• Tidak ada hasil yang ditemukan

thesis Depresi Pada anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "thesis Depresi Pada anak"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam kehidupan sehari-hari akan dihadapkan pada bermacam-macam tantangan hidup dan perubahan dalam perjalanan hidupnya yang dapat mendatangkan ketegangan atau stress dalam jiwanya. Ketegangan yang dialami tidak hanya diakibatkan oleh kegembiraan karena mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tapi juga bisa diakibatkan karena rasa kecewa dalam mengalami situasi yang tidak menyenangkan. 1,2

Ketegangan yang timbul dalam diri seseorang merupakan suatu stresor, dan stresor ini akan mempengaruhi toleransi stress pada tiap individu. Toleransi stress adalah batas nilai ambang kemampuan seseorang untuk mengatasi stressor yang dihadapi supaya tidak mengakibatkan gangguan keseimbangan fungsi mental dan fisik. Toleransi stres ini merupakan faktor yang menentukan sejauh mana seseorang akan relatif mudah terkena depresi. 3

Hal tersebut berkaitan dengan faktor yang dapat menimbulkan depresi, yaitu apabila seseorang mendapatkan stresor yang terus menerus dan akibatnya tubuh serta kepribadian tidak dapat lagi atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan adanya stresor pada dirinya. Sehingga orang tersebut cenderung labil dalam kehidupan emosinya, keadaan ini menyebabkan toleransi stresnya akan lebih rendah, akibatnya orang tersebut lebih rentan untuk mengalami depresi. 3

Data dari berbagai penelitian epidemiologi psikiatri menunjukkan bahwa sekitar 5 persen penduduk Indonesia pernah mengalami depresi pada suatu masa

(2)

tertentu (point prevalence), dan sekitar 25 persen dari penduduk Indonesia pernah mengalami depresi semasa hidupnya (life-time prevalence). 3

Depresi merupakan suatu gangguan jiwa yang bisa dialami siapa saja, baik pada usia anak-anak, remaja maupun usia lanjut. Kebanyakan orang tidak menyangka bahwa anak-anak juga bisa mengalami depresi. Penelitan terbaru menunjukkan bahwa depresi klinis dialami oleh siapa saja tidak mengenal usia. Depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri sama berpengaruhnya pada balita dan remaja seperti pada orang dewasa. 1,3

Anak-anak mengalami depresi mempunyai gejala sama seperti yang ditemukan pada orang dewasa, bahkan mempunyai tingkat keparahan yang sama. Satu dari tiga anak di Amerika menderita depresi, namun, depresi tetap merupakan penyakit yang tak terdeteksi dan tak terawat antara anak-anak dan remaja, sehingga seringkali hal ini tidak terdeteksi oleh orang tua. 4

Thalasemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau

compound heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalasemia yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Thalasemia sebagai penyakit genetik yang diderita seumur hidup akan membawa banyak masalah bagi penderitanya. Mulai dari kelainan darah berupa anemia kronis akibat proses hemolisis, sampai kelainan berbagai organ tubuh baik sebagai akibat penyakitnya sendiri ataupun akibat pengobatan yang diberikan. 5,6

Penderita thalasemia juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana berat badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah

(3)

persentil 50 dengan mayoritas gizi buruk. Wahidiyat, 1999 menyatakan bahwa 2,7% penderita thalasemia beta mayor digolongkan dalam gizi baik, sedangkan 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Aspek klinis ini berpengaruh besar terhadap kehidupan anak sehari-hari, timbulnya stress tambahan dan dampak psikologis pada keluarga dan anak. Penyakit ini juga menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi penderita maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Timbulnya suatu penyakit pada proses maturasi fisik dan psikososial dapat mengganggu kualitas hidup seseorang, pada individu tersebut dapat terlihat gejala secara fisik, psikologis dan sosial. Masalah tumbuh kembang anak dengan penyakit kronis tergantung cara anak memahami dirinya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya dan kematian. Perawatan yang lama dan sering di rumah sakit, tindakan pengobatan yang menimbulkan rasa sakit dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas, kondisi ini memiliki implikasi serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas hidupnya, dan juga timbulnya depresi pada anak. 6,7,8

B. Rumusan masalah

Adakah perbedaan tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan rentang waktu terdiagnosis?

(4)

C. Tujuan 1. Umum

Untuk menganalisa perbedaan tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan rentang waktu terdiagnosis.

2. Khusus

i. Untuk menganalisa tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan umur dan jenis kelamin.

ii. Untuk menganalisa hubungan tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan rentang waktu terdiagnosis.

D. Manfaat

1. Bidang Pelayanan

i. Sebagai masukan bagi pengelolaan penderita thalasemia agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

ii. Sebagai masukan dalam mengindentifikasikasi penderita thalasemia dengan kesulitan tertentu dan membutuhkan tindakan perbaikan secara medis ataupun bantuan konseling

2. Bidang Masyarakat

Mengetahui dan mengenali dampak psikologis terhadap penyakit thalasemia

3. Bidang Akademis

i. Menambah pengetahuan tentang depresi yang ditimbulkan pada penderita thalasemia sebagai gambaran luasnya permasalahan penyakit thalasemia.

(5)

ii. Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian tentang depresi pada penderita thalasemia.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Thalasemia 1. Pengertian

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. 9,10

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. sehingga menyebabkan anemia mikrositik yang sering terjadi pada anak – anak. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.11, 12, 13

Gejala thalasemia ditunjukkan dari derajat ketidakefektifan sistem hematopoesis dan peningkatan proses hemolisis. Diagnosis thalasemia ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi defisiensi rantai globin, dan dengan pemeriksaan secara klinis dari penderita. 14

(7)

2. Etiologi

Thalasemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda. Apabila satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan thalasemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalasemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalasemia. 12

Alfa-globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin. 12,14

HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa 222.845 ke 223.708. 14, 15

(8)

Gambar 1. Delesi pada thalasemia alfa

Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi.14,15

Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta. 15

Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan thalasemia beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang menurunkan hasil produksi globin beta dalam kondisi yang disebut beta-plus (B +) thalasemia. 15

Tanpa globin beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan

(9)

oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalasemia beta. HBB gen yang terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa 5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11. 12, 15

Gambar 2. Delesi pada thalasemia beta 15

Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11, yang membuat beta globin yang merupakan komponen dari hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia , misalkan mutasi beta 0 yang

berakibat tidak adanya beta globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya sedikit dari beta globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut

carier/trait. 15

(10)

Gambar 3. Thalasemia mayor 15

3. Patofisiologi

Penderita dengan thalasemia mempunyai hemoglobin F (αβ β) dan hemoglobin Aβ (αβδβ) meningkat. Selain eritropoiesis yang tidak efektif, terjadinya anemia

diperberat oleh proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena eritrosis yang masuk sirkulasi perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan oleh limpa sehingga usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita thalasemia antara 10,3-39 hari. Hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif bersama-sama menyebabkan anemia yang terjadi oleh karena gangguan dalam pembentukan hemoglobin, produksi eritrosit dan meningkatnya penghancuran eritrosit dalam sirkulasi darah. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi sumsum tulang sehingga timbul deformitas pada tulang. Pada sumsum tulang, akibat eritropoiesis yang masif, sel-sel eritroid akan memenuhi rongga sumsum tulang atau terjadi hiperplasia sumsum tulang yang menyebabkan desakan sehingga terjadi deformitas tulang terutama pada tulang pipih seperti pada tulang wajah. Tulang frontal, parietal, zigomatikus dan maksila menonjol

