• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kue Kering

Menurut SNI No. 01-2973-1992, kue kering (cookies) adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Pada umumnya pembuatan kue kering adalah sebagai berikut bahan dilumatkan, kemudian dimasak dan dicetak berupa lempengan tipis yang disebut kue kering. Olahan kue kering tidak memerlukan pengembangan volume seperti kue basah atau rerotian, tetapi harus renyah, tidak cepat menyerap air, tidak keras dan tidak mudah hancur (Suarni, 2009). Standar mutu kue kering menurut SNI No. 01- 2973-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

a. Bau b. Rasa c. Warna d. Tekstur

- - - -

Normal Normal Normal Normal

2. Kadar air (b/b) % Maksimal 5

3. Kadar abu (b/b) % Maksimal 2

4. Kadar protein (b/b) % Minimal 6

5. Bahan Tambahan Pangan a. Pewarna

b. Pemanis

- -

Sesuai SNI 0222-M No.

722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada 6. Cemaran logam:

a. Tembaga (Cu) b. Timbal (Pb) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maksimal 10,0 Maksimal 1,0 Maksimal 40,0 Maksimal 0,05 7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maksimal 0,5 8. Cemaran mikroba:

a. Angka lempeng total b. Coliform

c. E. coli d. Kapang

koloni/g APM/g APM/g koloni/g

Maksimal 1 x 106 Maksimal 20

<3

Maksimal 1 x 102 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992). commit to user commit to user

(2)

6 B. Kue Kering Kacang Tanah

Gambar 2.1 Kue Kering Kacang Tanah

Kue kering kacang tanah adalah olahan kue kering yang dibuat dari tepung terigu dan bahan makanan lain serta penambahan kacang tanah yang telah dihaluskan. Kue kering kacang tanah memiliki rasa gurih, renyah, dan rasa khas kacang tanah. Proses pengolahan kue kering kacang tanah adalah penghalusan kacang tanah, pencampuran bahan, pengadukan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan dan pengemasan. Pengemasan produk kue kering kacang tanah ini adalah dengan plastik PP 0,06 mm. Umur simpan kue kering kacang tanah ini dapat bertahan selama 7 hari dengan penyimpanan pada suhu ruang (27-30oC). Karakteristik kue kering kacang tanah yaitu memiliki kenampakan yang renyah, warna yang normal, bau yang normal dan rasa yang normal. Kadar air dari kue kering maksimal 5% b/b. Dari karakteristik tersebut, maka kue kering kacang tanah mengacu standar mutu produk kue kering menurut SNI No. 01-2973-1992 yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

commit to user commit to user

(3)

7

C. Bahan Pembuatan Kue Kering Kacang Tanah 1. Kacang Tanah

Gambar 2.2 Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan salah satu tanaman leguminose yang sangat berperan penting bagi kebutuhan pangan, selain itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyak yang menjadikan kacang tanah sebagai bahan industri. Kacang tanah juga merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mengandung 43% kandungan protein, kandungan lemak 34%, karbohidrat 8%, serat 31%, vitamin E 25% dan beberapa kandungan bahan mineral dalam 100 gram kacang tanah (Jihan dkk., 2014)

Kacang tanah (Arachis Hypogaea L.) merupakan tanaman polong- polongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng atau disangrai.

Biji kacang tanah kaya akan nutrisi karena mengandung karbohidrat, protein dan lemak sehingga dapat menjadi subtrat yang baik bagi pertumbuhan kapang. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan kapang antara lain kadar air dan kualitas biji-bijian yang dipengaruhi oleh cara pemanenan dan penanganan pascapanen (Nasrianto dkk., 2015). Syarat mutu kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2, Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

commit to user commit to user

(4)

8

Tabel 2.2 Syarat Mutu Kacang Tanah Menurut SNI No.01-3921-1995 No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

I II III

1 Kadar air % Maks. 6 Maks. 7 Maks. 8

2 Butir rusak % Maks. 0 Maks. 1 Maks. 2

3 Butir belah % Maks. 1 Maks. 5 Maks. 10

4 Butir warna lain % Maks. 0 Maks. 2 Maks. 3 5 Butir keriput % Maks. 0 Maks. 2 Maks. 4

6 Kotoran % Maks. 0 Maks. 0,5 Maks. 3

7 Diameter Nm Min. 8 Min. 7 Min. 6

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)

Tabel 2.3 Syarat Mutu Kacang Tanah Menurut BPOM RI

No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

1 Aflatoksin B1 Ppb Maks. 20

2 Aflatoksin total Ppb Maks. 35

Sumber : BPOM RI (2004)

Tabel 2.4 Syarat Mutu Kacang Tanah Menurut Codex 200-1995

No Uraian Persyaratan

1 Keadaan

- Warna Normal

- Bentuk Normal

- Bau Normal

- Rasa Normal

2 Benda Asing Tidak boleh ada

3 Serangga hidup dan tungau Tidak boleh ada

4 Cacat Kernel 3% (m/m)

5 Kernel keriput 5% (m/m)

6 Luka akibat serangga 2% (m/m)

7 Kernel berkecambah 2% (m/m)

8 Kerusakan mekanis 2% (m/m)

9 Kadar air pod 10%

10 Kadar air kernel 9,0%

11 Logam berat Tidak ada

12 Zat organik dan anorganik Maks. 0,05%

13 Perubahan warna lain Maks. 3%

Sumber: Codex Alimentarius (1995).

