8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Thorax a. Rangka Dada (Thorax)
Rangka dada atau thorax tersusun dari tulang dan tulang rawan.
Thorax berupa sebuah rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih besar dari pada di atas dan di belakang lebih panjang dari pada bagian depan.
Dibagian belakang, thorax dibentuk oleh kedua belas vertebrae thoracalis, di depan dibentuk oleh sternum, dibagian atas oleh clavicula, dibagian bawah oleh diafragma , dan di samping kiri dan kanan dibentuk oleh kedua belas pasang iga yang melingkari badan mulai dari belakang dari tulang belakang sampai ke sternum di depan (Pearce, 2011).
Keterangan :
1. Manubrium sterni 2. Klavikula 3. Skapula 4. Tulang rusuk 5. Vertebra torakalis 6. Prosessus xipoideus 7. Korpus sterni
Gambar 2.1 Rangka dada (Bontrager, 2018)
b. Kerangka Dada (Thorax)
Batas-batas yang membentuk rongga di dalam thorax adalah sternum dan tulang rawan iga-iga di depan, kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas (diskus intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan belakang, iga-iga beserta otot interkostal di samping, diafragma di bawah, dan dasar leher di atas. Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antar kedua paru-paru. Isinya jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, esofagus, duktus torasika, aorta desendens, dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, 2015).
c. Paru-Paru
Paru-paru terdiri dari dua paru-paru besar yang seperti spons, yang terletak di setiap sisi rongga thorax. Paru-paru kanan terdiri atas tiga lobus, yaitu lobus superior (atas), tengah, dan inferior (bawah) yang dibagi oleh dua celah yang dalam. Fisura inferior, yang memisahkan lobus inferior dan tengah, disebut fisura oblik. Fisura horisontal memisahkan lobus superior dan tengah. Paru-paru kiri hanya memiliki dua lobus, yaitu lobus superior (atas) dan inferior (bawah) yang dipisahkan oleh satu fisura oblik yang dalam.
Organ paru-paru tersusun atas sel-sel parenkim, mirip spons yang ringan dan sangat elastis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme pernafasan. Setiap paru-paru mengandung kantung berdinding ganda yang halus, atau membran, yang disebut pleura, yang dapat divisualisasikan baik dalam gambar bagian depan maupun bagian melintang. Lapisan luar kantung pleura ini melapisi permukaan bagian dalam dinding dada dan diafragma dan disebut parietal pleura. Lapisan dalam yang menutupi permukaan paru-paru, yang juga masuk ke celah di antara lobus disebut pleura paru atau viseral.
Ruang potensial antara pleura berdinding ganda yang disebut rongga pleura, berisi cairan pelumas yang memungkinkan pergerakan satu atau yang lainnya selama bernafas. Ketika udara atau cairan terkumpul di antara dua lapisan ini, ruang ini dapat divisualisasikan secara radiografi. Udara atau gas yang ada di rongga pleura ini menghasilkan suatu kondisi yang disebut pneumotoraks. Akumulasi cairan dalam rongga pleura (efusi pleura) menciptakan kondisi yang disebut hemotoraks (Bontrager, 2018).
Gambar 2.2 Paru – paru dan mediastinum (Bontrager, 2018)
Keterangan : 1. Trakea 2. Kelenjar tiroid 3. Apek paru 4. Fisura 5. Dasar paru 6. Diafragma
7. Sudut kostoprenikus 8. Jantung
9. Kelenjar timus 10. Pembuluh darah besar
d. Jantung dan Pembuluh Darah Besar
Jantung dan akar pembuluh darah besar tertutup dalam kantung berdinding ganda yang disebut kantung perikardial. Jantung terletak di posterior korpus sterni dan anterior T5 sampai T8. Jantung terletak miring di ruang mediastinum, dan sekitar dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri bidang median.
Pembuluh darah besar di mediastinum adalah vena cava inferior dan vena cava superior, aorta, dan arteri dan vena pulmonalis besar.
