DAFTAR ISI
1. Definisi Peran Kepemimpinan ... 24
2. Tipe Perilaku Mempengaruhi ... 26
3. Teori dan Model Kepemimpinan ... 29
4. Fungsi Kepemimpinan ... 32
B. Perilaku Organisasi ... 34
1. Definisi Perilaku Organisasi ... 34
2. Motivasi... 36
3. Evaluasi Kinerja ... 38
C. Militansi Kader Partai Politik ... 40
1. Militansi Kader... 40
2. Definisi Partai Politik ... 41
3. Fungsi Partai Politik ... 44
4. Hubungan Partai Politik dan Kader ... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55
1. Populasi Penelitian ... 55
2. Sampel Penelitian ... 56
E. Operasional Variabel ... 58
F. Prosedur Penelitian ... 60
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 60
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 60
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 61
1. Uji Validitas Instrumen ... 63
2. Uji Realibilitas Instrumen ... 63
H. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Gambaran Umum ... 67
1. Sejarah Partai Golkar ... 67
2. Visi dan Misi Partai Golkar ... 70
3. Doktrin Partai Golkar ... 71
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72
C. Analisis Hasil Pengolahan Data ... 125
1. Gambaran Pendapat Kader Tentang Peran Kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung... 125
2. Gambaran Pendapat Kader Tentang Perilaku Organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung ... 128
3. Gambaran Pendapat Kader Tentang Militansi Kader ... 129
D. Pengujian Instrumen ... 133
1. Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 133
2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 136
E. Pengujian Hipotesis ... 136
1. Korelasi Antara Variabel X1 (Peran Kepemimpinan) dengan Y (Militansi Kader) ... 135
2. Korelasi Antara Variabel X1 (Peran Kepemimpinan) dengan X2 (Perilaku Organisasi) ... 137
3. Korelasi Antara Variabel X2 (Perilaku Organisasi) dengan Y (Militansi Kader) ... 138
4. Korelasi Antara Variabel X1, X2 (Peran Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi) dengan Y (Militansi Kader) ... 140
B. Saran ... 153
1. Bagi DPD Partai Golkar Kota Bandung ... 153
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 156
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Berakhirnya rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto pada tahun 1998
menjadi sebuah babak baru dalam perjalanan kehidupan politik di Indonesia. Rezim
orde baru yang selama ini menghegemoni bahkan cenderung merebut hak politik
rakyat telah berhasil diakhiri melalui gerakan people power yang terjadi pada tahun
1998, di mana pada saat itu Mahasiswa menjadi aktor sentral dalam gerakan tersebut.
Keberhasilan mahasiswa mengakhiri hegemoni rezim orde baru telah mampu
merubah kehidupan politik di Indonesia, hak politik yang selama ini cenderung
sangat dibatasi, kini menjadi lebih mudah untuk didapatkan. Hal itu dibuktikan
melalui penyampaian aspirasi yang lebih terbuka, baik dengan cara parlementer
maupun ekstra parlementer.
Tuntutan untuk menerapakan sistem politik yang demokratis dan transparan
nyatanya menjadi tujuan bersama pada awal-awal kejatuhan rezim orde baru, hal itu
dapat dilihat melalui peningkatan penyampaian aspirasi, baik dengan cara
parlementer maupun ekstra parlementer, yang kemudian telah berhasil membuka
peluang bagi kelahiran beberapa partai politik baru, di mana hal tersebut merupakan
Rezim orde baru yang berakhir, telah mengakibatkan turunnya Soeharto dari
jabatan Presiden Republik Indonesia, di samping itu, keruntuhan rezim orde baru juga
telah menimbulkan citra negatif bagi Soeharto, mengingat masa kepemimpinan
Soeharto yang terlalu lama dan sangat otoriter sehingga muncul beberapa anggapan
bahwa Soeharto sebagai pemimpin yang korup, kolutif, dan nepotis.
Berkahirnya rezim orde baru tidak hanya melahirkan citra negatif bagi
Soeharto, jatuhnya rezim orde baru juga turut memberikan citra negatif pada Golkar.
Rusaknya citra Golkar seiring berakhirnya kekuasaan Soeharto akibat desakan yang
begitu kuat dari masyarakat tentu sangat dapat dipahami, karena sulit terbantahkan
bahwa pada saat itu Golkar adalah pendukung utama pemerintahan Soeharto yang tak
lain adalah Ketua Dewan Pembina Golkar.
Golkar yang begitu superior di era orde baru, justru harus memperoleh suara
yang menurun sangat drastis pascaberakhirnya orde baru. Berkaitan dengan hal itu,
Rachman (2006: 1) mengungkapkan bahwa:
Hasil Pemilihan Umum 1999 menunjukkan bahwa Partai Golkar kalah hampir di semua daerah. Di lima provinsi di pulau Jawa, bahkan di DKI Jakarta yang dalam perolehan 5 besar partai peserta pemenang pemilu, Golkar hanya memperoleh (11,64%) di bawah PDIP (44,43%), PPP (19,37%), PAN (18,97%), dan hanya unggul dari PK (5,59%). Di Provinsi Jatim, Jateng, dan DIY Golkar berada pada urutan ketiga, dan hanya di Jabar yang memperoleh suara cukup banyak (26,95%), di bawah PDIP (38,56%). Apabila dibandingkan dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya angka ini jelas sangat menurun.