(11)

hingga gigi-gigi atas nampak dan pangkal hidung depresi yang memberikan penampakan sebagai facies Cooley. Fenomena facies Cooley menunjukkan tingkat hiperaktif eritropoiesis. 17,18

Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun. 18

4. Diagnosis

Pasien dengan thalasemia gejala klinis umumnya telah nyata pada umur kurang dari 1 tahun. Mayoritas penderita thalasemia memiliki gambaran anemia hipokrom mikrositik tanpa adanya defisiensi besi. Parameter hematologis yang penting untuk menandai sindroma thalasemia yaitu konsentrasi hemoglobin, Mean

Corpuscula r Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) yang

rendah, morfologi sel darah merah (mikrositik hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, basophilic stippling), peningkatan hitung retikulosit, penurunan fragilitas osmotik. Pemeriksaan penting lainnya yaitu pengukuran Hemoglobin elektroforesis untuk mengetahui varian hemoglobin. 15, 19

Pemeriksaan kadar besi juga diperlukan (Serum Iron/SI, Transferin Iron

Binding Capacity/TIBC), Feritin serum). Pemeriksaan sumsum tulang

menunjukkan gambaran hiperplasia eritroid, dengan rasio eritroid: mieloid adalah 20:1 atau lebih tinggi dari semestinya. Sebelum onset hipersplenisme, kecepatan hematopoiesis juga dapat terlihat dari gambaran darah tepi yaitu dengan peningkatan jumlah sel darah putih dan trombosit. Lekositosis yang terjadi dapat

(12)

dibedakan dengan gambaran yang tampak pada penderita infeksi karena hitung jenis tetap normal. 19

Manifestasi klinis yang ditimbulkan akibat penimbunan besi yang berlebihan didalam berbagai jaringan/organ tubuh adalah pertama pada kulit terjadi pigmentasi, kulit tampak kelabu. Pada pemeriksaan histologis tampak banyak pigmen melanin, sedangkan besi terlihat mengelilingi kelenjar keringat. Kedua pada kelenjar endokrin terjadi gangguan fungsi endokrin. Gangguan fungsi endokrin menyebabkan pertumbuhan dan masa pubertas yang terlambat. Ketiga pada jantung terjadi gangguan faal jantung. Gangguan ini biasanya timbul pada dekade kedua yaitu berupa dekompensasi jantung, perikarditis, aritmia, fibrilasi dan pembesaran jantung. Gangguan jantung ini merupakan penyebab kematian utama pada penderita thalasemia. Wahidiyat, 1998, mendapatkan bahwa dekompensasi jantung yang merupakan sebab kematian utama dari penderita thalasemia didahului radang paru berat. Penderita yang meninggal tersebut selama hidupnya rata-rata telah mendapat transfusi darah lebih dari 40 liter atau mendapat masukan besi lebih dari 20 g. Keempat pada pankreas dapat terjadi gangguan faal pankreas, tetapi gangguan faal pankreas ini sangat jarang dijumpai. Gangguan faal pankreas biasanya ditemukan pada penderita thalasemia dewasa atau yang berumur lebih dai 20 tahun. Gangguan faal pankreas dapat menimbulkan Diabetes Melitus. Kelima pada hati akan terjadi pembesaran hati disertai sirosis atau fibrosis. Hal ini biasanya terjadi pada dekade pertama, terutama penderita thalasemia yang mendapat banyak transfusi darah. Sirosis ditemukan pada penderita thalasemia yang telah mendapat transfusi darah sebanyak 43,175 ml atau masukan besi sebanyak 21.587 mg. 20, 21, 22

(13)

Penderita thalasemia beta mayor umumnya mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana berat badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil ke-50 (gizi kurang dan gizi buruk) dengan mayoritas gizi buruk. Bukan saja berpengaruh terhadap berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) juga dapat juga berupa gangguan pubertas. Wahidiyat, 1998 menemukan 22,7% penderita thalasemia beta mayor digolongkan dalam gizi baik, sedangkan 64,1% gizi kurang dan 13,2 % gizi buruk. BB dan TB anak thalasemia beta mayor lebih rendah dibanding anak yang normal. Penyebab gangguan pertumbuhan pada penderita thalasemia beta mayor belum jelas diketahui dan masih kontroversial, diduga akibat gangguan fungsi hypothalamicpituitary gonad yang menyebabkan gangguan sintesa somatomedin, hipoksia jaringan oleh karena anemia, maupun efek yang berhubungan dengan pemberian desferoksamin. Dekanalisasi pertumbuhan karena penurunan lonjakan pertumbuhan dijumpai pada pasien yang secara reguler mendapat transfusi dan kelasi sejak usia 2 tahun atau lebih. 21, 23

Pemeriksaan fisik secara inspeksi untuk menilai kondisi fisik yaitu bentuk tubuh dengan melihat proporsi kepala, tubuh dan anggota gerak berkaitan dengan kelainan bawaan atau penyakit seperti hepatomegali, splenomegali, edema, dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang meliputi antropometri: BB, PB, BB/Umur, PB/Umur, BB/PB, Lingkar kepala (LK), Lingkar Lengan Atas (LLA). Untuk kondisi tertentu dimana didapatkan pembesaran organ (hepatomegali dan splenomegali) maka penentuan status gizi menggunakan Mid Arm Muscle

Circumference (MAMC). Hasil perhitungan MAMC kemudian dibandingkan

dengan tabel standar dan dikatakan gizi kurang bila MAMC < persentil 5. 19, 20

(14)

5. Thalasemia ditinjau dari rentang waktu terdiagnosis

Thalasemia merupakan suatu penyakit kronis. Kronis, merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi yang terjadi dalam periode lama, berulang, terjadi perlahan-lahan dan makin serius. Berbeda dengan akut, kondisi kronis adalah proses yang terjadi secara perlahan, makin lama makin parah atau menjadi berbahaya. Penyakit kronis berlangsung lama, biasanya lebih dari 6 bulan, dan dapat mengganggu fungsi pada diri seseorang. 24

Seseorang dengan diagnosis penyakit kronis harus mengatur pola hidup untuk mempertahankan kondisi yang stabil. Penyakit ini mungkin dapat mempengaruhi perubahan dalam hidupnya yaitu cara melihat dirinya sendiri dan ataupun untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk alasan tertentu, keputusasaan dan rasa sedih adalah hal yang normal. Penyakit kronis ini dapat menyebabkan terjadinya depresi, seperti halnya yang terjadi pada penderita thalasemia.24

Thalasemia membutuhkan pengobatan dan perawatan yang lama. Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalasemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, penderita harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu. 25

Transfusi darah merpakan perawatan standar untuk penderita thalasemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. 23

Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalasemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung. 20,23

(15)

Di antara penderita thalasemia, infeksi merupakan penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Penderita yang telah dilakukan splenektomi mempunyai risiko yang lebih tinggi, karena tidak mempunyai organ yang berfungsi untuk mencegah infeksi. 20,23

Thalasemia dapat menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi penderita maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Masalah yang timbul tergantung cara anak memahami dirinya, dan penyakitnya. Perawatan yang lama dan sering di rumah sakit, tindakan pengobatan yang menimbulkan rasa sakit dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas, kondisi ini memiliki implikasi serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas hidupnya, dan juga timbulnya depresi pada anak. 6,7

