• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karantina Adalah Tempat Pengasingan Dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karantina Adalah Tempat Pengasingan Dan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Selain itu karantina juga dapat diartikan sebagai pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kontak dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan (lihat Kontak). Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis tindakan karantina yaitu: 1. Karantina Absolut atau Karantina Lengkap ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkubsai terpajang penyakit menular tersebut. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan.

2. Karantina yang dimodifikasi adalah suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak bagi mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular. Biasanya pertimbangannya adalah perkiraan terhadap adanya perbedaan tingkat kerentanan terhadap bahaya penularan. Modifikasi ini dilakukan untuk menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh misalnyamelarang anak-anak tertentu masuk sekolah.

Pengecualian terhadap anak-anak yang sudah dianggap kebal terhadap tindakan-tindakan tertentu yang ditujukan kepada anak-anak yang rentan. Pembatasan yang dilakukan terhadap annggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer. Kegiatan karantina yang dimodifikasi meliputi:

- Surveilans Individu yaitu pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap individu yang diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala penyakit dapat segera diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka.

- Segregasi yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari induk kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat dilakukan pengamatan dengan baik, pemisahan anak-anak yang rentan dari anak-anak yang sudah kebal, pembuatan perbatasan penyangga yang sanitair untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari mereka yang sudah terinfeksi.

Sejarah Perkembangan Karantina

Karantina berasal dan kata „QUADRAGINTA (latin)” yang artinya : 40, Dulu semua penderita

diisolasi selama 40 hari. Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia meninggal karena penyakit “Pes” (Black Death). Pada tahun 1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya KARANTINA dengan cara menolak masuknya kapal yang datang dan daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai terjangkit penyakit PES (PLAGUE). Pada tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daeah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat diluar pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Itulah sejarah tindakan karantina dalam bentuk isolasi pertama kali dilakukan. Terhadap manusia.

Pada tahun 1383 di Marseille, Perancis, ditetapkan UU Karantina yang pertama dan didirikan Station Karantina yang pertama. Akan tetapi, peran dari tikus dan pinjal belum diketahui dalam penularan penyakit Pes pada waktu itu. Pada Kurun waktu 1830 – 1847,WABAH KOLERA melanda EROPA.

(2)

Atas Inisiatif Ahli Kesehatan telah terlaksana DIPLOMASI PENYAKIT INFEKSI SECARA INTENSIF DAN KERJASAMA MULTILATERAL KESEHATAN MASYARAKAT MENGHASILKAN :

INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE, PARIS 1851 dikenal sebagai ISR 1851. 1951 World Health Organization MENGADOPSI REGULASI YANG DIHASILKAN OLEH INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE.

PADA TH 1969 WHO MENGUBAH INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS (ISR) YANG DIHASILKAN OLEH INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE MENJADI : INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) dan dikenal sebagai IHR 1969.

TUJUAN IHR ADALAH UNTUK MENJAMIN KEAMANAN MAKSIMUM THDP PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI DENGAN MELAKUKAN TINDAKAN YANG SEKECIL MUNGKIN

MEMPENGARUHI LALU LINTAS DUNIA

Sehubungan perkembangan Situasi dan Kondisi serta adanya Revisi INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS (ISR) antara lain Third Annotated edition (1966) of the INTERNATIONAL

SANITARY REGULATIONS 1951, WHO juga melakukan revisi seperlunya terhadap IHR 1969 antara lain :

1. Pada tahun 1973 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1973

2. Pada tahun 1981 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1981

memberlakukan 6 (enam) Penyakit yaitu :3. Pada tahun 1983 WHO melakukan Revisi terhadap INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (1969) dan dikenal sebagai IHR 1969 third annotated edition 1983 (sejak saat ini Penyakit Karantina yang dulunya 6 (enam) Penyakit berobah menjadi 3 (tiga) Penyakit yaitu : Pes (Plague), Demam Kuning (Yellow Fever) serta Kolera UU Karantina Udara dan UU Karantina Laut hingga saat ini tetap

a) PES (PLAGUE) (ICD-9: 020,ICD-10:A 20) b) KOLERA(ICD - 9 : 001,ICD - 10:A 00)

c) DEMAM KUNING (YELLOW FEVER) (ICD-9:O6O,ICD-10:A 95) d) CACAR (SMALLPOX) (ICD-9:050,ICD-10:B03)

e) TYPHUS BERCAK WABAHI - THYPHUS EXANTHEMATICUS INFECTIOSA (LOUSE BORNE TYPHUS)

f) DEMAM BOLAK-BALIK (LOUSE BORNE RELAPSING FEVER)

4. Pada tahun 2005 telah dilakukan Revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal sebagai IHR 2005 Revisi yang keempat ini diilhami oleh kejadian PANDEMI SARS & BIOTERRORISM pada tahun 2003.

- 1–12 NOVEMBER 2004 : INTERGOVERNMENTAL WORKING GROUP-1 : KERTAS KERJA PROPOSAL, World Health Organization merevisi International Health Regulation (IHR) 1969 - 24 JANUARI 2005 : INTERGOVERMENTAL WORKING GROUP - 2 ON THE REVISION OF IHR : a) Menghasilkan IHR 2005 DENGAN MENGUSUNG ISSUE : PUBLIC HEALTH EMERGENCY OF INTERNATIONAL CONCERN (PHEIC)

(Public Health Emergency of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan yg Meresahkan Dunia) PHEIC adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya

b) Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus sudah menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau mengajukan keberatan

(3)

WHA ke 58 (Mei 2005) TUJUAN IHR 2005

IHR 2005 : mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu, Penyakit yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminology lain disebut NUBIKA (Nuklir, Biologi dan Kimia)

Catatan:

Semenjak WHO mengadopsi INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS 1951 menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) 1969 dan melakukan perobahan (revisi) sebanyak 5 (Lima) kali, undang Nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut serta undang-undang nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara yang berlaku di Indonesia belum pernah menyesuaikan diri dengan perobahan-perohan tersebut walupun Indonesia adalah negara yang menerima sepenuhnya regulasi tentang INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR). Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai Port Health Authority di Pelabuhan/ bandara di Indonesia Periode HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan)

Pada tahun 1911 DI INDONESIA, Pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian 1916 Pes masuk melalui Pelabuhan Semarang dan selanjutnya tahun 1923 Pes masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Regulasi yang diberlakukan adalah Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911). Dalam

perjalanan sejarahnya Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911) telah berulang kali dirubah. Penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) dibawah HAVEN MASTER (Syahbandar). Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang & Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Periode Pelabuhan Karantina.

Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan

Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Klas I : Tg. Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Klas II : Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Klas III : Cilacap. Inilah periode PERAN RESMI PEMERINTAH RI DALAM KESEHATAN PELABUHAN DIMULAI.

Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Pasal 4 dan 6 sub 3 undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan (UU nomor 9 tahun 1960, Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131), TERLAHIRLAH UNDANG-UNDANG NOMOR 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 TAHUN 1962 tentang Karantina Udara.

Periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara) Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah.

Periode KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur menjadi KANTOR KESEHATAN PELABUHAN dan berada dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dengan eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78KKP terdiri atas :

a) 10 KKP Kelas A b) 34 KKP Kelas B

(4)

jumlah KKP berubah menjadi 46 yang terdiri atas : a) 10 KKP Kelas A

b) 36 KKP Kelas B (ditambah Dili dan Bengkulu) Periode KKP sebagai UPT Dirjen PP & PL Depkes RI.

Sejak penerapan Undang-undang Otonomi Daerah, otoritas kesehatan ditingkat provinsi yang bernama Kanwil Depkes harus dilebur kedalam struktur Dinas Kesehatan Provinsi. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Kewenangan mengamanatkan bahwa Kekarantinaan sebagai wewenang pemerintah pusat.

Tahun 2004 terbit SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP yang baru. KKP digolongkan menjadi :

a) KKP Kelas I (eselon II B) : 2 KKP b) KKP Kelas II (eselon III A) : 14 KKP c) KKP Kelas III (eselon III B) : 29 KKP

Pada tahun 2007 dilakukan revisi terhadap SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor

167/MENKES/PER/II/2007. Dengan terbitnya Permenkes ini, maka bertambahlah 3 (tiga) KKP baru Yaitu : KKP Kelas III Gorontalo, KKP Kelas III Ternate dan KKP Kelas III Sabang

PENYAKIT KARANTINA DAN PENYAKIT MENULAR POTENSIAL WABAH

PENYAKIT INFEKSI YANG ANGKA KEJADIANNYA MENINGKAT SECARA BERMAKNA DALAM 20 TAHUN TERAKHIR DAN ATAU MENGANCAM KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN DIKENAL DENGAN ISTILAH EMERGING INFECTIOUS DISEASE / EID.

