EFEKTIFITAS PENERAPAN MODEL PERCAKAPAN BEBAS
PADA MATA PELAJARAN BAHASA ARAB
TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
KELAS VIII MTs NEGERI KENDAL
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Husnul Muasyaroh NIM 2303410025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
iv Dengan ini, saya:
Nama : Husnul Muasyaroh
NIM : 2303410025
Prodi : Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing
Fakultas : Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efektivitas Penerapan Model Percakapan Bebas pada Mata Pelajaran Bahasa Arab terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII MTs Negeri Kendal saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan karya sendiri. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan, baik yang langsung maupun tidak langsung, telah disertai sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan karya ilmiah.
Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing skripsi ini, membubuhkan tanda tangan sebagai tanda keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini, tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri. Jika kemudian ditemukan ketidakabsahan, saya bersedia menerima konsekuensinya.
Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.
Semarang, April 2014
Husnul Muasyaroh
v
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah)
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra‟du:11).
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibuku tercinta (Bapak Ahmad Fatawi dan Ibu Munikhah) yang selalu memberikan kasih sayang dan do‟anya tiada henti.
2. Kakakku Nina nil nal muna yang selalu memberikan semangat dan dua adikku tersayang (Muhammad Fadli Robbi dan Mujtaba Kafa Bih).
3. Keluarga besar PP. Durrotu Aswaja.
4. Teman-teman PBA dan OASE‟10.
5. Almamater tercinta prodi pendidikan bahasa Arab UNNES.
vii
Efektivitas Penerapan Model Percakapan Bebas pada Mata Pelajaran Bahasa Arab terhadap KeterampilanBerbicara Siswa Kelas VIII MTs Negeri Kendalsebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang senantiasa memberi izin.
2. Dr. Zaim Elmubarok, M.Ag, Ketua Jurusan bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang selalu memberi kemudahan.
3. Retno Purnama Irawati, S.S., M.A., Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Arab dan dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, masukan, koreksian, perhatian, wawasan dan pengalaman yang luar biasa pada peneliti sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
4. Muchlisin, Lc., M.Pd.I, yang telah memberikan dukungan, motivasi, wawasan dan pengalaman pada peneliti sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
5. Darul Qutni, S.Pd.I.,M.S.I, dan Ahmad Miftahuddin, M.A., yang bersedia menguji peneliti dengan memberikan masukan, koreksian, dan perhatian pada skripsi ini sehingga lebih sempurna.
6. Segenap dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab UNNES, yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, serta pengalaman yang sangat berharga dan takkan terlupakan selamanya.
7. Drs. H. Asroni, M.Ag., selaku kepala MTs Negeri Kendal yang telah
viii
8. Abah kyai Masrokhan, Abah sekaligus guru beserta keluarga yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuandan pengalaman hidup serta telah membimbing peneliti dengan tulus dan sabar.
9. Teman-teman seperjuangan prodi pendidikan bahasa Arab angkatan 2010 yang sangat luar biasa dan telah memberikan semangat, bantuan, dan perhatian selama kurang lebih empat tahun ini khususnya saudariku Arini dan Zudha.
10. Teman- teman seperjuangan OASE PP. Durrrotu Aswaja yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan bantuannya.
11. Segenap kang dan mba santri PP. Durrrotu Aswaja yang selalu memberikan banyak bantuan, dukungan dan do‟a serta telah menjadi keluarga baru di pondok tercinta.
12. Teman-teman kamar Al-Adhim ceria yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan telah membuat hari-hari peneliti lebih berwarna dan bermakna. 13. Segenap member aula putri yang selalu memberikan semangat dan do‟anya
serta yang telah menemani peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Segenap teman-teman PPL 2013 MTs Negeri Kendal yang selalu memberi wacana baru dan kenangan terindah.
15. Seluruh teman-teman KKN 2013 Desa Bligorejo yang selalu memberi pengetahuan, pengalaman dan kenangan terindah dalam kehidupan.
16. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu, terimakasih atas semuanya.
Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk melengkapi penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, April 2014
ix
Arab, Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Retno Purnama Irawati, S.S., M.A.
Kata kunci: Model Percakapan Bebas, Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kemampuan berbicara dalam kegiatan pembelajaranberbicara bahasa Arab harus dikuasai dengan baik oleh siswa. Akan tetapi dalam kenyataannya, siswa masih banyak menemukan kesulitan dalam pembelajaran berbicara bahasa Arab. Penyebab kesulitannya itu adalah masih sulitnya siswa dalam menyampaikan suatu ujaran yang akan dikemukakan saat mempraktikkan materi percakapan, dan kurangnya rasa keberanian siswa dan perasaan takut salah untuk maju ke depan kelas mempraktikkan percakapan di hadapan teman-temannya. Oleh karena itu perlu adanya alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Arab pada siswa. Salah satunya adalah dengan menggunakan model percakapan bebas yang telah dimodifikasi semenarik mungkin.
Masalah dalam penelitian ini yaitu apakah penerapan model percakapan bebas efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs Negeri Kendal?. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas penerapan model percakapan bebas terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs Negeri Kendal.
Desain penelitian ini adalah eksperimen, dengan cara membandingkan hasil kelas eksperimen yang diberikan perlakuan dengan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes. Teknik pengumpulan data berupa tes. Teknik analisis data adalah uji validitas dan reliabilitas, nilai rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol, uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis.
Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan dari pretest ke posttest. Dari data tes dapat diketahui peningkatan nilai rata-rata kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan jumlah 33 siswa setiap kelasnya. Pada pretestkelas kontrol mendapat nilai rata-rata 67,94 dan posttest mendapat nilai rata-rata 74,64. Pada
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka ... 8
2.2 Landasan Teori ... 13
2.2.1 Bahasa Arab ... 14
2.2.2 Keterampilan Berbahasa ... 14
xii
2.2.3.2Teknik-teknik Pembelajaran Keterampilan Berbicara ... 18
2.2.3.3Tahap-tahap Latihan Berbicara ... 18
2.2.4 Masalah Pembetulan dan Sistematika Penilaian ... 27
2.2.5 Kompetensi Berbicara Kelas VIII MTs N Kendal ... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 31
3.2 Variabel Penelitian ... 33
3.3 Hipotesis ... 34
3.4 Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 36
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37
3.6 Instrumen Penelitian... 38
3.7 Uji Instrumen ... 44
3.7.1 Validitas ... 44
3.7.2 Reliabilitas... 45
3.8 Teknik Analisis Data ... 45
3.8.1 Mencari Rata- Rata ... 46
3.8.2 Uji Normalitas ... 46
3.8.3 Uji Kesamaan Dua Varians ... 48
3.8.4 Uji t atau Uji Perbedaan Rata-rata ... 49
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian... 51
4.1.1 Uji Instrumen ... 51
4.1.1.1 Validitas ... 53
4.1.1.2 Reliabilitas... 64
4.1.2 Tabulasi Data Hasil Tes ... 66
4.1.2.1 Tabulasi data hasil tes awal (pretest) pada kelas kontrol ... 67
4.1.2.2 Tabulasi data hasil tes akhir (posttest) pada kelas kontrol ... 70
xiii
4.2.1.2 Nilai rata-rata kelas eksperimen ... 83
4.2.2 Uji Normalitas ... 85
4.2.3 Uji Kesamaan Dua Varians ... 86
4.2.4 Uji Hipotesis... 87
4.3Analisis Hasil Tes Berbicara Bahasa Arab ... 90
4.3.1 Pengucapan (makhroj) ... 90
4.3.2 Susunan Kalimat ... 91
4.3.3 Nada dan Irama ... 91
4.3.4 Kelancaran ... 92
4.3.5 Keberanian ... 92
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 93
5.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xiv Tabel
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu ... 12
Tabel 2.2 SK dan KD ... 30
Tabel 3.1 Pedoman Penilaian ... 40
Tabel 4.1 Skor Nilai Instrumen ... 52
Tabel 4.2 Validitas Pengucapan (Makhroj) ... 53
Tabel 4.3 Interpretasi Nilai r ... 55
Tabel 4.4 Validitas Susunan Kalimat ... 55
Tabel 4.5 Interpretasi Nilai r ... 57
Tabel 4.6 Validitas Nada dan Irama ... 57
Tabel 4.7 Interpretasi Nilai r ... 59
Tabel 4.8 Validitas Kelancaran ... 59
Tabel 4.9 Interpretasi Nilai r ... 61
Tabel 4.10 Validitas Keberanian ... 61
Tabel 4.11 Interpretasi Nilai r ... 63
Tabel 4.12 Analisis Aspek Instrumen ... 64
Tabel 4.13 Interpretasi Nilai r ... 66
Tabel 4.14 Nilai Pre-test Kelas Kontrol ... 67
Tabel 4.15 Presentase Hasil Penelitian Pre-test Kelas Kontrol ... 69
xv
Tabel 4.20 Nilai Post-test Kelas Eksperimen ... 77
Tabel 4.21 Presentase Hasil Penelitian Post-test Kelas Eksperimen ... 79
Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas ... 86
xvi Diagram
Diagram 4.1 Presentase Nilai Pre-test Kelas Kontrol ... 69
Diagram 4.2 Presentase Nilai Post-test Kelas Kontrol ... 73
Diagram 4.3 Presentase Nilai Pre-test Kelas Eksperimen ... 76
Diagram 4.4 Presentase Nilai Post-test Kelas Eksperimen ... 80
Diagram 4.5 Garis Pre-test dan Post-test Kelas Kontrol ... 82
Diagram 4.6 Garis Pre-test dan Post-test Kelas Eksperimen ... 84
xvii
Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 99
Daftar Nama Uji Instrumen ... 100
Nilai Pretes dan Postes Kelas Kontrol ... 101
Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 102
Silabus ... 103
RPP Pretes dan Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 109
Materi Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 145
Instrumen Penelitian... 147
Penilaian Budaya dan Karakter Pretes dan Postes Kelas Kontrol... 148
Penilaian Budaya dan Karakter Pretes dan Postes Kelas Eksperimen ... 152
Pedoman Penilaian ... 156
PerhitunganReliabilitas Aspek Penilaian Uji Instrumen ... 160
Perhitungan uji normalitas ... 162
Perhitungan uji kesamaan dua varians ... 164
Perhitungan uji hipotesis menggunakan rumus uji t (t-test)... 166
Foto Kegiatan Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 169
Foto Kegiatan Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 170
Surat Pengangkatan Dosbing ... 171
Surat Izin Penelitian ... 172
Surat Keterangan Penelitian ... 173
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia
dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya
mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Disamping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan
disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro 2001:276).
Kegiatan berbicara memerlukan penguasaan lambang bunyi baik untuk keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan. Lambang yang berupa tanda-tanda visual seperti yang dibutuhkan dalam kegiatan membaca dan menulis
tidak diperlukan. Itulah sebabnya orang yang buta huruf pun dapat melakukan aktivitas berbicara secara baik, misalnya para penutur asli. Penutur yang demikian
mungkin tidak menyadari kompetensi kebahasaannya, tidak “mengerti” sistem
bahasanya sendiri. Kenyataan itu sekali lagi membuktikan bahwa penguasaan bahasa lisan lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
Keterampilan berbicara (kemahiran berbicara) pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk
menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan keinginan kepada orang lain. Kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang
memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh
kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah dan lain-lain (Iskandarwassid2011:241).
Kemahiranberbicara juga merupakansalahsatujenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa modern. Berbicara
merupakan sarana utama untuk membinasaling pengertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kegiatan berbicara di dalam kelas bahas amempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara
pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh (1) kemampuan mendengarkan, (2)
kemampuan mengucapkan, dan (3) penguasaan (relatif) kosa kata dan ungkapan yang memungkinkan siswa dapat mengkomunikasikan maksud, gagasan atau fikirannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan, bahwa latihan berbicara ini
merupakan kelanjutan dari latihan menyimak yang di dalam kegiatannya juga terdapat latihan mengucapkan (Efendy2009:139).
Kegiatan berbicara ini sebenarnya merupakan kegiatan yang menarik dan
berbicara menjadi tidak menarik, tidak merangsang partisipasi siswa, suasana menjadi kaku dan akhirnya macet. Ini terjadi mungkin karena penguasaan kosa
kata dan pola kalimat oleh siswa masih sangat terbatas. Namun demikian, kunci keberhasilan kegiatan tersebut sebenarnya ada pada guru. Apabila guru dapat
secara tepat memilih topik pembicaraan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, dan memiliki kreativitas dalam mengembangkan model-model pengajaran
berbicara yang banyak sekali variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi (Efendy2009:140)
Menurut aliran komunikatif dan pragmatik, keterampilan berbicara dan
keterampilan menyimak berhubungan secara kuat. Interaksi lisan ditandai oleh rutinitas informasi. Ciri lain adalah diperlukannya seorang pembicara
mengasosiasikan makna, mengatur interaksi, siapa harus mengatakan apa, kepada siapa, kapan, dan tentang apa. Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Sebuah
kalimat, betapapun kecilnya, memiliki struktur dasar yang saling bertemali sehingga mampu menyajikan sebuah makna (Iskandarwassid 2011:239).
Seperti halnya keterampilan menyimak, keterampilan berbicara menduduki tempat utama dalam memberi dan menerima informasi serta memajukan hidup dalam peradaban dunia modern. Kemampuan individual untuk
mengekspresikan gagasan sedemikian rupa, sehingga orang lain mau mendengarkan dan memahami, telah menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan
kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi. Seseorang dianggap memiliki kemampuan berbicara selama ia mampu
berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus respons. Selama kedua variabel ini dikuasai oleh pembicara,
maka ia dapat dikategorikan memiliki kemampuan berbicara. Perkembangan strategi pembelajaran berbicara masih mempertahankan pola stimulus-respons
meskipun dengan modifikasi model yang variatif (Iskandarwassid 2011:240). Secara umum keterampilan berbicara bertujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari.
Secara baik dan wajar mengandung arti menyampaikan pesan kepada orang lain dalam cara yang secara sosial dapat diterima. Namun tentu saja untuk mencapai
tahap kepandaian berkomunikasi diperlukan aktivitas-aktivitas latihan memadai yang mendukung (Hermawan 2011:136).
