• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDIGAN SISTEM PENDETEKSI WAJAH DAN EKSPRESI MENGGUNAKAN WIDROW- HOFF DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION TESIS MIFTAHUL JANNAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERBANDIGAN SISTEM PENDETEKSI WAJAH DAN EKSPRESI MENGGUNAKAN WIDROW- HOFF DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION TESIS MIFTAHUL JANNAH"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

MIFTAHUL JANNAH 157038078

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister Teknik Informatika

MIFTAHUL JANNAH 157038078

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

Judul :ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM

PENDETEKSI WAJAH DAN EKSPRESI

MENGGUNAKAN WIDROW-HOFF DAN

LEARNING VECTOR QUATIZATION

Kategori : TESIS

Nama : MIFTAHUL JANNAH

Nomor Induk Mahasiswa : 157038078

Program Studi : Magister Teknik Informatika

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Herman Mawengkang Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc

Diketahui/disetujui oleh Magister Teknik Informatika Ketua,

Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc 195707011986011003

(4)

ANALISIS PERBANDIGA SISTEM PENDETEKSI WAJAH DAN EKSPRESI MENGGUNAKAN WIDROW-HOFF DAN LEARNING VECTOR

QUANTIZATION

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 22 Januari 2018

Miftahul jannah 157038078

(5)

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Miftahul jannah

NIM : 157038078

Program Studi : Magister Teknik Informatika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Exclusive Royalti Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM PENDETEKSI WAJAH DAN EKSPRESI MENGGUNAKAN WIDROW-HOFF DAN LEARNING VECTOR

QUANTIZATION

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 22 Januari 2018

Miftahul jannah 157038078

(6)

Tanggal : 22 Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang

2. Prof. Dr. Tulus

3. Dr. Syahril Efendi, S.Si, M.IT

(7)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Miftahul Jannah

Tempat dan Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 18 April 1993

Alamat Rumah : Jl. Kenari II Banda Masen Kec. Banda Sakti Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh

Telepon/Faks/HP : 082361322336

Email : [email protected]

Instansi Tempat Bekerja : -

Alamat Kantor : -

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 13 Lhokseumawe TAMAT : 2005 SMP : MTsS Ulumuddin TAMAT : 2008 SMA : SMA Negeri 2 Lhokseumawe TAMAT : 2011 S1 : Universita Malikussaleh TAMAT : 2015 S2 : Teknik Informatika USU TAMAT :

(8)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT sebagaimana Allah telah memberi kita beribu-ribu nikmat, rahmat dah hidayahnya kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “ANALISI PERBANDINGAN SISTEM PENDETEKSI WAJAH DAN EKPRESI MENGGUNAKAN ALGORITMA WIDROW HOFF DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Master Teknik Informatika pada program studi S-2 Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer danTeknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara Medan dan juga Selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan serta arahan dengan sangat bijaksana dan penuh kesabaran hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang., selaku pembimbing kedua yang tiada henti memberikan motifasi dan saran serta ilmu yang sangat membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktu.

5. Bapak Prof. Dr. Tulus Vor. Dipl, Math., M.Si.., selaku pembanding/ penguji 1 yang selama ini telah memberikan banyak saran, serta pembelajaran yang berharga bagi penulis

6. Bapak Dr. Syahril Efendi, S.Si., M.IT., selaku Sekretaris program studi Pascasarjana Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara Medan dan juga Selaku pembanding/penguji II yang telah memberikan bantuan serta arahan dalam proses

(9)

ilmu yang sangat berharga bagi penulis selama menjadi mahasiswa.

8. Seluruh civitas akademika, Staf, Pegawai, teman-teman, adik-adik, kakak-kakak di Teknik Informatika yang telah mewarnai hari-hari indah penulis selama menjalani masa kuliah.

9. Ayahanda Adib S.Sos dan Ibunda Nurmala wati yang tercinta, tesis ini merupakan persembahan untuk mereka berdua, yang tak pernah henti memberikan cinta serta kasih sayang serta doa pada penulis hingga detik akhir selesainya tesis ini.

10. Seluruh keluarga tersayang dan sangat berarti bagi penulis, Kakanda Yusuf Setia Putra, Nurul Rezeki Putri, Filda Alfia Riska, Safara Tasya Nadila, Khairatul Ulfa, Masri,Rosmawar, M. Dzakial Ridha dan Khalisa Adhra

11. Bapak Fadlisyah dan Ibu Nurlela Polem selaku orang tua terkasih dan tersayang yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Ibu Ardiana selaku orang tua penulis serta Saudara M.Baihaqi Bestari, Intan Nabila Bestari, M.Furqan Bestari

13. Sahabat-sahabat yang luar biasa, terkhusus kepada sahabat terbaik Kiki Riski Ananti, Luayyun A rani, Yessi aprilia, Adnan Buyung, Rizky Phonna, Insidini, Khairul Umam, Adli Abdillah, Safrina amanah, Reni Ramadani dan sahabat- sahabat se-angkatan 2015, khususnya sahabat-sahabat Unit kom C.

Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan agar pada masa yang akan datang penulis dapat melakukan perbaikan untuk penulisan ilmiah lainnya.

Akhirnya kepada Allah jualah kita menyerahkan segalanya semoga penulisan ini dapat bermanfaat dan terima kasih.

Medan, 22 Januari 2018

Penulis

(10)

Sistem pendeteksian ekspresi wajah merupakan topik ynag terus menerus diteliti karena merupakan penelitian yang sangat popular saat ini. Para peneliti telah banyak melakukan usaha-usaha untuk membuat sistem pendeteksian wajah dan ekspresi dengan algoritma yang kompleks, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk melakukan komputasi yang panjang. Sistem pendeteksian wajah dan ekspresi ini akan dibuat dengan menggunakan dua algoritma yaitu Widrow-hoff dan Learning Vector Quantization untuk diketahui unjuk kinerja dari kedua algoritma tersebut. Dalam penelitian ini ada dua proses yaitu pelatihan dan pengujian. pada tahap pelatihan, proses akan memberikan inputan sistem berupa citra video wajah, setelah itu dilakukan proses perhitungan jarak dan bobot akhir yang kemudian nilai-nilai tersebut disimpan kedalam memori. Setelah sistem mengenal beberapa citra video wajah, sistem akan melakukan pengujian, dimana inputannya berupa citra video yang bersifat real time dan akan memperoleh nilai neuron dengan jarak yang minimum. Sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendeteksian wajah dan ekspresi menggunakan Widrow- Hoff memiliki true detection 85% dan Learning Vector Quantization (LVQ) memiliki kisaran true detection sebesar 80%. Untuk meningkatkan unjuk kerja dari sistem pendeteksi wajah dan eskpresi, dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan lebih lanjut dengan tambahan data training yang lebih banyak dan lebih bervariasi.

Kata kunci: Sistem pendeteksian ekspresi wajah, Widrow hoff, Learning Vector Quantization, Citra Video.

(11)

SYSTEM USING WIDROW HOFF AND LEARNING VECTOR QUANTIZATION ALGORITHM

ABSTRACT

The facial expression detection system is a topic that is constantly being studied because it is a very popular research for now. Researchers have made many attempts to create facial expression detection systems with complex algorithms, so it takes a long time to do long computations. The facial expression detection system will be created using two algorithms namely Widrow-hoff and Learning Vector Quantization to know the performance of these two algorithms. In this research there are two processes namely training and testing. in the training phase, the process will provide input system in the form of facial video image, after which the process of calculating the distance and the final weight of the values then stored into memory. Once the system recognizes some face video images, the system will perform the test, where the input in the form of real time video images and will obtain the value of neurons with a minimum distance. So the results showed that facial detection and expression system using Widrow-Hoff has 85% true detection and Learning Vector Quantization (LVQ) has a true detection range of 80%. To improve the performance of the face detection and expression system, it can be done by providing further training with additional and more varied training data.

Keywords: Facial Ekspression Detection System, Widrow-Hoff, Learning Vector Quantization, Image Video.