EID dibedakan antara reemerging diseases dan new emerging diseases.

Adanya Polio di Sukabumi pada pertengahan tahun 2005 menandai munculnya kembali

penyakit-penyakit (reemerging diseases) yang sudah hilang dari bumi Indonesia. perkembangan berbagai penyakit reemerging diseases dan new emerging diseases KEMBALI mergancam derajat kesehatan masyarakat

Penyakit menular tergolong reemerging diseases yang menjadi perhatian saat ini:

Poliomyelitis, Tuberkulosis, Dengue Demam Berdarah, HIV-AIDS, Demam Typhoid & Salmonellosis, Leptospirosis, Anthrax, Rabies, Pes, Filariasis, Kolera & penyakit diare lainnya, Pneumococcal pneumonia & penyakit ISPA lainnya, Diptheria, Lepra, Infeksi Helicobacter, Ricketsiosis, Pertussis, Gonorrhea & penyakit infeksi menular seksual lainnya, Viral hepatitis, Campak, Varicella/Cacar Air, Chikungunya, Herpes, Japanese encephalitis, Infectious Mononucleosis, infeksi HPV, Influenza, Malaria dll.

Sedangkan kemunculan penyakit new emerging disease diantaranya ditandai dengan merebaknya Avian flu mulai bulan Juni 2005 yang lalu, hingga tanggal 18 Maret 2007 telah mendekati ribuan Kasus dan sebanyak 86 orang diantaranya Positif Avian flu serta meninggal 65 orang. Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian kasus Avian flu pada manusia di Indonesia kini adalah 75,6 persen. Penyakit infeksi yang baru muncul (New Emerging Diseases) dan mengancam saat ini sebagian besar adalah penyakit bersumber binatang. Misalnya : SARS, Avian flu, Hanta-virus Pulmonary Syndrome, Hanta-virus infection with renal involvement, Japanese Encephalitis, Nipah diseases, West Nile Fever, E. coli O157:H7, BSE/vCJD dll

KARANTINA ADALAH PEMBATASAN AKTIVITAS ORANG SEHAT ATAU BINATANG YANG TELAH TERPAJAN (EXPOSED) KASUS PENYAKIT MENULAR SELAMA MASA MENULARNYA. (MISALNYA MELALUI KONTAK) UNTUK MENCEGAH PENYEBARAN PENYAKIT SELAMA MASA

(5)

INKUBASI.

Dibedakan atas ABSOLUTE/COMPLETE QUARANTINE dan MODIFIED QUARANTINE ABSOLUTE/COMPLETE QUARANTINE

PEMBATASAN KEBEBASAN BERGERAK BAGI MEREKA YANG TERPAJAN TERHADAP PENYAKIT MENULAR SELAMA PERIODE YANG BERLANGSUNG TIDAK LEBIH LAMA DARI MASA INKUBASI TERLAMA DENGAN SUATU CARA TERTENTU DENGAN TUJUAN MENCEGAH AGAR TIDAK TERJADI KONTAK YANG MUNGKIN MENIMBULKAN PENULARAN KEPADA MEREKA YANG TIDAK TERPAJAN.

MODIFIED QUARANTINE

PEMBATASAN GERAK PARSIAL / SEBAGIAN DAN SELEKTIF BAGI MEREKA YANG TERPAJAN YANG PADA UMUMNYA, DILAKUKAN BERDASARKAN CARA PENULARAN YANG TELAH DIKETAHUI DAN DIPERKIRAKAN TERKAIT DENGAN BAHAYA PENULARAN. MISALNYA MELARANG ANAK TERKENA CAMPAK UNTUK MASUK SEKOLAH. TERMASUK DIDALAMNYA PERSONAL SURVEILLANCE DAN SEGREGATION.

CARA PENULARAN INFEKSI

CONTACT TRANSMISSION / MAN-TO-MAN TRANSMISSION

DROPLET TRANSMISSION : Percikan mengandung mikroorganisma disebarkan dalam jarak dekat (1 –2 mtr) melalui udara

AIRBORNE TRANSMISSION: menyebar melalui residual particle

UU Karantina di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1962 TENTANG KARANTINA LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

a. Penyakit karantina ialah: (1) Pes (Plague);

(2) Kolera (Cholera);

(3) Demam kuning (Yellow fever); (4) Cacar (Smallpox);

(5) Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne Typhus); (6) Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever);

b. Masa tunas penyakit karantina ialah untuk: (1) Pes : enam hari;

(2) Kolera : lima hari;

(3) Demam kuning : enam hari; (4) Cacar : empat belas hari;

(5) Tifus bercak wabahi : empat belas hari; (6) Demam balik-balik : delapan hari.

(6)

c. Tindakan karantina : ialah tindakan-tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran penyakit karantina.

d. Dalam karantina : ialah suatu keadaan kapal yang berada di suatu tempat yang tertentu untuk dapat

menyelenggarakan tindakan karantina.

e. Isyarat karantina : ialah isyarat menurut buku "Peraturan Isyarat Internasional".

f. Pemeriksaan kesehatan : ialah pengunjungan dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter pelabuhan dan/atau stafnya terhadap keadaan kapal dengan isinya.

g. Wabah : ialah penjalaran atau penambahan banyaknya peristiwa penyakit karantina.

h. Seorang terjangkit : ialah seorang yang menderita atau yang dianggap oleh dokter pelabuhan menderita penyakit karantina.

i. Seorang tersangka : ialah seorang yang dianggap oleh dokter pelabuhan telah mengalami kemungkinan ketularan suatu penyakit karantina.

j. Pelabuhan : ialah suatu daerah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat kapal berlabuh. k. Kapal : ialah semua alat pengangkut, juga termasuk kepunyaan Angkatan Bersenjata, yang dapat berlayar.

l. Awak kapal : ialah para pegawai suatu kapal yang dipekerjakan untuk bertugas di atasnya. m. Dokter pelabuhan : ialah dokter yang berwenang untuk menjalankan Undang-undang ini. n. Isolasi : ialah pengasingan seseorang atau beberapa orang dari yang lain dalam suatu stasion karantina, rumah sakit atau tempat lain oleh dokter pelabuhan untuk mencegah penularan penyakit. o. Pengawasan : ialah suatu tindakan karantina yang mewajibkan seseorang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga ia dapat melanjutkan perjalanannya.

p. Surat keterangan kesehatan : ialah keterangan kesehatan yang harus diberikan kepada dokter pelabuhan oleh nakhoda mengenai keadaan kesehatan di kapal yang memenuhi syarat- syarat internasional.

Pasal 2

Undang-undang ini bermaksud menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dengan

kapal. BAB II.

PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN TERJANGKITNYA PELABUHAN.

Pasal 3.

(1) Menteri Kesehatan menetapkan dan mencabut penetapan suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah

Indonesia dan luar negeri terjangkit suatu penyakit karantina.

(2) Penetapan dan pencabutan yang dimaksudkan pada ayat (1) diumumkan dalam Berita-Negara. Pasal 4.

(1) Suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah Indonesia ditetapkan terjangkit penyakit karantina, bila di

pelabuhan dan/atau daerah wilayah itu terdapat :

a. seorang penderita penyakit karantina yang bukan berasal dari luar pelabuhan atau daerah wilayah itu;

b. tikus berpenyakit pes di daratan atau di kapal yang termasuk perlengkapan pelabuhan; c. binatang-binatang yang bertulang punggung yang mengandung virus penyakit demam kuning yang aktip;

d. wabah tifus bercak wabahi atau demam balik-balik.

(2) Suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah luar negeri ditetapkan terjangkit suatu penyakit karantina,

bila terdapat :

a. keadaan seperti tersebut dalam ayat (1) a sampai dengan d, b. penetapan terjangkit oleh pemerintah yang bersangkutan.

(7)

Pasal 5.

Pencabutan penetapan yang dimaksud didalam pasal 4 ayat (1) dilakukan :

a. setelah mereka yang menderita kolera, cacar, pes, tifus bercak wabahi, demam balik-balik sembuh kembali, meninggal dunia atau diisolasikan selama waktu sekurang-kurangnya dua kali masa tunas penyakit-penyakit tersebut dan penyakit-penyakit itu tidak timbul kembali; dalam pada itu dijalankan segala tindakan yang memberikan jaminan penyakit itu tidak menjalar kelain daerah;

b. sebulan sesudah lenyap epizooti, dalam hal pes tikus;

c. tiga bulan sesudah tidak timbul keaktipan penyakit demam kuning yang disebarkan oleh nyamuk yang bukan nyamuk aedes aegypti;

d. tiga bulan sesudah lenyap penyakit demam kuning pada manusia yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti atau sebulan sesudah penderita terakhir penyakit demam kuning, sedang dalam waktu itu angkat index aedes aegypti tetap kurang dari 1%.

Pasal 6.

Dipelabuhan Indonesia, yang ditetapkan terjangkit penyakit karantina, ditempatkan untuk kapal tandatanda

karantina sebagai berikut :

a. pada siang hari; bendera Q (kuning);

b. pada malam hari; dua lampu putih, yang satu ditempatkan diatas yang lain, dengan jarak dua meter

yang tampak dari jarak dua mil. BAB III

PENGGOLONGAN KAPAL. Pasal 7.

Terhadap penyakit karantina kapal digolongkan dalam: a. kapal sehat;

b. kapal terjangkit; c. kapal tersangka. Pasal 8.

Pes

(1) Kapal ditetapkan terjangkit pes, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita pes atau terdapat tikus pes dikapal; b. lebih dari enam hari sesudah embarkasi terjadi peristiwa pes.

(2) Kapal ditetapkan tersangka pes, jika :

a. dalam enam hari sesudah embarkasi terjadi peristiwa pes, walaupun pada waktu tiba tidak ada lagi seorang penderita dikapal itu;

b. terdapat banyak kematian tikus didalamnya, yang mencurigakan.

(3) Kapal yang tidak termasuk ayat (1) dan (2), ditetapkan sehat setelah diperiksa, walaupun kapal itu datang atau dalam kapal itu terdapat orang yang datang dari suatu pelabuhan yang terjangkit pes. Pasal 9

Kolera

(1) Kapal ditetapkan terjangkit kolera, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita kolera didalamnya;

b. dalam lima hari sebelum tiba dipelabuhan terdapat penderita kolera didalamnya.

(2) Kapal ditetapkan tersangka kolera, jika : selama perjalanan terdapat penderita kolera dikapal tetapi

didalam lima hari sebelum tiba dipelabuhan tidak lagi terdapat penderita kolera didalamnya.

(3) Kapal yang tidak termasuk ayat (1) dan (2) ditetapkan sehat setelah diperiksa, walaupun kapal itu datang atau dalam kapal itu terdapat orang yang datang dari suatu pelabuhan yang terjangkit kolera. Pasal 10.

Cacar.

(1) Kapal ditetapkan terjangkit cacar, jika :

(8)

b. dalam perjalanan terdapat penderita cacar didalamnya.

(2) Kapal yang tidak termasuk ayat (1) ditetapkan sehat setelah diperiksa. Pasal 11.

Demam kuning

(1) Kapal ditetapkan terjangkit demam kuning, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita demam kuning di dalamnya; b. didalam perjalanan terdapat peristiwa demam kuning didalamnya;

(2) Kapal ditetapkan tersangka demam kuning, jika :

a. kapal itu datang dari daerah terjangkit demam kuning dan didalam waktu enam hari tiba dipelabuhan;

b. kapal itu datang dari daerah terjangkit demam kuning dan didalam waktu kurang dari tiga puluh hari tiba dipelabuhan terdapat nyamuk aedes aegypti didalamnya.

(3) Kapal yang tidak termasuk ayat (1) dan (2) ditetapkan sehat setelah diperiksa. Pasal 12.

Tifus bercak wabahi.

Kapal ditetapkan sehat walaupun dikapal itu terdapat seorang penderita tifus bercak wabahi. Pasal 13.

Demam balik-balik.

kapal ditetapkan sehat walaupun didalam kapal itu terdapat penderita demam balik-balik. BAB IV

PENGGOLONGAN PELABUHAN KARANTINA Pasal 14.

Untuk pemeriksaan kesehatan dan pelaksanaan tindakan karantina Menteri Kesehatan menggolongkan

pelabuhan-pelabuhan Indonesia dalam:

1. Pelabuhan karantina kelas I, dimana dokter pelabuhan dapat menyelenggarakan tindakan karantina

sepenuhnya.

2. Pelabuhan karantina kelas II, dimana dokter pelabuhan dapat menyelenggarakan sebagian dari tindakan karantina.

3. Pelabuan bukan pelabuhan karantina, dimana sama sekali tidak dapat diselenggarakan tindakan karantina.

BAB V.

DOKUMEN KESEHATAN. Pasal 15.

Untuk kapal yang dikenakan pemeriksaan kesehatan diisi suatu keterangan kesehatan maritim yang harus diberikan kepada dokter pelabuhan oleh nakhoda mengenai keadaan kesehatan di kapal. Pasal 16.

Tiap penumpang dan awak kapal dari suatu kapal yang ada di dalam perjalanan internasional diharuskan memiliki keterangan vaksinasi cacar yang berlaku; Menteri Kesehatan menetapkan bentuk

dan isi keterangan vaksinasi tersebut. Pasal 17.

Tiap kapal harus memiliki surat keterangan hapus-tikus/atau surat keterangan bebas hapus-tikus; bentuk

dan isi surat keterangan tersebut ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pasal 18.

Dokumen-dokumen tersebut dalam pasal 15, 16 dan 17 tentang bentuk dan isinya disesuaikan dengan bentuk-bentuk yang dilampirkan pada "International Sanitary Regulations 1951".

Pasal 19.

Kapal yang berbendera Indonesia dan kapal yang melakukan pelayaran pantai di dalam wilayah Indonesia, harus mempunyai suatu buku kesehatan, yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Menteri

(9)

Kesehatan. BAB VI.

TATA-CARA DAN TINDAKAN KARANTINA. a. Tata-cara pada kedatangan kapal.

Pasal 20.

(1) Tiap kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina.

(2) Tiap kapal yang datang dari suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah Indonesia yang ditetapkan terjangkit suatu penyakit karantina berada dalam karantina.

(3) Tiap kapal yang mengambil penumpang dan/atau muatan dari kapal yang disebut dalam ayat (1) dan (2) berada dalam karantina.

(4) Kapal yang disebut pada ayat (1), (2) dan (3) baru bebas dari karantina, bila telah mendapat surat izin karantina.

Pasal 21

Nakhoda kapal yang dalam karantina dilarang menurunkan atau menaikkan orang barang, tanaman dan

hewan, sebelum memperoleh surat izin karantina. Pasal 22.

Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin atau memberitahukan suatu

keadaan dikapal dengan memakai isyarat sebagai berikut : Siang hari.

Bendera Q : kapal saya sehat/saya minta izin karantina.

Bendera Q diatas panji pengganti kesatu : kapal saya tersangka. Bendera Q diatas bendera L : kapal saya terjangkit.

Malam hari.

Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak maximum 1,80 meter : saya belum mendapat izin karantina.

Pasal 23.

(1) Izin lepas karantina diberikan oleh dokter pelabuhan setelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan terdapat bahwa kapal itu sehat atau kalau segala tindakan yang dianggap perlu oleh dokter pelabuhan telah selesai dilakukan.

(2) Jika kepada suatu kapal tidak dapat diberikan izin lepas karantina, tetapi dokter pelabuhan berpendapat bahwa bahaya kemasukan serangga suatu penyakit karantina tidak seberapa membahayakan, maka dokter pelabuhan dapat memberikan izin terbatas karantina kepada kapal yang bersangkutan untuk jangka waktu yang tertentu.

(3) Jika dalam waktu berlakunya izin lepas dan/atau izin lepas terbatas karantina timbul suatu kematian

atau penyakit karena suatu penyakit karantina, izin yang dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) tidak berlaku lagi. Dalam hal itu kapal menuju kesuatu pelabuhan karantina untuk mendapat

tindakantindakan

karantina yang diperlukan. Pasal 24.

(1) Untuk kapal yang datang dari luar negeri dan akan singgah di suatu pelabuhan bukan pelabuhan karantina dan untuk kapal yang mempunyai pelayaran tertentu antar luar negeri dan

pelabuhanpelabuhan

Indonesia bukan pelabuhan karantina oleh Menteri Kesehatan dapat diberikan surat izin sementara karantina tanpa dibebaskan dari tindakan karantina.

(2) Surat izin yang dimaksudkan pada ayat (1) dapat diberikan atas permintaan perusahaan pelayaran kapal tersebut yang bertempat kedudukan di Indonesia atau mempunyai hubungan lalu-lintas

pelayaran tetap dengan tempat-tempat tertentu. Pasal 25.

(1) Kepada kapal yang tidak mau tunduk pada peraturan karantina tidak diberikan "izin karantina"; kepadanya diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan sendiri dan tidak diizinkan

(10)

memasuki pelabuhan lain di Indonesia.

(2) Kapal tersebut pada ayat (1) diizinkan mengambil bahan bakar, air dan bahan makanan di bawah pengawasan dokter pelabuhan.

(3) Kapal yang tersebut pada ayat (1) yang terjangkit demam kuning terhadapnya dilakukan tindakan karantina.

Pasal 26.

(1) Pemeriksaan kesehatan atas suatu kapal oleh dokter pelabuhan dilakukan secepat mungkin kecuali kalau keadaan cuaca tidak mengizinkan.

(2) Urutan pemeriksaan yang dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan dokter pelabuhan.

(3) Nakhoda kapal menyampaikan segala keterangan kepada dokter pelabuhan dan memberi segala bantuan yang diminta oleh penjabat tersebut. Jika di kapal bekerja seorang dokter kapal, maka dokter tersebut ikut serta melakukan pemeriksaan kesehatan yang dimaksudkan pada ayat (1). (4) Keterangan mengenai keadaan kesehatan kapal diberikan oleh nakhoda (dan jika ada dokter kapal,

juga oleh dokter tersebut) atau dokter kapal di bawah sumpah kepada dokter pelabuhan. (5) Pada waktu kapal tiba di pelabuhan orang yang terjangkit dapat diturunkan dari kapal dan diasingkan; jika diminta oleh nakhoda, hal ini adalah suatu keharusan.

(6) Dokter pelabuhan dapat melakukan pengawasan karantina terhadap seorang tersangka. (7) Pengawasan karantina ini tidak boleh diganti dengan isolasi, kecuali bila dokter pelabuhan berpendapat, bahwa kemungkinan penularan oleh sitersangka besar sekali.

(8) Terhadap kapal Angkatan Bersenjata pemeriksaan kesehatan dapat diganti dengan keteranganketerangan

tertulis atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dokter pelabuhan; keteranganketerangan tertulis itu dibuat oleh komandan kapal tersebut.

(9) Jika keterangan-keterangan yang dimaksudkan pada ayat (8) berdasarkan pendapat/pertimbangan

dokter pelabuhan tidak mencukupi, maka dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pasal 27.

(1) Pada waktu tiba dipelabuhan nakhoda kapal menyediakan dokumen-dokumen sebagai berikut : a. keterangan kesehatan maritim;

b. keterangan hapus-tikus, atau bebas hapus-tikus yang berlaku; c. sertipikat-sertipikat vaksinasi;

d. buku kesehatan sekedar mengenai kapal-kapal yang dimaksud dalam pasal 19. (2) Dokter pelabuhan dapat memeriksa daftar penumpang, awak kapal dan muatan. b.Tata-cara pada pemberangkatan kapal.

Pasal 28.

(1) Dokter pelabuhan mengambil tindakan untuk :

a. Mencegah pemberangkatan orang yang terjangkit atau tersangka berpenyakit karantina; b. mencegah dimasukkannya barang-barang, tanamanan atau hewan, dan lain-lain benda yang dapat diduga akan menyebarkan infeksi penyakit karantina di dalam kapal yang akan berangkat. (2) Untuk mempercepat pemberangkatan kapal, maka pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang dilakukan pada waktu yang sama dengan pemeriksaan Jawatan Bea dan Cukai dan lain-lain

jawatan.

(3) Seorang dalam perjalanan antar negara yang pada waktu tiba dipelabuhan berada dalam pengawasan karantina, diperkenankan untuk meneruskan perjalanannya.

(4) Nakhoda kapal menyiapkan pada waktunya segala dokumen kesehatan yang dimaksud pada pasal 16, 17 dan 19.

(5) Dokter pelabuhan memeriksa segala dokumen kesehatan dan mencegah pemberangkatan sesuatu kapal yang tidak mempunyai dokumen yang dimaksud pada pasal 17 yang berlaku.

(6) Jika diminta, diberikan surat keterangan perihal tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap kapal

serta alasannya dan cara melakukannya tanpa pembayaran keterangan dapat juga diberikan mengenai penumpang dan muatan.

(11)

c.Tindakan-tindakan lain. Pasal 29.

(1) Tindakan karantina mencakup pemeriksaan kesehatan dan segala usaha penyehatan terhadap kapal, bagasi, muatan barang, muatan hewan dan muatan tanaman.

(2) tindakan penyehatan terhadap bagasi dan muatan barang dilakukan, bila hama penyakit karantina dan barang-barang tersebut akan diturunkan dipelabuhan.

(3) Terhadap hewan, diturunkan atau tidak, atau dipindahkan kekapal lain dilakukan usaha-usaha penyehatan, kalau dokter pelabuhan menganggap perlu.

(4) Pelaksanaan tindakan penyehatan harus dilakukan secepat mungkin dengan sedapat-dapatnya tidak menyebabkan kerusakan pada alat pengangkutan dan muatan.

(5) Surat pos, buku-buku dan barang-barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala usaha penyehatan

dimaksudkan pada ayat (1)dan ayat (2), terkecuali paket yang dicurigakan. BAB VII

TINDAKAN KHUSUS TERHADAP PENYAKIT KARANTINA. Pasal 30.

(1) Tindakan khusus terhadap penyakit karantina dilakukan oleh dokter pelabuhan.

(2) Baik instansi pemerintah maupun swasta memberi bantuannya jika diminta dokter pelabuhan yang

diperlukan untuk melaksanakan tindakan yang dimaksudkan pada ayat (1). Pasal 31.

Pes

Tindakan terhadap kapal terjangkit atau tersangka pes adalah sebagai berikut : a. pemeriksaan awak kapal dan penumpang;

b. para penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. para tersangka dihapus-seranggakan dan diawasi selama-lamanya enam hari terhitung dari hari tibanya kapal di pelabuhan;

d. bagasi seorang terjangkit atau seorang tersangka serta barang-barang milik atau yang dipakai oleh si penderita dan bagian kapal yang dicurigakan, dihapus-seranggakan dan jika perlu

dihapushamakan;

e. seluruh kapal dihapus-tikus, jika perlu. Pasal 32.

Pada kapal yang sehat yang datang dari pelabuhan atau daerah terjangkit pes, dilakukan tindakantindakan

sebagai berikut:

a. seorang yang tersangka yang turun diawasi selama-lamanya enam hari, terhitung dari tanggal ia meninggalkan pelabuhan atau daerah yang terjangkit;

b. jika perlu dinas kesehatan pelabuhan dapat melakukan hapus-tikus terhadap muatan dan atau kapal.

Pasal 33.

Muatan kapal yang datang dari pelabuhan atau daerah terjangkit pes, hanya diturunkan: a. jika dokter pelabuhan berpendapat, bahwa tidak terdapat tikus pes di dalam muatan itu;

b. jika nakhoda memiliki surat keterangan dari dinas kesehatan pelabuhan atau daerah terjangkit pes, yang menerangkan bahwa tikus-tikus dan serangga-serangga dalam muatan telah dibasmi.

Pasal 34. Kolera.

Tindakan terhadap kapal terjangkit atau tersangka kolera adalah sebagai berikut : a. pemeriksaan kesehatan awak kapal dan penumpang;

b. penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. penderita dengan tanda-tanda klinis kholera diperlakukan sebagai penderita kholera; d. pengandung hama diturunkan, diisolasikan, dirawat dan baru dibebaskan sesudah hasil pemeriksaan bakteriologis selama tiga hari berturut-turut terdapat negatip;

(12)

diawasi selama lima hari sejak kapal tiba dipelabuhan;

f. penumpang dan awak kapal yang tidak mempunyai keterangan vaksinasi kolera yang berlaku, diisolasikan;

g. barang-barang seseorang yang terjangkit atau tersangka atau barang lain yang disangka mengandung hama, dihapus hamakan;

h. air dan tempatnya dalam kapal yang dianggap mengandung hama, dihapus-hamakan. Tindakan ini juga dilakukan terhadap makanan dan minuman terbuka, sayur-sayuran, ikan-ikan (kering),

buahbuahan

dan lain-lain yang dimakan mentah dan tidak disimpan dalam tempat tertutup rapat;

i. tinja, air kemih, muntah, air kotor dan segala sesuatu yang dianggap mengandung hama tidak boleh dibuang atau dikeluarkan sebelum dihapus-hamakan;

j. pembongkaran dilakukan dibawah pengawasan dinas kesehatan pelabuhan yang melakukan segala sesuatu untuk mencegah kemungkinan penularan;

k. orang-orang yang telah melakukan pembongkaran tersebut, diawasi selama lima hari. Pasal 35.

(1) Orang yang datang dari daerah terjangkit kolera harus memiliki surat keterangan vaksinasi kolera yang berlaku yang ditetapkan untuk perjalanan antar negara.

(2) Tindakan terhadap orang yang datang dari daerah terjangkit kolera adalah antara lain sebagai berikut :

a. jika ia memiliki surat keterangan vaksinasi kolera yang masih berlaku ia diawasi selama lima hari terhitung dari hari tanggal berangkatnya kapal dari daerah terjangkit kolera;

b. jika ia tidak memiliki surat keterangan vaksinasi kolera, ia dapat diisolasikan selama waktu tersebut dalam huruf a.

Pasal 36.

(1) Bahan makanan dimuat dari daerah terjangkit kolera, yang dapat dimakan mentah dan tidak disimpan dalam tempat tertutup rapat, oleh dokter pelabuhan dapat dilarang diturunkan atau dapat diturunkan untuk dimusnahkan.

(2) Jika bahan makanan atau minuman termaksud pada ayat (1) merupakan sebagian dari pada muatan

yang harus diturunkan maka penurunan itu dilakukan dibawah pengawasan dinas kesehatan pelabuhan.

Pasal 37. Demam kuning

Tindakan terhadap kapal yang terjangkit atau tersangka adalah sebagai berikut : a. pemeriksaan yang teliti terhadap semua penumpang dan awak kapal;

b. pengukuran suhu badan semua penumpang dan awak kapal;

c. penderita demam kuning diturunkan, diisolasikan dan dilindungi terhadap gigitan nyamuk; d. penumpang dan awak kapal lainnya yang memiliki surat vaksinasi demam kuning yang belum berlaku, diisolasikan sampai surat keterangannya berlaku dan dilindungi terhadap gigitan nyamuk, selama-lamanya enam hari, mereka yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi demam kuning, diisolasikan dan dilindungi terhadap gigitan nyamuk selama-lamanya enam hari. e. kapal harus masuk dalam karantina sampai dinyatakan bebas dari nyamuk aedes aegypti. Pasal 38.

Cacar

Tindakan terhadap kapal yang terjangkit adalah sebagai berikut : a. pemeriksaan kesehatan awak kapal dan penumpang;

b. penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. mereka yang dianggap tidak cukup mempunyai kekebalan, dicacar, dan dokter pelabuhan mengisolasikan atau mengawasi penumpang yang turun selama-lamanya empat belas hari; d. bagasi atau barang-barang lain serta bagian kapal yang dianggap mengandung hama, dihapushamakan.

Pasal 39.

(13)

maupun

didalam wilayah Indonesia dan yang belum pernah menderita cacar, harus memperlihatkan keterangan vaksinasi cacar yang berlaku.

(2) Seseorang yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi cacar tersebut diatas dan tidak mau dicacar, diawasi selama-lamanya empat belas hari terhitung sejak hari tanggal kapal meninggalkan daerah terjangkit.

Pasal 40.

Tifus bercak wabahi

Tindakan terhadap kapal yang sehat, tetapi yang menyangkut seorang yang terjangkit atau tersangka terjangkit tifus bercak wabahi dapat dilakukan sebagai berikut :

a. pemeriksaan kesehatan semua penumpang dan awak kapal;

b. penderita diturunkan, diisolasikan, dihapus-seranggakan dan dirawat;

c. mereka yang tersangka dihapus-seranggakan dan diawasi selama-lamanya empat belas hari; d. bagasi, barang-barang lain dan bagian kapal, yang dianggap mengandung hama,

dihapusseranggakan dan dihapus-hamakan. Pasal 41.

Demam balik-balik.

Tindakan terhadap kapal mengenai demam balik-balik adalah sama seperti untuk tifus bercak wabahi,

hanya waktu pengawasan adalah delapan hari. BAB VIII

PERATURAN PIDANA. Pasal 42

(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya ketentuan-ketentuan dalam pasal 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 25, 26 ayat (3) dan ayat (4), pasal 27, pasal 28 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), pasal 30 ayat (2), pasal 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan pasal 40 atau peraturan pelaksanaan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau pidana denda

sebanyakbanyaknya

tujuh puluh lima ribu rupiah.

(2) Perbuatan pidana tersebut dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB IX

PERATURAN TAMBAHAN. Pasal 43

Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini, diatur dengan Peraturan

Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan. BAB X

PERATURAN PENUTUP Pasal 44

(1) Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang : "Karantina Laut 1962". (2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 18 Januari 1962, Presiden Republik Indonesia, SUKARNO.

Diundangkan di Jakarta. pada tanggal 18 Januari 1962, Sekretaris Negara,

(14)

MOHD. ICHSAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1962 TANTANG KARANTINA UDARA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

a. Penyakit karantina ialah: (1) Pes (Plague);

(2) Kolera (Cholera);

(3) Demam kuning (Yellow fever); (4) Cacar (smallpox);

(5) Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne typhus); (6) Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever);

b. Masa tunas penyakit karantina ialah untuk: (1) Pes: enam hari;

(2) Kolera: lima hari;

(3) Demam kuning: enam hari; (4) Cacar: empat belas hari;

(5) Tifus bercak wabahi: empat belas hari; (6) Demam balik-balik: delapan hari.

c. Tindakan karantina: ialah tindakan-tindakan terhadap pesawat udara beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran penyakit karantina. d. Dalam karantina: ialah suatu keadaan pesawat udara yang berada di suatu tempat yang tertentu untuk dapat menyelenggarakan tindakan karantina.

e. Isyarat karantina: ialah isyarat menurut buku "Peraturan Isyarat Internasional". f. Pemeriksaan kesehatan: ialah pengunjungan dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter pelabuhan dan/atau stafnya terhadap keadaan pesawat udara dengan isinya.

g. Wabah: ialah penjalaran atau penambahan banyaknya peristiwa penyakit karantina. h. Seorang terjangkit: ialah seorang yang menderita atau yang dianggap oleh dokter pelabuhan menderita penyakit karantina.

i. Seorang tersangka: ialah seorang yang dianggap oleh dokter pelabuhan telah mengalami kemungkinan ketularan suatu penyakit karantina.

j. Pelabuhan udara: ialah suatu daerah (di daratan/di air/di sungai) yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai tempat untuk berlabuh sebuah pesawat udara, baik untuk mendarat maupun untuk bersinggah dalam perjalanan internasional.

k. Pesawat udara: ialah semua alat pengangkut (juga termasuk kepunyaan angkatan bersenjata) yang dapat bergerak dari atas tanah/air ke udara/ke ruang angkasa atau sebaliknya.

l. Awak pesawat udara: ialah orang-orang yang mempunyai tanda bukti kecakapan dan melakukan tugas tertentu yang berhubungan dengan operasi pesawat udara selama penerbangan.

m. Syahbandar udara: ialah seorang yang mempunyai tugas dan wewenang penuh dalam

penguasaan dan pengawasan pelabuhan udara/lapangan terbang mengenai semua aspekaspeknya. n. Dokter pelabuhan: ialah dokter yang berwenang untuk menjalankan Undang-undang ini. o. Daerah rentan demam kuning: ialah suatu daerah dimana tidak ada virus demam kuning tetapi ada vectornya yang dapat menjalarkan penyakit tersebut, jika virus itu dimasukkan. p. Isolasi: ialah pengasingan seseorang atau beberapa orang dari yang lain dalam suatu stasion karantina, rumah sakit atau tempat lain oleh dokter pelabuhan untuk mencegah penularan penyakit.

(15)

q. Pengawasan karantina: ialah suatu tindakan karantina yang mewajibkan seseorang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga ia dapat melanjutkan perjalanannya. r. Surat keterangan kesehatan pesawat udara: ialah keterangan kesehatan yang harus diberikan kepada dokter pelabuhan oleh nakhoda mengenai keadaan kesehatan di pesawat udara yang memenuhi syarat-syarat internasional.

Pasal 2

Undang-undang ini bermaksud menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dengan pesawat udara.

BAB II

PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN TERJANGKITNYA PELABUHAN

Pasal 3

(1) Menteri Kesehatan menetapkan dan mencabut penetapan sesuatu pelabuhan dan/atau wilayah Indonesia dan luar negeri terjangkit sesuatu penyakit karantina.

(2) Penetapan dan pencabutan yang dimaksudkan pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Negara.

Pasal 4

(1) Suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah Indonesia ditetapkan terjangkit penyakit karantina bila di pelabuhan dan/ atau daerah wilayah itu terdapat:

a. seorang penderita penyakit karantina yang bukan berasal dari luar pelabuhan atau daerah wilayah itu;

b. tikus berpenyakit pes;

c. binatang-binatang yang bertulang punggung dan mengandung virus penyakit demam kuning yang aktip;

d. wabah tifus bercak wabahi atau demam balik-balik. Pasal 5

Pencabutan penetapan yang dimaksudkan dalam pasal 4 dilakukan:

a. setelah penderita terakhir dari penyakit kolera, cacar, pes, tifus bercak wabahi, demam balik-balik sembuh kembali, meninggal dunia atau telah diisolasikan selama waktu

sekurang-kurangnya dua kali masa tunas penyakit-penyakit tersebut dan penyakitpenyakit itu tidak timbul kembali; dalam pada itu dijalankan segala tindakan-tindakan

yang memberikan jaminan penyakit itu tidak menjalar ke lain daerah; b. sebulan sesudah lenyap epizooti, dalam hal pes tikus;

c. tiga bulan sesudah tidak timbul keaktifan penyakit demam kuning yang disebarkan oleh nyamuk yang bukan nyamuk aedes aegypti;

d. tiga bulan sesudah lenyap penyakit demam kuning pada manusia yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti, atau sebulan sesudah penderita terakhir penyakit demam kuning, sedang dalam waktu itu angka index aedes aegypti tetap kurang dari 1%.

BAB III

PENGGOLONGAN PESAWAT UDARA Pasal 6

Terhadap penyakit karantina pesawat udara digolongkan dalam: a. pesawat udara sehat;

b. pesawat udara terjangkit; c. pesawat udara tersangka. Pasal 7

Pes

(1) Pesawat udara ditetapkan terjangkit pes, jika: a. pada waktu tiba terdapat penderita pes; b. terdapat tikus pes.

(2) Pesawat udara yang tidak termasuk ayat (1) ditetapkan sehat setelah diperiksa walaupun pesawat udara itu datang atau dalam pesawat udara itu terdapat orang yang datang dari suatu pelabuhan yang terjangkit pes.

(16)

Pasal 8 Kolera

(1) Pesawat udara ditetapkan terjangkit kolera jika pada waktu tiba terdapat penderita kolera di dalamnya.

(2) Pesawat udara ditetapkan tersangka kolera, jika dalam perjalanan terdapat penderita kolera walaupun ia telah diturunkan.

(3) Pesawat udara tidak termasuk ayat (1) dan ayat (2) setelah diperiksa ditetapkan sehat, walaupun pesawat udara itu datang atau dalam pesawat udara itu terdapat orang yang datang dari suatu pelabuhan yang terjangkit.

Pasal 9 Cacar

(1) Pesawat udara ditetapkan terjangkit cacar, jika: a. pada waktu tiba terdapat penderita cacar di dalamnya;

b. dalam perjalanan terdapat penderita cacar yang telah diturunkan.

(2) Pesawat udara yang tidak disebut pada ayat (1), setelah diperiksa, ditetapkan sehat. Pasal 10

Demam kuning

(1) Pesawat udara ditetapkan terjangkit demam kuning, jika waktu tiba terdapat penderita demam kuning di dalamnya.

(2) Pesawat udara yang datang dari daerah demam kuning atau yang mengangkut seorang penumpang yang datang dari daerah demam kuning, ditetapkan tersangka demam kuning, jika pada waktu tiba terdapat bahwa pembasmian serangga yang dilakukan sebelumnya, tidak memuaskan menurut pendapat dokter pelabuhan dan/atau terdapat nyamuk hidup di pesawat udara itu.

(3) Pesawat udara ditetapkan sehat, jika setelah diperiksa tidak terdapat keadaan yang disebut pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 11

Tifus bercak wabahi

Pesawat udara ditetapkan sehat, walaupun terdapat seorang penderita tifus bercak wabahi. Pasal 12

Demam balik-balik

Semua yang ditetapkan dalam pasal 11 mengenai tifus bercak wabahi juga berlaku untuk demam balik-balik.

BAB IV

PENGGOLONGAN PELABUHAN UDARA Pasal 13

Untuk pemeriksaan kesehatan dan pelaksanaan tindakan karantina, Menteri Kesehatan menggolongkan pelabuhan udara Indonesia dalam:

1. Pelabuhan udara internasional dimana dokter pelabuhan dapat menyelenggarakan tindakan karantina sepenuhnya.

2. Pelabuhan udara dalam negeri dimana dokter pelabuhan dapat menyelenggarakan sebagian dari pada tindakan karantina.

BAB V

DOKUMEN KESEHATAN Pasal 14

(1) Dokumen yang dapat diminta dari suatu pesawat udara adalah sebagai berikut: a. Health Part of the Air Craft General Declaration;

b. surat keterangan hapus serangga yang terakhir;

c. surat keterangan hapus hama, jika ada diadakan hapus hama;

d. buku kesehatan pesawat udara (hanya pada pesawat udara yang mengadakan perjalanan dalam negeri).

(2) Dokumen-dokumen tersebut pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

(17)

(3) Jika perlu dokter pelabuhan melakukan pemeriksaan daftar penumpang, awak pesawat dan muatan pesawat udara.

BAB VI

TATA CARA DAN TINDAKAN KARANTINA a. Tata cara pada kedatangan pesawat udara Pasal 15

(1) Pesawat udara yang datang dari luar negeri berada dalam karantina.

(2) Pesawat udara yang datang dari suatu pelabuhan di Indonesia yang terjangkit berada dalam karantina.

(3) Dalam hal-hal yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), nakhoda dilarang menurunkan atau menaikkan orang, barang, hewan, tanaman dan lain-lain benda sebelum mendapat izin karantina.

(4) Pesawat udara yang disebut pada ayat (1) dan ayat (2) baru bebas dari karantina bila telah mendapat izin lepas atau izin terbatas dari dokter pelabuhan.

Pasal 16

(1) Izin lepas diberikan oleh dokter pelabuhan setelah dilakukan pemeriksaan dan terdapat bahwa pesawat udara itu sehat atau kalau segala tindakan yang dianggap perlu oleh dokter pelabuhan telah selesai dilakukan.

(2) Terhadap pesawat udara angkatan bersenjata pemeriksaan kesehatan dapat diganti dengan keterangan-keterangan tertulis atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dokter pelabuhan; keterangan-keterangan tertulis itu dibuat oleh komandan pesawat udara tersebut.

(3) Jika keterangan-keterangan yang dimaksudkan pada ayat (2) berdasarkan pendapat/pertimbangan dokter pelabuhan tidak mencukupi, maka dilakukan pemeriksaan kesehatan.

(4) Izin terbatas diberikan kalau semua tindakan yang dianggap perlu oleh dokter pelabuhan tidak dapat dilakukan di pelabuhan udara tersebut.

Pasal 17

Pada waktu tiba di pelabuhan nakhoda pesawat udara harus menyiapkan segala dokumendokumen kesehatan yang disebut dalam pasal 14.

Pasal 18

(1) Pesawat udara dari luar negeri hanya diperbolehkan mendarat di pelabuhan udara internasional dan pelabuhan udara dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (2) Pesawat udara yang berasal dari suatu tempat yang terjangkit demam kuning hanya diperbolehkan mendarat di suatu pelabuhan udara internasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan untuk pendaratan tersebut.

Pasal 19

(1) Kepada pesawat udara yang tidak mau tunduk pada peraturan karantina, tidak diberikan "Izin lepas"; kepadanya diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan sendiri dan tidak diizinkan mendarat di pelabuhan lain di Indonesia.

(2) Pesawat udara tersebut pada ayat (1) diizinkan mengambil bahan bakar, air dan bahan makanan di bawah pengawasan dokter pelabuhan.

(3) Pesawat udara yang tersebut pada ayat (1) yang terjangkit demam kuning, terhadapnya harus dilakukan tindakan karantina.

Pasal 20

(1) Dokter pelabuhan berhak memeriksa tiap penumpang dan keadaan kesehatan pada tiap pesawat udara yang berada di pelabuhannya.

(2) Nakhoda dan awak pesawat udara membantu dan memberi segala keterangan atas sumpah yang diminta oleh dokter pelabuhan.

(3) Pemeriksaan kesehatan oleh dokter pelabuhan terhadap suatu pesawat udara dilakukan secepat mungkin.

(4) Pada waktu pesawat udara datang, orang yang terjangkit dapat dikeluarkan dari pesawat udara dan diasingkan; jika diminta oleh nakhoda, hal ini adalah suatu keharusan.

(18)

(5) Dokter pelabuhan dapat melakukan pengawasan karantina terhadap seorang tersangka. (6) Pengawasan karantina ini tidak boleh diganti dengan isolasi, kecuali bila dokter

pelabuhan berpendapat, bahwa kemungkinan penularan oleh si tersangka besar sekali. b. Tata cara pada pemberangkatan pesawat udara

Pasal 21

(1) Dokter pelabuhan berhak untuk mengadakan pemeriksaan terhadap setiap orang sebelum berangkat, bila dipandang perlu.

(2) Dokter pelabuhan mengambil tindakan untuk:

a. mencegah pemberangkatan orang yang terjangkit atau tersangka berpenyakit karantina;

b. mencegah dimasukkannya barang-barang atau hewan yang dapat diduga akan menyebabkan infeksi penyakit karantina di dalam pesawat udara yang akan berangkat.

(3) Untuk mempercepat pemberangkatan pesawat udara, maka pemeriksaan kesehatan terhadap para penumpang dilakukan bersamaan dengan waktu pemeriksaan oleh Jawatan Bea dan Cukai dan lain-lain instansi.

(4) Orang dalam pengawasan diperbolehkan melanjutkan perjalanan; ini dicatat di dalam surat keterangan kesehatan pesawat udara.

(5) Jika diminta, diberikan keterangan perihal tindakan-tindakan yang dilakukan pada pesawat udara beserta alasannya dan cara melakukannya tanpa pembayaran; keterangan ini dapat juga diberikan mengenai penumpang dan muatan.

c. tindakan-tindakan lain Pasal 22

(1) Tindakan karantina mencakup pemeriksaan kesehatan dan segala usaha penyehatan terhadap pesawat udara, bagasi, muatan barang, muatan hewan dan muatan tanaman.

(2) Tindakan penyehatan terhadap bagasi dan muatan barang dilakukan, bilamana barangbarang itu oleh dokter pelabuhan dianggap mengandung hama penyakit karantina dan

barang-barang tersebut akan diturunkan di pelabuhan.

(3) Terhadap muatan hewan, baik yang diturunkan atau tidak, atau yang dipindahkan ke pesawat udara lain, dilakukan usaha penyehatan kalau dokter pelabuhan menganggap perlu.

(4) Pelaksanaan tindakan penyehatan dilakukan secepat mungkin dengan sedapat-dapatnya tidak menyebabkan kerusakan pada alat pengangkutan dan muatan.

(5) Surat pos, buku-buku dan barang-barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala usaha penyehatan yang dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2), terkecuali paket yang

dicurigakan.

(6) Machoda pesawat udara yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) yang melakukan saat pendaratan darurat di suatu tempat bukan pelabuhan diwajibkan mencari

perhubungan dengan dinas kesehatan yang terdekat. BAB VII

TINDAKAH KHUSUS TERHADAP PENYAKIT KARANTINA Pasal 23

(1) Tindakan khusus terhadap penyakit karantina diambil oleh dokter pelabuhan. (2) Baik instansi pemerintah maupun swasta memberikan bantuan yang diperlukan jika diminta oleh dokter pelabuhan untuk melakukan tindakan yang dimaksud pada ayat (1). Pasal 24

Pes

Tindakan terhadap pesawat udara terjangkit atau tersangka pes adalah sebagai berikut: a. pemeriksaan kesehatan awak pesawat udara dan penumpang;

b. para penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. para tersangka dihapus seranggakan dan diawasi untuk selama-lamanya enam hari terhitung dari hari tibanya;

(19)

pesawat udara yang dianggap mengandung hama, dihapus hamakan; e. seluruh pesawat udara dihapus tikus, jika perlu.

Pasal 25

Pada pesawat udara yang sehat, yang datang dari daerah terjangkit pes, dilakukan tindakantindakan sebagai berikut:

a. seorang tersangka yang turun, diawasi selama-lamanya enam hari, terhitung dari tanggal ia meninggalkan daerah terjangkit;

b. jika perlu dinas kesehatan pelabuhan udara dapat melakukan tindakan hapus tikus terhadap muatan dan/atau pesawat udara.

Pasal 26 Kolera

Tindakan terhadap pesawat udara terjangkit atau tersangka kolera adalah sebagai berikut: a. pemeriksaan kesehatan awak pesawat udara dan penumpang;

b. penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. penderita dengan tanda-tanda klinis kolera, diperlakukan sebagai penderita kolera; d. pengandung hama diturunkan, diisolasikan, dirawat dan baru dibebaskan sesudah hasil pemeriksaan bakteriologis selama tiga hari berturut-turut, terdapat negatif;

e. penumpang dan awak pesawat udara, yang mempunyai surat keterangan vaksinasi kolera yang berlaku, diawasi selama-lamanya lima hari, terhitung dari waktu tibanya;

penumpang dan awak pesawat yang tidak mempunyai keterangan vaksinasi kolera yang berlaku, diisolasikan;

f. barang-barang seseorang yang terjangkit atau tersangka atau barang-barang lain yang disangka mengandung hama, dihapus hamakan;

g. air dan tempatnya dalam pesawat udara, yang dianggap mengandung hama, dihapus hamakan. Tindakan ini juga dilakukan terhadap makanan terbuka, sayur-sayuran, ikanikan (kering), buah-buahan dan lain-lain;

h. tinja, air kemih, muntah, air kotor dan segala sesuatu yang dianggap mengandung hama, tidak boleh dibuang atau dikeluarkan sebelum dihapus hamakan;

i. pembongkaran dilakukan di bawah pengawasan dinas kesehatan pelabuhan udara yang melakukan segala sesuatu untuk mencegah kemungkinan penularan;

j. orang-orang yang telah melakukan pembongkaran tersebut, diawasi selama lima hari. Pasal 27

(1) Orang yang datang dari daerah terjangkit dalam waktu masa tunas diawasi selamalamanya 5 hari, terhitung dari hari berangkatnya dari daerah tersebut, kalau mereka

mempunyai surat keterangan vaksinasi yang berlaku.

(2) Orang yang tidak memiliki surat keterangan vaksinasi kolera, diisolasikan selamalamanya 5 hari.

Pasal 28 Demam kuning

Tindakan terhadap pesawat udara terjangkit atau tersangka adalah sebagai berikut: a. pemeriksaan yang teliti terhadap semua penumpang dan awak pesawat udara; b. pengukuran suhu badan semua penumpang dan awak pesawat udara;

c. pesawat udara dihapus seranggakan;

d. penderita demam kuning diturunkan, diisolasikan dan dilindungi terhadap gigitan nyamuk;

e. penumpang dan awak pesawat lainnya yang mempunyai surat keterangan vaksinasi demam kuning yang belum berlaku, diisolasikan sampai surat keterangannya berlaku, selama-lamanya 6 hari; mereka yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi demam kuning, diisolasikan selama-lamanya 6 hari.

Pasal 29 Cacar

Tindakan terhadap pesawat udara terjangkit adalah sebagai berikut: a. pemeriksaan kesehatan awak pesawat udara dan penumpang;

(20)

b. penderita diturunkan, diisolasikan dan dirawat;

c. mereka yang dianggap tidak cukup mempunyai kekebalan, dicacar dan dokter pelabuhan mengisolasikan atau mengawasi penumpang yang turun selama-lamanya 14 (empat belas) hari;

d. bagasi atau barang-barang lain serta bagian pesawat udara yang dianggap mengandung hama, dihapus hamakan.

Pasal 30

(1) Seseorang yang dalam perjalanan antar negara datang dari daerah terjangkit cacar dan yang belum menderita cacar, harus memperlihatkan keterangan vaksinasi cacar yang berlaku.

(2) Seseorang yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi cacar tersebut di atas dan tidak mau dicacar, diawasi selama-lamanya 14 hari.

Pasal 31

Tifus bercak wabahi

Tindakan terhadap pesawat udara yang mengangkut seorang terjangkit atau tersangka terjangkit tifus bercak wabahi adalah sebagai berikut:

a. pemeriksaan kesehatan semua penumpang dan awak pesawat udara; b. penderita diturunkan, diisolasikan, dihapus seranggakan dan dirawat;

c. mereka yang tersangka dihapus seranggakan dan diawasi selama-lamanya 14 hari; d. bagasi, barang-barang lain dan bagian pesawat udara, yang dianggap mengandung hama, dihapus seranggakan dan dihapus hamakan.

Pasal 32

Demam balik-balik

Tindakan terhadap pesawat udara mengenai demam balik-balik adalah sama seperti untuk tifus bercak wabahi, hanya waktu pengawasan adalah 8 (delapan) hari.

BAB VIII

PERATURAN PIDANA Pasal 33

(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya ketentuan-ketentuan dalam pasal 20 ayat (1) dan ayat (4), pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) sub a, pasal 27 ayat (1) dan (2) dan Pasal 30, atau peraturan

pelaksanaan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, dipidana dengan pidana

kurungan selama-lamanya satu tahun dan/atau pidana denda sebanyak-banyaknya tujuh puluh lima ribu rupiah.

(2) Perbuatan pidana tersebut dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB IX

PERATURAN TAMBAHAN Pasal 34

Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan.

BAB X

PERATURAN PENUTUP Pasal 35

(1) Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang: "Karantina Udara 1961." (2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 18 Januari 1962 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

SUKARNO

(21)

Pada Tanggal 18 Januari 1962 SEKRETARIS NEGARA, Ttd.

MOHD. ICHSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992

TENTANG

KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

5. Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia; 5. Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia;

5. Hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian hewan, ikan, atau tumbuhan;

4. Hama dan penyakit hewan karantina adalah semua hama dan penyakit hewan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia;

5. Hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah semua hama dan penyakit ikan atau organisme

pengganggu tumbuhan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia;

6. Media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina;

7. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar;

8. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah lebih lanjut;

9. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah diolah; 10. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya;

11. Tumbuhan adalah semua jenis sumberdaya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah;

(22)

12. Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu, yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan;

13. Petugas karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 2

Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan berasaskan kelestarian sumber-daya alam hayati hewan, ikan, dan tumbuhan;

Pasal 3

Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan :

a. mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme penggangu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia;

. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia; . mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah negara Republik Indonesia;

. mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dan organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.

Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan meliputi :

. persyaratan karantina; . tindakan karantina; . kawasan karantina;

. jenis hama dan penyakit, organisme pengganggu, dan media pembawa; . tempat pemasukan dan pengeluaran.

BAB II

PERSYARATAN KARANTINA Pasal 5

Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan

penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib :

. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;

. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;

. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 6

Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan

penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib;

m. dilengkapi sertifikat kesehatan dari area asal bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian

(23)

tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;

m. melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; m. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 7

(0) Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib :

. dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, dan hasil bahan asal hewan, keculai media pembawa yang tergolong benda lain; . melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan;

. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

(0) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi media pembawa hama dan penyakit ikan dan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh negara tujuan. Pasal 8

Dalam hal-hal tertentu, sehubungan dengan sifat hama dan penyakit hewan atau hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan, Pemerintah dapat menetapkan kewajiban tambahan disamping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7.

BAB III

TINDAKAN KARANTINA Pasal 9

(4) Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang dimasukkan, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan/atau dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.

(4) Setiap media pembawa hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam dan/atau dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.

(4) Media pembawa hama dan penyakit ikan karantina dan organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia tidak dikenakan tindakan karantina, kecuali disyaratkan oleh negara tujuan.

Pasal 10

Tindakan karantina dilakukan oleh petugas karantina, berupa : . pemeriksana; . pengasingan; . pengamatan; . perlakuan; . penahanan; . penolakan; . pemusnahan; . pembebasan. Pasal 11

(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi dokumen serta untuk mendeteksi hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina. (2) Pemeriksaan terhadap hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan ikan dapat dilakukan koordinasi dengan instansi lain yang

(24)

bertanggung jawab dibidang penyakit karantina yang membahayakan kesehatan manusia.

Pasal 12

Untuk mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana, dan kondisi khusus, maka terhadap media pembawa yang telah diperiksa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dapat dilakukan pengasingan untuk diadakan pengamatan.

Pasal 13

(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina diberikan perlakuan untuk membebaskan atau menyucihamakan media pembawa tersebut.

(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila setelah dilakukan pemeriksana atau pengasingan untuk diadakan pengamatan ternyata media pembawa tersebut :

a. tertular atau diduga tertular hama dan penyakit hewan karantina atau hama dan penyakit ikan karantina, atau

b. tidak bebas atau diduga tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina.

Pasal 14

(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina dilakukan penahanan apabila setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ternyata persyaratan karantina untuk pemasukan ke dalam atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia belum seluruhnya dipenuhi. (2) Pemerintah menetapkan batas waktu pemenuhan persyaratan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 15

Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan penolakan apabila ternyata : a. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, tertular hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenisjenis yang dilarang pemasukannya, atau

b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8, tidak seluruhnya dipenuhi, atau

c. setelah dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi, atau

d. setelah diberi perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak dapat dibebaskan dari organisme pengganggu tumbuhan karantina.

Pasal 16

(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu area ke

(25)

area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan pemusnahan apabila ternyata :

a. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak bebas dari

organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya, atau

b. setelah dilakukan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, media pembawa yang bersangkutan tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan, atau

c. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, atau

d. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakukan, tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak dapat dibebaskan dari organisme penganggu tumbuhan karantina.

(2) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemilik media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina tidak berhak menuntut ganti rugi apapun. Pasal 17

Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dilakukan pembebasan apabila ternyata : a. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, tidak tertular hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina, atau

b. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, tidak tertular hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina, atau

c. setelah dilakukan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dapat disembuhkan dari hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau dapat dibebaskan dari organisme pengganggu

tumbuhan karantina, atau

d. setelah dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, seluruh persyaratan yang diwajibkan telah dapat dipenuhi.

Pasal 18

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan, atau organisme penganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari dalam atau dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan pembebasan apabila ternyata :

a. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, tidak tertular hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan,

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 yaitu: Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki

Creativity Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Peserta didik kemudian diberi

Dengan pemahaman diatas, pengembangan hukum islam di lihat dari kaca mata filsafat, hukum Islam yang pertama dan sumber hukum Islam adalah pembuat hukum Islam itu sendiri.sumber

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui hubungan antara representasi simbolik, makroskopis dan submikroskopik dengan pemahaman konsep pada mata kuliah

Penyederhanaan analisis segmen dinding geser dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan momen kritis untuk keseluruhan bidangn momen dinding geser

Point of purchase tersebut tetap harus tersedia di berbagai tempat yang dekat dengan aktivitas sehari-hari konsumen, sehingga tidak akan menjadi penghalang yang bisa

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proyeksi

surat permintaan pembelian, surat penawaran harga, surat penetapan penyedia barang, surat perintah kerja, faktur pembelian, faktur pajak, surat penerimaan barang,