Vena cava superior adalah vena besar yang mengembalikan darah ke jantung dari bagian atas tubuh. Vena cava inferior adalah vena besar yang mengembalikan darah dari bagian bawah tubuh.
Aorta adalah arteri terbesar di dalam tubuh (diameter 2,5 hingga 5 cm) pada orang dewasa rata-rata. Aorta membawa darah ke seluruh bagian tubuh melalui berbagai cabang. Aorta dibagi menjadi tiga bagian : aorta asenden (keluar dari hati); arkus aorta, dan aorta desenden, yang melewati diafragma ke abdomen, di mana ia menjadi aorta abdominalis. Arteri dan vena pulmonalis memasok darah dan mengembalikan darah ke semua segmen paru-paru. Jaringan kapiler mengelilingi kantung udara kecil, atau alveoli, tempat oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan dengan darah melalui kantung udara berdinding tipis (Bontrager, 2018).
2. Patologi Kanker Payudara a. Definisi
Disebut kanker payudara ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) merupakan salah satu kanker yang sangat ditakuti oleh kaum wanita setelah kanker serviks. Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara.
Kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Pada setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Setiap tahunnya, di Amerika serikat 44.000 pasien meninggal karena penyakit ini sedangkan di Eropa lebih dari 165.000 (Mulyani & Nuryani, 2017).
Gambar 2.3 Jantung dan pembuluh darah besar (Bontrager, 2018)
Keterangan : 1. Esofagus
2. Vena cava superior 3. Aorta asenden 4. Vena cava inferior 5. Aorta abdominalis 6. Jantung
7. Arteri pulmonalis 8. Arkus aorta 9. Kelenjar timus 10. Kelenjar tiroid 11. Trakea
b. Etiologi
Kanker payudara belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun ada beberapa faktor kemungkinannya, antara lain : (Mulyani &
Nuryani, 2017) 1) Faktor Usia
Semakin tua usia seorang wanita, maka risiko untuk menderita kanker payudara akan semakin tinggi. Pada usia 50-69 tahun adalah kategori usia paling beresiko terkena kanker payudara, terutama bagi mereka yang mengalami menopause terlambat.
2) Faktor Genetik
Ada dua jenis gen BRCA 1 dan BRCA 2 yang sangat mungkin menjadi faktor resiko pencetus kanker payudara. Bila ibu, saudara wanita mengidap kanker payudara maka ada kemungkinan untuk memiliki resiko terkena kanker payudara dua kali lipat dibandingkan wanita lain yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang terkena kanker payudara.
3) Penggunaan Hormon Estrogen
Penggunaan hormon estrogen (misalnya pada penggunaan terapi estrogen replacement), penggunaan terapi estrogen replacement mempunyai peningkatan resiko yang signifikan untuk mengidap kanker payudara.
4) Gaya Hidup Tidak Sehat
Jarang berolahraga atau jarang gerak, pola makan yang tidak sehat dan tidak teratur, merokok serta mengkonsumsi alkohol akan meningkatkan resiko kanker payudara.
5) Perokok Pasif
Merupakan orang yang tidak merokok tetapi orang yang tidak sengaja menghisap asap rokok yang dikeluarkan oleh orang perokok. Sering kali didengar perokok pasif terkena resiko dari bahaya asap rokok dibanding perokok aktif.
6) Penggunaan Kosmetik
Bahan-bahan kosmetik yang bersifat seperti hormon estrogen beresiko menyebabkan peningkatan resiko mengalami penyakit kanker payudara, sehingga berhati-hatilah dalam penggunaan alat kosmetik untuk kesehatan diri kita.
7) Penggunaan Pil KB
Penggunaan pil KB pada waktu yang lama dapat meningkatkan wanita terkena resiko kanker payudara karena sel-sel yang sensitif terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas dan resiko ini akan menurun secara otomatis bila penggunaan pil KB berhenti.
c. Manifestasi Klinis
Menurut American Cancer Society (2014), kemungkinan wanita terkena kanker payudara itu satu banding delapan orang atau 12 persen.
Adapun beberapa gejala kanker payudara yaitu : 1) Ditemukannya benjolan pada payudara
Gejala awal yang signifikan dan sering dialami wanita ialah benjolan tidak biasa yang ditemukan pada payudara. Benjolan itu biasanya ditandai dengan rasa sakit bila dipegang atau ditekan.
2) Perubahan pada payudara
Biasanya gejala yang terjadi ialah berubahnya ukuran, bentuk payudara dan puting. Gejala itu awalnya ditandai dengan permukaan payudara yang akan berwarna merah, kemudian perlahan kulit mengerut seperti kulit jeruk.
3) Puting mengeluarkan cairan
Pada puting seringkali mengeluarkan cairan seperti darah, tetapi juga terkadang berwarna kuning, kehijau-hijauan berupa nanah.
4) Pembengkakan pada payudara
Gejala kanker payudara juga ditandai dengan pembengkakan payudara tanpa ada benjolan, yang merupakan gejala umumnya.
Bahkan kadang – kadang salah satu payudara pembuluh darah jadi lebih terlihat.
Jika metastase (penyebaran) luas, maka berupa : pembengkakan kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal, hasil rontgen toraks
abnormal dengan atau tanpa efusi pleura, gejala anak sebar yang terjadi pada paru-paru, nyeri tulang berkaitan dengan penyebaran ke tulang, dan fungsi hati menjadi abnormal (Mulyani & Nuryani, 2017).
d. Stadium Kanker Payudara
Stadium kanker payudara dapat ditentukan setelah tes-tes yang dilakukan dokter sudah komplit atau selesai. Stadium dalam kanker payudara adalah untuk menggambarkan kondisi kanker payudara sampai dimana penyebarannya. Dengan mengetahui stadium kanker payudara, merupakan salah satu cara untuk membantu dokter untuk menentukan pengobatan apa yang sesuai untuk pasien (Mulyani &
Nuryani, 2017). Menurut American Joint Committee on Cancer (2017), stadium kanker payudara dijelaskan sebagai berikut :
1) Stadium 0
Biasa disebut dengan Ductal Carcinoma In Situ atau Noninvasive Cancer, yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh atau saluran payudara dan kelenjar – kelenjar susu pada payudara.
2) Stadium I
Pada stadium ini tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada pembuluh getah bening.
3) Stadium IIA
Pada stadium ini, diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada titik – titik pada saluran getah bening di ketiak (axillary lymph nodes). Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm
tapi tidak lebih dari 5 cm, belum menyebar pada titik-titik pada saluran getah bening di ketiak (axillary lymph nodes). Tidak adanya tanda-tanda tumor pada payudara, tetapi ditemukan pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.
4) Stadium IIB
Pasien pada kondisi ini diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tetapi tidak melebihi 5 cm, telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak, dan diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.
5) Stadium IIIA
Pasien pada kondisi ini, diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening ketiak.
Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik- titik pada pembuluh getah bening ketiak.
6) Stadium IIIB
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakakn bisa juga luka bernanah di payudara dapat didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer. Dapat juga sudah atau bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tetapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh
7) Stadium IIIC
Seperti stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening dalam grup N3 (kanker telah menyebar lebih dari 10 titik di saluran getah bening di bawah tulang selangka).
8) Stadium IV
Pasien pada stadium IV ukuran tumor dapat berapa saja, tetapi telah menyebar pada lokasi yang jauh, seperti tulang, paru-paru, liver, dan tulang rusuk.
e. Grade Kanker Payudara
Suatu kanker payudara ditentukan berdasarkan pada bagaimana bentuk sel kanker dan perilaku sek kanker dibandingkan dengan sel normal dan untuk mengetahui grade kanker, sampel-sampel hasil biopsy dipelajari di bawah mikroskop. Ini akan memberi petunjuk pada tim dokter seberapa cepatnya sel kanker itu berkembang pada diri seseorang (Mulyani & Nuryani, 2017). Menurut American Joint Committee on Cancer (2017), grade kanker payudara dijelaskan sebagai berikut :
1) Grade 1
Merupakan grade yang paling rendah, sel kanker lambat dalam perkembangannya dan biasanya tidak menyebar.
2) Grade 2
Merupakan grade tingkat sedang.
3) Grade 3
Merupakan grade yang tertinggi, cenderung berkembang cepat dan biasanya menyebar.
3. Pemeriksaan Penunjang Kanker Payudara (Mulyani & Nuryani, 2017) a. Imaging Test
Diagnostic Mammography, sama seperti dengan Screening Mammograpghy, hanya saja pada tes pemeriksaan ini lebih banyak gambar yang diambil. Ini biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-tanda diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada benjolan baru. Diagnostic Mammography bisa juga digunakan apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat Screening Mammogram.
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) merupakan suatu pemeriksaan ultrasound dengan menggunakan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini dapat membedakan suatu massa yang solid, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan magnetic bukan sinar x untuk memproduksi gambaran detail dari tubuh. MRI bisa digunakan apabila sekali seorang wanita telah didiagnosa mempunyai kanker payudara. Sehingga dengan MRI dapat digunakan untuk
mengecek payudara lainnya tetapi ini tidak mutlak, dapat juga hanya sebagai screening saja. Menurut American Cancer Society (2014), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya yang terkena kanker payudara untuk sebaiknya juga mendapatkan MRI bersamaan dengan mammography. MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu kumpulan massa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihat pada saat USG atau mammography khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat.
d. Tes Dengan Bedah (Biopsy)
Dengan biopsy dapat memberikan diagnosis secara pasti. Sampel yang diambil dari biopsy lalu dianalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, organ untuk menentukan penyakit).
e. Tes Darah
Diperlukannya tes darah untuk lebih mendalami kondisi kanker, tes-tes itu antara lain :
1) Level Hemoglobin (HB)
Tujuannya untuk mengetahui jumlah oksigen yang ada di dalam sel darah merah.
2) Level Hematocrit
Untuk mengetahui prosentase dari darah merah di dalam seluruh badan.
3) Jumlah dari sel darah putih
Tujuannya untuk membantu melawan infeksi.
4) Jumlah trombosit
Tujuannya untuk membantu pembekuan darah.
5) Differential
Presentase dari beberapa sel darah putih.
f. Pemeriksaan Radiografi Thorax
Pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara dilakukan untuk tindak lanjut rutin atau untuk bahan evaluasi paru keseluruhan.
Pemeriksaan radiografi thorax tidak boleh diabaikan pada pasien yang diduga menderita kanker payudara, karena dinding dada dan daerah kelenjar getah bening adalah tempat rekurensi yang relatif umum.
Pemeriksaan radiografi thorax diperlukan untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran (metastase) sampai ke daerah paru-paru maupun dinding dada (Creasman, 2012).
g. Bone Scan
Tujuannya untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke tulang atau belum. Pada Bone Scan, pasien disuntikkan radioactive tracer pada pembuluh vena yang nantinya akan berkumpul pada tulang yang menunjukkan kelainan karena kanker. Jarak antara suntikan dan
pelaksanaan Bone Scan kira-kira 3 sampai 4 jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyaknya. Dari tes ini, hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap dari depan dan belakang dan tulang yang menunjukkan kelainan akan terlihat warnanya lebih gelap dari tulang normal.
h. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan ini untuk melihat secara detail letak tumor. CT-Scan akan menghasilkan gambaran tiga dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai sudut. Hasil dari CT-Scan akan terlihat gambar potongan melintang bagian dari tubuh dalam bentuk tiga dimensi.
i. Positron Emission Tomography (PET-Scan)
Pemeriksaan ini untuk melihat apakah kanker sudah menyebar. PET- Scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CT-Scan, MRI dan pemeriksaan secara fisik.
4. Kemoterapi (Mulyani & Nuryani, 2017)
Yaitu proses pemberian obat-obatan anti kanker dapat secara oral (diminum) dan intravenous (diinfuskan). Untuk oral biasanya diberikan selama 2 minggu, istirahat 1 minggu dan kalau lewat infus 6 kali kemo jaraknya 3 minggu untuk yang full dosse. Biasanya tidak perlu menginap di rumah sakit apabila satu jam setelah kemo tidak mengalami efek apapun.
Apabila di rumah mengalami mual-mual sedikit biasanya akan hilang setelah istirahat.
Kemoterapi adjuvant, diberikan setelah operasi pembedahan untuk jenis kanker payudara yang belum menyebar dengan tujuan untuk mengurangi risiko timbulnya kembali kanker payudara. Bahkan pada tahap awal penyakit ini, sel-sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor payudara asal dan menyebar melalui pembuluh darah. Sel-sel ini tidak menyebabkan gejala, mereka tidak muncul pada Sinar-X, dan mereka tidak dapat dirasakan pada saat pemeriksaan fisik. Tetapi jika mereka memiliki peluang untuk tumbuh, mereka bisa membentuk tumor baru di tempat lain dalam tubuh. Kemoterapi adjuvant ini dapat diberikan untuk mencari dan membunuh sel-sel ini.
Kemoterapi neoadjuvant merupakan kemoterapi yang diberikan sebelum operasi. Manfaat utamanya adalah untuk mengecilkan kanker yang berukuran besar sehingga mereka cukup kecil untuk operasi pengangkatan (lumpektomi). Adapula keuntungan lain yang mungkin adalah bahwa dokter dapat melihat bagaimana kanker merespon kemoterapi. Jika tumor tidak menyusut, maka obat yang berbeda mungkin diperlukan.
Kemoterapi untuk kanker payudara stadium lanjut, kemo juga dapat digunakan sebagai pengobatan utama untuk wanita dengan kanker yang telah menyebar di luar payudara dan daerah ketiak pada waktu ditemukan , atau jika kankernya menyebar setelah pengobatan pertama. Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit.
Obat kemoterapi ini bisa digunakan secara tunggal ataupun dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah Capeticabine dari Roche,
obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja. Efek dari kemoterapi ini yaitu pasien akan mengalami rasa mual dan muntah, rambut menjadi rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan ketika kemoterapi,hilangnya nafsu makan, perubahan dalam siklus menstruasi, menjadi mudah lelah karena rendahnya jumlah sel darah merah, terasa ngilu pada tulang-tulang serta kuku dan kulit menghitam, kadang kulit kering.
5. Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax (Long, 2016)
Pemeriksaan radiografi thorax adalah suatu tindakan pemeriksaan secara radiologi untuk menampakkan struktur tulang-tulang costae dan organ-organ yang ada di daerah dada (paru-paru dan jantung).
a. Persiapan Pemeriksaan 1) Persiapan alat dan bahan :
a) Pesawat sinar-x
b) Imaging Plate ukuran 35 x 43 cm 2) Persiapan pasien :
a) Komunikasi dengan pasien
b) Menghindari benda-benda yang bersifat logam atau yang dapat mengganggu pada area pemeriksaan, misal : kalung, peniti, kancing, manik-manik.
c) Memberikan arahan kepada pasien untuk mengganti baju pasien.
b. Teknik Radiografi Thorax
Proyeksi dasar yang digunakan pada pemeriksaan radiologi thorax adalah Antero Posterior (AP) atau Postero Anterior (PA), Lateral, dan proyeksi tambahan yaitu proyeksi Right Lateral Decubitus (RLD) yang khusus digunakan untuk melihat kelainan efusi pleura.
1) Anterior Posterior (AP)
a) Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan
b) Posisi obyek : Atur kedua lengan endorotasi disamping tubuh. Atur MSP (Mid Sagital Plane) tubuh di tengah kaset. Batas atas kaset 4 - 5 cm di atas shoulder joint.
Gambar 2.4 Posisi pasien proyeksi AP (Long, 2016)
c) Central ray : Tegak lurus terhadap kaset.
d) Central point : Pada T7 ( thorakal 7 ) atau diantara kedua angulus inferior scapula.
e) FFD : 150 cm
f) Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas lapangan obyek.
g) Eksposi : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan napas dengan tujuan paru mengembang atau paru terisi penuh dengan udara.
Gambar 2.5 Radiograf AP (Long, 2016)
h) Kriteria :
(1) Bagian medial klavikula berjarak sama dari kolase vertebral
(2) Trakea terlihat di garis tengah
(3) Klavikula lebih horisontal dan menutupi lebih banyak apeknya dari pada proyeksi PA
Keterangan :
1. Klavikula horisontal 2. Gambaran skapula
(4) Sejajar dengan kolom vertebra ke tepi lateral tulang rusuk setiap sisi
(5) Gambar samar tulang rusuk dan tulang belakang toraks terlihat.
(6) Seluruh bidang paru-paru, dari apek sampai ke sudut kostoprenikus
2) Posterior Anterior ( PA )
a) Posisi pasien : Pasien berdiri menghadap ke bucky stand.
Dagu diletakkan pada penopang dagu yang terletak di tengah batas atas kaset. Kedua tangan diletakan di pinggang dan tangan diendorotasikan. Siku didorong kedepan hingga menempel kaset agar scapula tidak menutupi lapangan paru. Pundak agak diturunkan agar clavicula terletak dibawah paru.
Gambar 2.6 Posisi pasien proyeksi PA (Long, 2016)
b) Posisi objek : Atur Mid Sagital Plane (MSP) tepat
ditengah kaset. Pastikan tidak ada rotasi pada thorax. Batas atas kaset 4-5 cm diatas pundak.
c) Central ray : Tegak lurus terhadap kaset dengan arah horizontal.
d) Central point : Pada T7 (thorakal 7) atau diantara kedua angulus inferior scapula.
e) FFD : 150 cm
f) Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas lapangan obyek.
g) Eksposi : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan napas dengan tujuan paru mengembang atau paru terisi penuh dengan udara.
Keterangan : 1. Trakea 2. Apek paru 3. Arkus aorta 4. Paru-paru 5. Jantung 6. Diafragma
7. Sudut kostoprenikus
Gambar 2.7 Radiograf PA (Long, 2016)
h) Kriteria :
(1) Seluruh bidang paru-paru dari apek ke sudut kostoprenikus (2) Tidak ada rotasi, ujung sternal klavikula berjarak sama dari
kolumna vertebralis
(3) Trakea terlihat di garis tengah
(4) Skapula diproyeksikan di luar bidang paru-paru (5) Sepuluh rusuk posterior di atas diafragma (6) Garis besar jantung dan diafragma tajam
(7) Bayangan samar dari tulang rusuk dan vertebra toraks superior terlihat melalui bayangan jantung
(8) Tanda-tanda paru terlihat dari hilus ke lateral paru
Gambar 2.8 Radiograf thorax pada pasien kanker payudara (Jung, 2004) (Panah menunjukkan adanya metastasis di tulang costae)
Gambar 2.9 Radiograf thorax pada pasien kanker payudara (Eisenberg, 2016) (Panah menunjukkan adanya metastasis di paru)
3) Proyeksi Lateral
a) Posisi Pasien : Pasien berdiri dengan sisi kiri tubuh menempel kaset. Atur kedua tangan fleksi dan diletakan di atas kepala.
b) Posisi Obyek : Atur Mid Coronal Plane (MCP) pasien tegak lurus atau tepat ditengah kaset dan MSP pasien sejajar kaset.
Gambar 2.10 Posisi pasien proyeksi Lateral (Long, 2016)
c) Central ray : Tegak lurus terhadap kaset dengan arah horizontal.
d) Central point : Pada T7 (thorakal 7)
e) FFD : 150 cm
f) Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas lapangan obyek.
g) Eksposi : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan napas dengan tujuan paru mengembang atau paru terisi penuh dengan udara.
Gambar 2.11 Radiograf Lateral (Long, 2016)
h) Kriteria :
(1) Superimposisi tulang rusuk posterior ke kolumna vertebra (2) Lengan atau jaringan lunak yang tidak tumpang tindih
dengan bidang paru-paru superior
Keterangan : 1. Kolimator 2. Apek paru 3. Esofagus 4. Trakea 5. Sternum 6. Daerah hilus 7. Costae posterior 8. Jantung 9. Diafragma
10. Sudut kostoprenikus
(3) Sternum lateral tanpa rotasi
(4) Sudut kostoprenikus dan bagian bawah apeks paru-paru (5) Penetrasi paru-paru dan jantung
(6) Garis tajam jantung dan diafragma 4) Proyeksi Right Lateral Decubitus ( RLD )
a) Posisi pasien : Pasien tidur lateral recumbent dengan sisi kanan tubuh menempel meja pemeriksaan.
Atur kedua tangan fleksi dan diletakan diatas kepala.
b) Posisi obyek : Letakkan kaset menempel pada punggung pasien, kemudian atur MSP pasien tegak lurus kaset.
Gambar 2.12 Posisi pasien proyeksi Right Lateral Decubitus (Long, 2016)
c) Central ray : Tegak lurus terhadap kaset dengan arah horizontal.
d) Central point : Pada T7 (thoracal)
e) FFD : 150 cm
f) Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas lapangan obyek.
g) Eksposi : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan napas dengan tujuan paru
mengembang atau paru terisi penuh dengan udara.
Gambar 2.13 Radiograf Right Lateral Decubitus (Long, 2016) (Panah menunjukkan adanya udara bebas)
h) Kriteria :
(1) Tidak ada rotasi pasien dari posisi frontal yang benar, sebagaimana dibuktikan oleh klavikula yang berjarak sama dari tulang belakang.
(2) Identifikasi yang tepat terlihat untuk menunjukkan bahwa decubitus dilakukan
(3) Lengan pasien tidak terlihat di lapangan c. Proteksi Radiasi (Rasad, 2013)
1) Proteksi radiasi terhadap pasien, diantaranya :
a) Pemeriksaan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter b) Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar primer.
c) Pemakaian voltage yang lebih tinggi (bila mungkin) sehingga daya tembusnya lebih kuat.
d) Jarak fokus pasien jangan terlalu pendek.
e) Daerah yang disinar harus sekecil mungkin, misalnya dengan mempergunakan konus (untuk radiografi) dan diafragma (untuk sinar tembus).
f) Waktu penyinaran sesingkat mungkin.
g) Alat-alat kelamin dilindungi sebisanya.
h) Pasien hamil, terutama trimester pertama, tidak boleh diperiksa radiologik.
2) Proteksi radiasi terhadap petugas, diantaranya :
a) Petugas menjaga jarak dengan sumber radiasi saat pemeriksaan.
b) Selalu berlindung dibalik tabir proteksi pada saat melakukan eksposi.
c) Jika tidak diperlukan, petugas tidak berada pada di area penyinaran.
d) Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas.
e) Petugas menggunakan alat ukur radiasi personal (film badge) sewaktu bertugas yang setiap bulannya dikirimkan ke BPFK (Balai Penggunaan Fasilitas Kesehatan) untuk memonitor dosis radiasi yang diterima petugas.
3) Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum.
a) Sewaktu penyinaran berlangsung, selain pasien tidak boleh berada di daerah radiasi.
b) Ketika penyinaran berlangsung pintu ruang pemeriksaan selalu tertutup.
c) Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman (jangan mengarah ke petugas / ruang tunggu).
d) Perawat/keluarga yang terpaksa berada dalam ruang pemeriksaan pada saat penyinaran wajib menggunakan lead apron.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung?
2. Bagaimana faktor eksposi pada pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung?
3. Mengapa proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung hanya proyeksi PA (Postero-Anterior)?
4. Apakah tujuan pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung?
5. Apa saja informasi diagnostik yang didapatkan dari radiografi thorax pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabpuaten Temanggung?
6. Bagaimana peranan radiografi thorax sebagai pemeriksaan penunjang diagnostik pada pasien kanker payudara di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung?