive sampling merupakan salah satu

bentuk nonrandom sampling dimana peneliti menggunakan berbagai cara untuk mengidentifikasi semua persoalan yang ada yang didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. Snowball sampling merupakan suatu metode pengambilan sampel atau mengidentifikasi permasalahan dalam sebuah jaringan (network). Snowball sampling berawal dari satu atau beberapa orang atau kasus kemudian berkembang menjadi banyak dan besar mengikuti jaringan kasus yang muncul (Neuman, 2006: 222).

Sampel/subyek penelitian ini terdiri dari berbagai pihak seperti akademisi, praktisi, pejabat, produsen, dan konsumen yang terlibat langsung dalam penegakan hukum HKI. Secara lebih spesifik subyek/sampel penelitian yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, beserta para staf yang mengurusi penegakan hukum HKI.

2. Prof. Dr. Agus Sadjono selaku guru besar ilmu HKI dari Universitas Indonesia.

(22)

4. Justisiari P. Kusumah, SH., selaku Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hukum HKI Indonesia.

5. Gunawan Suryomurcito, SH., selaku selaku Konsultan dan praktisi HKI. 6. Marulam J. Hutauruk, SH., selaku General Manager Asosiasi Industri

Rekaman Indonesia (ASIRI).

7. Para produsen dan konsumen barang bajakan sebagaimana tertulis dalam transkip wawancara dan catatan lapangan (field notes).

C. Instrumen Penelitian

Instrumen diperlukan sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data penelitian. Metode pengumpulan data dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Studi Pustaka (Literature Review)

Studi Pustaka merupakan penelusuran informasi kepustakaan yang menggambarkan pandangan-pandangan terdahulu maupun sekarang tentang topik penelitian yang terdapat dalam jurnal-jurnal, buku-buku, maupun dokumen lain yang sejenis. Studi pustaka juga berguna untuk mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian (Creswell, 2008: 89). Instrumen yang digunakan dalam studi dokumentasi berupa pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang dicari datanya.

2. Observasi (Observation)

(23)

untuk mencatat apa yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan dan disentuh. Peneliti menjadi instrumen untuk menyerap semua sumber informasi yang ada di lapangan (Neuman, 2006: 396). Penelitian ini menggunakan model observasi nonsistematis dimana peneliti membaur langsung dengan masyarakat untuk kemudian melakukan pengamatan tentang fenomena pembajakan HKI yang terjadi di masyarakat.

3. Wawancara (Interview)

Penelitian ini menggunakan dua model wawancara yaitu wawancara terstruktur (structured interview) dan tidak terstruktur (unstructured interview). Wawancara terstruktur menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (tertulis) yang dibuat sebelum melakukan wawancara. Sebelum wawancara terstruktur peneliti memberitahu narasumber lebih dahulu untuk membuat kesepakatan waktu dan tempat wawancara termasuk kisi-kisi wawancara. Adapun wawancara tidak terstruktur tidak menggunakan pedoman baku dimana peneliti akan bertanya, mendengarkan, merasakan, dan merekam semua yang dikatakan narasumber secara natural/informal (Neuman, 2006: 406).

Wawacara terstruktur dilakukan secara formal terhadap narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi. Adapun wawancara tidak terstruktur dilakukan terhadap para produsen dan konsumen produk bajakan. Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan narasumber.

4. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)

(24)

diskusi kelompok (Bischoping and Dykema, 1999: 495). Melalui FGD, peneliti mengumpulkan 6 sampai 12 orang dalam sebuah ruangan dengan moderator untuk mendiskusikan suatu tema tertentu. FGD dilakukan kurang lebih selama 90 menit (Neuman, 2006: 412).

Peneliti telah melakukan FGD tentang penegakan hukum HKI di Indonesia dengan melibatkan berbagai pihak dari kalangan pemerintah, akademisi, maupun praktisi yang terlibat dalam penegakan hukum HKI. Kegiatan FGD dilakukan di Ruang IPDL Direktoral Jenderal HKI para hari Selasa 25 Januari 2011.

D. Teknik Analisis

Pada dasarnya tidak ada suatu teknis analisis penelitian kualitatif yang dapat dijadikan satu-satunya pedoman (Creswell, 2008: 245). Peneliti dapat memilih (eclectic) dan menggunakan model-model yang telah dikembangkan oleh para peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan dua model teknik analisis yaitu dari Miles & Huberman (1984: 23) dan Creswell (2008: 244). Proses analisis data kualitatif mencakup penggalian makna yang ada di dalam data tertulis maupun gambar. Proses ini meliputi persiapan analisis data, analisis pemilahan data, penggalian makna yang mendalam terhadap data, menyajikan data, dan membuat interpretasi yang lebih luas tentang makna data (Creswell, 2003: 190).

(25)

abstraksi dan transformasi terhadap data ‘kasar’ yang diperoleh dari catatan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis data yang bertujuan untuk menajamkan, mengelompokkan, memfokuskan, pembuangan yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data untuk memperoleh kesimpulan final. Penyajian data dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dalam suatu kesatuan bentuk yang disederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah dipakai sehingga memberi kemungkinan adanya pengambilan keputusan. Setelah data tersaji secara baik dan terorganisasi maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles & Huberman, 1984: 21-22). Model analisis interaktif dari Miles dan Huberman dapat dilihat pada Bagan 3.1.

