ABSTRACT
INHIBITION OF Centella asiatica EXTRACTS WERE TAKEN IN BATUSANGKAR ON THE GROWTH OF Vibrio cholerae IN VITRO
By
NELVITA SARI RAMADHAN 10101312077
Centella asiatica is one of the plants used as medicine. One of the benefits that can be obtained from Centella asiatica is an antibacterial effect. Antibacterial effect obtained as
Centella asiatica contains anti-bacterial substances, such as saponins, tannins, alkaloids, and flavonoids. The other research indicate that Centella asiatica extract can inhibit the growth of bacteria Escherichia coli, Salmonella thipy, Pseudomonas aeruginosa, and Enterobacter aerogenes is a Gram-negative, the researchers were motivated to conduct research with the hypothesis that there is inhibition of Centella asiatica extract on the growth of Vibrio cholerae.
This study was conducted to determine the inhibition of extracts of Centella asiatica on the growth of Vibrio cholerae in vitro. The study was conducted with laboratory experimental method with diffusion method (disc), at various concentrations of 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, and 100%, in the Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Andalas. The results showed that extract of Centella asiatica were taken in Batusangkar, did not inhibit the growth of Vibrio cholerae in vitro, whereas tetracycline is used as a positive control gave good inhibition of the growth of Vibrio cholerae, the inhibition zone16, 3mm.
Possible factors that influence the presence or absence of inhibition of Centella asiatica
extracts on the growth of Vibrio cholerae in the research was the method used, the type of
ABSTRAK
DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) YANG TUMBUHDI BATUSANGKAR TERHADAP PERTUMBUHAN KUMAN Vibrio cholerae SECARA IN
VITRO
Oleh:
NELVITA SARI RAMADHAN 10101312077
Pegagan (Centella asiatica) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat. Salah satu manfaat yang bisa didapatkan dari pegagan (Centella asiatica) adalah antibakterinya. Manfaat antibakterinya didapatkan karena pegagan (Centella asiatica) mengandung zat antibakteri, diantaranya adalah saponin, tannin, alkaloid, dan flavonoid. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak daun pegagan terhadap dapat menghambat pertumbuhan kuman
Escherichia coli, Salmonella thipy, Pseudomonas aeruginosa,dan Enterobacter aerogenes yang merupakan kelompok bakteri batang Gram Negatif, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan hipotesa bahwa ada daya hambat ekstrak daun pegagan terhadap pertumbuhan
Vibrio cholerae, yang juga termasuk kelompok bakteri batang Gram Negatif.
Telah dilakukan penelitian tentang daya hambat ekstrak pegagan (Centella asiatica) terhadap pertumbuhan Vibrio cholerae secara in vitro, dengan tujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak pegagan (Centella asiatica) terhadap pertumbuhan Vibrio cholera secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium dengan metode difusi (cakram), pada berbagai konsentrasi yaitu 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan100%, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak daun pegagan (Centella asiatica) yang diambil di daerah Batusangkar, ternyata tidak ditemukan daya hambat terhadap pertumbuhan kuman
Vibrio cholerae secara in vitro, sedangkan tetrasiklin yang digunakan sebagai kontrol positif memberikan daya hambat yang baik terhadap pertumbuhan Vibrio cholera, dengan zona hambat 16,3 mm.
DISREGTlLASI MOOI} I'ADA ANAK
.. PENELITIAN KASI]S DI PADANG SIIMATRRA BARA]"' ;\rncl Y'anis
Bagian Psikiatri I;akultas Kctloklcran
I
ttirersitas "\rtialas AbstrakLatnr llelakang. Gejala disregulasi moocl pucla anak [risn didirrqnosis sLrbagai Gan".Igtran Depresi, ADHD, Cangguan Bipolar episode Manik atau Gangguarr ()posisir.rttai. Ijntuk rtrenetapkan tliagnosis definitif perlu dilakukan elaborasi gejala klinis yang lain se,suai krileria diagnosis masing-ntasing diagnosis di atas. Namun ternvata ada suatu disregulasi nrood pada anak y,artg tidak [risa diln;rsukkan ke dalam salah sattr diagnosis di
atas karena tidak rnemenuhi kriteria secara utuh. (iartrbaran disregula-si ntootl tersebul adalah anak mudah
marsh dan meledali, derajatnya cukup berat, tidak.ielas pcnricrrnya- tidak episoclik- dan bukan karcna nrenentang figur otoritas. Apakah ini akan rrrenjadi cliagrrosis entiti barrr {arttpaknr':t hams diccrrnati dengan
telili karena akan berperrgaruh pada penatalaksanaailn\4.
Tujuan Penelitian. Mempelajari gambaran suatu disregulitsi utood pada anak.
Metode. Penelitian kasus tunggal pada seorang anak laki-laki (F) bertrsia l2 tahun. Dilakukan \r'a\r'arrcara mendalam terhadap ibu, ayah, adik dan pemtrantu sertit \\ir\\'tlrtcara dan otrservasi terhadap F. l)irencanakart fol6v,-up setiap 3 minggu. Diberikan psikoflrrrnaka (Aripiprazolc). lerapi pcrilaku 3 kali semirrggu dan tcrapi
kclrrarga.
Hasil Sewaktu F berusia l0 tahun terjadi penrhahan perrilakLr 1'aitu garnparrg teriritasi tanpa sebab -rang jelas, hiperaktif. tiba-tiba menonjok adik. tantrurn ltcbal mc:tnccahkan I'\'. memecahkan kacl jendela dan
menendang meja. Keadaan ini terjadi tanpa rnenrilih ternpat ntilupun rvitkttt. Ibu meny"ebut F seorang vang mporly. Tidur dan selera makan biasa. Kenarlpuan ilkadstnis ulcnururt sehingga F tinggal kelas di kelas V.