(12)

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Persetujuan Publikasi iv

Panitia Penguji Tesis v

Riwayat Hidup vi

Ucapan Terima Kasih vii

Abstrak ix

Abstract x

Daftar Isi xi

Daftar Tabel xiii

Daftar Gambar xiv

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

Bab 2 Landasan Teori

2.1. Citra Digital 4

2.2. Jenis-Jenis Citra Digital 6

2.3. Deteksi Gerakan ( Video) 8

2.4. Deteksi Wajah 9

2.5. Deteksi Ekspresi 12

2.6. Widrow-Hoff 14

2.7. Learning Vector Quatization 19

2.8. Penelitian Sebelumnya 21

Bab 3 Metode Penelitian

3.1. Studi Kepustakaan dan Pegumpulan data 23

3.2. Analisa Kebutuhan Perangkat Keras da Lunak 23

3.3. Diagram Alur Kerja Penelitian 23

3.4. Skema Sistem 25

3.5. Grey-scale 25

3.6. Konvolusi 26

3.7. Jaringan Saraf Tiruan 27

3.8. Parameter pengukuran Evaluasi Unjuk Kerja Sistem 29

(13)

4.1.2. Hasil Vektor Pola Citra Wajah dan Ekspresi 31

4.1.3. Hasil Deteksi Wajah dan Ekspresi 31

4.1.4. Pegukuran Unjuk Kerja Sistem Pendeteksi wajah 31 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 54

5.2. Saran 55

Daftar Pustaka Lampiran

(14)

Halaman Tabel 2.1. Metode yang terkait dengan deteksi wajah 11

Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya 21

Tabel 4.1. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah happy dengan

algoritma Widrow-Hoff 33

Tabel 4.2. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah unhappy dengan

algoritma Widrow-Hoff 33

Tabel 4.3. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah happy dan unhappy

dengan algoritma Widrow-Hoff 35

Tabel 4.4. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah happy dengan

algoritma LVQ 36

Tabel 4.5. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah unhappy

dengan algoritma LVQ 37

Tabel 4.6. Hasil unjuk kerja sistem ekspresi wajah happy dan unhappy

dengan algoritma LVQ 38

Tabel 4.7. Beberapa contoh pendeteksian ekspresi wajah dengan

algoritma Widrow-Hoff 39

Tabel 4.8. Beberapa contoh pendeteksian ekspresi wajah dengan

algoritma LVQ 42

Tabel 4.9. Contoh nilai Pixel Suatu Citra 47

Tabel 4.10. Hasil Nilai Citra Sobel 47

Tabel 4.11. Hasil Normalisasi Nilai Citra 47

(15)

Halaman

Gambar 2.1. Tingkat kecerahan yang kontinu 5

Gambar 2.2. Tingkat kecerahan setelah mengalami kuantisasi 16

tingkatan diskrit 5

Gambar 2.3. Contoh gambar derajar keabuan 6

Gambar 2.4. Komposisi Warna RGB 7

Gambar 2.5. Lokasi Fitur Ekspresi wajah 13

Gambar 2.6. Histogram Fitur Bentuk Mulut 14

Gambar 2.7. Arsitektur ADALINE 15

Gambar 2.8. Pola interkoneksi suatu memori asosiatif pengenalan

sepuluh pola wajah yang dibangun dari ciri utama 16

Gambar 2.9. Contoh Jaringan LVQ 19

Gambar 3.1. Alur kerja penelitian secara umum 24

Gambar 3.2. Skema sistem pendeteksi ekspresi wajah pada video 24

Gambar 3.3. Diagram alir Proses Grey-scale 25

Gambar 3.4. Diagram alir Proses Konvolusi 26

Gambar 3.5. Diagram alir Algoritma Widrow-Hoff 27

Gambar 3.6. Diagram alir Algoritma LVQ 29

Gambar 4.1. Beberapa Sampel Citra Wajah Dan Ekspresi yang digunakan 31 Gambar 4.2. Vektor pola citra yang mengandung ekpresi wajah hasil

koreksi dan pengamatan pada sejumlah citra wajah

yang digunakan sebagai pelatihan 32

Gambar 4.3. Beberapa Hasil True Detection Pada Citra Wajah dan Ekspresi 32 Gambar 4.4. Beberapa Hasil False Detection Pada Citra Wajah dan Ekspresi 33 Gambar 4.5. Grafik unjuk kerja sistem deteksi ekspresi Happy

menggunakan Widrow-hoff 34

Gambar 4.6. Grafik unjuk kerja sistem deteksi ekspresi Unhappy

menggunakan Widrow-hoff 35

Gambar 4.7. Grafik unjuk kerja sistem deteksi ekspresi Happy

menggunakan LVQ 37

Gambar 4.8. Grafik unjuk kerja sistem deteksi ekspresi Unhappy

menggunakan LVQ 38

Gambar 4.9. Grafik unjuk kerja sistem menggunakan Widrow Hoff 44 Gambar 4.10. Grafik unjuk kerja sistem menggunakan LVQ 44 Gambar 4.11. Beberapa contoh citra edge yang memuat lokasi

wajah yang berhasil dideteksi 45

Gambar 4.12. Beberapa contoh citra edge yang memuat lokasi

wajah yang tidak berhasil dideteksi 46

Gambar 4.13. Beberapa contoh citra konvolusi yang memuat lokasi wajah 48 Gambar 4.14. Contohpengenalan bobot wajah dan ekpresi dengan algoritma WH

49 Gambar 4.15. Contohpengenalan bobot wajah dan ekpresi dengan

algoritma LVQ

51

(16)

1.1. Latar Belakang

Era teknologi informasi semakin berkembang dengan cepat dan kompleks, kehandalan sistem mengolah data dengan baik akan menghasilkan informasi yang baik pula.

Pengolahan data yang digunakan modern ini lebih mendekati kepada data gambar, suara dan teks.

Dalam menyelesaikan masalah yang kompleks memerlukan metode cepat, tepat dan akurat. Kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin komputer dapat melakukan pekerjaan dengan metode cepat, tepat dan akurat. Salah satunya adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Jaringan ini telah menjadi obyek penelitian yang menarik dan banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada beberapa bidang kehidupan seperti pengenalan citra digital, pola penyakit dan suara.

Wajah merupakan suatu penanda untuk mengenali seseorang. jika seseorang berkenalan dengan seseorang lainnya, hal yang paling diingat adalah wajah seseorang tersebut. Selain digunakan untuk mengenali seseorang, wajah juga digunakan untuk hal lain seperti untuk keperluan pendataan penduduk, absensi dan sistem pengamanan dengan menggunakan sistem pengenalan wajah. Karena wajah manusia merepresentasikan sesuatu yang kompleks, maka pengembangan model komputasi yang ideal untuk pengenalan wajah masih sesuatu hal yang sulit.

Pendetesian wajah (face detection) adalah salah satu tahap awal yang sangat penting dalam pengenalan wajah (face recognition) yang digunakan dalam identifikasi biometric. deteksi wajah juga dapat digunakan untuk pencarian atau pengindeksian data wajah dari citra atau video yang berisi wajah dengan berbagai ukuran, posisi dan latar belakang. Pendeteksian wajah (face detection) secara otomatis dengan bantuan komputer merupakan permasalahan yang tidak mudah karena wajah manusia memiliki

(17)

Pendeteksian wajah sebagai bagian dari sistem persepsi manusia sudah lama menjadi topic yang terus menerus diteliti oleh para ahli di berbagai bidang antara lain ilmu psikologi, teknik dan neuroscience dengan berbagai macam teknik penyelesaian yang digunakan dalam melakukan penelitian tersebut. Banyak penelitian yang dilakukan dalam mendeteksi wajah secara realtime, akan tetapi sistem tidak banyak melakukan pendekatan yang lebih spesifik terhadap area wajah seperti ekspresi dan lain sebagainya.

Mu-Chun et al (2014) membahas masalah pendeteksian wajah pada gambar, ekstraski fitur ekspresi wajah dan klasifikasi ekpresi wajah menggunakan Self- organizing feature maps ( SOM) dan memiliki keakuratan sebesar 90 %.