Bagan 3.1. Components of Data Analysis: Interactive Model (Miles & Huberman, 1984: 23)

Proses pengumpulan dan analisis data (termasuk penulisan laporan) merupakan proses yang simultan dalam penelitian kualitatif. Pada saat pengumpulan data peneliti dapat langsung melakukan analisis informasi yang

Data Collection

Data Display

Conclusions: Drawing/Verifying Data

(26)

bersifat iterative, dimana pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan secara bolak-balik dan seterusnya. Peneliti melakukan wawancara ulang terhadap individu apabila terjadi kekurangan data atau terjadi kesimpangsiuran data (Creswell, 2008: 244-245).

Visualisasi proses analisis data kualitatif menurut Creswell dapat dilihat dalam bagan alur bottom-up sebagai berikut:

Simultaneous Iterative

Bagan 3.2. The Qualitative Process of Data Analysis (Creswell, 2008: 244)

The Researcher Collects Data (i.e., a text file such as fieldnotes, transcriptions, or optically scanned

material) Codes the Text for

Description to Be Used in the Research Report

Codes the Text for Themes to Be Used in

the Research Report

The Researcher Prepares Data for Analysis (i.e., transcribes fieldnotes)

The Researcher Reads Through Data (i.e., obtains a general sense of

material)

The Researcher Codes the Data (i.e., locates text segments and

(27)

E. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian ini memerlukan waktu selama 1 tahun (12 bulan) sejak persetujuan proposal yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Tabel 3.1):

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan

Bulan ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 I. Persiapan

- Preliminary study V - Studi pustaka V - Penyusunan instrumen V II. Pelaksanaan

- Observasi V

- Wawancara V

- Angket/kuisioner V

- Studi dokumen V

- FGD V

- Validasi data V

- Verifikasi data V V

- Analisis I V

- Analisis II V

- Analisis III V

III. Penyelesaian

- Laporan sementara V

- Bimbingan bersama V

- Ujian tahap I V

(28)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Penegakan hukum HKI di Indonesia terbukti belum efektif yang terlihat dengan beberapa indikator yaitu: (1) masih maraknya peredaran produk bajakan di sekitar kita; (2) meningkatnya angka pembajakan sebagaimana dilaporkan pelaku industri dan data penegak hukum; (3) laporan USTR & IIPA 2010 yang menempatkan Indonesia sebagai “priority watch list”; dan (4) Hasil jajak pendapat DJHKI (2011) tentang rendahnya kesadaran HKI masyarakat serta survei lembaga PERC (2010) yang menempatkan Indonesia sebagai pembajak terbesar di dunia.

Penegakan hukum HKI di Indonesia masih mengalami beberapa kendala substansial, struktural dan kultural yang disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

(29)

salah satu bentuk HKI di samping merek, hak cipta, desain industri, dan lain-lain.

b. Rendahnya kesadaran (hukum) HKI masyarakat. Di sekitar kita dapat diihat berbagai fakta pembajakan HKI yang dilakukan secara terang-terangan tanpa takut dianggap melanggar hukum.

c. Perbedaan kultur HKI dengan kultur masyarakat. Kultur HKI berasal dari budaya individualistik sementara kultur asli bangsa Indonesia berasal dari budaya komunal.

d. Belum seimbangnya kegiatan pre-emtif, preventif dan represif. Penegakan hukum HKI masih didominasi upaya represif seperti penangkapan, penggerebekan, dan razia. Adapun untuk upaya pendidikan (pre-emtif) dan pencegahan (preventif) masih sangat sedikit.

e. Perbedaan penafsiran peraturan oleh para penegak hukum. Kompleksitas pengaturan HKI menyebabkan penegak hukum mempunyai penafsiran yang beragam. Misalnya, ada penyidik yang berpendapat bahwa penjual produk bajakan tidak dapat dipidana sepanjang produser bajakannya belum atau tidak terkena tindakan hukum. Sementara itu, ada juga yang berpendapat sebaliknya dimana ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta merupakan pasal-pasal yang berdiri sendiri dan unsur pidananya jelas.

(30)

desain, apakah desain yang melanggar tersebut harus sama persis atau berbeda sedikit terhadap desain yang sudah ada.

g. Terbatasnya pengetahuan HKI penegak hukum. Belum banyak aparat hukum terutama di daerah-daerah yang paham tentang seluk beluk HKI. Padahal dalam kasus pembajakan software misalnya, tidak mudah untuk menentukan mana yang asli dan bajakan.

h. Terbatasnya sarana prasarana penegak hukum. Laboratorium untuk menentukan barang asli atau bajakan hanya terdapat di Mabes Polri sementara di daerah-daerah belum tersedia. Padahal tidak mudah membedakan antara produk asli dengan produk bajakan

i. Belum profesionalnya kerja aparat penegak hukum. Aparat terlihat enggan dan tidak tegas untuk menangani kasus pelanggaran HKI yang dilakukan secara terbuka. Kalaupun menangani maka cenderung terjadi kesepakatan ‘damai’ antara oknum aparat dengan pembajak. Damai yang dimaksud adalah pemberian sejumlah uang dari pembajak kepada aparat yang sulit dipertanggungjawabkan secara hukum.

j. Ringannya vonis yang diberikan terhadap pelanggar HKI. Putusan pengadilan terhadap para pelanggar HKI belum memberi efek jera. Dalam beberapa kasus, para pelanggar HKI hanya divonis beberapa bulan dan itu pun dengan masa percobaan tanpa perlu menjalani pidana penjara.