Pada awalnya F'hanya mengikuti terapi perilaku, kernudiiur orang tua k*valaltan sehingga me*tbawa berobat
ke bagian psikiatri. F adalah anak pertama dari clun trersauilara. rtterupakart anak ntahal (ibu harnil setelah 5
tahun pernikahan, abodus imminens, anak laltir dcngatt ,t('.r/io ('dlsJ'drio).l: disapih pada Lrsia 6 bulan karctla rnenggigit pay,udara ibu. Sewaktu F berusia 9 bulatt ibu lratnil anak kcdttit ciengan kondisi hv'pereme.si.s, I' lebih banyak diasuh pembantu. Sampai usia
I
tahun lf belunt bisa hicarrt. tsf ik sendiri dan tidak peduli hila dipanggil, sehingga F diikutkan terapi pada lembaga terit;ri untrrk anak hcrkebutultan kltusus. Pada usia 4tahun
F
disekolahkandi TK.
Sewaktu sckokih'lK
kernatnpuan hicaraF
meningkat dcngan pcsat, perkernbangan motorik sama seperti anak se*sillny'a, Ir aguk pe-tlillu- Patla trsia 6 tahun F masuk SD. sampaikelas IV cukup bisa nrengikuti pelajaran, prestasi biasa.'l'erditpat riw'a1a1 Gangguan Af-ektif Ilipolar I dari keluarga ibu.'l'andavitaldan penreriksaan fisik clalarn Lrittits tttrrtttal. berlt lradan 43 kg. tinggi tradan 156 cm.
Terlihat seorang anak laki-laki sesuai usia. pera\\ukart kttrtrs tinggi. nrtrtrdar-mandir keluar rttasuk ktnrar
periksa. Ricara cukup lancar dan jelas, nreniarvaLl pcrrtatttuart sirnrbil bcrialarr-.ialan.'l'anpa alasan yang,jelas menrukul tenlpat tidur periksa dan melonrpat kc atltsnrlr. kcrirutl iart rnett{angkat tcntpat satttrn cair dan rlenjatuhkarrnya ke Iarrtai. Diberikan Aripiprazole lxJ.5rng. tcrapi perilaku dilanitrtkan serta ilirencattakart terapi keluarga pada pertemuan berikutnya. lbr-r baru rncrntrcrikatt obat srrtclirh konsultasi kedua. Ay'ah helunt bisa tlatang karena sibuk dengan pekerjaan karrttrr'. I'crapi perilrtku dilarr.itrtkan serla <liherikan psikoedukasi
terhaclap ibu. Setelah tiga hari ilru menelel]tirr darr ntlrnrrttttkan trahw'lt ]r serttakin berirtgas.\clclah mittunt
obat. PemLrerian obatdihentikan. u,aktu kontrol dirna.lr"rkan nrerrt.iirdi 2 nringgu. Kitsu'- ini nrasih tJi follou'-up Sim;rulan. Diagnosis ker.ja: Atipic:al fulttnic IiTti.stnlt (l)SNl IV)..,\.'r'er/'s \{t,od I\'.sregulution(I)Slv1 V).
ABSTRACT Frequency Distribution of Soil Transmitted Helminth In Lettuce (Lactuca sativa) in Traditional Market and Modern Market in City of Padang
By: Verdira Asihka
Worm disease is still a health problem in the tropics , including Indonesia . Many factors contribute to the high incidence of this disease , one of which is eating unwashed raw vegetables such as lettuce or cabbage is often used as fresh vegetables. Lettuce have sitting position so, it can direct contact with the ground . This situation allows STH ( Soil Transmitted helminths ) that are ground will easily stick to the leaves of lettuce .
The purpose of this research was to determine the presence or absence of STH on lettuce in traditional markets and modern markets in the city of Padang . This research was conducted at the Laboratory of Parasitology , University of Andalas from September until December 2013. This research is descriptive using a sedimentation method to precipitate vegetable lettuce from traditional markets and modern markets in the city of Padang.
The results of this research are 32 of 44 lettuce from traditional markets in the city of Padang tested positive with a percentage of 73 % . Three of 5 vegetable lettuce of the modern market in Padang tested positive with a percentage of 40 % . Most STH type found in this study are the eggs of Ascaris sp ( 79 % ) , followed by larvae of Trichostrongylus orientalis ( 16 % ) and hookworm eggs ( 5 % ). So, There STH contamination on lettuce in traditional markets and modern markets in Padang.
ABSTRAK
Distribusi Frekuensi Soil Transmitted Helminth Pada Sayuran Selada (Lactuca sativa) yang Dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Padang
Oleh : Verdira Asihka
Penyakit kecacingan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit ini, salah satunya yaitu memakan sayuran mentah yang tidak dicuci bersih seperti selada atau kol yang sering dijadikan lalapan. Daun selada berposisi duduk sehingga dapat kontak langsung dengan tanah. Keadaan ini memungkinkan STH (Soil Transmitted Helminth) yang berada ditanah akan mudah menempel pada daun selada.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya STH pada selada yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Padang. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sejak Bulan September sampai Desember 2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode sedimentasi terhadap endapan sayuran selada dari pasar tradisional dan pasar modern di Kota Padang.
Hasil penelitian ini didapatkan 32 dari 44 sayuran selada dari pasar tradisional di Kota Padang dinyatakan positif dengan persentase 73%. Tiga dari 5 sayuran selada dari pasar modern di Kota Padang dinyatakan positif dengan persentase 40%. Jenis STH terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini adalah telur Ascaris sp (79%), disusul dengan larva Trichostrongylus orientalis
(16%) dan telur cacing tambang (5%). Jadi, Terdapat kontaminasi STH pada selada yang dijual di pasar tradisional maupun pasar modern di Kota Padang.
PRESENTASI POSTER
EF,EK EKSTRAK ETANOL BUAII KARAMUNTING rt*odomyftw trsmentosa{W.Ait)HasskTERI{ADAPLINTASANCHIMUS
DAN POLA DAFEKASI PADA MENCIT PUTII{
l
Erlina Rustarn' 2Yandrizmal, lHelmi Arifi n
1 )
F ckulras Ke dokt eran (Jniv ers itrt"s Andulas t) Akadrmt Fsrm{Lsi Ranah Minang,' Padang
il Fokoltot Formssi {Jniversitas Andal$s
Abstrak
penggunaan tumbuhan sebagai obat semakin banyak diminati oleh
*uryur*.uffidonesia dalam upaya pengobatan dan pencegahan penyakit' dengan
;i;i" y*g
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan -obat sintetik. Salah satu jenis tumbuhan yang dipakai dalam . pengobatan adalahRhodomyrtus tomenios* (W.Ait) Hassk., diantaranya sebagai obat cacing,
*""g"ULi
luka
sakit perut, diare,. hepatitis, antiseptik, sariawan, mencegah infelcsi dan pendarahan setelah melahirkan'Telah dilakukan penelitian tentang efek ekstrak etnnol buah Karamunting Rhodomyrtus tomenttss"
$.nit)
Hassk terhadap lintasan chimus (intestinaltrsnsit
ifrAr,
dan pola deiekasi {Defecation patfern) pada mencit putih jantan'Ekstrak diberikan peroral dengan" dosis 125, ?5A dan
500
mg/kgBB. menggunakan Loperamid HCI dosis5
mg/kgBB sebagai pembanding' Diarediinduksi dengan pemberian oleum riuini peroral dengan dosis 0.3 'tfJl2a g Bts dan seUagai
iark*r
lintasan chimus dipakai suspensi norit 5% peroral d9nSa1 dcsis 0.2-mll20g BB. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberianet:qq
dosis oral secira trertingkat menimbulkan perubahan yang nyata (P<0'05)L.t uOup efek lintas chimuls dan pola defekasi. Semua dosis ekstrak yang dipakai
Ouf"*
i"t*litian
ini memberikan efek yang nyata (P<0'05) pada lintasan chimus Jun p"iu defekasi bila dibandingkan dengan kelompok hewan kontrol.Keyword : Rhodornyrtus tomentosa (w.Ait) I"lassk, Lintasan chirnus, Def'ekasi
ABSTRAK
GAMBARAN FUNGSI GINJAL PADA PASIEN GAGAL JANTUNG YANG DIRAWAT DI RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
PERIODE 1 JANUARI 2010-31 DESEMBER 2012
Oleh :
PUTRI RENO INDRISIA
Gagal jantung merupakan masalah yang serius didunia. Jantung bertanggungjawab untuk menyuplai darah ke seluruh organ, termasuk ginjal.
Hubungan hemodinamik antara jantung dan yang disebut sebagai cardiorenal
connector bertanggung jawab dalam perburukkan fungsi ginjal. Gagal jantung yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal termasuk dalam kategori sindrom kardiorenal. Penurunan fungsi ginjal pada gagal jantung, akan memberikan
outcome yang lebih buruk pada pasien gagal jantung.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain retrospektif. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dalah data sekunder yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang. Data yang diperlukan dicatat dari rekam medis pasien. Kadar LFG dihitung dengan menggunakan persamaan Cockroft-Gault
Hasil dari penelitian ini didapatkan dari 133 sampel pasien gagal jantung, peningkatan kadar kreatinin serum ditemukan pada 8,27% pasien AHF, 3,76 % pasien CHF I, 27,82% pasien CHF II, 39,85% pasien CHF III, dan 20,30% pada pasien CHF IV. Lebih dari setengah pasien AHF (63,63%) mengalami penurunan fungsi ginjal sedang, 18,18% penurunan fungsi ginjal ringan, dan 18,18% mengalami penurunan fungsi ginjal berat. Pada pasien dengan CHF I, 40% mengalami penurunan fungsi ginjal ringan dan 20% mengalami penurunan fungsi ginjal sedang. Pada pasien dengan CHF II, 8,92 % mengalami penurunan fungsi ginjal ringan, 59,56% mengalami penurunan fungsi ginjal sedang, 2,7% mengalami penurunan fungsi ginjal berat. Pada pasien CHF III terdapat 35,85% penurunan fungsi ginjal ringan, 50,94% penurunan fungsi ginjal sedang dan 3,77% penurunan fungsi ginjal berat. Pada pasien CHF IV 14,81% mengalami penurunan fungsi ginjal ringan, 62,97 % sedang dan 7,41% mengalami penurunan fungsi ginjal berat.
Terjadi peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien gagal jantung, kecuali pada pasien CHF I. Terjadi penurunan LFG pada pasien gagal jantung. Nilai rata-rata LFG pasien CHF semakin menurun sesuai dengan peningkatan derajat klasifikasi fungsional gagal jantung.
ABSTRACT
DESCRIPTION OF KIDNEY FUNCTION AMONG HEART FAILURE PATIENTS AT RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FROM
1 st JANUARY 2010 – 31 st DECEMBER 2012
By:
PUTRI RENO INDRISIA
Heart failure (HF) is serious problem in the world. Heart is responsible to meet blood supply for whole organs, including kidney. Hemodinamic relation between heart and kidney called cardiorenal connector is responsible for worsening kidney function. Heart failure which causes worsening kidney function is categorized as cardiorenal syndrome. Worsening of kidney function in HF will make poor outcome in HF patients.
This research is a descriptional research using retrospective design. The instruments used in this research are the secondary data derived from The Medical Record Departement at RSUP DR. M. Djamil Padang. Required data is noted from medical record patients. Glomerular Filtration Rate (GFR) is measured by using Cockcroft-Gault equation.
This research results found that from 133 samples, increasing of serum creatinine levels happened about 10,81% among CHF II patients, 35,85% among CHF III patients, 33,33% among CHF IV patients and about 36,36% among patients with AHF. In AHF patients, more than half (about 63,63%) have moderate worsening kidney function, 18,18% have mild worsening kidney function and 18,18% have severe worsening kidney function. Patients who are diagnosed with CHF I, 40% of them have mild worsening kidney function and 20% have moderate worsening kidney function. In CHF II patients, 18,92% have mild worsening kidney function. 59,56% have moderate worsening kidney function and 2,7% have severe worsening kidney function. In CHF III patients, about 35,85% have mild worsening kidney function, 50,94% have moderate worsening kidney function and 3,77% have severe worsening kidney function. Mild worsening kidney function occurs in 14,81% patients with CHF IV, moderate worsening kidney function occurs in 62,97% patients with CHF IV and severe worsening kidney function occurs in 7,41% patients with CHF IV.
Increasing serum creatinine level was present among heart failure patients, exclude CHF I. Decreasing of GFR was present. Mean of GFR level in CHF patient is desreasing consistent to its enhancement functional class of HF.
Gambaran
Klinik
Polip
NasiUnilateral di
RSUPdr. M.Djamil
PadangEffy Huriyati
Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Abstrak
Latar belakang: Massa hidung unilateral sering sulit dibedakan dengan polip nasi berdasarkan gejala klinis, nasoendoskopi dan tomografi komputer. Gejala klinis yang ditimbulkan dapat membantu diagnosis disamping pemeriksaan
nasoendoskopi, tomografi komputer
dan
patologi anatomi. Tujuan: Untukmelihat
gambaran klinis dan patologi polip nasi unilateraldi
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode: Analisis retrospektif yang dilakukan terhadap 27 orangpenderita dengan diagnosis klinis polip nasi unilateral dart 62 orang penderita polip nasi yang datang berobat ke poliklinik THT-KL RSUP Dr.
M.
DjamilPadang antara
bulan
Januari 2010 sampai dengan Desember 2012 dan telah dilakukan bedah sinus endoskopi pada 9 orang penderita polip unilateral dan 13orang polip bilateral. Hasil: Pasien dengan gejala klinis polip nasi unilateral didapatkan pada 27 orang dengan jumlah
lakiiaki
13 orang dan perempuan 14orang. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan berupa hidung tersumbat (100%),
diikuti oleh post nasal drip (l4,8yo), keluhan alergi hidung (7,4%) dan rasa berat
di
pipi
(3,7%)dan
tidak
ditemukan keluhan gangguan penghidu. Padapemeriksaan ditemukan polip nasi pada 20 oftmg dan
4
orang
berupa polip antrokoana dan dari pemeriksaan patologi anatomi didapatkan papiloma inverted pada3
orang penderita yang semua pada laki-laki. Kesimpulan: Papilomainverted, polip antrokoana dan neoplasrna lainnya haruslah dipertimbangkan jika menampakan gejala klinis berupa polip nasi unilateral. Anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan nasoendoskopi memegang peranan penting dalam menentukan pengobatan yang tepat dan memprediksi prognosis.
Abstract
Background: Unilateral nasal mass is often dfficult to be distinguished
from nasal polW based on clinical symptoms, nasoendoscopic examination and
computed tomography. The clinical symptoms can help
in
making diagnosis beside nasoendoscopic, computed tomographyand
anatomic pathologt examinstion. Purpose: To observe the clinical manifestation and pathologt result of unilateral nasal polyp atDr. M.
Djamil Hospital. Methods :A
retrospective reviewwere
conductedon
27 patients with unilateral nasal polry from 62 patients with nasalpolw
who went to the ENT-LINS out-patient clinic at Dr. M. Diamil Hospital Padang on Januari 2010 to Desember 2012 and have been performed endoscopic sinus surgeryin
9 patients with unilateral polyps and 13 patientswith
bilateralpolyps.
Results: patientwith
clinical symptomof
unilateral nasal polyp were found in 27 patients, consisted of 13 men and 14 women. The most clinical symptoms were nasal obstruction (100%o), post nasal
drip (14.8o/o), nasal allergic symptoms (7.4%o) and heaviness sensation
in
the cheek (3.7o/o) and no smelling disorder. On examination were founcl nasal polyp in 20 patients and 4 of them were antrochoanal polW. On histopathologic result found inverled papilloma in 3 patients andall
o.f them were men. Conclusion: Inverted papilloma, antrochoanalpolw'and
others neoplasm haveto
be considered if there were clinical symptoms with unilateral nasal polw. Accurate anamnesisand
nasoendoscopic examinationplay
qn
importantrole
in determining the proper management andpredicting the pragnosis.ABSTRAK
Gambaran Kultur Darah dan Uji Resistensi Bakteri Penyebab Pneumonia pada Pasien yang Dirawat di Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Januari 2011 sampai Desember 2012.
Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak terutama di negara berkembang. Sebagian besar penyebab pneumonia adalah bakteri, viral ataupun campuran. Perbedaan etiologi sangat bervariasi sesuai dengan tingkatan umur. Mengetahui pola penyebab pneumonia sesuai pola umur penderita dapat membantu dalam pemberian terapi. Pemberian antibiotik yang segera merupakan kunci keberhasilan terapi pneumonia. Namun belum tersedianya uji mikrobilogi yang cepat, sehingga pemilihan antibiotik didasarkan pada terapi empirik. Monitoring yang teratur terhadap penyebab sesuai dengan baku standar etiologi pneumnonia yaitu kultur darah dan uji resistensi, dapat membantu sebagai bahan pertimbangan pola kuman penyebab sesuai data epidemiologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran kultur darah dan uji resistensi bakteri penyebab pada pasien pneumonia yang dirawat di Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2011 sampai Desember 2012.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif. Dalam penelitian ini, ditemukan 28% hasil kultur darah positif dari 135 sampel pasien pneumonia yang dirawat di Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2011 sampai Desember 2012, dengan empat kuman penyebab yaitu, Staphylococcus aureus (63%), Klebsiella sp (29%), Pseudomonas aeruginosa (5%), dan
Staphylococcus epidermidis (3%). Hasil uji resistensi bakteri Staphylococcus aureus
menunjukkan sensitivitas paling tinggi terhadap Netilmicin, Gentamycin, dan Meroponem. Hasil uji resistensi bakteri Klebsiella sp menunjukkan sensitivitas paling tinggi terhadap Netilmicin, dan Meroponem. Sedangkan hasil uji resistensi bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan sensitivitas paling tinggi terhadap Meroponem dan Cifrofloxacin, serta hasil uji resistensi bakteri
Staphylococcus epidermidis menunjukkan sensitif paling tinggi terhadap Ampicillin + Sulbactam, Cifrofloxacin, Cefoperazone, Netilmicin, Meroponem, Cefotaxime.
Hasil ini memperlihatkan terdapat empat bakteri penyebab pneumonia pada pasien yang dirawat di bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Januari 2011- Desember 2012
ABSTRAK
Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi Puskesmas Kota Bukittinggi
Oleh Vini Jamarin 1010312117
Sanitasi yang buruk dapat menjadi media transmisi dan perkembangan berbagai agen penyakit berbasis lingkungan. Salah satu program puskesmas yang menelaah penyakit berbasis lingkungan adalah klinik sanitasi. Bukittinggi sudah menjalankan klinik sanitasi dari tahun 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program klinik sanitasi puskesmas di kota Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel diambil seluruhnya (total sampling), yaitu tujuh puskesmas di Bukittinggi pada bulan September- Oktober 2013. Berdasarkan hasil kuesioner, seluruh petugas telah memiliki pendidikan yang baik, namun hanya dua petugas yang telah mendapatkan pelatihan klinik sanitasi. dari ketujuh puskesmas, hanya satu puskesmas yang memiliki ruangan khusus klinik sanitasi, enam puskesmas memiliki poster dan leaflet, dua puskesmas memiliki dana khusus, dan enam puskesmas memiliki seluruh buku pedoman. Berdasarkan data sekunder, jumlah penyakit berbasis lingkungan bervariasi dan fluktuatif dan jumlah klien yang datang masih sedikit dan jauh dari harapan. Penelitian ini menilai empat kegiatan klinik sanitasi, yaitu kunjungan ke rumah warga, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektor, dan evaluasi. Jumlah kunjungan ke rumah warga masih kurang dari harapan, kerjasama lintas program klinik sanitasi sudah berjalan di seluruh puskesmas, kerjasama lintas sektor sudah berjalan di seluruh puskesmas kecuali puskesmas Tigo Baleh, dan evaluasi sudah berjalan dengan jangka waktu yang bervariasi. Seluruh klinik sanitasi puskesmas kota Bukittinggi dinilai baik dengan nilai bervariasi antara 50-100%. Puskesmas Mandiangin mendapatkan nilai 50%, Prasimah Ahmad 70%, Gulai Bancah dan Nilam 80%, Mandiangin Plus 85%, Tigo Baleh 90%, dan Guguk Panjang 100%.
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS TENTANG ROKOK
Oleh : Yosantaraputra 1010312100
Abstrak
Rokok merupakan penyebab kematian sepuluh besar di dunia dimana jumlah kematian mencapai 500 juta orang per tahun. Dalam setiap enam detik terdapat satu kematian akibat rokok. Rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia, dimana 60 diantaranya bersifat karsinogenik. Lebih dari 85% penderita kanker paru adalah perokok. Terdapat juga beberapa kanker lain yang ada hubungannya dengan rokok. Salah satu penyakit yang dapat timbul akibat asap rokok adalah leukemia. Disamping itu rokok dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tentang Rokok. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 273 orang. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap rokok berada dalam kategori baik sebesar 0,4%, kategori sedang sebesar 64,5%, dan kategori kurang sebesar 35,1%. Hasil uji sikap responden terhadap rokok berada dalam kategori baik sebesar 90,1%, kategori sedang sebesar 9,5% dan kategori kurang sebesar 0,4%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas berada pada kategori sedang dan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas berada pada kategori baik. Disarankan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas agar mencari tahu tentang nikotin dan akibatnya secara mandiri sesuai dengan system pembelajaran PBL, serta segera diberlakukannya peraturan bebas asap rokok di lingkungan FK Unand.
Abstrak
GAMBARAN PENINGKATAN ANGKA KEJADIAN GANGGUAN AFEKTIF DENGAN GEJALA PSIKOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RSJ PROF. DR. HB. SA’ANIN PADANG PADA TAHUN 2010-2011 Oleh
Aisyah Fithri Syafwan 0910313253
Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood) merupakan sekelompok gambaran klinis yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kontrol emosi dan pengendalian diri. Gangguan afektif dapat berupa depresi, manik atau campuran keduanya (bipolar). Pada beberapa pasien gejala-gejalanya dapat disertai dengan ciri psikotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peningkatan angka kejadian gangguan afektif dengan gejala psikotik pada pasien rawat inap di RSJ Prof. Dr. HB. Sa’anin Padang dari tahun 2010-2011. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013-Agustus 2013. Metode penelitian adalah deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 199 orang pada tahun 2010 dan 205 orang pada tahun 2011. Data dikumpulkan melalui bagian rekam medik RSJ Prof. Dr. HB. Sa’anin Padang dan hasil yang didapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien gangguan afektif dengan gejala psikotik pada pasien rawat inap dari segi umur, jenis kelamin, pasien dari kota Padang dan luar kota Padang. Total pasien rawat inap gangguan afektif dengan gejala psikotik terhadap seluruh pasien rawat inap di RSJ Prof. Dr. HB. Sa’anin Padang adalah 31,7% (2010) dan 30% (2011) dengan usia terbanyak 20-29 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Status perkawinan ditemukan kasus terbanyak pada pasien yang belum menikah dan berasal dari luar kota Padang, pekerjaan terbanyak ditemukan pada pasien yang tidak bekerja, dari segi pendidikan kasus terbanyak adalah pada SLTA-sederajat.
Abstrak
GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RSUP M. DJAMIL PADANG PERIODE 1 JANUARI 2011-31 DESEMBER 2012
Oleh
Lamuna Fathila
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan nekrosis otot jantung akibat terganggunya
homeostasis, yaitu kebutuhan dan suplai oksigen ke jantung secara mendadak. Faktor risiko
timbulnya IMA adalah perubahan dari profil lipid yaitu Kolesterol total, Kolesterol LDL
(LDL-C/Low Density Lipoprotein Cholesterol), Kolesterol HDL (HDL-C/High Density Lipoprotein
Cholesterol, dan trigliserida yang dikaitkan dengan pembentukan plak aterosklerosis. Salah satu
manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran profil lipid pada pasien IMA.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran profil lipid pada pasien IMA di
RSUP M. Djamil Padang periode 1 Januari 2011-31 Desember 2012. Penelitian dilakukan
dengan metode deskriptif dengan desain cross sectional study yang dilakukan di bagian Rekam
Medik RSUP M. Djamil Padang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur terbanyak dari pasien IMA adalah 45-59
tahun, Jenis kelamin pasien terbanyak dari pasien IMA laki-laki dimana perbandingan antara
laki-laki dan perempuan adalah 2,7 : 1, Pasien IMA yang memiliki kadar kolesterol total tinggi
adalah sebanyak 79 orang (38,92%) dan normal adalah sebanyak 124 orang (61,08%), Pasien
IMA yang memiliki kadar kolesterol LDL tinggi adalah sebanyak 76 orang (37,44%) dan normal
adalah sebanyak 145 orang (71,43%) dan normal adalah sebanyak 58 orang (28,57%), dan
Pasien IMA yang memiliki kadar trigliserida tinggi adalah sebanyak 44 orang (21,67%) dan
normal adalah sebanyak 159 orang (78,33%).
Kata kunci : infark miokard akut, kolesterol total, kolesterol LDL, Kolesterol HDL, trigliserida
ABSTRAK
GAMBARAN SLIDE MALARIA BERDASARKAN SEDIAAN DARAH DARI KEPULAUAN SIBERUT MENTAWAI PERIODE OKTOBER 2011 – JANUARI 2012
Oleh
ADELINE SACHARISSA F.
Malaria adalah penyakit penting yang saat ini telah menjadi masalah kesehatan dunia dan endemik di 105 negara salah satunya Indonesia. Indonesia memiliki banyak kepulauan yang tersebar salah satunya yaitu Kepulauan Mentawai. Kepulauan Mentawai merupakan daerah endemi malaria yang terdiri atas 4 pulau salah satunya yaitu Kepulauan Siberut Mentawai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Insiden kejadian malaria di Kepulauan Siberut Mentawai periode Oktober 2012 – Januari 2012.
Desain penelitian yaitu deskriptif dan observational. Sediaan darah yang berasal dari Puskesmas Muara Siberut Kepulauan Siberut Mentawai dikirim ke Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas untuk diperiksa. Penelitian dilakukan dengan cara pemeriksaan secara mikroskopik sediaan darah tebal dan tipis dari sampel darah tepi yang telah dipulas dengan pewarnaan Giemsa untuk mengetahui berapa insiden kejadian malaria, distribusi malaria menurut jenis kelamin, distribusi malaria menurut jenis plasmodium dan Parasite Count.
Seluruh Sediaan darah berjumlah 106 sediaan darah dan 32 diantaranya positif malaria. Berdasarkan jenis kelamin ditemukan pada perempuan 17 sediaan darah dan laki-laki sebanyak 15 sediaan darah. jenis Plasmodium yang ditemukan adalah Plasmodium falciparum sebanyak 20 sediaan darah dan Plasmodium vivax sebanyak 12 sediaan darah. Menurut parasite count 14 sediaan darah diantaranya merupakan infeksi ringan dan 6 sediaan darah lainnya merupakan infeksi berat.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) kejadian positif malaria ditemukan sebanyak 30,2%, (2) Insiden kejadian malaria lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, (3) Hanya ditemukan jenis Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax pada penelitian, (4) Derajat infeksi ringan kejadiannya lebih tinggi dibandingkan infeksi berat.
iii
GAMBARAN TEKANAN DARAH TIKUS WISTAR (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN SETELAH PEMBERIAN
KORTIKOSTEROID DAN NATRIUM KLORIDA Oleh
Muhamad Fakhri
ABSTRAK
Hipertensi merupakan masalah kesehatan dunia dan merupakan faktor risiko utama gangguan kardiovaskular. Diantara penyebab hipertensi diduga berkaitan dengan penggunaan kortikosteroid dan diet tinggi garam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tekanan darah setelah pemberian kortikosteroid dan/ atau natrium klorida.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design untuk melihat gambaran tekanan darah setelah pemberian kortikosteroid 0,1 mg/kgBB dan/ atau NaCl 9 mg/ml kgBB selama 11 hari. Subjek penelitian adalah 24 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok KK sebagai kelompok kontrol, kelompok P1 diberikan NaCl, kelompok P2 diberikan kortikosteroid dan kelompok P3 diberikan kortikosteroid bersama NaCl. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji
one-way analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji post-hoc LSD.
Dari hasil penelitian didapatkan pada kelompok KK tekanan darah sistolik (TDS) 181,34 ± 5,05 mmHg, tekanan darah diastolik (TDD) 162,92 ± 13,25 mmHg, dan tekanan arteri rata-rata (TAR) 172,90 ± 9,70 mmHg. Pada kelompok P1 didapatkan TDS, TDD dan TAR tidak berbeda secara bermakna (p>0,05), yaitu TDS 197,18 ± 13,84 mmHg, TDD 177,49 ± 16,73 mmHg dan TAR 187,80 ± 15,80. Pada kelompok P2 didapatkan TDD dan TAR lebih tinggi secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok KK, yaitu TDD 192,99 ± 17,96 mmHg dan TAR 198,27 ± 19,04 mmHg ,namun TDS tidak berbeda secara bermakna (p>0,05), yaitu 200,44 ± 19,32 .Pada kelompok P3 TDS, TDD dan TAR lebih tinggi secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok KK yaitu TDS 209,96 ± 16,10 mmHg, TDD 182,28 ± 15,92 mmHg, dan TAR 196,35 ± 15,38 mmHg. Akan tetapi TDS, TDD, TAR pada kelompok P3 tidak berbeda secara bermakna (p>0,05) dibandingkan kelompok P1 dan P2.
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa TDS, TDD, dan TAR meningkat setelah pemberian kortikosteroid bersama NaCl. Namun, setelah pemberian NaCl saja tidak didapatkan peningkatan tekanan darah dan tidak terjadi peningkatan TDS pada pemberian kortikosteroid. Peningkatan tekanan darah tidak berbeda secara bermakna pada pemberian kortikosteroid bersama NaCl dibandingkan dengan pemberian kortikosteroid atau NaCl saja.
iv
DESCRIPTION OF BLOOD PRESSURE OF MALE WISTAR
MICE (RATTUS NORVEGICUS) AFTER ADMINISTRATION OF CORTICOSTEROID AND SODIUM CHLORIDE
By
Muhamad Fakhri
ABSTRACT
Hypertension is a worldwide health problem and considered as the major risk factor of cardiovascular diseases. One of the suspected causes of hypertension is associated with the usage of corticosteroid and high-salt diet. The purpose of this study is to describe blood pressure of male Wistar mice after administration of corticosteroid and sodium chloride.
This research is an experimental study conducted in a post-test only control group design to see the description of blood pressure after administration of 0,1 mg/kgBB of corticosteroids and/ or 9 mg/ml kgBB of NaCl for 11 days. The subjects were 24 male Wistar mice divided into four groups: control group (KK), P1 group with NaCl administration, P2 group with corticosteroids administration, and P3 group with corticosteroids and NaCl administration. The results of this study were analyzed using one-way analysis of variance (ANOVA) followed by post-hoc LSD test.
The results showed that in KK group, the mean systolic blood pressure (SBP) was 181.34 ± 5.05 mmHg, the mean diastolic blood pressure (DBP) was 162.92 ± 13.25 mmHg, and the mean of mean arterial pressure (MAP) was 172.90 ± 9.70 mmHg. Compared to KK group, SBP, DBP and MAP of P1 were not significantly different (p>0.05) (SBP was 197.18 ± 13.84 mmHg, DBP was 177.49 ± 16.73 mmHg and MAP was 187.80 ± 15.80). DBP and MAP of P2 group were significantly higher (p≤0.05) compared to KK group (DBP was 192.99 ± 17.96 mmHg and MAP was 198.27 ± 19.04 mmHg), but SBP was not significantly different (p>0.05)( SBP was 200,44 ± 19,32) . SBP, DBP and MAP of P3 group were significantly higher (p≤0.05) compared to KK group (SBP was 209.96 ± 16.10 mmHg, DBP was 182.28 ± 15.92 mmHg and MAP was 196.35 ± 15.38 mmHg). However, the SBP, DBP, and MAP of P3 group were not significantly different (p>0.05) compared to P1 or P2 groups.
It can be concluded that the SBP, DBP, and MAP increased after the administration of corticosteroid along with NaCl. However, after the administration of NaCl only, there is no significantly different on blood pressure and no significantly different of SBP after administration of corticosteroid only. The increased of the SBP, DBP, and MAP are not significantly different after the administration of corticosteroid along with NaCl compare to corticosteroid or NaCl only.
ABSTRAK
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat, walaupun telah banyak obat antihipertensi ditemukan, Penyebabnya diduga berkaitan dengan gaya hidup yang salah satunya adalah diet tinggi garam. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tekanan darah tikus Wistar jantan dan betina setelah pemberian diet tinggi garam.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post-test only
control group design. Subjek penelitian adalah 20 ekor tikus Wistar jantan dan betina yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P). Masing-masing kelompok terdiri dari lima (5) ekor tikus jantan dan lima (5) ekor tikus betina. Diet tinggi garam (NaCl 8%, 3 ml/hari) diberikan pada kelompok P selama empat (4) minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah yang bermakna pada kelompok P bila dibandingkan dengan kelompok K, yaitu tekanan darah sistolik (TDS) 191,40±17,11 mmHg (P) dan 168,70±16,18 mmHg (K) (p<0,05), tekanan darah diastolik (TDD) 162,20±17,56 mmHg (P) dan 139,90±13,61 mmHg (K) (p<0,05), tekanan arteri rata-rata (TAR) 176,80±17,17 mmHg (P) dan 156,50±15,29 mmHg (K) (p<0,05). Peningkatan TDS dan TDD yang bermakna secara statistik hanya terjadi pada tikus jantan, namun tidak terjadi pada tikus betina. Pada tikus jantan TDS 185,00±13,85 mmHg (P) dan 159,40±9,73 mmHg (K) (p<0,05), TDD 159,20±18,21 mmHg (P) dan 131,60±10,96 mmHg (K) (p<0,05), TAR 172,00±16,49 mmHg (P) dan 150,20±15,15 mmHg (K) (p>0,05). Sedangkan pada tikus betina TDS 197,80±19,09 mmHg (P) dan 178,00±16,68 mmHg (K) (p>0,05), TDD 165,20±18,43 mmHg (P) dan 148,20±11,16 mmHg (K) (p>0,05), TAR 181,60±18,27 mmHg (P) dan 162,80±14,04 mmHg (K) (p>0,05).
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah peningkatan tekanan darah hanya terjadi pada tikus jantan tapi tidak pada tikus betina setelah pemberian diet tinggi garam.
GOLD
Guidelines
2011:
What Are The
lmpli'cations
For
Primary
Care
? FauzarSubbagian Pulmonologi, Eagian llmu Penyakit Dalam
FK UNAND/RSUP Dr. M Djamil Padang
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang
utama. Menurut sebuah penelitianyang
diterbitkanoleh
Bank DuniaA/i/orld Health Organization (WHO), pada tahun 2A?0 PPOK diperkirakan akan menduduki urutan penyakit kelima terbanyak di seluruh dunia. Meskipun PPOK telah menjadi perhatian dari kalangan medis dalam beberapa tahun terakhir, PPOK relatifmasih
tidak dikenal
atau
diabaikanoleh
masyarakatserta
bidang
kesehatan masyarakatdan
pemerintahan.Pada tahun 2001 GOLD (Global lnittative for chronic Cbstructive pulmonary disease) mengeluarkan
sebuah
konsensus nrengenai gllobalstrategy
for
the diagnosis, management, and preventtonof
chronic obstructive pulmonary disea{edan
sudahdirevisi
pada
tahun 2006
dan
terakhir direvisi
pada
tahun
2011, konsensusinl
telah
dipedomani secara luas diseluruhdunia
sebagai pedoman dalam diagnosis, tatalaksana dan pencegahan PPOK.Pelayanan primer
di
lndonesia (dokter umLrm. Pu:;kesmas) sebagat garis terdepan dalam pelayanan kesehatan di lndonesia nrasih nrenrpunyai kieterbatasanbaik
dalam
penyediaan
sarana
diagnosis
rlraupltir
obat-obatan
untukpenatalaksanaan
PPOK. Pada
rnakalahini
kita
coba
membahas bagairnana implikasi konsensus ini pada pelayanan primer di lndonesiaDefinisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru yang
Diagnosis PPOK
Diagnosis klinis PPOK harus diperlimbangkan pada setiap
pasien dengan
sesak nafas, batuk kronis, batuk kronik
berdahak dan
aciarrya riwayatpaparan
terhadap faktor risiko untuk penyakit
ini'
spirometri drperlukan untukmemastikan
diagnosis pada keadaan klinis ini, hasil pemeriksaan FEV1/FVC setelair
pemberian
bronkodilator
persistendandengandemikianmemastikanadanyaPPoKPadatab]eldapat
dilihat indikator untuk mempertimbngkan diagnosis PPCK
nosis
PPOKdiagnosts. Sesak Nafas :
iabel 1. lndikatOf KUnCI UnIUK
lvlerrutdgrrvrrr
iaan sP'romettl
llka
aa;
salahEq
indikator dibawah
ini
pada
p"'iun""u''l
tlt::.i'^
i::il1,^'i1*"H:"
l:iii[:l
#[T:1":';,ffi"]ll
rSSti"llggf
adanya beberapa indikato, rni meningkatkankemungkinan oiagn;rir-
orri
ppoK
sp,ro*rtri
harus dilakukan untukmemastikan
Progresif (semakin berat seiring waktu) Seriakin berat dengan aktifitas
MenetaP
;;;;l"ng
timbul dan bisa tidak berdahakberdahak:
Setiap batuk kronik berdahak dapat nrengindikasikan PPOK RiwaYat terPaPar
factor
resiko:AsaP rokok
Asap dapur dan pemanasan memakai bahan bakar Debu dan bahan kimia ditempat keria
RiwaYat keluarga dengan PPOK
I
I
l
Batuk kronik: Batuk kronik
PPOK sertng kali over diagnosis ataupurr under diagnos'is di banyak
negara'
untukmenghindariini,diperlukanpenggunaandanketersediaanspirometri.
pemeriksaan spirometri pada pelayanan kesei-ratan primer tlemungkinkan dengan syarat dilakukan pelatihan ketrampilan untuk petugas agar dapat melakukan sesuai
prosedur yang benar, dan dinegara maju fasilitas pelayanan prinrer sudah dilengkapi dengan sPtrometri.
Meskipun konfirmasi diagnosis dari PPCK dan perrilaian keparahan penyakit ditetapkan oleh spirometri, dibanyak negara praktisl kesehatan primer mendiagnosis
ppoK
dengan
gejala
klinis
'saja
Beberapa
factor
penyebabnya
adalahketidaktahuan bahwa spirometri berperan penting dalam mendiagnosisPPOK' dan