Ketaren (2016) membahas metode pendeteksian wajah yang dilakukan dengan memasukkan karakteristik backpropagation yaitu hidden layer dan bobot acak yang dinamakan Modified LVQ (MLVQ). Hasil penelitian ini adalah perbandingan antara algoritma Backpropagation, LVQ dan MLVQ pada pengenalan wajah. Dengan akurasi sebesar dengan tingkat akurasi untuk algoritma Backpropagation sebesar 49.25 %, algoritma LVQ sebesar 48.14 % sedangkan algoritma MLVQ sebesar 50.37%.

Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membandingkan dua algoritma yang memiliki keunggulan masing-masing agar mendapat akurasi yang lebih baik dari kedua metode tersebut. Untuk pendeteksian ekpresi wajah melalui kamera yang cenderung lebih dinamis dan berubah secara lebih cepat dengan menggunakan perbandingan metode widrow hoff ( WH) dan learning vector quantization (LVQ).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul : Analisis perandingan Sistem Pendeteksian wajah dan ekpresi wajah dengan Menggunakan Metode widrow hoff dan Learning Vektor Quantization.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang timbul adalah sistem pendeteksian wajah secara realtime yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya tidak mengarah kepada bagian yang lebih spesifik dalam mendeteksi area wajah seperti ekspresi yang terkandung dalam wajah seseorang

(18)

demikian pula adanya perbandingan antara metode Widrow hoff dan Learning Vector Quantization ( LVQ).

1.3. Batasan Masalah

Beberapa Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Citra yang di uji hanya mengandung wajah yang sempurna atau tidak terhalang oleh benda apapun secara real time.

2. Citra yang diuji dengan posisi wajah tampak depan 3. Ekspresi yang dideteksi berupa senang dan sedih

4. Metode yang dipakai adalah Widrow hoff dan Learning Vector Quantization (LVQ)

5. Format citra adalah video.Avi

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur perbandingan unjuk kerja kedua algoritma yaitu algoritma Widrow-Hoff dan LVQ dalam mendeteksi wajah dan ekspresi serta mampu menunjukkan lokasi (area) pada sebuah citra secara real time.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Memodifikasi penelitian sebelumnya

2. Memperoleh metode yang lebih efesien dalam mendeteksi wajah dan ekspresi secara real time.

3.

Terukurnya kinerja sistem Pendeteksian wajah dan ekspresi secara realtime.

(19)

2.1. Citra Digital

Menurut Darma Putra (2010) secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada sebuah pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan perangkat komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun kompleks yang dipresentasikan dengan deretan bit tertentu.

Komputer dapat mengolah isyarat-isyarat elektronik digital yang merupakan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan 1). Untuk itu citra digital harus mempunyai format tertentu yang sesuai sehingga dapat mempresentasikan objek pencitraan dalam bentuk kombinasi data biner (Nugroho. 2012).

Komputer merupakan alat yang beroperasi dalam sistem digital yang menggunakan bit atau byte dalam pengukuran datanya, dan yang terpenting dalam sistem digital adalah sifatnya yang diskrit, bukan kontinu. Hal ini berlawanan dengan citra digital yang sebenarnya merupakan representasi citra asal yang bersifat kontinu. Untuk mengubah citra yang bersifat kontinu diperlukan sebuah cara untuk mengubahnya dalam bentuk data digital. Komputer menggunakan sistem bilangan biner dalam pemecahan masalah ini. Dengan penggunaan sistem bilangan biner ini, citra dapat diproses dalam komputer dengan sebelumnya mengekstrak informasi citra analog asli dan mengirimkannya ke komputer dalam bentuk biner. Proses ini disebut dengan digitisasi. Digitisasi dapat dilakukan oleh alat seperti kamera digital atau scanner. Kedua alat ini selain dapat mengambil atau menangkap sebuah citra, juga dapat bertindak sebagai alat input (masukan) bagi komputer. Alat penangkap citra digital ini dapat menyediakan aliran data biner bagi komputer yang didapatkan dari pembacaan tingkat kecerahan pada sebuah citra asli dalam interval sumbu x dan sumbu y. Citra digital merupakan citra yang tersusun dari piksel diskrit dari tingkat kecerahan dan warna yang telah terkuantisasi . Jadi, pada dasarnya adalah sebuah citra yang memiliki warna dan

(20)

tingkat kecerahan yang kontinu perlu diubah dalam bentuk informasi warna, tingkat kecerahan, dsb yang bersifat diskrit untuk dapat menjadi sebuah citra digital. Pada Gambar 2.1 diperlihatkan kurva tingkat kecerahan yang kontinu dengan nilai hitam dan putih yang tidak terbatas (a) dan kurva tingkat kecerahan setelah mengalami kuantisasi dalam 16 tingkatan diskrit (b).Tingkat kecerahan pada Gambar 2.1 yang bersifat kontinu dapat diubah menjadi tingkat kecerahan seperti Gambar 2.2 dengan pembacaan tingkat kecerahan menggunakan interval tertentu pada sumbu x dan y seperti yang telah disebutkan di atas. Pembagian seperti pada pembagian tingkat kecerahan ini juga berlaku untuk warna agar nilai warna dapat menjadi diskrit.

Gambar 2.1 Tingkat kecerahan yang kontinu

Gambar 2.2 Tingkat kecerahan setelah mengalami kuantisasi 16 tingkatan diskrit.

2.1. Jenis-Jenis Citra Digital

Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai

(21)

penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah jenis- jenis citra berdasarkan nilai pixel-nya.

a. Citra biner (monochrome) : citra digital yang.hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B & W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, thresholding, morfologi, ataupun dithering.

b. Citra skala keabuan (grayscale) : citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian red = green = blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Berikut contoh grayscale :

Gambar 2.3 Contoh gambar derajar keabuan

c. Citra warna (24 bit) : citra warna terdiri atas 3 layer matrik, yaitu red layer, green layer, blue layer. Sistem warna RGB (Red Green Blue) menggunakan sistem tampilan grafik kualitas tinggi (high quality raster graphic) yaitu mode 24 bit.

Setiap komponen warna merah, hijau, biru masing-masing mendapatkan alokasi 8 bit untuk menampilkan warna. Pada sistem warna RGB, tiap pixel akan dinyatakan dalam 3 parameter dan bukan nomor warna. Setiap warna mempunyai range nilai 0 - 255 atau mempunyai nilai derajat keabuan 256 = 28. Dengan demikian, range warna yang digunakan adalah (28) (28) (28) = 224 (atau dikenal dengan istilah true color pada Windows). Nilai warna yang digunakan merupakan gabungan warna merah, hijau dan biru.

(22)

Gambar 2.4 komposisi warna RGB

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar sebagai berikut.

a. Kecerahan (Brightness) : intensitas cahaya rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.

b. ontras (Contrast) : sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah citra. Citra dengan kontras rendah komposisi citranya sebagian besar terang atau sebagian besar gelap. Citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terangnya tersebar merata.

c. Kontur (Contour) : keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel tetangga, sehingga kita dapat mendeteksi tepi objek di dalam citra.

d. Warna (Color) : persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Warna-warna yang dapat ditangkap oleh mata manusia merupakan kombinasi cahaya dengan panjang yang berbeda. Kombinasi yang memberikan rentang warna paling lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B).

e. Bentuk (Shape) : properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik utama untuk visual manusia.

Umumnya citra yang dibentuk oleh manusia merupakan 2-D, sedangkan objek yang dilihat adalah 3-D.

f. Tekstur (Texture) : distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga.

(23)

Piksel merupakan satuan komponen terkecil dari gambar yang menentukan ukuran dari suatu gambar. Resolusi citra menyatakan ukuran bit dari suatu citra dalam satuan piksel. Untuk citra biner, piksel gambar yang kecerahannya dibawah tingkat tertentu diwakili oleh “0” sedangkan diatasnya diwakili oleh “1”, dengan demikian semua citra didalam memory komputer dapat diwakili oleh logika “1” dan “0”.

Sekarang kita dapat menghitung jumlah memory yang dibutuhkan untuk menyimpan citra tersebut. Sebagai contoh citra yang memiliki resolusi 256 x 256 piksel (jumlah total 65536), karena setiap piksel diwakili oleh “1” dan “0” dan komputer membutuhkan satu bit untuk menyimpan setiap piksel, sehingga dibutuhkan total bit sekitar 64 Kb.

Dalam masalah pengolahan citra, hubungan antar piksel merupakan hal yang sangat penting. Sebuah piksel p pada koordinat (x,y) mempunyai 4 tetangga horizontal dan vertikal. Hubungan antar piksel merupakan suatu konsep yang sangat penting yang digunakan untuk mendefinisikan batas-batas dari suatu objek serta bagian-bagian daerah kecil dari suatu gambar. Sebagai pertimbangan apakah dua piksel dihubungkan atau tidak, diperlukan beberapa kriteria. Diantaranya adalah apakah kedua piksel tersebut mempunyai prinsip kedekatan yang sesuai dengan konsep yang telah ditentukan, seperti konsep 4- neighbours atau 8-neighbours. Selain itu, apakah kedua piksel tersebut memiliki gray level yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Sebagai contoh, jika dua piksel mempunyai nilai masing-masing 0 dan 1 dan keduanya merupakan bagian dari 4- neighbours, maka dinyatakan bahwa kedua piksel tersebut tidak ada hubungan, hal ini karena keduanya memiliki nilai yang berbeda

2.3. Deteksi Gerakan ( Video )

Dalam deteksi pergerakan objek terdapat suatu proses matching yang disebut Frame Difference yaitu mengurangi frame satu dengan frame lainnya dan memberi label pada frame berbeda yang lebih besar dari objek. Proses ini akan menangkap batas tepi dari objek yang bergerak. Pertama-tama video image akan menampilkan gambar/image yang ditangkap oleh webcam. Video image (berupa color image) yang ditangkap ini kemudian diubah menjadi 16 grayscale image. Dengan tujuan untuk memudahkan pemrosesan citra. Bila timbul suatu image baru yang ditangkap oleh

(24)

webcam maka program akan menghitung perbedaan yang terjadi antara dua image dengan cara melakukan penghitungan nilai rata-rata dari semua nilai gray value dalam suatu gambar yang dapat disebut juga sebagai mean. Nilai mean yang didapat akan dibandingkan dengan nilai threshold yang ditentukan oleh user. Semakin kecil batas nilai threshold maka motion detection akan semakin sensitif.

Pada prinsipnya citra pada video atau citra secara real time adalah sama dengan citra digital biasa, citra video merupakan sekumpulan citra-citra yang digerakkan sepanjang durasi waktu tertentu, pergerakan citra-citra yang terdapat pada video tersebut membentuk pergerakan dinamis sehingga mudah mengelabui mata manusia. Pergerakan atau perubahan yang cepat tersebut yang menjadi tantangan kita untuk mengimplementasikan algoritma yang tepat dalam situasi yang cepat dan dinamis.

Video digital pada dasarnya tersusun atas serangkaian frame yang ditampilkan dengan kecepatan tertentu (frame / detik). Jika laju frame cukup tinggi, maka mata manusia melihatnya sebagai rangkaian yang kontinu sehingga tercipta ilusi gerak yang halus, semakin besar nilai frame rate maka akan semakin halus pergerakan yang ditampilkan.. Setiap frame merupakan gambar/ citra digital.

Kompresi video adalah adalah salah satu bentuk kompresi data yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran file audio/video. Di dalam video ada 2 hal yang dapat dikompresi yaitu frame(image) dan audionya. Proses kompresi file menyebabkan kualitas dari file video tersebut mengalami penurunan kualitas di berbagai frame yang ada, seperti timbulnya noise pada bagian bagian tertentu, frame yang hilang dan juga kualitas warna gambar yang berbeda dengan versi asli nya, hal itu disebabkan karena adanya perubahan data ataupun data yang hilang karena proses kompresi data yang dilakukan pada file yang asli.

2.4. Deteksi Wajah

Wajah merupakan sebuah model visual multidimensional yang kompleks dan untuk menggambarkan pengenalan wajah secara komputasi itu sulit. Pengenalan wajah adalah suatu kegiatan yang aktif di bidang biometric. Bagian terpenting dalam

(25)

wajah secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan metodologi akuisisi data wajah, diantaranya:

a. Metode yang beroperasi pada intensitas b. Urutan dalam pengambilan gambar

c. Informasi 3D atau citra infra merah Pengenalan wajah ini, pada dasarnya digunakan untuk mengidentifikasi orang dari gambar atau video (Yulius H,2014).

Menurut Hemalatha & Sumathi (2014) Langkah pertama dalam deteksi wajah adalah preprocessing dengan alasan untuk mendapatkan gambar wajah murni dengan Intensitas normal, ukuran dan bentuk seragam. Langkah-langkah yang terlibat dalam mengubah gambar menjadi gambar wajah normal untuk ekstraksi fitur adalah mendeteksi titik fitur, berputar hingga berbaris. Pada pendekatan ini, para peneliti mencoba menemukan fitur-fitur yang tidak berubah (invariant) pada wajah. Asumsi ini didasarkan pada observasi bahwa manusia dapat dengan mudah mendeteksi wajah dengan berbagai pose dan kondisi cahaya, sehingga disimpulkan bahwa pasti ada sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat invariant. Fitur wajah seperti alis, mata, hidung, mulut, biasanya diekstraksi dengan edge detector. Selanjutnya dibentuk suatu model statistik yang mendeskripsikan hubungan antara fitur-fitur tersebut untuk menentukan ada tidaknya wajah. Warna kulit manusia juga dapat digunakan untuk membantu memperkirakan area wajah.

Metode deteksi wajah dikembangkan berdasar pada aturan (rule) yang didapat dari pengetahuan para peneliti tentang wajah manusia. Sebagai contoh, suatu wajah di dalam citra biasanya memiliki dua buah mata yang simetris, sebuah hidung, dan sebuah mulut. Relasi antara fitur-fitur tersebut dapat direpresentasikan sebagai jarak atau posisi. Lokasi dan tanam daerah wajah menggunakan persegi panjang, sesuai dengan model wajah. Mendeteksi wajah dalam satu gambar melibatkan empat metode Berbasis pengetahuan, Invarian wajah, Pencocokan template dimana pada metode ini akan disimpan beberapa pola wajah standar untuk mendeskripsikan wajah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Pada saat pendeteksian akan dihitung korelasi antara citra input dengan citra pola wajah yang tersimpan sebelumnya. Penampilan berdasarkan menurut penulis Ming-Hsuan disebut dalam tabel berikut:

(26)

Tabel 2.1 Metode yang terkait dengan deteksi wajah

Metode Related Works

Knowledge based Metode berbasis aturan multi resolusi Fitur invariant

Fitur wajah Tekstur Warna kulit Beberapa Fitu

Pengelompokan tepi

Space gray-level Dependence matrix (SGLD) dari pola wajah

Campuran Gaussian

Integrasi warna kulit, bentuk dan ukuran

Template Matching

Template wajah yang ditentukan sebelumnya

Template cacat

Template bentuk

Model bentuk aktif (ASM) Appearance Based

Eigenface

Distribution based Neural Network

Support Vector Machine(SVM) Naive Bayes classifier

Hidden markov Model(HMM) Information-Theoretical approach

Dekomposisi dan pengelompokan vektor Eigen

Persepsi Gaussian dan persepsi multilayer

Ensemble jaringan syaraf tiruan dan arbitrasi

SVM dengan kernel polinomial

Statistik gabungan penampilan dan posisi lokal

Statistik pesanan lebih tinggi dengan HMM

Informasi Kullback relatif

Menurut safwandi (2015) Tantangan yang dihadapi pada masalah deteksi wajah disebabkan oleh adanya faktor-faktor berikut

1. Posisi wajah. Posisi wajah didalam citra dapat bervariasi karena posisinya bisa tegak, miring, menoleh, atau dilihat dari samping.

2. Komponen-komponen pada wajah yang bisa ada atau tidak ada, misalnya kumis, jenggot dan kaca mata.

3. Terhalang objek lain. Citra wajah dapat terhalangi sebagian oleh objek atau wajah lain, misalnya pada citra berisi sekelompok orang.

(27)

4. Kondisi pengambilan citra. Citra yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti intensitas cahaya, arah sumber cahaya, dan karakteristik sensor dan kualitas kamera.

