• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini ditandai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini ditandai"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini ditandai dengan terciptanya istilah baru yang digunakan untuk mengganti istilah lama atau karena adanya penemuan baru yang ditemukan oleh manusia sehingga dibutuhkan sebuah istilah untuk mewakilinya. Selain itu, bahasa merupakan satu-satunya milik manusia yang berhubungan dengan segala aktivitas manusia. Keterikatan dan keterkaitan antara bahasa dengan manusia menyebabkan perubahan bahasa seiring dengan perubahan dan perkembangan manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu, bahasa bersifat dinamis (Chaer, 2012:53).

Kedinamisan bahasa berkembang seiring dengan berkembangnya manusia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan zaman, akulturasi, budaya, dan globalisasi yang semakin luas mengakibatkan perubahan bahasa di masyarakat. Belum pernah ditemukan ada satu bahasa pun yang telah memiliki istilah yang lengkap. Misalnya bahasa Inggris yang dianggap sebagai bahasa internasional pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Perancis, Latin, Yunani, dan bahasa klainnya yang jumlahnya hampir tiga perlima dari keseluruhan kosa katanya, (Waridah, 2012:66). Begitu pula yang terjadi dalam bahasa Arab.

Bahasa Arab merupakan salah satu dari 3500 bahasa yang ada di dunia. Bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa Semit dan masih digunakan sampai sekarang (Fachrudin, 2017:17). Sejak tahun 1970, bahasa Arab merupakan bahasa resmi kelima di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dipakai sebagai bahasa resmi Organisasi Persatuan Afrika. Dengan demikian, maka bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang digunakan oleh berbagai bangsa di dunia. Di samping itu, bahasa

(2)

Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan, teruatama pengetahuan agama Islam (Hadi, 2015:1).

Adapun dalam perkembangannya, bahasa Arab dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama, bahasa Arab yang sudah punah (bā‘idah), yaitu bahasa yang digunakan oleh berbagai kabilah Arab yang berada di kawasan utara Hijaz dekat dengan perbatasan bangsa Aram. Periode kedua, bahasa Arab yang masih digunakan sampai saat ini (bāqiyāh) yang dimulai dari masa Jahiliyyah dan masih ada sampai sekarang. Salah satu faktor yang menyebabkan terjaganya bahasa tersebut adalah karena datangnya Islam dan adanya Al-Qur’an (Fachrudin, 2017:20).

Perubahan fungsi bahasa mengakibatkan beberapa perubahan yang cukup fundamental. Kedatangan Islam mengakibatkan perubahan pada beberapa aspek bahasa Arab, antara lain: punahnya istilah Jahiliyyah yang dianggap tidak pantas oleh ajaran Islam, masuknya istilah ‘ajam (asing) dalam bahasa Arab karena luasnya penyebaran Islam sampai keluar jazirah Arab, dan perluasan makna yang terjadi pada beberapa istilah Jahiliyyah (Fachrudin, 2017:54).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS) dalam berbagai bidang banyak dipimpin oleh negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris, sehingga melahirkan kata dan istilah baru, terutama menggunakan bahasa Inggris. Perkembangan IPTEKS tersebut berpengaruh terhadap bahasa lain. Salah satu bahasa tersebut adalah bahasa Arab. Oleh karena itu, negara-negara yang menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi resmi dan bahasa ilmu pengetahuan memerlukan adanya suatu cara dan strategi untuk mengikuti perkembangan tersebut (Hadi, tt: 2).

Sesuai dengan perkembangan IPTEKS yang telah melahirkan kata dan istilah baru, hal itu juga mempengaruhi bahasa Arab. Perkembangan istilah dan istilah dalam

(3)

berbagai cabang IPTEKS melahirkan berbagai permasalahan kebahasaan seperti dalam bidang ekonomi Islam. Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam (Faozan, 2016:5).

Dalam perkembangan maupun perubahan yang terjadi dalam suatu bahasa tidak akan terlepas dari istilah yang dipakai oleh para peuturnya. Hal ini karena berkembangnya istilah yang digunakan oleh penutur suatu bahasa membuktikan bahwa bahasa tersebut bersifat dinamis. Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (Kridalaksana, 2009:97). Abdul Chaer (2007:19) mengatakan bahwa istilah adalah kata atau gabungan kata yang penggunaannya (maknanya) dibatasi oleh suatu bidang kegiatan atau keilmuan tertentu.

Penelitian ini mengambil objek material berupa istilah ekonomi Islam dalam bahasa Arab yang terdapat dalam buku Islamic Economics and Finance: A Glossary tahun 2003 karya Muhammad Akram Khan yang diterbitkan oleh Penerbit Routledge.

Adapun alasan memilih buku tersebut adalah karena buku tersebut memuat istilah bahasa arab dalam ekonomi Islam yang berupa kata dan gabungan kata dengan model yang beragam. Istilah bahasa Arab tentang ekonomi Islam sangat menarik untuk diteliti karena sampai saat ini belum ada penelitian khusus yang dilakukan untuk menganalisis istilah bahasa Arab tentang ekonomi Islam baik dari segi bentuk kata secara morfologi maupun struktur kata secara sintaksis. Perkembangan ekonomi Islam dari hari ke hari semakin tidak terelakkan lagi. Istilah-istilah dalam ekonomi Islam merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab. Adapun contoh istilah bahasa Arab ekonomi Islam dalam buku tersebut adalah sebagai berikut :

(1) ’ihtikar

راكتحإ

(ichtikār)

(4)

(2) bai

عيب

(bai)

(3) ’amanah

ةنامأ

(amānah)

(4) thaman

نثم

(tsaman)

(5) al-‘adadWyat

تيا ددعلا

(al-‘adadiyyāt)

(6) al-‘amilWn

ينلماعلا

(al-‘āmilīn)

(7) al-‘awamil

لماوعلا

(al-‘awāmil)

(8) bai al-dain

نيدلا عيب

(bai‘al-dain)

Pada contoh istilah diatas ada yang berbentuk tunggal (contoh pada data no 1, 2, 3, 4), ada juga yang berbentuk plural atau jama‘ seperti pada (contoh data 5, 6, 7).

Bentuk plural pun terbagi menjadi beberapa sub-bagian lagi, ada yang berupa jama‘

mudzakkar salīm yaitu pada contoh data (5)

ت ّيا ددعلا

(al-‘adadiyyāt) ada yang berupa jama‘ muannats salīm yaitu pada contoh data (6)

ينلم , اعلا

(‘āmilīn) dan ada yang berupa jama‘ taksīr yaitu pada contoh data (7)

لماوعلا

(al-‘awāmil)

.

Selain itu, ada juga yang berbentuk gabungan kata seperti pada contoh data (8)

نيدلا عيب

(bai‘ al- dain).

Penelitian ini menggunakan tinjauan bidang ilmu morfosintaksis yaitu gabungan dari ilmu morfologi dan sintaksis. Menurut Abdul Chaer (2008:3) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Sebagai contoh, kata “makanan”, “dimakan”, dan “termakan” masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter-, dengan makan. Bentuk-bentuk tersebut dapat berubah karena adanya suatu proses.

Dalam bahasa Arab, proses morfologis dimulai dari apa yang disebut dengan radikal (jidzru atau ashlun), yaitu akar kata yang mengandung makna inti sebagai

(5)

dasar pembentukan kata (Al-Khuli, 1982:236). Kata radikal (jidzru atau ashlun) ini kemudian mengalami proses afiksasi atau pemberian imbuhan sehingga berubah bentuk dan makna. Misalnya dalam kata

بتك

(kataba) “menulis” menjadi

بتاك

(kātib) “penulis”. Dari kedua kata tersebut, berbeda identitas leksikalnya karena selain berbeda makna berbeda pula kelasnya. Kata

بتك

(kataba) merupakan kelas verba, sedangkan kata

بتاك

(kātib) merupakan kelas nomina (Chaer, 2012:175).

Adapun menurut Ramlan (2005:18) sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Definisi frase seperti yang dikemukakan oleh Al-Khuli (1982:215) menyebut frase dalam bahasa Arab dengan istilah ‘ibārah dan syibhu jumlah yakni komposisi kata yang tidak membentuk relasi subjek predikat. Sementara definisi frase menurut Asrori (2004:35) merupakan satuan gramatik yang terdiri atas dua kata dan hubungan antar unsur pembentuknya tidak melebihi batas fungsi unsur klausa.

Penelitian mengenai pembentukan istilah-istilah dalam bahasa Arab pernah dilakukan oleh para ahli bahasa dan para peneliti terdahulu. Hasil penelitian tersebut dapat berupa laporan penelitian, tesis, disertasi, artikel, makalah, dan buku, diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, tesis yang ditulis oleh Musthafa dengan judul Neologi Dalam Bahasa Arab (Kajian Morfologi, Sintaksis, dan Semantik Terhadap Istilah Komputer dan Internet Dalam Bahasa Arab Modern) pada tahun 2008. Adapun hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya istilah-istilah baru di dalam kamus bahasa Arab modern yang berkaitan dengan teknologi komputer dan internet diantaranya

رتويبمكلا

(al-

kumbyutir) sebagai hasil arabisasi atau terjemahan dari istilah Inggris computer atau

(6)

sebagai hasil arabisasi dari istilah Inggris windows dan lain sebagainya. Pola pembentukan istilah tersebut mengikuti kaidah neologi-neologi. Adapun diantara kaidah neologi dalam bidang komputer dan internet adalah: (1) neologi morfologis, (2) neologi semantis, dan (3) neologi peminjaman.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Rahmatsyah Putra yang berjudul Analisis Istilah Bahasa Arab Dalam Bank Syariah pada tahun 2010. Adapun hasil dari penelitian pada proses afiksasi terdapat 65 istilah perbankan syariah yang dikelompokkan ke dalam enam jenis proses afiksasi yaitu infiks 29 istilah, sufiks satu istilah, konfiks 24 istilah, serta transfiks, sedangkan proses interfiks belum dapat ditemukan dan tanpa afiks 26 istilah. Adapun pada proses sintaksis terdapat 51 istilah perbankan syariah yang dikelompokkan kedalam enam jenis murakkab yaitu murakkab al-isnādī 15 istilah, murakkab al-idhāfī 20 istilah, murakkab al-bayānī 10 istilah, murakkabu al-‘aţhfī 3 istilah, sedangkan murakkabu al-mazaji dan murakkab al-‘adadī belum ditemukan.

Ketiga, tesis yang ditulis oleh Singgih Kuswardono yang berjudul Pembentukan Istilah Linguistik Dalam Bahasa Arab (Analisis Morfologis dan Sintaksis) pada tahun 2013. Pada penelitian ini ditemukan sejumlah 413 istilah dibentuk dengan terjemah, 376 istilah dibentuk dengan cara regenerasi, 55 istilah dibentuk dengan penyerapan.

Istilah yang dibentuk dengan regenerasi dapat dikelompokkan menjadi derivasi dan analogi makna. Derivasi dapat dikelompokkan menjadi afiksasi, mutasi, dan abreviasi. Adapun istilah yang dibentuk dengan penyerapan yang semua berjenis mu‘arrab (integrasi) dibentuk dengan penyelarasan fonologis, morfologis, dan sintaksis. Dari klasifikasi tersebut ditemukan 233 istilah yang konsepnya tidak ditemukan dalam tradisi morfologi Arab namun dapat diterapkan dalam morfologi

(7)

Arab. Istilah-istilah linguistik Arab dibentuk mengikuti bermacam-macam struktur/pola (wazan) dan forma. Selain itu beberapa gabungan satuan istilah disatukan oleh beberapa kontruksi.

Keempat, disertasi yang ditulis oleh Rika Astari dengan judul Istilah Serapan Bahasa Inggris/Latin Dalam Bahasa Arab Pada Bidang Sains dan Teknologi pada tahun 2015. Disertasi ini berisikan mengenai perubahan bunyi dan bentuk istilah serapan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab secara fonologis, bahasa Inggris/Latin mempunyai lima konsonan yang tidak terdapat dalam bahasa Arab.

Adapun secara mofologis, bentuk simpleks ada yang berupa nomina, verba, adjektiva, nomina deverba, partisipal aktif, partisipal pasif, dan nomina instrumental. Adapun secara semantis adalah istilah serapan bahasa Arab ada yang mengalami perubahan makna, akan tetapi pada bidang sains, bahasa Arab tidak banyak menyerap istilah asing. Hal yang membedakan antara disertasi ini dengan penelitian ini adalah dalam hasil penelitian ini terfokus pada istilah serapan yang berasal dari bahasa Inggris, sedangkan penelitian ini mengkaji tentang bentuk istilah ekonomi Islam dalam bahasa Arab dan menjelaskan secara singkat proses pembentukan istilah tersebut.

Kelima, tesis yang ditulis oleh Aufa dengan judul Istilah Kedokteran Bahasa Inggris dan Padanannya dalam Bahasa Arab: Telaah Terhadap Kamus Al Maurid Al Mazduj: Arabic-English dan Kamus Kedokteran “Nuria” Indonesia-Inggris- Arab/Arab-Inggris-Indonesia pada tahun 2016 tentang bentuk istilah terjemahan pada bidang kedokteran dari bahasa Inggris/Latin ke dalam bahasa Arab dan menjelaskan secara singkat proses pembentukan istilah tersebut (baik berasal dari proses serapan, terjemah, dan abreviasi). Adapun hasil dari penelitian ini adalah ditemukan beberapa cara dalam proses pembentukan istilah dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab dalam

(8)

bidang kedokteran antara lain: (1) proses penerjemahan, (2) proses penyerapan, (3) proses abreviasi, dan (4) penyerapan hibrid. Selain itu ditemukan juga bentuk istilah kedokteran dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab, yaitu kata yang berupa kata dasar, kata berafiksasi, kata ulang, maupun verba, dan frase yang berupa frase genitif, frase nominal, frase koordinatif, frase atributif/ajektival, dan frase preposisional. Adapun penelitian yang akan dilakukan terfokus pada pembentukan istilah baru dalam bidang ekonomi Islam dari aspek morfologi dan sintaksis.

Keenam, laporan penelitian yang ditulis oleh Syamsul Hadi yang berjudul Pembentukan Kata dan Istilah Baru Dalam Bahasa Arab Modern pada tahun 2017.

Penelitian tersebut membahas pembentukan kata dan istilah baru dalam bahasa Arab modern (Modern Standard Arabic). Ada lima cara dalam pembentukan ini. Pertama, qiyâs yakni menciptakan kata dan istilah baru berdasarkan kaidah yang sudah ada.

Kedua, isytiqâq yakni memanfaatkan wazan yang sudah ada untuk keperluan baru.

Ketiga, penerjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Keempat, penyerapan kata dan istilah dari bahasa asing dengan cara ta‘rîb (penyerapan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab baik pengucapan maupun penulisan) dan tadkhîl (penyerapan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan penulisan dan pengucapannya dalam bahasa Arab). Kelima, akronim/penyingkatan yang merupakan cara baru pembentukan kata dan istilah dalam bahasa Arab.

Ketujuh, tesis yang ditulis oleh Nurul Aini dengan judul Neologi Istilah Politik Dalam Bahasa Arab Modern (Kajian Morfologis dan Sintaksis) pada tahun 2018.

Tesis ini membahas bentuk istilah politik dalam bahasa Arab yang terdiri dari kata dan frase. Bentuk kata terdiri dari verba dan nomina. Nomina terdiri dari nomina dasar dan nomina berafiks. Verba terdiri dari verba dasar dan verba berafiks. Adapun

(9)

bentuk frase terdiri dari frase verbal, frase nominal, tarkīb idhafi, tarkīb ‘athfi, jar majrur, dan tarkīb washfi. Kaidah pembentukan istilah politik bahasa Arab ditinjau dari aspek morfologis terdiri dari: (a) derivasi berupa mashdar, ism al-fā‘il, ism al- maf‘ul, ism al-makān, ism al-zamān, ash-shifah al-musyabbihah bi ism al-fā‘il, siyagh al-mubālaghah, (b) penyerapan, dan (c) penerjemahan. Kaidah pembentukan istilah politik bahasa Arab ditinjau dari aspek sintaksis terdiri dari: (a) pembentukan frase yang terdiri dari: frase verbal, frase nominal, tarkīb idhafi, tarkīb ‘athfi, jar majrur, dan tarkīb wasfi, (b) penerjemahan, dan (c) penyerapan baik secara keseluruhan maupun campuran (hibrida).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang bentuk istilah dari aspek morfosintaksis dengan objek istilah ekonomi Islam belum pernah dilakukan. Hal itu mendorong penulis untuk melakukan penelitian di bidang tersebut. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah diharapkan mampu memahami dengan benar pembentukan istilah dan struktur istilah bahasa Arab dalam sumber data tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan yang diatas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pembentukan istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam ditinjau dari segi morfologi ?

2. Bagaimana struktur istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam ditinjau dari segi sintaksis ?

C. Tujuan Penelitian

(10)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan proses morfologis pembentukan istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam.

2. Menjelaskan struktur sintaksis istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk lebih memfokuskan teori dan data sesuai dengan tujuan penelitian. Objek material pada penelitian ini adalah istilah ekonomi Islam yang berupa bahasa Arab dalam buku yang terdapat dalam buku Islamic Economics and Finance: A Glossary tahun 2003 karya Muhammad Akram Khan yang mengandung proses derivasi infleksi dari aspek morfologi dan gabungan kata (frase) dari aspek sintaksis karena terdapat banyak model proses derivasi infleksi dan frase yang beragam.

E. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam.

Sumber data penelitian ini adalah buku Islamic Economics and Finance : A Glossary tahun 2003 karya Muhammad Akram Khan yang diterbitkan oleh Penerbit Routledge.

Dalam buku tersebut terdapat 709 istilah bahasa Arab yang terbagi menjadi tiga bentuk. Adapun bentuk istilah yang pertama adalah istilah berupa kata yang berjumlah 298 istilah dan istilah kedua berupa gabungan kata sejumlah 411 istilah.

F. Landasan Teori 1. Morfologi

a. Definisi Morfologi

(11)

Secara etimologi, kata morfologi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggris yaitu “morphologi”. Menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik morfologi adalah (1) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; (2) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yaitu morfem. Menurut Abdul Chaer (2008:3) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.

Morfologi merupakan bagian dari ilmu linguistik yang mempelajari tentang morfem. Morfologi membahas tentang struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang proses pembentukan kata yang fokus utamanya adalah berupa morfem. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi dikenal dengan istilah

فيرصتلا

(at-tashrīf) yang menurut Al-Ghulāyainī (2008:163) dijelaskan sebagai berikut,

وه: احلاطصاو .اهيريغت : يأ ،حياّرلا فيرصت هنمو .يريغتلا : ةغل فيرصتلا ملعلا

ماكحبأ ةلاصأ نم اهفرحلأ ابمو ،ةملكلا ةينب

للاعإو ةّحصو ةديازو هبشو لادبإو

كلذ .

A’t-tashrīfu lughatan: at-taghyīru. Waminhu tashrīfu’r-riyāchi, ay:

taghyīruhā. Waishtilāchan: huwal-‘ilmu biachkāmi binyatil- kalimah, wabimā liachrufihā min ashālatin waziyādatin washichchatin wai’lālin waibdālin wasyibhi dzālik.

‘’A’t-tashrīf secara etimologis bermakna at-taghyīr (perubahan).

Misal, tashrīfu’r-riyāchi (perubahan arah angin) maknanya sama dengan taghyīruhā. Secara terminologis adalah ilmu yang mengkaji tentang pembentukan kata dan juga tentang huruf-hurufnya baik yang asli ataupun ziyādah (augmented), shachīh ataupun cacat, pergantian dan yang sejenisnya’’.

b. Morfem

(12)

Menurut Kridalaksana (2008:158) morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Sementara menurut Al-Khuli (1982:174) mendefinisikan morfem dalam bahasa Arab sebagai berikut:

ّيوغل ةدحو رغصأ : ةدّرمج ةيفرص ّرمج ة

نىعم تاذ ةد

Sharfiyyah mujarradah: ashgharu wachdatin lughawiyyatin mujarradatin dzātu ma‘nā

“Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna”.

Untuk menentukan apakah sebuah satuan bentuk termasuk morfem atau bukan, maka harus membandingkan kehadiran bentuk tersebut dengan bentuk-bentuk lain.

Jika bentuk tersebut bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut termasuk morfem.

Parera (1994:15-16), terdapat tiga hal penting yang berkaitan dengan morfem.

Pertama, morfem adalah satuan yang formal dan mempunyai rupa fonetik. Kedua, morfem memiliki makna. Ketiga, morfem memiliki peranan sintaksis dalam pembentukan satuan-satuan gramatikal yang lebih besar.

c. Kata

Kata dalam Kamus Linguistik karya Kridalaksana (2008:110) adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh para bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau morfem gabungan. Morfem tunggal seperti,

‘rumah’. Morfem gabungan seperti, ‘pejuang’ yaitu gabungan dari ‘pe’ dan ‘juang’.

(13)

Sementara menurut Chaer (2012:162) mendefinisikan kata sebagai satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Menurut Al-Khuli (1982:310) kata dalam bahasa Arab disebut dengan

ةملكلا

al-kalimah.

1) Klasifikasi Kata

Istilah lain dari klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjelasan kata, dalam istilah inggris dikenal dengan part of speech (Chaer, 2012:166).

Manfaat dari klasifikasi kata adalah dengan mengetahui kelas sebuah kata melalui identifikasi dari ciri-cirinya, maka kita dapat memprediksi penggunaan atau pendistribusian kata ersebut dalam suatu jaran. Sebuah kata dapat menduduki suatu fungsi atau suatu distribusi di dalam kalimat adalah sebuah kata yang memiliki ciri atau indentifikasi yang sama.

Al-Ghulāyaini (2008:9-11) menyatakan bahwa klasifikasi kata di dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga yaitu: ism, fi‘l, dan charf. Lebih lanjut Al- Ghulāyaini menjelaskan tentang ism, fi‘l, dan charf. Ism adalah sesuatu yang menunjukkan makna pada dirinya sendiri dan tidak berkaitan dengan waktu tertentu, seperti pada kata

دلاخ

(khālid) dan

راد

(dār)

.

Fi‘l adalah sesuatu yang menunjukkan makna pada dirinya sendiri dan berkaitan dengan waktu, seperti pada kata

ءاج

(jā’a). Adapun charf adalah sesuatu yang menunjukkan makna apabila berkaitan dengan yang lainnya dan tidak memiliki ciri seperti ism maupun fi‘l.

Menurut susunannya, fi‘l dibagi menjadi dua yaitu fi‘l mujarrad dan fi‘l mazīd. Fi‘l mujarrad adalah setiap fi‘l yang semua hurufnya asli. Adapun fi‘l mujarrad terbagi menjadi dua bagian yaitu tsulātsi dan rubā‘i. Fi‘l tsulātsi

(14)

mujarrad merupakan kata kerja yang terdiri dari tiga huruf asli dan mempunyai enam wazan yaitu (1) wazan (

ُلُعفَي - َلَعَ ف

) contohnya pada kata:

ُرُضنَي - َرَصَن

, (2)

wazan (

ُلِعفَي - َلَعَ ف

) contohnya:

ُبِرضَي - َبَرَض

, (3) (

ُلَعفَي - َلَعَ ف

) contohnya:

ُحَتفَي - َحَتَ ف

,

(4) wazan (

ُلَعفَي - َلِعَف

) contohnya pada kata:

ُحَرفَي - َحِرَف

, (5) wazan (

ُلِعفَي - َلِعَف

)

contohnya pada kata:

ُبِس َيَ - َبِسَح

, (6) wazan (

ُلُعفَي - َلُعَ ف

) contohnya pada kata:

َمُرَك

ُمُركَي . -

Adapun fi‘l rubā‘i mujarrad merupakan kata kerja yang terdiri dari empat huruf asli dan mempunyai satu wazan yaitu wazan (

ُلِلْعَفُ ي - َلَلْعَ ف

) contohnya pada kata:

ُسِوْسَوُ ي - َسَوْسَو

(Ni‘mah, tt:65-67).

Selanjutnya, fi‘l mazīd merupakan kata kerja yang mendapatkan huruf tambahan satu huruf atau lebih. Fi‘l mazīd terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Fi‘l mazīd bicharfin merupakan kata kerja yang terdiri dari tiga huruf asli dengan satu huruf tambahan. Fi‘l tersebut mempunyai tiga wazan, yaitu (1) wazan

َلَعْ فَأ,

contoh:

َمَرْكَأ

, (2) wazan

َلَّعَ ف,

contoh:

َمّدَق

, dan (3) wazan

َلَعاَف,

contoh:

َدَهاَش

.

2. Fi‘l mazīd bicharfain merupakan kata kerja yang terdiri dari tiga huruf asli dengan dua huruf tambahan. Fi‘l tersebut mempunyai lima wazan, yaitu: (1) wazan

َلَعَفْ نِا,

contoh:

َقَلَطْنِا

, (2) wazan

َلَعَ تْ فِا,

contoh:

َعَمَتْجِا

, (3) wazan

َّلَعْ فِا,

contoh:

َّرَْحِْا

, (4) wazan

َلَّعَفَ ت,

contoh:

َمَّلَعَ ت

, dan (5) wazan

َلَعاَفَ ت,

contoh:

َدَعاَبَ ت

.

3. Fi‘l mazīd bitsalātsati achrufin merupakan kata kerja yang terdiri dari tiga huruf asli dengan tiga huruf tambahan. Fi‘l tersebut mempunyai empat wazan, yaitu: (1) wazan

َلَعْفَ تْسِا,

contoh:

َرَفْغَ تْسِا

, (2) wazan

َلَعوَعْ فِا,

contoh:

َنَشِوَشْخِا

, (3) wazan

َلَّوَعْ فِا ,

contoh:

َطَّو َلْعِا

, dan (4) wazan

َّلاعْفِا,

contoh:

َّراَْحِْا

(Ni‘mah, tt:67-68).

2) Pembentukan Kata

(15)

Menurut Chaer (2008:25) proses morfologis merupakan suatu proses pembentukan kata dari bentuk dasar melalui penambahan afiks (afiksasi), pengulangan (reduplikasi), penggabungan (komposisi), pemendekan (akronimisasi), dan penggabungan status (konversi). Adapun proses afiksasi adalah proses atau penambahan afiks (imbuhan) pada akar atau dasar kata. Afiksasi terbagi menjadi tiga yaitu, prefiks (sawābiq), infiks (ziyādah), dan sufiks (lāchiq).

Prefiks (sawābiq) merupakan afiks yang ditambahkan di bagian depan pangkalnya.

Infiks (ziyādah) merupakan afiks yang dimasukkan ke dalam kata dasar, sering disebut dengan sisipan. Adapun sufiks (lāchiq) merupakan afiks yang ditambahkan pada bagian belakang kata. Seperti morfem ber- pada kata bertiga, morfem -er- pada kata gerigi, dan morfem -an pada kata ancaman (Nasution, 2017:112-114).

Adapun di dalam bahasa Arab, afiks dikenal dengan istilah

ةديازلا فورح

(churūf az- ziyādah) yaitu huruf tambahan pada fi‘l atau ism untuk memberikan makna baru.

Terdapat sepuluh huruf tambahan yang terkumpul dalam satu ucapan yaitu

اهينومتلأس

(sa’altumūnīhā) berupa huruf

ن ،و ،م ،ل ،ت ،أ ،س ،ه ،ا

(Al-Ghulayaini, 2008:44).

Pembentukan kata dalam berbagai bahasa memiliki dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang bersifat derivatif (derivasi) dan kedua yang bersifat inflektif (infleksi) (Chaer, 2012:170)

a. Derivasi

Menurut Kridalaksana (2008:47) derivasi (derivation) adalah proses pengimbuhan afiks non-inflektif pada dasar untuk membentuk kata. Derivasi dalam bahasa Arab disepadankan dengan istilah

قاقتشإ

(isytiqāq) yang bermakna mengubah suatu bentuk kata menjadi kata baru (Al-Khuli, 1982:70).

(16)

م دحتت ىرخأ ةملك نيوكت : قاقتشلإا و )بتك( نم ةقتشلما )بتاك( لثم ،رذلجا فى اهع

writer

نم ةقتشلما

write

وأ رذلجا لىإ رثكأ وأ ةدحاو ةدئاز ةفاضبإ ةداع قاقتشلإا نوكيو .

.قاسلا

al-isytiqāqu: takwīnu kalimatin ukhrā tattachidu ma’ahā fī al-judzri, mitslu (kātibun) al-musytaqqatu min (kataba) wa writer al- musytaqqatu min write. Wa yakūnul-isytiqāqu ‘ādatan bi idhāfati zā’idatin wachīdatin aw aktsara ilā al-judzri aw a’s-sāqi.

‘Derivasi adalah pembentukan satu kata baru yang serupa dengan kata sebelumnya ditinjau dari akar kata pembentukannya, seperti kata (kātibun) dibentuk dari kata (kataba), sama halnya seperti kata writer yang dibentuk dari kata write. Biasanya pembentukan kata derivasi yaitu dengan menambahkan satu huruf tambahan atau lebih kepada akar kata aslinya’.

Sejalan dengan Al-Khuli, Al-Ghulāyaini (2008:164) juga menyebut derivasi sebagai

قاقتشإ

(isytiqāq) yaitu sebagai berikut :

نأ طرشب ،ةملك نم ةملك ذخأ : قاقتشإ بيترتو نىعلماو ظفللا فى بسانت ينتملكلا ينب نوكي

.)ةباتكلا( نم هذهو ،)بتك( نم هذهو ،)بتكي( ننم )بتكا( ذحتأ امك ،رياغت عم ،فورلحا

Isytiqāq: akhdzu kalimatin min kalimatin, bisyarthin an yakūna bainal-kalimataini tunāsibu fīl-lafdzi wal ma'nā wa tartībul-churūf, ma'a taghāyurin, kamā ta'khudzu (uktub) min (yaktubu), wa hadzihi min (kataba) wa hadzihi min (al-kitābah)

‘Derivasi adalah pengambilan kata dari kata, dengan syarat kedua kata tersebut terdapat kecocokan pada lafadz, makna, dan urutan huruf, serta perubahannya, contoh: (uktub) dari (yaktubu), ini dari (kataba), dan dari (al-kitābah)’.

Dengan demikian, isytiqāq meliputi dua unsur, yaitu kata asal (radikal) yang mengalami proses pembentukan derivatif dan kata jadian sebagai hasil proses derivatif. Unsur pertama disebut sebagai al-musytaq minhu dan kedua sebagai al- musytaq. Kedua kata tersebut memiliki kesamaan dalam hal makna dan ksejumlah huruf yang merangkainya (Arifuddin, 2016:149). Misalnya dalam bahasa Arab kata

(17)

بتك

(kataba) “menulis” menjadi

بتاك

(kātib) “penulis”. Dari kedua kata tersebut, berbeda identitas leksikalnya karena selain berbeda makna berbeda pula kelasnya.

Kata

بتك

(kataba) merupakan kelas verba, sedangkan kata

بتاك

(kātib) merupakan kelas nomina (Chaer, 2012:175).

Holes dalam bukunya, menyatakan bahwa bahasa Arab termasuk dalam rumpun bahasa Semit yang berprinsip pada akar dan pola (root and pattern) setiap perubahan baik akar maupun pola memiliki arti. Root atau akar kata dalam bahasa Arab ditandai dengan tiga konsonan sebagai dasar pembentukan kata tersebut. Bentuk-bentuk kata tersebut tidak hanya dapat berkomposisi, tetapi juga dapat melakukan modifikasi internal. Root atau akar kata dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua, yaitu unaugmented root (akar yang belum mendapat tambahan) dan augmented root (akar yang sudah mendapat tambahan) (Holes, 2004:99-100). Sementara Al-Khuli (1982:236) menyebut akar kata dalam bahasa Arab sebagai jidzru atau ashlun yaitu akar kata yang mengandung makna inti sebagai dasar pembentukan kata.

Dalam proses pembentukan kata, terdapat perbedaan pendapat tentang kata asal antara madzab Basrah dan madzab Kufah. Madzab Basrah berpendapat bahwa kata asal adalah dari mashdar sedangkan madzab Kufah berpendapat bahwa kata asal adalah berupa fi‘l karena mashdar sacara morfologis mengikuti bentuk fi‘l dalam hal mu‘tal (vokalisasi) maupun shahih (non-vokalisasi). Dari kedua argument di atas dapat disimpulkan bahwa madzab Kufah dipandang lebih realistis dan dekat dengan fakta kebahasaan, utamanya morfologi dan sintaksis (Arifuddin, 2016:149).

Dalam persoalan derivasi, madzab Kufah berpandangan bahwa verba (fi‘l) sebagai radikal yang melahirkan kata derivatif. Pandangan ini sesuai dengan temuan linguistuk kontemporer bahasa Semit. Dalam hal afiksasi, madzab Kufah juga tidak

(18)

membatasi afiks (churūf az-ziyādah) hanya pada sepuluh huruf sebagaimana yang ditentukan oleh madzah Basrah, tetapi mencapai semua abjad Arab. Pendapat ini sesuai dengan fakta pembentukan kata dalam bahasa Arab dan mendukung teori gramatika Arab kontemporer bahwa akar kata dalam bahasa Arab tidak kurang dan tidak lebih dari tiga huruf (Arifuddin, 2016:156).

Al-Ghulāyaini (2008:182) menyebut derivasi sebagai isytiqāq yang terdiri dari sembilan bentuk, yaitu: (1) ism al-fā‘il, (2) ism al-maf‘ūl, (3) ash-shifah al- musyabbihah, (4) mubālaghah ism al-fā‘il, (5) ism al-tafdhīl, (6) ism al-zamān, (7) ism al-makān, (8) mashdar dan (9) ism al-ālat. Adapun penjelasan dari masing- masing bentuk tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ism al-fā‘il (active participle)

Ism al-fā‘il adalah kata benda (ism) yang terbentuk dari kata kerja yang dapat diderivasikan, berbentuk mabni ma‘lum (bentuk aktif), untuk menunjukkan makna orang yang melakukan suatu pekerjaan pada kejadian tertentu dan tidak tetap (Ni’mah, tt:38). Pola dari ism al-fā‘il pada kata kerja asli yang terdiri dari tiga huruf (tsulātsi mujarrad) yaitu,

لعاف

(fā‘il)

.

Adapun contoh dari ism al-fā‘il:

لماع

(‘āmil).

2. Ism al-maf‘ūl (passive participle)

Ism al-maf‘ūl adalah kata benda yang diderivasikan dari fi‘l mabni majhul (bentuk pasif), untuk menunjukkan makna orang yang dikenai pekerjaan fa‘il (Ni’mah, tt:43). Adapun pola dari ism al-maf‘ūl yaitu

ل وعفم

(maf‘ūlun) dan

لِعْفم

(maf‘ilun)

.

Contoh dari ism al-maf‘ūl:

لوُحكَم (

makchūlun).

3. Ash-shifah al-musyabbihah

(19)

Ash-shifah al-musyabbihah merupakan sifat yang terbentuk dari fi‘l lazim (kata kerja yang tidak membutuhkan objek) yang menunjukkan makna tetapnya sifat tersebut yang tidak bergantung pada keadaan dan tidak berhubungan dengan waktu. Adapun pola dari ash-shifah al-musyabbihah adalah

َ ف ْع ن , َ ف ْع َلا ل ,

َف ِع ْي

ل , َ ف َعا ل

(Al-Ghulayaini, 2008:146).

4. Mubālaghah ism al-fā‘il

Mubālaghah ism al-fā‘il merupakan ism (kata benda) yang menunjukkan sesuatu itu merupakan ism al-fā‘il yang bernilai lebih atau banyak baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Adapun pola dari mubālaghah ism al-fā‘il ada 11 (Al-Ghulayaini, 2008:152) yaitu:

َ ف َّع لا ِم ْف ، َع لا ، ْيِّع ِف ل َ ف ، َلاَّع ة ِم ْف ، ِع ْي ل َ ف ُع ْ ، ل و َف ِع ْي ، ل ، ِف ِع ل ِف َّع ، لا َ ف ، ْوُّع ل ِف ْ ي ُع ، ْو ل

5. Ism Al-tafdhīl

Ism Al-tafdhīl adalah kata benda yang diderivasikan dari fi’l ta‘ajjub untuk menunjukkan pada dua perkara yang sama-sama mempunyai suatu sifat dan salah satunya melebihi yang lain dalam sifat tersebut. Adapun wazan dari ism al-tafdhīl adalah

ُلَعْ فَأ

(af‘alu) (Ni’mah, tt:49). Contoh dari ism al-tafdhīl adalah

َُبْك َا

(akbaru).

6. Ism al-zamān (noun of time)

Ism al-zamān merupakan kata benda yang diderivasikan dari bentuk mashdar untuk menunjukkan makna waktu terjadinya pekerjaan. Kaidah pada ism al-zamān sama dengan kaidah pembentukan pada ism al-makān (Ni’mah,

(20)

tt:51). Adapun pola dari ism al-zamān adalah

لَعْفم

(maf‘alun) dan

لِعْفم

(maf‘ilun). Contoh dari ism al-zamān adalah

دِعْوَم

(mau‘idun).

7. Ism al-makān (noun of place)

Ism al-makān merupakan kata benda yang diderivasikan dari bentuk mashdar untuk menunjukkan makna tempat terjadinya pekerjaan (Ni’mah, tt:51). Pola dari ism al-makān yaitu

لَعْفم

(maf‘alun) dan

لِعْفم

(maf‘ilun).

Contoh dari ism al-makān adalah

بَعْلَم

(mal‘abun).

8. Mashdar (verbal noun)

Mashdar merupakan kata benda (ism) yang menunjukkan suatu kejadian yang terbebas dari waktu, mengandung huruf-huruf yang berasal dari fi‘lnya tersebut contoh:

ملع

(‘alima)

املع

(‘ilman) (Al-Ghulāyaini, 2008:128). Al-Ghulāyaini menyebutkan ada dua variasi mashdar yaitu sebagai berikut:

a) Mashdar mim

Mashdar mim yaitu, pola mashdar yang diawali dengan mim zaidah.

Mashdar mīmī yang qiyāsi yang berupa tsulātsi mujarrad berpola

لعفم

(maf’alun) dengan mem-fathah-kan huruf mim dan ‘ain nya, kecuali jika mitsal wawi menghilangkan huruf ‘fa’ maka polanya berupa

لعفم

(maf’ilun) dengan mengkasrahkan ‘ain fi‘l nya contoh:

دروم

(mauridun),

ثروم

(mauritsun). Jika lafif mafrūq seperti

فىو

(wafā) maka mashdar nya menjadi

فىوم

(maufā) polanya berupa

لعفم

(maf‘alun) dengan di-fathah-kan huruf ‘ain nya. Ada juga pola

ةلعفم

(maf‘alatun) dengan di-fathah-kan huruf ‘ain nya contoh:

ةدسفم

(mafsadatun) (Al- Ghulayaini, 2008:138-139).

b) Mashdar ghairu mim

(21)

Mashdar ghairu mim adalah mashdar yang tidak diawali dengan huruf mim. Mashdar ghairu mim yang berbentuk tsulātsi mujarrad dihukumi simā‘i, yaitu berdasarkan pendengaran dan perkataan yang diucapkan oleh orang- orang Arab sehingga bentuk wazan dari mashdar ghairu mim bervariasi misalnya wazan

لعف

(fa‘lun),

لعف

(fu‘lun),

لعف

(fi‘lun),

لعف

(fa‘alun) (Al- Ghulayaini, 2008:129).

Sementara untuk mashdar ghairu mim yang berbentuk ghairu tsulātsi bisa diqiyaskan dengan mengikuti wazan tertentu disesuaikan dengan bentuk dari fi’lnya. Misal pada wazan

لعف

ا (af‘alu), wazan

لّعف

(fa‘‘alu), wazan

لع فا

(fā‘ala), wazan

ل لعف

(fa‘lala), untuk fi‘l rubā‘i, wazan

لع فت

ا (ifta‘ala), wazan

ّلعف

ا (if‘alla), wazan

لّعفت

(tafa‘‘ala), wazan

لع افت

(tafā‘ala), wazan

ل لع فت

(tafa‘lala), untuk fi‘l khumāsi, dan wazan

لعفتسا

(istaf‘ala), wazan

لعوعفا

(if‘au‘ala), wazan

لّوعفا

(if‘awwala), wazan

ّلاعفا

(if‘ālla), wazan

للنعفا

(if‘anlala), wazan

ّلاعفا

(if‘ālla) untuk fi‘l sudāsi (Al-Ghulayaini, 2008:129- 132).

9. Ism al-ālat

Ism al-ālat merupakan kata benda yang terbentuk dari mashdar tsulātsi mujarrad al muta‘addiy untuk menunjukkan makna alat dari suatu pekerjaan.

Ism al-ālat memiliki tujuh pola sebagai berikut (Ni’mah, tt:53):

لَعْفِم ةَلَعْفِم ، لاعْفم ، .

Pola-pola diatas mengalami proses derivasi menjadi nomina verba

‘mashdar’, partisipan aktif ‘ism al-fā‘il’ atau partisipan pasif ‘ism al-maf‘ūl’

dan lain sebagainya. Misalnya, pada contoh kata

لماع

(‘āmil) merupakan

(22)

pembentukan kata dari kata dasar

لمع

(‘amila) yang kemudian mengikuti pola

لعاف(

fā‘il). Adapun pola tersebut memiliki makna yaitu untuk menunjukkan orang yang sedang melakukan pekerjaan.

b. Infleksi

Menurut Kridalaksana (2008:93) dalam Kamus Linguistik, infleksi (inflection) adalah (1) perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal, mencakup deklinasi nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba; (2) unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan hubungan gramatikal.

Sementara Al-Khuli (1982:131) menyatakan bahwa infleksi dalam bahasa Arab adalah:

.اهاوسب اهتقلاعو ةلملجا فى اهتفيظو ىلع ّلدتل ةملكلا دئاوز ةفاضإ : فيرصتلا

A’t-tashrīfu: idhāfatu zawā’idil-kalimati litadulla ‘ala wazhīfatihā fī al-jumlati wa ‘alāqatihā bisiwāhā.

‘Infleksi adalah menambahkan beberapa huruf tambahan kepada satu kata dengan tujuan untuk menunjukkan fungsinya dalam kalimat dan hubungannya dengan kata-kata selainnya’.

Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan terlebih dahulu antara bentuk dengan kategori- kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut. Seperti huruf

و

(wawu) yang ditambahkan pada akhir kata fi‘l untuk menunjukkan makna jama‘ (plural). Misalnya kata

اوبرض

(dharabū) “mereka telah memukul”. Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk berupa afiks yang bisa berupa prefiks, infiks, dan sufiks, atau bisa berupa modifikasi internal yaitu perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu (Chaer, 2012:170).

(23)

Fuad Ni‘mah membagi bentuk jama‘ menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Jama‘

mudzakkar salīm merupakan jama‘ yang dibentuk dengan menambahkan huruf wawu dan nun ketika rafa‘ dan menambahkan huruf ya dan nun ketika nashab dan jar.

Contohnya pada kata

رِماَع

menjadi

َنوُرِماَع

, (2) Jama‘ muannats salīm merupakan jama‘ yang dibentuk dengan menambahkan huruf alif dan ta pada ism mufrad, dirafa‘kan dengan dhammah, dinashabkan dengan dijarkan dengan kasrah.

Contohnya pada kata

ماََحْ

menjadi

تاَماََحْ

, dan (3) Jama‘ taksīr merupakan jama‘ yang menunjukkan kepada lebih dari dua laki-laki atau perempuan bersamaan dengan perubahan bentuk mufradnya, mencakup ism berakal dan tidak berakal, laki-laki atau perempuan, dan bersifat sama‘i pada kebanyakan bentuknya. Contohnya pada kata

ةَرْوُص

menjadi

رَوُص

(tt:20-26).

2. Sintaksis

a. Definisi Sintaksis

Menurut Ramlan (2005:18) sintaksis berasal dari bahasa Belanda yaitu syntax.

Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Adapun definisi sintaksis menurut Asrori (2004:26) merupakan cabang linguistik yang mengkaji konstruksi-konstruksi yang bermodalkan kata. Sementara dalam bahasa Arab, pengaturan antar kata dalam kalimat atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian

وحنلا ملع

(‘ilmu an-nahwi) (Nasution, 2017:141).

(24)

Menurut Ramlan (2005:139) frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Definisi frase seperti yang dikemukakan oleh Al-Khuli (1982:215) menyebut frase dalam bahasa Arab dengan istilah ‘ibārah dan syibhu jumlah yakni komposisi kata yang tidak membentuk relasi subjek predikat. Sementara definisi frase menurut Asrori (2004:35) merupakan satuan gramatik yang terdiri atas dua kata dan hubungan antar unsur pembentuknya tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Lebih lanjut, Imam Asrori menyebut frase dalam bahasa Arab sebagai tarkīb.

b. Bentuk-bentuk Frase

Menurut Asrori, frase dalam bahasa Arab dibedakan berdasarkan tipe strukturnya, persamaan distribusinya dengan kategori kata, dan berdasarkan unsur pembentuknya. Lebih lanjut, Asrori memaparkan bahwa frase dilihat dari sudut pandang tipe strukturnya, frase dibedakan menjadi frase endosentris dan frase eksosentris.

Berdasarkan persamaan distribusinya dengan kategori kata, frase dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, pertama, frase verbal yaitu frase yang distribusinya sama dengan verba. Kedua, frase nominal yaitu frase yang distribusinya sama dengan nomina. Ketiga, frase adjektival yaitu frase yang distribusinya sama dengan adjektiva. Keempat, frase adverbial yaitu frase yang distribusinya sama dengan adverbia. Kelima, frase numeralia yaitu frase yang menunjukan adanya suatu bilangan. Terakhir, keenam, frase preposisional yaitu frase yang distribusinya sama dengan preposisi (Asrori, 2004:42).

(25)

Selanjutnya pembagian kategori frase dalam perspektif gramatika Arab modern, diantaranya yang paling banyak dikenal tarkīb washfi dan idhāfah. Adapun penjelasan dari masing-masing frase tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Tarkīb washfi (adjectival phrase)

Tarkīb washfi adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satuan frase dengan pola hubungan shifah dan maushuf. Al-Ghulāyaini (2008:13) mendefinisikan tarkīb washfi sebagai berikut :

: يفصو بكرم وهو

: لثم ،فصولما و ةفصلا نم فلتأام ، "دهتلمجا ديملتلا زاف"

"

دهتلمجا ذيملتلا تمركأ

"

"دهتلمجا ذملتلا قلاخأ تباط" ، .

murakkabu washfī :wa huwa mā ta allafa min al shifati wa al- mausuf, mitslu “fāza at-tilmīdzu al-mujtahidu”,“akramtu at- tilmīdza al-mujtahida”, “thābatu akhlāqu at-tilmīdzi al-mujtahidi”.

‘Murakkabu washfī : adalah kata yang tersusun dari sifat dan yang disifati, seperti “beruntung murid yang bersungguh-sungguh”, “aku memuliakan murid yang rajin”, “selamat atas kepribadian siswa yang rajin”.’

Misal pada contoh gabungan kata:

ةلاوح

ةدّيقم

chawālatun muqayyadatun

Pada contoh istilah

ةدّيقم ةلاوح

(chawālatun muqayyadatun), kata

ةلاوح

(chawālatun) adalah bentuk mashdar yang merupakan

توعنم

(man‘ūt) yang

عوفرم

(marfū‘), sedangkan kata sesudah

ةلاوح

(chawālatun) tersebut yaitu kata (muqayyadatun) berbentuk

لوعفلما مسا

(ism al-maf‘ūl) dan berada pada posisi

تعن

(na‘at). Oleh karena itu, kata

ةدّيقم

(muqayyadatun) haruslah sesuai dengan

توعنم

(man‘ūt) dalam hal gender (jenis) yaitu berbentuk muannats.

Selain itu, karena kata

ةلاوح

(chawālatun) berada pada posisi rafa‘ dengan

(26)

tanda rafa‘nya dhammah, maka kata

ةدّيقم

(muqayyadatun) juga menyesuaikan harakat akhirnya dengan dhammah.

2. Tarkīb idhāfi (annexation structure)

Tarkīb idhāfi merupakan gabungan dua buah kata yang terdiri dari mudhāf dan mudhāf ilaih. Adapun definisi idhāfah menurut Al-Ghulāyaini (2008:13) sebagai berikut:

: لثم ،هيلإ فاضم و فاضلما نم بكرتام : فياضلإا بكرم باتك"

يملتلا ذ "

"ةضف تماخ"

"راهنلا موص"

.

Murakkabu al-idhāfī : mā tarkibu min al-mudhāf wa al-mudhaf ilaihi, mitslu: “kitābu at-tilmīdzi”, “khātamu fidhdhati”, “shaumu an-nahāri”.

‘murakkabu al-idhāfī : kata yang tersusun dari mudhaf dan mudhaf ilaihi. Seperti : Buku murid, cincin perak, puasa siang”.’

Imam Asrori (2004:56-57) menyebutkan bahwa frase idhāfi adalah frase yang tersusun dari nomina dan nomina atau ism dan ism dengan keterangan ism pertama sebagai mudhāf yang bersifat nakirah (tidak berawalan - ا

ل

). Adapun ism kedua sebagai mudhāf ilaih yang disandarkan kepada ism pertama dan bersifat ma‘rifah dengan ditambahkan awalan - ا

ل

serta beri‘rab majrur.

Contoh tarkīb idhāfi adalah

لالما تيب

(baitu al-māl)

Istilah

لالما تيب

(baitu al-māl), kata

تيب

(baitu) adalah

فاضم

(mudhāf) sedangkan kata

لالما

(al māl) merupakan

هيلإ فاضم

(mudhāf ilaih) sehingga bagian istilah ini merupakan bagian dari frase idhāfī.

Selain contoh di atas, terdapat jenis frase idhāfah dengan mudhāf berupa mashdar. Tipe ini memiliki relasi semantik gramatikal yang berbeda dengan tipe yang lain. Menurut Ryding (2005:207-208) tipe ini memiliki relasi

(27)

semantik gramatikal berupa relasi agentif dan relasi objektif. Relasi agentif adalah relasi semantik gramatikal yang menghendaki nomina kedua atau mudhāf ilaih berperan sebagai pelaku atau agen atas peristiwa, situasi, atau tindakan yang diungkap oleh nomina pertama atau mudhāf. Adapun contoh tipe ini adalah frase

كيدلا حايص

(shiyāchu al-dīk), kata

حايص

(shiyāchu) dari akar kata

اص ح - يصي

ح

(shācha-yasīchu) bermakna “berkokok” yang disandarkan kepada nomina kedua atau mudhāf ilaih yaitu kata

كيدلا

(al-dīk). Konteks frase ini menunjukkan bahwa nomina kedua berperan sebagai pelaku atau agent verba

اص

ح

(shācha). Sedangkan relasi objektif adalah relasi semantik gramatikal yang menghendaki nomina kedua atau mudhāf ilaih berperan sebagai sasaran tindakan yang diungkap oleh nomina pertama atau mudhāf. Dalam gramatika Arab klasik, relasi ini disebut dengan idhāfatu al-mashdar ilā maf‘ūlihi (menyandarkan mashdar pada objeknya) (Arifuddin, 2017:139). Contoh relasi ini adalah frase

ملعلا عفر

(raf‘u al-‘alami) bermakna pengibaran bendera. Kata

عفر

(raf‘u) berasal dari verba

عفري - عفر

(rafa‘a–yarfa‘u) bermakna “mengibarkan”.

Frase tersebut menempatkan nomina kedua yaitu kata

ملعلا

(al-‘alami) berperan sebagai objek tindakan pengibaran.

3. Tarkīb ‘Athfi (conjunctive construction)

Tarkīb ‘athfi adalah gabungan dari dua kata yang terdiri dari ma‘thuf dan ma‘thuf ilaih. Tarkīb ‘athfi terbentuk karena adanya huruf ‘athf (konjungsi) yang berada di antara dua kata. Selanjutnya definisi tarkīb ‘athfi menurut Al- Ghulāyaini (2008:13) sebagai berikut:

(28)

لا بكرم يفطع فطعلا فرح طّسوتب ،هياع فوطعلماو فوطعلما نم فلتأا م :

امهنيب : لثم ، سردلا ىلع اربثا اذإ ،ءانّثلاو دملحا ةذيملتلاو ذيملتلا لاني(

.)داهتجلإاو

Murakkabu al-‘athfi: mā ta allafa min al-ma‘thūfun wa al- ma‘thūfun ‘alaih, bitawassuti charfu al-ma‘thūf bainahumā, mitslu:

(yanālu al-tilmīdzu wa al-tilmīdzatu al-chamda wa ats-tsinā’, idzā tsābirū ‘alā al-darsu wa al-‘ijtihādu).

‘murakkabu al-‘athfi: kata yang tersusun dari ma‘thūf dan ma‘thūf ilaih dengan disisipi huruf ‘athaf diantara keduanya, seperti : (murid laki-laki dan perempuan mendapat pujian dan sanjungan, apabila mereka tabah dan sungguh-sungguh dalam belajar).

Adapun contoh tarkīb ‘athfi adalah

عانتقإو ةراجإ

(ijārah wa iqtinā‘) Pada contoh gabungan kata di atas, frase

عانتقإو ةراجإ

(ijārah wa iqtinā‘) tersusun oleh dua unsur yaitu kata

ةراجإ

(ijārah) sebagai ma‘thūf ilaih sedangkan kata

عانتقإ

(iqtinā‘) sebagai ma‘thūf dengan konjungsi berupa huruf

و

(wawu). Berdasarkan struktur frase tersebut, maka frase tersebut termasuk dalam tarkīb ‘athfi.

Adapun dalam penelitian ini tidak semua aspek sintaksis yang akan diteliti, akan tetapi hanya terbatas pada bentuk frase saja. Hal ini karena dalam penelitian bentuk istilah tidak sampai pada peran dan fungsi kata dalam sebuah susunan kalimat.

Pemaparan uraian teori-teori di atas inilah yang nantinya akan digunakan sebagai panduan analisis dalam menjawab permasalahan dalam penelitian tentang pembentukan istilah ekonomi Islam dalam bahasa Arab.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research) yang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis sumber data kepustakaan. Terdapat tiga langkah dalam melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan. Adapun langkah

(29)

tersebut adalah: penyediaan data, analisis data yang telah tersedia, dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 2015:6).

1. Tahap Penyediaan Data

Langkah penelitian pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyediakan data. Tahap penyediaan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan beberapa teknik penyediaan data. Ada dua macam metode penyediaan data yaitu, metode simak dan metode catat. Pada tahap penyediaan data ini dilakukan dengan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa kemudian teknik catat sebagai teknik lanjutan.

Adapun metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan istilah-istilah bahasa Arab yang terdapat dalam buku Islamic Economics and Finance: A Glossary tahun 2003 karya Muhammad Akram Khan yang diterbitkan oleh Penerbit Routledge. Tahap selanjutnya adalah mencatat data-data yang telah ditemukan kemudian dilanjutkan dengan tahap pengklasifikasian data. Selanjutnya data yang sudah dicatat kemudian dikelompokkan sesuai dengan kriteria masing- masing, yakni data yang termasuk dalam kategori morfologi dan sintaksis, dan memisahkan data yang tidak diperlukan dalam penelitian seperti, istilah ekonomi Islam yang bukan berbahasa Arab, istilah yang berupa ism jāmid, istilah bahasa Arab dalam ekonomi Islam yang berupa frase preposisi.

2. Tahap Analisis Data

Tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Pada tahap ini digunakan metode agih. Menurut Sudaryanto (2015:15) metode agih yaitu metode analisis

(30)

yang alat penentunya dari bahasa itu sendiri. Metode agih diterapkan dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode agih adalah teknik bagi unsur langsung (BUL) yaitu teknik analisis bahasa dengan cara membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 2015:37). Adapun teknik lanjutan dalam penelitian ini adalah teknik ubah ujud parafrasian. Teknik ubah ujud parafrasian bersifat lingual dengan mengubah wujud unsur tertentu diantara unsur-unsur lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015:59). Sebagai contoh, dari kategori morfologi yakni kata

ل ام لاع

(al-‘āmil) mengikuti pola (fā‘il) kemudian dengan teknik lanjutan ubah ujud dapat diketahui bahwa fa‘ fi‘l berupa huruf

ع

(‘ain), ‘ain fi‘l berupa huruf

م

(mim), dan lam fi‘l berupa huruf

ل

(lam). Adapun dari kategori sintaksis, istilah

نيدلا عيب

(bai‘al-dain) dianalisis dengan teknik BUL (Bagi Unsur Langsung) yaitu memisahkan kata

عيب

(bai‘) sebagai mudhāf dan kata

نيدلا

(al-dain) sebagai mudhāf ilaih.

3. Tahap Penyediaan Hasil Analisis Data

Metode dalam penyajian laporan hasil analisis data berupa metode informal. Metode informal adalah metode dengan penyajian hasil analisis menggunakan kata-kata biasa atau biasanya berwujud deskripsi disertai terminologi dan sifatnya (Sudaryanto, 2015:241).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu:

BAB I : Pendahuluan

(31)

Pada bab ini terdiri dari subbab latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, data dan sumber data, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Analisis Morfologi Istilah Bahasa Arab Dalam Islamic Economic and Finance: A Glossary Karya Muhammad Akram Khan

Pada bab ini berisi pembahasan tentang analisis morfologi istilah bahasa Arab dalam Islamic Economics and Finance: A Glossary karya Muhammad Akram Khan yang berupa derivasi dan infleksi.

BAB III: Analisis Struktur Sintaksis Istilah Bahasa Arab Dalam Islamic Economic and Finance: A Glossary Karya Muhammad Akram Khan

Pada bab ini berisi pembahasan tentang analisis sintaksis istilah bahasa Arab dalam Islamic Economics and Finance: A Glossary karya Muhammad Akram Khan yang berupa tarkīb idhāfi, washfi, dan ‘athfi.

BAB IV : Penutup

Pada bab penutup terdiri dari subbab kesimpulan dan saran. Subbab kesimpulan berisi hasil simpulan analisis atau pembahasan pada bab II dan III.

Selanjutnya subbab saran berisi pendapat atau anjuran yang dirasa perlu untuk disampaikan kepada pembaca berkenaan dengan masalah dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah kepemilikan instituasional, kepemilikan manajemen, dan leverage berpengaruh secara simultan terhadap integritas laporan keuangan pada sub sektor asuransi yang terdaftar

Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana Bagaimana pengaturan hukum mengenai tindak pidana narkotika menurut undang-undang nomor

Pada beberapa virus, bagian sebelah luar dari kapsid diketemukan adanya selubung virus (envelope) atau membran yang menyelubungi kapsid yang berasal dari membran inang.. Selubung

Pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan per tanaman, jumlah malai pertanaman, jumlah gabah berisi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot

Terbukti hasil tersebut lebih besar dari pada r table, maka dapat dikatakan penelitian ini signifikan, dalam arti hipotesis yang menyatakan “Ada pengaruh positif antara

Grafik step respon hasil simulasi untuk sistem pengendalian kcc epatan putaran motor diesel high speed dengan menggunakan kontro l er logika fuzzy kctika motor dilakukan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membangun sistem untuk mengekstraksi objek bergerak pada sebuah video dengan metode segmentasi gerakan berbasis Block Matching

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa retribusi parkir berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah karena adanya dengan semakin tinggi penerimaan