Penurunan suara Partai Golkar pada pemilu 1999 yang sangat drastis tersebut
besar bagi peta politk nasional adalah faktor utama yang menyebabkan raihan suara
Partai Golkar menurun drastis. Terlebih jika dipandang dari segi lumbung suara yang
selama era orde baru dipegang oleh Golkar, yakni dukungan formal dari Birokrasi
dan ABRI yang kemudian hilang pascaruntuhnya rezim orde baru. Hal ini senada
dengan apa yang diungkapkan Rachman (2006: 2) bahwa:
Gambaran tersebut memberikan peringatan bahwa apa yang selama ini menjadi andalan kemenangan Golkar sudah berakhir. Masyarakat sudah memahami situasi dan perkembangan politik di tanah air. Selain hilangnya dukungan formal dari birokrasi dan ABRI, juga rusaknya citra Golkar seiring dengan hancurnya citra orde baru.
Selain hilangnya lumbung suara Golkar yang didapat dari dukungan formal
birokrasi dan ABRI, media massa juga memegang peranan penting pada saat itu
dalam menyebabkan anjloknya raihan suara Partai Golkar. Pemberitaan-pemberitaan
tentang Partai Golkar yang cenderung negatif sering kali muncul. Dan hal tersebut
berimplikasi pada persepsi publik yang negatif tentang Partai Golkar. Berkaitan
dengan hal itu Rachman (2006: 1) mengungkapkan bahwa:
Salah satu persoalan yang dihadapi Golkar adalah cukup menonjolnya isi pemberitaan media massa yang menghujat Golkar. Meskipun secara hukum Golkar adalah “sah”, berbagai tuduhan dan sindiran yang memojokkan, seperti “Golkar adalah warisan ORBA”, Golkar identik dengan Soeharto”, “Golkar partai yang penuh dengan KKN”, banyak muncul dalam pemberitaan media massa.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pascakejatuhan rezim orde
baru, Golkar yang kemudian berubah menjadi Partai Golkar mengalami krisis citra
atau sindiran sebagai partai yang penuh dengan KKN tentu menjadi ancaman yang
sangat besar untuk eksistensi Partai Golkar.
Lebih lanjut, di masa transisi politik pascaberakhirnya orde baru banyak para
ahli politik yang memprediksi bahwa masa kejayaan Golkar akan segera berakhir dan
bahkan Golkar akan segera bubar. Berkaitan dengan hal tersebut, A.S Hikam
(Tandjung, 2008: 10) menyebutkan:
Golkar menjadi besar dan solid pada masa Orde Baru karena tidak lepas dari dukungan militer, birokrasi, dan kendali mantan Presiden Soeharto yang bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina, Golkar dengan sendirinya akan pecah dan hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri. Kalau pemilunya demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti akan kalah dan tidak lama akan bubar.
Tak cukup sampai disitu, hancurnya citra Golkar juga diperparah oleh
kekompakan media dalam memberikan pemberitaan yang negatif tentang Golkar,
sehingga publik diberikan gambaran yang sama tentang Golkar. Dalam kondisi
seperti ini orang-orang yang simpatik terhadap Golkar pun akan menjadi kelompok
minoritas yang kemudian hanya bisa diam tanpa mampu untuk mengungkapkan
persepsi positif mereka tentang Golkar, kondisi seperti inilah yang disebut dengan the
spiral of silence (spiral kesunyian) sebagaimana yang diungkapkan oleh Elizabeth
Noelle-Neumann (Rachman, 2006: 3).
Penurunan raihan suara partai Golkar pada pemilu 1999 tentu merupakan
sebuah pertanda negatif bagi eksistensi partai. Terlebih opini publik pada saat itu
sangat tidak menguntungkan bagi partai Golkar. Dalam penelitian yang sebelumnya
berkembang di masyarakat. Isu-isu tersebut adalah: Golkar adalah alat kekuasaan,
identik dengan orde baru yang kolutif, korup, dan nepotis.
Namun perlahan tapi pasti, Golkar terus melakukan beberapa perubahan dalam
internal organisasi, khususnya pasca Sidang Umum MPR 1999. Pertama, yang
dilakukan Golkar adalah melakukan musyawarah nasional luar biasa pada tahun 1998
yang menghasilkan keputusan bahwa Golkar menjadi golongan proreformasi dan
resmi menjadi partai politik, serta melakukan pemilihan Ketua Umum secara
demokratis, yang kemudian mengantarkan Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum
terpilih mengalahkan Edi Sudrajat yang notabene berasal dari militer.
Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar melalui proses yang demokratis tersebut
nyatanya telah mampu sedikit memperbaiki citra Partai Golkar pada saat itu, hal
tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Heriyandi Roni dengan fokus
demokratisasi internal Golkar Pasca-orde baru. Penelitian tersebut memberikan
kesimpulan bahwa apa yang telah dillakukan oleh Partai Golkar telah sesuai dengan
tuntutan reformasi yang menyaratkan adanya perubahan yang mendasar baik secara
kultural maupun struktural dalam internal Partai Golkar.
Tak hanya itu, setelah resmi menjadi partai politik, Partai Golkar menerima
dengan lapang dada atas pengunduran diri B.J. Habibie sebagai calon presiden,
meskipun apabila terus dipaksakan, secara konstitusional tidak salah. Hal kedua yang
Ir. Akbar Tanjung dari pencalonan Wakil Presiden, padahal jika Akbar Tanjung terus
maju, peluang untuk menang cukup besar, dua fenomena inilah yang membantu
pengikisan persepsi negatif tentang Golkar sebagai alat kekuasaan.
Apa yang telah dilakukan Partai Golkar telah membawa dampak positif bagi
eksistensi partai ini. Hal itu terlihat dari raihan suara PartaiGolkar pada Pemilu 2004
yang meningkat sangat signifikan, bahkan partai Golkar mampu memenangi pemilu
tersebut. Meskipun pada Pemilu 2009 Partai Golkar hanya mampu menduduki
peringkat kedua dalam hasil raihan suara, namun kemampuan Partai Golkar dalam
menghadapi „krisis citra‟ pada awal kejatuhan rezim orde baru sampai pada masa
transisi politik pasca 1998, hingga kembali menjadi partai besar sangat menarik untuk
diteliti, khususnya tentang peran kepemimpinan dan perilaku organisasi partai Golkar
dalam melakukan pembinaan kader sehingga dapat terus mempertahankan eksistensi
dalam kancah perpolitikan nasional.
Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang diberi judul “PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN DAN
PERILAKU ORGANISASI TERHADAP PEMANTAPAN MILITANSI
KADER PARTAI POLITIK” (Studi Kasus Terhadap Dewan Pimpinan Daerah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan
masalah, yaitu:
1. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan terhadap pemantapan
militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?
2. Seberapa besar pengaruh perilaku organisasi terhadap pematapan
militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?
3. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan terhadap perilaku
organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung?
4. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan dan perilaku organisasi
terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?
C.Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pembatasan masalah sebagai beri
kut:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah kegiatan atau keteladanan yang baik secara langsung atau
tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau
kelompok. Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adallah pengaruh yang
diberikan oleh pimpinan dan perilaku organisasi terhadap militansi kader partai
2. Peran Kepemimpinan
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009 :2), “Definisi kepemimpinan secara luas
meliputi proses mempengaruhi dalam menetukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai
peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama antar kelompok, perolehan
dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.”
Peran kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
pimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung untuk melaksanakan berbagai
fungsi kepemimpinan yang bermanfaat bagi kesuksesan pencapaian tujuan partai.
3. Perilaku Organisasi
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009 :2), “Perilaku organisasi adalah suatu studi
yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam kelompok tertentu. Hal
ini meliputi aspek yang ditimbulkan dari pngaruh organisasi terhadap manusia dan
pengaruh manusia terhadap organisasi.” Sedangkan menurut Mangkunegara (2008
:2), “Perilaku organisasi adalah suatu studi yang dilakukan secara sistematik terhadap
tindakan-tindakan dan sikap-sikap individu dan kelompok dalam organisasi.”
Perilaku Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, motivasi yang
dilakukan dalam internal Partai Golkar yang bermanfaat untuk mendiagnosis
perkembangan kesuksesan pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Partai Politik
Menurut Carl J. Friedrich (Darmawan, 2008: 63), “partai politik adalah
sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan untuk merebut
atau mempertahankan kekuasaan terhadap pemerintahan (bagi pimpinan partainya),
di mana kekuasaan ini akan memberikan manfaat yang bersifat idiil dan materil
kepada anggota partainya”. Partai Politik yang menjadi objek penelitian dalam
penelitian ini, adalah Partai Golkar DPD Kota Bandung.
5. Kader
Yang dimaksud dengan kader adalah, anggota Partai Golkar yang secara
struktural merupakan bagian dari pengurus Inti DPD Partai Golkar Kota Bandung.
6. Partai Golkar
Adalah nama dari partai politik di Indonesia yang merupakan transformasi dari
Golkar sebagai kuasi partai politik di era Orde Baru.
7. Golkar
Adalah, golongan politik yang mewadahi kelompok Militer dan Birokrasi di era
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh peran kepemimpinan terhadap pemantapan militansi kader DPD
Partai Golkar Kota Bandung.
2. Pengaruh perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD
Partai Golkar Kota Bandung.
3. Pengaruh peran kepemimpinan terhadap perilaku orgasnisasi DPD partai
Golkar Kota Bandung.
4. Pengaruh peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan
militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.
E.Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi pengayaan konsep dan teori-teori yang berkaitan
dengan peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap militansi kader partai
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini akan sangat berguna bagi kader partai politik yang ingin
mempelajari keberhasilan Partai Golkar dalam memantapkan militansi kader.
b. Penelitian ini bermanfaat bagi para pimpinan organisasi untuk mengetahui
pengaruh peran kepemimpinan dalam menentukan eksistensi organisasi yang
mereka pimpin.
c. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pengembangan perilaku organisasi
oleh anggota organisasi.
F. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010 : 38), “variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen dan
variabel dependen. “variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)” (Sugiyono,
2010 : 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peran kepemimpinan (X1) dan
perilaku organisasi di DPD Partai Golkar Kota Bandung (X2).
Variabel kedua yang digunakan adalah variabel dependen atau variabel terikat.
variabel bebas. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah Pemantapan Militansi
Kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.
Skema 1.1
Hubungan Antar Variabel Penelitian
Sumber: Diolah Penulis (2012)
G.Definisi Operasional
Untuk dapat memahami konsepsi mengenai kriteria kader partai politik secara
komprehensif, maka peneliti merasa perlu untuk memaparkan beberapa konsep
ilmiah yang berkaitan dengan kriteria kader partai politik. Bila dilihat dari sudut
pandang korelasi dan implikasinya, maka konsep ilmiah mengenai perilaku organisasi
Peran
Kepemimpinan
(Variabel
Independen)
Perilaku
Organisasi
(Variabel
Independen))
Pemantapan
Militansi Kader
dan peran pemimpin menjadi hal yang memiliki kaitan erat dengan eksistensi partai
politik.
1. Peran Kepemimpinan
a. Definisi Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan selalu menjadi permasalahan yang penting untuk
dibicarakan dalam ranah organisasi. Pentingnya kepemimpinan untuk dibahas adalah
hal yang sangat wajar, sebab kemajuan organisasi sangat ditentukan oleh peran
kepemimpinan seorang pemimpin. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
pemimpin memiliki tempat yang sangat strategis dalam usaha memajukan organisasi.
Berkaitan dengan definisi kepemimpinan, Rivai dan Mulyadi (2009: 2) memberikan
definisi kepemimpinan sebagai berikut:
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.
Definisi di atas menunjukan bahwa, pemimpin menjadi tokoh penting dalam
menentukan laju organisasi. Kemampuan pemimpin untuk memotivasi, memberikan
pengaruh dalam hal interpretasi anggota terhadap suatu peristiwa, serta mengorganisir
aktivitas untuk mencapai sasaran akan sangat berpengaruh pada kemajuan organisasi.
Sementara itu, berkaitan dengan kemampuan pemimpin untuk menguasai berbagai
indikator pimpinan yang baik coba dijelaskan melalui beberapa teori. Dalam hal ini,
b. Teori dan Model Kepemimpinan
Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan kepemimpinan, pada dasarnya
teori-teori ini mencoba untuk mendeskripsikan hubungan pemimpin yang efekktif
berdasarkan ciri-ciri tertentu dengan keberhasilan berjalannya organisasi. Berikut ini
merupakan beberapa macam teori kepemimpinan.
1). Teori Sifat
Rivai dan Mulyadi (2009: 6) mendefinisikan teori ini sebagai berikut:
Teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai oleh orang lain seperti energi yang tiada habisnya, intuisi yang mendalam, pandangan terhadap masa depan yang luar biasa, dan kemampuan persusasi yang luar biasa.
Sementara itu, Sopiah (2008: 120) mendefinisikan teori sifat sebagai teori yang
mempertanyakan sifat-sifat yang membuat seseorang menjadi seorang pemimpin.
Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menjadi
seorang pemimpin merupakan bakat alamiah yang dibawa sejak seseorang dilahirkan.
Jika seperti itu maka kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin
tidak datang dari proses belajar, melainkan dari proses genetika yang dibawa sejak
2). Teori Kepribadian Perilaku
Pada akhir tahun 1940 para peneliti mulai melakukan penelitian yang ditujukan
untuk menemukan jawaban tentang bagaimana perilaku seseorang dapat menetukan
efektifitas kepemimpinan seseorang. Dari berbagai penelitian yang dilakukan,
terdapat dua penelitian yang menghasilkan teori-teori mengenai kepemimpinan.
Penelitian pertama dilakukan oleh University of Michigan yang menghasilkan
konsep dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan yang job-centered dan
employee centered. sementara itu, penelitian kedua yang dilakukan oleh Ohio State
University, penelitian ini menghasilkan dua faktor dari kepemimpinan yaitu
membentuk strukur dan konsiderasi.
3). Teori Kepemimpinan Situasional
Rivai dan Mulyadi (2009: 9) mendefinisikan teori kepemimpinan situasional
sebagai berikut:
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin memiliki kemampuan diagnostik dalam perilaku manusia.
Dari pendapat di atas, maka teori ini mengharuskan seorang pemimpin untuk
memiliki pemahaman yang mumpuni mengenai kondisi organisasi yang di dalamnya
terdapat kondisi dari anggota dan juga kondisi dari pemimpin itu sendiri.
untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan.
2.Perilaku Organisasi
Seperti yang telah telah dijelaskan di atas, bahwa perilaku organisasi memiliki
hubungan yang sangat erat dengan keberhasilan tujuan-tujuan organisasi sehingga
jalannya organisasi bisa berjalan efektif, dalam hal ini Nimran (Sopiah, 2008: 4),
mengungkapkan bahwa:
Perilaku organisasional adalah bidang studi yang menyelediki pengaruh yang ditimbulkan oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku manusia di dalam organisasi dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan yang didapat untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keb erhasilan suatu organisasi
atau efektivitas suatu organisasi sangat ditentukan oleh perilaku individu ataupun
kelompok yang menjadi bagian dari organisasi. Singkatnya, Ketika perilaku individu
sudah baik maka peluang untuk merealisasikan tujuan organisasi pun akan semakin
besar dan begitu pula sebaliknya.
Keberhasilan untuk menjalankan organisasi secara efektif atau dengan kata lain
keberhasilan untuk merealisasikan tujuan-tujuan dari organisasi tentu tidak mudah,
hal ini dikarenakan organisasi merupakan sebuah sistem, yang di dalamnya terdiri
dari individu dan kelompok yang memiliki karakter yang khas dan berbeda satu sama
Perbedaan antar individu dapat muncul dalam hal perbedaan kebutuhan,
keinginan, minat, keyakinan, persepsi, dan lain-lain. Sementara itu, secara naluriah
individu yang memiliki perbedaan satu sama lain itu akan selalu berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya, jika perbedaan-perbedaan yang melahirkan kebutuhan bagi
individu itu tidak dapat dikelola dengan baik, tentunya hal ini akan melahirkan
konflik yang tidak sehat dalam organisasi yang berdampak pada rendahnya
produktivitas sebuah organisasi.
Sementara itu, jika ditinjau dari heterogenitas kelompok yang menjadi bagian
dari organisasi, analisis perilaku organisasi pada tataran kelompok juga penting untuk
dilakukan. Meskipun kelompok merupakan kumpulan dari individu-individu yang
ada dalam organisasi, namun penyimpulan bahwa perilaku kelompok merupakan
akumulasi dari perilaku individu-individu adalah hal yang salah, berkaitan dengan hal
tersebut, Sopiah (2008: 5) mengungkapkan bahwa:
analisis yang kedua dalam mempelajari perilaku organisasional adalah analisis tingkat kelompok. Meski kelompok merupakan kumpulan individu dalam suatu organisasi bukanlah hasil penjumlahan dari perilaku individu-individu yang ada dalam organisasi itu. Setiap kelompok mempunyai norma, budaya, sikap, keyakinan, etika dan berbagai hal lain sendiri-sendiri yang membentuk pola perilaku kelompok yang berbeda satu sama lain.
Melihat berbagai perbedaan yang ada pada kelompok dan individu yang
merupakan bagian dari organisasi, maka peran pemimpin menjadi sangat penting,
terutama untuk mengelola perbedaan-perbedaan tersebut agar tidak berkembang
3. Partai Politik
Keberadaan partai politik selanjutnya disebut (parpol) merupakan sebuah
keharusan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Dalam negara demokrasi
partisipasi politik masyarakat adalah hal yang sanga penting untuk dibicarakan, sebab
kualitas partisipasi politik masyarakat akan sangat menetukan keberhasilan
demokrasi.
Seperti telah diketahui sebelumnya, partai politik merupakan salah satu elemen
demokrasi yang mewadahi aspirasi masyarakat yang setidaknya memiliki fungsi
sebagai sarana rekrutmen politik. Dengan fungsi rekrutmen politik itulah partai
politik dapat dijadikan sarana untuk dapat mengatasi atau mempengaruhi kebijakan
pemerintah.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Fadjar (2008: 15) yang
mendefinisikan Parpol sebagai suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi
jabatan publik untuk dipilih rakyat, sehingga dapat mengatasi atau mempengaruhi
tindakan-tindakan pemerintah.
Sementara itu, Mark N. Hugopian (Fadjar, 2008: 15) mendefinisikan partai
politik sebagai berikut:
Partai politik adalah organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.
Di sisi lain, Sigmund Neumann (Fadjar, 2008: 16) mendefinisikan partai
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian parpol merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat yang lebih luas.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa partai
politik adalah wadah yang paling efektif untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan
pemerintah baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebab partai politik adalah
satu-satunya jalan yang bisa mengantarkan individu atau kelompok untuk menduduki
jabatan-jabatan publik.
H.Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011: 64), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Di sisi lain, Prasetyo dan Jannah (2010: 76) juga
mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan hipotesis yaitu “proposisi yang akan
diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan
penelitian”.
Terdapat beberapa jenis hipotesis dalam penelotitan kuantitatif, yakni hipotesis
deskriptif, hipotesis korelatif, dan hipotesis assosiatif. Berdasarkan jenis rumusan
masalah penelitian yang akan dilakukan, maka dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan hipotesis assosiatif. Pertimbangan ini diambil berdasarkan pada jenis
variabel yang satu dengan variabel lainnya. Berdasarkan hal di atas, maka hipotesis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara peran kepemimpinan
dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.
2. Terdapat hubungan positif antara perilaku organisasi dengan militansi kader
DPD Partai Golkar Kota Bandung.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan
perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung.
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan
perilaku organisasi secara bersama-sama dengan militansi kader partai politik
I. Kerangka Berfikir
Sekaran (Sugiyono, 2010: 60) mengemukakan bahwa „kerangka berfikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting‟. Kerangaka berpikir
yang baik pada dasarnya akan dapat menjelaskan hubungan berbagai variabel dalam
penelitian sehingga dapat melahirkan hipotesis yang baik.
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti menyadari
pentingnya membuat sebuah kerangka berpikir yang baik. Kerangka berpikir peneliti
dalam penelitian ini adalah, “Jika peran kepemimpinan dan perilaku organisasi dalam
sebuah organisasi berjalan dengan baik, maka kemampuan kader untuk memenuhi
J. Metode dan Pendekatan Penelitian
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif.
Secara etimologis, Nazir (1999: 64) mengartikan metode deskriptif sebagai
metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian.
Selanjutnya, Nazir (1999: 64) membagi penelitian deskriptif ke dalam beberapa
jenis, seperti yang diungkapkannya:
Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, pendekatan deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
Metode survei,
Metode deskriptif berkesambungan (continuity descriptive),
Penelitian studi kasus,
Penelitian analisa pekerjaan dan aktivitas,
Penelitian tindakan (action research)
Penelitian perpustakaan dan dokumenter.
Melihat jenis masalah serta tempat penelitian yang diyakini peneliti cenderung
mengarah kepada metode survei, maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan
metode survei. Hal ini berangkat dari tempat penelitian yang bertempat di DPD
Partai Gollkar Kota Bandung yang memiliki populasi cukup besar dan bersifat
institutif, hal ini senada dengan yang diungkapkan Nazir (1999: 65) bahwa “unit yang
digunakan dalam penelitian survei cukup besar”. Nazir (1999: 65) juga
mengemukakan definisi metode survei sebagai berikut:
Setelah memiliki metode penelitian, maka selanjutnya peneliti memilih
pendekatan penelitian yang akan digunakan. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif atau positivistik. Peneliti menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan alasan bahwa DPD Partai Golkar Kota Bandung
mempunyai populasi kader yang cukup banyak, sehingga peneliti membutuhkan
sampel dari kader DPD Partai Kota Bandung tersebut untuk diambil datanya, hal ini
sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010: 23):
Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan informasi yang luas tapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Pendapat Sugiyono tersebut menjadi landasan peneliti untuk menggunakan
pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini.sementara itu, di lain pihak Bungin (2010:
36) memperkuat peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif ini lewat
pendapatnya yang menyatakan:
Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.
Dari kedua pendapat tersebut peneliti meyakini, bahwa pendekatan kuantitatif
akan sangat relevan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu
pemantapan militansi kader Partai Golkar, khususnya DPD Partai Golkar Kota
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dilakukan dengan prosedur ilmiah
dan memiliki metode penelitian yang jelas. Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif.
Secara etimologis, Nazir (1999: 64) mengartikan metode deskriptif sebagai
metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian.
Selanjutnya, Nazir (1999: 64) membagi penelitian deskriptif ke dalam beberapa
jenis, seperti yang diungkapkannya:
Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, pendekatan deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
Metode survei,
Metode deskriptif berkesambungan (continuity descriptive),
Penelitian studi kasus,
Penelitian analisa pekerjaan dan aktivitas,
Penelitian tindakan (action research,
Penelitian perpustakaan dan dokumenter.
Melihat jenis masalah serta tempat penelitian yang diyakini peneliti
cenderung mengarah kepada maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan
metode survei. Hal ini berangkat dari tempat penelitian yang bertempat di DPD
Partai Gollkar Kota Bandung yang memiliki populasi cukup besar dan bersifat
yang digunakan dalam penelitian survei cukup besar‖. Nazir (1999: 65) juga
mengemukakan definisi metode survei sebagai berikut:
Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif atau positivistik. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
alasan bahwa DPD Partai Golkar Kota Bandung mempunyai populasi kader yang
cukup banyak, sehingga peneliti membutuhkan sampel dari kader DPD Partai
Kota Bandung tersebut untuk diambil datanya, hal ini sejalan dengan pendapat
Sugiyono (2010: 23):
Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan informasi yang luas tapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Pendapat Sugiyono tersebut menjadi landasan peneliti untuk menggunakan
pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini. Sementara itu, di lain pihak Bungin
(2010: 36) memperkuat peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif ini
lewat pendapatnya yang menyatakan:
Dari kedua pendapat tersebut peneliti meyakini, bahwa pendekatan
kuantitatif akan sangat relevan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti, yaitu mengukur pengaruh dari peran kepemimpinan dan perilaku
organisasi terhadap pemantapan militansi kader Partai Golkar, khususnya DPD
Partai Golkar Kota Bandung.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kuisioner (Angket)
Angket digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi pengaruh peran
kepemimpinan dan perilaku organisasi dalam meningkatkan kompetensi kader
DPD Partai Golkar Kota Bandung, maka peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan kuesioner atau angket.
Bungin (2010: 123) mendefinisikan angket sebagai ―serangkaian atau daftar
pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh
responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembailkan ke petugas
atau peneliti‖. Jadi, peneliti membuat angket yang diberikan kepada responden
kemudian dikembalikan kepada peneliti untuk kemudian dianalisis dan dihitung
menggunakan statistik. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket tertutup, artinya responden hanya akan menjawab pertanyaan dengan
2. Studi Literatur
Studi literatur dalam hal ini digunakan oleh peneliti sebagai upaya untuk
mengadakan survei terhadap data yang telah ada, dengan kata lain peneliti
mencari teori-teori yang berkembang dalam bidang ilmu yang berkenaan dengan
penelitian ini, juga mencari metode dan teknik penelitian mana yang relevan
dengan permasalahan yang sedang diteliti, dalam hal ini peneliti juga mencari
referensi dari penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Terkait dengan studi literatur, Nazir (1999: 112) mengungkapkan bahwa:
Studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan degenralisasi yang telah pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.
Berangkat dari pendapat Nazir tersebut maka peneliti melakukan studi
literatur dari beberapa karya ilmiah yang diterbitkan yang mendukung teori atau
pendapat yang berhubungan dengan konsep-konsep keterbukaan informasi publik.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi atau teknik dokumenter yang dimaksud dalam penelitian
ini bermanfaat untuk menghimpun data dari beberapa dokumen yang berkenaan
dengan masalah dalam penelitian ini secara selektif untuk kemudian dipergunakan
di dalam landasan teori dan penyusunan hipotesis.
Berkaitan dengan hal tersebut, Zuriah (2006: 191) mengartikan teknik
dokumenter sebagai ―cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,
4. Penelusuran Data Online
Media online seperti internet dalam hal ini peneliti jadikan sebagai media
untuk mencari data ataupun informasi seperti informasi yang bersifat teoretis
maupaun data-data empiris yang mendukung penelitian ini. Bungin (2010: 148)
mengartikan metode penelusuran online sebagai berikut:
…metode penelusuran data online adalah tata cara melakukan penelusuran
data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data— informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Penggunaan media internet yang digunakan oleh peneliti sebagian besar
berasal dari website Google, Wikipedia, Yahoo, website pemerintah dan
website-website lainnya dengan tetap memperhatikan pedoman penulisan supaya bisa
mempertanggungjawabkan penelitian ini secara akademis.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Mengenai populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka
terlebih dahulu akan dijelaskan definisi dari populasi. Menurut Sugiyono (2010:
80) ―populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya‖.
Selanjutnya yaitu mengenai definisi populasi penelitian, Masyhuri dan
Dalam metode penelitian kata populasi, digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi masalah sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai populasi penelitian di atas,
maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pengurus DPD
Partai Golkar Kota Bandung dengan pengambilan sampel pada populasi
berdasarkan teknik simple random sampling, dengan memperhatikan homogenitas
yang ada di DPD partai Golkar Kota Bandung.
2. Sampel Penelitian
Sampel menurut Zuriah (2006: 119) adalah sebagian dari populasi,
sedangkan menurut Arikunto (2006: 131) ―sampel penelitian adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti.‖ Dengan demikian, sampel penelitian merupakan
sebagaian dari keseluruhan populasi penelitian.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil dari teknik
simple random sampling, seluruh pengurus DPD Partai Golkar Kota Bandung
yang berjumlah 67 orang menjadi populasi dari penelitian ini, di mana dari
keenam puluh tujuh pengurus tersebut akan diambil sampel secara acak dengan
jumlah yang dianggap representatif.
Penentuan besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rumus 3.1 Rumus Slovin
(Arikunto, 2006: 116)
Keterangan:
n = Ukuran ssampel keseluruhan
N = Ukuran populasi
e = Bound of Error
�= N
1 + Ne2
= 67
1+67 (0,1)2
= 67
1+67 (0,01)
= 40.1197605 = dibulatkan menjadi 41 orang
Setelah diketahui hasil penghitungan berdasarkan rumus Slovin tersebut.
Maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 41 orang.
�= N
E. Operasionalisasi Variabel
Kata ‗variabel‘ menurut Bungin (2010: 59) adalah ―fenomena yang
bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu, standar dan sebagainya.‖
Sedangkan ‗variabel penelitian‘ didefinisikan Hatch dan Farhadi (Sugiyono,
2010: 38) sebagai ―atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai variasi antara
satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.‖
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
independen dan satu variabel dependen. Terkatit dengan kedua jenis variabel
tersebut, Sugiyono (2011: 39) mendefinisikan variabel independen sebagai
―variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen‖ sedangkan variabel dependen adalah ―variabel
terikat yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas.‖
Dengan kata lain, penelitian ini menggunakan paradigma ganda dengan
dua variabel independen. Mengenai paradigma ganda dengan dua variabel
penelitian, Sugiyono (2011: 44) menjelaskan bahwa ―dalam penelitian ini
menggunakan dua variabel indepennden dan satu variabel dependen.‖
Untuk mengetahui operasionalisasi variabel secara lebih jelas akan
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
No Variabel Dimensi Indikator
1 Peran
Kepemimpinan
A. Fungsi Tugas 1. Fungsi menciptakan kegiatan
2. fungsi mencari dan memberi
2 Perilaku Organisasi A. Motivasi dan
Evaluasi
3 Militansi Kader Memperjuangkan
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dalam
dua tahap, yaitu: tahap pertama dan tahap kedua.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Penelitian yang baik adalah penelitian yang dipersiapkan sedemikian rupa
sehingga memiliki prosedur yang jelas, persiapan yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi: memilih masalah, melakukan studi pendahuluan, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, menentukan pendekatan dan metode penelitian,
menentukan variabel penelitian, menentukan sumber data, membuat instrumen
penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan,
memberikan saran-saran dan menyusun laporan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan inti dalam penelitian,
tahap ini berkenaan dengan kegiatan pengumpulan data. Langkah-langkah yang
dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendatangi Responden
Responden dalam hal ini adalah sebagai sampel penelitian yang telah
b. Membuat dan Menyusun Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala
Likert. Peneliti menggunakan pengukuran dengan skala Likert karena berdasarkan
pendapat Sugiyono (2011: 93) bahwa ―skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial.‖ Hal ini menjadi dasar peneliti untuk menggunakan skala Likert karena
judul penelitian ini adalah mengenai persepsi masyarakat. Sistem penskoran untuk
jawaban responden disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.2
Penskoran Jawaban Responden
Pilihan Jawaban Responden Skor
Sangat Setuju / Sangat Baik / Sangat Tinggi / Sangat Penting / Sangat
Benar / Selalu 5
Sangat Tidak Setuju / Tidak Baik / Sangat Rendah / Tidak Penting /
Sangat Salah / Tidak Pernah 1
Pengujian Instrumen Penelitia
G. Uji Validitas dan Reablitas
Pengujian instrumen penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mengukur dan menganalisis seberapa baik instrumen itu
dibuat untuk kemudian diberikan kepada responden. Pengujian instrumen
penelitian dalam hal ini ialah mengenai uji validitas dan uji reliabilitas intrumen.
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur
apakah instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini valid atau tidak. Instrumen
yang valid berarti instrumen yang berperan sebagai alat ukur adalah valid.
Menurut Sugiyono (2008: 348) ―valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang hendak diukur.‖
Teknik uji validitas instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis daya pembeda, pengujian daya pembeda yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah menggunakan t-test. Untuk menguji daya pembeda
secara signifikan digunakan rumus t-test sebagai berikut:
Rumus 3.2 Rumus t-test
= � − �1 2
� �11+ �12
Di mana:
��
=
n1− 1 S21+ n2−1 S22n1+ n2 − 2
(Sugiyono, 2010: 128)
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
internal consistency. Sugiyono (2010: 131) menyatakan bahwa:
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengna teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.
Melihat pendapat Sugiyono tersebut maka peneliti menggunakan uji
reliabilitas instrumen dengan teknik ‗Rumus Alpha‘. Peneliti menggunakan
‗Rumus Alpha‘ karena dalam hal ini peneliti menggunakan angket dengan skala
Likert. Sebagaimana yang dikemukakan Arikunto bahwa ―Rumus Alpha
digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0,
misalnya angket atau soal bentuk uraian. ‗Rumus Alpha‘ yang digunakan peneliti
adalah sebagai berikut:
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Σ
2:jumlah varian butir
H. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
Hipotesis assosiatif yang telah dirumuskan kemudian perlu diuji, uji
hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji korelasi
pearson product moment. Sugiyono (2011: 183) menyatakan bahwa ―hipotesis
assosiatif diuji dengan teknik korelasi, yaitu teknik korelasi pearson product
moment (r) korelasi rasio (n), Korelasi spearmen Rank (Þ), korelasi poin
biserial...‖ uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji hipotesis
product moment. Sementara itu, hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara peran kepemimpinan
dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung
2. Terdapat hubungan positif antara perilaku organisasi dengan militansi
kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan
dengan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung.
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan
perilaku organisasi secara bersama-sama dengan militansi kader DPD
Partai Golkar Kota Bandung.
Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti menggunakan rumus korelasi
Rumus 3.4
Rumus Korelasi Ganda
Ryx
1x
2 =di mana:
Ryx
1x
2 = Korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama-samadengan variabel Y
r
2yx1 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan Yr
2yx2 = Korelasi ProductMoment antara X2 dengan Yr
x1x2 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan X2Sugiyono (2011: 191)
Rumus 3.5
Rumus Pearson Product Moment
� =
� �
Sugiyono (2011: 183)
1 - r
2x1x2r
2 yx1+ r
2Sementara itu, untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi, peneliti
menggunakan pedoman untuk memberikan interpretasi korelasi yang dijelaskan
oleh Sugiyono (2011: 184) yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.3
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1.000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab I, II, III, IV, dan V, serta setelah peneliti
melakukan pengujian hipotesis mengenai korelasi antara peran kepemimpinan dan
perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota
Bandung, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesimpulan Umum
Kepemimpinan dan perilaku organisasi merupakan dua hal yang memiliki
pengaruh dominan dalam menetukan sukses atau tidaknya sebuah partai politik
dalam melakukan pemantapan militansi para kader, dalam penelitian ini DPD
Partai Golkar Kota Bandung terbukti telah mampu melakukan pemantapan
militansi kader dengan baik.
Kebehasilan DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam melakukan
pemantapan militansi kader tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Ketua DPD
Partai Golkar Kota Bandung dalam menjalankan peran kepemimpinan, serta
keberhasilan partai dalam menjalankan perilaku organisasi dengan baik.
Adanya pemenuhan dimensi-dimensi kepemimpinan seperti fungsi tugas
dan fungsi pemeliharaan dan pemenuhan dimensi-dimensi perilaku organisasi
menjadi kunci sukses yang membuat militansi kader DPD Partai Golkar Kota
Bandung menjadi mantap.
2. Kesimpulan Khusus
1. Peran kepemimpinan memiliki pengaruh yang sedang terhadap pemantapan
militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung. Jika diinterpretasikan
dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran
kepemimpinan memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader
sebesar 23%.
2. Perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung memberikan
pengaruh yang kuat terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai
Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien
determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi memiliki
pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 61%.
3. Peran kepemimpinan memberikan pengaruh yang sedang terhadap perilaku
organisasi DPD partai Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam
bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran
kepemimpinan memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku organisasi
DPD Partai Golkar Kota Bandung sebesar 19,36%.
4. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota
Bandung secara bersama-sama memiliki pengaruh yang kuat terhadap
pemantapan militansi kader DPD partai Golkar Kota Bandung. Jika
disimpulkan bahwa peran kepemimpinan dan perilaku organisasi memiliki
pengaruh terhadap pemantapan militansi kader sebesar 63,04%, sementara
faktor-faktor lain yang berada di luar penelitian ini memiliki pengaruh
dalam memantapkan militansi kader sebesar 36,96%.
B. Saran
1. Bagi DPD Partai Golkar Kota Bandung
a. Peran kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam menetukan
keberhasilan partai politik untuk mencapai berbagai tujuan partai, salah
satunya adalah tujuan untuk memantapkan militansi kader. Mengingat
kontribusi peran kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung
dalam memantapkan militansi kader masih dalam kategori sedang, maka
perlua adanya usaha yang lebih keras untuk mningkatkan peran
kepemimpinan Ketua DPD.
b. Selain meningkatkan militansi kader, Ketua DPD partai Golkar juga harus
melakukan optimalisasi peran kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas
perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung, peningkatan peran
kepemimpinan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dalam
menciptakan suatu sistem kerja yang dapat mendukung pelaksanaan
dimensi-dimensi perilaku organisasi dalam internal partai.
c. DPD Partai Golkar Kota Bandung harus mampu mempertahankan atau
bahkan meningkatkan kualitas perilaku organisasi yang sudah memiliki
bagaimanapun militansi kader akan sangat berpengaruh bagi usaha
pemenuhan tujuan partai.
d. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota
Bandung harus lebih mampu melakukan sinergitas satu sama lain,
mengingat hal ini akan bermanfaat bagi penguatan kelembagaann partai
yang juga akan berdampak positif bagi pemantapan militansi partai.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Kelembagaan partai politik merupakan objek kajian yang penting untuk
diteliti, mengingat partai politik memiliki peran yang cukup besar dalam
pelaksanaan demokrasi di negara kita. Peneliti selanjutnya harus mampu
memperdalam kajian mengenai peran kepemimpinan dan perilaku organisasi
partai dengan melakukan penelitian dengan metode studi kasus, sehingga kajian
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
Alfian, M.A. (2009). Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiardjo, Miriam. (2009). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bungin, Burhan. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Dahlan. (2011). Kamus Ilmiah Populer Indonesia. Yogyakarta: Prestasi Utama.
Darmawan, Cecep. (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Laboratorium PKn UPI.
Fadjar, Mukhtie. A, (2008). Partai Politik Dalam Perkembangan Sistem
Ketatanegaraan Indonesia. Malang: Institute of Strengthening Transition
Society Studies.
Firmanzah. (2011). Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2008). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama.
Masyhuri dan Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan
Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.
Nazir, Mohammad, (1999). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pasolong, Harbani, (2008). Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.
Rachman, A, Aulia. (2006). Citra Khalayak Tentang Golkar. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban.
Rivai, Veithzal, dan Mulyadi, Deddy. (2009). Kepemimpinan dan Perilaku
Robbins, S.P dan Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: C.V Andi Offset (Penerbit Andi).
Sugiyono. (2008), Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Surbakti, Ramlan. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tandjung, Akbar. (2008). The Golkar Way. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wajono, S.I. (2010). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Yukl, Gary. 2010.
Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks
Zuriah, Nurul. (2006). Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
B. Sumber Internet
Arti Kata. Tersedia di: http://www.artikata.com [Online]. Diakses tanggal 14
Agustus 2012.
Parpol yang Ingin Berjaya Harus “Berguru” Pada Jaringan Teroris. Tersedia di: http://kompas.com[Online]. Diakses tanggal 14 Agustus 2012.
C. Sumber Dokumen
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golongan Karya Tahun 2009.