2. Terigu

Terigu adalah bubuk halus yang berasal dari biji gandum yang mengalami proses penggilingan dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue kering, mie ataupun roti. Terigu yang digunakan sebagai commit to user commit to user

(5)

9

bahan pembuatan kue kering menggunakan jenis terigu protein rendah, terigu jenis ini memiliki kandungan protein 8-9%. Semakin tinggi kandungan protein dalam terigu maka semakin besar pula jumlah gluten yang terkandung didalamnya. Kandungan gluten yang semakin banyak akan menghasilkan produk yang lebih lembut dan mengembang karena didalam gluten terdapat protein yang disebut gliadin. Gliadin bersifat kuat, kenyal dan mampu menahan udara sampai ketitik maksimum, namun jika kandungan glutennya rendah maka cenderung menghasilkan produk yang renyah karena glutenin yang bersifat menyerap air (Supriyadi, 2014).

Dipasaran terdapat tiga jenis terigu sebagai berikut:

a. Hard flour (terigu protein tinggi) mengandung protein antara 11%- 13%. Terigu jenis ini khusus untuk membuat roti manis, roti tawar, donut danish pastry, croissant, puff pastry dan bakpao.

b. Medium flour atau multipurpose (terigu protein sedang) mengandung protein sekitar 10%-11%. Terigu protein sedang cocok untuk membuat cake, dan biscuit.

c. Soft flour (terigu protein rendah) mengandung protein sekitar 8%-10%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kue kering (Chan, 2006).

Terigu berfungsi untuk membentuk kerangka kue kering. Agar kue kering yang dihasilkan renyah sebaiknya menggunakan terigu dengan protein paling rendah (Didi, 2015). Terigu berasal dari biji gandum.

Kandungan nutrisi terigu yaitu protein 8,9%; lemak 1,3%; karbohidrat 77,3%; abu 0,06% dan air 13,25% (Lukito dan Surip, 2007). Bagian lembaga (embrio) pada gandum tidak dikehendaki karena kadar asam lemak tidak jenuhnya tinggi sehingga mudah terhidrolisis oleh enzim atau teroksidasi oleh udara, menimbulkan bau tengik. Enzim lipase akan menghidrolisis lemak menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas yang terbentuk kemudian diuraikan oleh enzim lipoksigenase menghasilkan peroksida, keton dan aldehid. Ketiga komponen inilah yang menimbulkan bau tengik dan memperpendek umur simpan tepung gandum commit to user commit to user

(6)

10

(Astawan dan Andreas, 2009). Standar mutu tepung terigu yang baik menurut SNI No. 01-3751-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Syarat Mutu Terigu Menurut SNI No. 01-3751-2006

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

a. Bentuk b. Bau c. Warna

- -

Serbuk

Normal (bebas dari bau asing)

Putih, khas terigu

2. Benda asing - Tidak ada

3. Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

- Tidak ada

4. Kehalusan, lolos ayakan 212 μm (mesh No. 70) (b/b)

% Minimal 95

5. Kadar air (b/b) % Maksimal 14,5

6. Kadar abu (b/b) % Maksimal 0,70

7. Kadar protein (b/b) % Minimal 7,0

8. Keasaman mg KOH/100g Maksimal 50

9. Falling number (atas dasar kadar air 14%)

detik Minimal 300

10. Besi (Fe) mg/kg Minimal 50

11. Seng (Zn) mg/kg Minimal 30

12. Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Minimal 2,5 13. Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Minimal 4

14. Asam folat mg/kg Minimal 2

15. Cemaran logam:

a. Timbal (Pb) b. Raksa (Hg) c. Cadmium (Cd)

mg/kg mg/kg mg/kg

Maksimal 1,0 Maksimal 0,05 Maksimal 0,1

16. Cemaran arsen mg/kg Maksimal 0,50

17. Cemaran mikroba:

a. Angka lempeng total b. Escherichia coli c. Kapang

d. Bacillus cereus

koloni/g APM/g koloni/g koloni/g

Maksimal 1 x 106 Maksimal 10 Maksimal 1 x 104 Maksimal 1 x 104 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006)

commit to user commit to user

(7)

11

Tabel 2.6 Syarat Mutu Terigu Menurut Codex 152-1985

No Uraian Persyaratan

1 Keadaan

- Warna Normal

- Bentuk Normal

- Bau Normal

- Rasa Normal

2 Benda Asing Tidak boleh ada

3 Serangga atau kotoran Tidak boleh ada

4 Kadar air 15,5% (b/b)

5 Protein Min 7%

6 Asam lemak bebas 50 mg (per 100 g)

7 Asam L-askorbat, natrium, kalium 300 mg/ Kg

8 Hidroklorida L-sistein 90 mg/ Kg

9 Sulfur dioksida 200 mg/ Kg

10 Mono kalsium fosfat 2500 mg/ Kg

11 Lesitin 2000 mg/ Kg

12 Klorin 2500 mg/ Kg

13 Benzoil dperoksida 60 mg/ Kg

14 Azodikarbonamida 45 mg/ Kg

15 Logam berat Tidak ada

16 Ukuran partikel (70 mesh) Maks. 212 mikron Sumber: Codex Allimentarius (1985)

3. Gula Pasir

Dalam pembuatan kue kering dianjurkan menggunakan gula pasir yang telah dihaluskan. Gula pasir akan menyebabkan kue kering menyebar secara maksimal selama pemanggangan berlangsung. Persentase gula yang digunakan harus pas, sehingga menghasilkan kue kering memiliki kualitas yang sempurna. Kue kering dengan persentase gula yang terlalu tinggi akan lebih menyebar dan cepat mengalami kegosongan. Sementara kue kering yang persentase gula terlalu rendah maka akan tampak kurang coklat, terlalu kering, dan kurang renyah (Suryani dkk., 2005)

Gula untuk membuat kue kering biasanya menggunakan jenis gula tepung atau gula halus, gula pasir, gula palm, dan gula merah. Di dalam adonan, gula berfungsi memberikan rasa manis dan berperan dalam pembentukan warna. Gula halus akan menghasilkan tekstur kue yang lebih renyah dan struktur adonan yang lebih kecil pori-porinya dibandingkan dengan gula pasir. Syarat mutu gula pasir dapat dilihat pada Tabel 2.7.

commit to user commit to user

(8)

12

Gula juga berfungsi mmberi aroma wangi dan khas pada kue kering, ini karena proses karamelisasi saat pemanggangan penggunaan gula yang berlebihan akan menyebabkan kue lengket, mudah gosong dan bentuknya melebar (Handayani dan R. Adie, 2014).

Tabel 2.7 Syarat Mutu Gula Pasir Menurut SNI No. 3140-3-2010 No. Parameter uji Satuan Persyaratan

1 Warna

1.1 Warna Kristal CT 4,0- 7,5

1.2 Warna larutan (ICUMSA) IU 81-200

2 Besar jenis butir mm 0.8-1,2

3 Susut pengeringan (b/b) % maks 0,1

4 Polarisasi (0Z, 200C) “Z” min 99,6

5 Abu konduktiviti (b/b) % maks 0,10

6 Bahan tambahan pangan

6.1 Belerang oksida (SO2) mg/ kg maks 30 7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/ kg maks 2

7.2 Tembaga (Cu) mg/ kg maks 2

7.3 Arsen (As) mg/ kg maks 1

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2010) 4. Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C.

Garam natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang merupakan padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis dan apabila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan higroskopis (Subhan, 2014).

Dalam pembuatan adonan makanan biasanya menggunakan garam yang halus, bersih, dan cepat larut. Selain sebagai penambah rasa asin, garam juga bisa digunakan sebagaai penguat rasa (falvour enhancer). commit to user commit to user

(9)

13

Penguat rasa (falvour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tersebut tanpa memberikan rasa dan/atau aroma tertentu (BPOM, 2013). Garam akan membuat rasa kue kering semakin balance dan gurih (Didi, 2015).

Standar mutu garam yang baik untuk dikonsumsi maupun untuk proses pengolahan bahan pangan yaitu berwarna putih, bersih, murni, dan kering. Adapun syarat mutu garam untuk konsumsi menurut SNI No. 3556- 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Syarat Mutu Garam Konsumsi Menurut SNI No. 01- 3556-2010

No Uraian Satuan Persyaratan

1 2 3 4 5

6

Kadar air

Kadar NaCl (dihitung dari jumlah klorida)

Bagian yang tidak larut dalam air Yodium dihitung dari kalium yodat (KIO3)

Cemaran logam - Kadmium - Timbal - Raksa Arsen

% b/b

% b/b

% b/b mg/kg

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 7.0 Min. 94.7 Maks. 0,5 Min. 30

Maks. 0,5 Maks. 10 Maks. 0,1 Maks. 0,1 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2010)

5. Minyak Goreng

Dalam pembuatan kue kering dapat menggunakan minyak goreng sebagai lemak. Lemak berfungsi untuk memberi rasa gurih dan mengempukkan kue. Selain itu lemak juga berfungsi sebagai bahan pengemulsi yang akan menghasilkan kue kering yang renyah (Didi, 2015).

Minyak goreng tersusun atas asam lemak berbeda yaitu sekitar dua puluh jenis asam lemak. Setiap minyak tidak ada yang hanya tersusun atas satu jenis asam lemak, karena minyak selalu dalam bentuk campuran beberapa asam lemak. Asam lemak yang dikandung oleh minyak sangat menentukan mutu dari minyak, karena asam lemak tersebut menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak (Noriko dkk., 2012).

commit to user commit to user

(10)

14

Kerusakan minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-2500C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Namun kerusakan minyak juga bisa terjadi selama penyimpanan. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu yang tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol dan asam lemak bebas (Fauziah dkk., 2013). Syarat mutu minyak goreng sesuai SNI No. 3741-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut SNI No. 3741-2013

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau – Normal

1.2 Warna – Normal

2

Kadar air dan bahan

menguap %bb Maks 0,15

3 Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,6

4 Bilangan peroksida mek O2/kg Maks. 10

5 Minyak pelikan – Negatif

6

Asam lonolenat (C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak

% Maks. 2

7 Cemaran logam

7.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2

7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1

7.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/

250,0

7.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05

8 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,15

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2013) 6. Vanili

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Produk vanili Indonesia berbentuk polong kering. Aroma vanili banyak digunakan dalam industri makanan/ minuman, farmasi dan kosmetika. Dalam industri makanan biasanya digunakan dalam bentuk ekstrak, keperluan farmasi commit to user commit to user

(11)

15

dalam bentuk tincure dan untuk parfum dalam bentuk tincure atau absolut.

Untuk konsumsi langsung dalam rumah tangga umumnya dalam bentuk serbuk utuh atau bubuk. Penggunaannya langsung dicampurkan kedalam bahan makanan atau minuman (Hadipoenyanti dkk., 2007).

Salah satu bahan aroma yang digunakan dalam pembuatan kue yaitu vanili. Vanili merupakan hasil dari biji buah vanili. Vanili bubuk yang banyak dipakai sekarang dibuat sintesis dari eugenol dengan alkali alkohol pada suhu 1400C atau dengan KOH pada suhu 2200C. Penggunaan vanili

yang terlalu banyak akan memberikan rasa pahit pada kue (Hanifa dan Luthfeni, 2006).

Vanili kerap ditambahkan ke dalam adonan kue kering. Fungsinya untuk menambah aroma kue kering menjadi lebih wangi (Yulia, 2015).

Syarat mutu vanili sesuai SNI No. 01-0010-2002 dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Syarat Mutu Vanili Menurut SNI No. 01-0010-2002

No Jenis Mutu Tingkatan Mutu

Mutu IA Mutu IB Mutu II Mutu III

1. Bentuk Utuh Utuh Utuh/dipotong Utuh/dipotong

2. Ukuran polong utuh (cm)

Min. 11 Min. 11 Min. 8 Min. 8

3. Ukuran polong dipotong- potong

Tidak ada Tidak ada Tidak disyaratkan

Tidak disyaratkan 4. % Polong utuh

yang pecah dan terpotong

Maks. 5 Tidak disyaratkan

Tidak disyaratkan

Tidak disyaratkan 5. % Kadar air Maks. 38 Maks. 38 Maks. 30 Maks. 25 6. % Kadar vanilin Min. 2,25 Min. 2,25 Min. 1,50 Min. 1,00 7. % Kadar abu Maks. 8 Maks. 8 Maks. 9 Maks. 9 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)

7. Pewarna Makanan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Salah satu bahan tambahan pangan yaitu pewarna makanan. Pewarna (colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang commit to user commit to user

(12)

16

ketika diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna (BPOM RI, 2013).

Penambahan zat warna dalam makanan, bumbu masak serta minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen. Pemakaian pewarna sintesis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasannya karena pewarna sintetis memiliki harga yang lebih murah dan mudah didapat jika di bandingkan dengan pewarna alami.

Disamping itu pewarna sintesis juga memiliki tingkat stabilitas yang jauh lebih baik sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan (Rahayu dkk., 2009). Syarat mutu pewarna sintetis sesuai SNI No. 01-0222-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Syarat Mutu Pewarna Sintetis Menurut SNI No. 01- 0222-1995 No Nama Bahan Jenis/Bahan Batas Maksimum

1. Biru Berlian Makanan lain 100 mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain 2. Coklat HT Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 3. Eritrosin Makanan lain 100 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 4. Hijau FCF Makanan lain 100 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 5. Hijau S Makanan lain 100 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 6. Indigotin Makanan lain 100 mg/kg produk akhir (total

campuran pewarna 300 mg/kg) 7. Karmoisin Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 8. Kuning FCF Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 9. Kuning

Kuinolin

Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain 10. Merah Alura Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 11. Ponceau 4R Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain 12. Tartrazin Makanan lain 300 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan warna lain Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995) commit to user commit to user

(13)

17 8. Air

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 dijelaskan bahwa air adalah air minum, air bersih, air kolam renang dan air pemandian umum. Selanjutnya air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Menurut Ichsan (1979) dalam Suhartini (2008), pada dasarnya air dikatakan bersih, apabila telah memenuhi 3 persyaratan, yaitu : a. Syarat fisik, artinya air tersebut harus tidak berwarna (jernih), tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, mempunyai suhu di bawah udara setempat (segar)

b. Syarat-syarat bakteri, setelah melalui pemeriksaan, maka sekurang- kurangnya dalam 90 % dari jumlah contoh air yang dikumpulkan tidak terdapat bakteri golongan coli

c. Syarat-syarat kimia, air tidak mengandung racun atau zat-zat mineral dalam jumlah terlalu banyak dan tidak boleh mengandung zat kimia yang dipergunakan dalam pengolahan dengan jumlah yang terlalu besar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih adalah sebagai berikut:

commit to user commit to user

(14)

18

Tabel 2.12 Syarat Mutu Air Bersih Menurut Permenkes RI No.

416/MENKES/PER/IX/1990

No Parameter Satuan

Kadar Maksimum

yang diperbolehkan

Keterangan

1. Fisik

1.1 Bau - - Tidak

berbau 1.2 Jumlah zat padat

terlarut (TDS)

Mg/L 1000 -

1.3 Kekeruhan Skala

NTU

5 -

1.4 Rasa - - Tidak

berasa

1.5 Suhu 0°C Suhu udara

±3°C

-

1.6 Warna Skala

TCU

15 -

2. Kimia

2.1 Air raksa mg/L 0,001

2.2 Arsen mg/L 0,05

2.3 Besi mg/L 1,0

2.4 Flourida mg/L 1,5

2.5 Kadmium mg/L 0,005

2.6 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500

2.7 Klorida mg/L 600

2.8 Kromium, valensi 6 mg/L 0,05

2.9 Mangan mg/L 0,5

2.10 Nitrat, sebagai N mg/L 10 2.11 Nitrit, sebagai N mg/L 1,0

2.12 pH - 6,5-9,0 Merupakan

batas minimum

dan maksimum,

khusus air hujan pH minimum

5,5

2.13 Selenium mg/L 0,01

2.14 Seng mg/L 15

2.15 Sianida mg/L 0,1

2.16 Sulfat mg/L 400

2.17 Timbal commit to user commit to user mg/L 0,05

(15)

19

No Parameter Satuan

Kadar Maksimum

yang diperbolehkan

Keterangan

3. Kimia Organik

3.1 Aldrin dan dieldrin mg/L 0,0007

3.2 Benzene mg/L 0,01

3.3 Benzo (a) pyrene mg/L 0,00001 3.4 Chloroform (total

Isomer)

mg/L 0,007

3.5 Chloroform mg/L 0,03

3.6 2.4-D mg/L 0,10

3.7 DDT mg/L 0,03

3.8 Detergen mg/L 0,5

3.9 1,2-D ichloroethene mg/L 0,01 3.10 1.1- Dichloroethene mg/L 0,0003 3.11 Heptachlor dan

Heptaclorepoxide

mg/L 0,003

3.12 Hexachlorobenzene mg/L 0,00001 3.13 Gamma-HCH

(Lindane)

mg/L 0,004

3.14 Methoxychlor mg/L 0,10

3.15 Pentachloropenol mg/L 0,01 3.16 Pestisida total mg/L 0,10 3.17 2,4,6-

Trichoropheno1

mg/L 0,01

3.18 Zat organik (KMnO4)

mg/L 10

4. Mikrobiologik

4.1 Total Koliform Jumlah per 100

ml

0 Bukan air

pipaan 4.2 Koliform tinja belum

diperiksa

Jumlah per 100

ml

0 Bukan air

pipaan 5. Radio Aktivitas

5.1 Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity)

Bg/L 0,1

5.2 Aktivitas Beta (Gross Beta Activity)

Bg/L 1,0

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI, 1990 commit to user commit to user

(16)

20

D. Proses Pembuatan Kue Kering Kacang Tanah 1. Pemanggangan Kacang Tanah

Pemanggangan kacang tanah dilakukan dengan menggunakan oven (Suryani dkk, 2005). Proses ini bertujuan agar cita rasa dan aroma dari kacang tanah lebih khas dan harum. Selain itu kacang tanah yang telah dipanggang akan memiliki umur simpan yang lebih lama atau awet.

2. Penghilangan Kulit Ari Kacang Tanah

Pemisahan kulit ari kacang tanah dilakukan untuk menyeragamkan warna dan kenampakan serta mencegah timbulnya rasa pahit pada kue kering kacang tanah setelah dipanggang.

3. Penumbukan Kacang Tanah

Pada tahap ini dilakukan penghancuran kacang tanah. Penghancuran kacang tanah secara tradisional dapat dilakukan dengan cara ditumbuk.

Tujuannya untuk mendapatkan tekstur hancuran bahan yang lebih halus agar dapat mudah tercampur pada adonan.

4. Pencampuran dan Pengadukan

Menurut Suryani dkk (2005), tujuan utama pencampuran yaitu mendapatkan adonan yang homogen. Proses ini akan mempengaruhi keseragaman rasa, tekstur, dan warna kue. Untuk mendapatkan adonan yang tercampur sempurna, bahan-bahan yang berbentuk cair harus dicampurkan terlebih dahulu. Setelah bahan yang cair tercampur sempurna, kemudian bahan padat dimasukkan ke dalam adonan secara perlahan. Sedangkan lama pengadukan dan teknik pengadukan harus diperhatikan. Agar pada saat pengadukan bahan tidak banyak yang tercecer atau tumpah, wadah yang digunakan harus cukup besar. Pengadukan dilakukan sampai adonan teraduk sempurna yang ditandai dengan kenampakan seragam.

5. Pemipihan

Proses pemipihan bertujuan agar mempermudah dalam membentuk adonan dan mempercepat pengovenan. Pemipihan akan memperluas permukaan bahan yang kontak dengan medium panas. Hal ini akan mempercepat air yang terkandung dalam adonan teruapkan, sehingga adonan cepat matang commit to user commit to user

(17)

21

dan proses pengovenan tidak berlangsung lama. Pemipihan adonan dengan

ketebalan 0,5 ± 0,2cm agar diperoleh ukuran yang segaram (Solikhah dan Nisa, 2015).

6. Pencetakan

Proses pencetakan bertujuan untuk memberikan bentuk pada adonan sesuai dengan keinginan. Kekentalan adonan harus selalu diperhatikan.

Adonan yang terlalu encer atau kering akan menyulitkan proses pencetakan yang menyebabkan bentuk kue menjadi tidak sempurna. Alat pencetak juga harus dipelihara kebersihannya dari sisa adonan yang dapat menyebabkan kontaminasi (Suryani dkk., 2005).

7. Pemanggangan

Pemanggangan kue pada umumnya menggunakan oven. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pemanggangan yaitu cara pemanggangan, lama pemanggangan dan suhu yang digunakan. Pada umumnya, kue kering dipanggang pada suhu berkisar 150-1800C. untuk mendapatkan hasil pemanggangan yang sempurna, sebaiknya suhu oven dinaikkan secara bertahap. Komposisi bahan juga harus diperhatikan dalam menentukan suhu dan lama pemanggangan (Suryani dkk., 2005).

8. Pendinginan

Setelah proses pemanggangan selesai, sebaiknya kue didinginkan terlebih dahulu sebelum dikemas. Pengemasan kue kering dalam kondisi panas akan menyebabkan terbentuknya uap air di dalam kemasan yang akan mempengaruhi kualitas kue kering. Pendinginan kue kering, sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang kering (tidak lembab) dan jauh dari benda yang berbau tajam. Lama pendinginan juga harus diperhatikan. Setelah cukup dingin sebaiknya kue kering cepat dikemas atau disimpan dalam wadah tertutup. Kue kering mudah menyerap udara sekitarnya sehingga jika terlalu lama dibiarkan dalam ruangan terbuka dapat menurunkan kualitasnya (Suryani dkk., 2005).

commit to user commit to user

(18)

22 9. Pengemasan

Menurut pendapat Suryani dkk (2005), pengemasan merupakan proses akhir yang akan menentukan kualitas produk yang telah diproduksi tidak mengalami perubahan selama didistribusikan. Selain untuk mempertahankan dan menghindari kerusakan selama penyimpanan, pengemasan juga bertujuan untuk memudahkan transportasi dan handling bahan.

E. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran,bentuk dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi, kombinasi bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan suatu pasar swalayan, yaitu melakukan sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh dari pemasok sebelum siap dijual. Misalnya penerimaan diidentifikasikan oleh kondisi daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang, batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak, warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat; dan untuk buah-buahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik dan permukaan menarik (Hubeis, 1999)

Menurut Assauri (2008), pengawasan mutu adalah kegiatan untuk memastikan apakah kebijakan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin dalam commit to user commit to user

(19)

23

hasil akhir. Dengan perkataan lain pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian, dalam hal pengawasan mutu semua produk yang dihasilkan harus diawasi sesuai dengan standar dan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi harus dicatat serta dianalisis agar dapat digunakan untuk tindakan-tindakan perbaikan produksi pada masa yang akan datang.

Menurut Ahyari (1996), untuk melaksanakan pengendalian mutu dapat ditempuh dengan 3 pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan bahan baku

Bahan baku merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas produk akhir. Bahkan di dalam beberapa jenis perusahaan tertentu pengaruh kualitas bahan baku ini sedemikian besarnya, sehingga hampir seluruh kualitas produk akhir ditentukan oleh kualitas bahan baku.

Meninggalkan pengendalian kualitas bahan baku. Bagi perusahaan yang memproduksi suatu barang, dimana karakteristik bahan baku langsung menjadi karakteristik produk jadi maka kualitas bahan baku ini akan sangat besar pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan.

b. Pendekatan proses produksi

Proses produksi merupakan kegiatan utama di dalam perusahaan.

Dalam pelaksanaan proses produksi perusahaan ini perlu mengadakan pengendalian yang cukup memadai agar produk akhir mempunyai kualitas yang baik.

c. Pendekatan produk akhir

Setelah suatu produk selesai proses produksinya perlu adanya pengendalian kualitas. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada adanya kepuasan konsumen terhadap produk perusahaan. Untuk dapat memberikan tindakan untuk peningkatan kualitas produk perusahaan sedapat mungkin mengumpulkan informasi-informasi mengenai produk langsung dari konsumen. Dari berbagai macam keluhan tersebut dapat diambil kesimpulan tentang kelemahan, kekurangan dan kelebihan produk commit to user commit to user

(20)

24

perusahaan, sehingga untuk proses berikutnya kualitas produk dapat dipertanggung jawabkan.

F. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan oleh BPOM RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan (BPOM RI, 2012).

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Dalam menetapkan lokasi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) harus mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.

a. Lokasi IRTP

Lokasi IRTP seharusnya dijaga agar tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu.

b. Lingkungan

Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk.

2) Tempat sampah selalu tertutup.

commit to user commit to user

(21)

25

3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik.

2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak

Ruang produksi sebaiknya cukup luas, mudah dibersihkan.

a) Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan.

b) Konstruksi Ruangan:

(i) Sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama.

(ii) Seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas.

2) Lantai

a) Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pangaliran air, air tidak tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang.

b) Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lender, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan.

3) Dinding atau Pemisah Ruangan

a) Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat.

b) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. commit to user commit to user

(22)

26

c) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan.

4) Langit-langit

a) Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah terkelupas atau terkikis.

b) Permukaan langit-langit sebaiknya rata, berwarna terang dan jika di ruang produksi menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas.

c) Konstruksi langit-langit sebaiknya didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkeil terjadinya kondensasi.

d) Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba.

5) Pintu Ruangan

a) Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus, berwarna terang.

b) Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

c) Pintu ruangan produksi seharusnya didesain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan.

d) Pintu ruangan, termasuk pintu kasa dan tirai udara seharusnya mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

6) Jendela

a) Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak.

b) Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

commit to user commit to user

(23)

27

c) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

d) Konstruksi jendela seharusnya didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu.

7) Lubang Angin atau Ventilasi

a) Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang produksi dan dapat menghilagkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul selama pengolahan.

b) Lubang angin atau ventilasi seharusnya selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak dipenuhi sarang laba-laba.

c) Lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran.

d) Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

8) Permukaan tempat kerja

a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi.

b) Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan.

9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)

Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.

b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

a) Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. commit to user commit to user

(24)

28

b) Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

2) Tempat Penyimpanan

a) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan produk akhir.

b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli.

c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

3. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didesain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

1) Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama.

2) Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air.

3) Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/

peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak pangan/ zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya. commit to user commit to user

(25)

29 b. Tata Letak Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.

d. Bahan perlengkapan dan alat ukur/ timbang

1) Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi.

2) Alat ukur/ timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/ timbang bahan tambahan pangan (BTP).

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan/ atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan yang digunakan selama proses produksi selalu dalam kondisi bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana Pembersihan/ Pencucian

a) Sarana pembersihan/ pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan/atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik.

b) Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu,

commit to user commit to user

(26)

30

terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan.

2) Sarana Higiene Karyawan

Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet/

jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

3) Sarana Cuci Tangan seharusnya :

a) Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan

b) Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti lap atau handuk yang kering dan bersih.

c) Dilengkapi dengan tempat sampah yang dapat tertutup.

4) Sarana toilet/ jamban seharusnya :

a) Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan.

b) Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet.

c) Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup.

d) Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi.

5) Sarana pembuangan air dan limbah

Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih, Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar tidak menjadi tempat bersarangnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber air. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air.

b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

commit to user commit to user

(27)

31

1) Pembersihan/ pencucian dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun/ deterjen atau gabungan keduanya.

2) Jika diperlukan, penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan.

3) Kegiatan pembersihan/ pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin.

4) Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan/ pencucian dan penyucihamaan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.

a. Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

2) Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

b. Kebersihan Karyawan

1) Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

2) Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan/ atau sepatu kerja.

3) Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota tubuh dengan perban khusus luka. commit to user commit to user

(28)

32

4) Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/ alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet/

jamban;

c. Kebiasaan Karyawan

1) Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan.

2) Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan seperti giwang/ anting, cincin, gelang, kalung, arloji/ jam tangan, bros dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah.

7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/ peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

1) Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya.

2) Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran.

3) Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan.

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur Pembersihan dan Sanitasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen)

commit to user commit to user

(29)

33

atau gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan, peralatan.

c. Program Higiene dan Sanitasi

1) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih.

2) Program Higiene dan Sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan.

d. Program Pengendalian Hama

1) Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.

2) Mencegah masuknya hama

a) Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup.

b) Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya hama.

c) Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam dan lain- lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam ruang produksi.

d) Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama.

3) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi

a) Pangan seharusnya disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai, dinding dan langit-langit.

b) Ruang produksi harus dalam keadaan bersih.

c) Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dari bahan yang tahan lama.

d) IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan ruang produksinya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. commit to user commit to user

(30)

34 e. Pemberantasan Hama

1) Sarang hama seharusnya segera dimusnahkan.

2) Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan.

3) Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti dengan racun tikus.

4) Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.

5) Penanganan Sampah

Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat, sampah tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi, segera ditangani dan dibuang.

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan kontaminasi silang, penurunan mutu dan keamanan pangan.

a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

1) Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup.

2) Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit.

3) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan/

atau memilki tanggal kadaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan/ diedarkan terlebih dahulu.

4) Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk. commit to user commit to user

(31)

35 b. Penyimpanan Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan.

c. Penyimpanan Wadah dan Pengemas

1) Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersih dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk pangan.

2) Bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir.

d. Penyimpanan Label Pangan

1) Label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya dan tidak mencemari produk pangan.

2) Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran.

e. Penyimpanan Peralatan Produksi

Penyimpanan mesin/ peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Penetapan Spesifikasi Bahan 1) Persyaratan Bahan

a) Bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (BTP).

b) Harus menerima dan menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak busuk, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan commit to user commit to user

(32)

36

atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan.

c) Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan.

d) Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang rusak.

e) Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya.

f) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan harus memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).

g) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan.

h) Tidak menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan.

2) Persyaratan Air

a) Air yang merupakan bagian dari pangan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang- undangan.

b) Air yang digunakan untuk mencuci/ kontak langsung dengan bahan pangan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang-undangan.

c) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar.

d) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan atau mesin/ peralatan harus tidak mengandUng bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan.

e) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.

b. Penetapan komposisi dan formulasi bahan commit to user commit to user

(33)

37

1) Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan.

2) Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara baku setiap saat secara konsisten.

3) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan harus diukur atau ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang akurat.

c. Penetapan Cara Produksi yang Baku

1) Seharusnya menentukan proses produksi pangan yang baku.

2) Seharusnya membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas.

3) Seharusnya menentukan kondisi baku dari setiap tahap proses produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan.

4) Seharusnya menggunakan bagan alir produksi pangan yang sudah baku ini sebagai acuan dalam kegiatan produksi sehari-hari.

d. Penetapan Jenis, Ukuran dan Spesifikasi Kemasan

Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan keamanan dan mutu pangan yang dikemas serta melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.

1) Seharusnya menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan, sesuai peraturan perundang-undangan.

2) Desain dan bahan kemasan seharusnya memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan pelabelan yang baik.

3) Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan, serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan.

e. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan seharusnya menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan.

1) Harus menentukan tanggal kadaluwarsa.

2) Harus mencatat tanggal produksi. commit to user commit to user

(34)

38

3) Dapat menentukan kode produksi. Kode produksi diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

10. Pelabelan Pangan

Kemasan pangan IRT diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan IRT. Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya, dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi. Label pangan sekurang- kurangnya memuat:

a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan.

c) Berat bersih atau isi bersih.

d) Nama dan alamat IRTP.

e) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.

f) Kode produksi.

g) Nomor P-IRT.

11. Pengawasan Oleh Penanggungjawab

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman.

a. Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP).

b. Penanggungjawab seharusnya melakukan pengawasan secara rutin yang mencakup:

1) Pengawasan Bahan. commit to user commit to user

(35)

39

a) Bahan yang digunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.

b) IRTP dapat memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.

2) Pengawasan Proses

a) Pengawasan proses seharusnya dilakukan dengan memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi.

b) Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan tentang nama produk, tanggal pembuatan dan kode produksi, jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan, jumlah produksi yang diolah, dan lain-lain informasi yang diperlukan.

c. Penanggungjawab seharusnya melakukan tindakan koreksi atau pengendalian jika ditemukan adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan.

12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/

atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.

a. Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persayaratan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

b. Pemilik IRTP harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi.

c. Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran/ pasaran.

commit to user commit to user

(36)

40

d. Pemilik IRTP seharusnya melaporkan penarikan produknya, khususnya yang terkait dengan keamanan pangan ke Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/ Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.

e. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan dengan disaksikan oleh DFI (Distric Food Inspection).

f. Penanggung jawab IRTP dapat mempersiapkan prosedur penarikan produk pangan.

13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi, mencegah produk melampaui batas kadaluwarsa, meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan. Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan:

a. Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok.

b. Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi/

penjualan.

c. Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting.

Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan. Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan mutakhir.

14. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki commit to user commit to user

(37)

41

penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

a. Pemilik/ penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

b. Pemilik/ penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain.

commit to user commit to user

Gambar

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992
Gambar 2.1 Kue Kering Kacang Tanah
Gambar 2.2 Kacang Tanah
Tabel 2.2 Syarat Mutu Kacang Tanah Menurut SNI No.01-3921-1995  No  Jenis Uji  Satuan  Persyaratan Mutu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara dari mereka yang mempunyai keteraturan belajar yang kurang teratur nampak bahwa sebagian besarnya 15 dari 23 siswa (65%) mepunyai prestasi yang tuntas,

Tabel 3 menunjukkan bahwa kekuatan sobek tertinggi diperoleh dari perlakuan faktor 1 yaitu penggunaan binder (1:2), faktor 2 penggu- naan lak air (1:2), pada faktor 3

Sesuai dengan perhitungan diatas dengan standar beban kuat arus maka MCB yang harus digunakan untuk pembebanan lantai 1 hotel sebesar 137 A, maka untuk posisi perencanaan awal

Permendikbud No 24 tahun 2016 tentang kompetensi dasar mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika dan PJOK

Untuk Kecamatan Rambipuji, Kecamatan Kaliwates, Kecamatan Ajung, Kecamatan Patrang, Kecamatan Sumbersari, Kecamatan Pakusari, Kecamatan Kalisat, Kecamatan Sukowono,

Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan antara lain; dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap

Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan antara lain harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari

Faktor pendukung pengembangan usaha wisata di pantai marina Kabupaten Bantaeng ada- lah Pembangunan yang memanusiakan manusia dan mencintai lingkungan, menjadi rahmat bagi