(31)

yang diproduksi. Bahkan beberapa oknum produsen justru terlibat dalam pembajakan terhadap karya artis yang diproduserinya.

l. Belum maksimalnya kinerja Timnas HKI. Hingga saat ini kegiatan Timnas masih didominasi upaya represif padahal penegakan hukum tidak akan efektif tanpa diikuti upaya pre-emtif dan preventif.

m. Dominasi pendekatan hukum dan ekonomi dibanding nilai filosofi HKI. Padahal, pembajakan bukan semata-mata persoalan hukum dan ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan karakter.

n. Tingginya disparitas harga produk asli dan bajakan. Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan utama masyarakat membeli produk bajakan adalah karena tingginya selisih harga produk asli dan bajakan.

o. Stigmatisasi HKI sebagai bentuk baru kolonialisme barat dan kapitalisme global. Pendekatan hukum dan ekonomi menyebabkan munculnya berbagai pandangan negatif tentang HKI. Misalnya penegakan HKI dianggap ‘pesanan’ dari negara-negara/perusahaan-perusahaan barat. Tingginya disparitas harga produk asli dengan produk bajakan semakin memperkuat tudingan bahwa HKI merupakan salah satu bentuk kapitalisme global.

(32)

Penegakan hukum yang baik tidak hanya mengandalkan peran represif dari para aparatnya. Tindakan pre-emtif dan preventif harus dilakukan untuk mendukung keberhasilan proses penegakan hukum. Oleh karenanya, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan program Pendidikan kesadaran HKI bagi masyarakat. Penguatan penegakan hukum HKI dapat dilakukan dengan berbagai upaya di antaranya dengan memperkuat kerjasama antarpenegak hukum dan meningkatkan kegiatan pre-emtif khususnya pendidikan karakter sejak usia dini.

Program PKn Timnas HKI tercermin dari kegiatan pre-emtif dan preventif. Oleh karenanya, PKn yang dimaksud disini adalah kegiatan pre-emtif dan preventif yang telah dilakukan Timnas HKI. Berdasarkan hasil penelitian dan laporan Timnas HKI periode Juli-Desember 2007 dan Januari-Juni 2008 serta laporan kegiatan 2009-2010 (http://timnaspphki.dgip.go.id), kegiatan pre-emtif berupa pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kegiatan ilmiah. Adapun kegiatan preventif berbentuk penyusunan peraturan, penyusunan prosedur administrasi HKI, kerjasama antara pemangku kepentingan (stakeholders) HKI, dan mengadakan berbagai kegiatan yang bersifat internasional. Kegiatan yang dilakukan masih didominasi kegiatan normatif dan teknis seperti seminar, pelatihan, sosialisasi, workshop, dan sejenisnya.

(33)

usia dini. Semua kegiatan yang dilakukan hanya cocok diikuti oleh masyarakat dewasa. Oleh karenanya wajar apabila hingga saat ini kesadaran HKI masyarakat masih rendah karena tindakan yang dilakukan oleh Timnas HKI belum menyentuh akar persoalan pelanggaran HKI yang terletak pada karakter masyarakat yang harus dibangun sejak usia dini. Metode seminar, pelatihan, sosialisasi, workshop, dan sejenisnya jelas tidak efektif untuk menanamkan nilai-nilai kesadaran HKI. Salah satu penyebab ’klasik’ belum terwujudnya pendidikan kesadaran HKI untuk usia dini adalah pendanaan (funding).

Untuk mengatasi kelemahan kegiatan PKn dari Timnas HKI dapat disusun program pendidikan HKI untuk anak usia dini. Substansinya juga harus mengadopsi nilai-nilai moral yang terkandung dalam PKn dan HKI seperti kejujuran, penghormatan, penghargaan, tanggung jawab, keadilan, kesetaraan dan demokrasi. Metode pengajaran nilai-nilai tersebut dapat dilakukan dengan model The Youth Charter (Damon, 1997) dengan menggunakan tiga pendekatan,

meminjam istilah dari Prof. Dasim Budimansyah, yaitu: Psycho-pedagogical Development, Socio-cultural Development, dan Socio-political Intervention.

Adapun masalah pendanaan dapat bersinergi dengan pihak swasta dan pemanfaatan kewajiban CSR.

(34)

demokrasi. Kesimpulannya, PKn dapat dijadikan sebagai wahana pendidikan HKI melalui penanaman nilai-nilai tersebut kepada masyarakat sejak usia dini.

2. Kesimpulan Khusus

Dari uraian kesimpulan umum di atas, maka disusunlah kesimpulan khusus berupa dalil-dalil (proposition) sebagai berikut:

a. Penegakan hukum HKI yang efektif dilakukan dengan pendekatan PKn dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat dengan mengutamakan pendekatan pendidikan (pre-emtif) dan pencegahan (preventif) daripada penindakan (represif).

b. Pencegahan dan penanggulangan pelanggaran HKI oleh Timnas HKI akan efektif apabila menggunakan kasus-kasus pelanggaran HKI di masyarakat sebagai bahan sosialisasi pencegahan dan penanggulangan HKI.

c. Kendala-kendala substansial, struktural, dan kultural dalam penegakan hukum HKI yang dilakukan Timnas HKI dapat diatasi dengan pengembangan program PKn yang menekankan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dengan memasukkan isu-isu aktual (controversial issues) HKI

di masyarakat.

(35)

e. Program pendidikan HKI yang dikembangkan oleh Timnas HKI akan lebih berhasil apabila menggunakan model pembelajaran PKn yang berbasis pada pendidikan karakter yang meliputi tujuh karakter yaitu: kejujuran, penghormatan, penghargaan, tanggung jawab, keadilan, kesetaraan, dan demokrasi.

f. Pendekatan pendidikan nilai dalam PKn merupakan pendekatan yang efektif untuk memperkuat tugas dan fungsi Timnas HKI dalam membangun kesadaran HKI masyarakat.

g. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki potensi dan tradisi untuk mengembangkan kapasitas warga negara dalam rangka membangun kesadaran HKI melalui penggunaan stimulus pembelajaran untuk memperkaya bahan ajar dengan menggunakan pembelajaran PKn berbasis masalah (problem-based citizenship education learning).

