DAFTAR ISI
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7
1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1 Maksud Penelitian ... 8
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Kegunaan Penelitian... 9
1.5 Hipotesis ... 10
1.6 Kerangka Berpikir ... 10
1.7 Struktur Organisasi tesis ... 12
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan ... 14
2.1.1 Pengertian, Visi dan Misi, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ... 14
2.1.2 Landasan Perkembangan Civic Education, Ruang Lingkup, dan Kompetensi Dalam Pembelajaran Pkn ... 18
2.2 Konsep Dasar Sikap ... 24
2.2.1 Pengertian, Komponen, Tingkatan, Sifat Sikap... 24
2.2.2 Ciri-Ciri, Cara Pengukuran, dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ... 26
2.3 Konsep Dasar Nasionalisme ... 28
2.3.1 Pengertian, dan Bentuk-Bentuk Nasionalisme ...28
2.3.2 Cara Terbentuknya Nasionalisme di Indonesia dan Karakteristik Pembentukan Sikap Nasionalisme Dalam Pembelajaran PKn ...37
2.4 Pengertian, Fungsi, Langkah-Langkah, dan Keunggulan Model Role Playing... 40
2.5 Pengertian, Fungsi, Langkah-Langkah, dan Keunggulan Model Story Telling ...50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian... 62
3.1.1 Profil Sekolah ... 62
3.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ... 62
3.1.3 Sarana dan Prasarana ... 64
3.1.4 Kondisi Siswa ... 66
3.2 Metode Penelitian ... 66
3.3 Variabel Penelitian dan Paradigma Penelitian ... 68
3.3.1 Variabel Penelitian... 68
3.3.2 Paradigma Penelitian ... 71
3.4 Data Dan Sumber Data ... 74
3.4.1 Data ... 74
3.4.2 Sumber Data ... 74
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 74
3.5.1 Populasi ... 74
3.5.2 Sampel ... 75
3.6 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian ... 76
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 76
3.7 Instrumen Penelitian... 77
3.8 Pengujian Instrumen Penelitian ... 79
3.8.1 Pengujian Validitas ... 79
3.8.2 Hasil Validitas ... 81
3.8.3 Pengujian Reliabilitas ... 82
3.8.4 Hasil Reliabilitas ... 84
3.9 Teknik Analisis Data ... 86
3.9.1 Normalisasi Skor Gain ... 87
3.9.2 Uji Homogenitas ... 88
3.9.3 Uji Normalitas ... 88
3.9.4 Analisis Deskrptif ... 88
3.9.5 Analisis Bivariant (Uji t-independent)... 89
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Tabulasi responden ...92
4.2 Analisis Data Penelitian ... 108
4.2.1 Gambaran Penggunaan Model Role Playing (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 108
4.2.2 Gambaran Penggunaan Model Role Playing (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa Role Playing ... 111
4.2.3 Gambaran Penggunaan Model Story Telling (Pretest)Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 112
4.2.4 Gambaran Penggunaan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 114 4.2.5 Gambaran Perbandingan Penggunaan Model Role Playing
Nasionalisme Siswa ... 116
4.3 Perhitungan Data Statistik ... 133
4.3.1 Uji Beda Rata-Rata Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 133
4.3.1.1 Uji Normalitas ... 134
4.3.1.2 Uji Homogenitas ... 134
4.3.1.3 Uji-t Sampel Berpasangan (Paired t-test) ... 135
4.2.1.4 Skor N-Gain yang Ternormalisasi... 136
4.4.1 Uji Beda Rata-Rata Story Telling (pretest) dan Story Telling (Postest) ...137
4.4.1.1 Uji Normalitas ... 137
4.4.1.2 Uji Homogenitas ... 138
4.4.1.3 Uji –t Sampel Berpasangan (Paired t-test) ...138
4.4.1.4 Skor N-Gain yang Ternormalisasi ...132
4.5.1 Uji Beda Rata-Rata Role Playing (postest) dan Story Telling (postest) ...140
4.5.1.1 Uji Normalitas ... 140
4.5.1.2 Uji Homogenitas ... 142
4.5.1.3 Uji-t Sampel Berpasangan (Independent t-test) ... 142
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 144
4.6.1 Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Pengembangan Sika Nasionalisme Siswa ... 144
4.6.2 Pengaruh Model Pembelajaran Story Telling Terhadap Pengembangan Sikap Nasionalisme Siswa ...148
4.6.3 Perbandingan Model Pembelajaran Role Playing Dengan Model Pembelajaran Story Telling Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa ... 152
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 158
5.2 Saran ... 160
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Persentase Menurunnya Sikap Nasionalisme ... 2
Tabel 2.1 Keunggulan dan Kekurangan Model Role Playing... 48
Tabel 3.1 Data Ruang Belajar (Kelas) ... 64
Tabel 3.2 Data Ruang Belajar (lainnya) ... 65
Tabel 3.3 Data Ruang Kantor... 65
Tabel 3.4 Data Siswa... 66
Tabel 3.5 Operasional Variabel... 69
Tabel 3.6 Tingkat Validitas ... 81
Tabel 3.7 Tingkat Reliabilitas ... 84
Tabel 3.8 Hasil Reliabilitas ... 85
Tabel 3.9 Kriteria Tingkat Gain ... 87
Tabel 4.1 Jawaban Responden bedasarkan sikap nasionalisme siswa yang menggunakan model Role Playing ... 92
Tabel 4.2 Jawaban Responden bedasarkan sikap nasionalisme siswa yang menggunakan model Story Telling... 100
Tabel 4.3 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Role Playing (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 110
Tabel 4.4 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Role Playing (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 111
Tabel 4.5 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Story Telling (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 113
Tabel 4.6 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 115
Tabel 4.7 Perbandingan Penggunaan Model Role Playing (Postest) dengan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 117
Table 4.8 Perbandingan Persentase Indkator Model Pembelajaran ... 118
Tabel 4.9 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Patriotik ... 121
Tabel 4.10 Perbandingan Persentase Sikap Rela Berkorban ... 123
Tabel 4.11 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Adil ... 126
Tabel 4.12 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Pengabdian ... 128
Tabel 4.13 Perbandingan Persentase Sikap Rasa Memiliki ... 129
Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Sikap Setia Pada Negara ... 131
Tabel 4.15 Uji Normalitas Variabel Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 134
Tabel 4.16 Uji Homogenitas Data Role Playing (Pretest) dan Data Role Playing (Postest) ... 135
Tabel 4.17 Uji Beda Rata-rata Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 136
Tabel 4.18 Uji Normalitas Variabel Story Telling (Pretest) dan Story Telling (Postest) ... 137
(Postest) ... 139 Tabel 4.21 Uji Normalitas Variabel Role Playing (Postest) dan story Telling (Postest) ... 141 Tabel 4.22 Uji Homogenitas Data Role Playing (postest) dan Data Story Telling
(Postest) ... 142 Tabel 4.23 Uji Beda Rata-rata Role Playing (Postest) dan Story Telling
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang Role Playing (Pretest) ...110
Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang Role Playing (Postest) ...112
Gambar 4.3 Diagram Persepsi Responden Tentang Story Telling (Pretest) ...114
Gambar 4.4 Diagram persepsi Responden Tentang Story Telling (Postest) ...116
Gambar 4.5 Gambaran Perbandingan Pengaruh Model Role Playing Dengan Story Telling Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ...118
Gambar 4.6 Diagram Perbedaan Hasil Pretest Role Playing Dan Hasil Role Playing ...145
Gambar 4.7 Diagram Perbedaan Hasil Pretest Story Telling dan Postest Story Telling ...149
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemerdekaan bangsa Indonesia terwujud atas jerih payah pahlawan
bangsa yang diraih tanpa pemberian dari pihak manapun. Seluruh rakyat
Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis dan suku bangsa bersatu dan berjuang
untuk melumpuhkan dan mengusir penjajah dari negeri ini. Tanggal 17 Agustus
1945 merupakan sebuah momentum penting bagi bangsa Indonesia, buah yang
sangat manis dari nasionalisme. Semenjak saat itu Indonesia telah menikmati
kemerdekaannya, selama itu pula terjadi pasang surut rasa nasionalisme, namun
saat ini dirasa nasionalisme yang tercermin dari perilaku nasionalistik yang
semakin memudar.
Pada era globalisasi saat ini, roda zaman terus berputar dan berjalan,
budaya terus berkembang, teknologi berlari sangat pesat, dan arus informasi
global bagai tidak terbatas dan tidak terbendung lagi. Sebagai akibatnya pengaruh
budaya luar yang bersifat negatif lebih mudah terserap tanpa adanya filter yang
cukup kuat. Perilaku negatif di kalangan remaja, seperti tawuran, anarkis, cepat
marah dan lebih mengutamakan kesenangan pribadi seperti berpesta pora, dugem,
narkoba, ataupun sex bebas menjadi budaya baru yang dianggap dapat
mengangkat jati diri, hal ini tanpa disadari telah membawa arus budaya barat
Selain itu simbol budaya asing justru lebih diminati dan semakin populer
dikalangan generasi muda saat ini. Interaksi tanpa batas yang terjadi pada generasi
muda dengan warga negara lain membawa dampak yang dapat mempengaruhi
pola pikir, sifat dan perilaku mereka kearah positif maupun negatif. Perubahan
global yang sering terjadi kini merupakan suatu revolusi global yang melahirkan
suatu gaya hidup (a new life style). Gaya hidup global cepat diserap oleh
masyarakat yang mengakibatkan majunya arus informasi yang dihasilkan oleh
teknologi (Tilaar, 2002 : 1).
Berikut adalah sebuah data hasil penelitian sebagai suatu wujud lunturnya
nasionalisme di Indonesia, yang pada umumnya dikategorikan sebagai anak
bersekolah di kota besar :
Tabel 1.1Persentase Menurunnya Sikap Nasionalisme
Bentuk menurunnya nasionalisme Persentase
1. menganggap Pancasila tidak lagi relevan sebagai
dasar negara 25, 8%
2. membenarkan aksi pengeboman 7, 5 %
3. menyetujui diberlakukannya syariat Islam 21, 1 %
4. menyetujui aksi radikal 28,2 %
5. malas mengukuti upacara bendera 83.3 %
6. lebih menyukai produk-produk luar negeri 73.3 % 7. tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi
bangsa 63.3 %
8. menyukai sekolah di luar negeri 56.7 %
9. lebih menyukai nama-nama luar negeri 40 %
10.merasa figur-figur barat lebih baik 33.3 %
Data tersebut diambil dari hasil survei yang tidak hanya dilakukan pada
siswa madrasah, melainkan di 100 sekolah negeri dan swasta, 59 sekolah swasta
dan 41 sekolah negeri. Survei dilakukan selama Oktober 2010 hingga Januari
2011 di sepuluh wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).
Sebanyak 993 siswa SMP dan siswa SMA menjadi sampel penelitian.
Selain itu menurut survei nasional terbaru tahun 2011-2012 menunjukkan
bahwa sebagian dari 10.000 murid SMA mengaku pernah mencuri sesuatu di
pertokoan selama satu tahun terakhir, satu dari empat menyatakan akan
berbohong demi mendapatkan perkerjaan, dan tujuh dari sepuluh mengaku
mereka menyontek saat ulangan selama dua belas bulan terakhir. Penggunaan
alkohol dan narkoba meningkat pada anak-anak remaja. Studi terbaru
menunjukkan 22% murid kelas lima sekolah dasar setidaknya pernah mabuk satu
kali. Dalam dua dekade, angka diagnosis hiperaktivitas dan kesulitan belajar
meningkat 70%. (Borba, 2008:2 ).
Situasi yang demikian dapat berdampak buruk bagi ketahanan bangsa
Indonesia, dimana generasi mudah lebih menyukai budaya luar daripada budaya
lokal negaranya. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat dari Komalasari (2007:554)
bahwa:
Saat ini disinyalir bahwa nasionalisme bangsa Indonesia rapuh dalam menghadapi gejala-gejala mutahir berupa solidaritas parochial dan kekuatan eksternal akibat pengaruh globalisasi, baik kekuasaan kolonial, penetrasi transnational corporation, multinational corporation, maupun lembaga-lembaga nasional lainnya.
Dengan demikian hal tersebut merupakan sebuah tantangan bagi bangsa
tersebut. Untuk itu diperlukan suatu paham nasionalisme yang dapat dipraktekkan
melalui perilaku nasionalistik untuk menjaga agar bangsa Indonesia tidak mudah
mengalami perpecahan atau fragmentasi khususnya di kalangan remaja atau
pelajar saat ini. Menurut Buasan, (2012:8) secara sederhana mengartikan
nasionalistik sebagai :
Sesuatu yang berkaitan dengan atau berasaskan dengan nasionalisme, menunjukkan nasionalisme, serta mengutamakan bangsa dan negara segala tingkah laku dan perbuatan fisik individu atau masyarakat yang menunjukkan sikap yang bersifat nasionalis, dengan loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.
Di lain pihak Bradat (1993:41) menegaskan definisinya tentang
nasionalisme sebagai nation state, bahwa :
Nationalisme is the theory of the nation state, and as such it has had an enormous impact on the modern world...nation is a sosiological term referring to a group of people who have a sense of union with one another. State is a political term that includes four element: people, territory,goverment, and sovereignty...yet, several theories of the origin of thestate have had an impacton nationalism as ideology.
Artinya, nasionalisme adalah teori dari negara bangsa, dan sepertinya hal
ini telah mempunyai suatu dampak mahabesar pada dunia modern... bangsa
adalah suatu istilah sosiologikal merujuk pada sekelompok orang-orang yang
mempunyai suatu rasa perserikatan satu sama lain. Negara adalah satu istilah
politik yang mengandung empat elemen, yakni prang-orang, wilayah, pemerintah
dan kedaulatan .... namun, beberapa dari teori asal negara yang telah mempunyai
suatu dampak pada nasionalisme sebagai ideologi.
Oleh karena itu, memudarnya nasionalisme di Indonesia saat ini bukanlah
tanpa sebab. Untuk itu diperlukan upaya nation and character building. Untuk
pendidikan. Pendidikan diyakini sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan
sikap dan jiwa nasionalisme.
Menurut Mulyono (2012:41-42) perilaku nasionalistik antara lain:
Melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih, menyanyikan lagu indonesia raya, memasang bendera merah putih di rumah pribadi dan dinas, menggunakan produk dalam negeri seperti batik, memilih
nama-nama “keindonesiaan”, membuat logo-logo, cendera mata, dan semboyan yang bisa membangkitkan nasionalisme , menghidupkan kembali seni tradisional yang mulai memudar, menyiarkan berita dan acara yang bersifat nasionalisme
Dalam rangka merealisasikan pendidikan perlu adanya program
pembelajaran yang menjalankan pembinaan karakter (sikap), nilai, dan moral.
Pembelajaran sikap atau karekter ini di Indonesia secara formal diusung melalui
program pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Secara khusus pengertian
pendidikan kewarganegaraan dapat dicermati pada Penjelasan Pasal 37 ayat (1)
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dikemukakan
bahwa:
Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa.
Tilaar (2007:25) berpendapat bahwa pendidikan merupakan faktor penting
untuk menumbuhkan nasionalisme disamping bahasa dan budaya. Pendidikan
kewarganegaraan sangat kental dan erat dengan nilai-nilai nasionalisme dan
patriotisme. Hal tersebut bukanlah sebuah mitos belaka, karena memang secara
substanstif pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga
Siswa sebagai generasi muda penerus bangsa memegang peranan penting
dalam menumbuhkan sikap dan jiwa nasionalisme. Salah satu hal yang dapat
dilakukan oleh para generasi muda untuk mewujudkan sikap dan jiwa
nasionalisme yaitu dengan memanfaatkan pendidikan dengan sebaik-baiknya,
karena pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam hal pembinaan sikap
nasionalisme.
Dengan demikian untuk mewujudkan pendidikan kewarganegaraan yang
dapat menumbuhkan rasa nasionalisme siswa dibutuhkan suatu model
pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai yang mengadung
semangat nasionalisme. Seperti yang dikatakan oleh Lickona (1991) dalam
Samani (2012:147), menyarankan bahwa :
Dalam pendidikan kewarganegaraan dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai untuk menanamkan karakter nasionalisme siswa, agar pendidikan karakter tersebut dapat berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita, atau dongeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur, melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga penerapan pembelajaran kooperatif.
Hal senada dikatakan oleh Joyce (2009: 329) bahwa:
Model pembelajaran yang efektif dan berbasis nilai adalah model Role Playing dimana esensi dari model Role Playing itu sendiri adalah keterlibatan partisispan dan peneliti dalam situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut. Proses Role Playing berperan untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku. (4) mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model Role Playing merupakan
salah satu model pembelajaran nilai yang baik untuk menanamkan rasa
menjadi best practices di negara-negara maju khususnya AS adalah Story Telling.
Samani (2012:148) mengatakan bahwa model ini pada hakikatnya sama dengan
metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimpovisasi. Guru juga dapat
menggunakan berbagai macam dongeng atau cerita keberhasilan para tokoh
perjuangan yang ada di Indonesia yang menunjang timbulnya semangat
nasionalisme siswa.
Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka
peneliti tertarik dan berusaha untuk mengungkap lebih dalam lagi mengenai
“Efektivitas Penggunaan Model Role Playing dengan Story Telling Dalam
Pembelajaran PKn Untuk Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa (Studi
Komparatif Terhadap Siswa Kelas IX di SMP Negeri 12 Tambun Selatan).
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Tahapan awal penguasaan masalah perlu dilakukan identifikasi masalah.
Maksud dari identifikasi masalah yaitu untuk memilah masalah yang pokok untuk
diteliti dan dianalisis dalam hubungannya dengan variabel tertentu yang dianggap
menjadi masalah dalam latar belakang di atas.
Berdasarkan latar belakang di atas maka maka penulis identifikasi
permasalahan utama yaitu: “Apakah terdapat perbedaan antara penggunaan model
1.2.2 Rumusan Masalah
Selanjutnya dirumuskan pula beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan sikap
nasionalisme siswa?
2. Apakah terdapat pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan sikap
nasionalisme siswa?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa yang
belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story
Telling?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Efektivitas
Penggunaan Model Role Playing dengan Story Telling untuk menumbuhkan rasa
nasionalisme siswa.
1.3.2. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan
sikap nasionalisme siswa
2) Untuk mengetahui pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan
sikap nasionalisme siswa
3) Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa,
yang belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoretis
maupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih dan memperkaya wawasan keilmuan yang akan menjadi
pijakan teoretis tentang efektivitas penggunaan antara model Role Playing dan
Story Telling dalam pembelajaran PKn guna menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.
Secara praktis penelitian ini diharapkan :
1. Bagi guru : penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru untuk
mengembangkan pola model pembelajaran PKn khususnya model Role
Playing dan Story Telling untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif
sehingga dapat memperlancar kegiatan belajar mengajar terutama dalam
upaya menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.
2. Bagi siswa: penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan acuan tentang
arti penting mata pelajaran PKn serta model Role Playing dengan Story
Telling guna menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.
3. Bagi sekolah : penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sekolah dalam rangka pembinaan dan pengembangan model
pembelajaran khususnya model Role Playing dengan Story Telling serta
pemberian dukungan kepada tenaga pendidik sehingga setiap proses
pembelajaran benar-benar diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan
1.5 Hipotesis
Pada penelitian ini menggunakan hipotesis deskrptif dimana merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif (Sugiyono, 2012:103).
1. Terdapat pengaruh penggunaan model Role Playing terhadap sikap
nasionalisme siswa
2. Terdapat pengaruh penggunaan model Story Telling terhadap sikap
nasionalisme siswa
3. Terdapat perbedaan yang signifikan signifikan sikap nasionalisme siswa, yang
belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story
Telling
1.6 Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1.1
(Sumber : Diolah oleh penulis, 2012)
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini
menggunakan dua variabel sebagai variabel bebas, dimana dalam dua kelas yang
berbeda diberikan model pembelajaran yang berbeda yaitu model Role Playing
(X1) dan model Story Telling (X2) dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Kedua model pembelajaran tersebut digunakan untuk dapat mengembangkan
sikap nasionalisme siswa (Y). sikap nasionalisme yang dimaksudkan adalah cara
berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
MODEL PEMBELAJARAN
ROLE PLAYING (X1)
MODEL PEMBELAJARAN
STORY TELLING (X2)
SIKAP NASIONALISME (Y)
INDIKATOR :
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsanya.
1.7 Struktur Organisasi Tesis
Sebagai Pendahuluan, Bab I menyajikan latar belakang permasalahan
yang memberi konteks munculnya masalah; identifikasi dan perumusan masalah ;
tujuan penelitian; manfaat atau signifikansi penelitian; dan struktur organisasi
tesis.
Dalam Bab II disajikan kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis
penelitian. Kajian pustaka yang berisi deskripsi, analisis konsep, teori-teori, dan
penelitian terdahulu yang relevan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, Model
Role Playing, Model Story Telling, dan sikap nasionalisme. Kerangka pemikiran
merupakan tahapan yang harus ditempuh untuk merumuskan hipotesis dengan
mengkaji teoritis antar variabel penelitian. Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian atau submasalah
yang diteliti.
Bab III mengenai metodologi menguraikan lokasi dan subjek populasi atau
sampel penelitian, desain penelitian dan justifikasi pemilihan desain penelitian,
metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode penelitian tersebut, definisi
operasional yang dirumuskan dalam setiap indikator, instrumen penelitian, proses
pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya, serta
analisa data.
Dalam Bab IV, disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian, dan
pembahasan atau analisis temuan.
Selanjutnya dalam Bab V disajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan
penelitian. Saran atau rekomendasi yang ditujukan kepada pembuat kebijakan,
kepada pengguna hasil penelitian, dan kepada peneliti berikutnya yang berminat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian
3.1.1 Profil Sekolah
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ialah SMP Negeri 12 Tambun
Selatan. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah negeri tingkat pertama yang
berada di Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, yang berlokasi di Jln.
P.Buton SKU DS, Mekarsari Tambun Selatan . SMP Negeri 12 Tambun Selatan
memiliki guru sebanyak 38 orang dengan bidang sesuai mata pelajaran
masing-masing. SMP Negeri 12 Tambun Selatan berdiri pada tahun 2008 dengan No.
Statistik Sekolah (NSS) 201022206082 dan jenjang akreditasi B. Smp negeri 12
Tambun Selatan memiliki tiga kegiatan ekstrakulikurer seperti PMR, Pramuka,
dan Osis
SMP Negeri 12 tambun Selatan ini sangat memprioritaskan kegiatan yang
bersifat akademik, yaitu dengan memfasilitasi siswa melalui kelengkapan sarana
dan prasarana pembelajaran, seperti perpustakaan dengan koleksi buku yang
beragam, serta ruang multimedia.
3.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
Visi : Terselenggaranya KBM yang bernuansa IMTAQ dan berprestasi
dalam IPTEK.
Misi
2. Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat, komite sekolah dalam
upaya terwujudnya swasembada sekolah berstandar nasional
3. Meningkatnya mutu pendidikan baik intelektual moral maupun sosial
4. Memberikan pelayanan pendidikan secara profesional dengan
pencapaian standar kompetensi kelulusan
5. Menumbuhkan motivasi, kreativitas dan demokrasi dalam
pembelajaran
6. Menuntaskan bebas buta baca Al-Quran bagi yang beragama islam
7. Menciptakan lingkungan pendidikan sekolah sebagai tempat siswa
belajar yang menyenangkan
Tujuan Sekolah
1. Menciptakan hasil lulusan yang bertaqwa dan berilmu tinggi
2. Menciptakan kehidupan lingkungan sekolah yang berstandar nasional
3.1.3 Sarana dan Prasarana
Data Ruang Belajar (kelas)
Secara umum data ruang belajar SMP Negeri 12 Tambun Selatan sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Data Ruang Belajar (kelas)
Kelas Jumlah Ruang
Ruang kelas (asli) (a) (8x9) 8
Ruang kelas lainnya yang untuk atau
sebagai ruang kelas (b) 1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ruang kelas yang digunakan untuk
tempat belajar ada sebanyak 8 buah dan dalam kondisi baik, sedangkan ruang
kelas lainnya yang digunakan sebagai kelas cadangan sebanyak 1 buah sehingga
keseluruhan kelas terdapat 9 kelas.
Data Ruang Belajar (lainnya) :
Tabel 3.2
DataRuang Belajar (Lainnya)
Nama kelas Jumlah ruang
Jumlah ruang yang kondisinya
baik
Jumlah ruang yang kondisinya
rusak
Ruang kelas 8 √
Perpustakaan 1 √
Multimedia 1 √
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ruang kelas yang menunjang proses
belajar mengajar seperti perpustakaan terdapat 1 ruangan, ruang kelas sebanyak 8
ruangan dan multimedia sebanyak 1 ruangan yang kesemuanya berkondisi baik.
Data Ruang Kantor
Tabel 3.3 Data Ruang Kantor
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) kondisi
Kepala sekolah 1 6x4 Baik
Guru 1 7x8 Bak
Tata usaha 1 3x3 Baik
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data ruang kantor seperti ruang
kepala sekolah, ruang guru, dan ruang tata usaha, masing-masing terdapat 1 buah
3.1.4 Kondisi Siswa
dan IX pada tahun ajaran 2012/2013
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan serangkaian strategi yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang diperlukan untuk mencapai
suatu tujuan penelitian dan menjawab masalah yang diteliti. Metode menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga yang diterbitkan oleh balai pustaka
dan disusun oleh Alwi (2002:740) mengemukakan pengertian dari metode, yaitu
“cara teratur yang digunkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan
sikap nasionalisme siswa maka metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode penelitian kuantitatif .
Menurut Creswell, (2010:5) metode penelitian kuantitaif merupakan :
Metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya dengan instrumen-instrumen penelitian sehingg data yang terdiri dari agka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini oada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.
Pengertian metode penelitian kuantitaif senada dengan yang dikatakan
oleh Sugiyono, (2012: 11) bahwa :
Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu Studi Komparatif.
Studi komparatif terdiri dari dua suku kata yaitu “studi” dan “komparatif”.
Dalam kamus bahasa Indonesia “studi” berarti penelitian, kajian atau telaah
(Depdiknas, 2007:1093). Sedangkan “komparatif” yaitu berkenaan atau
berdasarkan perbandingan (Depdiknas, 2007:584). Jadi pengertian studi
komparatif adalah penelitian ilmiah atau kajian berdasarkan dengan perbandingan.
Hal senada dikemukkan pula oleh Arikunto (2010 : 6) bahwa :
Selain itu Nasir (1988 : 68) mengatakan bahwa :
Studi atau penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu.
Sugiyono (2006) mengatakan pula bahwa “penelitian komparatif adalah
penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua
atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda.” Jadi dapat
disimpulkan bahwa studi komparatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
membandingkan dua variabel atau lebih, untuk mendapatkan jawaban atau fakta
apakah ada perbandingan atau tidak dari objek yang sedang diteliti.
3.3 Definisi Operasional
Dengan maksud untuk mempermudah dalam memaknai judul penelitian
ini, maka perlu untuk memberikan definisi operasional terkait dengan yang
tercantum dalam judul penelitian sebagai berikut:
1. Model Role Playing
Model Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai
tokoh hidup atau benda mati (Zuhaerini,1983: 56).
Dalam model pembelajaran ini langkah-langkah yang akan diterapkan
dikelas diawali dengan guru dan murid menyiapkan bahan atau topik yang
akan dibahas, guru membagi kelompok dan tema, peserta didik menyiapkan
tempat, waktu dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dan
peserta didik bersama-sama melakukan penilaian atau evaluasi terhadap
proses dan hasil penggunaan model pembelajaran Role Playing.
2. Model Story Telling
Model Story Telling adalah model pembelajaran bercerita yang
kooperatif. Dengan model ini, guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran
karena siswa diminta tampil berbicara serta menceritakan suatu kejadian di
depan kelas dengan salah seorang temannya. (Karuru, 2003: 803-804).
Dalam model pembelajaran Story Telling langkah-langkah penerapan
model pembelajaran di dalam kelas diawali dengan guru membagi kelompok
dan menetapkan tema atau cerita yang berbeda pada masing-masing
kelompok, setelah itu siswa mulai membuat skenario, alur, dan properti yang
akan digunakan, lalu masing-masing kelompok menyajikan atau menceritakan
kembali skenario yang telah dibuat di depan kelas dengan menggunakan
properti yang sudah disiapkan, terakhir guru dan peserta didik bersama-sama
melakukan penilaian atau evaluasi atas penggunaan model pembelajaran Story
Telling.
3. Sikap Nasionalisme
Sikap nasionalisme adalah perilaku dalam keseharian yang dapat
menggambarkan jiwa nasionalisme sebagai seorang warga negara yang
memiiki kesadaran dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. (Laksana Toto
Permanto, 2012:86). Sikap nasionalisme yang akan dikur antara lain :
a. Patriotik seperti : mencintai tanah air dan bangsa, bangga berbangsa dan
ikhlas untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara, serta berani
mengemukakan kebenaran dan keadilan walaupun akibatnya kurang
mengenakkan bagi dirinya
b. Rela berkorban seperti : mengutamakan kepentingan bersama daripada
kepentingan diri sendiri, berupaya menghindari sikap egois, apatis, dan
masa bodoh, memberikan sesuatu yang dimilikinya untuk membantu
orang lain, serta mempunyai kesetiaan terhadap bangsa dan negara dengan
memberi perhatian pada kepentingan umum
c. Adil seperti : membagi tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing,
dan bila harus mengambil keputusan, tidak berat sebelah, dan tidak
membedakan ras, suku, agama,dll.
d. Pengabdian seperti : menyediakan diri untuk membantu orang lain dan
merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu bila melihat ada yang kurang
sesuai
e. Rasa Memiliki seperti : turut melestarikan dan mengembangkan budaya
bangsa sendiri, turut bertanggung jawab menjaga sesuatu milik bersama
yang ada di lingkungan sekolah,dan sekitar pergaulannya, serta
menghindari perbuatan yang sifatnya merusak keindahan
f. Setia pada negara seperti : menepati janji untuk mendukung kegiatan
masyarakat di sekitarnya, tidak ingkar janji terhadap sesuatu yang telah
diucapkan, berpegang teguh pada pendirian yang sudah teruji
kebenarannya, dan melaksanakan apa yang telah menajdi tugas dan
3.4 Variabel dan Paradigma Penelitian
3.4.1 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:63), bahwa “variabel penelitian pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya.” Hal senada dikatakan pula oleh Creswell, (2010:76) bahwa
“variabel merunjuk pada karakteristik atau atribut seorang individu atau suatu
organisasi yang dapat diukur atau di observasi”.
Terdapat dua variable bebas (independent variables) dalam penelitian ini.
Yang dimaksud variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Menurut Creswell,
(2010:77) mengatakan bahwa “variabel bebas (independent variabels) merupakan
variabel-variabel yang (mungkin) menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek
pada outcome”. Dari masalah yang telah dirumuskan maka penelitian ini
bermaksud mengungkapkan fakta dan mengkaji dua variabel bebas, yaitu :
Variable (X1) : Model pembelajaran Role Playing
Variabel (X2) : Model pembelajaran Story Telling
Dalam penelitian ini selain terdapat variabel bebas terdapat pula variabel
terikat. Menurut Creswell, (2010:77) variabel terikat (dependent variabels) adalah
“variabel-variabel yang bergantung pada variabel-variabel bebas.
Variabel-variabel terikat ini merupakan outcome atau hasil dari pengaruh Variabel-variabel-Variabel-variabel
bebas”. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu :
Tabel 3.5
Operasional variabel
NO. VARIABEL INDIKATOR BUTIR
SOAL JUMLAH
yang dimilikinya untuk
1) Mau berteman dengan siapa saja tanpa
membedakan ras, suku, dan agama
2) Membagi tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing 3) Bila harus mengambil
keputusan, tidak berat
1) Berperan aktif dalam upaya memajukan
1) Turut melestarikan dan mengembangkan budaya bangsa sendiri
2) Turut bertanggung jawab menjaga sesuatu milik 1) Menepati janji untuk
3) Berpegang teguh pada pendirian yang sudah teruji kebenarannya 4) Melaksanakan apa yang
telah menjadi tugas dan kewajibannya
51
52, 53
1
2
(disusun oleh : penulis, 2012)
3.4.2 Paradigma Penelitian
Menurut sugiyono (2006) paradigma penelitian diartikan sebagai pola
pikir yang menunjukkan hubungan antra variabel yang akan diteliti yang sekaligus
mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui
penelitian.
Berdasarkan hal tersebut maka paradigma dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pembelajaran PKn
Bagan 3.1 Paradigma Penelitian
(disusun oleh : Penulis 2012) Variabel X1 :
Model pembelajaran Role Playing
Variabel X2 :
Model Pembelajaran Story Telling
Variabel Y :
Sikap Nasionalisme
Sedangkan alur penelitian adalah sebagai berikut :
Bagan 3.2 Alur Penelitian
(disusun oleh : penulis 2012) Latar Belakang
nasionalisme yang tercermin dari perilaku nasionalistik remaja saat ini kian memudar.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan sikap nasionalisme siswa?
2. Bagaimana pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan sikap nasionalisme siswa?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa, yang belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story Telling?
Metode Penelitian Kuantitatif-Studi Komparatif
Sumber Data Variabel Bebas Variabel Terikat
Model Role
role playing & strory Telling
3.5 Data dan Sumber Data
3.5.1 Data
Data diperlukan untuk menjawab masalah penelitian atau menguji
hipotesis yang sudah dirumuskan. Data merupakan hasil pencacatan suatu
penelitian baik yang berupa angka maupun fakta yang dijadikan bahan untuk
menyusun informasi.
Data yang akan didapatkan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif,
hasil dari jawaban pertanyaan (instrumen penelitian) peneliti terhadap responden,
yaitu orang yang menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan peneliti secara
tertulis.
3.5.2 Sumber Data
Menurut Arikunto (2010:172) “sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau
wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden,
yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik
pertanyaan tertulis maupun lisan”. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas XI.1 yang berjumlah 44 orang dan siswa kelas IX.2 yang
berjumlah 44 orang.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
3.6.1 Populasi
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang
dipelajari, tetapi juga meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh
subjek atau objek tersebut.
Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IX (sembilan)
SMP Negeri 12 Tambun Selatan.
3.6.2 Sampel
Sugiyono, (2012:120) menjelaskan pengertian sampel adalah “bagian dari
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pada penelitian ini
diambil sampel yaitu siswa kelas IX.1 dan IX.2 SMP Negeri 12 Tambun Selatan
yang masing-masing berjumlah 44 siswa. Pemilihan sampel siswa kelas IX
(sembilan) dikarenakan materi (SK/KD) Menampilkan Peran Serta Dalam Usaha
Pembelaan negara yang diajarkan sesuai dengan hasil capaian yang diukur yaitu
sikap nasionalisme siswa.
Pengambilan sampel di SMP Negeri 12 Tambun Selatan menggunakan
teknik Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono,
2012:122).
Dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling tersebut
didapatkan kelas IX.1 dan IX.2 sebagai sampel dikarenakan jumlah siswa yang
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
1) Kuesioner atau Angket
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan sengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya (sugiyono, 2012:192). Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang efisisen bila peneliti tahu dengan
pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden. Dalam penelitian ini kuesioner atau angket digunakan sebagai alat
mengukur pretest dan posttest.
Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan berupa skala sikap. Skala
pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif (Sugiyono, 2012:135). Dalam penelitian ini menggunakan skala
sikap karena hasil yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sikap nasionalisme
siswa.
Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert
dimana menurut Sugiyono (2012:136) “skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai
variabel penelitian.
2) Studi Dokumentasi
Menurut Arikunto (2010:274) metode dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar,
majalah, prasati, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”. Dengan
metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.
Dalam penelitian ini yang dijadikan dokumentasi adalah berupa foto-foto pada
saat penelitian berlangsung.
3.8 Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2010:203) “Instrument penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. .Hal senada diungkapkan
oleh Sugiyono (2012:148) bahwa “instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian ini instrumen yang akan
digunakan adalah kuesioner atau angket, skala sikap dan observasi”.
1) Kesioner atau Angket
Kuesioner atau angket akan digunakan untuk mengukur hasil pretest dan
posttest. Pretest digunakan untuk mengukur raw input siswa sebelum pelaksanaan
pembelajaran kelas dengan menggunakan model pembelajaran Role playing dan
digunakan untuk mengukur tingkat homogenitas kemampuan dasar serta sikap
nasionalisme peserta didik sebelum diberikan treatment berupa model
pembelajaran Role Playing dan Story Telling.
Postest digunakan untuk mengukur kemajuan sikap nasionalisme siswa
dan membandingkan hasil belajar pada kelompok penelitian setelah pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dan yang
menggunakan model pembelajaran Story Telling. Soal-soal pada pretest sama
dengan soal-soal yang ada pada post test.
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur pretest dan posttest adalah
dengan menggunakan skala sikap dari Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif , yang
dapat berupa kata-kata seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat
tidak setuju, dan untuk keperluan analisis kuantitaif, maka jawaban dari setiap
item diberi skor 1-5 untuk pertanyaan positif dan skor 5-1 untuk pertanyaan
negatif.
2) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto-foto pada saat
pembelajaran berlangsung yaitu saat penerapan model pembelajaran role playing
3.9 Pengujian Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka instrumen
atau alat penelitiana harus valid dan reliable, oleh karena itu instrumen perlu diuji
coba. Hal ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2006:168) “instrumen
yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable”.
Uji coba instrumen dilakukan untuk memenuhi kualitas instrumen
penelitian sebelum diputuskan untuk dijadikan alat pengumpul data penelitian.
Dari hasil uji coba test instrumen, dilakukan pengolahan data yang meliputi uji
validitas, uji reliabilitas, uji homogenitas, uji normalitas, uji t.
3.9.1 Pengujian Validitas
Validitas instrumen penelitian adalah ketepatan dari suatu instrumen
penelitian atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur, sehingga
instrumen ini akan mempunyai kevalidan dengan taraf yang baik. Instrumen yang
valid dapat mendeteksi dengan tepat apa yang seharusnya diukur. Menurut
Arikunto (2010:211) menjelaskan:
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap dari variabel yang diteliti secara tepat.
Untuk menentukan validitas instrumen khusunya validitas isi, maka harus
ditentukan dan dinilai oleh para pakar yang berpengalaman dan tidak ada cara lain
untuk menentukan validitas isi ini (Ruseffendi dalam Sandi Budi, 2008:29).
Berdasarkan pendapat tersebut, untuk menentukan validitas isi dari instrumen tes
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Untuk instrumen yang validitas
isinya memadai diujicobakan kepada peserta didik yang sudah mempelajari materi
Menampilkan Peran Serta Dalam Usaha Pembelaan negara dan berada diluar
subjek sampel penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal-soal dapat
dipahami dengan baik. Uji coba dilakukan untuk melihat validitas (construct),
reliabilitas, dan daya pembeda.
Selanjutnya dilakukan validitas butir soal digunakan untuk mengetahui
dukungan setiap butir soal terhadap seluruh soal yang diberikan. Sebuah soal akan
memiliki validitas yang tinggi, jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang
besar terhadap seluruh soal yang ada. Untuk menguji validitas butir soal maka
harus dihitung korelsinya, yaitu dengan menggunkan korelasi Product Moment
dengan angka kasar:
=
� −( )( )� 2−( )2 � 2−( )2 (Arikunto, 2010:218)
Keterangan:
= koefisien korelasi
= jumlah skor X
= jumlah skor Y
= jumlah skor X dan Y
� = jumlah responden
Setelah harga koefisien korelasi ( rxy ) diperoleh, disubstitusikan ke rumus
uji „t‟ yaitu:
=
−2Keterangan:
= nilai t hitung
= banyaknya data/jumlah responden
= koefisien korelasi
Instrumen dinyatakan valid apabila ℎ� � > � dengan tingkat
signifikansi 0,05. Nilai koefisien korelasi dapat diinterpretasi pada tabel 3.2 di
bawah ini:
Tabel 3.6 Tingkat Validitas
Koefisien Korelasi (r) Kriteria
0,80 ≤ r< 1,00 Validitas tinggi
0,60 ≤ r< 0,80 Validitas cukup
0,40 ≤ r< 0,60 Validitas agak rendah
0,20 ≤ r< 0,40 Validitas rendah
0,00 ≤ r< 0,20 Validitas sangat rendah
r< 0,00 Tidak valid
(Sumber: Arikunto, 2010:319)
3.9.2 Hasil Validitas
Pengujian instrumen dilakukan pada 2 kelas yang berbeda dengan kelas
yang akan digunakan untuk penelitian. Dari pengujian instrumen yang dilakukan
pada dua kelas tersebut dari 67 item soal (skala sikap) diperoleh hasil validitas
berupa sebanyak 53 item soal yang valid yaitu pada item soal no1, 2, 3, 10, 11, 12,
13, 17, 18, 19, 21, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,
65, 66, 67. Item soal yang valid akan digunakan untuk penelitian pada kelas yang
akan diteliti.
Sedangkan sebanyak 4 item soal yang tidak valid yaitu pada item soal 4,
14, 23 dan 24, item soal yang tidak valid pada kedua kelas uji akan dibuang dan
tidak dipakai untuk penelitian. Sama halnya dengan item soal yang mempunyai
validitas yang berbeda dari kedua kelas uji yaitu sebanyak 10 item soal antara lain
soal no 5, 6, 7, 8, 9, 15, 16, 20 ,49 dan 64 tidak akan dipakai untuk penelitian
(dibuang).
3.9.3 Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur
memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan
seseorang. Senada dengan pendapat Arikunto (2010:221) yang menyatakan
bahwa:
Sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan sama.
Reliabilitas pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus
Spearman-Brown dengan teknik belah dua ganjil-genap. Adapun langkah-langkah
yang digunakan adalah:
1. Mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan
2. Mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua dengan
menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
=
� −( )( )� 2−( )2 � 2−( )2
(Arikunto, 2010:213)
Keterangan:
= koefisien korelasi
= jumlah skor X
= jumlah skor Y
= jumlah skor X dan Y
� = jumlah responden
3. Menghitung indeks reliabilitas soal dengan menggunakan rumus
Spearman-Brown, yaitu:
11
=
2 1 2 1 2
(1+ 1 2 1 2)
(Arikunto, 2010:223)
Keterangan:
11 = reliabilitas instrumen.
1 2 1 2 = yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan
instrumen.
Tabel 3.7
Tingkat Reliabilitas
Koefisien korelasi (���) Tafsiran
0.80 < 11 ≤ 1.00 Reliabilitas sangat tinggi
0.60 < 11 ≤ 0.80 Reliabilitas tinggi
0.40 < 11 ≤ 0.60 Reliabilitas sedang
0.20 < 11 ≤ 0.40 Reliabilitas rendah
11 ≤0.20 Reliabilitas sangat rendah
(Sumber: J.P Guilford, 1956)
3.8.4 Hasil Reliabilitas
Berikut hasil statistik untuk realibilitas pada kelas uji instrumen Role
Playing pada variabel X1 dan Y
Guttman Split-Half Coef f icient
Berikut hasil statisti untuk realibilitas pada kelas uji instrumen Story
Telling pada variabel X2 dan Y
Tabel 3.8
Hasil Reliabilitas
Kelas Uji Instrumen Koefisien
Reliabilitas Nilai Kritis Keterangan
Kelas A 0.778 0.70 Reliabel
Kelas B 0.851 0.70 Reliabel
Dari tabel diatas dapat digambarkan bahwa pada kelas A yang menjadi
kelas uji instrument untuk model pembelajaran Role Playing seluruh indikator
Reliabil ity Statistics
Guttman Split-Half Coef f icient
baik indikator pembelajaran Role Playing maupun indikator nasionalisme
memiliki nilai keseluruhan koefisien reliabilitas sebesar 0.778, maka dapat
dikatakan reliabel. Sedangkan untuk kelas B yang menjadi kelas uji instrumen
untuk model pembelajaran Story Telling seluruh indikator yang mencakup
indikator model pembelajaran Story Telling dan nasionalisme memiliki nilai
koefisien reliabilitas sebesar 0.851 maka dapat dikatakan reliabel.
3.10 Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan setelah data-data yang diperlukan terkumpul,
secara garis besar, teknik analisis data menurut Arikunto (2010:278) meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
Kegiatan ddalam langkah persiapan ini antara lain: a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.
b. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen pengumpul data.
c. Mengecek macam isian data. 2. Tabulasi
a. Memberi skor pada stiap item jawaban yang telah dijawab responden.
b. Menjumlah skor yang didapt dari setiap variabel. 3. Penerapan data sesuai dnegan pendekatan penelitian.
Penerapan data-data sesuai dengan pendekatan penelitian ini adalah
menganalisa data dengan tujuan untuk menguji asumsi-asumsi statistik. Sebelum
melakukan pengujuan asumsi statistik, maka dilakukan terlebih dahulu
perhitungan statistik deskriptif dengan menggunakan harga frekuensi, standar
deviasi, dan rata-rata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu perhitungan atau
mengolah data adalah pengujian asumsi-asumsi statistik, yaitu uji homogenitas,
uji normalitas distribusi, dan uji hipotesis.
3.10.1 Normalisasi Skor Gain
Setelah penelitian diperoleh data. Data tersebut merupakan data mentah
yang harus diolah agar dapat memberikangambaran nyata mengenai permasalahan
yang diteliti dan memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan yang
diteliti dan memberikan arah untuk mengkaji lebih lanjut. Adapun untuk
mengetahui peningkatan atau perkembangan sikap nasionalisme siswa terdiri atas
pretest dan postest menggunakan skor gain yang dinormalisasi. Gain yang
dinormalisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus gain score
ternormalisasi dengan rumusan Meltzer (Dewi, 2004) sebagai berikut :
� � � � =� � − � � �
� � 100 %
Keterangan :
Skor postest : skor tes akhir
Skor Pretest : skor tes awal
Skor maks : skor maksimum
Berikut kriteria tingkat Gain ternormalisasi adalah :
Tabel 3.9
Kriteria Tingkat Gain
Tingkat Gain Kriteria
G ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
3.10.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan sampel dari populasi dari
dua kelas yang homogen. Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini
digunakan rumus sebagai berikut:
=
� 2� 2 (Syafaruddin Siregar, 2004:50)
Keterangan :
SA2 = Varian terbesar
SB2 = Varian terkecil
Derajat kebebasan masing-masing dkA = (nA-1) dan dkB = (nB– 1) dan jika
p-value > α = 0,05, maka dinyatakan homogen.
3.10.3 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka pengujian merupakan
pengujian parametric sebaliknya jika tidak normal pengujian termasuk dalam
pengujian non parametric.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dengan
kriteria jika nilai p-value > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya jika
nilai p-value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Sopiyudin 2009: 57).
Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan
menggunakan bantuan program SPSS 20.
3.10.4 Analisis Deskriptif
Untuk mengetahui bagaimana gambaran Sikap Nasionalisme Siswa (Role
pengkategorian dengan cara menjumlahkan skor pernyataan, kemudian dicari
panjang interval setiap kelas dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 1992 : 91) :
max min
X X
c
k
,
dimana
c = panjang interval kelas
max
X = Nilai terbesar
min
X = Nilai terkecil
k = banyaknya kelas (Baik – Cukup Baik – Kurang Baik)
Untuk mengetahui sebaran jawaban responden tentang masing-masing
item pernyataan, dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono
2010 : 33) :
100% f
P N
Keterangan :
P = Persentase
f = Frekuensi jawaban responden
N = Jumlah pasien keseluruhan
3.10.5 Analisis Bivariat (Uji t-independent)
Uji t digunakan untuk membandingkan atau membedakan dua variabel
atau kelompok serta generalisasi dari hasil analisis. Rumus uji t-independent yaitu
t hitung
S = Standar deviasi sampel
n = Banyaknya anggota sampel
Untuk menguji perbedaan antara 2 kelompok, maka perlu dilakukan
pengujian hipotesis statistik yang diajukan sebagai berikut :
H0 : B0 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok;
H1 : B0 Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.
Dengan membandingkan ttable dan thitung, jika: -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada model pembelajaran
Role Playing dan Story Telling pada SMP Negeri 12 Tambun Selatan, secara
umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Role Playing
dan Story Telling dipandang dapat memperngaruhi sikap nasionalisme siswa.
Model pembelajaran Role Playing dan Story Telling merupakan suatu
pembaharuan proses belajar dalam pendidikan yang cukup baik dipraktekkan
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan karena dirasakan bermanfaat
untuk siswa dalam kehidupannya.
Dari hasil analisis data dan temuan yang diperoleh dari lapangan tentang
efektivitas penggunaan model pembelajaran Role Playing dengan Story Telling
dalam pembelajaran PKn untuk mengembangkan sikap nasionalisme siswa di
SMP Negeri 12 Tambun Selatan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Role Playing pada standar kompetensi menampilkan
partisipasi dalam usaha pembelaan negara dengan kompetensi dasar
menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara terdapat
perbedaan yang signifikan dari hasil pretest dan postest. Hal ini dapat
dilihat dari nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,011. Jika dibandingkan
dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,011 < 0,05) yang menyatakan H0
rata-rata sebesar 0,013% dimana termasuk kedalam kriteria perbedaan yang
rendah antara pretest dan postest. Hal ini menunjukkan bahwa Role Playing
(Pretest) dan Role Playing (Postest) cenderung tidak sama (berbeda signifikan) dan memberikan pengaruh yang rendah terhadap perkembangan
sikap nasionalisme siswa.
2. Perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Story Telling pada standar kompetensi menampilkan
partisipasi dalam usaha pembelaan negara dengan kompetensi dasar
menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara terdapat
perbedaan yang signifikan dari hasil pretest dan postest. Hal ini dapat
dilihar dari bahwa nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,000. Jika
dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,000 < 0,05) yang
menyatakan H0 ditolak. Selain itu menurut haril perhitungan rata-rata N-Gain
diperoleh rata-rata sebesar -0,0170% dimana termasuk kedalam kriteria
perbedaan rendah. Dengan demikian menunjukkan bahwa Story Telling
(Pretest) dan Story Telling (Postest) tidak sama (berbeda signifikan), akan
tetapi model pembelajaran Story Telling tidak memberikan pengaruh yang
berarti (rendah) terhadap perkembangan sikap nasionalisme siswa.
3. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda rata-rata,
perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Role Playing lebih baik dibandingkan dengan perkembangan
sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model Story Telling. Hal ini
Jika dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,031 < 0,05) yang
menyatakan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa Role Playing (Postest)
dan Story Telling (Postest) tidak sama (berbeda signifikan). Selain itu dari
hasil perbandingan antara Role Playing (Postest) dan Story Telling (Postest)
menunjukkan bahwa yang memberikan pengaruh paling besar terhadap
perkembangan sikap nasionalisme siswa adalah model pembelajaran Role
Playing dimana dari hasil postest Role Playing diperoleh 20,45% untuk siswa
yang memilki kemajuan sikap nasionalisme dan hasil postest Story Telling
diperoleh 6,82% untuk siswa yang memiliki kemajuan sikap nasionalisme.
5.2Saran
Hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan, penulis
mencoba memberikan saran-saran yang kiranya dapat dipertimbangkan bagi
pihak-pihak yang terkait. Saran yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru : penerapan model Role Playing dan Story Telling dapat dijadikan
alternatif dalam proses belajar mengajar khususnya untuk perkembangan sikap
nasionalisme siswa. Selain itu guru juga harus lebih mengefektifkan
penggunaan berbagai buku bacaan atau buku panduan yang ada di
perpustakaan sekolah sehingga cerita-cerita yang akan diperankan lebih
beragam serta dapat lebih memotivasi siswa.
2. Bagi siswa : sehubungan dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh
guru maka siswa diharapkan lebih berpartisipasi dalam metode pembelajaran
yang digunakan selama proses belajar mengajar dikelas. Selain itu siswa juga