6. Terapi

Transfusi darah merupakan pengobatan utama untuk menanggulangi anemia pada thalasemia. Regimen transfusi populer adalah regimen hipertransfusion yang mempertahankan kadar rata-rata hemoglobin pada 12,5 g/dl dan kadar pratransfusi tidak berkurang dari 10 g/dl. Kadar hemoglobin pascatransfusi tidak boleh diatas 16 g/dl, dapat terjadi hiperviskositas dan komplikasi. Diharapkan pertumbuhan normal dan dapat melakukan aktifitas fisik, menekan eritropoiesis, mencegah perubahan skletal dan penyerapan besi gastrointestinal, mencegah hemopoiesis ekstra medular, mencegah splenomegali dan hipersplenisme yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang mengakibatkan terjadinya penimbunan besi diberbagai jaringan atau organ tubuh seperti kulit, sel-sel Retikulum Endotelial (RE), hati, limpa, sumsum tulang, otot jantung, ginjal, dan tiroid. 16, 22, 25

(16)

Pada penderita thalasemia, besi hasil dari pemecahan atau penghancuran eritrosit disimpan dalam sel-sel RE yang makin lama semakin banyak sehingga kesanggupan sel-sel RE untuk menyimpan besi berkurang dan besi dilepaskan kedalam plasma yang kemudian diangkut oleh transferin keseluruh tubuh. Akibatnya kadar besi serum iron meningkat dan satura si transferin juga meningkat. Kandungan besi tubuh normal 3-5 g, pada anak thalasemia sekitar 0,75 g/kgbb. Normalnya setiap orang menyerap 1 mg besi perhari dari pencernaan, pada anak thalasemia sekitar 10 mg/hari. Setiap 1 unit darah segar atau sebanyak 450 ml, mengandung 200-250 mg besi. Setiap cm kubik packed cell mengandung 1 – 1,6 mg besi, dengan rata-rata transfusi pertahun dibutuhkan 180 cc/kg/packed cell, tubuh mengakumulasi 200 mg/kgbb besi setiap tahun. Kadar feritin serum pada penderita thalasemia meningkat dan ini mencerminkan jumlah kadar cadangan besi pada penderita tersebut. Kadar feritin serum penderita thalasemia dapat mencerminkan jumlah kadar cadangan besi penderita tersebut. 10,

13, 25

Zat besi di dalam tubuh disimpan sebagai cadangan dalam bentuk persenyawaan feritin dan hemosiderin. Kadarnya dapat diukur dengan cara analisa kimia, sedangkan yang lebih mudah adalah secara histologis melihat kumpulan hemosiderin dalam jaringan. Bila keadaan hemosiderosis ini disertai dengan kerusakan jaringan dan mengganggu fungsi dari organ yang terkena maka disebut hemokromatosis. Penimbunan besi diotot jantung terjadi setelah pemberian darah sebanyak 100 unit (kira-kira mengandung besi sebanyak 20-25 g), tetapi sebelum hal ini terjadi besi telah banyak ditimbun didalam hati dan limpa. Penentuan konsentrasi feritin serum atau plasma merupakan cara tersering digunakan, karena noninvasif, walaupun kurang sensitif dan spesifik, kurang berhubungan dengan

(17)

konsentrasi besi hati. Interpretasi kadar feritin dapat dipengaruhi berbagai kondisi yang menyebabkan perubahan konsentrasi beban besi tubuh, termasuk defisiensi asam askorbat, panas, infeksi akut, inflamasi kronis, kerusakan hati baik akut maupun kronis, hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif, semuanya terjadi pada pasien thalasemia. 21

Terapi kelasi sebaiknya dimulai sesegera mungkin saat timbunan besi cukup untuk dapat menimbulkan kerusakan jaringan yaitu setelah pemberian 10-β0 kali transfusi atau kadar feritin meningkat diatas 1000μg/l dan diharapkan

menghentikan progresifitas fibrosis hati menjadi sirosis. Kelasi besi yang sering digunakan adalah Deferoksamin, tetapi mempunyai beberapa keterbatasan, pemberian secara parenteral, efek samping dan biaya. Deferiprone dan Deferasiroks sebagai kelasi besi oral mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan deferoksamin yaitu dapat menembus membran sel dan mengkelasi spesimen beracun intraseluler. Limpa yang besar merupakan tempat dari darah sehingga akan lebih mudah mengalami destruksi dan menambah volume plasma sehingga kebutuhan akan transfusi darah akan cenderung meningkat. Indikasi splenektomi ialah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak penderita sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur, hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit/Packed Red Cell/PRC melebihi 250 mg/kgbb dalam satu tahun. 21, 25

(18)

B. Depresi pada Anak 1. Pengertian

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus – menerus dirasakan melebihi waktu yang normal. Suatu gangguan afek (mood) yang disertai hilangnya minat atau rasa senang dalam semua aktifitas dan waktu senggang dengan gejala utama yaitu adanya afek depresif, hilang minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah bekerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 – 9 bulan, tetapi pada 15 – 20 % penderita bisa berlangsung sampai 2 tahun. 26, 27

2. Epidemiologi

American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP) memperkirakan

depresi terjadi pada sekitar 1 dari 20 anak dan remaja. Selain itu pada anak-anak yang memiliki orangtua yang menderita depresi, resiko untuk mengalami depresi akan meningkat menjadi sekitar 75 persen. 28

Prevalensi depresi pada kelompok umur 15 - 17 tahun lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum penduduk. Kasus depresi pada anak tidak terdiagnosis (underrecognised), karena tidak semua penderita mengeluh sedih. Insiden anak prapubertas diperkirakan 1,5--2,5% dan menjadi 4-5% pada masa remaja, dan anak perempuan lebih banyak dari laki-laki. 29,30

3. Penyebab

(19)

Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan dengan dasar penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:

i. Faktor genetik

Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti, bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.

ii. Faktor Sosial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.

iii. Faktor Biologis lainnya

(20)

Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolnergik, sementara dopamin secara fungsional menurun. 26, 27, 28, 30

4. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya depresi antara lain adanya gangguan fisik yang kronis dan gangguan mental seperti gangguan kepribadian atau gangguan afektif yang tidak sembuh sempurna. Faktor predisposisi pada anak dan remaja antara lain adanya Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder/ADHD), gangguan tingkah laku (Conduct disorder), retardasi mental, gangguan perkembangan spesifik berat (berbahasa, membaca, berhitung, perkembangan motorik spesifik, gangguan perkembangan artikulasi), lingkungan yang tak adekuat, adanya penolakan kehadiran anak dalam keluarga dengan kondisi khususnya baik terselubung maupun terang-terangan. 28, 29

Adanya latar belakang sosial yang kurang baik juga dapat menjadi faktor yang dapat menimbulkan terjadinya depresi, misalnya pola asuh yang penuh ketegangan, dukungan sosial yang kurang dan sosial ekonomi yang rendah. 28

Tipe kepribadian juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya depresi, tapi tidak ada tipe kepribadian tunggal yang secara spesifik menyebabkan seseorang terkena depresi. Semua manusia, apapun pola kepribadiannya dapat menyebabkan depresi bila didukung oleh faktor pencetus. Tetapi tipe kepribadian tertentu seperti dependen oral, obsesif kompulsif, histerikal mempunyai resiko

(21)

lebih tinggi untuk mengelami depresi daripada tipe kepribadian antisosial dan paranoid. 28

5. Gejala

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Berdasarkan PPDGJ III diagnosis depresi dapat ditegakkan atas dasar adanya gejala utama dan gejala tambahan. Gejala utama yang terdapat pada penderita depresi yaitu adanya afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkuangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Sedangkan gejala tambahan berupa konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, gangguan tidur, dan nafsu makan berkurang. 26, 29

Anak-anak yang menderita depresi biasanya secara persisten selalu terganggu, menarik diri dan letargi. Anak yang depresi juga kehilangan minat untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya sangat mereka sukai, sedangkan gejala lainnya meliputi : menangis terus menerus dan kesedihan persisten, kurangnya antusiasme atau motivasi, meningkatnya kemarahan, kelelahan kronis atau kekurangan energi, menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang tadinya disukai, perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau penurunan berat tubuh yang terlihat jelas, suka sekali tidur, sulit tidur), keluhan yang sangat sering mengenai masalah fisik, seperti sakit perut atau pusing, kurangnya konsentrasi dan suka lupa, perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan, sensitifitas berlebihan sampai penolakan atau

(22)

kegagalan, perkembangan mayor yang tertunda (pada balita - tidak berjalan, berbicara atau mengekspresikan diri), bermain yang melibatkan kekerasan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, seringnya muncul pembicaraan mengenai kematian atau bunuh diri. 29,30

6. Pengukuran Diagnosis dan Klasifikasi Depresi pada Anak

Anak lebih sukar mengutarakan perasaannya sehingga mengidentifikasi anak depresi dianggap sukar. Untuk itu diperlukan suatu instrumen untuk mengukur depresi pada anak. Ada beberapa instrumen untuk mengukur depresi pada anak, yaitu : Children’s Depression Inventory, Childern’s Depression Rating Scale -Revised, Depression Self-Rating Scale for Children, Children’s Depression Scale,

Mood and Feelings Quistionnaire, Reynold Child Depression Scale. Di antara instrumen tersebut, DSRS (Depression Self-Rating Scale for Children)

mempunyai kelebihan yaitu : waktu yang diperlukan singkat, jumlah pertanyaan yang tidak terlalu banyak, kalimat yang digunakan mudah dipahami oleh anak-anak, pengisian bisa dilakukan sendiri oleh anak-anak-anak, dan sudah pernah dilakukan uji reliabilitas dan validitas oleh Peter Birleson. DSRS (Depression Self-Rating Scale for Children) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Skala Penilaian Depresi Anak. 30, 31

Depression Self-Rating Scale for Children (DSRS) adalah sebuah skala pengukuran depresi pada anak antara 8 sampai 18 tahun. Tiap butir pernyataan ditulis dalam bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh kelompok usia tersebut. Skala ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan mood, keluhan fisiologis dan somatik, dan aspek kognitif depresi. Tiap item dinilai dalam 3 skala poin: sering, kadang-kadang, tidak pernah. Item yang

(23)

paling depresif diberi skor 2, kadang-kadang 1, dan item yang menyatakan tidak depresif 0. Skor ditotal sehingga menghasilkan nilai 0 – 36. Penilaian untuk tingkat depresi ditentukan dengan rentang skor yang telah ditetapkan. Nilai untuk depresi ringan yaitu antara skor 0 – 11, untuk depresi sedang antara 12 – 23, dan untuk depresi berat antara 24 – 36. 31,32

Uji yang telah dilakukan Birleson tahun 1978 menunjukkan reliabilitas tes-retest pada sampel independen menunjukkan stabilitas yang memuaskan (0,80). Skala ini memiliki konsistensi internal sebesar 0,86. Masing-masing item memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,65-0,95. Skala ini memiliki reliabilitas belah paroh sebesar 0,86. Validitas muka dan validitas faktorial yang adekuat didapatkan pada skala ini. Uji ini dilakukan pada 155 anak-anak berumur 8 – 14 tahun yang datang ke klinik rawat jalan psikiatri. DSRS memiliki nilai cut off point sebesar 15 untuk membedakan anak depresi dan tidak depresi. Skala ini telah dipergunakan secara luas di Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Eropa, Jepang, dan Cina. 32

Skala Penilaian Depresi Anak (Depression Self Rating Scale for Children)

telah banyak dikembangkan di Indonesia, dan telah dilakukan uji validitas terhadap anak – anak di Indonesia. Instrumen Skala Penilaian Depresi Anak sudah dilihat kesesuaiannya dengan naskah asli (Depression Self Rating Scale for Children), dan telah dilakukan revisi dari pertanyaan yang diajukan. 32

Penelitian tentang depresi pada anak sebelumnya telah dilakukan oleh bagian psikiatri, di Surakarta. Penelitian tersebut menggunakan instrumen

Depression Self Rating Scale for Children, berdasarkan hasil penelitan menyebutkan bahwa dalam uji validitas terdapat delapan butir (44,44%) memiliki validitas cukup tinggi dan sepuluh butir (55,56%) memiliki validitas rendah.

(24)

Instrumen tersebut memiliki nilai sentitivitas sebesar 93,33 %, dan spesifitas sebesar 86,66 %.

Penentuan klasifikasi tingkat depresi pada anak menggunakan kriteria yang telah ditetapkan oleh PPDGJ, kriteria tersebut antara lain :

i. Depresi ringan

a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi, yaitu yaitu adanya afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkuangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas, ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya.

b. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

c. Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua minggu.

d. Hanya sediikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

ii. Depresi sedang

a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama derpesi seperti pada depresi ringan.

b. Ditambah sekurang-kurangnya tiga dari gejala lainnya. c. Lama seluruh episode berlangsung minimal dua minggu.

d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, dan aktivitas sehari – hari.

iii. Depresi berat tanpa gejala psikotik a. Terdapat tiga gejala utama depresi.

(25)

b. Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk mengatakan gejalanya secara rinci.

d. Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka diagnosis dapat ditegakkan dalam kurun waktu kurang dari dua minggu.

e. Tidak dapat melakukan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

iv. Depresi berat dengan gejala psikotik a. Terdapat tiga gejala utama depresi.

b. Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk mengatakan gejalanya secara rinci.

d. Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka diagnosis dapat ditegakkan dalam kurun waktu kurang dari dua minggu.

e. Tidak dapat melakukan kegitan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

f. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi

(26)

audtorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. 26, 28

C. Perbedaan Tingkat Depresi pada Anak Penderita Thalasemia

berdasarkan rentang waktu terdiagnosis

Beberapa penyakit kronis bisa berpengaruh pada kehidupan anak – anak dengan cara berbeda – beda. Beberapa masalah yang dapat terjadi pada anak dengan penyakit kronis antara lain rasa tidak nyaman dalam kehidupan sehari – hari, keterbatasan aktivitas sehari – hari, isolasi dari keluarga dan teman-teman yang merasa percaya diri, atau malu karena penyakitnya membuatnya berbeda dari orang lain, seringnya rawat inap karena harus menjalani pengobatan rutin, dan resiko kematian yang merupakan salah satu komplikasi dari penyakit yang dialaminya. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan anak dari sisi negatif, karena hal ini merupakan suatu stressor yang merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi pada anak dengan penyakit kronis. Hanya 1% hingga 3% dari anak – anak dalam populasi umum terdiagnosis dengan depresi. Anak yang mempunyai penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi. Sebagai contoh, depresi ditemukan di 15% dari anak dan remaja dengan thalasemia, dan lebih dari 25% dari anak-anak dan remaja dengan penyakit inflamasi saluran pencernaan. 33,34,35

Kebanyakan studi menekankan pada sisi psikososial dalam pendekatan terhadap penderita thalasemia, karena kondisi tersebut dan pengobatan yang dilakukan memberikan pengaruh besar pada kualitas hidup. Respon orang tua yang negatif berupa proteksi yang berlebihan. Penyakit kronis dan penanganannya

(27)

mengakibatkan penderita membutuhkan perhatian jangka panjang dari keluarga dan dukungan emosional. 33, 35

Kaplan, 1997 menyatakan bahwa beberapa kondisi kronis dapat menjadi penyebab terjadinya depresi, dan resiko terjadinya depresi akan meningkat seiring dengan semakain beratnya penyakit. Depresi dan penyakit kronis mengkin dapat terjadi secara bersamaan karena adanya perubahan fisik yang dihubungkan dengan penyakit yang merupakan penyebab dari depresi dan individu akan menunjukkan reaksi psikologis. Orang dengan penyakit kronis mempunyai resiko tinggi terjadi depresi yaitu 25-33%. 28, 34, 36

Anak dengan penyakit fisik kronis seperti thalasemia mudah terkena masalah emosional dan perilaku. Permulaan penyakit, rutinitas pengobatan dan frekuensi ketidak hadiran disekolah membuat tingginya ketergantungan emosional dan hubungan anak dengan keluarganya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 80% anak dengan thalasemia mungkin sekali memiliki masalah psikososial misalnya sikap menentang, kecemasan dan depresi. 35, 37

Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa anak dengan thalasemia yang lama sakit kurang dari 12 bulan 0,14 kali lebih kecil kemungkinannya untuk menderita gangguan psikososial dibandingkan dengan anak yang lama sakitnya lebih 12 bulan. Jadi lama sakit lebih dari 12 bulan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya gangguan mental pada anak. 38,39

Kecemasan dari orang tua akan menimbulkan restriksi terhadap aktivitas yang dilakukan anak atau remaja. Kebutuhan untuk datang ke rumah sakit secara teratur guna dilakukan tes darah dan transfusi darah dan pengobatan kelasi menimbulkan rasa takut dan cemas. Pengobatan yang rutin akan menjadi penentu bagi kualitas hidup tersebut. Penderita thalasemia harus meminimalisasi gangguan

(28)

terhadap aktivitas sehari-hari seperti bersekolah, maupun kehidupan sosial. Hal ini sebaiknya dimanfaatkan secara optimal oleh penyedia layanan kesehatan untuk peningkatan kualitas hidup. Beban psikososial untuk anak dan remaja dengan thalasemia meliputi:

1. Pendidikan : 62% penderita thalasemia. Pendidikan mereka terpengaruh oleh penyakit, terutama karena harus absen dari sekolah (rata-rata absen 1 hari -1 minggu atau 1 bulan)

2. Olahraga : aktivitas olahraga terpengaruh pada 86% pasien thalasemia beta mayor dan pada 62% pasien thalasemia intermedia.

3. Penyesuaian dari keluarga dan isolasi sosial : dalam keluarga dapat terjadi conspiracy of silence (setiap anggota keluarga mengetahui penyakitnya dan mengalami beban, tetapi tidak ada yang berbicara terbuka tentang hal ini dalam keluarga).Hal ini menyebabkan anak tidak dapat mendiskusikan perasaan dan kecemasannya tentang penyakit dan menyebabkan isolasi sosial 4. Kesan diri (self image) : anak dengan thalasemia mempunyai kesan diri yang

rendah cenderung untuk sedih, merasa tidak yakin, mengasihani diri sendiri, dan cemas bila orang lain tidak menyukainya dan menolaknya karena mereka sakit.

5. Penyakit psikiatrik : penderita thalasemia mempunyai insiden gangguan psikiatrik yang tinggi seperti kecemasan dan depresi. 33, 34, 35

Sedangkan beban psikososial untuk orang tua penderita thalasemia meliputi pekerjaan, beban keuangan meningkat, dan orang tua tidak dapat bekerja dengan baik karena cemas harus sering mengantar anak kerumah sakit. Koordinasi tim kerja diantara berbagai profesi dan keluarga serta koordinasi perawatan penting untuk melayani anak dengan penyakit kronis secara efektif. Pendidikan

(29)

orang tua dan anak mengenai proses penyakit, penanganannya, komplikasinya, dan keterlibatan perkembangannya merupakan bagian utama upaya terapeutik. Komunikasi dengan keluarga sangat penting. Keluarga membutuhkan informasi jelas dengan rincian yang dapat mereka pahami serta informasi mengenai aspek positif maupun negatif anak. 34, 37

(30)

Keterangan :

Pasien thalasemia mempunyai beberapa komplikasi medis dan psikososial. Komplikasi medis berupa hiperplasi sumsum tulang, organomegali dan gangguan pertumbuhan. Sedangkan komplikasi psikososial antara lain berupa kecemasan anak yang akan berpengaruh terhadap fungsi sosial dan sekolah, serta kecemasan orang tua yang akan berpengaruh terhadap faktor ekonomi. Selain itu pasien thalasemia terdiagnosis pada umur yang berbeda-beda. Hal – hal tersebut merupakan suatu masalah psikososial yang bisa menimbulkan depresi, dan penggolongan depresi (ringan, sedang dan berat) ditegakkan berdasarkan skala yang telah ditentukan.

E. Hipotesis

Ada perbedaan tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan rentang waktu terdiagnosis.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di bangsal Hematologi anak Rumah Sakit Dr. Muwardi Surakarta pada bulan Juli – Desember 2013.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan metode cross-sectional untuk menilai perbedaan tingkat depresi pada anak dengan thalasemia.

C. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah anak penderita thalasemia. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak penderita thalasemia yang dirawat di bangsal hematologi RS. Dr. Muwardi Surakarta.

D. Sampel dan cara pemilihan sampel

Penganbilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling pada anak penderita thalasemia yang dirawat di bangsal hematologi, yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Kriteria Inklusi :

(32)

a. Menderita thalasemia berdasarkan diagnosis yang telah dibuat Sub Bagian Hematologi Bagian Anak dengan dasar anamnesa, pemeriksaan klinis dan hasil Hb elektroforesis

b. Umur 8– 18 tahun

c. Orang tua atau wali bersedia diikut sertakan dalam penelitian dengan menandatangani informed concent.

Kriteria eksklusi: Berdasarkan data pada catatan medik atau anamnesis, pemeriksaan fisik dan atau pemeriksaan tambahan diketahui menderita retardasi mental dan mempunyai cacat fisik seperti kelumpuhan yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari

Besar sampel yang digunakan menggunakan rule of thumb yaitu sebesar 30 anak.

E. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lamanya terdiagnosis thalasemia. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat depresi pada anak penderita thalasemia. Sedangkan variabel perancu dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan orang tua.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tingkat depresi adalah keadaan psikologis individu yang ditandai dengan gejala utama yaitu adanya afek depresif atau mood yang menurun, hilang minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah, dan menurunnya aktivitas. Penentuan depresi ini ditetapkan dengan menggunakan skala ”Depression Self-Rating Scale for

Children”, dan penentuan tingkat depresi ditentukan oleh skala yang telah

(33)

ditetapkan. Skala ini telah dikembangkan oleh Birleson sejak tahun 1978 untuk menentukan depresi pada anak. Skala ini mempunyai nilai sensitivitas sebesar 93,33 % dan nilai spesifitas sebesar 86,66 %. Skala ini terdiri dari pernyataan – pernyataan yang berhubungan dengan mood, keluhan fisiologis dan somatik, dan aspek kognitif depresi. Tiap item dinilai dalam 3 alternatif jawaban: sering, kadang-kadang, tidak pernah. Skala terdiri dari 18 jenis pernyataan. Skor total menghasilkan nilai 0 – 36 poin. Semakin besar skor, akan diartikan semakin berat tingkat depresi. Klasifikasi untuk depresi ringan yaitu antara skor 0 – 11 poin, untuk depresi sedang antara 12 – 23 poin, dan untuk depresi berat antara 24 – 36 poin. Variabel ini ditetapkan dengan skala ordinal.

2. Rentang waktu terdiagnosis pasien thalasemia adalah pasien yang telah didiagnosis thalasemia, dengan pemeriksaan Hb elektroforesis, kemudian diukur dengan waktu yang dinyatakan dari mulainya terdiagnosis sampai dengan penelitian berlangsung yaitu kurang dari 1 tahun, dan lebih dari 1 tahun.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa Mann Whitney, untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi antara penderita thalasemia ditinjau rentang waktu terdiagnosis.

(34)

H. Alur Penelitian

Pendataan pasien Thalasemia

Memberi informasi penelitian kepada orang tua

Pengisian informed consent oleh orang tua atau wali pasien

Terdiagnosis < 1 tahun Terdiagnosis > 1 tahun

Tingkat Depresi

Ringan Sedang Berat

I. Izin subyek penelitian

Penelitian ini dilakukan atas persetujuan orangtua atau wali dengan cara menandatangani informed consent yang diajukan oleh peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut.

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Bangsal Hemato-Onkologi anak Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juli sampai Desember 2013, dengan jumlah subjek total 30 anak. Dari 30 subjek kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 15 anak yang lama terdiagnosis thalasemia kurang dari 1 tahun dan 15 anak yang terdiagnosis lebih dari 1 tahun. Selama berjalannya penelitian tidak ada subjek yang dikeluarkan. Didapatkan sebanyak 20 subjek mengalami depresi ringan, 10 subjek mengalami depresi sedang dan tidak ada yang mengalami depresi berat. Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik Terdiagnosis < 1 tahun (n) Terdiagnosis > 1 tahun (n)

Laki-laki 10 10

Perempuan 5 5

Jumlah (n) 15 15

Hasil penelitian ini didapatkan jumlah subjek laki-laki lebih besar dari perempuan (tabel 4.1). Jumlah total subjek laki-laki sebanyak 20 subjek dimana jumlah pasien yang terdiagnosis thalasemia kurang dari 1 tahun sama dengan junlah pasien yang terdiagnosis lebih dari 1 tahun.

Tabel 4.2. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan usia

Karakteristik Usia < 12 tahun Usia ≥ 12 tahun

Laki-laki 12 8

Perempuan 1 9

Jumlah (n) 13 17

(36)

dari pada perempuan (n=12), sedangkan pada sampel yang berusia lebih dari 12 tahun, jumlah sampel perempuan lebih banyak (n=9).

Tabel 4.3. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan tingkat depresi dan jenis kelamin serta usia

Karakteristik Depresi Ringan(n) Depresi Sedang(n) Jenis kelamin

Tabel 4.3. menjelaskan tentang karakteristik tingkat depresi dilihat dari jenis kelamin dan usia. Depresi sedang lebih banyak didapatkan pada sampel laki-laki dari pada perempuan (n=15). Selain itu jumlah sampel lebih banyak mengalami depresi sedang ditinjau dari segi usia.

Tabel 4.4. Hubungan tingkat depresi dengan usia dan jenis kelamin

Faktor risiko

Keterangan : bermakna bila p < 0,05

Hubungan antara tingkat depresi dengan lama terdiagnosis ditunjukkan pada tabel 4.4. Secara statistik tidak didapatkan hasil yang bermakna untuk faktor risiko depresi berdasarkan usia dan jenis kelamin, dengan nilai p > 0,05.

(37)

terdiagnosis Depresi

Keterangan : bermakna bila p < 0,05

Hubungan antara tingkat depresi dengan lama terdiagnosis ditunjukkan pada tabel 4.5. Walaupun secara statistik tidak bermakna, didapatkan dari 15 subjek yang telah terdiagnosis thalasemia kurang dari 1 tahun terdapat 7 subjek yang mengalami depresi ringan dan 8 subjek mengalami depresi sedang. Sedangkan dari 15 subjek yang telah terdiagnosis thalasemia lebih dari 1 tahun didapatkan 3 subjek mengalami depresi ringan, dan 12 subjek mengalami depresi sedang. Ditemukan peluang thalasemia untuk menyebabkan depresi sebesar 2,33 dengan nilai p 0,065.

Tabel 4.6. Analisa Mann Whitney untuk menilai perbedaan tingkat depresi menurut lama terdiagosis

Lama terdiagnosis N Rerata U W Z p

< 1 th 15 13,50

82,5 202,5 -1,523 0,128

> 1 th 15 17,50 Keterangan : bermakna bila p < 0,05

Perbedaan kedua variabel pada penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel diatas menunjukkan rerata peringkat pada tiap kelompok. Kelompok pertama mempunyai rerata lebih rendah yaitu 13,50 dari pada rerata peringkat kedua yaitu 17,50. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan nilai U sebesar 82,5 dan nilai W sebesar 202,5. Apabila dikonversikan ke nilai Z maka besarnya -1,523, yang berarti terdapat perbedaan. Namun secara statistik dapat dikatakan tidak signifikan, karena mempunyai nilai p 0,128 (p > 0,05).

(38)

B. PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini didapatkan depresi ringan lebih banyak diderita pasien thalasemia, yaitu sebanyak 20 orang, 10 orang mengalami depresi sedang dan tidak ada yang mengalami depresi berat. Diantara subjek penelitian ditemukan subjek yang berusia lebih dari 12 tahun lebih banyak mengalami depresi daripada yang berusia kurang dari 12 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, bahwa anak usia remaja lebih banyak mengalami depresi (4,7%) dibandingkan dengan usia pra-sekolah dan usia sekolah (Coupey, 2008).

Secara statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan tingkat depresi. Namun usia dapat menjadi faktor risiko terjadinya depresi pada anak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada negara-negara berkembang, dimana faktor usia dan jenis kelamin menjadi faktor risiko yang bermakna terhadap terjadinya masalah psikososial pada anak yang mengalami penyakit kronis. Demikian juga dengan jenis kelamin, dimana jenis kelamin menjadi faktor risiko yang tidak bermakna terhadap terjadinya depresi pada anak. Kemungkinan hal ini disebabkan telah terjadinya perubahan pandangan terhadap kesetaraan jenis kelamin. Selain itu faktor lingkungan juga sangat berperan, apabila satu individu baik laki-laki maupun perempuan memiliki lingkungan yang medukung, individu tersebut kemungkinan akan mengalami masalah psikososial yang lebih kecil, yang berpotensi untuk terjadinya depresi pada anak.Depresi pada anak dan remaja ini sering kali tidak terdeteksi dan tidak menunjukkan gejala, karena kebanyakan anak remaja memiliki mood yang iritabel, sehingga penderita seringkali tidak menganggap dalam keadaan terdepresi (Coupey, 2008).