B. Implikasi

Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, maka hasil penelitian ini memberikan implikasi sebagai berikut:

1. Tidak efektifnya penegakan hukum HKI tidak hanya membuat citra buruk bagi Indonesia di mata internasional tetapi juga akan menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap dunia ekonomi Indonesia sehingga akan mengganggu perekonomian nasional.

(36)

Ketidakprofesionalan aparat juga menyebabkan buruknya citra aparat di mata masyarakat.

3. Tidak adanya kerjasama antaraparat penegak hukum menjadikan tidak ada blueprint dalam menegakkan hukum HKI sehingga terkesan jalan sendiri-sendiri dan hasilnya tidak efektif.

4. Berbagai pendekatan pre-emtif dan preventif yang telah dilakukan oleh Timnas HKI merupakan pendekatan andragogi sehingga hanya cocok untuk konsumsi masyarakat dewasa.

5. Kinerja Timnas HKI tidak akan efektif sepanjang belum menerapkan program pendidikan kesadaran HKI bagi anak usia dini.

6. Pendidikan kesadaran HKI untuk anak usia dini membutuhkan partisipasi berbagai pihak baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat karena membutuhkan sumber daya dan sumber dana yang tidak sedikit.

7. Pendidikan Kewarganegaraan dapat dijadikan wahana pendidikan kesadaran HKI dengan menggali nilai-nilai PKn yang selaras dengan nilai-nilai HKI yaitu: kejujuran, penghormatan, penghargaan, tanggung jawab, keadilan, kesetaraan, dan demokrasi.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka disusunlah rekomendasi sebagai berikut:

(37)

melakukan kegiatan-kegiatan penanggulangan tidak hanya bagi kalangan dewasa, tetapi juga pada anak usia dini terutama menekankan pada pendidikan karakter tentang kesadaran HKI mengingat salah satu akar masalah pembajakan HKI adalah lemahnya karakter/mental masyarakat.

2. Kepara para penuntut umum dan hakim yang menangani perkara HKI agar memberikan hukuman yang memberi efek jera kepada para pelaku pelanggaran HKI.

3. Kepada pemerintah dapat menghimbau kepada para perusahaan-perusahaan agar menyalurkan CSR-nya untuk program pendidikan kesadaran HKI bagi anak usia dini. Untuk itu perlu ada sinergi antara pemerintah dan swasta dalam penanggulangan pelanggaran HKI.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Abercrombie, et al. (2000). The Penguin Dictionary of Sociology. London: Penguin Books.

2. Acton. (1967). 3 The Encyclopedia of Philosophy Hegel, George Wilhelm Friedrich (ed.).

3. Adisumarto, H. (1990). Hak Milik Perindustrian. Jakarta: Akademika Pressindo.

4. Adisumarto, H. (2000). Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek). Bandung: Mandar Maju.

5. Ahmadi, H et al. (2006). Seminar Pendidikan dan Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila. Jakarta: 8 Juni 2006.

6. Alberta School. (2005). The Heart of the Mater: Character and Citizenship Education in Alberta Schools. Edmonton, Alberta: Alberta Education.

7. Alhumami, A. (2000). “Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi suatu Bangsa”, Kompas, 27/01/2000.

8. Allen, J. (1960). “The Role of Ninth Grade Civics in Citizenship Education”, the High School Journal. Vol. 44, 3; p.106-111.

9. Anshori, A.G. (2006). Filsafat Hukum: Sejarah, Aliran dan Pemaknaan. Yogyakarta: UGM Press.

10. Anwar, Y. (2007). HaKI, Seniman, Pemerintah. Available in: http://www.mimbar-opini.com/ diakses tanggal 2 Februari 2011. 11. Aoki, K. (1993). “Authors, Inventors and Trademark Owners: Private

Intellectual Property and the Public Domain (parts 1 and 2)”, Columbia - VLA Journal of Law and the Arts, 197-267.

12. Apeldoorn, L.J.V. (1957). inleiding tot de studie van nederlandse. Jakarta: NV Noordhoff Kolff.

(39)

14. Arief, B.N. (2001). Masalah Penegakan HukumDan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

15. Arrow, K.J. (1962). ‘Economic Welfare and the Allocation of Resources for Invention’, in Nelson, Richard R. (ed.), The Rate and Direction of Inventive Activity: Economic and Social Factors. New York: Princeton University Press.

16. Asshiddiqie, J. (2008). Peran Advokat Dalam Penegakan Hukum. Bahan Orasi Hukum pada acara “Pelantikan DPP IPHI Masa Bakti 2007 – 2012”. Bandung, 19 Januari 2008.

17. Baittstich. (2008). “History Teacher’s Discussion Forum”. Available ini: http://www.schoolhistory.co.uk/forum/index.php?showtopic=1564 . diakses tanggal 06/01/2011/

18. Barlow, J.P. (1994). ‘The Framework for Economy of Ideas: Rethinking Patents and Copyrights in the Digital Age’, WIRED, 83-97.

19. Bentham, J.(1839). A Manual of Political Economy. New York: G.P. Putnam.

20. Bertens. (1981). Filsafat Barat dalam Abad XX. Jakarta: Gramedia.

21. Bischoping, K. and Dykema.J. (1999). Toward a Social Psycological Programme for Improving Focus Group Methods of Developing Questionnairres. Journal of Official Statistics Vol. 15.

22. Bisnis.com. (2009). Asiri rugi Rp15 Triliun Akibat Pembajakan. Jakarta: Senin, 02/02/2009.

23. Bouwman,N.M. (1989). “Perlindungan Hak Cipta Intelektual: Suatu Rintangan atau dukungan terhadap Perkembangan Industri”, Makalah pada Seminar Hak Milik Intelektual. Kerjasama FH USU dengan Naute Van Haersolte Amsterdam, Medan FH USU tanggal 10 Januar 1989.

24. Boyle, J. (1988). “The Search for an Author: Shakespeare and the Framers”, American University Law Review, 625-643.

25. Brad, S. & Bently,L. (1999). The making of modern intellectual property law: the British experience, 1760-1911. Cambridge: Cambridge University Press.

(40)

27. Brennan, L. (2001). “Financing Intellectual Property under Federal Law: A National Imperative”. Available ini http://papers.ssrn.com

28. Burke, E. (1905). Reflections on the Revolution in France. New York: George Bell & Sons.

29. Cholisin, et al., (2007). Ilmu Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

30. Citizenship Foundation. (2010). “What is citizenship education?”. Available in: http://www.citizenshipfoundation.org.uk/main/page.php?286 di akses tanggal 14 Desember 2010.

31. Clark, J.B. (1927). Essential of Economic Theory. New York: Macmillan. 32. Cogan, J.J. and Derricott,R. (1998). Citizenship for the 21st Century, An

International Perspective on Education. London: Kogan Page Limited.

33. Commoner, B. (1971). The Closing Circle, Alfred A. Knopf, Nature Man and Technology. New York: Knopf.

34. Consuello, S. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. 35. Coombe, R.J. (1991). “Objects of Property and Subjects of Politics:

Intellectual Property Laws and Democratic Dialogue”, Texas Law Review, 1853-1880.

36. Cornish, WR. (1989). Intellectual Property, Edisi ke-2. London: Swett & Maxwell.

37. Creswell, J.W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches, Second Edition. California, USA: Sage Publication, Inc.

38. Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, Third Edition. USA: Edwards Brothers, Inc.

39. D’Amato, A. and Long, D.E. (1997). International Intellectual Property Law. London: Kluwer Law International.

(41)

41. Damon, W. (1997). The Youth Charter: How communities can work together to raise standards for all our children. New York: The Free Press.

42. Daryono, M. et al. (2008). Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Rineka Cipta.

43. Delanty, G. (2000). Modernity and Postmodernity: Knowledge, Power, and Self. London: Sage.

44. Depdiknas. (2006). Permendiknas No.22/2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

45. Depdiknas. (2006). Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta, 2 Juni 2006.

46. Depdiknas. (2007). Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas RI.

47. Dewey, J. (1952). Democracy and Education: an introduction to the philosophy of education. Chapter 1: Education as a Necessity of Life.

48. Djahiri, A.K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Jur.PKn, F.PIPS, UPI.

49. Djahiri. A.K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP (UPI) Bandung.

50. Djumhana, M. dan Djubaedillah. (1997). Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

51. Driyarkaya. (1980). Driyarkata Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. 52. Etzioni, A (1996). “The Responsive Community: A Communitarian

Perspective”, American Sociological Review. February, Vol.61, pp. 1 -11.

53. Frankena, W.K. (1973). Ethics, 2nd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 54. Friedman, L.M. (1990). The republic of choice Law, Authority and Culture.

Massachussets : Harvad University Press.

(42)

56. Fukuyama , F. (1992). The End of History and The Last Man. London: Hamish Hamilton.

57. Gijssels, J. and Hoecke, M.V. (1982). What is Rechtsteorie?. Kluwer: Rechtwetenschappen, Antwerrpen.

58. Ginting, S. (2010). “Peranan Hukum Menuju Pemerintahan yang Baik”. Available in: http://www.harianglobal.com/ di akses tanggal 5 Desember 2010.

59. Goldstein, P. (1970). “Copyright and the First Amendment”, Columbia Law Review, 983-1057.

60. Goleman, D. (2002). Emotional Intellegence, alih bahasa oleh T. Hermaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

61. Gordon, W.J. (1989). “An Inquiry into the Merits of Copyright: The Challenges of Consistency, Consent and Encouragement Theory”, Stanford Law Review, 1343-1469.

62. Gordon, W.J. (1992). “On Owning Information: Intellectual Property and the Restitutionary Impulse”, Virginia Law Review, 149-281.

63. Gould, J & Kolb, W.L (ed). (1964). A Dictionary of The Social Science. Curriculum and instruction in secondary social studies. New York: Oxford University.

66. Hadi, S. (2003). Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press. 67. Hadiarianti, V.S. (2010). ”Pemahaman dan Penerapan Hukum tentang

Desain Tata Letak dan Sirkuit Terpadu”. Available in: http://www.atmajaya.ac.id/, diakses tanggal 12 Desember 2010. 68. Hadiarianti, V.S. (2010). Memahami Hukum Atas Karya Intelektual. Jakarta:

Penerbit Universitas Atma Jaya.

69. Hare, R.M. (1978) “Justice and Equality”, in Arthur, J. and Shaw, W. (eds), Economic Distribution. Englewood Cliffs, NJ, Prentice-Hall.

70. Hariyani, I. (2010). Prosedur Mengurus HAKI yang Benar. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

(43)

72. Hartono, S. (1982). Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia (Cet.1). Bandung: Bina Cipta.

73. Hartoonian. (1992). The Social Studies and Project 2061: An Opportunities for Harmony, dalam The Social Studies, 83;4:160-163.

74. Heater, D (1999).What is citizenship?. Cambridge: Polity Press.

75. Hebert, Y. and Sears, A. (2003). Citizensip Education. Canada: Canadian Education Association.

76. Held, D. (1996). Models of Democracy. Edisi kedua. Cambridge: Polity Press.

77. Hudson, W. (2000). ”Differential Citizenhsip” dalam W Hudson & J Kane (ed). Rethinking Australian Citizenship. Melbourne: Cambridge University Press.

78. Hughes, J. (1988). “The Philosophy of Intellectual Property”, Georgetown Law Journal December, 1988, 77 Geo. L.J. 287.

79. Huijbers, T. (1995). Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

80. Hukumonline. (2009). Indonesia Rugi Sekitar 5,6 Triliun Akibat Software Ilegal. Website: www.hukumonline.com [12/5/09].

81. Ichilov (Ed). (1998). Citizenship and Citizenship Education in a Changing World. London: Woburn Press.

82. Idris, K. (2003). Intellectual Property A Power Tool for Economic Growt. USA: WIPO Publishing.

83. Janoski, T and Gran, G. (2002). “Political Citizenship: Fondation of Rights”, dalam EF Isin & BS Turner (Ed). Handbook of Citizenship Studies. London: Sage.

84. Jened, R. (2001). Perlindungan Hak Cipta Pasca Persetujuan TRIPs. Surabaya: Yuridika Press Fak. Hukum Unair.

85. Junaidy K, R. (2010). “Ilmu Hukum Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern”, Available in: http://www.legalitas.org/content/ilmu-hukum-dalam-perspektif-ilmu-pengetahuan-modern, diakses tanggal 05 Desember 2010

(44)

87. Kaelan. (2004). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

88. Kalidjernih, F.K. (2009). Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Press.

89. Kant, I. (1798). “Of the Injustice of Counterfeiting Books”, Essays and Treatises on Moral, Political and Various Philosophical Subjects.

90. Kaplan, B. (1967). An Unhurried View of Copyright. New York: Columbia University Press.

91. Kelsen, H. (1961). General Theory of Law and State translated by: Anders Wedberg. New York: Russell & Russell.

92. Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison. England: NFER.

93. Khodi, SA., & Soejadi R. (1989). Filsafat, Ideologi dan Wawasan Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Univ. Atmajaya Press.

94. Kirlin, M. (2003). The role of civic skills in fostering civic engagement, CIRCLE Working Paper. Sacramento: University of Maryland School of Public Affairs.

95. Kohlberg, L. (1981). Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of Moral Development. San Francisco, CA: Harper & Row.

96. Komar, M. dan Ramli, A.M. (1998). Perlindungan Hak Atas Kepemilikan Intelektual Masa Kini dan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi Abad 21, Makalah, disampaikan pada seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi Abad 21, 28 November 1998. Bandung : Lembaga Penelitian ITB. 97. Kompas. (2008). “Pembajakan Diselesaikan Lewat Budaya, Sweeping Justru

Merugikan”. Harian Kompas Jumat, 21 November 2008

98. Kurniawan, J.A. (2008). Manusia dan Hukum, Suatu Kajian Pengantar Filsafat Hukum. Surabaya: Unair.

99. Kusumaatmadja, M. (1970). ”Fungsi dan perkembangan hukum dalam pembangunan nasional”. Makalah seminar LIPI mengenai pengaruh faktor sosial-budaja dalam pembangunan nasional. Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.

(45)

101. Laslett, P. (1963). Two Treatise Of Government. (3d ed. 1698).

102. Lembaran Negara RI. (1945). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: MPR RI

103. Lembaran Negara RI. (2000). Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Jakarta: DPR.

104. Lembaran Negara RI. (2000). Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Jakarta: DPR.

105. Lembaran Negara RI. (2000). Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Jakarta: DPR.

106. Lembaran Negara RI. (2000). Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak dan Sirkuit Terpadu. Jakarta: DPR.

107. Lembaran Negara RI. (2001). Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Jakarta: DPR.

108. Lembaran Negara RI. (2001). Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Jakarta: DPR. Merek

109. Lembaran Negara RI. (2002). Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jakarta: DPR.

110. Lembaran Negara RI. (2003). Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: DPR.

111. Lemley, M.A. (1997). “Dealing with Overlapping Copyrights on the Internet”, University Dayton Law Review, 547-585.

112. Leopold, A. (1949). A Sand County Almanac. New York: Oxford University Press.

113. Lickona, T. (1994). Raising Good Children: From Birth Through the Teenage Years. New York: Bantam Books.

114. Lickona, T. (2004). Character Matter: How to Help Our Children Develop Good Judgement, Integrity, and Other Essensial Virtues. New York: Touchstone.

(46)

Hukum Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Surakarta: Thesis SPs UNS.

117. Lincoln, YS and Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills CA: Sage Publications Inc.

118. Lindsey, T. et.al. (2000). Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.

119. Locke, J.P. (1698). Two Treatises on Government (3rd edn).

120. Mahfud MD, M. (2009). ”Kebebasan Beragama Dalam Perspektif Konstitusi”, Makalah Konferensi Tokoh Agama ICRP tanggal 5 Oktober 2009 di Jakarta.

121. Manan, B. (2005). ”Penegakan Hukum yang Berkeadilan”, Majalah Varia Peradilan No. 241 Nopember 2005, Ikahi, Jakarta.

122. Manan, B. (2005). Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara. Bandung: Mandar Maju.

123. Marpaung, L. (1997). Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika.

124. Marret, P. (1996). Intellectual Property Law. London: Sweet & Maxwel 125. Marshall, T.H. (1963). Sociology at The Crossroads. London: Heinemann

Educational Books.

126. Marzuki, P.M. (1996). Pemahan Praktis Mengenai Hak Milik Intelektual. Jurnal Hukum Ekonomi. Edisi III. Surabaya : FH Unair.

127. Marzuki, P.M. (2009). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 128. Masud, M.K. (1996). Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka.

(47)

133. Menell, P.S. (1999). Intellectual Property: General Theories. California: University of California at Berkeley.

134. Merges, R. P., Menell, P.S., Lemley, M.A. and Jorde, T.M. (1997). Intellectual Property in the New Technological Age. New York: Aspen Publishers, Inc.

135. Mertokusumo, S. (1999). Kesadaran Hukum Masyarakat. Yogyakarta: UGM Press.

136. Mertokusumo, S. 1978. ”Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat”. Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan Agung RI tanggal 29 Juli 1978. Available in: http://sudiknoartikel. blogspot.com/ di akses tanggal 7 Desember 2010.

137. Miles, M.B. and Huberman, A.M. (1984). Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills CA: Sage Publications Inc.

138. Mill, J.S.(1862). Principles of Political Economy (5th edn). New York: Appleton.

139. Mudyahardjo, R. (2001). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

140. Muhibinsyah. (2003). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

141. Muladi. (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: UNDIP Press.

142. Muslehuddin, M, (1991). Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis; Studi Perbandingan Sistem Hukum Is lam. Terjemah oleh Yudian Wahyudi Asmin. Yogyakarta: Tiara Wacana.

143. Nash, R.F. (1989). The Rights of Nature: A History of Environmental Ethics. Madison: University of Wisconsin.

144. Natabaya, H.A.S. (2006). “Manifestasi (Perwujudan) Nilai-Nilai Dasar dalam Peraturan Perundangundangan”, Jurnal Konstitusi Vol.2 No.2, Mei 2006. Hal. 8-20.

(48)

146. Netanel, N.W. (1996). “Copyright and a Democratic Civil Society”, Yale Law Journal, 283-287.

147. Neuman, W.L. (2006). Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches, Sixth Edition. USA: Pearson.

148. Nuzul, A. (2010). “Kesadaran Hukum: Landasan Memperbaiki Sistem Hukum”. Available in: http://andinuzul.wordpress.com/2009/02/25/ kesadaran-hukum-landasan-memperbaiki-sistem-hukum/, diakses pada tanggal 6 Desember 2010.

149. Notonagoro. (1980). Beberapa Hal Mengenai Filsafat Pancasila. Jakarta: Pantjuran Tujuh.

150. Palmer, T.G. (1989). “Intellectual Property: A Non-Posnerian Law and Economics Approach”, Hamline Law Review, 261-304.

151. Park, B. (2006). “The Community-based Learning Approach For Citizenship Education: An Instrument For Attaining A Lifelong Learning Society”, Citized, Vol 2, No. 2, December 2006, pp. 85-97.

152. Paulson, S.L. (1992). “On Kelsen’s Place in Jurispruden, Introduction to Hans Kelsen”, Introduction To The Problems Of Legal Theory; A Translation of the First Edition of the Reine Rechtslehre or Pure Theory of Law, Translated by: Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson, Oxford: Clarendon Press.

153. Pigou, A.C. (1924). The Economics of Welfare (2nd edn). London: Macmillan.

154. Poerbakawatja & Harahap. (1981). Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

155. Pound, Cf. R. (1960). Law Finding through Experience, Reason and Lectures. Athens: University of Georgia Press.

156. Priharniwati. (2004). “Peranan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dalam Pembangunan Ekonomi”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Hubungan antara Penegakan Hukum HKI dan Pembangunan Ekonomi, tanggal 28 September, di Hotel Sheratom Bandung.

157. Purba, A.Z.U. (1995). Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pengaturan Persaingan Sehat dalam Dunia Usaha, dalam Majalah Hukum dan Pembangunan. Jakarta: FH UI.

(49)

159. Poerbatjaraka, P. & Soekanto, S. (1983). Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

160. Poerbatjaraka, P. & Soekanto, S. (1986). Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Alumni.

161. Poerbatjaraka, P. & Soekanto, S. (1991). Ikhtiar Antinomi Aliran Filsafat Sebagai Landasan Filsafat Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

162. Purwadarminta, WJS. (1976). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

163. Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

164. Rahardjo, S. (1985). Beberapa Pemikiran tentang Ancangan Antardisiplin dalam pembinaan Hukum Nasional. Bandung: Sinar Baru.

165. Rahardjo, S. (1998). Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: Sinar Baru.

166. Rahardjo, S. (2009). Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing.

167. Rahardjo, S. (2002). Sosoilogi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

168. Rahardjo, S. (2009). Hukum dan Perilaku. Jakarta: Penerbit Kompas.

169. Rajasa, H. (2009). Karakter Bangsa Sebagai Modal Sosial Untuk Menghadapi Tantangan Pembangunan Global. Jakarta: Setneg.

170. Rakowski, E. (1991). Equal Justice. New York: Oxford University Press. 171. Rasyidi, L. (1990). Dasar-dasar Filsafat Hukum. Bandung: Citra Aditya

Bakti.

172. Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Cambridge: Harvard University Press. 173. Rimanews.com. (2011). “Suksesi Revolusi Mesir Berawal dari Jejaring

Sosial Online?”, Sabtu, 12 Feb 2011, Available in: http://rimanews.com/read/20110212/16413/suksesi-revolusi-mesir-berawal-dari-jejaring-sosial-online, diakses tanggal: 30/04/2011. 174. Riswandi, B.A dan Syamsudin, M. (2005). Hak Kekayaan Intelektual dan

(50)

175. Riswandi, B.A. dan Sumartinah, S. (2006). Masalah-Masalah HAKI Kontemporer. Yogyakarta: Gitanagari.

176. Robinson, D. (1967). Promoting Practices in Civic Education. Washington: NCCS.

177. Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 178. Saidin. (1995). Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual

Property right). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

179. Saidin. (2003). Aspek-Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

180. Samuelson, P. (1996). “The Copyright Grab”, WIRED, 134 ff.

181. Sapriya. (2005). Perspektif Pakar terhadap Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa (Disertasi). Bandung: SPs UPI.

182. Scheler, Max .(1987). Person and Self-value: three essays. edited and partially translated by Manfred S. Frings. Boston: Nijhoff.

183. Sembiring, A. (2010). ”Historis dan Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, opini kompasiana.com, available in: http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/27, diakses tanggal 05 Maret 2011.

184. Sherwood, R.M. (1990). Intellectual Property and Economic Development. Virginia: Alexandria.

185. Shumer, R. (2000). “Service, social studies, and citizenship: connections for the new century”. Available in: http://www.ericdigests.org/ 2000-1/century.html8.

189. Soekanto, S. (1987). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. 190. Soekanto, S. (1993). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

(51)

191. Soekanto, S. (1994). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

192. Soekanto, S. dan Salman, R. O. (1987). Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial. Bandung: Rajawali Pers.

193. Soekardono, R. (1983). Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 194. Soemitro, R.H. (1988). Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

195. Soeryatin. (1980). Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita. 196. Soetiksno. (1989). Filsafat Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.

197. Somantri, N. (1973). Metode Pengajaran Civics. Bandung: IKIP Bandung. 198. Steiner, VJ. & Mahn, H. (2011). “Sociocultural Approaches to Learning and

Development: A Vygotskian Framework”. University of New Mexico. Available in: http://nateweb.info/johnsteiner.htm.

199. Susanto, S. (2000). ”Membangun Karakter Lewat Pendidikan”, Kompas, 07/03/2000.

200. Sutjipto, H.M.N.P. (1984). Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan

201. Syamsudin, M. (2001). “Nilai-Nilai Karya Cipta dan Problematika Perlindungan Hukumnya”. Jurnal Hukum Fakultas Hukum UII No. 16 Vol. 8 – 2001.

202. Tapscott, D. et al. (1998). Blueprint to the Digital Economy - Creating Wealth in the Era of E-Business. New York: McGraw-Hill.

203. Teachernet. (2010). “Citizenship”. Available in: http://www.teachernet. gov.uk/ teachingandlearning/subjects/citizenship/, diakses tanggal 14 Desember 2010.

204. Teece, D.J. (1986). “Profiting from Technological Innovation: Implications for Integration, Collaboration, Licensing and Public Policy”, Research Policy, 285-305.

205. Tempo Interaktif. (2008). Indonesia Pembajak Software ke 12 di Dunia. Jakarta: Kamis, 22 Mei 2008.

(52)

207. The Washington Post. (2001). Special Report: Business and the Economy Section. Website:http://www.washingtonpost.com, 28 April 2001.

208. Tim HKI IPB. (2005). Buku Panduan Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman bagi Civitas Akademika IPB. Bogor: Kantor HKI IPB.

209. Torney-Purta, J. et al. (1999). Citizenships and education in twenty-eight countries: civic knowledge and engagement at age fourteen. Amsterdam: the International Association for the Evaluation of Educational Achievement.

210. Trubek, D. (1972). “Max Weber on Law and the Rise Of Capitalism”. Wisconsin Law Review. (Vol 3, 1972.)

211. Turner, BS. (1990). “Outline of a Theory on Citizenship”, Sociology, Vol.24, No.2, pp.189-218.

212. Turner, BS. (1999). Classical Sociology. London: Sage.

213. United Nations. (1948). The Universal Declaration of Human Rights. Website: www.un.org/en/documents/udhr/

214. Usman, R. (2003). Hukum Atas Hak kekayaan Intlektual. Bandung: Alumni. 215. Voet, R. (1998). Feminism and Citizenship. London: Sage.

216. Wahab, A. (2006). Pengembangan Konsep dan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Baru Indonesia bagi Terbinanya Warganegara Multidimensional Indonesia. Bandung: Fakultas PIPS UPI.

217. Wibisono, M. (2010). “Selamat Datang Protokol Nagoya”, Kompas, 22/11/2011.

218. Williams, J.F. (1986). A Managers Guide to Patent, Trade Marks & Copyright. London: Kogan Page.

219. Williams, M.M. (2000). “Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues”. Journal of Humanistic Couseling, Education, and Development. Vol.1.

220. Williams, R.T. dan Megawangi, R. (2009). Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademik Anak. Jefferson Center For Character Education-USA dan Indonesia Heritage Foundation. Available in: http://pondokibu.com/.

(53)

222. Woodmanse, M. & Jaszi, P. (eds) .(1994). The Construction of Authorship, Textual Appropriation in Law and Literature. Durham: Duke University Press.

Gambar

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penanaman Al- Qur’an sejak dini maka diharapkan akan mendapatkan nilai keimanan dari Al- Qur’an sampai anak tersebut menjadi dewasa. Dengan adanya tujuan yang harus

Teori Dempster Shafer dapat diterapkan didalam sistem sehingga menghasilkan konklusi hasil diagnosa penelusuran gejala dengan informasi nilai probabilitas penyakit

GHSA Goal GHSA Objective GHSA 5-Year Target Prevent Avoidable Epidemics Reducing the number and magnitude of infectious disease outbreaks. A functioning national

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh tinggi dan model hak sepatu lari terhadap performance lari adalah signifikan sehingga pemilihan model dan... tinggi hak sepatu

B BI Resmikan Rumah Produksi Jamur Di Argorejo Budidaya lebah madu 11 april 2007

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan proses berdasarkan produk cacat yang ada dengan menggunakan metode Six Sigma yang kemudian dilakukan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu.

(2) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat