• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN RIYANTI"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN

RIYANTI

SKRIPSI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan sebelumnya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Riyanti C44060952

(3)

iii

ABSTRAK

RIYANTI, C44060952. Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI.

Usaha penangkapan jaring rajungan di Teluk Banten memiliki keunikan tersendiri yaitu dalam hal konstruksi alat dan pengoperasiannya. Selain itu, nelayan jaring rajungan menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis teknis untuk mengetahui konstruksi dan produktivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan, analisis finansial untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan dari unit usaha penangkapan jaring rajungan, serta analisis pasar untuk mengetahui saluran pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit usaha penangkapan jaring rajungan. Analisis finansial meliputi analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio), dan analisis waktu balik modal (Payback Period) sedangkan analisis kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Hasil analisis teknis menunjukkan pemberat tambahan pada tali pelampung tanda mempengaruhi bentuk jaring saat dioperasikan. Terdapat tiga kelompok nelayan dalam pengoperasian jaring rajungan. Rajungan dijual langsung oleh nelayan kepada pengumpul/pengolah rajungan kemudian ke konsumen dengan margin pemasaran rajungan segar Rp13.000,00 per kg dan rajungan rebus Rp26.000,00 per kg. Analisis usaha penangkapan jaring rajungan memperoleh keuntungan berkisar Rp5.079.000,00-Rp20.453.416,67; nilai Revenue-Cost Ratio berkisar 1,19-1,42; nilai Payback Period berkisar 0,65-3,68; Return on investment (ROI) berkisar 27,19%-154,19%. Analisis kriteria investasi usaha penangkapan jaring rajungan memperoleh nilai NPV berkisar Rp4.504.576,71- Rp49.277.068,28; nilai Net B/C berkisar 1,24-5,33; nilai IRR berkisar 30,10%- 195,26%. Usaha penangkapan jaring rajungan di Teluk Banten dapat dikatakn layak karena TR>TC, R/C>0, NPV>0, Net B/C≥1, dan IRR≥ discount rate yaitu 20%. Usaha penangkapan jaring rajungan sangat sensitif terhadap kenaikan harga solar dan penurunan harga jual hasil tangkapan.

Kata kunci: analisis finansial, analisis pasar, analisis sensitivitas, analisis teknis jaring rajungan

(4)

PENILAIAN UNIT USAHA PENANGKAPAN JARING RAJUNGAN DI TELUK BANTEN

RIYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(5)

v

Judul Skripsi : Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten

Nama Mahasiswa : Riyanti

NRP : C44060952

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui : Pembimbing

Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.

NIP. 19610316 198601 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.

NIP. 19621223 198703 1 001

Tanggal Lulus : 13 Juli 2010

(6)

KATA PENGANTAR

Unit usaha penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu memiliki suatu keunikan tersendiri, yaitu konstruksi jaring rajungan yang berbeda dengan daerah lain serta adanya tiga kelompok nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan. Kegiatan tersebut belum didokumentasikan, sehingga perlu dilakukan penilaian terhadap unit penangkapan jaring rajungan dari aspek teknis, aspek pasar, dan aspek finansial. Hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari Tahun 2010 ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang keragaan usaha dan prospek pengembangan usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak pemerintahan terkait dan pihak pelabuhan dalam membuat kebijakan sebagai solusi alternatif untuk pengelolaan unit penangkapan jaring rajungan yang tepat.

Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, sehingga dapat menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2010

Riyanti

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1) Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya;

2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. selaku pembimbing dan Ir. Diniah M.Si.

selaku penguji atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini;

3) Suprapto, A.Pi, M.M, selaku Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu dan staff atas segala informasi dan bantuannya;

4) Wakit dan Sumiyati, selaku orangtua penulis atas semua doa, nasehat, dan kasih sayang kepada penulis;

5) Tanti Meylani, Tri Oktavia, dan Kirana Aprilia, selaku adik penulis atas semua doa, semangat, kasih sayang dan dukungannya kepada penulis;

6) Amelia Andremica (KPM’43), Arum Novianti (MTK’43), dan Fitria Astriana (ESL’43) atas doa, dukungan, nasehat, dan persahabatan yang tulus kepada penulis sewaktu di Wisma Bintang;

7) Sahabat tercinta di PSP 43 (Selia Sifa, Alina Hadianti, Pipih Hadiyanti, Alvi Rahmah, Marina Nareswari, Soraya Gigentika, Indah Kharina Bangun, dan Rizki Mulya Sari) atas doa, dukungan, nasehat, dan persahabatan yang tulus kepada penulis;

8) Septi Aminah dan Siska Magnawati atas semua bantuan dan dukungan selama penelitian;

9) Syamsul Bachri (Ilkom’43) yang telah memeberikan motivasi, perhatian, dan semangat kepada penulis;

10) Teman-teman seperjuangan PSP 43 (Dedi, Rahmad, Inna, Rizki, Septa, Bayu, Rahman, Dae, Intan, Anggi, Refi, Rima, Mertha, Ghea, Ratih, Adit, Gini, Ncek, Uthi, Iniz, Lala, Nene, Ona, Maria, Ncums, Ami, Ari, Chiwid, Yasa, Troy, Enur, Esther, Hanif, Icha, Nanda, Sinta, Alfian, Fatra, Firman, Mukhlis, Rezki, Arif, Ongkrek, Dia, Indah, Rian, dan Ocid)

11) Teman-teman seperjuangan Wisma Bintang (Cici, Ayu, Riri-Men, Wink, Sari, Tifah, Tyo, Maget, Nahrin, dan Aida); dan

12) Seluruh pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal 26 September 1988 dari pasangan Wakit dan Sumiyati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta pada Tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan Minor Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kampus IPB sebagai Bendahara II Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode 2007-2008 dan menjadi Bendahara I Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode 2008-2009. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Navigasi Kapal Perikanan pada Tahun 2010.

Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul “Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten”.

Penulis dinyatakan lulus dalam Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada Tanggal 13 Juli 2010.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Jaring Rajungan ... 5

2.1.1Alat tangkap ... 5

2.1.2Kapal jaring rajungan ... 13

2.1.3Nelayan jaring rajungan ... 13

2.2 Metode Pengoperasian ... 14

2.3 Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan ... 16

2.4 Rajungan ... 18

2.4.1Klasifikasi dan morfologi rajungan ... 18

2.4.2Reproduksi ... 19

2.4.3Daur hidup ... 19

2.4.4Habitat ... 20

2.4.5Tingkah laku ... 21

2.5 Kelayakan Investasi ... 21

3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 25

4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Waktu dan Tempat ... 27

4.2 Alat dan Bahan ... 27

4.3 Metode Penelitian ... 27

4.4 Metode Pengambilan Responden ... 27

4.5 Metode Pengumpulan Data ... 28

4.6 Metode Analisis Data ... 30

4.6.1Analisis teknis ... 30

4.6.2Analisis pasar ... 31

4.6.3Analisis finansial ... 31

4.6.4Analisis sensitivitas ... 34

4.7 Batasan Penelitian ... 35

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 38

5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 38

5.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ... 39

(10)

Halaman

5.2.1Keadaan fasilitas Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu ... 40

5.2.2Perkembangan produksi dan nilai produksi di PPP Karangantu ... 42

5.2.3Perkembangan alat penangkap ikan di PPP Karangantu ... 44

5.2.4Perkembangan kapal penangkap ikan di PPP Karangantu ... 47

5.2.5Perkembangan nelayan di PPP Karangantu ... 47

5.2.6Musim dan daerah penangkapan ikan di PPP Karangantu ... 49

6 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

6.1 Analisis Teknis ... 50

6.1.1Deskripsi unit penangkapan jaring rajungan ... 50

6.1.2Metode pengoperasian ... 57

6.1.3Daerah dan musim penangkapan ikan ... 61

6.1.4Produktivitas ... 63

6.2 Analisis Pasar ... 65

6.3 Analisis Finansial ... 67

6.3.1Analisis usaha jaring rajungan ... 67

6.3.2Analisis kriteria investasi ... 81

6.4 Analisis Sensitivitas ... 85

6.5 Pembahasan ... 90

6.5.1Aspek teknik ... 90

6.5.2Aspek pasar ... 91

6.5.3Aspek finansial ... 91

6.5.4Analisis sensitivitas ... 93

6.6 Rencana Pengembangan ... 93

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1 Kesimpulan ... 95

7.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN ... 100

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Produksi rajungan di PPP Karangantu ... 1 2 Produksi ikan menurut lokasi penangkapan di Kota Serang Tahun

2008 ... 40 3 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP

Karangantu Tahun 2009 ... 41 4 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan di PPP Karangantu

Tahun 2002 - 2009 ... 43 5 Jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPP Karangantu Tahun

2004-2009 ... 45 6 Jumlah kapal penangkap ikan di PPP Karangantu Tahun 2002-2007 ... 47 7 Jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun 2002-2009 ... 48 8 Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP

Karangantu berdasarkan data sekunder Tahun 2009 ... 63 9 Produktivitas komponen unit penangkapan jaring rajungan di PPP

Karangantu berdasarkan data primer Tahun 2010 ... 64 10 Komponen investasi nelayan setahun penuh usaha penangkapan

jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 68 11 Komponen investasi nelayan jaring rajungan-payang usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 68 12 Komponen investasi nelayan penyewa kapal dalam usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 68 13 Komponen biaya tetap nelayan setahun penuh usaha penangkapan

jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 69 14 Komponen biaya tetap nelayan jaring rajungan-payang usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 70 15 Komponen biaya tetap nelayan penyewa kapal dalam usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 71 16 Komponen biaya variabel nelayan setahun penuh usaha penangkapan

jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 71 17 Komponen biaya variabel nelayan jaring rajungan-payang usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 72 18 Komponen biaya variabel nelayan penyewa dalam kapal usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 73 19 Komponen penerimaan nelayan setahun penuh usaha penangkapan

jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 74

(12)

Halaman

20 Komponen penerimaan nelayan jaring rajungan-payang usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 75 21 Komponen penerimaan nelayan penyewa kapal dalam usaha

penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 75 22 Nilai keuntungan usaha penangkapan jaring rajungan oleh ketiga

kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 76 23 Nilai Revenue-Cost Ratio usaha penangkapan jaring rajungan oleh

ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 78 24 Nilai Payback Period usaha penangkapan jaring rajungan oleh

ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 79 25 Nilai Return on Investment usaha penangkapan jaring rajungan oleh

ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 80 26 Nilai Net Present Value (NPV) usaha penangkapan jaring rajungan

oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 82 27 Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) usaha penangkapan jaring

rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 83 28 Nilai Internal Rate of Return (IRR) usaha penangkapan jaring

rajungan oleh ketiga kelompok nelayan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 84 29 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar

sebesar 13,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun 2009 ... 86 30 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual hasil

tangkapan sebesar 7,3% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan setahun penuh Tahun 2009 ... 86 31 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar

sebesar 158% pada usaha penangkapan jaring rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun 2009 ... 87 32 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual

hasil tangkapan sebesar 41,4% pada usaha penangkapan jaring

rajungan oleh nelayan jaring rajungan-payang Tahun 2009 ... 88 33 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga jual

hasil tangkapan sebesar 22,6% pada usaha penangkapan jaring

rajungan oleh nelayan penyewa kapal Tahun 2009 ... 89 34 Perhitungan keuntungan ketiga kelompok nelayan pada usaha

penangkapan jaring rajungan dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga ... 92

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Konstruksi jaring insang dasar ... 6

2 Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu ... 10

3 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring panjang ... 12

4 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring pendek .... 12

5 Rajungan (Portunus pelagicus) ... 19

6 Kerangka pendekatan studi ... 26

7 Perkembangan produksi ikan di PPP Karangantu Tahun 2002 – 2009 .... 43

8 Perkembangan nilai produksi di PPP Karangantu Tahun 2002 – 2009 .... 44

9 Komposisi alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2009 ... 46

10 Perkembangan alat tangkap di PPP Karangantu Tahun 2004-2009 ... 46

11 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Karangantu Tahun 2002-2009 .... 48

12 Produksi ikan rata-rata per bulan PPP Karangantu Tahun 2005-2009 ... 49

13 Jaring Rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu ... 51

14 Rancang bangun jaring rajungan di PPP Karangantu ... 53

15 Konstruksi jaring payang di PPP Karangantu ... 54

16 Perahu jaring rajungan di PPP Karangantu ... 55

17 Sketsa perahu jaring rajungan di PPP Karangantu ... 56

18 Kondisi jaring rajungan saat pengoperasian di laut ... 59

19 Peta perairan Teluk Banten ... 61

20 Musim rajungan di PPP Karangantu Tahun 2005-2009 ... 62

21 Pola distribusi rajungan dalam usaha penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 66

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tata Letak Fasilitas PPP Karangantu ... 101 2 Perhitungan Produktivitas Jaring Rajungan di PPP Karangantu

Tahun 2009 ... 102 3 Perhitungan Margin Pemasaran Rajungan pada Usaha Unit

Penangkapan Jaring Rajungan di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 108 4 Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan

Setahun Penuh di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 109 5 Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan

Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 111 6 Analisis Usaha Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh Nelayan

Penyewa Kapal di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 113 7 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 115 8 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 116 9 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Penyewa Kapal di PPP Karangantu Tahun 2010 ... 118 10 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Apabila Terjadi

Kenaikan Harga Solar 13,3 % Tahun 2010 ... 119 11 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Setahun Penuh di PPP Karangantu Apabila Terjadi

Penurunan Harga Hasil Tangkapan 7,3 % Tahun 2010 ... 120 12 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Apabila Terjadi Kenaikan Harga Solar 158 % Tahun 2010 ... 121 13 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Jaring Rajungan-Payang di PPP Karangantu Apabila Terjadi Penurunan Harga Hasil Tangkapan 41,4% Tahun 2010 ... 123 14 Perkiraan Cash Flow Unit Penangkapan Jaring Rajungan oleh

Nelayan Penyewa Kapal di PPP Karangantu Apabila Terjadi

Penurunan Harga Hasil Tangkapan 22,6 % Tahun 2010 ... 125

(15)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Teluk Banten memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang masih tinggi. Salah satu potensi sumberdaya perikanan tersebut adalah rajungan (Portunus pelagicus). Rajungan saat ini merupakan komoditas ekspor unggulan hasil perikanan, khususnya ekspor ke Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurut data BPS, nilai ekspor rajungan pada Tahun 1993 mencapai US$1,042 miliar, dan nilai ini selalu meningkat dari tahun ke tahun. (Bisnis Indonesia 2004).

Usaha perikanan tangkap di Teluk Banten pada umumnya menggunakan beberapa alat tangkap dalam operasi penangkapan rajungan, diantaranya jaring rajungan, jaring dogol, dan jaring payang. Salah satu fishing base di Teluk Banten yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu produksi rajungannya lebih banyak dihasilkan oleh alat tangkap jaring rajungan dibandingkan dengan jaring dogol dan jaring payang seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi rajungan di PPP Karangantu

Tahun Produksi Rajungan (ton) Effort (trip) Jaring

Rajungan

Jaring Dogol

Jaring Payang

Jaring Rajungan

Jaring Dogol

Jaring Payang

2006 7,991 0,677 1,820 601 569 502

2007 35,176 4,942 0,602 1.009 882 688

2008 20,309 7,450 0,921 1.894 1.351 270

Sumber: Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu 2009

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada Tahun 2007 terjadi kenaikan produksi rajungan oleh jaring rajungan sebanyak 27,185 ton atau 340% dari jumlah produksi sebelumnya dan kenaikan produksi rajungan oleh jaring dogol sebanyak 4,265 ton atau 630% dari jumlah produksi sebelumnya, sedangkan jaring payang mengalami penurunan produksi rajungan sebanyak 1,218 ton atau 67% dari jumlah produksi sebelumnya. Namun, pada Tahun 2008 terjadi penurunan produksi rajungan oleh jaring rajungan sebesar 14,867 ton atau 42% dari jumlah produksi sebelumnya, sedangkan jaring payang mengalami kenaikan produksi rajungan sebesar 2,508 ton atau 51% dari jumlah produksi sebelumnya dan

(16)

kenaikan produksi rajungan oleh jaring dogol sebesar 0,319 ton atau 53% dari jumlah produksi sebelumnya.

Tahun 2006 sampai dengan 2008, produksi rajungan oleh jaring rajungan selalu lebih banyak dibandingkan dengan jaring dogol dan jaring payang, seperti pada Tahun 2008 dimana jaring rajungan menghasilkan rajungan 63% lebih banyak dibandingkan dengan rajungan yang dihasilkan oleh jaring dogol dan 95%

lebih banyak dibandingkan dengan jaring payang. Selain itu, jaring rajungan juga memiliki nilai produktivitas tertinggi, yaitu 0,0107 ton per trip, sedangkan produktivitas jaring dogol sebesar 0,0055 ton per trip dan jaring payang sebesar 0,0034 ton per trip. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jaring rajungan memiliki produksi rajungan dan produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan alat penangkap rajungan lainnya.

Jaring rajungan merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dan terdiri atas satu lapis jaring. Bagian atas jaring dipasang tali pelampung dan tali ris atas. Sepanjang tali pelampung dilekatkan pelampung dengan jarak tertentu. Bagian bawah jaring terdapat tali ris bawah. Pemberat dipasang pada tali ris bawah dengan jarak tertentu pula (Muslim 2000). Berdasarkan klasifikasi alat penangkapan ikan, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang tetap yaitu jaring dasar (Suadela 2004).

Jaring rajungan yang dioperasikan oleh nelayan PPP Karangantu memiliki pemberat tambahan pada tali pelampung tanda, sehingga mempengaruhi bentuk jaring rajungan pada saat setting di laut. Nelayan yang melakukan usaha unit penangkapan jaring rajungan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal. Kedua hal ini membuat usaha unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berbeda dengan daerah lain.

Demi keberlanjutan usaha nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan maka perlu dilakukan analisis finansial untuk mengetahui prospek dari usaha penangkapan jaring rajungan ini. Hal ini dilakukan agar nelayan tersebut mengetahui seberapa besar keuntungan yang didapat dan bagaimana mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi sebab nelayan tersebut menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Selain

(17)

itu, tingginya produksi dan produktivitas jaring rajungan serta adanya keunikan dalam hal konstruksi alat dan pengoperasian juga mendasari penulis melakukan kajian dengan judul Penilaian Unit Usaha Penangkapan Jaring Rajungan di Teluk Banten.

1.2 Perumusan Masalah

Unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu memiliki beberapa perbedaan dengan unit penangkapan jaring rajungan di daerah lain yaitu konstruksi jaring rajungan dan tidak hanya terdapat satu kelompok nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan. Perbedaaan tersebut belum terdokumentasikan pada penelitian-penelitian sebelumnya di lokasi tersebut. Selain itu, kelayakan usaha pada unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu belum pernah diteliti.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana konstruksi dan produktivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan;

(2) Bagaimana tingkat keuntungan dan kelayakan dari unit usaha penangkapan jaring rajungan; dan

(3) Bagaimana saluran pemasaran/distribusi pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit usaha penangkapan jaring rajungan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Mengidentifikasi konstruksi jaring rajungan dan teknik pengoperasian yang digunakan pada unit penangkapan jaring rajungan;

(2) Menghitung produktivitas unit penangkapan jaring rajungan;

(3) Menentukan saluran pemasaran dan margin pemasaran hasil tangkapan unit penangkapan jaring rajungan; dan

(4) Menghitung tingkat keuntungan, kelayakan, dan sensitivitas unit usaha penangkapan jaring rajungan.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:

(1) Bagi penulis sebagai bahan dalam penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor;

(2) Bagi nelayan setempat sebagai informasi tentang kelayakan unit penangkapan jaring rajungan agar mendapatkan keuntungan yang diharapkan dari penggunaan unit ini secara tepat; dan

(3) Bagi Pemerintah Daerah maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banten sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan unit penangkapan jaring rajungan.

(19)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Jaring Rajungan

Unit penangkapan jaring rajungan terdiri atas alat tangkap, perahu, dan nelayan. Alat tangkap yang digunakan dalam usaha penangkapan jaring rajungan adalah jaring rajungan dan jaring payang. Menurut Miskiya (2003), secara umum konstruksi alat dan perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan jaring rajungan masih sederhana dan belum mengalami perkembangan teknologi, sehingga dapat dikatakan unit penangkapan jaring rajungan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu masih tergolong tradisional.

2.1.1 Alat tangkap

Unit penangkapan jaring rajungan yang dioperasikan di PPP Karangantu dapat dikelompokkan menjadi nelayan setahun penuh, nelayan penyewa kapal, dan nelayan jaring rajungan-payang yang menggunakan dua alat tangkap yaitu jaring rajungan dan jaring payang. Jaring rajungan merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dan terdiri atas satu lapis jaring. Berdasarkan klasifikasi alat penangkapan ikan, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang tetap yaitu jaring dasar (Muslim 2000). Jaring payang digunakan oleh nelayan jaring rajungan-payang pada saat musim paceklik rajungan.

1) Jaring rajungan

Menurut BSN (2008a), jaring insang (Gambar 1) merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan, sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan atau terpuntal, dioperasikan di permukaan, pertengahan dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal. Martasuganda (2008) juga menjelaskan bahwa jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilament yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada

(20)

bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers), sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadap biota perairan.

Jumlah mata jaring ke arah horizontal atau ke arah Mesh Length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah Mesh Depth (MD).

Sumber: BSN 2006

Gambar 1 Konstruksi jaring insang dasar

(21)

Martasuganda (2008) juga menjelaskan bagian-bagian dari jaring insang umumnya terdiri atas:

(1) Pelampung (floats)

Menurut BSN (2006), pelampung adalah sesuatu benda yang mempunyai daya apung dan dipasang pada jaring bagian atas berfungsi sebagai pengapung jaring. Terbuat dari berbagai bahan seperti: styrofoam, polyvinyl, chloride, kaca, plastik, karet atau benda lainnya yang mempunyai daya apung dengan bentuk yang beraneka ragam. Jumlah, berat jenis, dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya daya apung (buoyancy).

(2) Tali pelampung (float line)

Tali pelampung adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung.

Untuk menyambungkan antara piece yang satu dan piece lainnya, bagian tali pelampung dari tiap ujung jaring utama biasanya dilebihkan antara 30-50 cm.

(3) Tali ris atas dan bawah

Tali ris atas dan bawah berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris atas dipasang di bawah tali pelampung, sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat.

(4) Tali penggantung badan jaring atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line)

Tali penggantung badan jaring terdiri atas tali penggantung badan jaring bagian atas (upper bolch line) dan tali pengantung badan jaring bagian bawah (under bolch line) dari jaring insang. Tali penggantung badan jaring bagian atas berfungsi untuk menggantungkan badan jaring pada tali ris atas, sedangkan tali penggantung badan jaring bagian bawah berfungsi untuk menggantungkan badan jaring pada tali ris bawah.

(5) Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge)

Srampad adalah susunan mata jaring yang ditambahkan dengan cara menjurai mengikuti susunan mata jaring ke arah panjang (ke arah mesh length) pada kedua ujung badan jaring. Pemakaian atau penambahan srampad pada badan jaring bertujuan sebagai penguat badan jaring dan

(22)

mempermudah pada waktu pengoperasian jaring.

(6) Badan jaring (main net)

Bahan dari jaring utama biasanya memakai jenis bahan sintetis yaitu amilan meskipun ada juga yang memakai bahan sintetis lainnya seperti : amilan, nylon, tengus, dan bahan sintetis lainnya. Ukuran mata jaring dan nomor benang dari badan jaring biasanya disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan.

(7) Tali pemberat (sinker line)

Tali pemberat adalah tali yang digunakan untuk memasang pemberat. Untuk menyambungkan antara piece satu dan piece lainnya, panjang tali pemberat dari mulai ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara 30-50 cm.

(8) Pemberat (sinker)

Pemberat yang dipakai pada jaring insang biasanya terbuat dari timah atau benda lainnya yang dapat dijadikan sebagai pemberat dengan daya tenggelam dan bentuk yang beraneka ragam.

Menurut Miskiya (2003), jaring rajungan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap rajungan di laut. Berdasarkan cara pengoperasiannya, jaring rajungan diklasifikasikan ke dalam jaring insang dasar (set-bottom single gillnet). Kemudian dijelaskan secara umum jaring rajungan terdiri atas:

(1) Badan jaring (webbing)

Badan jaring (webbing) terbuat dari bahan PA monofilament berwarna putih transparan dengan nomor benang 20-26 dan berdiameter 0,3 mm. Besar mata jaring (mesh size) berkisar 3-3,5 inci atau 7,5-8,75 cm dalam keadaan tegang. Panjang setiap piece jaring adalah 35 m sesudah terpasang pada tali pelampung dan pemberat atau sekitar 467 mata. Lebar jaring adalah 0,45- 0,53 m atau 6-7 mata jaring. Jaring rajungan yang digunakan oleh nelayan Karangantu tidak memakai srampad.

(2) Tali ris

Tali ris adalah tempat untuk menggantungkan badan jaring (webbing).

Dilihat dari penempatannya, tali ris ada dua macam yaitu tali ris atas (head rope) dan tali ris bawah (ground rope). Fungsi tali ris atas adalah agar jaring

(23)

tidak terbelit sewaktu dioperasikan dan tali ris bawah berfungsi untuk meletakkan pemberat. Kedua macam tali ris menggunakan bahan PE multifilament yang berdiameter 3 mm. Panjang tali ris atas dan bawah untuk satu piece jaring rajungan adalah 35 m.

(3) Pelampung (float) dan tali pelampung (float line)

Pelampung (float) yang dipasang pada tali pelampung jaring rajungan terbuat dari bahan karet sandal jepit berbentuk elips. Jumlah pelampung yang digunakan dalam satu piece jaring rajungan sebanyak 70 buah. Tali pelampung (float line) yang berbahan PE multifilament berfungsi tempat pengikat pelampung dan dirangkap dengan tali ris atas. Panjang tali pelampung untuk satu piece jaring rajungan sekitar 35 m.

(4) Pemberat (sinker) dan tali pemberat (sinker line)

Pemberat (sinker) yang digunakan terbuat dari bahan timah hitam (Pb) dengan jumlah 97 buah untuk satu piece jaring rajungan. Tali pemberat yang terbuat dari bahan PE multifilament berfungsi sebagai tempat memasang pemberat pada bagian bawah jaring rajungan dan untuk satu piece jaring rajungan dibutuhkan 35 m tali pemberat. Pemasangan pemberat pada tali pemberat dilakukan dengan cara menyisipkan langsung timah pada tali pemberat.

Perlengkapan tambahan yang digunakan dalam pengoperasian jaring rajungan terdiri atas pelampung tanda dan pemberat tambahan, sebagai berikut (Miskiya 2003):

(1) Pelampung tanda yang digunakan pada pengoperasian jaring rajungan terbuat dari bahan styrofoam berbentuk persegi empat dan biasanya dilengkapi dengan bendera yang diikatkan pada bambu kemudian diikatkan pada tali PE multifilament. Bagian depan dan belakang pelampung tanda diikatkan batu bata, sedangkan pelampung yang berada di tengah tidak diberi batu bata, tetapi hanya menggunakan botol plastik. Pelampung tanda ini berfungsi sebagai tanda tempat dipasangnya jaring rajungan di laut.

(2) Pemberat tambahan yang digunakan adalah batu yang diikatkan pada tali PE multifilament. Pemberat tambahan berfungsi sebagai jangkar agar jaring rajungan yang telah terpasang tidak berpindah tempat atau hanyut terbawa

(24)

arus. Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Miskiya (2003)

Gambar 2 Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu 2) Jaring payang

Jaring payang atau pukat kantong merupakan jenis jaring penangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri atas kantong (bag), badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring serta tali penarik (warp).

Alat penangkap ini dioperasikan dengan melingkari daerah perairan, baik di permukaan ataupun di dasar perairan. Pukat kantong yang dioperasikan di permukaan perairan bertujuan untuk menangkap ikan pelagik (pelagic fish) dan yang dioperasikan di dasar perairan tujuannya untuk menangkap udang maupun ikan dasar (demersal fish) (von Brandt 2005).

Menurut BSN (2005a), jaring payang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri atas dua bagian sayap, bagian medan jaring bawah (bosoom), bagian badan serta bagian kantong jaring. Sayap jaring merupakan bagian jaring yang terpanjang dan terletak di ujung depan dari pukat kantong payang. Sayap terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap bawah

(25)

(lower ring). Bagian jaring yang terletak di bawah mulut jaring yang menjorok ke depan. Medan jaring bawah merupakan selisih antara panjang sayap atas dengan panjang sayap bawah. Badan jaring merupakan bagian jaring yang terletak di antara bagian kantong dan bagian sayap jaring. Kantong jaring merupakan bagian jaring yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari pukat kantong payang.

Tali ris atas berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melalui mulut jaring bagian atas, sedangkan tali ris bawah berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui bagian bosoom jaring. Tali selambar digunakan sebagai tali penarik (towing) pukat kantong payang ke atas geladak kapal.

Subani dan Barus (1988) menambahkan bahwa jaring payang berbeda dengan jaring trawl dimana bagian bawah mulut jaring (bibir bawah/underlip) yang menjorok ke belakang, maka untuk payang justru bagian atas mulut jaring (upperlip) yang menjorok ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagik yang biasanya hidup di bagian lapisan atas air dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Oleh karena bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan, maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring. Berdasarkan panjang badan jaring, jaring payang dibedakan menjadi jaring payang berbadan jaring panjang (Gambar 3) dan jaring payang berbadan jaring pendek (Gambar 4).

(26)

Sumber: BSN 2005a

Gambar 3 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring panjang

Sumber: BSN 2005b

Gambar 4 Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring pendek

(27)

2.1.2 Kapal jaring rajungan

Kapal perikanan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Iskandar (1992) menambahkan bahwa kapal penangkap ikan dilihat dari cara metode pengoperasian alat tangkap yang digunakan dibedakan dalam 4 kelompok besar, yaitu towed gear (kapal dengan alat tagkap ikan yang ditarik, encircling gear (kapal dengan alat tangkap yang dilingkarkan), static gear (kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis), multi purpose (kapal dengan lebih dari satu alat tangkap). Sudirman (2004) menyatakan bahwa alat tangkap gillnet bersifat statis, sehingga kecepatan kapal bukanlah merupakan suatu faktor yang penting.

Menurut BSN (2008b), kapal jaring insang merupakan kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang yang dilengkapi dengan perlengkapan penangkapan ikan berupa penggulung jaring. Kapal jaring insang (gillnetter) dapat mengoperasikan jenis-jenis alat jaring insang seperti jaring insang hanyut, jaring insang tetap, yang pemasangannya dapat berupa jaring insang permukaan, jaring insang mid water, jaring insang dasar dan juga termasuk jaring trammel net atau jaring kantong (Soekarsono 1995). Pada perairan Indonesia, tonase kapal gillnet yang dianggap baik beroperasi tidak lebih besar dari 15 GT dan luas geladak kapal harus disesuaikan dengan alat yang dipergunakan (Soekarsono 1995). Menurut Miskiya (2003), usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan Karangantu pada umumnya menggunakan perahu motor tempel berukuran 10 x 2 x 1,25 m dengan tenaga penggerak berkekuatan 12 PK.

2.1.3 Nelayan jaring rajungan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

(28)

Penangkapan ikan yang dilakukan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.

Keahlian nelayan cukup penting dalam pengoperasian jaring terutama saat penurunan jaring (setting) agar pelampung dan pemberat tidak melilit pada tubuh jaring serta pengaturan posisi kapal terhadap arus laut. Biasanya nelayan telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master. Jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung dari besar kecilnya skala usaha tersebut. Pada kapal gillnet dengan motor tempel biasanya beroperasi hanya dengan dua sampai tiga orang nelayan (Ayodhyoa 1981).

Nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan berjumlah empat orang.

Pembagian tugas adalah sebagai berikut: satu orang sebagai juru mudi, satu orang petaur dan dua orang bertugas mempersiapkan jaring, menyimpul tali ris dan pelampung tanda. Nelayan jaring rajungan di Karangantu sebagian besar merupakan pendatang dari Indramayu, Cirebon, Subang, Pandeglang, dan Bandung, hanya sebagian kecil dari penduduk asli Karangantu yang mengoperasikan jaring rajungan (Miskiya 2003).

2.2 Metode Pengoperasian 1) Jaring rajungan

Metode pengoperasian dari jaring insang biasanya dilakukan secara pasif meskipun ada juga yang dilakukan secara semi aktif atau dioperasikan secara aktif. Untuk yang pasif biasanya dioperasikan pada malam hari baik itu dioperasikan dengan memakai alat bantu cahaya (light fishing) atau tanpa alat bantu cahaya (Martasuganda 2008).

Pemasangan jaring insang biasanya dilakukan di daerah penangkapan yang diperkirakan akan dilewati oleh biota perairan yang menjadi target tangkapan, kemudian dibiarkan beberapa lama supaya biota perairan memasuki atau terpuntal pada mata jaring. Lamanya perendaman jaring insang di daerah penangkapan akan berbeda menurut target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang

(29)

mengoperasikannya. Untuk jaring insang yang dioperasikan secara semi aktif atau aktif, biasanya dioperasikan pada siang hari yaitu dengan cara mengaktifkan jaring insang supaya biota perairan yang menjadi target tangkapan dapat dengan cepat tertangkap, atau dengan kata lain tidak menunggu biota perairan memasuki mata jaring atau terpuntal pada mata jaring. Lamanya pengoperasian biasanya tidak memakan waktu yang lama atau hanya memakan waktu antara 2-3 jam, bahkan ada yang kurang dari satu jam (Martasuganda 2008).

Miskiya (2003) menyatakan bahwa pengoperasian jaring rajungan dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pemasangan jaring (setting), tahap penarikan jaring (hauling) dan tahap pengambilan hasil tangkapan. Tahap persiapan dilakukan sebelum operasi penangkapan dilaksanakan, meliputi persiapan alat tangkap, pemeriksaan keadaan perahu dan mesinnya. Tahap pemasangan jaring dilakukan di buritan setelah jaring rajungan dirangkai. Tahap penarikan jaring dimulai dengan pengangkatan pelampung tanda dan batu pemberat, kemudian pelampung tersebut dilepas ikatannya dari jaring rajungan.

Tahap pengambilan hasil tangkapan dilakukan secara langsung dengan mengambil langsung rajungan dari jaring tanpa melepaskan tali penggulungnya dan secara tidak langsung menggunakan sebilah bambu yang dipasang pada tali penggantung dan mengambil hasil tangkapan.

2) Jaring Payang

Pengoperasian payang dapat dilakukan menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Dalam pengoperasiannya alat penangkap ikan ini ada yang ditarik ke arah perahu, atau pada akhir proses penangkapan hasilnya dinaikkan ke atas geladak perahu, dan ada juga yang ditarik dari pantai dimana pada akhirnya hasil penangkapan didaratkan ke pantai. Berdasarkan kriteria-kriteria ini, maka pukat kantong dibedakan menjadi payang (termasuk lampara), dogol dan pukat pantai.

Dalam cara pengoperasiannya, setelah dilakukan penurunan jaring (setting), anak buah kapal turun ke laut untuk memukul-mukul air dengan tujuan agar ikan masuk ke dalam kantong, kemudian dilakukan hauling (von Brandt 2005).

Menurut BSN (2005a), penurunan jaring dilaksanakan dari salah satu sisi lambung bagian buritan kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran

(30)

yang bertujuan melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar dengan kecepatan kapal antara 1 knot – 1,5 knot. Penggunaaan sayap jaring dan tali selambar yang panjang dengan tujuan untuk memperoleh lingkaran payang yang besar, dan jarak liputan/tarikan payang yang panjang. Penarikan dan pengangkutan jaring dilakukan dari sisi lambung kapal atau buritan kapal tanpa atau dengan menggunakan mesin bantu penangkapan (fishing machinery) dan kedudukan kapal berlabuh jangkar atau kedudukan kapal terapung (drifting), agar tidak terjadi gerakan mundur kapal yang berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan kapal lambat, sesuai dengan kecepatan penarikan payang.

2.3 Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan

Menurut Martasuganda (2008), teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Sehubungan dengan teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan, diantaranya sebagai berikut:

1) Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau ikan yang layak tangkap baik dari jenis maupun ukuran dengan cara membuat desain dan konstruksi alat tangkap yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran dari biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan, dengan demikian diharapkan bisa meminimumkan hasil tangkapan yang belum layak tangkap, hasil tangkapan sampingan yang tidak diinginkan dan biota perairan lainnya;

2) Pengoperasian jaring insang yang dilakukan pada siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung tanda yang dilengkapi dengan bendera, radar reflektor. Untuk yang dioperasikan pada malam hari pelampung tanda selain memakai radar reflektor juga harus memakai pelampung cahaya agar kapal- kapal yang lewat bisa menghindari alat tangkap yang sedang dioperasikan;

(31)

3) Tidak memakai mata jaring yang dilarang (berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 607/KPB/UM/9/1976 butir 3, ukuran mata jaring insang dibawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan;

4) Tidak melakukan kegiatan operasi penangkapan di daerah penangkapan yang dinyatakan sudah lebih tangkap, di daerah kawasan konservasi yang dilarang, di perairan yang tercemar logam berat dan di perairan yang dinyatakan terlarang;

5) Tidak melakukan pencemaran lingkungan seperti memasukkan makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Sebagai contohnya tidak membuang bagian dari alat tangkap terutama bagian jaring atau benda lain seperti bahan bakar bekas seperti oli bekas, bahan bakar, bahan kimia dan benda lainnya;

6) Apabila karena sesuatu sebab alat tangkap hilang atau tertinggal di perairan, sebaiknya dicari agar tidak menimbulkan atau terjadinya ghost fishing yang akan berdampak terhadap potensi sumberdaya yang ada.

Selain aturan-aturan yang telah disebutkan di atas, untuk terselenggaranya usaha penangkapan yang berwawasan lingkungan berjalan secara berkesinambungan, sebaiknya Pemerintah atau pihak pembuat kebijakan dalam usaha perikanan memberlakukan aturan-aturan sebagai berikut (Martasuganda 2008):

1) Mengadakan penutupan daerah penangkapan yang tercemar sampai daerah penangkapan terbebas dari pencemaran;

2) Mengadakan penutupan daerah penangkapan pada waktu suatu jenis ikan, hewan air atau biota perairan yang dilindungi mengadakan reproduksi;

3) Memberlakukan batasan waktu penangkapan sampai potensi yang ada pulih kembali;

4) Mengadakan restocking dengan cara membudidayakan atau penangkaran.

(32)

2.4 Rajungan

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi rajungan

Taksonomi rajungan menurut Stephenson dan Campbell (1957) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria

Devisi : Eucoelomata Section : Protostomia Phyllum : Arthropoda Class : Crustacea

Sub Class : Malacostraca Sub Ordo : Reptantia

Ordo : Decapoda Seksi : Branchyura

Sub Seksi : Branchyrhyhcha Famili :Portunidae

Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus

Species : - Portunus pelagicus - Portunus sanguinolentus - Charybdis feriatus - Podopthalmus vigil

Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau (Kasry 1996). Dari beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan jenis rajungan. Hewan ini dapat mencapai ukuran 18

(33)

cm, capitnya memanjang kokoh, dan berduri (Nontji 2007).

Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan, dan 1 pasang kaki berfungsi sebagai dayung untuk berenang. Induk rajungan dilihat dari arah ventral menjelang telur menetas warna telurnya hitam, sedangkan induk rajungan dilihat dari arah ventral pada saat awal warna telurnya kuning/oranye (Susanto et al. 2005). Morfologi rajungan dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: http://zonaikan.files.wordpress.com

Gambar 5 Rajungan (Portunus pelagicus) 2.4.2 Reproduksi

Hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina. Rajungan jantan memiliki dasar berwarna kebiru-biruan dengan bercak- bercak putih terang, sedangkan rajungan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak keputih-putihan agak suram (Nontji 2007).

Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina, kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang. Seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva sampai lebih dari sejuta ekor (Juwana dan Romimohtarto 2000).

2.4.3 Daur hidup

Telur rajungan yang baru memijah akan berwarna kuning-telur.

Perkembangan telur ini dapat diamati dari perubahan warnanya. Dengan makin

(34)

berkembangnya embrio, telur akan berwarna semakin pucat. Kemudian, pada saat awal terbentuk mata, telur mulai berwarna kecoklatan. Selanjutnya, pigmentasi pada tubuh makin sempurna dan telur semakin berwarna gelap (abu-abu sampai hitam). Apabila telur telah berwarna hitam legam, maka dalam sehari telur-telur tersebut akan menetas yang umunya terjadi pada pagi hari (Juwana dan Romimohtarto 2004).

Larva yang baru menetas ini bentuknya sangat berlainan dari bentuk dewasa. Larva ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk sampai mendapatkan bentuk seperti yang dewasa. Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang daripada rajungan. Di kepalanya terdapat semacam tanduk memanjang, matanya besar dan di ujung kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoea ini sendiri terdiri lagi dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi. Pada tahap megalopa, bentuknya sudah mulai mirip rajungan, tubuhnya makin melebar, kaki dan sapitnya sudah makin jelas wujudnya, matanya sangat besar (bahkan bisa lebih besar daripada mata yang dewasa). Barulah pada perkembangan tahap berikutnya terbentuk juvenil yang sudah merupakan rajungan muda (Nontji 2007).

2.4.4 Habitat

Menurut Nontji (2007), rajungan (swimming crab) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Rajungan merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India.

Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria. Fase larva bersifat planktonik yang melayang-layang berada di lepas pantai dan pada fase megalopa berada di dekat pantai dan sering ditemukan pada objek yang melayang. Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa (Nybakken 1986).

(35)

2.4.5 Tingkah laku

Pada siang hari umumnya rajungan bersembunyi di bawah batu yang besar atau pada celah berbatu-batu, sedangkan yang lainnya membenamkan diri bersembunyi ke dalam lapisan bawah, kemudian pada malam hari bangun dan keluar (Warner 1977). Rajungan hidup di dasar untuk mencari makan sebagai karnivora maupun pemakan bangkai (scavengers), aktif mencari makan pada saat matahari terbenam. Makanan rajungan didapat dari hewan yang menetap dan berbagai hewan invertebrata seperti jenis kerang (Mollusca), Crustacea, cacing (Polychaete), dan Ophiuroids. Makanan lain yaitu tumbuhan laut misalnya jenis Zostera dan ganggang (Sumpton 1993).

Rajungan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umurnya untuk menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan.

Rajungan merupakan hewan yang aktif, ketika dalam keadaan yang tidak aktif, rajungan akan membenamkan diri di dasar perairan sampai kedalaman 35 m (Nontji 2007).

Rajungan perlu berada di permukaan dengan maksud untuk bernapas dan melihat organisme lain atau mangsanya dengan mata pengawasnya yang tajam, dan juga menjulurkan antenanya. Larva betina menghabiskan waktu sepanjang malam terkubur di dalam pasir, sedangkan larva jantan aktif berenang pada malam hari. Rajungan dapat berjalan sangat baik sepanjang dasar perairan dan daerah intertidal berlumpur yang lembab (Thomson 1974).

2.5 Kelayakan Investasi 1) Aspek Teknis

Aspek teknis meliputi evaluasi tentang input dan output dari barang dan jasa yang akan diperlukan dan dihasilkan oleh proyek (Kadariah et al. 1999). Menurut Umar (2003), analisis teknis digunakan dalam penentuan strategi produksi dan perencanaan produk. Tujuan studi aspek ini adalah untuk meyakini apakah secara teknis proyek ini layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional. Analisis teknis dilakukan untuk melihat hubungan faktor-faktor teknis yang mempengaruhi produksi.

(36)

Aspek teknis diperlukan untuk mengetahui produktivitas dari unit penangkapan. Oleh sebab itu, penilaian aspek teknis meliputi hasil tangkapan per tahun (ton), upaya penangkapan per tahun (unit), dan produksi per alat tangkap.

Setelah itu, analisis teknis dapat diketahui melalui hasil tangkapan per upaya penangkapan (Catch Per Unit Effort atau CPUE) (Sparre dan Venema 1999).

2) Aspek Pasar

Penilaian pada aspek pasar digunakan untuk mengetahui apakah produk yang akan dihasilkan dapat dipasarkan, berapa harganya, bagaimana pemasarannya, dan rantai pemasaran yang dihasilkan. Adapun riset pasar yang perlu dilakukan untuk diperoleh gambaran mengenai:

a) Keadaan pasar untuk input maupun output;

b) Perbandingan biaya;

c) Keadaan persaingan; dan

d) Faktor non ekonomi yang dapat berpengaruh.

Setelah itu, informasi kuantitas dan kualitas diperlukan untuk mengetahui besarnya permintaan yang lalu dan yang sekarang. Informasi kuantitas meliputi kuantitas fisik dan informasi harga. Informasi kualitas meliputi metode distribusi dan pemasaran produk, sikap dan tanggapan konsumen, dan tanggapan pemerintah atas produk yang akan dihasilkan (Purba 1997).

Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan. Untuk mencapai tujuan tersebut analisis pemasaran difokuskan pada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran serta perkembangan harga produk (Hanafiah 1986).

3) Aspek Finansial

Untuk suatu penilaian terhadap suatu proyek atau unit penangkapan ikan misalnya, diperlukan analisis finansial yang penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek. Analisis proyek ini dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek (Kadariah et al. 1999).

(37)

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut investment criteria. Setiap kriteria mempunyai kebaikan serta kelemahan (Kadariah et al. 1999). Kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

Kadariah et al. (1999) mengatakan bahwa Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang (present value) dari keuntungan (benefit) dan nilai sekarang dari biaya. Purba (1997) menambahkan jika NPV lebih besar dari nol berarti keuntungan lebih besar dari biaya sehingga proyek tersebut layak (favourable), sedangkan jika NPV lebih kecil dari nol berarti keuntungan yang ada tidak dapat menutupi biaya yang ada, sehingga proyek tersebut tidak layak (unfavourable).

Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai tingkat bunga i (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Jika IRR lebih besar daripada/sama dengan social discount rate maka proyek tersebut dikatakan layak sedangkan jika IRR lebih kecil dari social discount rate, maka proyek tersebut tidak layak. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun yang berkeuntungan bersih positif dengan tahun yang berkeuntungan bersih negatif. Jika Net B/C lebih besar daripada/sama dengan 1 maka proyek tersebut layak sebaliknya jika Net B/C kurang dari 1 maka proyek tersebut tidak layak (Kadariah et al. 1999).

4) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang bertujuan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit (Kadariah et al. 1999). Menurut Umar (2003), analisis sensitivitas merupakan pemaksaan manajer proyek untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin variabel-variabel yang belum diketahui dan mengungkapkan taksiran-taksiran yang menyesatkan atau taksiran yang tidak tepat.

Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena

(38)

analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas diantaranya (Kadariah et al.

1999):

1) Terdapatnya cost over run, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi.

Biasanya pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali;

2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, umpamanya penurunan harga hasil produksi; dan

3) Mundurnya waktu implementasi.

(39)

25

3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Nelayan di PPP Karangantu memiliki daerah penangkapan ikan di sekitar Teluk Banten. Berdasarkan Laporan Tahunan Statistik Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, produksi rajungan mencapai 43,551 ton pada Tahun 2009.

Biasanya para nelayan tersebut mengunakan alat tangkap jaring rajungan, dogol, dan payang dalam usahanya menangkap rajungan. Nelayan yang menggunakan jaring rajungan menghasilkan produksi rajungan mencapai 21,426 ton pada Tahun 2009 atau 49% dari total produksi rajungan. Jaring rajungan yang dioperasikan nelayan PPP Karangantu memiliki pemberat tambahan pada tali pelampung tanda, sehingga mempengaruhi bentuk jaring rajungan pada saat setting di laut. Nelayan yang mengoperasikan jaring rajungan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu nelayan setahun penuh, nelayan jaring rajungan-payang, dan nelayan penyewa kapal. Kedua hal ini membuat usaha unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu berbeda dengan daerah lain. Selain itu, nelayan tersebut menggantungkan hidupnya hanya pada usaha penangkapan jaring rajungan. Oleh sebab itu, alat tangkap jaring rajungan menjadi kajian dalam penelitian ini.

Sebelum melakukan pengembangan terhadap unit penangkapan jaring rajungan perlu dilakukan penilaian terhadap unit tersebut. Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui tingkat keuntungan dan kelayakannya. Penilaian tersebut meliputi aspek teknis, aspek pasar, dan finansial. Kerangka pendekatan studi dapat terlihat jelas pada Gambar 6.

Aspek teknis digunakan untuk mengetahui apakah secara teknis alat tangkap jaring rajungan efektif atau tidak apabila dioperasikan. Adapun unsur-unsur yang dilihat dalam aspek ini diantaranya konstruksi, teknik pengoperasian, dan produktivitas jaring rajungan. Aspek pasar digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran dan margin pemasaran dari hasil tangkapan jaring rajungan.

Aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha unit penangkapan jaring rajungan. Aspek ini menggunakan analisis usaha dan kriteria investasi. Analisis usaha dilakukan menggunakan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue- Cost Ratio), analisis waktu balik modal (Payback Period) dan Return on

(40)

Analisis Teknis:

 Konstruksi jaring rajungan

 Metode pengoperasian jaring rajungan

 Produktivitas jaring rajungan

Analisis Finansial:

 Analisis usaha:

 Π

 R/C

 PP

 ROI

 Kriteria investasi:

 NPV

 IRR

 B/C

Unit Penangkapan Jaring Rajungan

Pengembangan Penilaian

Analisis Pasar:

 Margin pemasaran Mi = Hi – Hi-1

Investment (ROI). Pada analisis kriteria investasi, kriteria-kriteria yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Dalam aspek ini, suatu usaha dikatakan layak apabila TR>TC, R/C>0, NPV>0, Net B/C≥1, dan IRR≥ social discount rate.

Gambar 6 Kerangka pendekatan studi

(41)

27

4 METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada Bulan Januari sampai dengan Februari 2010.

Penelitian dengan pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu, Teluk Banten, Jawa Barat.

4.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

(1) Unit penangkapan jaring rajungan di PPP Karangantu, Banten, Jawa Barat;

(2) Alat dokumentasi berupa kamera; dan (3) Kuesioner.

4.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Kasus yang dikaji didalamnya adalah usaha penangkapan ikan dengan jaring rajungan di PPP Karangantu, Teluk Banten, Jawa Barat.

Menurut Hasan (2002), metode deskriptif merupakan metode penelitian dimana peneliti mengumpulkan informasi aktual, mengidentifikasi masalah, dan menentukan apa yang akan dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah tersebut. Lebih lanjut Hasan (2002), menyatakan bahwa studi kasus adalah penelitian mengenai status obyek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian hasilnya dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

4.4 Metode Pengambilan Responden

Metode pengambilan responden atau sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling termasuk ke dalam teknik non random sampling dimana cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota

Gambar

Gambar 1  Konstruksi jaring insang dasar
Gambar 2  Konstruksi jaring rajungan di PPP Karangantu  2)  Jaring payang
Gambar 3  Desain bentuk baku konstruksi jaring payang berbadan jaring panjang
Gambar 6  Kerangka pendekatan studi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar A.6 diatas menampilkan soal latihan penjumlahan yang mana siswa di minta menjawab dengan menggunakan metode jarimatika. Dan apabila sudah memilih jawaban untuk

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang berjudul

Pada tahap design , kegiatan design dilakukan untuk memecahkan permasalahan kurang optimalnya pelayanan fakultas dalam hal penerbitan dokumen formal akademik berupa

Desain lay out mulut breakwater menyesuaikan arah dari angin dan gelombang dominan yakni dari arah utara, dengan desain lebar mulut breakwater (L) = 216 meter, dan

(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

Di samping itu, dari ketentuan mengenai keharusan diumumkan dalam media cetak atau media lain sebelum pelaksanaan penjualan juga dapat ditafsirkan bahwa penjualan di bawah

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada metode relatif dengan menggunakan perangkap yellow sticky trap pada area anorganik individu serangga yang diperoleh adalah