Deteksi wajah dianggap sebagai kasus yang spesifik dari deteksi kelas objek yang mempunyai ukuran dan lokasi objek, tercantum di kelas, di dalam gambar masukan. Dalam langkah ini wajah terdeteksi dengan mengidentifikasi fitur wajah sembari mengabaikan semua elemen non-wajah. Lakukan deteksi wajah terlebih dahulu lalu diubah menjadi bentuk biner dan pindai gambar untuk area dahi, kemudian cari lebar maksimum piksel putih kontinu sampai mencapai alis mata.

Setelah itu potong area wajah sedemikian rupa sehingga tingginya 1,5 kali lipat dari lebarnya (P. M. Chavan et al, 2013 ).

2.5. Deteksi Ekspresi

Ekspresi atau mimik adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang merupakan hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah serta dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya.

Melalui ekspresi wajah, maka dapat dipahami emosi yang sedang bergejolak pada diri individu. Ekspresi wajah merupakan salah satu karakteristik perilaku. Penggunaan sistem teknologi biometrika dengan karakteristik ekspresi wajah memungkinkan untuk mengenali mood atau emosi seseorang. Komponen dasar sistem analisis ekspresi wajah adalah deteksi wajah, ekstraksi data wajah, dan pengenalan ekspresi wajah.

Menurut Friska et al (2015) Pengenalan ekspresi wajah merupakan salah satu cara untuk mengenali emosi. Karena ekspresi wajah merupakan hal yang paling kuat, alami dan cepat untuk menyampaikan emosi atau perasaan seseorang. Banyak hal dapat diketahui hanya dengan melihat ekspresi seseorang seperti niat, kepribadian, hubungan sosial dan benda-benda yang ada di lingkungan. Otot-otot yang membentuk ekspresi wajah dikenal sebagai musculi facialis yang merupakan otot-otot penggerak wajah, sebagai contoh musculi zigomaticus major dan minor berorigo pada tulang zigomaticus dan berinsersio pada sudut mulut berfungsi menarik sudut mulut ke atas dan keluar.

(28)

Ekspresi wajah telah terbukti menjadi alat yang kuat dalam mengidentifikasi manusia. Keadaan emosional dan tanggapan yang baik terhadap keadaan atau menjadi sesuatu yang baru (produk) . Analisis dan pengukuran ekspresi wajah yang efektif dilakukan di beberapa bidang aplikasi: obat-obatan, bidang keamanan, sistem video surveillance, permainan, hiburan, identifikasi biometrik, tetapi juga dalam banyak ilmu perilaku, antropologi, dan psikoanalisis (Reda & Shikun 2015).

Sarbani Ghosh (2015) Pendeteksian ekpresi wajah berhubungan dengan masalah klasifikasi citra terhadap ekpresi manusia ( senang, sedih, normal dan marah).

Pola ekpresi berhungan dengan bermacam subjek seperti pengenalan pola perceptual, kompurasi yang efektiv dan pembelajaran mesin.

Dalam proses pendeteksian ekpsresi dan wajah terdapat tahapan ekstaksi ciri atau Fitur extraction. Ekstraksi ciri digunakan untuk mengambil cirri atau fitur yang penting dari ekspresi wajah. Dalam teknik ini berdasarkan lokasi fitur dan bentuk fitur. Ada 6 lokasi fitur penting yaitu 2 lokasi di pusat mata, 2 lokasi di ujung alis dalam dan 2 lokasi di ujung mulut seperti gambar yang ditunjukkan berikut:

Gambar 2.5 Lokasi fitur ekspresi wajah

Pertama dilakukan pencarian titik pusat mata dan ujung alis dalam dengan metode pencarian berdasarkan titik hitam dari suatu daerah menggunakan iterasi thresholding. Untuk mendapatkan fitur 2 lokasi di ujung mulut menggunakan teknik integral projection melalui proses deteksi tepi. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan bentuk fitur adalah dengan mengektrak bentuk fitur daerah mulut dengan histogram seperti pada gambar berikut :

(29)

Gambar 2.6 histogram fitur bentuk mulut

2.6. Widrow Hoff

ADALINE (Adaptive Linear Neuron) dikembangkan oleh Widrow dan Hoff pada tahun 1960. Adaline dilatih dengan menggunakan aturan delta, yang juga dikenal sebagai aturan least mean squares (LMS) atau Widrow-Hoff. Jaringan lapis tunggal Jaringan terdiri dari satu atau lebih unit masukan dan satu unit keluaran. Mempunyai sebuah bias yang berperilaku seperti bobot yang bisa disesuaikan yang terletak pada koneksi dari sebuah unit yang selalu mengeluarkan sinyal +1 agar bobot bias bisa dilatih seperti bobot lainnya dengan proses yang sama dalam algoritma pelatihan.

Beberapa jaringan Adaline yang menerima sinyal dari unit masukan yang sama dalam dikombinasikan menjadi sebuah jaringan lapis tunggal seperti perceptron. Beberapa Adaline juga bisa dikombinasikan sehingga keluaran dari sebagian Adaline menjadi masukan untuk Adaline yang lain.

ADALINE menggunakan threshold dalam melakukan proses penjumlahan linier seluruh masukan pada jaringannya. Pengaturan bobot interkoneksi pada jaringan ADALINE dilakukan menggunakan Persamaan :

𝑊 + = 𝑊 + 𝜇 (−∇̂𝑘) (1)

Keterangan :

µ

adalah konstanta belajar.

ε

k adalah error pada iterasi ke-k.

𝜂 adalah konstanta belajar yang bernilai 2

µ.

(30)

Menurut Saranya & Kuppusamy (2016 ) Adaline (Adaptive Linear Neuron) adalah model linier sederhana dua lapisan jaringan syaraf tiruan. Satu lapisan mengacu pada input dan lapisan lain mengacu pada lapisan keluaran yang memiliki neuron output tunggal. Semua neuron masukan mengirimkan data ke neuron output tunggal dan latihan jaringan hasilnya dengan algoritma Least Mean Squares (LMS) untuk pembelajaran. Lingkup jaringan Adaline mengenali pola, penyaringan data, atau mendekati fungsi linier

Arsitektur jaringan Adaline ditunjukkan pada gambar berikut. Pada jaringan ini, terdapat n unit masukan, yaitu X1, …, Xi, …, Xn dengan bobot w1, …, wi, …, wn, dan sebuah unit keluaran, yaitu Y. Selain itu, terdapat sebuah unit yang selalu memberikan sinyal +1 dimana bobotnya diberi nama bias (b).

Gambar 2.7 Arsitektur ADALINE

Langkah dalam Adaline adalah sebagi berikut :

W[ ] = [ ]

Langkah 1: Pola pertama disimpan dalammemori dengan memodifikasi nilai bobot interkoneksi menurut aturan Hebbian berdasarkan persamaan

𝑟𝑢= 𝑊 +

= + 𝑇= [ ]+[

++ −+

]

×

[

+ + + −

]

(31)

= [

+ +

+ + + −

+ −

+ +

− − + −

− +

]

Dengan memperhatikan matriks bobot yang diperoleh, pola pertama menunjukkan bahwa setiap dua ciri utama yang memiliki nilai yang sama baik +1 atau -1, akan memiliki kekuatan hubungan antara dua elemen memori yang berhubungan dengan ciri, sama dengan +1, sebaliknya, setiap dua ciri utama mempunyai nilai berbeda, baik +1 dan -1 atau -1 dan +1, akan memiliki kekuatan hubungan antara dua elemen memori yang berhubungan dengan ciri, sama dengan -1. Dengan kata lain, bobot matriks akan sebanding dengan kovariansi antar ciri utama.

Langkah 2: Misalkan, pola kedua yang dicirikan dengan 𝑇 = [− − − + ]

= + 𝑇= [

+ +

+ + + −

+ −

+ +

− − + −

− +

]+[

++ −+

]

×

[

− − + −

]

= [

+ +

+ +

+ −

− +

]

langkah dilanjutkan hingga misalkan langkah sepuluh, sehingga diperoleh matriks interkoneksi pola dalammemori asosiatif.

Gambar 2.8 Pola interkoneksi suatu memori asosiatif pengenalan sepuluh pola wajah

(32)

Pada Gambar 2.8, bobot interkoneksi antara elemen pemroses 1 dan 2, 1 dan 3, dan 2 dan 3 mempunyai nilai 2, hal ini mencerminkan bahwa nilai-nilai ciri utama yang berhubungan dengan elemen pemroses adalah sama, +1 dan +1 atau -1 dan -1, dalam enam pola, tetapi berbeda untuk empat pola, 6 x (+1)+4 x (-1)=2. Bobot interkoneksi antara elemen pemroses 1 dan 4 mempunyai nilai 6, yang menunjukkan bahwa nilai-nilai ciri utama1 dan 4 sama dalam delapan pola dan berbeda dalam 2 pola, 8 x (+1)+2 x (-1)=6. Bobot interkoneksi antara elemen pemroses 2 dan 4, dan 3 dan 4 mempunyai nilai -2, yang menunjukkan nilai-nilai ciri utama yang berhubungan dengan elemen pemroses adalah sama, +1 dan +1 atau -1 dan -1, dalam empat pola, tetapi berbeda untuk enam pola, 4 x (+1)+6 x (-1)= -2.

Tinjau kembali hasil dari Gambar 2.6, ambil vektor masukan 2 dan 4 yang menghasilkan keluaran yang tidak kuat (karena tidak ortogonal). Selanjutnya kita mencoba membuat matriks bobot dengan algoritma belajar Widrow-Hoff. Jaringan ADALINE terdiri dari kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki satu atau lebih unit masukan dan satu unit keluaran.

2. Mempunyai sebuah bias yang berperilaku seperti bobot yang bisa disesuaikan yang terletak pada koneksi dari sebuah unit yang selalu mengeluarkan sinyal +1 agar bobot bias bisa dilatih seperti bobot lainnya dengan proses yang sama dalam algoritma pelatihan.

3. Beberapa jaringan Adaline yang menerima sinyal dari unit masukan yang sama dalam dikombinasi kan menjadi sebuah jaringan lapis tunggal seperti perceptron.

4. Beberapa Adaline juga bisa dikombinasikan sehingga keluaran dari sebagian Adaline menjadi masukan untuk Adaline yang lain, dan akan membentukan

jaringan lapis banyak yang disebut Madaline (Many Adaptive Linear Neuron).

5. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi tangga 1 if yin > 0

Y =

(2) -1 if yin < 0

6. Algoritma Pembelajaran

(33)

Set laju pembelajaran a

(0,1 = na = 1, dimana n adalah jumlah unit masukan) Langkah 1. Selama syarat henti salah, lakukan langkah 2- 6

Langkah 2. Untuk setiap pasangan pelatihan (masukan dan target) bipolar s:t, lakukukan langkah 3- 5

Langkah 3. Set nilai aktifasi dari unit masukan, i = 1, …., n

x i= si (3) Langkah 4. Hitung total masukan ke unit keluaran

Y_in = xiwi + b (4)

Langkah 5. Perbarui bobot dan bias, i = 1, …., n

b(new) = b(old) + a (t –y_in) (5)

wi(new) =wi (old) + a (t –y_in) xi (6)

Langkah 6. Uji syarat henti :

Jika perubahan bobot (a (t –y_in)) terbesar yang terjadi dalam langkah 2 adalah lebih kecil dari toleransi (e) yang telah ditentukan, maka selesai; jika tidak maka kembali ke langkah 1. Nilai toleransi (e) yang digunakan adalah 1 < e = 0. Dalam menentukan nilai laju pembelajaran (a), umumnya digunakan nilai yang kecil (misalkan a = 0.1). Apabila nilai a terlalu besar, proses pembelajaran tidak akan konvergen. Jika terlalu kecil nilai yang dipilih,pembelajaran akan menjadi terlalu lambat. Agar praktis, kisaran nilai a yang bisa dipilih adalah 0,1 = n a

= 1 dimana n adalah jumlah unit masukan.

7. Algoritma Pengujian

Setelah pelatihan, sebuah jaringan Adaline bisa digunakan untuk mengklasifikasi pola ma sukan. Bila nilai target adalah bivalen (biner atau bipolar), fungsi tangga bisa digunakan sebagai fungsi aktivasi dari unit keluaran. Prosedur umum ini adalah langkah - langkah yang digunakan apabila target adalah bipolar : Langkah 0. Inisialisasi bobot

(d igunakan nilai bobot yang diperoleh dari algoritma pelatihan) Langkah 1. Untuk setiap vektor masukan x, lakukan langkah 2- 4

Langkah 2. Set nilai aktifasi dari unit masukan, i = 1, …., n

(34)

Langkah 3. Hitung total masukan ke unit keluaran

Y_in = xiwi + b (8)

Langkah 4. Gunakan fungsi aktifasi 1 jika yin > 0

Y =

(9)

-1 jika yin < 0

2.7. Learning Vector Quatization

Menurut Ezat & Maleke Ashtar ( 2014) Learning Vektor Quantization (LVQ) adalah suatu metode jaringan syaraf tiruan untuk melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vector-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung pada jarak antara vector-vektor input. Jika kedua vector input mendekati sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vector input tersebut kedalam kelas yang sama.

Jaringan LVQ memiliki lapisan kompetitif pertama dan lapisan linier kedua.

Lapisan kompetitif belajar untuk mengklasifikasikan vektor input dengan cara yang sama seperti lapisan kompetitif dari Self Organizing Feature Maps. Lapisan linier mengubah kelas lapisan kompetitif menjadi klasifikasi target yang ditentukan oleh pengguna. Kelas yang dipelajari oleh lapisan kompetitif disebut sebagai subclass dan kelas dari lapisan linier sebagai kelas sasaran

Arsitektur jaringan LVQ ini terdiri dari input, lapisan kohonen, dan lapisan output. Arsitektur LVQ ini dapat digambarkan seperti gambar berikut:

(35)

Pada beberapa literatur mungkin ditemui beberapa algoritma tentang LVQ yang berbeda. Secara garis besar, algoritma LVQ adalah sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah menetukan masing-masing kelas output, menggunakan bobot, dan menetapkan learning rate α .

2. Bandingkan masing-masing input dengan masing-masing bobot yang telah ditetapkan dengan melakukan pengukuran jarak antara masing-masing bobot 0 dan input . persamaannya adalah seperti berikut.

∥ 𝑝 − 0 ∥ (10)

3. Nilai minimum dari hasil perbandingan itu akan menetukan kelas dari vektor input dan perubahan bobot dari kelas tersebut. Perubahan untuk bobot baru ( 0′ ) dapat dihitung dengan persamaan berikut.

1. Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang sama:

0′ = 0 + ( − 0) (11)

2. Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang bebeda:

0′ = 0 − ( − 0) (12)

Pada dasarnya perhitungan diatas akan dilakukan terus-menerus sampai nilai bobot tidak berubah jika ada input baru. Hal ini tentu saja membutuhkan keperluan memori yang sangat besar untuk melakukan perhitungan. Untuk itu, dalam melakukan perhitungan LVQ bisa ditentukan maksimal perulangan (epoch) (Darma Putra, 2010).

Menurut Risky, Oni dan Dwi ( 2016) Algoritma LVQ bertujuan akhir mencari nilai bobot yang sesuai untuk mengelompokkan vektor – vektor kedalam kelas tujuan yang telah di inisialisasi pada saat pembentukan jaringan LVQ. Sedangkan algoritma pengujiannya adalah menghitung nilai output (kelas vektor) yang terdekat dengan vektor input, atau dapat disamakan dengan proses pengklasifikasian (pengelompokan).

