• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING DENGAN STORY TELLING DALAM PEMBELAJARAN PKn UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP NASIONALISME SISWA : Studi Komparatif Terhadap Siswa Kelas IX di SMP Negeri 12 Tambun Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING DENGAN STORY TELLING DALAM PEMBELAJARAN PKn UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP NASIONALISME SISWA : Studi Komparatif Terhadap Siswa Kelas IX di SMP Negeri 12 Tambun Selatan."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 9

1.5 Hipotesis ... 10

1.6 Kerangka Berpikir ... 10

1.7 Struktur Organisasi tesis ... 12

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan ... 14

2.1.1 Pengertian, Visi dan Misi, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ... 14

2.1.2 Landasan Perkembangan Civic Education, Ruang Lingkup, dan Kompetensi Dalam Pembelajaran Pkn ... 18

2.2 Konsep Dasar Sikap ... 24

2.2.1 Pengertian, Komponen, Tingkatan, Sifat Sikap... 24

2.2.2 Ciri-Ciri, Cara Pengukuran, dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ... 26

2.3 Konsep Dasar Nasionalisme ... 28

2.3.1 Pengertian, dan Bentuk-Bentuk Nasionalisme ...28

2.3.2 Cara Terbentuknya Nasionalisme di Indonesia dan Karakteristik Pembentukan Sikap Nasionalisme Dalam Pembelajaran PKn ...37

2.4 Pengertian, Fungsi, Langkah-Langkah, dan Keunggulan Model Role Playing... 40

2.5 Pengertian, Fungsi, Langkah-Langkah, dan Keunggulan Model Story Telling ...50

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian... 62

3.1.1 Profil Sekolah ... 62

3.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ... 62

3.1.3 Sarana dan Prasarana ... 64

3.1.4 Kondisi Siswa ... 66

3.2 Metode Penelitian ... 66

3.3 Variabel Penelitian dan Paradigma Penelitian ... 68

3.3.1 Variabel Penelitian... 68

3.3.2 Paradigma Penelitian ... 71

3.4 Data Dan Sumber Data ... 74

3.4.1 Data ... 74

3.4.2 Sumber Data ... 74

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 74

3.5.1 Populasi ... 74

3.5.2 Sampel ... 75

3.6 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian ... 76

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 76

3.7 Instrumen Penelitian... 77

3.8 Pengujian Instrumen Penelitian ... 79

3.8.1 Pengujian Validitas ... 79

3.8.2 Hasil Validitas ... 81

3.8.3 Pengujian Reliabilitas ... 82

3.8.4 Hasil Reliabilitas ... 84

3.9 Teknik Analisis Data ... 86

3.9.1 Normalisasi Skor Gain ... 87

3.9.2 Uji Homogenitas ... 88

3.9.3 Uji Normalitas ... 88

3.9.4 Analisis Deskrptif ... 88

3.9.5 Analisis Bivariant (Uji t-independent)... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Tabulasi responden ...92

4.2 Analisis Data Penelitian ... 108

4.2.1 Gambaran Penggunaan Model Role Playing (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 108

4.2.2 Gambaran Penggunaan Model Role Playing (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa Role Playing ... 111

4.2.3 Gambaran Penggunaan Model Story Telling (Pretest)Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 112

4.2.4 Gambaran Penggunaan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 114 4.2.5 Gambaran Perbandingan Penggunaan Model Role Playing

(3)

Nasionalisme Siswa ... 116

4.3 Perhitungan Data Statistik ... 133

4.3.1 Uji Beda Rata-Rata Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 133

4.3.1.1 Uji Normalitas ... 134

4.3.1.2 Uji Homogenitas ... 134

4.3.1.3 Uji-t Sampel Berpasangan (Paired t-test) ... 135

4.2.1.4 Skor N-Gain yang Ternormalisasi... 136

4.4.1 Uji Beda Rata-Rata Story Telling (pretest) dan Story Telling (Postest) ...137

4.4.1.1 Uji Normalitas ... 137

4.4.1.2 Uji Homogenitas ... 138

4.4.1.3 Uji –t Sampel Berpasangan (Paired t-test) ...138

4.4.1.4 Skor N-Gain yang Ternormalisasi ...132

4.5.1 Uji Beda Rata-Rata Role Playing (postest) dan Story Telling (postest) ...140

4.5.1.1 Uji Normalitas ... 140

4.5.1.2 Uji Homogenitas ... 142

4.5.1.3 Uji-t Sampel Berpasangan (Independent t-test) ... 142

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 144

4.6.1 Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Pengembangan Sika Nasionalisme Siswa ... 144

4.6.2 Pengaruh Model Pembelajaran Story Telling Terhadap Pengembangan Sikap Nasionalisme Siswa ...148

4.6.3 Perbandingan Model Pembelajaran Role Playing Dengan Model Pembelajaran Story Telling Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa ... 152

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 160

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Menurunnya Sikap Nasionalisme ... 2

Tabel 2.1 Keunggulan dan Kekurangan Model Role Playing... 48

Tabel 3.1 Data Ruang Belajar (Kelas) ... 64

Tabel 3.2 Data Ruang Belajar (lainnya) ... 65

Tabel 3.3 Data Ruang Kantor... 65

Tabel 3.4 Data Siswa... 66

Tabel 3.5 Operasional Variabel... 69

Tabel 3.6 Tingkat Validitas ... 81

Tabel 3.7 Tingkat Reliabilitas ... 84

Tabel 3.8 Hasil Reliabilitas ... 85

Tabel 3.9 Kriteria Tingkat Gain ... 87

Tabel 4.1 Jawaban Responden bedasarkan sikap nasionalisme siswa yang menggunakan model Role Playing ... 92

Tabel 4.2 Jawaban Responden bedasarkan sikap nasionalisme siswa yang menggunakan model Story Telling... 100

Tabel 4.3 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Role Playing (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 110

Tabel 4.4 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Role Playing (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 111

Tabel 4.5 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Story Telling (Pretest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 113

Tabel 4.6 Persepsi Responden Tentang Penggunaan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 115

Tabel 4.7 Perbandingan Penggunaan Model Role Playing (Postest) dengan Model Story Telling (Postest) Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ... 117

Table 4.8 Perbandingan Persentase Indkator Model Pembelajaran ... 118

Tabel 4.9 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Patriotik ... 121

Tabel 4.10 Perbandingan Persentase Sikap Rela Berkorban ... 123

Tabel 4.11 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Adil ... 126

Tabel 4.12 Perbandingan Persentase Indikator Sikap Pengabdian ... 128

Tabel 4.13 Perbandingan Persentase Sikap Rasa Memiliki ... 129

Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Sikap Setia Pada Negara ... 131

Tabel 4.15 Uji Normalitas Variabel Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 134

Tabel 4.16 Uji Homogenitas Data Role Playing (Pretest) dan Data Role Playing (Postest) ... 135

Tabel 4.17 Uji Beda Rata-rata Role Playing (Pretest) dan Role Playing (Postest) ... 136

Tabel 4.18 Uji Normalitas Variabel Story Telling (Pretest) dan Story Telling (Postest) ... 137

(5)

(Postest) ... 139 Tabel 4.21 Uji Normalitas Variabel Role Playing (Postest) dan story Telling (Postest) ... 141 Tabel 4.22 Uji Homogenitas Data Role Playing (postest) dan Data Story Telling

(Postest) ... 142 Tabel 4.23 Uji Beda Rata-rata Role Playing (Postest) dan Story Telling

(6)

DAFTAR BAGAN

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang Role Playing (Pretest) ...110

Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang Role Playing (Postest) ...112

Gambar 4.3 Diagram Persepsi Responden Tentang Story Telling (Pretest) ...114

Gambar 4.4 Diagram persepsi Responden Tentang Story Telling (Postest) ...116

Gambar 4.5 Gambaran Perbandingan Pengaruh Model Role Playing Dengan Story Telling Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ...118

Gambar 4.6 Diagram Perbedaan Hasil Pretest Role Playing Dan Hasil Role Playing ...145

Gambar 4.7 Diagram Perbedaan Hasil Pretest Story Telling dan Postest Story Telling ...149

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan bangsa Indonesia terwujud atas jerih payah pahlawan

bangsa yang diraih tanpa pemberian dari pihak manapun. Seluruh rakyat

Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis dan suku bangsa bersatu dan berjuang

untuk melumpuhkan dan mengusir penjajah dari negeri ini. Tanggal 17 Agustus

1945 merupakan sebuah momentum penting bagi bangsa Indonesia, buah yang

sangat manis dari nasionalisme. Semenjak saat itu Indonesia telah menikmati

kemerdekaannya, selama itu pula terjadi pasang surut rasa nasionalisme, namun

saat ini dirasa nasionalisme yang tercermin dari perilaku nasionalistik yang

semakin memudar.

Pada era globalisasi saat ini, roda zaman terus berputar dan berjalan,

budaya terus berkembang, teknologi berlari sangat pesat, dan arus informasi

global bagai tidak terbatas dan tidak terbendung lagi. Sebagai akibatnya pengaruh

budaya luar yang bersifat negatif lebih mudah terserap tanpa adanya filter yang

cukup kuat. Perilaku negatif di kalangan remaja, seperti tawuran, anarkis, cepat

marah dan lebih mengutamakan kesenangan pribadi seperti berpesta pora, dugem,

narkoba, ataupun sex bebas menjadi budaya baru yang dianggap dapat

mengangkat jati diri, hal ini tanpa disadari telah membawa arus budaya barat

(9)

Selain itu simbol budaya asing justru lebih diminati dan semakin populer

dikalangan generasi muda saat ini. Interaksi tanpa batas yang terjadi pada generasi

muda dengan warga negara lain membawa dampak yang dapat mempengaruhi

pola pikir, sifat dan perilaku mereka kearah positif maupun negatif. Perubahan

global yang sering terjadi kini merupakan suatu revolusi global yang melahirkan

suatu gaya hidup (a new life style). Gaya hidup global cepat diserap oleh

masyarakat yang mengakibatkan majunya arus informasi yang dihasilkan oleh

teknologi (Tilaar, 2002 : 1).

Berikut adalah sebuah data hasil penelitian sebagai suatu wujud lunturnya

nasionalisme di Indonesia, yang pada umumnya dikategorikan sebagai anak

bersekolah di kota besar :

Tabel 1.1Persentase Menurunnya Sikap Nasionalisme

Bentuk menurunnya nasionalisme Persentase

1. menganggap Pancasila tidak lagi relevan sebagai

dasar negara 25, 8%

2. membenarkan aksi pengeboman 7, 5 %

3. menyetujui diberlakukannya syariat Islam 21, 1 %

4. menyetujui aksi radikal 28,2 %

5. malas mengukuti upacara bendera 83.3 %

6. lebih menyukai produk-produk luar negeri 73.3 % 7. tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi

bangsa 63.3 %

8. menyukai sekolah di luar negeri 56.7 %

9. lebih menyukai nama-nama luar negeri 40 %

10.merasa figur-figur barat lebih baik 33.3 %

(10)

Data tersebut diambil dari hasil survei yang tidak hanya dilakukan pada

siswa madrasah, melainkan di 100 sekolah negeri dan swasta, 59 sekolah swasta

dan 41 sekolah negeri. Survei dilakukan selama Oktober 2010 hingga Januari

2011 di sepuluh wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).

Sebanyak 993 siswa SMP dan siswa SMA menjadi sampel penelitian.

Selain itu menurut survei nasional terbaru tahun 2011-2012 menunjukkan

bahwa sebagian dari 10.000 murid SMA mengaku pernah mencuri sesuatu di

pertokoan selama satu tahun terakhir, satu dari empat menyatakan akan

berbohong demi mendapatkan perkerjaan, dan tujuh dari sepuluh mengaku

mereka menyontek saat ulangan selama dua belas bulan terakhir. Penggunaan

alkohol dan narkoba meningkat pada anak-anak remaja. Studi terbaru

menunjukkan 22% murid kelas lima sekolah dasar setidaknya pernah mabuk satu

kali. Dalam dua dekade, angka diagnosis hiperaktivitas dan kesulitan belajar

meningkat 70%. (Borba, 2008:2 ).

Situasi yang demikian dapat berdampak buruk bagi ketahanan bangsa

Indonesia, dimana generasi mudah lebih menyukai budaya luar daripada budaya

lokal negaranya. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat dari Komalasari (2007:554)

bahwa:

Saat ini disinyalir bahwa nasionalisme bangsa Indonesia rapuh dalam menghadapi gejala-gejala mutahir berupa solidaritas parochial dan kekuatan eksternal akibat pengaruh globalisasi, baik kekuasaan kolonial, penetrasi transnational corporation, multinational corporation, maupun lembaga-lembaga nasional lainnya.

Dengan demikian hal tersebut merupakan sebuah tantangan bagi bangsa

(11)

tersebut. Untuk itu diperlukan suatu paham nasionalisme yang dapat dipraktekkan

melalui perilaku nasionalistik untuk menjaga agar bangsa Indonesia tidak mudah

mengalami perpecahan atau fragmentasi khususnya di kalangan remaja atau

pelajar saat ini. Menurut Buasan, (2012:8) secara sederhana mengartikan

nasionalistik sebagai :

Sesuatu yang berkaitan dengan atau berasaskan dengan nasionalisme, menunjukkan nasionalisme, serta mengutamakan bangsa dan negara segala tingkah laku dan perbuatan fisik individu atau masyarakat yang menunjukkan sikap yang bersifat nasionalis, dengan loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.

Di lain pihak Bradat (1993:41) menegaskan definisinya tentang

nasionalisme sebagai nation state, bahwa :

Nationalisme is the theory of the nation state, and as such it has had an enormous impact on the modern world...nation is a sosiological term referring to a group of people who have a sense of union with one another. State is a political term that includes four element: people, territory,goverment, and sovereignty...yet, several theories of the origin of thestate have had an impacton nationalism as ideology.

Artinya, nasionalisme adalah teori dari negara bangsa, dan sepertinya hal

ini telah mempunyai suatu dampak mahabesar pada dunia modern... bangsa

adalah suatu istilah sosiologikal merujuk pada sekelompok orang-orang yang

mempunyai suatu rasa perserikatan satu sama lain. Negara adalah satu istilah

politik yang mengandung empat elemen, yakni prang-orang, wilayah, pemerintah

dan kedaulatan .... namun, beberapa dari teori asal negara yang telah mempunyai

suatu dampak pada nasionalisme sebagai ideologi.

Oleh karena itu, memudarnya nasionalisme di Indonesia saat ini bukanlah

tanpa sebab. Untuk itu diperlukan upaya nation and character building. Untuk

(12)

pendidikan. Pendidikan diyakini sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan

sikap dan jiwa nasionalisme.

Menurut Mulyono (2012:41-42) perilaku nasionalistik antara lain:

Melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih, menyanyikan lagu indonesia raya, memasang bendera merah putih di rumah pribadi dan dinas, menggunakan produk dalam negeri seperti batik, memilih

nama-nama “keindonesiaan”, membuat logo-logo, cendera mata, dan semboyan yang bisa membangkitkan nasionalisme , menghidupkan kembali seni tradisional yang mulai memudar, menyiarkan berita dan acara yang bersifat nasionalisme

Dalam rangka merealisasikan pendidikan perlu adanya program

pembelajaran yang menjalankan pembinaan karakter (sikap), nilai, dan moral.

Pembelajaran sikap atau karekter ini di Indonesia secara formal diusung melalui

program pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Secara khusus pengertian

pendidikan kewarganegaraan dapat dicermati pada Penjelasan Pasal 37 ayat (1)

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dikemukakan

bahwa:

Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa.

Tilaar (2007:25) berpendapat bahwa pendidikan merupakan faktor penting

untuk menumbuhkan nasionalisme disamping bahasa dan budaya. Pendidikan

kewarganegaraan sangat kental dan erat dengan nilai-nilai nasionalisme dan

patriotisme. Hal tersebut bukanlah sebuah mitos belaka, karena memang secara

substanstif pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga

(13)

Siswa sebagai generasi muda penerus bangsa memegang peranan penting

dalam menumbuhkan sikap dan jiwa nasionalisme. Salah satu hal yang dapat

dilakukan oleh para generasi muda untuk mewujudkan sikap dan jiwa

nasionalisme yaitu dengan memanfaatkan pendidikan dengan sebaik-baiknya,

karena pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam hal pembinaan sikap

nasionalisme.

Dengan demikian untuk mewujudkan pendidikan kewarganegaraan yang

dapat menumbuhkan rasa nasionalisme siswa dibutuhkan suatu model

pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai yang mengadung

semangat nasionalisme. Seperti yang dikatakan oleh Lickona (1991) dalam

Samani (2012:147), menyarankan bahwa :

Dalam pendidikan kewarganegaraan dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai untuk menanamkan karakter nasionalisme siswa, agar pendidikan karakter tersebut dapat berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita, atau dongeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur, melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga penerapan pembelajaran kooperatif.

Hal senada dikatakan oleh Joyce (2009: 329) bahwa:

Model pembelajaran yang efektif dan berbasis nilai adalah model Role Playing dimana esensi dari model Role Playing itu sendiri adalah keterlibatan partisispan dan peneliti dalam situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut. Proses Role Playing berperan untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku. (4) mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model Role Playing merupakan

salah satu model pembelajaran nilai yang baik untuk menanamkan rasa

(14)

menjadi best practices di negara-negara maju khususnya AS adalah Story Telling.

Samani (2012:148) mengatakan bahwa model ini pada hakikatnya sama dengan

metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimpovisasi. Guru juga dapat

menggunakan berbagai macam dongeng atau cerita keberhasilan para tokoh

perjuangan yang ada di Indonesia yang menunjang timbulnya semangat

nasionalisme siswa.

Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka

peneliti tertarik dan berusaha untuk mengungkap lebih dalam lagi mengenai

“Efektivitas Penggunaan Model Role Playing dengan Story Telling Dalam

Pembelajaran PKn Untuk Mengembangkan Sikap Nasionalisme Siswa (Studi

Komparatif Terhadap Siswa Kelas IX di SMP Negeri 12 Tambun Selatan).

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Tahapan awal penguasaan masalah perlu dilakukan identifikasi masalah.

Maksud dari identifikasi masalah yaitu untuk memilah masalah yang pokok untuk

diteliti dan dianalisis dalam hubungannya dengan variabel tertentu yang dianggap

menjadi masalah dalam latar belakang di atas.

Berdasarkan latar belakang di atas maka maka penulis identifikasi

permasalahan utama yaitu: Apakah terdapat perbedaan antara penggunaan model

(15)

1.2.2 Rumusan Masalah

Selanjutnya dirumuskan pula beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan sikap

nasionalisme siswa?

2. Apakah terdapat pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan sikap

nasionalisme siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa yang

belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story

Telling?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Efektivitas

Penggunaan Model Role Playing dengan Story Telling untuk menumbuhkan rasa

nasionalisme siswa.

1.3.2. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan

sikap nasionalisme siswa

2) Untuk mengetahui pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan

sikap nasionalisme siswa

3) Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa,

yang belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan

(16)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoretis

maupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangsih dan memperkaya wawasan keilmuan yang akan menjadi

pijakan teoretis tentang efektivitas penggunaan antara model Role Playing dan

Story Telling dalam pembelajaran PKn guna menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.

Secara praktis penelitian ini diharapkan :

1. Bagi guru : penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru untuk

mengembangkan pola model pembelajaran PKn khususnya model Role

Playing dan Story Telling untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif

sehingga dapat memperlancar kegiatan belajar mengajar terutama dalam

upaya menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.

2. Bagi siswa: penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan acuan tentang

arti penting mata pelajaran PKn serta model Role Playing dengan Story

Telling guna menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.

3. Bagi sekolah : penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan sekolah dalam rangka pembinaan dan pengembangan model

pembelajaran khususnya model Role Playing dengan Story Telling serta

pemberian dukungan kepada tenaga pendidik sehingga setiap proses

pembelajaran benar-benar diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan

(17)

1.5 Hipotesis

Pada penelitian ini menggunakan hipotesis deskrptif dimana merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif (Sugiyono, 2012:103).

1. Terdapat pengaruh penggunaan model Role Playing terhadap sikap

nasionalisme siswa

2. Terdapat pengaruh penggunaan model Story Telling terhadap sikap

nasionalisme siswa

3. Terdapat perbedaan yang signifikan signifikan sikap nasionalisme siswa, yang

belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story

Telling

1.6 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1.1

(18)

(Sumber : Diolah oleh penulis, 2012)

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini

menggunakan dua variabel sebagai variabel bebas, dimana dalam dua kelas yang

berbeda diberikan model pembelajaran yang berbeda yaitu model Role Playing

(X1) dan model Story Telling (X2) dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Kedua model pembelajaran tersebut digunakan untuk dapat mengembangkan

sikap nasionalisme siswa (Y). sikap nasionalisme yang dimaksudkan adalah cara

berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

MODEL PEMBELAJARAN

ROLE PLAYING (X1)

MODEL PEMBELAJARAN

STORY TELLING (X2)

SIKAP NASIONALISME (Y)

INDIKATOR :

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

(19)

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsanya.

1.7 Struktur Organisasi Tesis

Sebagai Pendahuluan, Bab I menyajikan latar belakang permasalahan

yang memberi konteks munculnya masalah; identifikasi dan perumusan masalah ;

tujuan penelitian; manfaat atau signifikansi penelitian; dan struktur organisasi

tesis.

Dalam Bab II disajikan kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis

penelitian. Kajian pustaka yang berisi deskripsi, analisis konsep, teori-teori, dan

penelitian terdahulu yang relevan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, Model

Role Playing, Model Story Telling, dan sikap nasionalisme. Kerangka pemikiran

merupakan tahapan yang harus ditempuh untuk merumuskan hipotesis dengan

mengkaji teoritis antar variabel penelitian. Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian atau submasalah

yang diteliti.

Bab III mengenai metodologi menguraikan lokasi dan subjek populasi atau

sampel penelitian, desain penelitian dan justifikasi pemilihan desain penelitian,

metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode penelitian tersebut, definisi

operasional yang dirumuskan dalam setiap indikator, instrumen penelitian, proses

pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya, serta

analisa data.

Dalam Bab IV, disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

(20)

masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian, dan

pembahasan atau analisis temuan.

Selanjutnya dalam Bab V disajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan

penelitian. Saran atau rekomendasi yang ditujukan kepada pembuat kebijakan,

kepada pengguna hasil penelitian, dan kepada peneliti berikutnya yang berminat

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian

3.1.1 Profil Sekolah

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ialah SMP Negeri 12 Tambun

Selatan. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah negeri tingkat pertama yang

berada di Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, yang berlokasi di Jln.

P.Buton SKU DS, Mekarsari Tambun Selatan . SMP Negeri 12 Tambun Selatan

memiliki guru sebanyak 38 orang dengan bidang sesuai mata pelajaran

masing-masing. SMP Negeri 12 Tambun Selatan berdiri pada tahun 2008 dengan No.

Statistik Sekolah (NSS) 201022206082 dan jenjang akreditasi B. Smp negeri 12

Tambun Selatan memiliki tiga kegiatan ekstrakulikurer seperti PMR, Pramuka,

dan Osis

SMP Negeri 12 tambun Selatan ini sangat memprioritaskan kegiatan yang

bersifat akademik, yaitu dengan memfasilitasi siswa melalui kelengkapan sarana

dan prasarana pembelajaran, seperti perpustakaan dengan koleksi buku yang

beragam, serta ruang multimedia.

3.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

Visi : Terselenggaranya KBM yang bernuansa IMTAQ dan berprestasi

dalam IPTEK.

Misi

(22)

2. Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat, komite sekolah dalam

upaya terwujudnya swasembada sekolah berstandar nasional

3. Meningkatnya mutu pendidikan baik intelektual moral maupun sosial

4. Memberikan pelayanan pendidikan secara profesional dengan

pencapaian standar kompetensi kelulusan

5. Menumbuhkan motivasi, kreativitas dan demokrasi dalam

pembelajaran

6. Menuntaskan bebas buta baca Al-Quran bagi yang beragama islam

7. Menciptakan lingkungan pendidikan sekolah sebagai tempat siswa

belajar yang menyenangkan

Tujuan Sekolah

1. Menciptakan hasil lulusan yang bertaqwa dan berilmu tinggi

2. Menciptakan kehidupan lingkungan sekolah yang berstandar nasional

3.1.3 Sarana dan Prasarana

Data Ruang Belajar (kelas)

Secara umum data ruang belajar SMP Negeri 12 Tambun Selatan sebagai

berikut:

Tabel 3.1

Data Ruang Belajar (kelas)

Kelas Jumlah Ruang

Ruang kelas (asli) (a) (8x9) 8

Ruang kelas lainnya yang untuk atau

sebagai ruang kelas (b) 1

(23)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ruang kelas yang digunakan untuk

tempat belajar ada sebanyak 8 buah dan dalam kondisi baik, sedangkan ruang

kelas lainnya yang digunakan sebagai kelas cadangan sebanyak 1 buah sehingga

keseluruhan kelas terdapat 9 kelas.

Data Ruang Belajar (lainnya) :

Tabel 3.2

DataRuang Belajar (Lainnya)

Nama kelas Jumlah ruang

Jumlah ruang yang kondisinya

baik

Jumlah ruang yang kondisinya

rusak

Ruang kelas 8 √

Perpustakaan 1 √

Multimedia 1 √

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ruang kelas yang menunjang proses

belajar mengajar seperti perpustakaan terdapat 1 ruangan, ruang kelas sebanyak 8

ruangan dan multimedia sebanyak 1 ruangan yang kesemuanya berkondisi baik.

Data Ruang Kantor

Tabel 3.3 Data Ruang Kantor

Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) kondisi

Kepala sekolah 1 6x4 Baik

Guru 1 7x8 Bak

Tata usaha 1 3x3 Baik

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data ruang kantor seperti ruang

kepala sekolah, ruang guru, dan ruang tata usaha, masing-masing terdapat 1 buah

(24)

3.1.4 Kondisi Siswa

dan IX pada tahun ajaran 2012/2013

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan serangkaian strategi yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang diperlukan untuk mencapai

suatu tujuan penelitian dan menjawab masalah yang diteliti. Metode menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga yang diterbitkan oleh balai pustaka

dan disusun oleh Alwi (2002:740) mengemukakan pengertian dari metode, yaitu

“cara teratur yang digunkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai

sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

(25)

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan

sikap nasionalisme siswa maka metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode penelitian kuantitatif .

Menurut Creswell, (2010:5) metode penelitian kuantitaif merupakan :

Metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur biasanya dengan instrumen-instrumen penelitian sehingg data yang terdiri dari agka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini oada umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Pengertian metode penelitian kuantitaif senada dengan yang dikatakan

oleh Sugiyono, (2012: 11) bahwa :

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu Studi Komparatif.

Studi komparatif terdiri dari dua suku kata yaitu “studi” dan “komparatif”.

Dalam kamus bahasa Indonesia “studi” berarti penelitian, kajian atau telaah

(Depdiknas, 2007:1093). Sedangkan “komparatif” yaitu berkenaan atau

berdasarkan perbandingan (Depdiknas, 2007:584). Jadi pengertian studi

komparatif adalah penelitian ilmiah atau kajian berdasarkan dengan perbandingan.

Hal senada dikemukkan pula oleh Arikunto (2010 : 6) bahwa :

(26)

Selain itu Nasir (1988 : 68) mengatakan bahwa :

Studi atau penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu.

Sugiyono (2006) mengatakan pula bahwa “penelitian komparatif adalah

penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua

atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda.” Jadi dapat

disimpulkan bahwa studi komparatif adalah penelitian yang bertujuan untuk

membandingkan dua variabel atau lebih, untuk mendapatkan jawaban atau fakta

apakah ada perbandingan atau tidak dari objek yang sedang diteliti.

3.3 Definisi Operasional

Dengan maksud untuk mempermudah dalam memaknai judul penelitian

ini, maka perlu untuk memberikan definisi operasional terkait dengan yang

tercantum dalam judul penelitian sebagai berikut:

1. Model Role Playing

Model Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran

melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan

imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai

tokoh hidup atau benda mati (Zuhaerini,1983: 56).

Dalam model pembelajaran ini langkah-langkah yang akan diterapkan

dikelas diawali dengan guru dan murid menyiapkan bahan atau topik yang

akan dibahas, guru membagi kelompok dan tema, peserta didik menyiapkan

tempat, waktu dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dan

(27)

peserta didik bersama-sama melakukan penilaian atau evaluasi terhadap

proses dan hasil penggunaan model pembelajaran Role Playing.

2. Model Story Telling

Model Story Telling adalah model pembelajaran bercerita yang

kooperatif. Dengan model ini, guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran

karena siswa diminta tampil berbicara serta menceritakan suatu kejadian di

depan kelas dengan salah seorang temannya. (Karuru, 2003: 803-804).

Dalam model pembelajaran Story Telling langkah-langkah penerapan

model pembelajaran di dalam kelas diawali dengan guru membagi kelompok

dan menetapkan tema atau cerita yang berbeda pada masing-masing

kelompok, setelah itu siswa mulai membuat skenario, alur, dan properti yang

akan digunakan, lalu masing-masing kelompok menyajikan atau menceritakan

kembali skenario yang telah dibuat di depan kelas dengan menggunakan

properti yang sudah disiapkan, terakhir guru dan peserta didik bersama-sama

melakukan penilaian atau evaluasi atas penggunaan model pembelajaran Story

Telling.

3. Sikap Nasionalisme

Sikap nasionalisme adalah perilaku dalam keseharian yang dapat

menggambarkan jiwa nasionalisme sebagai seorang warga negara yang

memiiki kesadaran dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. (Laksana Toto

Permanto, 2012:86). Sikap nasionalisme yang akan dikur antara lain :

a. Patriotik seperti : mencintai tanah air dan bangsa, bangga berbangsa dan

(28)

ikhlas untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara, serta berani

mengemukakan kebenaran dan keadilan walaupun akibatnya kurang

mengenakkan bagi dirinya

b. Rela berkorban seperti : mengutamakan kepentingan bersama daripada

kepentingan diri sendiri, berupaya menghindari sikap egois, apatis, dan

masa bodoh, memberikan sesuatu yang dimilikinya untuk membantu

orang lain, serta mempunyai kesetiaan terhadap bangsa dan negara dengan

memberi perhatian pada kepentingan umum

c. Adil seperti : membagi tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing,

dan bila harus mengambil keputusan, tidak berat sebelah, dan tidak

membedakan ras, suku, agama,dll.

d. Pengabdian seperti : menyediakan diri untuk membantu orang lain dan

merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu bila melihat ada yang kurang

sesuai

e. Rasa Memiliki seperti : turut melestarikan dan mengembangkan budaya

bangsa sendiri, turut bertanggung jawab menjaga sesuatu milik bersama

yang ada di lingkungan sekolah,dan sekitar pergaulannya, serta

menghindari perbuatan yang sifatnya merusak keindahan

f. Setia pada negara seperti : menepati janji untuk mendukung kegiatan

masyarakat di sekitarnya, tidak ingkar janji terhadap sesuatu yang telah

diucapkan, berpegang teguh pada pendirian yang sudah teruji

kebenarannya, dan melaksanakan apa yang telah menajdi tugas dan

(29)

3.4 Variabel dan Paradigma Penelitian

3.4.1 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:63), bahwa “variabel penelitian pada dasarnya

adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.” Hal senada dikatakan pula oleh Creswell, (2010:76) bahwa

“variabel merunjuk pada karakteristik atau atribut seorang individu atau suatu

organisasi yang dapat diukur atau di observasi”.

Terdapat dua variable bebas (independent variables) dalam penelitian ini.

Yang dimaksud variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Menurut Creswell,

(2010:77) mengatakan bahwa “variabel bebas (independent variabels) merupakan

variabel-variabel yang (mungkin) menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek

pada outcome”. Dari masalah yang telah dirumuskan maka penelitian ini

bermaksud mengungkapkan fakta dan mengkaji dua variabel bebas, yaitu :

Variable (X1) : Model pembelajaran Role Playing

Variabel (X2) : Model pembelajaran Story Telling

Dalam penelitian ini selain terdapat variabel bebas terdapat pula variabel

terikat. Menurut Creswell, (2010:77) variabel terikat (dependent variabels) adalah

“variabel-variabel yang bergantung pada variabel-variabel bebas.

Variabel-variabel terikat ini merupakan outcome atau hasil dari pengaruh Variabel-variabel-Variabel-variabel

bebas”. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu :

(30)

Tabel 3.5

Operasional variabel

NO. VARIABEL INDIKATOR BUTIR

SOAL JUMLAH

(31)

yang dimilikinya untuk

1) Mau berteman dengan siapa saja tanpa

membedakan ras, suku, dan agama

2) Membagi tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing 3) Bila harus mengambil

keputusan, tidak berat

1) Berperan aktif dalam upaya memajukan

1) Turut melestarikan dan mengembangkan budaya bangsa sendiri

2) Turut bertanggung jawab menjaga sesuatu milik 1) Menepati janji untuk

(32)

3) Berpegang teguh pada pendirian yang sudah teruji kebenarannya 4) Melaksanakan apa yang

telah menjadi tugas dan kewajibannya

51

52, 53

1

2

(disusun oleh : penulis, 2012)

3.4.2 Paradigma Penelitian

Menurut sugiyono (2006) paradigma penelitian diartikan sebagai pola

pikir yang menunjukkan hubungan antra variabel yang akan diteliti yang sekaligus

mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui

penelitian.

Berdasarkan hal tersebut maka paradigma dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Pembelajaran PKn

Bagan 3.1 Paradigma Penelitian

(disusun oleh : Penulis 2012) Variabel X1 :

Model pembelajaran Role Playing

Variabel X2 :

Model Pembelajaran Story Telling

Variabel Y :

Sikap Nasionalisme

(33)

Sedangkan alur penelitian adalah sebagai berikut :

Bagan 3.2 Alur Penelitian

(disusun oleh : penulis 2012) Latar Belakang

nasionalisme yang tercermin dari perilaku nasionalistik remaja saat ini kian memudar.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh model Role Playing terhadap pengembangan sikap nasionalisme siswa?

2. Bagaimana pengaruh model Story Telling terhadap pengembangan sikap nasionalisme siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan sikap nasionalisme siswa, yang belajar menggunakan model Role Playing dengan menggunakan model Story Telling?

Metode Penelitian Kuantitatif-Studi Komparatif

Sumber Data Variabel Bebas Variabel Terikat

Model Role

role playing & strory Telling

(34)

3.5 Data dan Sumber Data

3.5.1 Data

Data diperlukan untuk menjawab masalah penelitian atau menguji

hipotesis yang sudah dirumuskan. Data merupakan hasil pencacatan suatu

penelitian baik yang berupa angka maupun fakta yang dijadikan bahan untuk

menyusun informasi.

Data yang akan didapatkan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif,

hasil dari jawaban pertanyaan (instrumen penelitian) peneliti terhadap responden,

yaitu orang yang menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan peneliti secara

tertulis.

3.5.2 Sumber Data

Menurut Arikunto (2010:172) “sumber data dalam penelitian adalah

subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau

wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden,

yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik

pertanyaan tertulis maupun lisan”. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

adalah siswa kelas XI.1 yang berjumlah 44 orang dan siswa kelas IX.2 yang

berjumlah 44 orang.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

(35)

populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.

Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang

dipelajari, tetapi juga meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh

subjek atau objek tersebut.

Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IX (sembilan)

SMP Negeri 12 Tambun Selatan.

3.6.2 Sampel

Sugiyono, (2012:120) menjelaskan pengertian sampel adalah “bagian dari

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pada penelitian ini

diambil sampel yaitu siswa kelas IX.1 dan IX.2 SMP Negeri 12 Tambun Selatan

yang masing-masing berjumlah 44 siswa. Pemilihan sampel siswa kelas IX

(sembilan) dikarenakan materi (SK/KD) Menampilkan Peran Serta Dalam Usaha

Pembelaan negara yang diajarkan sesuai dengan hasil capaian yang diukur yaitu

sikap nasionalisme siswa.

Pengambilan sampel di SMP Negeri 12 Tambun Selatan menggunakan

teknik Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono,

2012:122).

Dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling tersebut

didapatkan kelas IX.1 dan IX.2 sebagai sampel dikarenakan jumlah siswa yang

(36)

3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

1) Kuesioner atau Angket

Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan sengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya (sugiyono, 2012:192). Kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang efisisen bila peneliti tahu dengan

pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari

responden. Dalam penelitian ini kuesioner atau angket digunakan sebagai alat

mengukur pretest dan posttest.

Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan berupa skala sikap. Skala

pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk

menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga

alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data

kuantitatif (Sugiyono, 2012:135). Dalam penelitian ini menggunakan skala

sikap karena hasil yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sikap nasionalisme

siswa.

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert

dimana menurut Sugiyono (2012:136) “skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

(37)

ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai

variabel penelitian.

2) Studi Dokumentasi

Menurut Arikunto (2010:274) metode dokumentasi adalah mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar,

majalah, prasati, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”. Dengan

metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.

Dalam penelitian ini yang dijadikan dokumentasi adalah berupa foto-foto pada

saat penelitian berlangsung.

3.8 Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010:203) “Instrument penelitian adalah alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. .Hal senada diungkapkan

oleh Sugiyono (2012:148) bahwa “instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian ini instrumen yang akan

digunakan adalah kuesioner atau angket, skala sikap dan observasi”.

1) Kesioner atau Angket

Kuesioner atau angket akan digunakan untuk mengukur hasil pretest dan

posttest. Pretest digunakan untuk mengukur raw input siswa sebelum pelaksanaan

pembelajaran kelas dengan menggunakan model pembelajaran Role playing dan

(38)

digunakan untuk mengukur tingkat homogenitas kemampuan dasar serta sikap

nasionalisme peserta didik sebelum diberikan treatment berupa model

pembelajaran Role Playing dan Story Telling.

Postest digunakan untuk mengukur kemajuan sikap nasionalisme siswa

dan membandingkan hasil belajar pada kelompok penelitian setelah pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dan yang

menggunakan model pembelajaran Story Telling. Soal-soal pada pretest sama

dengan soal-soal yang ada pada post test.

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur pretest dan posttest adalah

dengan menggunakan skala sikap dari Likert, maka variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa

pertanyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan

skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif , yang

dapat berupa kata-kata seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat

tidak setuju, dan untuk keperluan analisis kuantitaif, maka jawaban dari setiap

item diberi skor 1-5 untuk pertanyaan positif dan skor 5-1 untuk pertanyaan

negatif.

2) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto-foto pada saat

pembelajaran berlangsung yaitu saat penerapan model pembelajaran role playing

(39)

3.9 Pengujian Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka instrumen

atau alat penelitiana harus valid dan reliable, oleh karena itu instrumen perlu diuji

coba. Hal ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2006:168) “instrumen

yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliable”.

Uji coba instrumen dilakukan untuk memenuhi kualitas instrumen

penelitian sebelum diputuskan untuk dijadikan alat pengumpul data penelitian.

Dari hasil uji coba test instrumen, dilakukan pengolahan data yang meliputi uji

validitas, uji reliabilitas, uji homogenitas, uji normalitas, uji t.

3.9.1 Pengujian Validitas

Validitas instrumen penelitian adalah ketepatan dari suatu instrumen

penelitian atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur, sehingga

instrumen ini akan mempunyai kevalidan dengan taraf yang baik. Instrumen yang

valid dapat mendeteksi dengan tepat apa yang seharusnya diukur. Menurut

Arikunto (2010:211) menjelaskan:

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap dari variabel yang diteliti secara tepat.

Untuk menentukan validitas instrumen khusunya validitas isi, maka harus

ditentukan dan dinilai oleh para pakar yang berpengalaman dan tidak ada cara lain

untuk menentukan validitas isi ini (Ruseffendi dalam Sandi Budi, 2008:29).

Berdasarkan pendapat tersebut, untuk menentukan validitas isi dari instrumen tes

(40)

mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Untuk instrumen yang validitas

isinya memadai diujicobakan kepada peserta didik yang sudah mempelajari materi

Menampilkan Peran Serta Dalam Usaha Pembelaan negara dan berada diluar

subjek sampel penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal-soal dapat

dipahami dengan baik. Uji coba dilakukan untuk melihat validitas (construct),

reliabilitas, dan daya pembeda.

Selanjutnya dilakukan validitas butir soal digunakan untuk mengetahui

dukungan setiap butir soal terhadap seluruh soal yang diberikan. Sebuah soal akan

memiliki validitas yang tinggi, jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang

besar terhadap seluruh soal yang ada. Untuk menguji validitas butir soal maka

harus dihitung korelsinya, yaitu dengan menggunkan korelasi Product Moment

dengan angka kasar:

=

� −( )( )

� 2( )2 2( )2 (Arikunto, 2010:218)

Keterangan:

= koefisien korelasi

= jumlah skor X

= jumlah skor Y

= jumlah skor X dan Y

� = jumlah responden

Setelah harga koefisien korelasi ( rxy ) diperoleh, disubstitusikan ke rumus

uji „t‟ yaitu:

=

−2

(41)

Keterangan:

= nilai t hitung

= banyaknya data/jumlah responden

= koefisien korelasi

Instrumen dinyatakan valid apabila ℎ� > dengan tingkat

signifikansi 0,05. Nilai koefisien korelasi dapat diinterpretasi pada tabel 3.2 di

bawah ini:

Tabel 3.6 Tingkat Validitas

Koefisien Korelasi (r) Kriteria

0,80 ≤ r< 1,00 Validitas tinggi

0,60 ≤ r< 0,80 Validitas cukup

0,40 ≤ r< 0,60 Validitas agak rendah

0,20 ≤ r< 0,40 Validitas rendah

0,00 ≤ r< 0,20 Validitas sangat rendah

r< 0,00 Tidak valid

(Sumber: Arikunto, 2010:319)

3.9.2 Hasil Validitas

Pengujian instrumen dilakukan pada 2 kelas yang berbeda dengan kelas

yang akan digunakan untuk penelitian. Dari pengujian instrumen yang dilakukan

pada dua kelas tersebut dari 67 item soal (skala sikap) diperoleh hasil validitas

berupa sebanyak 53 item soal yang valid yaitu pada item soal no1, 2, 3, 10, 11, 12,

13, 17, 18, 19, 21, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,

(42)

65, 66, 67. Item soal yang valid akan digunakan untuk penelitian pada kelas yang

akan diteliti.

Sedangkan sebanyak 4 item soal yang tidak valid yaitu pada item soal 4,

14, 23 dan 24, item soal yang tidak valid pada kedua kelas uji akan dibuang dan

tidak dipakai untuk penelitian. Sama halnya dengan item soal yang mempunyai

validitas yang berbeda dari kedua kelas uji yaitu sebanyak 10 item soal antara lain

soal no 5, 6, 7, 8, 9, 15, 16, 20 ,49 dan 64 tidak akan dipakai untuk penelitian

(dibuang).

3.9.3 Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur

memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan

seseorang. Senada dengan pendapat Arikunto (2010:221) yang menyatakan

bahwa:

Sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan sama.

Reliabilitas pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

Spearman-Brown dengan teknik belah dua ganjil-genap. Adapun langkah-langkah

yang digunakan adalah:

1. Mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan

(43)

2. Mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua dengan

menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:

=

� −( )( )

� 2( )2 2( )2

(Arikunto, 2010:213)

Keterangan:

= koefisien korelasi

= jumlah skor X

= jumlah skor Y

= jumlah skor X dan Y

� = jumlah responden

3. Menghitung indeks reliabilitas soal dengan menggunakan rumus

Spearman-Brown, yaitu:

11

=

2 1 2 1 2

(1+ 1 2 1 2)

(Arikunto, 2010:223)

Keterangan:

11 = reliabilitas instrumen.

1 2 1 2 = yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan

instrumen.

(44)

Tabel 3.7

Tingkat Reliabilitas

Koefisien korelasi (��) Tafsiran

0.80 < 11 ≤ 1.00 Reliabilitas sangat tinggi

0.60 < 11 ≤ 0.80 Reliabilitas tinggi

0.40 < 11 ≤ 0.60 Reliabilitas sedang

0.20 < 11 ≤ 0.40 Reliabilitas rendah

11 ≤0.20 Reliabilitas sangat rendah

(Sumber: J.P Guilford, 1956)

3.8.4 Hasil Reliabilitas

Berikut hasil statistik untuk realibilitas pada kelas uji instrumen Role

Playing pada variabel X1 dan Y

Guttman Split-Half Coef f icient

(45)

Berikut hasil statisti untuk realibilitas pada kelas uji instrumen Story

Telling pada variabel X2 dan Y

Tabel 3.8

Hasil Reliabilitas

Kelas Uji Instrumen Koefisien

Reliabilitas Nilai Kritis Keterangan

Kelas A 0.778 0.70 Reliabel

Kelas B 0.851 0.70 Reliabel

Dari tabel diatas dapat digambarkan bahwa pada kelas A yang menjadi

kelas uji instrument untuk model pembelajaran Role Playing seluruh indikator

Reliabil ity Statistics

Guttman Split-Half Coef f icient

(46)

baik indikator pembelajaran Role Playing maupun indikator nasionalisme

memiliki nilai keseluruhan koefisien reliabilitas sebesar 0.778, maka dapat

dikatakan reliabel. Sedangkan untuk kelas B yang menjadi kelas uji instrumen

untuk model pembelajaran Story Telling seluruh indikator yang mencakup

indikator model pembelajaran Story Telling dan nasionalisme memiliki nilai

koefisien reliabilitas sebesar 0.851 maka dapat dikatakan reliabel.

3.10 Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan setelah data-data yang diperlukan terkumpul,

secara garis besar, teknik analisis data menurut Arikunto (2010:278) meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan

Kegiatan ddalam langkah persiapan ini antara lain: a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.

b. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen pengumpul data.

c. Mengecek macam isian data. 2. Tabulasi

a. Memberi skor pada stiap item jawaban yang telah dijawab responden.

b. Menjumlah skor yang didapt dari setiap variabel. 3. Penerapan data sesuai dnegan pendekatan penelitian.

Penerapan data-data sesuai dengan pendekatan penelitian ini adalah

menganalisa data dengan tujuan untuk menguji asumsi-asumsi statistik. Sebelum

melakukan pengujuan asumsi statistik, maka dilakukan terlebih dahulu

perhitungan statistik deskriptif dengan menggunakan harga frekuensi, standar

deviasi, dan rata-rata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu perhitungan atau

(47)

mengolah data adalah pengujian asumsi-asumsi statistik, yaitu uji homogenitas,

uji normalitas distribusi, dan uji hipotesis.

3.10.1 Normalisasi Skor Gain

Setelah penelitian diperoleh data. Data tersebut merupakan data mentah

yang harus diolah agar dapat memberikangambaran nyata mengenai permasalahan

yang diteliti dan memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan yang

diteliti dan memberikan arah untuk mengkaji lebih lanjut. Adapun untuk

mengetahui peningkatan atau perkembangan sikap nasionalisme siswa terdiri atas

pretest dan postest menggunakan skor gain yang dinormalisasi. Gain yang

dinormalisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus gain score

ternormalisasi dengan rumusan Meltzer (Dewi, 2004) sebagai berikut :

� � � � =� � − � � �

� � 100 %

Keterangan :

Skor postest : skor tes akhir

Skor Pretest : skor tes awal

Skor maks : skor maksimum

Berikut kriteria tingkat Gain ternormalisasi adalah :

Tabel 3.9

Kriteria Tingkat Gain

Tingkat Gain Kriteria

G ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

(48)

3.10.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan sampel dari populasi dari

dua kelas yang homogen. Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini

digunakan rumus sebagai berikut:

=

� 2

� 2 (Syafaruddin Siregar, 2004:50)

Keterangan :

SA2 = Varian terbesar

SB2 = Varian terkecil

Derajat kebebasan masing-masing dkA = (nA-1) dan dkB = (nB– 1) dan jika

p-value > α = 0,05, maka dinyatakan homogen.

3.10.3 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi

normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka pengujian merupakan

pengujian parametric sebaliknya jika tidak normal pengujian termasuk dalam

pengujian non parametric.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dengan

kriteria jika nilai p-value > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya jika

nilai p-value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Sopiyudin 2009: 57).

Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan

menggunakan bantuan program SPSS 20.

3.10.4 Analisis Deskriptif

Untuk mengetahui bagaimana gambaran Sikap Nasionalisme Siswa (Role

(49)

pengkategorian dengan cara menjumlahkan skor pernyataan, kemudian dicari

panjang interval setiap kelas dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 1992 : 91) :

max min

X X

c

k

 ,

dimana

c = panjang interval kelas

max

X = Nilai terbesar

min

X = Nilai terkecil

k = banyaknya kelas (Baik – Cukup Baik – Kurang Baik)

Untuk mengetahui sebaran jawaban responden tentang masing-masing

item pernyataan, dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono

2010 : 33) :

100% f

P N  

Keterangan :

P = Persentase

f = Frekuensi jawaban responden

N = Jumlah pasien keseluruhan

3.10.5 Analisis Bivariat (Uji t-independent)

Uji t digunakan untuk membandingkan atau membedakan dua variabel

atau kelompok serta generalisasi dari hasil analisis. Rumus uji t-independent yaitu

(50)

t hitung

S = Standar deviasi sampel

n = Banyaknya anggota sampel

Untuk menguji perbedaan antara 2 kelompok, maka perlu dilakukan

pengujian hipotesis statistik yang diajukan sebagai berikut :

H0 : B0 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok;

H1 : B0 Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.

Dengan membandingkan ttable dan thitung, jika: -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada model pembelajaran

Role Playing dan Story Telling pada SMP Negeri 12 Tambun Selatan, secara

umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Role Playing

dan Story Telling dipandang dapat memperngaruhi sikap nasionalisme siswa.

Model pembelajaran Role Playing dan Story Telling merupakan suatu

pembaharuan proses belajar dalam pendidikan yang cukup baik dipraktekkan

dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan karena dirasakan bermanfaat

untuk siswa dalam kehidupannya.

Dari hasil analisis data dan temuan yang diperoleh dari lapangan tentang

efektivitas penggunaan model pembelajaran Role Playing dengan Story Telling

dalam pembelajaran PKn untuk mengembangkan sikap nasionalisme siswa di

SMP Negeri 12 Tambun Selatan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Role Playing pada standar kompetensi menampilkan

partisipasi dalam usaha pembelaan negara dengan kompetensi dasar

menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara terdapat

perbedaan yang signifikan dari hasil pretest dan postest. Hal ini dapat

dilihat dari nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,011. Jika dibandingkan

dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,011 < 0,05) yang menyatakan H0

(52)

rata-rata sebesar 0,013% dimana termasuk kedalam kriteria perbedaan yang

rendah antara pretest dan postest. Hal ini menunjukkan bahwa Role Playing

(Pretest) dan Role Playing (Postest) cenderung tidak sama (berbeda signifikan) dan memberikan pengaruh yang rendah terhadap perkembangan

sikap nasionalisme siswa.

2. Perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Story Telling pada standar kompetensi menampilkan

partisipasi dalam usaha pembelaan negara dengan kompetensi dasar

menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara terdapat

perbedaan yang signifikan dari hasil pretest dan postest. Hal ini dapat

dilihar dari bahwa nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,000. Jika

dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,000 < 0,05) yang

menyatakan H0 ditolak. Selain itu menurut haril perhitungan rata-rata N-Gain

diperoleh rata-rata sebesar -0,0170% dimana termasuk kedalam kriteria

perbedaan rendah. Dengan demikian menunjukkan bahwa Story Telling

(Pretest) dan Story Telling (Postest) tidak sama (berbeda signifikan), akan

tetapi model pembelajaran Story Telling tidak memberikan pengaruh yang

berarti (rendah) terhadap perkembangan sikap nasionalisme siswa.

3. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda rata-rata,

perkembangan sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Role Playing lebih baik dibandingkan dengan perkembangan

sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model Story Telling. Hal ini

(53)

Jika dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih kecil (0,031 < 0,05) yang

menyatakan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa Role Playing (Postest)

dan Story Telling (Postest) tidak sama (berbeda signifikan). Selain itu dari

hasil perbandingan antara Role Playing (Postest) dan Story Telling (Postest)

menunjukkan bahwa yang memberikan pengaruh paling besar terhadap

perkembangan sikap nasionalisme siswa adalah model pembelajaran Role

Playing dimana dari hasil postest Role Playing diperoleh 20,45% untuk siswa

yang memilki kemajuan sikap nasionalisme dan hasil postest Story Telling

diperoleh 6,82% untuk siswa yang memiliki kemajuan sikap nasionalisme.

5.2Saran

Hasil pembahasan penelitian dan kesimpulan yang dikemukakan, penulis

mencoba memberikan saran-saran yang kiranya dapat dipertimbangkan bagi

pihak-pihak yang terkait. Saran yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :

1. Bagi guru : penerapan model Role Playing dan Story Telling dapat dijadikan

alternatif dalam proses belajar mengajar khususnya untuk perkembangan sikap

nasionalisme siswa. Selain itu guru juga harus lebih mengefektifkan

penggunaan berbagai buku bacaan atau buku panduan yang ada di

perpustakaan sekolah sehingga cerita-cerita yang akan diperankan lebih

beragam serta dapat lebih memotivasi siswa.

2. Bagi siswa : sehubungan dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh

guru maka siswa diharapkan lebih berpartisipasi dalam metode pembelajaran

yang digunakan selama proses belajar mengajar dikelas. Selain itu siswa juga

Gambar

Tabel 4.23 Uji Beda Rata-rata Role Playing (Postest) dan Story Telling                  (Postest) ...........................................................................................
Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang  Gambar 4.1 Diagram Persepsi Responden Tentang Role Playing (Pretest) .......110 Role Playing (Postest) .......112 Gambar 4.3 Diagram Persepsi Responden Tentang Story Telling (Pretest) .......114 Gambar 4.4 Diagram persepsi Responden Tentang Story Telling (Postest) .......116 Gambar 4.5 Gambaran Perbandingan Pengaruh Model Role Playing Dengan                      Story Telling Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa ........................118
Tabel 1.1Persentase Menurunnya Sikap Nasionalisme
Tabel 3.1 Data Ruang Belajar (kelas)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Berdasarkan hasil uji coba pemilihan metode dari 15 skenario yang telah dilakukan, rata-rata akurasi terbaik sebesar 75,95% didapat ketika menggunakan wintime 0,08 dengan

The Directorate of High Schools Development of the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia is honoured to be hosting the World Schools Debating

Tujuan perancangan ini adalah mendesain eksterior mobil Suzuki Grand Vitara dengan kesan maskulin yang sesuai dengan keinginan konsumen pada styling mobil Suzuki

In this study, we analyzed the time-series Terra/ Aqua MODIS satellite hotspot products spanning from year 2001 to 2013 to unravel the inter- and intra-annual

kecamatan Mamboro harus dilakukan pengobatan massal dan bukan pengobatan secara selektif. Pengobatan secara selektif dilakukan apabila pada daerah tersebut mempunyai

Penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepuasan Wajib Pajak dapat dijadikan sebagai