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti saat PPL di kelas
VIII MTs Negeri Kendal, masalah yang sering dijumpai dalam pembelajaran berbicara bahasa Arab terutama dalam materi percakapan siswa yaitu masih
sulitnya siswa dalam menyampaikan suatu ujaran yang akan dikemukakan saat mempraktikkan materi percakapan tersebut. Kebanyakan dari para siswa yang akan mempraktikkan suatu percakapan masih banyak yang menggunakan cara
menghafal, sedangkan menghafal kosa kata dan kalimat dalam bahasa Arab sendiri bagi siswa dirasa sulit. Apalagi untuk para siswa MTs yang dalam
begitu sulit, ditambah lagi dengan pelajaran bahasa Arab yang dianggap bahasa yang sulit untuk dipelajari dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain.
Masalah lain yang sering dijumpai siswa dalam pembelajaran berbicara bahasa Arab yaitu kurangnya rasa keberanian siswa dan perasaan takut salah
untuk maju ke depan kelas mempraktikkan percakapan di hadapan teman-temannya, sehingga rasa keberanian yang seharusnya ada pada siswa dirasa masih
sangat kurang dan bahkan belum terlihat. Untuk itu, guru sudah seharusnya memberikan motivasi kepada siswa-siswinya agar mempunyai keberanian dalam berbicara bahasa Arab terutama dalam materi percakapan, dan mempunyai
perasaan tidak takut salah dalam menyampaikan suatu ujaran. Dengan demikian, proses latihan berbicara bahasa Arab siswa saat kegiatan pembelajaran di kelas
akan dapat berjalan dengan baik tanpa ada kendala apapun.
Melalui model percakapan bebas yang akan diterapkan pada siswa kelas VIII MTs Negeri Kendal diharapkan dapat membantu proses pembelajaran di
kelas tersebut khususnya untuk mata pelajaran bahasa Arab dalam materi percakapan siswa untuk keterampilan berbicara. Guru sebagai pengajar dalam hal
ini tidak hanya memberikan materi pelajaran saja, tetapi juga memberikan arahan dan penerapan bagaimana cara mempraktikkan suatu percakapan dengan baik kepada siswanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah pada penelitian ini
adalahapakah model percakapan bebas pada mata pelajaran bahasa Arab efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs Negeri
Kendal?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model percakapan bebas pada mata pelajaran bahasa Arab terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs Negeri Kendal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti untuk
lebih memperkenalkan dan membantu jalannya pembelajaran bahasa Arab melalui model percakapan bahasa Arab yang berupa:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan pada umumnya dan pengembangan metode, media dan juga
model pembelajaran bahasa Arab terutama untuk keterampilan berbicara serta dapat dipakai sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Manfaat Bagi Siswa
b. Meningkatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran khusunya pembelajaran bahasa Arab.
c. Meningkatkan hasil belajar bahasa Arab siswa. 2. Manfaat Bagi Guru
a. Memberikan informasi dan wacana tentang model percakapan bebas.
b. Sebagai alternatif bagi guru dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa
Arab.
3. Manfaat bagi Sekolah
a. Sekolah dapat menerapkan model pembelajaran untuk mata pelajaran
bahasa Arab khususnya dan untuk semua mata pelajaran umumnya.
b. Dapat memberikan kontribusi untuk sekolah dalam bidang model
8
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka dan landasan teori, sedangkan untuk penjelasan lebih rincinya akan dijelaskan di
dalam subbabnya masing-masing. Dalam tinjauan pustaka ini akan dijelaskan berbagai macam penelitian tentang keterampilan berbicara yang sebelumnya
sudah ada yang mengadakan penelitian. Peneliti akan menjelaskan relevansi dan perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai tinjauan pustaka adalah sebagai
berikut:
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang keterampilan berbicara sebelumnya telah ada yang mengadakan penelitian tetapi masih perlu dikaji kembali untuk meneliti keterampilan berbicara siswa didalam kelas.Berbagai metode dan teknik untuk
meningkatkan keterampilan berbicara sudah diterapkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya agar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan siswa menjadi lebih aktif
dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian tentang efektivitas model percakapan bebas bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan keterampilan berbicara yang dimodifikasi dengan semenarik mungkin agar proses kegiatan
Penelitian tentangketerampilan berbicara sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yaitu Rohmat Teguh Nugroho (2011), Eko Herry Utomo
(2013), dan Zaenal Muttaqin (2013).
Rohmat Teguh (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Cooperative Lea rning Tipe Peer Tutoring untuk
Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Mata Kuliah Tadrib Muhadatsah
Program Studi P endidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Semarang Tahun
Ajaran 2010/2011”, menemukan kendala pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah tadrib muhadatsah yaitu kurangnya kemampuan mahasiswa dalam
berbicara tampak pada mahasiswa yang takut, grogi, dan belum lancar ketika berbicara secara langsung kepada dosen. Hal itu karena didasari pengetahuan
mahasiswa tentang bahasa Arab masih kurang, penguasaan kosa kata yang kurang, keterampilan berbicara sebagian mahasiswa kurang, dan belum terbiasa berbicara bahasa Arab. Selain itu pengampu mengajar keterampilan berbicara
dengan metode ceramah, sehingga terkesan membosankan dan kurang menyenangkan. Dari hasil penelitiannya mengalami signifikan, peningkatannya
sebesar 10,44 dengan prosentase peningkatan sebesar 17,07%. Nilai rata-rata siklus I sebesar 61,15. Sedang nilai rata-rata siklus II sebesar 71,59.
Relevansi penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian Rohmat
Teguh adalah terletak pada peningkatan keterampilan berbicara yang ingin dicapai peneliti. Perbedaan terletak pada (1) teknik dan model pembelajaran yang
digunakan. Penelitian Rohmat Teguh menggunakan model pembelajaran
percakapan bebas. (2) Metode penelitian yang digunakan. Penelitian Rohmat Teguh menggunakan metode penelitian tindakan kelas, sedangkan peneliti
menggunakan metode penelitian eksperimen.
Eko Herry Utomo (2013) juga mengadakan penelitiannya yang berjudul
“Pemanfaatan Media Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Macromedia Flash 8
Untuk Meningkatkan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas X MAN Purwodadi
Grobogan”. Eko dalam penelitiannya mengalami kendala yang dialami siswa yaitu kurangnya pemahaman siswa terhadap materi berbicara terkait dengan sistem pembelajaran bahasa Arab pada kelas X belum menggunakan
strategi-strategi dan media pembelajaran yang efektif dan menarik. Dari hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan dari pre-test ke post-test. Pada pre-test
kelas kontrol mendapat nilai rata-rata 66,79 dan post-test mendapat nilai rata-rata 76,42. Pada pre-test kelas eksperimen mendapat nilai rata-rata 68.66 dan post-test mendapat nilai rata-rata 84,74.
Relevansi penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian Eko Herry Utomo adalah terletak pada (1) peningkatan keterampilan berbicara yang ingin
dicapai peneliti. (2) Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen. Perbedaan terletak pada (1) media dan model pembelajaran yang digunakan. Penelitian Eko Herry Utomo menggunakan media berbasis
macromedia flash 8, sedangkan peneliti menggunakan model percakapan bebas. (2) Subjek penelitian yang digunakan. Subjek penelitian Eko Herry Utomo adalah
Penelitian Zaenal Muttaqin (2013) yang berjudul “Pengaruh
Muhadhoroh Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas IX
SMP Daar El-Qolam Tangerang Banten Tahun 2012/2013”, menunjukkan bahwa
siswa mengalami kendala karena sebagian siswa ada yang merasa kesulitan dalam
menyerap, memahami dan menguasai bahasa Arab yang telah diajarkan oleh gurunya, sehingga sebagian dari mereka menggunakan bahasa Arab hanya untuk
mentaati kurikulum saja. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh muhadhoroh terhadap keterampilan berbicara bahasa Arab siswa kelas IX SMP Daar El-Qolam yang besar dan positif. Nilai perhitungan korelasi dan regresi yang
lebih besar dari nilai r tabel. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh muhadhoroh terhadap keterampilan berbicara bahasa Arab siswa kelas IX SMP
Daar El-Qalam sebesar 66,0%.
Relevansi penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian Zaenal Muttaqin adalah terletak pada peningkatan keterampilan berbicara yang ingin
dicapai peneliti. Perbedaan terletak pada (1) metode dan model pembelajaran yang digunakan. Penelitian Zaenal Muttaqin menggunakan metode muhadhoroh,
sedangkan peneliti menggunakan model percakapan bebas. (2) Metode penelitian yang digunakan. Penelitian Zaenal Muttaqin menggunakan metode penelitian eksperimen korelasi, sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian
eksperimen.
Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
berbeda-beda. Namun peneliti memfokuskan penelitian dengan menggunakan model percakapan bebassebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara
bahasa Arab.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Skripsi Persamaan Perbedaan
1. Rohmat Teguh Nugroho
Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Peer Tutoring untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara pada Mata Kuliah Tadrib
Muhadatsah Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Semarang Tahun Ajaran 2010/2011
Peningkatan keterampilan berbicara yang
ingin dicapai peneliti.
Model penelitian yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah model percakapan bebas. Adapun Rohmat Teguh Nugroho adalah model pembelajaran cooperative learning tipe peer tutoring.
2. Eko Herry
Utomo
Pemanfaatan Media
Pembelajaran Bahasa Arab
Berbasis Macromedia Flash 8 Untuk Meningkatkan Berbicara
Bahasa Arab Siswa Kelas X MAN Purwodadi Grobogan
1) Peningkatan keterampilan berbicara yang ingin dicapai peneliti. 2) Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen.
3. Zaenal Muttaqin
Pengaruh Muhadhoroh Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa
Kelas IX SMP Daar El-Qolam Tangerang Banten Tahun
2012/2013
Peningkatan keterampilan berbicara yang ingin dicapai peneliti
Model penelitian yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah
model percakapan bebas. Adapun Zaenal
Muttaqin adalah metode muhadhoroh
Berpijak dari penelitian sebelum-sebelumnya, serta adanya keinginan peneliti untuk memberikan sumbangsih alternatif pembelajaran berbicara bahasa
Arab pada siswa kelas VIII MTs Negeri Kendal khususnya dalam keterampilan berbicara bahasa Arab, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan judul Efektifitas Penerapan Model Percakapan Bebas pada Mata Pelajaran Bahasa Arab
terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Negeri Kendal.
2.2 Landasan Teori
Pada landasan teori ini peneliti akan membahas tentang pengertian keterampilan berbicara, tujuan dan teknik-teknik keterampilan berbicara, latihan-latihan berbicara, sistematika dan kriteria penilaian dalam keterampilan berbicara,
2.2.1 Bahasa Arab
Bahasa Arab merupakan bahasa al-Qur‟an, bahasa komunikasi dan
informasi umat islam. Bahasa Arab juga merupakan kunci untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Dikatakan demikian, karena buku-buku berbagai macam ilmu
pengetahuan pada zaman dahulu banyak ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Jadi, jika ingin menguasai ilmu dalam buku-buku tersebut, terlebih dahulu
harus belajar bahasa Arab. (Shofwan 2007:9).
Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki kesatuan utuh dan kuat, karena tuturan, pikiran, dan perbuatan saling melengkapi dalam kehidupan orang
Arab. Tuturan orang Arab adalah pikirannya dan pikirannya merupakan awal dari tindakan (Hermawan 2011:71). Berdasarkan pendapat di atas, bahasa Arab
merupakan bahasa yang dipergunakan orang Arab dalam menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan.
2.2.2 Keterampilan Berbahasa
Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa yang lain memiliki empat
keterampilan bahasa ( ) atau yang dikenal pula dengan
(seni-seni bahasa). Dengan menggunakan kata maharah, dapat dipahami bahwa aspek
yang paling mendasar dari bahasa itu adalah alat komunikasi, dan keterampilan adalah bagian yang paling mendasar dari ketika menggunakan bahasa (Makruf
2009:18). Keempat maharah itu adalah / listening (keterampilan
reading (keterampilan membaca), dan / writing (keterampilan
menulis).
2.2.3 Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan
linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol manusia (Tarigan 2008:16).
Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah
barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca (Tarigan 2008:3).
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan keinginan kepada orang lain. Kelengkapan alat ucap
seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan
dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan,
Menurut Hermawan (2011:135) keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang
mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra bicara. Berbicara dalam makna yang lebih luas merupakan suatu sistem
tanda-tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk menyampaikan pikiran dalam rangka
memenuhi kebutuhannya. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang yang mekanistis. Semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara (Slamet 2008:35).
Kamal bin Ibrahim Badri mendefinisikan keterampilan berbicara sebagai berikut:
“Keterampilan berbicara adalah keterampilan yang menuntut siswa
memproduksi bunyi-bunyi tertentu dan bentuk-bentuk gramatikal serta memperhatikan urutan kata dan kalimat sehingga dapat membantu siswa
mengungkapkan sesuatu sesuai dengan pembicaraan”.
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa keterampilan berbicara itu merupakan kemampuan seseorang mengungkapkan ide
atau gagasan dan perasaan (pesan) secara lisan kepada seseorang atau kelompok lain baik berhadapan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara umum keterampilan berbicara bertujuan agar siswa mampu berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari.
Secara baik dan wajar mengandung arti menyampaikan pesan kepada orang lain dalam cara yang secara sosial dapat diterima. Namun tentu saja untuk mencapai
tahap kepandaian berkomunikasi diperlukan aktivitas-aktivitas latihan memadai yang mendukung (Hermawan 2011:136).
Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahwa siswa dapat (1) melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (2) menyampaikan informasi, (3) menyatakan setuju atau tidak setuju, (4) menjelaskan identitas diri,
(5) menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, (6) menyatakan ungkapan rasa hormat, (7) bermain peran.
Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahwa siswa dapat (1) menyampaikan informasi, (2) berpartisipasi dalam percakapan, (3) menjelaskan identitas diri, (4) menceritakan kembali hasil
simakan atau bacaan, (5) melakukan wawancara, (6) bermain peran, dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
Untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat lanjut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahwa siswa dapat (1) menyampaikan informasi, (2) berpartisipasi dalam percakapan, (3) menjelaskan identitas diri, (4)
menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, (5) berpartisipasi dalam wawancara, (6) bermain peran, dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi,
pidato, atau debat (Iskandarwassid 2011:286).
Untuk tingkat pemula,teknik-teknikpembelajaran keterampilan berbicara yang dapat digunakan adalah (1) ulang ucap, (2) lihat ucap, (3) permainan kartu
kata, (4) wawancara, (5) permainan memori, (6) reka cerita gambar, (7) biografi, (8) manajemen kelas, (9) permaianan telepon, dan (10) permainan alfabet.
Untuk tingkat menengah,teknik-teknikpembelajaran keterampilan berbicara yang dapat digunakan adalah (1) dramatisasi, (2) elaborasi, (3) reka
cerita gambar, (4) biografi, (5) permainan memori, (6) wawancara, (7) permainan kartu kata, (8) diskusi, (9) permaianan telepon, (10) percakapan satu pihak, (11) pidato pendek, (12) parafrase, (13) melanjutkan cerita, dan (14) permainan
alfabet.
Untuk tingkat yang paling tinggi yaitu tingkat lanjut,
teknik-teknikpembelajaran keterampilan berbicara yang dapat digunakan adalah (1) dramatisasi, (2) elaborasi, (3) reka cerita gambar, (4) biografi, (5) permainan memori, (6) diskusi, (7) wawancara, (8) pidato, (9) melanjutkan cerita, (10) Talk
show, (11) parafrase, dan (12) debat (Iskandarwassid 2011:286).
2.2.3.3 Tahap-tahap Latihan Berbicara
Pada tahap-tahap permulaan, latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan latihan menyimak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam
latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan menirukan.Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan antara latihan dasar untuk kemahiran
Namun harus disadari bahwa tujuan akhir dari keduanya berbeda. Tujuan akhir latihan menyimak adalah kemampuan memahami apa yang disimak.
Sedangkan tujuan akhir latihan pengucapan adalah kemampuan ekspresi (ta’bir), yaitu mengemukakan ide/pikiran/pesan kepada orang lain. Keduanya merupakan
syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif secara timbal balik (Efendy2009:140-141).
Berikut ini menurut Efendy diberikan beberapa model latihan berbicara. Urutan nomor menunjukkan gradasi/tingkat kesukaran walaupun tidak mutlak. 1) Latihan Asosiasi dan Identifikasi
Latihan ini terutama dimaksudkan untuk melatih spontanitas siswa dan kecepatannya dalam mengidentifikasikan dan mengasosiasikan makna ujaran
yang didengarnya. Bentuk latihannya adalah:
a. Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang ada hubungannya dengan kata tersebut.
b. Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang tidak ada hubungannya dengan kata tersebut.
c. Guru menyebut satu kata benda (isim), siswa menyebut kata sifat yang sesuai. d. Guru menyebut satu kata kerja (fi’il), siswa menyebut pelaku (fa’il)nya yang
cocok.
e. Guru menyebut satu kata kerja (fi’il), siswa 1 menyebutkan (fa’il)nya yang cocok, siswa 2 melengkapinya dengan sebuah frasa dan siswa 3 mengucapkan
f. Guru menulis di papan tulis beberapa kategori/jenis benda, siswa diminta mengingatnya. Beberapa saat kemudian tulisan dihapus. Kemudian guru
menyebut satu kata benda dan siswa menyebutkan jenis benda tersebut. g. Guru atau salah seorang siswa menulis satu kata (secara rahasia), kemudian
siswa satu persatu mengajukan pertanyaan untuk dapat menebak kata yang ditulis. Dalam permainan ini kelas dapat dibagi 2 kelompok. Kelompok yang
lebih cepat menebak mendapatkan nilai lebih baik. 2) Latihan Pola Kalimat (Pattern Practice)
Pada pembahasan mengenai teknik pengajaran qawa’id atau struktur telah diuraikan berbagai macam model latihan, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga jenis (a) latihan mekanis, (b) latihan bermakna, dan (c) latihan
komunikatif.
Semua atau sebagian jenis latihan ini ketika dipraktikkan secara lisan juga merupakan bentuk permulaan dari latihan percakapan. Porsi latihan-latihan
mekanis harus dibatasi agar siswa dapat segera dibawa ke latihan-latihan semi-komunikatif dan latihan-latihan semi-komunikatif yang sebenarnya. Dalam pendekatan
komunikatif murni, latihan-latihan mekanis ini tidak digunakan lagi.
3) Latihan Percakapan
Banyak teknik dan model latihan percakapan yang telah dikembangkan oleh para pengajar bahasa. Setiap pendekatan atau metode memberikan penekanan
kepada teknik atau model tertentu. Metode audio-lingual misalnya, menekankan
Sementara metode komunikatif, menekankan pada “pemahaman model dialog”
termasuk fungsi setiap ungkapan dan konteks atau situasinya, kemudian langsung
masuk ke latihan komunikatif yang sesungguhnya. Beberapa contoh model latihan percakapan:
a. Tanya Jawab
Guru mengajukan satu pertanyaan, siswa 1 menjawab dengan satu
kalimat, kemudian siswa 1 bertanya, siswa 2 menjawab, kemudian siswa 2 bertanya siswa 3 menjawab, demikian seterusnya sampai semua siswa mendapat gilirannya (Efendy 2009:144).
b. Menghafalkan model dialog
Guru memberikan suatu model dialog secara tertulis untuk dihafalkan
oleh siswa dirumah masing-masing. Pada minggu berikutnya secara berpasangan mereka diminta tampil dimuka kelas untuk memperagakan dialog tersebut. Untuk menghidupkan suasana dan melatih kemahiran bercakap-cakap secara wajar,
siswa diminta mendramatisasikannya , dengan memperhatikan segi-segi ekspresi, mimik, gerak-gerik, intonasi dan lain sebagainya sesuai dengan teks yang
ditampilkannya (Efendy 2009:145). c. Percakapan terpimpin
Kegiatan percakapan terpimpin yaitu kegiatan yang di dalamnya guru
menentukan situasi atau konteks atau munasabahnya. Siswa diharapkan mengembangkan imajinasinya sendiri dalam percakapan dengan lawan bicaranya
Apabila murid diberi kesempatan untuk mempersiapkannya di rumah, maka sebaiknya jangan ditetapkan pasangannya terlebih dahulu. Ini untuk menghindari
kemungkinan siswa mempersiapkan dialog secara tertulis dan kemudian menghafalkannya. Kalau ini terjadi akan mengurangi spontanitasnya (Efendy
2009:145).
d. Percakapan bebas
Kegiatan percakapan bebas yaitu kegiatan yang di dalamnya guru hanya menetapkan topik pembicaraan. Siswa diberi kesempatan melakukan percakapan mengenai topik tersebut secara bebas.
Sebaiknya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing beranggotakan 4-5 orang, agar siswa punya kesempatan yang cukup untuk
berlatih. Guru dalam hal ini melakukan pengawasan terhadap masing-masing kelompok, dan memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang dinilai lemah atau terlihat kurang lancar dan kurang bergairah dalam melakukan
percakapan (Efendy 2009:146).
Keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Arab di MTs Negeri
Kendalmasih rendah, hal itu dibuktikan dengan kemampuan siswa untuk berbicara pada saat mempraktikkan percakapan dengan temannya. Selama ini guru mengajarkan materi percakapanyang terkesan monoton, hanya membacakan
materi percakapan dan ditirukan bersama-sama oleh siswanya dirasa kurang efektif karena materi percakapan lebih efektif untuk dipraktikkan dan diperagakan
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru dapat menggunakan model yang tepat sesuai dengan materi percakapan yangakan dipraktikkan. Dengan
menggunakan model percakapan bebas diharapkan siswa lebih mudah dan lebih berani untuk mempraktikkan materi percakapandalam kegiatan pembelajaran
berlangsung.
Penerapan model percakapan bebas dapat dilakukan dengan
langkah-langkah berikut ini: (1)siswa membentuk kelompok berhadap-hadapan dengan teman sebangku di belakangnya, (2) siswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, (3) guru menjelaskan tentang bagaiamana cara
penerapan model percakapan bebas yang akan dipraktikkan siswa, (4) guru memberikan topik pembicaraan dan kartu mufrodat pembantu kepada
masing-masing kelompok (5) siswa dengan kelompok kecilnya mendiskusikan terlebih dahulu materi percakapan yang akan dipraktikkan, (6) setiap siswa kemudian mulai mempraktikkan percakapan yang telah didiskusikan dengan teman
sekelompoknya (7) masing-masing kelompok yang sudah siap mempraktikkan percakapan segera maju ke depan kelas dan guru siap menilainya (8) secara
bergantian masing-masing kelompok maju ke depan kelas untuk mempraktikkan percakapan dengan teman kelompoknya, dan (9) guru diakhir pembelajaran memberikan pembenaran dan membahas hasil pembelajaran yang sudah
diajarkan.
Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model percakapan bebas
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam materi percakapan. Melalui model percakapan bebas inilah juga membantu setiap individu agar lebih aktif dengan
teman kelompoknya masing-masing dalam berlatih berbicara khususnya untuk materi percakapan. Setiap siswa juga dapat lebih semangat dan termotivasi dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas dan merasakan kenyamanan dan suasana baru sehingga tidak merasa jenuh dan bosan .
e. Bercerita
Bercerita mungkin salah satu kegiatan yang menyenangkan. Tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya
gambaran apa yang akan diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya membantu siswa dalam menemukan topik cerita.
Sebaliknya, mendengarkan cerita juga bisa menimbulkan kejemuan apabila yang bercerita tidak memperhatikan asas-asas keefektifan berbicara. Tugas guru adalah membimbing siswa agar memperhatikan asas-asas tersebut.
Kejemuan juga bisa diatasi dengan variasi pokok cerita atau bentuknya (Efendy 2009:146).
f. Diskusi
Ada beberapa model diskusi yang bisa digunakan dalam latihan berbicara, antara lain:
1. Diskusi kelas dua kelompok berhadapan
Guru menetapkan satu masalah, kemudian guru membagi siswa dalam 2
moderator dan menggilirkan waktu kepada masing-masing kelompok untuk mengemukakan alasan atau argumentasinya (Efendy 2009:147).
2. Diskusi kelas bebas
Guru menetapkan topik. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya tentang masalah yang menjadi topik pembicaraan tesebut secara bebas (Efendy 2009:147).
3. Diskusi kelompok
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 6 sampai 10 siswa. Pada setiap kelompok ditentukan/dipilih seorang ketua,
penulis dan pelapor. Masing-masing topik yang berbeda-beda atau topik yang sama tapi dari segi yang berbeda. Pada bagian akhir jam pelajaran,
wakil dari masing-masing kelompok (pelopor) melaporkan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan siap menjawab pertanyaan atau sanggahan yang diajukan oleh kelompok lain (Efendy 2009:147).
4. Diskusi panel
Guru menetapkan topik, menunjuk beberapa siswa sebagai panelis,
moderator dan penulis. Kepada petugas diberi kesempatan satu minggu untukmempersiapkan bahan pembicaraannya, dan siswa yang lain menyiapkansanggahan-sanggahan.Dalam pelaksanaan diskusi, guru
g. Wawancara
a) Persiapan Wawancara
Wawancara sebagai suatu kegiatan dalam pelajaran berbicara memerlukan persiapan-persiapan sebagai berikut:
1. Sebelum kegiatan dilaksanakan, pihak-pihak yang akan diwawancarai sudah mempersiapkan pokok masalah yang akan dibicarakan.
2. Pewawancara dalam kegiatan ini juga harus mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada sasaran informasi yang sudah direncanakan.
3. Dalam hubungan ini guru berkewajiban membimbing ke arah pemakaian kalimat yang singkat dan tepat, disamping unsur-unsur keefektifan
lainnya (Efendy 2009:148) b) Bentuk Wawancara
Kegiatan wawancara ini dapat dilakukan dalam dua bentuk:
1. Wawancara dengan tamu
Dalam hal ini guru sengaja menghadirkan seseorang ke dalam kelas
untuk diwawancarai oleh para siswa. 2. Wawancara dengan teman sekelas
Dalam kegiatan ini, sebagian siswa mewawancarai yang lain,
berpasang-pasangan, secara bergantian. Setelah kegiatan wawancara, setiap siswa melaporkan di depan kelas hasil wawancaranya dalam bahasa Arab
h. Drama
Drama merupakan kegiatan yang mengandung unsur rekreatif, karenanya
menyenangkan. Namun tidak setiap siswa berbakat atau mempunyai minat untuk bermain drama. Oleh karena itu guru memilih siswa tertentu untuk memainkan
drama, sedang siswa yang lain sebagai penonton. Ini bukan berarti bahwa yang mengambil manfaat dari kegiatan drama ini hanyalah mereka yang bermain. Yang
menonton pun akan memetik faedah, yakni dalam aspek reseptif (mendengarkan dan memahami) (Efendy 2009:150).
i. Berpidato
Kegiatan ini hendaknya dilakukan setelah siswa mempunyai cukup pengalaman dalam berbagai kegiatan berbicara yang lain seperti percakapan,
bercerita, wawancara, diskusi dan lain-lain. Hal ini perlu karena kegiatan berpidato ini sifatnya selalu resmi dan membutuhkan gaya bahasa yang lebih baik. Oleh karena itu perlu waktu persiapan yang cukup (Efendy 2009:150).
2.2.4 Masalah Pembetulan dan Sistematika Penilaian untuk Keterampilan Berbicara
Dalam berbagai latihan berbicara, terutama percakapan, bercerita, diskusi dan seterusnya, guru seringkali menemukan kesalahan dan kekurangan siswa,
baik pada aspek kebahasaan maupun non-kebahasaan. Guru seringkali merasa risih dan tidak sabar untuk tidak segera membetulkannya. Hal ini bisa dipahami
Namun harus disadari bahwa modal utama untuk bisa berbicara adalah keberanian berbicara dengan resiko melakukan kesalahan. Oleh karena itu,
pembetulan dan perbaikan dari guru jangan sampai mematikan keberanian siswa. Para ahli menyarankan agar pembetulan oleh guru ketika itu diberikan setelah
selesai kegiatan berbicara, bukan ketika sedang berbicara. Harus pula diingat bahwa dalam bahasa percakapan, penerapan kaidah-kaidah nahwu sangat longgar
(Efendy 2009:152).
Guru memang perlu melakukan penilaian terhadap unjuk kerja siswa dalam kegiatan berbicara. Tapi penilaian itu bukan semata-mata untuk mengukur
dan memberikan nilai pada suatu kegiatan belajar, melainkan hendaknya juga diartikan sebagai usaha perbaikan mutu atau prestasi belajar siswa di samping
untuk pembinaan motivasi belajar yang lebih kuat. Penilaian diagnosis, tujuannya bukan semata-mata untuk mengetahui kekurangan dan kesalahan siswa. Tetapi pengetahuan guru tentang kekurangan dan kesalahan siswa itu justru sebagai
bahanuntuk dijadikan pertimbangan dalam merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya yang diharapakan akan membantu memperbaiki kekurangan dan
kelemahan siswa.
Perlu dikemukakan di sini bahwa di dalam menyampaikan hasil penilaian, guru hendaknya jangan hanya menekankan kekurangan-kekurangan
siswa. Segi kemajuan dan keberhasilan mereka juga harus dikemukakan. Kecaman harus diimbangi dengan pujian. Dengan demikian akan timbul perasaan
ini akan mendorong mereka melakukan tugas-tugas selanjutnya dengan penuh gairah (Efendy 2009:153).
Menurut Efendy (2009:153), adapun aspek-aspek yang dinilai dalam kegiatan berbicara, sebagaimana disarankan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:
1) Aspek kebahasaan, meliputi (a) pengucapan (makhraj), (b) penempatan tekanan (mad, syiddah), (c) nada dan irama, (d) pilihan kata, (e) pilihan
ungkapan, (f) susunan kalimat, dan (g) variasi.
2) Aspek non-kebahasaan, meliputi (a) kelancaran, (b) penguasaan topik, (c) keterampilan, (d) penalaran, (e) keberanian, (f) kelincahan, (g) ketertiban, (h)
kerajinan, dan (i) kerjasama.
Skala penilaian ini dapat dipergunakan untuk penilaian individual
maupun kelompok. Tidak semua item penilaian harus diisi sekaligus. Guru dapat menyederhanakan daftar item tersebut atau menentukan item-item mana yang hendak dinilai dalam suatu kegiatan.
2.2.5 Kompetensi Berbicara Kelas VIII MTs N Kendal
Kompetensi berbicara di MTs N Kendal kelas VIII adalah kompetensi berbicara bahasa Arab yang sesuai silabus yang digunakan dalam satu tahun. Dalam penelitian ini hanya menggunakan SK dan KD semester genap karena
Tabel 2.2 SK dan KD
No Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1.
Mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman serta
informasi melalui kegiatan bercerita dan bertanya jawab
tentang
2.1 Melakukan dialog sederhanatentanghobi
(
)
2.2 Menyampaikan informasi secara lisan dalam kalimat
31
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang jenis dan desain penelitian, variabel penelitian, hipotesis, subjek dan tempat penelitian, instrumen penelitian,
uji instrumen, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Sedangkan untuk penjelasan lebih rincinya akan dijelaskan di dalam subbabnya
masing-masing. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai subbabnya masing-masing adalah sebagai berikut:
3.1 Jenis Dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono 2010:14).
Desain penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono2010:107). Penelitian eksperimen merupakan penelitian untuk
mengukur pengaruh suatu atau beberapa variabel terhadap variabel lain. Eksperimen berbeda dengan penelitian lain sebab penelitian ini menggunakan
Menurut Campbell dan Stanley (dalam Arikunto 2006:84) membagi jenis-jenis desain eksperimen berdasarkan atas baik buruknya eksperimen, atau
sempurna tidaknya eksperimen. Secara garis besar mereka mengelompokkan atas (1) Pre Experimental Design (eksperimen yang belum baik) atau disebut juga
dengan “quasi experiment”, dan (2) True Experimental Design (eksperimen yang
dianggap sudah baik).
Desain penelitian ini menggunakan eksperimen (true experimental design). Rancangan eksperimen merupakan salah satu bentuk rancangan eksperimen yang dimaksudkan untuk mengungkapkan sebab-akibat dengan cara
melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen (Ainin 2010:92). Dalam penelitian ini kelompok eksperimen yaitu kelas yang mendapat perlakuan
penggunaan model percakapan bebas sedangkan kelompok kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan penggunaan model percakapan bebas.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif karena data yang disajikan berhubungan dengan angka-angka dan teknik analisis statistik. Penelitian eksperimen ini dirancang dengan desain
Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono2010:116)
Keterangan:
= pre-test kelompok eksperimen
= post-test kelompok eksperimen
= perlakuan
= pre-test kelompok kontrol
= post-test kelompok kontrol
Desain penelitian ini, baik kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol dikenakan (observasi sebelum eksperimen dan biasa disebut pretest)
dan (observasi sesudah eksperimen dan biasa disebut post-test), tetapi hanya kelompok eksperimen saja yang mendapat perlakuan X. Pengaruh perlakuan X
diamati dalam situasi yang lebih terkontrol yaitu dengan membandingkan (selisih
pada kelompok eksperimen dengan selisih pada kelompok kontrol.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
2010:60).
Arikunto (2010:162) membagi variabel berdasarkan kesamaan pengaruh
(X) yaitu variabel yang mempengaruhi dan (2) Variabel terikat atau dependent
variable (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
(1) Variabel Bebas (X)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah model percakapan bebas yang
diberikan pada kelompok eksperimen saja. (2) Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemahiran berbicara siswa kelas
VIII MTs Negeri Kendal.
Gambar 3.1 Paradigma Sederhana
3.3 Hipotesis
Hipotesis berasal dari dua kata, yaitu “hypo” = sementara, dan “thesis” =
kesimpulan. Dengan demikian, hipotesis berarti dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu permasalahan penelitian (Arifin 2011:197). Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap permasalahan yang hendak dicapai dan dipecahkan. Hipotesis hanya bersifat dugaan yang mungkin benar atau justru mungkin salah.
Karakteristik hipotesis yang baik adalah:
a. Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, perbandingan keadaan variabel pada berbagai sampel, dan merupakan dugaan tentang hubungan
antara dua variabel atau lebih.
b. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran.
c. Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah (Sugiyono 2011:106)
Menurut Arikunto (2006:74) ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian:
1. Hipotesis kerja, atau disebut dengan hipotesis alternatif, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Adapun hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model percakapan
bebas terhadap keterampilan berbicara bahasa Arab. 2. Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai
dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau
tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Pemberian nama “hipotesis nol” atau “hipotesis nihil” dapat dimengerti dengan
mudah karena tidak ada perbedaan antara dua variabel.
Adapun hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidakada pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model
percakapan bebas terhadap keterampilan berbicara bahasa Arab.
Uji hipotesis digunakan untuk membuktikan kebenaran dan hipotesis
yang dikemukakan, artinya hipotesis alternatif akan diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t. Nilai tes dianalisis
dengan uji statistika untuk menentukan ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan postest setelah kelompok tersebut diberi pembelajaran menggunakan model percakapan bebas.
3.4 Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai, maupun hal-hal yang terjadi. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa
sampel adalah populasi dalam bentuk mini (miniatur population) (Arifin 2011:215). Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VIII yang terdiri dari 8
kelas dengan jumlah 290 orang. Penelitian ini akan berjalan pada ranah sampel. Teknik pengambilan sampling dalam subjek penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah
suatu cara pengambilan sampel yang berdasarkan pada perrtimbangan dan atau tujuan tertentu, serta berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang sudah
Sampel yang akan menjadi subjek penelitian ini adalah siswa MTs Negeri Kendal kelas VIII yang terdiri dari kelas VIIIF dan kelas VIIIGdengan
jumlah 70 siswa. Alasan diambilnya dua kelas ini karena dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen yaitu penelitian yang menghendaki adanya
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas VIII F menjadi kelas kontrol terdiri dari 16 laki-laki dan 18 perempuan, untuk kelas VIIIG menjadi kelas eksperimen
terdiri dari 20 perempuan dan 16 laki-laki. Alasan memilih sampel kelas VIIIF dan kelas VIIIG karena berdasarkan pertimbangan dari nilai hasil belajar siswa, kondisi siswa, dan waktu jam pelajaran bahasa Arab yang tepat untuk melakukan
penelitian di kelas yang berdasarkan atas saran dari guru bahasa Arab yang mengampu kelas VIII.
Tempat penelitian ini adalah MTs Negeri Kendal yang terletak di Jl.Islamic Centre, kelurahan Bugangin, kecamatan Kota Kendal, kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Februari
sampai 15 Maret 2014 pada kelas kontrol dan kelas eksperimen di kelas VIII MTs Negeri Kendal.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes. Teknik
tes digunakan untuk mengambil data berupa kemampuan siswa sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model percakapan bebas,
(pre-test) dan akhir pertemuan (post-(pre-test) setelah diberi perlakuan, yaitu pembelajaran menggunakan model percakapan bebas.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan komponen kunci dalam suatu penelitian. Mutu instrumen akan menentukan mutu data yang digunakan dalam penelitian,
sedangkan data merupakan dasar kebenaran empirik dari penemuan atau kesimpulan penelitian. Oleh karena itu, instrumen harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Untuk membuat instrumen penelitian, ada tiga hal yang harus
diperhatikan, yaitu masalah penelitian, variabel penelitian, dan jenis instrumen yang akan digunakan (Arifin 2011:225).
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes. Instrument test terdiri atas pre-test (tes yang dilakukan pada awal pertemuan), dan post-test (test yang dilakukan setelah dilakukan perlakuan).
Adapun kisi-kisi pre-test (tes yang dilakukan pada awal pertemuan) untuk kelas kontrol dengan kelas eksperimen adalah sebagai berikut:
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik
Bentuk
Instrumen Instrumen
1. Melafalkan ujaran (kata, frasa, kalimat) dengan intonasi yang tepat.
2. Mendemonstrasikan
Tes
Tes
Lisan
Lisan
1. Lafalkan kosakata tentang hobi ( ) dengan intonasi yang tepat!
dialog sederhana tentang hobi ( )
sederhana tentang hobi ( ) !
Sedangkan kisi-kisi untuk post-test (test yang dilakukan setelah dilakukan perlakuan) untuk kelas eksperimen dan post-test untuk kelas kontrol
adalah: Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian Teknik Bentuk
Instrumen Instrumen
1. Mengidentifikasi
informasi berbentuk paparan atau dialog tentang hobi (
)
2. Mengemukakan informasisecara lisan dengan kalimat sederhana dengan lafal yang tepat tentang hobi (
)
Tes
Tes
Lisan
Lisan
1. Deskripsikan macam-macam hobi (
)
yang ada di dialog (percakapan)! 2. Ceritakan kembali hobi(
)
temanmu dengan kalimat yang sederhana dan tepat!Untuk penilaian kemampuanberbicara bahasa Arab, peneliti menggunakan tabel penyekoran dan aspek-aspek yang digunakan dalam
pengambilan nilai. Menurut Efendy (2009:153), aspek-aspek yang dinilai dalam kegiatan berbicara, sebagaimana disarankan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:
4) Aspek non-kebahasaan, meliputi (a) kelancaran, (b) penguasaan topik, (c) keterampilan, (d) penalaran, (e) keberanian, (f) kelincahan, (g) ketertiban, (h)
[image:57.595.90.550.250.754.2]kerajinan, dan (i) kerjasama. Untuk penjelasan lebih rincinya akan diuraikan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Predikat Pedoman Penilaian
No. Aspek Penilaian Skor Kriteria Kategori
1. Pengucapan (Makhroj)
90-100 Pengucapan kata/kalimat sangat jelas, terang, keras, tidak
mengandung kesalahan sama sekali.
Istimewa
80-89 Pengucapan kata/kalimat jelas
(kesalahan tidak lebih dari 3x)
Sangat baik
70-79 Pengucapan kata/kalimat cukup jelas (kesalahan antara 3 sampai
6x)
Baik
60-69 Pengucapan kata/kalimat tidak jelas (kesalahan antara 6 sampai
8x)
Cukup
<60 Pengucapan kata/kalimat sangat tidak jelas (kesalahan antara 8
sampai 10x)
Kurang
2. Susunan Kalimat 90-100 Penyusunan kalimat dalam berbicara sangat runtut dan tidak
ada kesalahan
80-89 Penyusunan kalimat dalam berbicara runtut (kesalahan tidak
lebih dari 3x)
Sangat baik
70-79 Penyusunan kalimat dalam berbicara cukup runtut (kesalahan
antara 3 sampai 6x)
Baik
60-69 Penyusunan kalimat dalam berbicara kurang runtut
(kesalahan antara 6 sampai 8x)
Cukup
<60 Penyusunan kalimat dalam berbicara sangat tidak runtut
(kesalahan antara 8 sampai 10x)
Kurang
3. Nada dan Irama 90-100 Berbicara dengan suara sangat jelas, terang, keras, tidak ada
kesalahan.
Istimewa
80-89 Berbicara dengan suara jelas, terang, keras, atau kejelasan
suaranya.
Sangat baik
70-79 Berbicara dengan suara cukup jelas, terang, keras, atau kejelasan
suaranya.
Baik
jelas, terang, keras, atau kejelasan suaranya.
<60 Berbicara dengan suara tidak
jelas, terang, keras, atau kejelasan suaranya.
Kurang
4. Kelancaran 90-100 Berbicara sangat lancar, siswa
siap dan langsung berbicara ketika tiba gilirannya berbicara (sama sekali tidak mengalami
hambatan)
Istimewa
80-89 Berbicara lancar, siswa siap dan
langsung berbicara ketika tiba gilirannya berbicara (tidak mengalami hambatan)
Sangat baik
70-79 Berbicara cukup lancar, siswa
siap dan langsung berbicara ketika tiba gilirannya berbicara
(sedikit tersendat-sendat)
Baik
60-69 Berbicara kurang lancar, siswa siap dan langsung berbicara
ketika tiba gilirannya berbicara (sering tersendat-sendat)
Cukup
dan langsung berbicara ketika tiba gilirannya berbicara (sering berhenti dan sangat terbata-bata)
5. Keberanian 90-100 Berbicara dengan sikap yang sangat wajar dan sangat tidak
kaku
Istimewa
80-89 Berbicara dengan sikap yang wajar dan tidak kaku
Sangat baik
70-79 Berbicara dengan sikap yang
cukup wajar dan lumayan tidak kaku
Baik
60-69 Berbicara dengan sikap yang
kurang wajar dan sedikit kaku
Cukup
<60 Berbicara dengan sikap yang sangat tidak wajar dan sangat
kaku
Kurang
Peneliti memilih lima aspek penilaian tersebut karena sangat cocok
dengan pedoman penilaian untuk kemampuan berbicara. Ada faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan, karena kemampuan berbicara bukan hanya mengenai kebahasaan saja, akan tetapi faktor non kebahasaan juga dirasa penting untuk
3.7 Uji Instrumen 3.7.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen (Arikunto 2010:211). Menurut Arifin