(39)

Bedasarkan hasil penelitian (tabel 4.5) didapatkan bahwa terdapat hubugan yang tidak bermakna antara thalasemia dengan kejadian depresi. Thalasemia mempunyai faktor risiko 3 kali untuk terjadinya depresi. Kejadian depresi sering dikaitkan dengan masalah psikososial atau penyakit yang bersifat kronis. Pada kasus dalam penelitian ini dikaitkan dengan thalasemia yang merupakan penyakit kronis. Menurut teori yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa semakin lama pasien menderita suatu penyakit, maka makin tinggi tingkat depresinya. Hal ini dikarenakan semakin lama penderita tersebut mendapatkan perlakuan yang tidak nyaman, baik dari gejala penyakit yag menetap, tindakan selama perawatan seperti seringnya diambil darah untuk pemeriksaan sebelum transfusi, dan pengobatan transfusi yang terus menerus (Khurana, 2006).

Namun berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar subjek mengalami depresi ringan, tidak ada yang mengalami depresi berat, dan thalaemia mempunyai faktor risiko untuk menyebabkan depresi ringan sebesar 2,3 kali dibandingkan dengan depresi sedang atau berat. Hal ini belum ada terori yang memaparkan secara jelas faktor yang mempengaruhi kemampuan pasien dalam mengatasi depresi, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pasien dalam menghadapi stress antara lain faktor interpersonal dan personal (Khurana, 2006).

Faktor interpersonal memiliki peranan yang besar pada seseorang untuk mengatasi masalah psikologisnya, yang termasuk dalam faktor ini adalah jaringan sosial, dukungan sosial dan keluarga. Beberapa teori menjelaskan bahwa individu dengan dukungan sosial yang baik akan lebih sehat dibandingkan individu yang tanpa dukungan sosial. Keterlibatan keluarga khususnya orangtua akan membantu pasien menghadapi stress. Faktor personal lebih ditekankan pada kemampuan

(40)

masing-masig individu untuk menghadapi stress yang dialaminya, namun faktor ini juga tidak lepas dari pengaruh dukungan dari keluarga khususnya orangtua (Coupey, 2008).

Penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara thalasemia dengan tingkat depresi. Berdasarkan hasil menunjukkan perbedaan rerata pada kedua kelompok, dimana kelompok pertama memiliki rerata yang lebih rendah, namun secara statistik tidak bermakna dikarenakan nilai p didapatkan hasil lebih dari 0,05.

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan , diantaranya yaitu dalam jumlah sampel yang digunakan, jumlah sampel yang lebih besar diharapkan hasil yang didapatkan lebih baik dan diharapkan memiliki kekuatan penelitian yang lebih besar. Pada penelitian ini memiliki kekuatan < 50%, apabila menghendaki kekuatan penelitian sebesar 80%, maka jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu berkisar 1.000 – 1.200. Keterbatasan lainnya yaitu dalam metode penelitian, sebaiknya dilakukan pemantauan penilaian tingkat depresi secara rutin agar dapat mengetahui dan mendeteksi kejadian depresi pada anak secara lebih akurat. Sedangkan kelebihan penelitian ini yaitu masih jarang penelitian tentang tingkat depresi dan pasien thalasemia, serta dengan adanya penelitian ini maka dapat dijadikan alat deteksi dini depresi pada anak khususnya yang mengalami penyakit kronis seperti thalasemia.

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Penelitian ini mendapatkan kesimpulan yaitu tidak ada perbedaan antara tingkat depresi dan rentang waktu terdiagnosis pasien thalasemia.

B. SARAN

1. Bidang Pelayanan Kesehatan

a. Diperlukan monitoring tingkat depresi secara rutin pada pasien thalasemia yang dilakukan perawatan di bangsal anak.

b. Dilakukan konseling pada pasien thalasemia yang mengalami gejala depresi c. Dilakukan edukasi kepada keluarga pasien thalasemia sebagai pencegahan

terhadap depresi 2. Bidang Masyarakat

Dihimbau kepada orang tua pasien thalaemia untuk memberikan dukungan sosial dan emosional dalam upaya mencegah terjadinya depresi.

3. Bidang Akademik

Diperlukan penelitian lebih lanjut secara longitudinal dan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pada pasien thalasemia.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Birleson P. Hudson I, Buchanan D, Wolff S. 1987. Clinical Evaluation of a Self-Rating Scale for Depressive Disorder in Childhood (Depression Self-Self-Rating Scale). J. Child Psychol.Psychiathry; 28: 43-60.

Bruzzese M,McDermott M, Duffy M. 2012. Depression In Children And Adolescents With A Chronic Disease.Biomed Central; 7:1-20

Clarke A, Skinner R, Guest J. 2010. Health-related quality of life and financial impact of caring for a child with Thalassaemia Major in the UK. Child Care Health Dev; 36:118–122.

Claude O, Cooper J, Shah F, Roberts I. 2011. Separating thalasemia trait and iron deficiency by simple inspection. Eur J Haematol; 75-8

Cohen AR, Glimm E, Porter JB. 2008. Effect of transfusional iron intake on response to chelation therapy in b-thalassemia major. Blood journal;111:583–587.

Coupey SM. Chronic illness in the adolescent. 2008. In: Neinstein LS,editor. Adolescent health care a practical guide. Edisi ke-5. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 1067-70

Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Pedoman Penggolongan Diagnostic Gangguan Jiwa (PPDGJ III) – cet. Pertama. Departemen Kesehatan; 20-3.

Galanello R, Melis M, Ruggeri R, Addis M, Scalas MT, Maccioni L, Furbetta M, Angius A, Tuveri T, Cao A. 2002. Beta thalassemia trait in Sardinia. Hemoglobin; 3:33-46

Haleh A, Sutat F. 2008. Hematologic features of alpha thalassemia carriers. Eur J Haematology; 75-8

Higgs DR, Weatherall DJ. 2009. The alpha thalassaemias. Cell Mol Life Sci;66:1154–1162.

Ivarsson T. 2012. The Birleson Depression Self-Rating Scale (DSRS) Clinical Evaluation in an adolescent inpatient population. Biomedical and Biotechnology Department; 1-5.

(43)

Johari S, Loza R, Vargas H,et al. 2011. Socioeconomic and cultural factors affecting family planning among families of thalassemic children in Southern Iran. Biomedical and Biotechnology Department; 65-7.

Kaplan dan Sadock. 1997. Depresi dalam Kaplan dan Sadock, Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 7, Jilid I. BinarupaAksara; 104-7.

Kenda K, Ventevogel P, Komproe I. 2006. Depressive symtomsin a School Sample of Children and Adoloscents; Using The Birleson Depression Self – Rating Scale For Children (DSRS – C). BMC Psychiatry; 1-14.

Kessler RC, Avenevoli S, Ries-Merikangas K. 2001. Mood disorders in childrenand adolescents: an epidemiologic perspective. Biology Psychiatry;49:1002-1014.

Khurana A, Katyal S, Marwaha R. 2006. Psychosocial burden in thalassemia. Indian J Pediatric;73(1):877-80.

Kremastinos D, Flevari P, Spyropoulou M. 2009. Association of heart failure in homozygous beta-thalassemia with the major histocompatibility complex. Circulation; 100:2074-2078.

Lanzkowsky P. 2011. ThalasemiasdalamLanzkowsky P, Manual of Pediatric Hematology and Oncology fifth edition. Elsevier Academic Press; 231-4. Lewinsohn PM, Essau CA. 2002. Depression in adolescents. In: Gotlib IH,

Hammen CL, eds. Handbook of Depression. New York, NY: Guilford Press; 541-559.

Pranowo H. Depresi . 2004. DalamDarmono, penyunting. Depresidan solusinya. Yogyakarta : Tugu Publisher; 20-22.

Ratip S, Modell B. 1996. Psychological and Sociological Aspect Of Thalasemiain seminars in hematology, Vol 33, No 1; 53-65.

Shatri H. 2009. Depresi. 2011. Jakarta : Penerbit FKUI; 30-6

Renzo G, Raffaella O, Sun W, Giedd J. 2010. Beta thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases; 5-11.

Saluja G, Iachan R, Scheidt PC, et al. 2004. Prevalence of and risk factors for depressive symptoms among young adolescents. Arch Pediatr Adolesc Med;158:760-765.

(44)

Singer S, Greenwald R,Jongh A. 2009. Variable clinical phenotypes of alpha-thalassemia syndromes. Scientific World Journal;9:615–25.

Shulterbrant J, Ruskin A. 2004. Depression in Childhood: Diagnosis, Treatment and Conceptual Models. New York, NY: Raven Press; 203-7.

Taher AT, Otrock ZK, Uthman I, Cappellini M. 2008. Thalassemia and hypercoagulability. Blood Rev; 22:283-292.

Thein S, Stallard P, Velleman R, Sarah Baldwin, et al. 2000. Dominant beta thalassaemia: molecular basis and pathophysiology. Haematology journal; 80:273-277.

Tso S, Loh T, Todd D. Iron overload in patients with haemoglobin H disease. Scand J Haematology;32:391–394.

Tefler P, Constantinidou G, Andreou P, et al. 2005. Quality of life in thalassaemia. Ann N Y Acad Sci; 1054:273–282.

Wahidiyat I. Thalasemiadanpermasalahannya di Indonesia dalamNaskahLengkapKonika XI. 1999. IDAI. Jakarta; 293-6.

Weatherall G, Fucharoen S. 1993. Psychosocial risks of chronic health conditionsin childhood and adolescence. Pediatrics;92(6):876-8.

Zainun M. 2011. Penyesuaian Diri Remaja. Jakarta : Penerbit FKUI; 90-6.

(45)

Lampiran 1.

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………..

Umur : ………..

Alamat : ………..

Telp. : ………..

Pekerjaan : ………..

Adalah orang tua/wali dari :

Nama : ………..

Umur : ………..

Jenis kelamin : L / P

Menerangkan bahwa setelah mendapatkan keterangan yang jelas dan lengkap tentang tujuan penelitian, menyatakan bahwa bersedia mengikuti penelitian.

Surakarta, ……….

Mengetahui Orang tua/wali peserta penelitian Peneliti

dr. Tri Kusuma Wardani ………

(46)

KUOSIONER PENELITIAN jawaban yang paling menggambarkan bagaimana perasaanmu pada seminggu ini. Jawablah sejujur mungkin mengenai bagaimana perasaanmu sesungguhnya.

No Pernyataan Sering

Kadang-kadang

2. Aku tidur sangat nyenyak.

3. Aku merasa ingin menangis.

4. Aku ingin bermain keluar (rumah).

5. Aku merasa ingin kabur dari rumah (minggat).

6. Aku sakit perut.

7. Aku mempunyai banyak energi.

8. Aku menikmati makananku.

9. Aku dapat membela diriku sendiri.

10. Aku berpikir bahwa hidup itu tidak bermanfaat.

11. Aku mahir melakukan kegiatan yang biasa kulakukan.

12. Aku menikmati sesuatu yang kulakukan sebanyak yang

biasanya kukerjakan sebelumnya.

13. Aku menyukai/ menikmati “ngobrol” dengan keluargaku.

14. Aku bermimpi buruk.

15. Aku merasa kesepian.

16. Aku mudah terhibur.

17. Aku merasa sedih yang hampir tak tertahankan.

(47)

Lampiran 3. Ethical Clearance

(48)
(49)

Lampiran 5.

Deskripsi Data Penelitian

Case Processing Summary

Cases

Valid

Missing

Total

N

Percent

N

Percent

N

Percent

umur * tingkat depresi

30 100.0%

0

.0%

30 100.0%

lama terdiagnosis * tingkat depresi

30 100.0%

0

.0%

30 100.0%

jeniskelamin * tingkat depresi

30 100.0%

0

.0%

30 100.0%

jeniskelamin * tingkat depresi

Crosstab

tingkat depresi

Total

ringan sedang

jeniskelamin perempuan Count 5 5 10

% of Total 16.7% 16.7% 33.3%

laki-laki Count 5 15 20

% of Total 16.7% 50.0% 66.7%

Total Count 10 20 30

% of Total 33.3% 66.7% 100.0%

(50)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb .919 1 .338

Likelihood Ratio 1.835 1 .176

Fisher's Exact Test .231 .169

Linear-by-Linear Association 1.812 1 .178

N of Valid Casesb 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R -.250 .184 -1.366 .183c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.250 .184 -1.366 .183c

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

(51)

umur * tingkat depresi

Continuity Correctionb .424 1 .515

Likelihood Ratio 1.111 1 .292

Fisher's Exact Test .440 .259

Linear-by-Linear Association 1.050 1 .306

N of Valid Casesb 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .190 .174 1.025 .314c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .190 .174 1.025 .314c

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

(52)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kat umur (<

12 tahun / > = 12 tahun) 2.333 .466 11.693

For cohort tingkat depresi =

sedang 1.308 .796 2.149

For cohort tingkat depresi =

ringan .560 .179 1.759

N of Valid Cases 30

(53)

lama terdiagnosis * tingkat depresi

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.283 .172 -1.560 .130c

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

(54)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for lama terdiagnosis

(< 1 tahun / > = 1 tahun) .286 .056 1.446

For cohort tingkat depresi =

sedang .667 .390 1.140

For cohort tingkat depresi =

ringan 2.333 .741 7.352

N of Valid Cases 30

Mann-Whitney Test

Ranks

lama terdiagnosis N Mean Rank Sum of Ranks

tingkat depresi < 1 tahun 15 17.50 262.50

> = 1 tahun 15 13.50 202.50

Total 30

Test Statisticsa

tingkat depresi

Mann-Whitney U 82.500

Wilcoxon W 202.500

Z -1.523

Asymp. Sig. (2-tailed) .128

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .217b a. Grouping Variable: lama terdiagnosis

b. Not corrected for ties.

Gambar

Gambar 1. Delesi pada thalasemia alfa
Gambar 2. Delesi pada thalasemia beta 15
Gambar 3. Thalasemia mayor 15
Tabel 4.1. Karakteristik dasar penelitian berdasarkan jenis kelamin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur penetapan kadar tiamin dengan metode gravimetri: Sejumlah tertentu tablet yang telah ditimbang secara seksama dan setara dengan lebih kurang 50 mg tiamin

Gallery I ...Collection Galleries .Flneft .**' Decorative Arts Cityside South Gallery Museum Caff :Museum Shop I Information : Main Entrance D ANALISI StScSARAN View ke sung&lt; View

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, Sehingga memberikan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Artinya berapa

Adverse effects associated with the use of this device include wound dehiscence, variable rates of absorption over time (depending on such factors as the type of suture used,

Dari hasil penelitian ini diperoleh transmisi yang dapat digunakan pada gokar listrik sederhana adalah sistem transmisi sproket rantai jenis rol baris tunggal,

Jika konsep kepastian hukum di atas dikaitkan dengan masalah disparitas pidana pada putusan hakim dalam kasus perkosaan sebagaimana dikemukakan pada awal

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan, rekomendasi tim pengabdian kepada pengelola adalah sebagai berikut: (1) tindakan