Keterangan yang kita gunakan adalah sebagai berikut:

x : vektor pelatihan (input) (x1,…...,xi,…….,xn)

T : kategori yang tepat atau kelas untuk vektor pelatihan

Wj : bobot vektor untuk unit output ke-j (w1j,…….,wij,...,wnj) Cj : kategori atau kelas yang ditampilkan oleh unit output ke-j

(36)

∥ − j∥: jarak Euclidean antara vektor input dan bobot vektor untuk layer output ke-j Berikut ini adalah algoritma pembelajaran LVQ:

langkah 0 : inisialisasi vektor referensi ; inisialisasi rating pembelajaran α (0) langkah 1 : ketika kondisi berhenti adalah false, lakukan langkah 2 sampai 6 langkah 2 : untuk setiap input pelatihan vektor x lakukan langkah 3 – 4 langkah 3 : temukan j hingga ||x – wj|| minimum

langkah 4 : perbaharui wj sebagai berikut :

Wj(baru) = Wj(lama) + α[x – wj(lama)];

jika T ≠ Cj, maka

Wj(baru) = Wj(lama) - α[x – wj(lama)];

langkah 5 : kurang rating pelatihan

langkah 6 :tes kondisi berhenti: yaitu kondisi yang mungkin menetapkan sebuah jumlah tetap dari iterasi atau rating pembelajaran mencapai nilai kecil yang cukup.

Setelah proses pembelajaran Learning Vector Quantization (LVQ) maka langkah selanjutnya adalah proses pengambilan hasil output Learning Vector Quantization (LVQ). Pengambilan hasil dilakukan hanya pada proses Testing(pengujian). Pada dasarnya, tahapan ini hanya memasukkan input bobot akhir kemudian mencari jarak terdekat dengan perhitungan Euclidian (jarak terdekat).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Algortima yang telah digunakan dapat dijabarkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Penelitian sebelumnya

No Nama Tahun Judul Penelitian Hasil dan Kesimpulan

1 Safwandi 2016

Analisa Sistem Pendeteksian Warna Kulit

Dan Wajah Senyum Dengan Mengunakan Metode Learning Vector

Quantization

Dilakukan pada pada citra video untuk medetesi wajah dan warna kulit dan menghasilkan akurasi Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan false positif rate sebesar 60% dan

(37)

Dari tabel diatas setiap algoritma memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu peneliti akan mencoba mengimplementasikan algoritma Widrof Hoff dan Learning vector Quantization dengan memandingkan kedua algoritma untuk menganalisis akurasi pendeteksian wajah dan ekspresi sehingga didapatkan hasilnya manakah yang lebih efektif dalam mendeteksi wajah dan ekspresi.

2 Eliasta

ketaren 2016

Modifikasi Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector

Quantization Pada Pengenalan Wajah

Dilakukan pada pada pengenalan wajah dengan

cara memasukkan

karakteristik

Backpropagation yaitu hidden layer dan bobot acak yang dinamakan Modified LVQ (MLVQ). Hasil penelitian ini adalah perbandingan antara algoritma Backpropagation, LVQ dan MLVQ pada pengenalan wajah. Dengan akurasi sebesar dengan tingkat akurasi untuk algoritma Backpropagation sebesar 49.25 %, algoritma LVQ sebesar 48.14 % sedangkan algoritma MLVQ sebesar 50.37 %.

(38)

3.1. Studi Kepustakaan dan Pengumpulan Data

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan membaca serta memahami referensi yang terkait dengan sistem pendeteksian wajah dan ekpresi menggunakan Widrow-hoff dan Learning Vector Quantization.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sekumpulan citra video untuk pelatihan (training data set) dan sekumpulan citra video untuk pengujian (testing data set). Citra video untuk pelatihan maupun untuk pengujian diperoleh dari berbagai sumber seperti hasil tangkapan kamera yang mengadung ekspresi sedang dan sedih. Citra video yang digunakan hanya dibatasi pada citra video 24 bit dengan ekstensi AVI. Alasan pemilihan video .AVI adalah dikarenakan format video .AVI merupakan standar default dalam pemrosesan video pada sistem operasi Windows.

3.2. Analisis Kebutuhan Perangkat Keras dan Perngkat Lunak

Perangkat keras yang digunakan pada penelitian ini berupa laptop dengan spesifikasi processor Intel Core i5 2.3 GHz, RAM 1 GB, kapasitas hardisk 250 GB, dan webcam.

Perangkat lunak yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate dan menggunakan bahasa pemograman Delphi 7

3.3. Diagram Alur Kerja Penelitian

Diagram alur kerja penelitian secara umum dimulai dengan tahapan mengidentifikasi sebuah masalah yang akan diteliti, kemudian tahapan menetapkan tujuan penelitian agar tidak menyebar keruang lingkup yang lain dan dilanjutkan tahapan mengumpulkan data atau sampel yang akan diteliti yaitu data wajah real-time yang mengandung unsur ekspresi, selanjutnya tahapan merancang dan mengimplemtasikan sistem yang dibangun sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, selanjutnya proses menguji coba metode yang telah diimplementasikan tersebut sehingga mendapatkan kesimpulan terhadap penelitian yang dikerjakan. Diagram alur kerja yang akan

(39)

Identifikasi masalah

Menetapkan tujuan Penelitian

Desain Sistem

Pengumpulan Data Sampel

Implementasi Sistem

Ujicoba Sistem

Pengukuran kinerja ya

Kesimpulan Tidak

Gambar 3.1 Alur kerja penelitian secara umum

3.4. Skema Sistem

Skema sistem pendeteksi wajah yang dibangun dalam penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skema sistem pendeteksi ekspresi wajah pada video.

Adapun tahapan yang dilakukan setelah sistem menerima input video adalah tahapan grey-scale, konvolusi, dan uji pengenalan pola wajah dan ekspresi melalui metode Widrow-Hoff dengan pendekatan jaringan ADALINE dan LVQ. Pada tahap pre-processing, video sumber yang menjadi inputan akan di-resize terlebih dahulu untuk menghemat waktu dan jumlah iterasi saat komputasi. Setelah resizing, video akan direpresentasikan dalam bentuk satu kanal, dan diakhiri dengan pendeteksian

(40)

tepi melalui proses konvolusi. Pada proses utama, komputasi menggunakan jaringan ADALINE dan LVQ, vektor pola wajah akan dilatih untuk mendapatkan sebuah matriks bobot, yang selanjutnya digunakan sebagai matriks pengujian.

3.5. Grey-scale

Diagram alir untuk proses grey-scale dibangun berdasarkan Gambar 3.3:

Mulai

X = 0 Y= 0

Tentukan panjang dan tinggi image

Red : pilih merah pada pixel x, y Green : pilih hijau pada pixel x, y Blue : pilih biru pada pixel x, y

Grayscale: Red +Green + Blue ) / 3

Ubah pixel warna x, y dengan grayscale

X = X + 1

X > panjang ? Ya

Tidak Y = Y + 1

Y > Tinggi ? Ya

Tidak

Selesai

Gambar 3.3 Diagram alir proses grey-scale

Tahapan grey-scale bertujuan untuk meratakan nilai intensitas ketiga kanal yang terdapat pada video 24 bit. Berturut-turut nilai-nilai intensitas yang terdapat pada kanal R, kanal G, dan kanal B dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah kanal, sehingga nilai-nilai kanal sekarang diperbaharui. Proses grey-scale video sangat membantu

(41)

lainnya yang terdapat video.Adapun tahapan-tahapan proses grey-scale pada 3.3 adalah sebagai berikut:

1. Melakukan inisialisasi untuk x = 0 dan y = 0 2. Menentukan panjang dan tinggi image

3. Mengambil nilai Red [x,y], Green [x,y] dan Blue [x,y] pada image

4. Melakukan konversi gambar menjadi grayscale dengan menggunakan rumus grayscale = Red [x,y] + Green [x,y] + Blue [x,y] / 3

5. Melakukan perubahanwarna pada pixel [ x,y] dengan RGB 6. Setelah melakukan perubahan nilai [x] maka nilai x = [x] + 1

7. Setelah melakukan proses memasukkan gambar akan dilakukan pengecekan apakah x > panjang ?, jika ya maka akan dilakukan pengambilan nilai Red, Green, Blue (proses 2), jika tidak maka akan dicek nilai [y]

8. Setelah melakukan perubahan nilai [y] maka nilai x = [y] + 1

9. Setelah melakukan proses memasukkan gambar akan dilakukan pengecekan apakah y > tinggi ?, jika ya maka akan dilakukan pengambilan nilai Red, Green, Blue (proses 2), jika tidak maka proses selesai.

3.6. Konvolusi

Diagram alir untuk proses konvolusi dibangun berdasarkan Gambar 3.4:

Gambar 3.4 Diagram alir proses konvolusi Mulai

Video Grey-scale

kernel





n) n,y (x n)

(x,y

n,y) (x (x,y)

Stop

Apakah semua pixel (nilai intensitas) video sudah di

kalkulasi

Ya Tidak

(42)

Konvolusi yang dilakukan dalam blok diagram sistem menggunakan dua operator sobel. Proses konvolusi dilibatkan untuk mentransformasi nilai-nilai intensitas yang telah terkondisi dari tahapan sebelumnya, menjadi nilai-nilai intensitas yang merepresentasikan tepi objek (wajah). Adapun tahapan-tahapanya :

1. Input nilai citra grayscale yang sudah dikalkulasikan.

2. Pada saat sistem menerima inputan citra grayscle, akan dipartisipasikan menjadi matriks 3x3 dan dikonvolusikan dengan sebuah kernel yaitu sobel.

3. Apabila semua pixel citra sudah dikalkulasi, maka akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya, dan apabila semua pixel belum dikalkulasi maka sistem akan kembali pada tahapan ke-2.

3.7. Jaringan Syaraf Tiruan

Model Jaringan syaraf yang digunakan pada sistem ini adalah jenis Widrow-Hoff Dan LVQ. diagram alir dari algoritma belajar Widrow-Hoff ditunjukkan pada Gambar 3.5

Mulai

Stop Input vektor pola

Hitung error

 nX[t]X t1

Apakah  n <0,1 atau epoch > maks_epoch

Ya Tidak

Hitung matriks koreksi

 n Tt

n X

w[ ]    []

  

Perbaharui matriks bobot

 1  1 ]

[nWn wn

W

(43)

Adapun langkah-langkah algoritma Widdrow-Hoff pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Jaringan menerima inputan struktur pola dari nilai konvolusi yaitu Struktur pola inputan merupakan sebarisan pola tepi-tepi objek yang mungkin mengandung wajah atau bukan wajah dan ekspresi

Langkah 2 : setelah vektor pola didapat selanjutnya jaringan melakukan perhitungan error

 nX[t]X t1

Langkah 3 : jaringan melakukan perhitungan matriks koreksi

 n Tt

n X

w[ ]    []

  

Langkah 4 : Pembaharuan matriks bobot

 1  1 ]

[nWn wn

W

Langkah 5 : pengulangan hingga tercapai error minimum atau telah memenuhi batas iterasi maksimum.

Apakah  n <0,1 ?

Langkah di atas berlaku untuk tahapan pelatihan dan pegujian sistem yang di bangun. Pertama sistem akan melakukan proses pelatihan untuk mendapatkan bobot nilai yang akan dijadikan referensi saat pegujian. Saat proses pengujian algorima akan menyimpan bobot nilai yang mengandung ekpresi senang dan sedih pada area wajah.

Adapun Skema untuk metode LVQ Dalam proses ini inputan sistem berupa citra video wajah yang telah dikonvolusi, setelah itu dilakukan proses perhitungan jarak menggunakan rumus Ecludian Distance dan mendapatkan nilai bobot akhir yang kemudian nilai-nilai tersebut disimpan kedalam memori unyuk digunkan sebagai nilai referensi pada saat proses pengujian. Adapun kema pelatihan pada metode LVQ digambarkan pada gambar 3.6 :

(44)

Gambar 3.6 Diagram alir Algoritma LVQ

Pada tahap ini, Langkah awal adalah melakukan pengenalan terhadap pola masukkan terlebih dahulu yang disajikan dalam bentuk vector yang terdiri dari vector target atau variable input. Setiap neuron keluaran menyatakan kelas atau katagori tertentu, maka pola masukkan dapat dikenali kelasnya berdasarkan neuron keluaran yang diperoleh. Metode LVQ mengenali pola masukkan berdasarkan pada kedekatan jarak antara dua vector yaitu vector dari unit masukkan dan bobot. Adapun langkah- langkahnya adalah :

Langkah 1 : Inisialisasi vector pola, learning rate dan bobot

(45)

Langkah 3 : inisialisasi epoch dan tetapkan error

Langkah 4 : penentuan apakah elearning rate lebih besar dari maksimum iterasi, jika ya aka lanjut ke tahap 5 jika tidak, maka proses selesai

Langkah 5 : inisialisasi data 1 sampai n

i = 1 sampai n Langkah 6 : tentukan satu variable baru

Langkah 7 : cari nilai bobot yang minimum

Langkah 8 : apakah target = variable baru ? jika ya maka bobot baru akan di update :

W (baru) = w (lama) + α ( x – w (lama) ) jika tidak W (baru) = w (lama) - α ( x – w (lama) )

Langkah 9 : kurangkan nilai learning rate

Langkah di atas berlaku untuk tahapan pelatihan dan pegujian sistem yang di bangun. Pertama sistem akan melakukan proses pelatihan untuk mendapatkan bobot nilai yang akan dijadikan referensi saat pegujian. Saat proses pengujian algorima akan menyimpan bobot nilai yang mengandung ekpresi senang dan sedih pada area wajah.

3.8. Parameter Pengukuran Evaluasi Unjuk Kerja Sistem

Pengukuran evaluasi unjuk kerja sistem pendeteksi wajah pada umumnya menggunakan dua parameter, yaitu detection rate dan false positive rate . Detection rate merupakan perbandingan atau prosentase jumlah ekspresi wajah yang berhasil dideteksi per seluruh jumlah wajah yang diuji, sedangkan false positive rate adalah jumlah objek bukan wajah yang dideteksi sebagai wajah.

(46)

4.1. Hasil

Hasil yang dibahas meliputi pemilihan sampel pelatihan citra, vektor pola citra, pengujian sistem dan pengukuran unjuk kerja sistem.

4.1.1. Sampel pelatihan citra

Sampel pelatihan citra wajah yang mengandung unsur ekspresi yang digunakan dalam penelitian ini 30 citra wajah yang mewakili karakteristik vektor wajah dan ekspresi yang berbeda. Pelatihan dilakukan menggunakan algoritma Widrow-Hoff dan Learning Vector Quantization dengan konstanta belajar,  =0,1. Gambar 4.1 menunjukkan beberapa sampel citra wajah dan ekspresi yang digunakan sebagai pelatihan.

Gambar 4.1. Beberapa sampel citra wajah dan ekpresi yang digunakan

4.1.2. Hasil vektor pola citra wajah dan ekspresi

Setiap citra wajah memiliki vektor pola yang spesifik atau berbeda antara satu wajah dengan wajah lainnya. Pada jaringan ADALINE yang menggunakan algoritma belajar

(47)

yang dihasilkan dari pengamatan pada citra wajah dan ekspresi pelatihan. Vektor pola ekpresi wajah referensi terkait dengan kemunculan nilai-nilai 0 atau 1 pada sejumlah video wajah pelatihan. Nilai 0 pada vektor mewakili nilai yang bukan termasuk fitur ekspresi wajah tetapi di dalam wilayah wajah, sebaliknya nilai 1 mewakili nilai yang termasuk di dalam fitur ekspresi wajah

Gambar 4.2. Vektor pola citra yang mengandung ekpresi wajah hasil koreksi dan pengamatan pada sejumlah citra wajah yang digunakan sebagai pelatihan.

4.1.3. Hasil deteksi wajah dan ekspresi

Didalam hasil deteksi wajah dan ekspresi dilakukan tehadap 2 karakteristik citra yaitu unsure citra yang mengandung ekpresi senang dan sedih. Gambar 4.3 menunjukkan beberapa hasil pendeteksian citra wajah dan ekspresi secara benar (true detection), sedangkan gambar 4.4 menunjukkan beberapa hasil pendeteksian citra wajah dan ekspresi yang salah (false detection).

Gambar 4.3. Beberapa hasil true detection pada citra wajah dan ekspresi

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah neuron masukan LVQ pada penelitian ini memiliki 2400 yang didapat dari 16 segmen x 3 kelas x 5 perulangan x 10 naracoba dengan panjang data satu set data latih

Sehingga nilai bobot akhir tersebut akan menjadi bobot referensi untuk tahap identifikasi pengenalan ucapan huruf vokal.. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap