• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIO-OIL DARI PROSES PIROLISIS LAMBAT DENGAN BAHAN BAKU BIOMASSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIO-OIL DARI PROSES PIROLISIS LAMBAT DENGAN BAHAN BAKU BIOMASSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BIO-OIL DARI PROSES PIROLISIS LAMBAT DENGAN BAHAN BAKU BIOMASSA DARI

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

VICTOR YANSEN NIM. 160401061

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Pirolisis merupakan salah satu proses untuk mengubah biomassa menjadi energi. pirolisis mengubah padatan bahan bakar menjadi padatan (solid), gas (syngas), dan cairan (bio-oil) yang mempunyai kemampuan mampu bakar. Skripsi ini menganalisa proses pirolisis lambat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dari temperatur 400°C-650°C dalam memproduksi bio-oil. Skripsi ini juga membahas tentang Excess Air yang diberikan agar mendapatkan kalor yang maksimal, guna keperluan proses pirolisis dan geometri dari alat penukar kalor yang berfungsi sebagai condenser. Untuk menjamin terlaksananya proses pembakaran sempurna diperlukan adanya udara berlebih (Excess Air). Oleh karena itu analisa dilakukan pada variasi udara berlebih pada proses pembakaran yang bertujuan menghasilkan panas untuk digunakan oleh proses pirolisis. Dari analisa ini didapati nilai energi dalam bentuk kalor hadir dalam jumlah yang tinggi jika kelebihan udara berkisar pada 40%. Kalor kemudian digunakan untuk memanaskan biomassa, sehingga menghasilkan syngas yang kemudian melewati alat penukar kalor dengan panjang pipa tembaga 10 m dalam 200 liter air. Pengembangan desain terhadap alat penukar kalor juga dilakukan dan didapatkan bahwa jumlah air yang diperlukan hanya 73,2 liter air dengan menggunakan alat penukar kalor berbentuk shell and tube. Dari hasil Analisa secara simulasi, didapati laju aliran massa bio-oil berkurang seiring naiknya temperatur kerja pirolisis yaitu, berkisar antara 0,121-0,38 kg/jam dengan volume antara 0,124-0,387 L/jam. Nilai kalor bio-oil meningkat seiring naiknya temperatur pirolisis, dengan nilai kalor pada 400°C sebesar 2545 kJ/kg dan pada 650°C sebesar 2637 kJ/kg. Semakin meningkatnya temperatur pirolisis, maka nilai kalor dari bio-oil akan semakin meningkat namun volume yang dihasilkan akan semakin berkurang. Perbedaan hasil volume bio-oil secara simulasi dan eksperimen adalah sebesar 39,08% yang disebabkan oleh geometri dari pipa-pipa penyalur yang terlalu panjang.

Kata Kunci: Pirolisis, Tandan Kosong Kelapa Sawit, bio-oil

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Bio-Oil Dari Proses Pirolisis Lambat dengan Bahan Baku Biomassa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit”, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah kelapa sawit, salah satunya Tandan Kosong Kelapa Sawit, yang dapat dapat diolah lebih lanjut sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi.

Dalam melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yakni kepada:

1. Dr. Eng. Ir. Taufiq Bin Nur, S.T., M.Eng.Sc.selaku Dosen Pembimbing atas ilmu dan kesabarannya dalam membimbing penulis pada penelitian, penyusunan hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. M. Sabri, M.T., IPM. Asean Eng. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bang Hendra, Bang Basya dan Bang Rizki yang telah banyak membantu penulis dalam percobaan eksperimental.

4. Justin, Crishansen, dan Vincent selaku teman satu Lab yang telah sama-sama berjuang dalam melakukan penelitian.

5. Teman-teman stambuk 2016 yang telah berjuang bersama.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan pengembangan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan juga masukan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 4 November 2020 . Penulis,

Victor Yansen.

160401061

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa ... 6

2.2 Limbah Kelapa Sawit ... 8

2.3 Pirolisis ... 9

2.3.1 Produk Pirolisis ... 10

2.3.2 Tipe Pirolisis ... 11

2.3.3 Pengaruh Temperatur Pirolisis ... 11

2.4 Bio-oil ... 12

2.5 Spesifikasi Bio-oil untuk Bahan Bakar ... 13

2.6 Perbandingan Karakteristik Bio-oil dengan Diesel-Oil ... 14

2.7 Air Fuel Ratio dan Excess Air ... 14

2.8 Alat Penukar Kalor ... 15

(8)

2.8.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 16

2.8.2 APK Jenis Shell and Tube Berdasarkan TEMA ... 17

2.8.3 Konstruksi Alat Penukar Kalor ... 17

2.9 AspenPlus ... 18

2.10 Metode Peng-Robinson (PENG-ROB) ... 19

2.11 HeatX pada AspenPlus ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 21

3.1.1 Tempat Penelitian ... 21

3.1.2 Waktu Penelitian ... 21

3.2 Identifikasi Penelitian ... 21

3.3 Bahan dan Peralatan ... 22

3.3.1 Bahan Penelitian ... 22

3.3.2 Peralatan Penelitian ... 22

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24

3.4.1 Proses Produksi Bio-oil ... 24

3.4.2 Persiapan Simulasi Pirolisis dengan Menggunakan Aspen Plus ... 25

3.4.3 Percobaan Ekperimental dengan menggunakan Reaktor Pirolisis ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi dengan AspenPlus V10 ... 32

4.2 Perbedaan antara volume Bio-oil yang dihasilkan secara Simulasi dengan Eksperimental. ... 33 4.3 Hasil Simulasi Excess Air dan Air Fuel Ratio pada

(9)

proses pembakaran yang digunakan untuk proses Pirolisis ... 34 4.4 Pengembangan Desain APK untuk Menghasilkan Bio-oil ... 35 4.5 Nilai laju aliran massa dan volume dari Bio-oil hasil

Pirolisis pada temperatur 400°C-650°C ... 36 4.6 Nilai Kalor dari Bio-oil hasil Pirolisis pada

temperatur 400°C-650°C. ... 37 4.7 Korelasi Antara Nilai Kalor Dengan Laju Aliran Volume

Hasil Bio-oil ... 38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 39 5.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... vii LAMPIRAN

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik perbandingan impor dan kebutuhan Solar 2

Gambar 2.1 Skema Sederhana Pirolisis 10

Gambar 2.2 Komposisi Gas selama Distilasi Kering dari Kayu

12 Gambar 2.3 Air Fuel Ratio terhadap gas emisi 15 Gambar 2.4 Bagian-bagian dari APK Shell and Tube 18

Gambar 3.1 Reaktor Pirolisis 23

Gambar 3.2 Blower 23

Gambar 3.3 Pressure Gauge 23

Gambar 3.4 Thermometer Gauge 23

Gambar 3.5 Storage Tank 24

Gambar 3.6 Tangki Air 24

Gambar 3.7 Spesifikasi Perangkat Lunak 25

Gambar 3.8 Logo AspenPlus 26

Gambar 3.9 Lembar Kerja Baru (New Blank Simulation) 26

Gambar 3.10 Component ID 26

Gambar 3.11 Metode Properti 27

Gambar 3.12 Rancangan Flowsheet Pirolisis pada AspenPlus 27 Gambar 3.13 Rancangan Flowsheet Penyedia Kalor pada

AspenPlus

27

Gambar 3.14 Data Input TKKS 28

Gambar 3.15 Data Input WATER 28

Gambar 3.16 Data Input WOOD-1 29

Gambar 3.17 Data Input AIR-IN 29

Gambar 3.18 Proses Pretreatment 30

Gambar 3.19 Proses Pembakaran 31

Gambar 3.20 Proses Pirolisis 31

Gambar 3.21 Proses Pendinginan 31

Gambar 3.22 Hasil Eksperimental Bio-oil 31

Gambar 4.1 Proses Pembakarn 32

Gambar 4.2 Proses Pirolisis 32

Gambar 4.3 Proses Pendinginan 33

Gambar 4.4 Kalor yang Dihasilkan Berdasarkan Kelebihan Udara

34 Gambar 4.5 Laju Aliran Massa dan Volume Bio-oil pada

temperatur 400°C-650°C

37 Gambar 4.6 Nilai Kalor dari Bio-oil pada Temperatur

Pirolisis 400-650oC

37 Gambar 4.7 Perbandingan Nilai Kalor dengan Laju Aliran

Volume dari Bio-oil

38

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Impor dan kebutuhan minyak solar di Sumatera Utara dan Indonesia

2 Tabel 2.1 Spesifikasi bio-oil untuk bahan bakar 13 Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik Bio-oil dengan

Diesel-oil

14

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan 21

Tabel 3.2 Ultimate Analysis dan Proximate Analysis pada bahan baku

22

Tabel 4.1 Aliran pada Blok HeatX 35

Tabel 4.2 Hasil Pengembangan pada Alat Penukar Kalor 36

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan bio-energi sebagai sumber energi alternatif terbaru sangatlah prospektif mengingat melimpahnya sumber daya alam di Indonesia. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bio-energi bertansformasi menjadi bentuk yang lebih modern. Bio-energi yang kita kenal sekarang mempunyai dua bentuk, yaitu bio-energi tradisional dan bio-energi modern. Bio-energi tradisional yang sering kita temui adalah kayu bakar. Sedangkan yang lebih modern diantaranya bio-etanol, bio-diesel, ataupun bio-gas. Pembuatan bio-energi modern sangatlah mudah, yakni dengan mengubah biomassa menjadi bahan bakar dengan proses tertentu. Salah satu proses pembuatan bio-energi yaitu proses thermokimia.

Dimana terdapat dua langkah proses yaitu pertama sintetis gas (syngas) yang juga menghasilkan CO (karbon monoksida) dan hidrogen pada proses pirolisis dan gasifikasi biomassa. Langkah kedua yaitu syngas dikonversikan melalui reaksi katalitik atau oleh bakteri ke dalam bentuk lain seperti etanol atau butanol basu[1].

Walaupun biomassa mampu digunakan secara langsung ataupun tidak langsung dengan mengkonversikannya ke keadaan cair atau gas [2], namun penggunaan biomassa untuk menghasilkan energi masih sangat sedikit pada zaman yang maju ini [3]

Pakar perminyakan Indonesia menyatakan bahwa mulai tahun 2004, produksi perminyakan Indonesia berada pada level terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya [4]. Produksi minyak mentah pada triwulan I/2004 hanya sekitar 0,98 juta barrel per hari atau sekitar 360 juta barrel dalam satu tahun, sedangkan pada tahun 1999, produksi minyak masih sekitar 1,4 juta barrel per hari. Diketahui pula bahwa harga bahan bakar minyak dunia pun meningkat pesat. Permasalahan inilah yang membawa dampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk minyak tanah Indonesia.

Di sisi lain, permintaan bahan bakar minyak dalam negeri jumlahnya terus meningkat. Diketahui pula bahwa harga bahan bakar minyak dunia pun meningkat pesat. Permasalahan inilah yang membawa dampak pada meningkatnya harga jual

(13)

bahan bakar minyak Indonesia. Tabel 1.1 memperlihatkan perkembangan jumlah impor dan kebutuhan minyak solar pada wilayah Sumatera Utara dan Indonesia mulai dari tahun 2004 sampai dengan 2010.

Tabel 1.1 Impor dan kebutuhan minyak solar di Sumatera Utara dan Indonesia [5]

Tahun Import minyak solar Sumatera Utara (ribu ton/tahun)

Kebutuhan minyak solar di Indonesia (ribu ton/tahun)

2006 1362 81179

2007 1955 85845

2008 1984 105311

2009 2091 118270

2010 2127 131230

Dapat dilihat dari Gambar 1.1 bahwa Solar yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, berdasarkan dengan rasio jika daerah Sumatera Utara mengonsumsi Solar sebesar yang ada di Tabel 1.1.

Gambar 1.1 Grafik perbandingan impor dan kebutuhan Solar [5]

Berdasarkan data tersebut, jika tidak ditemukan cadangan minyak Solar baru untuk meningkatkan produksi maka tingkat permintaan akan minyak Solar dalam negeri tidak akan terpenuhi dan dapat menimbulkan krisis energi yang semakin meluas. Mengatasi krisis bahan bakar minyak (BBM) dan ketergantungan terhadap

0 500 1000 1500 2000 2500

2006 2007 2008 2009 2010

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

Perbandingan Impor dan Kebutuhan Minyak Solar

Kebutuhan Minyak Solar Import Minyak Solar

(14)

minyak bumi serta memenuhi persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Biomass sebagai basis utama energi alternatif memiliki keunikan tersendiri.

Hal ini tidak lepas dari komoditas setiap negara dalam menghasilkan energi berbasiskan biomass berbeda-beda tergantung pada komoditas yang banyak tersebar di negara tersebut sehingga pemanfaatan energinya dapat disesuaikan dengan keunggulan masing-masing daerahnya. Contoh biomass yang sudah ada saat ini adalah kayu karet. Dari sisi ketersediaan bahan baku, menurut data dari Badan Pusat Statistik [6], bahwa luas perkebunan karet di Indonesia termasuk dalam skala perkebunan besar, hanya kalah dari perkebunan kelapa sawit untuk jangka waktu antara 1995-2010.

Salah satu pemanfaatan proses pirolisis untuk keperluan pembangkitan energi listrik sudah dilakukan dalam kerangka simulasi dalam bentuk pemamfaatan panas buang selama proses pirolisis untuk menggerakkan expander Oganic Rankine Cycle [7]. Pengembangan sistem yang ditawarkan pada referensi di atas masih terus dilakukan oleh peneliti di riset grup bio-energi dan sistem fuel cell, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Sehubungan dengan fakta bahwa perkebunan kelapa sawit masih sangat luas, dan adanya teknologi konversi biomasa berupa proses pirolisis yang mampu menghasilkan bio-char, bio-oil, dan syngas, maka perlu dilakukan pengembangan pada teknologi pirolisis yang sudah ada di Teknik Mesin FT USU. Untuk itu, pada penelitian ini, dilakukan analisa pada proses produksi bio-oil dengan metode pirolisis lambat, dengan melakukan proses simulasi dan eksperimental.

1.2 Rumusan Masalah

Keterbatasan jumlah energi fosil menjadi salah satu penyebab meningkatnya kesadaran untuk menggunakan energi terbarukan. Penelitian ini menganalisis hasil dari pirolisis dengan menggunakan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang akan dimanfaatkan sebagai komponen bahan bakar terbaru.

(15)

1.3 Batasan Masalah

Untuk mencegah meluasnya pembahasan pada penelitian ini maka diberikan beberapa batasan yaitu:

1. Pengujian dilakukan dengan melakukan simulasi menggunakan perangkat lunak AspenPlus V10 yang kemudian divalidasi dengan data eksperimental.

2. Simulasi Pirolisis dilakukan pada temperatur 400°C-650°C pada tekanan 1 atmosfer (1 atm).

3. Biomassa yang digunakan adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit.

4. Komposisi dari udara diasumsikan pada 79% Nitrogen dan 21% Oksigen.

5. Kayu bakar yang digunakan dalam simulasi adalah kayu pinus [8].

6. Fluida pendingin yang digunakan adalah air (H2O).

7. Simulasi berlangsung pada keadaan tekanan konstan (isobar) dan steady- state.

8. Model termodinamika yang dipilih adalah Peng-Robinson.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan Excess Air dari Air Fuel Ratio agar mendapatkan hasil kalor maksimal pada proses pembakaran yang digunakan untuk proses Pirolisis.

2. Mendapatkan Geometri dari alat penukar kalor pada sistem Pirolisis untuk menghasilkan Bio-oil.

3. Mendapatkan nilai laju aliran massa Bio-oil hasil Pirolisis pada temperatur 400°C-650°C.

4. Mendapatkan Nilai Kalor dari Bio-oil hasil Pirolisis pada temperatur 400°C- 650°C.

5. Mendapatkan korelasi antara nilai kalor dengan laju aliran volume hasil Bio- oil.

6. Mengetahui perbedaan antara volume Bio-oil yang dihasilkan secara Simulasi dengan Eksperimental.

(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang proses pirolisis.

2. Sebagai bahan pendukung untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi atas lima bab yang tiap bab terdiri sebagai berikut:

• BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaaat Penelitian, Dan Sistem Penulisan.

• BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan, yaitu mengenai Biomassa, Pirolisis, Bio-oil, Spesifikasi Bio-oil untuk Bahan Bakar, Perbandingan Karakteristik Bio-oil dengan Diesel-Oil dan AspenPlus.

• BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini memberikan informasi tentang prosedur penelitian, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, dan metode pengolahan data.

• BAB IV: ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menampilkan data yang diperoleh dari hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AspenPlus V10 dan hasil analisis yang telah dilakukan.

• BAB V: KESIMPULAN

Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan menjawab pertanyaan atas permasalahan yang telah diajukan..

• DAFTAR PUSTAKA

Menampilkan referensi-referensi yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini.

• LAMPIRAN

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change [9], biomassa adalah material organik non-fosil yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme yang dapat diuraikan oleh bakteri dan organisme hidup lain.

Biomassa juga meliputi produk, produk tambahan, residu dan limbah dari pertanian, kehutanan dan industri terkait lainnnya serta fraksi organik dari limbah industri dan perkotaan yang bersifat non-fosil dan mampu diuraikan oleh bakteri.

Biomassa hanya meliputi spesies biologi yang hidup atau baru saja mati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar atau dalam produksi bahan kimia, bukan bahan organik yang telah mengalami perubahan oleh proses geologi selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara dan minyak bumi tidak termasuk biomassa.

Sumber-sumber biomassa yang umum ditemukan [1] adalah

a. Pertanian: limbah kelapa sawit, biji-bijian, ampas tebu, batang jagung, jerami, benih, kulit kacang, dan pupuk dari ternak sapi, unggas, dan babi.

b. Hutan: pohon, limbah kayu, kayu atau kulit kayu, dan serbuk kayu.

c. Perkotaan: limbah makanan, limbah kertas, dan refuse-derived fuel (RDF) d. Hewan: kotoran hewan, spesies air, limbah hewan.

Biomassa mengandung banyak senyawa organik kompleks, kadar air (M), dan sedikit pengotor organik yang disebut abu (ASH). Senyawa organik tersebut terdiri dari empat elemen dasar, yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan Nitrogen (N). Beberapa biomassa, seperti sampah perkotaan (municipal solid waste/MSW) dan limbah hewan, juga mengandung sedikit klorin (Cl) dan sulfur (S). Desain termal dari sistem pemanfaatan biomassa, baik gasifier atau combustor, sangat membutuhkan komposisi bahan bakar serta kandungan energinya. Dua karakteristik utama dari biomassa berikut ini menggambarkan komposisi dan kandungan enrgi dari biomassa tersebut, yaitu:

1. Ultimate Analysis

Pada karakteristik ini, komposisi dari bahan bakar hidrokarbon ditampilkan dalam bentuk atom-atom dasarnya terkecuali untuk kadar air (M) dan kandungan

(18)

anorganik, ASH. Secara umum, ultimate analysis dapat ditunjukkan seperti persamaan berikut [1],

C + H + O + N + S + ASH + M = 100%

dimana, C, H, O, N dan S adalah persentase berat dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur pada bahan bakar. Kadar air atau air pada bahan bakar dinyatakan dengan M. Oleh karena itu, hidrogen dan oksigen pada ultimate analysis tidak memasukan atom hidrogen dan oksigen pada kadar air melainkan hanya atom hidrogen dan oksigen yang ada pada komponen organik bahan bakar.

2. Proximate Analysis

Proximate Analysis memberikan komposisi biomassa dalam bentuk komponen kasar, seperti kadar air (M), volatile matter (VM), abu (ASH), dan karbon tetap (FC). Kadar air dan abu pada proximate analysis sama dengan kadar air dan abu pada ultimate analysis. Namun, karbon tetap pada proximate analysis berbeda dengan karbon pada ultimate analysis. Pada proximate analysis, tidak memasukkan karbon pada volatile matter dan seringnya merujuk pada hasil arang setelah di-devolatilisasi.

a. Volatile matter

Volatile matter pada bahan bakar merujuk pada jumlah uap terkondensasi dan uap tak ter-terkondensasi yang dilepaskan ketika bahan bakar dipanaskan.

Jumlahnya tergantung pada laju pemanasan dan temperatur pemanasannya.

b. Ash

Ash (Abu) adalah residu anorganik padat yang tinggal setelah bahan bakar terbakar menyeluruh. Kandungan utamanya adalah silica, aluminium, besi dan kalsium, serta magnesium, titanium, natrium, dan kalium dalam jumlah kecil.

c. Fixed Carbon

Fixed Carbon pada bahan bakar menujukkan karbon padat pada biomassa yang terkandung dalam arang pada proses pirolisis setelah devolatilisasi.

d. Moisture

Moisture (kadar air) yang tinggi adalah karakteristik yang utama dari biomassa. Akar dari tumbuhan biomassa menyerap air dari tanah dan mengalirkannya ke bagian sapwood. Dari bagian ini air dihantarkan menuju

(19)

daun melalui bagian kapiler. Reaksi fotosintesis pada daun menggunakan sejumlah air, dan sisanya dilepaskan ke atmosfer melalui proses transpirasi.

Karena hal inilah kadar air pada bagian daun lebih besar dibandingkan pada bagian batang.

Selain dua karakteristik di atas, ada satu karakteristik lagi yang sama pentingnya, yaitu nilai kalor atas (higher heating value, HHV) dan nilai kalor bawah (lower heating value, LHV). HHV didefinisikan sebagai jumlah panas yang dilepaskan per satuan massa atau volume dari bahan bakar ketika terjadi pembakaran dan produk hasilnya kembali ke temperatur awal bahan bakar. HHV juga meliputi kalor laten penguapan air. HHV juga dikenal dengan nama gross calorific value (GCV). Sedangkan LHV didefinisikan sebagai jumlah panas yang dilepaskan pada proses pembakaran dikurangi kalor penguapan air pada produk hasil pembakaran. Menurut Basu [1], hubungan antara HHV dan LHV dapat dilihat pada persamaan:

𝐿𝐻𝑉 = 𝐻𝐻𝑉 − ℎ𝑓𝑔(9𝐻

100+ 𝑀

100)

dimana:

LHV : nilai kalor bawah HHV : nilai kalor atas H : persentase Hidrogen M : persentase kadar air

hfg : kalor laten penguapan air (2440 kJ/kg)

2.2 Limbah Kelapa Sawit

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO – Crude palm oil) dan inti kelapa sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia.

Menurut BPS, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama enam tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, naik sekitar 2,77-11,33% per tahun.

Pada tahun 2010 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 8,55 juta hektar, meningkat menjadi 10,75 juta hektar pada tahun 2014 (peningkatan sebesar 25,8 %) [10]. Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit menghasilkan

(20)

beberapa jenis limbah padat yang meliputi tandan kosong kelapa sawit, cangkang, dan serat mesocarp.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar (TBS) yang diolah akan menghasilkan tandan buah kosong sebanyak 23%, sementara untuk minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 0,21 ton (21%) serta minyak inti sawit (PKO) sebanyak 0,05 ton (5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk serat 13,5% dan cangkang biji 5,5% [10].

2.3 Pirolisis

Pirolisis adalah proses dekomposisi termokimia biomassa melalui proses pemanasan tanpa atau dengan sedikit oksigen. Selama pirolisis, molekul hidrokarbon biomassa yang kompleks diuraikan menjadi gas, cairan, dan arang yang molekul-molekulnya berukuran lebih kecil dan sederhana.

Pirolisis identik dengan cracking, devolatilisasi, karbonisasi, distilasi kering, dan termolisis. Namun pirolisis berbeda dengan gasifikasi yang melibatkan reaksi kimia dengan agen eksternal, misalnya udara. Pirolisis bersifat irreversible dan berlangsung pada rentang temperatur 300-800oC sedangkan gasifikasi berlangsung antara 800-1000oC [1].

Pirolisis dilakukan dengan memanaskan biomassa dengan laju pemanasaan tertentu hingga mencapai temperatur maksimum yang dikenal dengan temperatur pirolisis, dan mendiamkannya beberapa saat. Hasil dari pirolisis tergantung dari temperatur pirolisis dan laju pemanasannya. Produk awal pirolisis adalah gas terkondensasi dan arang. Setelah melalui proses pendinginan, gas terkondensasi akan berubah menjadi gas tak-terkondensasi (CO, CO2, H2, dan CH4), dan cairan bio-oil. Gambar 2.1 berikut menunjukkan skema dari pirolisis.

Pirolisis dengan temperatur yang rendah, laju pemanasanan yang tinggi dan durasi penahanan gas yang singkat mampu menghasilkan produk cairan yang tinggi, namun bila ingin menghasilkan syngas maka dilakukan pirolisis dengan temperatur yang tinggi, laju pemanasan yang rendah dan durasi penahanan gas yang lama [11].

(21)

Gambar 2.1 Skema Sederhana Pirolisis [1]

2.3.1 Produk Pirolisis

Seperti disebutkan sebelumnya, pirolisis melibatkan pemecahan molekul yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Produk yang dihasilkan diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:

a. Bio-char

Bio-char (arang) merupakan hasil pirolisis yang berbentuk padat. Pada umumnya mengandung sekitar 85% karbon dan juga oksigen dan hidrogen.

Tidak seperti bahan bakar fosil, biomassa memiliki lebih sedikit abu. Nilai LHV dari arang ini sekitar 32MJ/kg [12].

b. Syngas

Syngas adalah gas yang dihasilkan dari proses pirolisis terdiri dari gas-gas yang memiliki berat molekul rendah seperti karbon dioksida, karbon monoksida, metana, etana, dan etilen. Gas-gas ini tidak mengalami kondensasi pada proses pendinginan. Nilai LHV dari syngas adalah sebesar 11-20 MJ/Nm3 [12].

c. Bio-oil

Bio-oil adalah hasil dari kondensasi dari syngas. Bio-oil adalah cairan hitam seperti tar yang terdiri dari campuran hidrokarbon kompleks dan mengandung air. Bio-oil memiliki LHV sebesar 13-18 MJ/kg [12]. Adapun biomassa

(22)

dengan tingkat volatilitas yang tinggi memiliki potensi untuk menghasilkan Bio-oil. [13]

2.3.2 Tipe Pirolisis

Berdasarkan laju pemanasannya, pirolisis dapat diklasifikasikan dalam pirolisis lambat dan pirolisis cepat [14]:

a. Pirolisis lambat

Jika waktu pemanasan lebih lama dibandingkan dengan waktu reaksi maka proses ini disebut pirolisis lambat (theating >> tr). Karbonisasi adalah contoh pirolisis lambat, dimana produksi arang adalah tujuan utama dari proses ini.

Proses ini berlangsung dalam satuan menit.

b. Pirolisis cepat

Pada proses ini, bio-oil merupakan hasil utama yang diinginkan. Laju pemanasan bisa mencapai 1000-10000 oC/s namun temperatur reaksinya harus dibawah 650oC. Empat hal penting pada pirolisis cepat yang dapat membantu meningkatkan hasil cairan, yaitu laju pemanasan yang tinggi, temperatur reaksi berkisar 425-600oC, waktu tinggal uap pada reaktor yang singkat (< 3s), dan pendinginan yang cepat. Walaupun pirolisis cepat berhubungan dengan proses pirolisis tradisional yang digunakan untuk membuat arang, namun bila dikontrol dengan seksama maka mampu memberikan imbal hasil Bio-Oil yang banyak. [15]

2.3.3 Pengaruh Temperatur Pirolisis

Selama pirolisis berlangsung, partikel bahan bakar dipanaskan dengan laju tertentu dari temperatur lingkungan hingga mencapai temperatur maksimum, yang dikenal dengan temperatur pirolisis. Bahan bakar ditahan beberapa saat pada temperatur tersebut hingga proses pirolisis selesai. Temperatur pirolisis berpengaruh terhadap komposisi dan jumlah produk. Seiring dengan meningkatkan temperatur maka jumlah arang yang dihasilkan akan menurun, bio-oil juga akan menurun, sedangkan syngas meningkat. Komposisi gas hasil pirolisis juga berubah seiring perubahan temperatur pirolisis. Gambar 2.2 memperlihatkan perubahan

(23)

jumlah produk gas terhadap perubahan temperatur pirolisis. Dengan bertambahnya temperatur pirolisis, jumlah gas H2 akan meningkat CO dan CO2 akan menurun, begitu juga dengan senyawa Hidrokarbon, namun komposisi Hidrokarbon mencapai titik maksimal di rentangan temperatur 400oC. Hal ini disebabkan oleh secondary gas-phase reaction yang menghasilkan lebih banyak non-condensable gas.

Gambar 2.2 Komposisi Gas selama Distilasi Kering dari Kayu [1]

2.4 Bio-oil

Salah satu hasil pengolahan biomassa yang merupakan bahan bakar alternatif adalah Bio-oil. Bio-oil adalah bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma seperti asap, dan diproduksi dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya melalui proses pirolisis. Produk yang dihasilkan dalam proses pirolisis cepat tergantung dari komposisi biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, kecepatan serta lama pemanasan. Rendemen cairan tertinggi yang dapat dihasilkan dari proses pirolisis cepat berkisar 78 % dengan lama pemanasan 0,5 – 2 detik, pada temperatur 400-600oC dan proses pendinginan yang cepat pada akhir proses.

Pendinginan yang cepat sangat penting untuk memperoleh produk dengan berat molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul rendah. Produksi bio-oil sangat menguntungkan karena dengan

(24)

pengonversian bio-oil maka akan didapatkan produk berupa bahan bakar minyak bio, misalnya: biokerosene, biodiesel dan lain-lain [16].

2.5 Spesifikasi Bio-oil untuk Bahan Bakar

Bio-oil terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dengan sedikit kandungan nitrogen dan sulfur. Hanya saja kandungan sulfur dan nitrogen dalam bio-oil dapat diabaikan (tidak begitu berarti). Komponen organik terbesar dalam bio-oil adalah lignin, alkohol, asam organik, dan karbonil. Karakteristik tersebut menjadikan bio- oil sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Selain itu, bio-oil memiliki nilai bakar yang lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar oksigen lainnya (seperti methanol) dan nilainya hanya lebih rendah sedikit dibandingkan dengan diesel dan light fuel oil lainnya [16]. Tabel 2.1 dibawah ini merupakan spesifikasi bio-oil untuk bahan bakar.

Tabel 2.1 Spesifikasi bio-oil untuk bahan bakar.[16]

Properties Spesifikasi Keterangan

HHV > 70000 btu/gal Metode DIN 51900

Kandungan Air < 25% Titrasi Karl Fisher berdasarkan ASTM D1744

Kandungan

padatan < 1%

Dihitung berdasarkan kandungan etanol yang insoluble dengan metode filtrasi

Viskositas 10-150 Cst pada 50oC ASTM D455 Densitas 1,2 (pada 15oC) ASTM D405

Karbon 51,5% - 58,3% 54,5%

Hidrogen 0,1% - 0,4% 0,4%

Nitrogen 0,07% - 0,4% 0,2%

Sulfur 0 – 0,07% 0,0005%

Debu 0,13 – 0,21% 0,16%

(25)

2.6 Perbandingan Karakteristik Bio-Oil dengan Diesel-Oil

Pengembangan Bio-oil dapat menggantikan posisi bahan bakar hidrokarbon dalam industri, seperti untuk mesin pembakaran, boiler, mesin diesel statis, dan gas turbin. Bio-oil sangat efektif digunakan sebagai pensubstitusi diesel, heavy fuel oil, light fuel oil, dan untuk berbagai macam boiler. Bio-oil bersifat larut sempurna dalam alkohol, seperti dalam metanol dan etanol. Pencampuran Bio-oil dalam alkohol dapat meningkatkan stabilitas dan menurunkan nilai viskositas bahan bakar.

Bio-oil bersifat tidak larut dalam diesel, tetapi dapat diemulsifikasi dengan diesel. Emulsifikasi 10 – 30 % Bio-oil dalam diesel dapat memperbaiki stabilitas bahan bakar, memperbaiki viskositas, mengurangi tingkat korosifitas, dan meningkatkan nilai bilangan setana [16]. Tabel 2.2 merupakan perbandingan karakteristik Bio-oil dengan Diesel-oil.

Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik Bio-oil dengan Diesel-oil [16].

Parameter Bio-Oil Diesel-Oil

Angka Setana 51 45-48

Flash point >110oC >110oC

Spesifik Gravity (20oC) 0,97 0,87

Sulfur (%) <0,06 0,35

Densitas 1,2 0,84

Viskositas (cp) 10-150 (50oC) 35-50 (40oC)

2.7 Air Fuel Ratio dan Excess Air

Rasio udara-bahan bakar (Air to Fuel Ratio/AFR) merupakan jumlah udara yang diperlukan untuk membakar suatu bahan bakar. Pada proses pembakaran, sumber utama hilangnya energi yaitu pada tumpukan pembuangan gas. Oleh karena itu aliran udara sangat berpengaruh terhadap efisiensi dari pembakaran. Ketika bahan bakar (hidrokarbon) terbakar dengan adanya oksigen, maka akan berubah menjadi karbon dioksida, air dan panas [17]. Udara pada umumnya mengandung 21% oksigen dan 79% nitrogen. Jumlah udara yang diperlukan bervariasi sesuai

(26)

dengan jenis bahan bakar. Idealnya, penambahan oksigen dilakukan untuk mengonsumsi semua bahan bakar sehingga tidak ada bahan bakar yang tersisa ketika meminimalisirkan excess air untuk mencegah hilangnya energi.

Untuk segala jenis proses pembakaran, ada suatu kesetimbangan yang dicari dari antara hilangnya energi dari terlalu banyak udara dan pembuangan energi karena hasil yang berlimpah. Pembakaran dengan efisiensi terbaik terjadi pada titik optimal AFR, dan dengan mengatur AFR maka bisa menghasilkan efisiensi tertinggi. Pada kebanyakan kasus, sebuah cairan dan gas bahan bakar akan mencapai kesetimbangan yang diinginkan bila beroperasi pada 105% sampai 120%

dari udara teori optimal.

Pada zona pembakaran terdapat kesulitan untuk mengukur kelebihan udara (excess air). Namun pada tempat pembuangan gas cukup mudah diukur dengan menggunakan Oxygen Analyzers. Ketika beroperasi pada kelebihan udara di tingkat 5%-20%, maka akan terukur 1%-3% kadar oksigen. [18]

Gambar 2.3 Air Fuel Ratio terhadap gas emisi [19]

2.8 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur. Perpindahan panas tersebut terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kebanyakan kasus, kedua fluida tidak mengalami kontak langsung.

(27)

2.8.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Klasifikasi dari Alat Penukar Kalor dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:

• Berdasarkan konstruksi o Tabung

o Plate

o Extended surface o Regenerative

• Berdasarkan pengaturan aliran o Single pass

o Multi pass

• Berdasarkan jenis aliran o Aliran berlawan arah o Aliran sejajar

o Aliran silang o Aliran terpisah o Aliran bercabang

• Berdasarkan banyaknya haluan o Cross-counter flow

o Cross-parallel flow o Parallel-counter flow

• Berdasarkan fungsi:

o Exchanger o Heater o Cooler o Condenser o Boiler o Reboiler o Evaporator o Vaporizer

(28)

2.8.2 APK Jenis Shell and Tube Berdasarkan TEMA

Oleh TEMA dikelompokan berdasarkan pemakaian dari heat exchanger menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Alat penukar kalor kelas “R”, yang dipergunakan pada industry minyak dan peralatan yang berhubungan dengan proses tersebut.

2. Alat penukar kalor kelas “C”, yang umumnya dipergunakan pada keperluan komersial.

3. Alat penukar kalor kelas “B”, yang banyak dipergunakan pada proses kimia.

Kelas R, C, dan B adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar, tidak sama dengan dapur atau katel UAP. Di samping pengelompokan di atas, dari TEMA dikenal juga tipe lain, seperti:

1. Penukar kalor dengan fixed tube sheet.

2. Penukar kalor dengan floating tube sheet.

3. Penukar kalor dengan pipa U (hairpin tube).

4. Penukar kalor dengan fixed tube sheet dan mempunyai sambungan ekspansi pada shell.

2.8.3 Konstruksi Alat Penukar Kalor

Ditinjau dari segi konstruksi, alat penukar kalor jenis shell and tubes, dibedakan menjadi 4 bagian utama yaitu:

1. Front head stationary head.

2. Shell atau badan alat penukar kalor.

3. Read end head.

4. Tubes-bundle.

Oleh Standard of Turbular Exchanger Manufactures Association [20], dikelompokkan berdasarkan pemakaian dari heat exchanger itu menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Bagian depan yang tetap (front end stationary) terdiri dari 5 tipe yaitu Tipe A, B, C, N & D

2. Shell alat penukar kalor terdiri dari 6 tipe yaitu Tipe E, F, G, H, J, K & X

(29)

3. Bagian ujung belakang (read end heat) APK dibuat 8 tipe yaitu L, M, N, P, S, T, U & W.

Gambar 2.4 Bagian-bagian dari APK Shell and Tube [20]

2.9 AspenPlus

AspenPlus merupakan sebuah perangkat lunak berbayar yang digunakan untuk melakukan berbagai simulasi yang berhubungan dengan dunia termodinamika, kimia dan biokimia, serta industri polimer. Perangkat lunak ini

(30)

didesain untuk dapat menganalisis berbagai karakteristik termodinamika setiap material yang diinginkan. AspenPlus menggunakan model matematika untuk memprediksi performansi proses. Selain itu AspenPlus juga dilengkapi dengan proses permodelan dan control sesuai dengan pemilihan solusi yang diperlukan.

AspenPlus tidak mendesain proses melainkan menggunakan desain proses yang telah dibuat oleh pengguna dan kemudian melakukan simulasi performansi proses tersebut.

AspenPlus menyediakan pengaturan yang luas guna mengoptimalkan model dan proses sistem. Selain itu AspenPlus juga dibekali dengan kemampuan kompleks dalam menangani berbagai jenis material baik itu material padat, cair, gas, maupun elektrolit. Secara lengkap, adapun kesanggupan AspenPlus dalam menyelesaikan berbagai simulasi termodinamika meliputi: analisis solid dan non- solid; analisis energi; analisis dan permodelan heat exchanger.

2.10 Metode Peng-Robinson (PENG-ROB)

Metode Peng-Robinson menggunakan persamaan umum Peng-Robinson untuk semua properti termodinamika kecuali volume dari cairan molar. Metode ini digunakkan pada aplikasi pemrosesan hidrokarbon seperti pemrosesan gas, kilang minyak dan pemrosesan petrokimia. Persamaan ini juga digunakan untuk menghitung volume dari gas metana 100% dengan menggunakan fungsi dari tekanan dan temperatur [21]. Persamaan ini mengekspresikan properti dari fluida dalam kasus properti kritis dan faktor aksentrik dari setiap jenis yang terlibat. Hanya sifat dari metana yang dikonsiderasi pada kasus yang digunakan, walaupun persamaan ini bisa digunakan pada campuran gas. [22].

Berikut adalah Peng-Robinson Equation of State:

𝑃 = 𝑅𝑇

𝑉𝑚− 𝑏− 𝑎 ∝ 𝑉𝑚2+ 2𝑏𝑉𝑚− 𝑏2 𝑎 = 0,45724𝑅2𝑇𝑐2

𝑃𝑐 𝑏 = 0,07780𝑅𝑇𝑐

𝑃𝑐

∝= (1 + (0,37464 + 1,54226𝜔 − 0,26992𝜔2)(1 − 𝑇𝑟0,5))2

(31)

𝑇𝑟 = 𝑇 𝑇𝑐 Dimana:

Pc = tekanan kritis Tc = temperatur kritis R = 8,314413 J/mol-K

Untuk metana (CH4) 100%, maka berlaku:

𝜔 = 0,0115 Tc = 191,15 K Pc = 4,641 MPa

2.11 HeatX pada AspenPlus

HeatX mampu membuat berbagai model alat penukar kalor shell and tube.

HeatX juga mampu menganalisa keseluruhan area dengan koefisien perpindahan panas dan estimasi penurunan tekanan untuk aliran satu dan dua fase. Untuk perhitungan perpindahan panas dan penurunan tekanan yang tepat, maka perlu disediakan geometri dari alat penukar kalor. Jika geometri tidak diketahui, HeatX bisa melakukan perhitungan berdasarkan model sederhana shortcut rating. [20]

Untuk mendapatkan geometri yang diperlukan Aspen, dapat menggunakan rumus untuk menentukan panjang pipa kondensor yaitu [23]:

𝐿 = 𝐴

n. π. 𝑑𝑜 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴 = 𝑛. 𝜋. 𝑑. 𝐿 Dimana: A = Luas permukaan (m2)

L = Panjang (m) 𝑑𝑜 = Diameter luar (m)

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dan di uji di Grup Riset Bio-Energi dan Sistem Fuel- Cell, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Grup penelitian ini berlokasi di Jl. Almamater Kampus USU, Medan, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Februari 2020 sampai Juni 2020, rinciannya dijelaskan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan

No Kegiatan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1 Pengajuan Proposal 2 Asistensi & Persetujuan 3 Seminar Proposal 4 Pelaksanaan Penelitian 5 Pembuatan Laporan 6 Seminar Hasil Penelitian

3.2 Identifikasi Penelitian

Hal yang dilakukan untuk mengetahui hasil produk dari pirolisis dilakukan dengan simulasi menggunakan AspenPlus (berlisensi). Desain flow yang dibangun dalam simulasi ini adalah dengan menggunakan Model Palettes berupa RYield, RGibbs, HeatX, Mixer dan kemudian Flash2. Hasil dari simulasi yang didapatkan kedepannya mampu menghasilkan bio-gas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk mengatasi kebutuhan bahan bakar di Indonesia. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan bio-gas adalah TKKS. Temperatur proses pirolisis adalah 500°C selama 2 jam. Cairan pendingin yang digunakan berupa air sebanyak 200 liter.

(33)

3.3 Bahan dan Peralatan 3.3.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan untuk proses pirolisis antara lain adalah TKKS yang diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang berada di Pabatu dan juga sisa balok kayu sebagai bahan bakar untuk memanaskan biomassa. Sampel dari bahan baku diperlukan pengujian unsur ultimate analysis dan proximate analysis diambil data pengujian Grup Riset Bio-Energi dan Fuel-Cell, karakteristik dari bahan baku ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Ultimate Analysis dan Proximate Analysis pada bahan baku Parameter Uji TKKS [Lab*] Kayu [8]

Proximate Analysis (wt.%)

Moisture 10,64 12,4

Ash 4,52 11,28

Volatile Matter 10,64 59,36

Fixed Carbon 74,2 16,96

Ultimate Analysis (wt. %)

Moisture 10,64 12,4

Carbon 42,36 53,24

Hydrogen 6,67 6,36

Nitrogen 2,3 0,12

Sulfur 0,03 0,14

Ash 4,52 0

Oxygen 44,12 40,14

* Hasil Analisa yang dilakukan pada Laboratorium TEKMIRA (Pustlitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Kementrian ESDM)

3.3.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Reactor

Tempat berlangsungnya proses pirolisis dimana terdapat 2 tabung, tabung pembakaran berada pada bagian bawah dan tabung untuk memasukan bahan penelitian berada pada bagian atas.

2. Blower

Digunakan untuk membantu pembakaran agar panas yang dihasilkan dapat mengalir secara merata.

(34)

Gambar 3.1 Reaktor Pirolisis Gambar 3.2 Blower 3. Pressure Gauge

Digunakan untuk mengukur tekanan yang dihasilkan pada tabung pemanasan pada proses pirolisis.

4. Thermometer Gauge

Digunakan untuk mengukur temperatur pada tabung pemanasan pada proses pirolisis.

Gambar 3.3 Pressure Gauge Gambar 3.4 Thermometer Gauge 5. Storage Tank

Sebagai tempat penyimpanan sementara untuk menampung hasil dari proses pirolisis (berupa Bio-gas).

6. Tangki Air (Condensor)

Untuk mendinginkan Bio-gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

(35)

Gambar 3.5 Storage Tank Gambar 3.6 Tangki Air 7. Pipa Tembaga

Untuk mengalirkan Bio-gas hasil pirolisis dari reaktor ke kondensor hingga ke proses akhir (generator)

8. Filter

Untuk menyaring partikel atau kotoran yang tersisa pada Bio-gas hasil pirolisis

9. Botol Kaca

Sebagai tempat penampungan Bio-oil yang dihasilkan dari proses pirolisis

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari 2 proses yaitu proses simulasi dan proses eksperimental. Hasil dari proses simulasi akan divalidasi dengan hasil eksperimental untuk mengetahui berapa besar perbedaan yang dihasilkan dari kedua metode tersebut.

3.4.1 Proses Produksi Bio-oil

Tahapan percobaan untuk produksi Bio-oil menggunakan TKKS antara lain proses persiapan bahan baku, pirolisis, pendinginan dan pemurnian.

a. Persiapan bahan baku TKKS

1. Potong TKKS lalu jemur di bawah panas matahari selama 3 hari.

2. Timbang TKKS sebanyak 4 kg dan masukan kedalam tabung pirolisis b. Pirolisis

1. Kayu bakar dimasukan kedalam ruang pembakaran

(36)

2. Blower dihidupkan

3. Api dihidupkan dengan membakar kayu bakar.

4. Tambah kayu bakar hingga pembakaran mencapai temperatur 500°C c. Pendinginan

1. Gas hasil pirolisis bergerak melalui pipa melewati tangki air sebagai media pendingin

d. Pemisahan

1. Gas yang telah didinginkan akan dipisahkan dengan filter dan hasil bio- oil diperoleh.

3.4.2 Persiapan Simulasi Pirolisis dengan Menggunakan Aspen Plus

Pada penelitian ini diawali dengan mencari literatur yang tersinkronisasi dengan tujuan penelitian sebagai data pendukung simulasi. Setelah menentukan bahan yang akan diteliti untuk proses produksi bio-oil, yaitu dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Serat, dipersiapkan alat dan bahan untuk simulasi proses.

Langkah-langkah merancang reactor-reaktor proses pembuatan bio-oil menggunakan aplikasi AspenPlus sebagai berikut:

1. Mempersiapkan perangkat lunak dengan spesifikasi system dengan standar RAM 8.00 GB ditunjukan pada Gambar 3.17. Program aplikasi AspenPlus membutuhkan spesifikasi yang tinggi dikarenakan proses running yang lebih teliti.

3.7 Spesifikasi Perangkat Lunak

(37)

2. Terdapat tampilan Shortcut AspenPlus setelah berhasil di install dalam layar desktop pada perangkat lunak di tunjukan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Logo AspenPlus 3. Menjalankan program AspenPlus: Dekstop > AspenPlus

4. Memulai simulasi: Klik file > New > Blank Simulation > Create. Tampilan lembar kerja baru ditunjukan pada Gambar 3.9 dalam memulai merancang sebuah sistem atau proses yang akan dibangun.

Gambar 3.9 Lembar Kerja Baru (New Blank Simulation)

5. Mengenalkan material komponen yang dibutuhkan pada saat simulasi : Ketik nama material atau senyawa kimia pada Component ID > Enter (Misalkan CH4 untuk metana) ditunjukan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Component ID

(38)

6. Memilih metode seperti yang digunaan. Klik Methods > input metode properti pilihan di kolom Base Methods > Run ditunjukan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Metode Properti

7. Selanjutnya dilakukan tahapan pembuatan flowsheet pada lembar kerja. Pilih dan Klik simulation hingga muncul lembar kerja dan set model palette yang dibutuhkan (Klik dan Drag) ditunjukkan pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13.

Gambar 3.12 Rancangan Flowsheet Pirolisis pada AspenPlus

Gambar 3.13 Rancangan Flowsheet Penyedia Kalor Pirolisis pada AspenPlus

(39)

8. Menginput data material komponen seperti terlihat pada Gambar 3.14. TKKS, FIB, WATER, WOOD-1 dan AIR-IN.

• Input TKKS: Klik 2 (dua) kali TKKS > Input Data Specification >

Composition > Component Attribute (ULTANAL / PROXANAL / SULFANAL)

Gambar 3.14 Data Input TKKS

• Input data WATER: Klik 2 (dua) kali WATER > Input Data Specifications

> Composition seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Data Input WATER

• Input Data WOOD-1: Klik 2 (dua) kali WOOD-1 > Input Data Specification > Composition > Component Attribute (ULTANAL / PROXANAL / SULFANAL)

(40)

Gambar 3.16 Data Input WOOD-1

• Input data AIR-IN: Klik 2 (dua) kali AIR-IN > Input Data Specifications

> Composition seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.17

Gambar 3.17 Data Input AIR-IN

9. Menginput data material komponen proses Pyrolysis sebagai berikut:

DECOMP, REACTOR, COOLER, MIXER, dan SEPARATE.

• Klik 2 (dua) kali YIELDTKS > Spesification > Temperature: 27 ˚C >

Pressure: 1 atm > Valid phase: Vapor-liquid > Component Attribute (PROXANAL / ULTANAL / SULFANAL) > Yield

• Klik 2 (dua) kali YIELD3 > Spesification > Temperature: 27 ˚C >

Pressure: 1 atm > Valid phase: Vapor-liquid > Component Attribute (PROXANAL / ULTANAL / SULFANAL) > Yield

• Klik 2 (dua) kali MIXER > Flash Options > Temp. estimate: 27 ˚C >

Pressure: 1 atm > Valid phase: Vapor-liquid

• Klik 2 (dua) kali PIROLISI > Specifications > Pressure: 1 atm >

Temperature: 500 ˚C

(41)

• Klik 2 (dua) kali HEATX > Specifications > Model Fidelity: Shortcut >

Shortcut flow direction: concurrent > Calculation mode: Rating >

Exchanger specification > Specification: Hot stream outlet temperature >

Value: 37 ˚C > Exchanger Size > Value:0,299357 sqm.

• Klik 2 (dua) kali SEP > Specifications > Flash Type > pilih Duty dan Pressure > Duty: 0 kJ/sec > Pressure: 1 atm > Valid Phases: Vapor- Liquid.

• Klik 2 (dua) kali BLOWER > Specifications > Model Compressor > Type Isentropic > Power Required: 0,22 kW.

• Klik 2 (dua) kali COMBUST > Calculate phase equilibrium and chemical equilibrium > Pressure: 0 bar > Heat Duty: 0 kJ/sec.

• Klik 2 (dua) kali HEATLOSS > Temperature: 500 ˚C > Pressure: 0 bar 10. Lalu Klik Run.

3.4.3 Percobaan Eksperimental dengan Menggunakan Reaktor Pirolisis Dalam melakukan percobaan eksperimental untuk proses produksi Bio-oil dilakukan dalam empat tahapan yaitu: Pretreatment, Heat Supply, Pirolisis dan Pendinginan.

Tahap proses Pretreatment dilakukan dengan memotong sampel TKKS menjadi lebih kecil kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari.

Pretreatment dilakukan agar bahan baku mendapatkan massa kering. Massa dari TKKS ditimbang seberat 4 kg.

Gambar 3.18 Proses Pretreatment

(42)

Tahap kedua adalah proses pembakaran untuk menyediakan kalor untuk memanaskan biomassa pada reaktor pirolisis. Bahan yang digunakan untuk pembakaran adalah potongan kecil kayu sebanyak 15 kg, yang dibantu oleh udara dalam proses pembakarannya.

Tahap ketiga adalah Pirolisis. Biomassa dipanaskan secara Pirolisis dengan temperatur 500 oC selama 3 jam, yang kemudian menghasilkan arang (solid) dan synthetic-gas (syngas).

Gambar 3.19 Proses Pembakaran Gambar 3.20 Proses Pirolisis Tahap terakhir adalah proses pendinginan yang bertujuan menurunkan temperatur dari syngas melalui proses kondensasi dan menghasilkan Bio-oil. Proses pendinginan dilakukan dengan melewatkan syngas melalui saluran pipa tembaga berdiameter 3/8 inch sepanjang 10 m di dalam tangki berisi air sebanyak 200 liter dengan temperatur 27oC dan diperoleh hasil seperti tampak pada Gambar 3.22.

Gambar 3.21 Proses Pendinginan Gambar 3.22 Hasil Eksperimental Bio-oil

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simulasi dengan AspenPlus V10

Pengembangan analisis simulasi untuk proses produksi Bio-oil dilakukan dalam tiga tahapan yaitu: Penyediaan Kalor, Pirolisis dan Pendinginan.

Tahap pertama adalah proses pembakaran untuk menyediakan kalor guna memanaskan biomassa pada reaktor pirolisis. Bahan yang digunakan untuk pembakaran adalah cercahan kayu sebanyak 15 kg, yang dibantu oleh udara dalam proses pembakarannya.

Tahap kedua adalah Pirolisis. TKKS sebagai bahan input utama dalam simulasi ini diperkenalkan ke dalam Aspen Plus dengan memasukan nilai Ultimate dan Proximate. Biomassa diperkenalkan ke Aspen dengan menggunakan Yield dan disimulasikan di dalam reaktor dengan temperatur 500oC yang menghasilkan arang (bio-char) dan synthetic-gas (syngas).

Gambar 4.1 Proses Pembakaran

Gambar 4.2 Proses Pirolisis

(44)

Tahap terakhir adalah proses pendinginan yang bertujuan untuk menurunkan temperatur syngas agar terjadi proses kondensasi dan menghasilkan Bio-oil. Proses pendinginan dilakukan dengan cara melewatkan syngas melalui alat penukar kalor dengan luas area 0,299337 m2 dalam fluida pendingin berupa 200 liter air dengan temperatur 27oC agar temperatur syngas menjadi 37oC.

Gambar 4.3 Proses Pendinginan

4.2 Perbedaan antara volume Bio-oil yang dihasilkan secara Simulasi dengan Eksperimental

Berdasarkan hasil simulasi Pirolisis dengan biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit pada temperatur 500oC diperoleh hasil Bio-oil sebanyak 0,921 liter.

Sedangkan untuk hasil Bio-oil berdasarkan metode eksperimental didapatkan sebanyak 0,561 liter. Perbedaan dari hasil kedua metode dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah yaitu:

%𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡 = |𝑆𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 − 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛

𝑆𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 | × 100%

%𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡 = |0,921 − 0,561

0,921 | × 100% = |0,360

0,921| × 100% = 0,3908 × 100%

%𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡 = 39,08%

Perbedaan yang terjadi disebabkan oleh Bio-oil yang tersisa di storage tank dan pipa penyaluran dengan panjang sekitar 17 meter. Ketika tekanan dari reaktor

(45)

pirolisis sudah mengecil maka bio-oil yang tersisa di pipa tersebut tidak terdorong keluar sehingga tersisa di dalam pipa penyaluran.

Perbedaan antara hasil eksperimental dan simulasi dapat diminimalisir dengan menggunakan pipa penyaluran yang lebih pendek dan juga pengeluaran bio- oil dari bagian bawah storage tank sehingga bio-oil yang tersisa pada storage tank dapat keluar tanpa harus ada tekanan penuh dari tabung reaktor dan pipa penyaluran yang lebih pendek akan mengakibatkan berkurangnya jumlah bio-oil yang tersisa pada pipa penyaluran.

4.3 Hasil Simulasi Excess Air dan Air Fuel Ratio pada proses pembakaran yang digunakan untuk proses Pirolisis.

Proses pembakaran untuk menyediakan kalor bagi pirolisis dibantu oleh pasokan udara dengan menggunakan Blower agar distribusi temperatur dalam reaktor merata. Agar mendapatkan hasil kalor yang maksimal dan mencapai pembakaran secara keseluruhan maka ditambahkan udara berlebih dari acuan Air Fuel Ratio. Pada simulasi yang dilakukan dengan mengasumsikan bahwa temperatur gas hasil pembakaran yang terbuang (flue gas) adalah 100oC, maka dapat disimpulkan bahwa Excess Air yang dapat menghasilkan hasil kalor yang maksimal adalah sekitar 40%, yang dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4. Kalor yang Dihasilkan Berdasarkan Kelebihan Udara

27,8 28 28,2 28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4

0 20 40 60 80 100 120

Kalor yang dihasilkan (kW)

Kelebihan Udara (Excess Air) (%)

(46)

4.4 Pengembangan Desain APK untuk Menghasilkan Bio-oil

Blok HeatX pada AspenPlus digunakan untuk mensimulasikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor (condenser) dengan luas permukaan perpindahan panas seluas 0,2898 m2 untuk mendapatkan temperatur keluar syngas sebesar 37 oC dengan total kalor perpindahan sebanyak 1395,84 Watt. Data dari aliran masuk dan aliran keluar dari alat penukar kalor dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Namun penggunaan air sebanyak 200 liter untuk mengkondensasikan 3 kg syngas agar mendapatkan hasil bio-oil dinilai kurang efektif dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu pengoptimalisasi desain dilakukan dengan menggunakan model alat penukar kalor yang berbeda dan dengan jumlah air yang lebih sedikit namun dengan total perpindahan panas yang sama sehingga didapatkan hasil seperti tampak pada Tabel 4.2.

𝑞 = 𝑚̇𝑐∆𝑇 = 𝑚̇𝑐𝑐𝑐∆𝑇𝑐

(8,37 × 10−4)(1219,95)(500 − 37) = 𝑚̇(4182)(32,56 − 27) 472,56 = 𝑚̇𝑐23251,92

𝑚̇𝑐 = 0,02𝑘𝑔

𝑠 = 73,165 𝑘𝑔/𝑗𝑎𝑚 Tabel 4.1. Aliran pada Blok HeatX

Keterangan Nilai

𝑚̇𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 3,01889 kg/jam

Tmasuk Syngas 500oC

Tkeluar Syngas 37oC

𝑚̇𝑎𝑖𝑟 200 kg/jam

Tmasuk Air 27oC

Tkeluar Air 32,56oC

q 1395,84 Watt

Luas APK (A) 0,2898 m2

(47)

Tabel 4.2 Hasil Pengembangan pada Alat Penukar Kalor

Keterangan Nilai

𝑚̇𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 3,01889 kg/jam

Tmasuk Syngas 500oC

Tkeluar Syngas 37oC

𝑚̇𝑎𝑖𝑟 73,2 kg/jam

Tmasuk Air 27oC

Tkeluar Air 42,2oC

q 1395,84 Watt

Dari kedua Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, dapat disimpulkan bahwa bila model dari alat penukar kalor diganti menjadi sesuai rekomendasi dari AspenPlus, maka laju aliran massa air bisa diperkecil sebanyak 63,5% (dari 200 liter menjadi 73,165 liter) dan temperatur keluar dari air akan meningkat sebanyak 29,6% (dari 32,56oC menjadi 42,2 oC) yang mana dengan rasio perbandingan penurunan jumlah air dengan peningkatan temperatur air adalah 2,145 : 1. Rekomendasi dari AspenPlus untuk alat penukar kalor yang digunakan berupa Shell and Tube (Terlampir)

4.5 Nilai laju aliran massa dan volume dari Bio-oil hasil Pirolisis pada temperatur 400°C-650°C.

Berdasarkan hasil simulasi pada AspenPlus, dengan biomassa berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit yang diberi perlakuan Pirolisis pada temperatur antara 400°C-650°C diperoleh nilai laju aliran massa yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Dari Gambar 4.5 dapat disimpulkan bahwa seiiring dengan meningkatnya temperatur dari Pirolisis maka volume dari Bio-oil yang dihasilkan semakin berkurang. Hal ini bisa terjadi karena dengan meningkatnya temperatur kerja dari pirolisis maka akan terjadi reaksi kimia berupa secondary cracking sehingga produk dari bio-oil akan berkurang dan meningkatkan hasil dari syngas.

(48)

Gambar 4.5 Laju Aliran Massa dan Volume Bio-oil pada temperatur 400°C- 650°C.

4.6 Nilai Kalor dari Bio-oil hasil Pirolisis pada temperatur 400°C-650°C.

Gambar 4.6 Nilai Kalor dari Bio-oil pada Temperatur Pirolisis 400-650oC Setelah syngas melewati kondensor maka diperoleh Bio-oil dengan temperatur sebesar 37oC. Bila pirolisis dilaksanakan pada temperatur yang berbeda, maka nilai kalor di Bio-oil akan berbeda. Grafik dari perbandingan antara nilai kalor dari Bio-oil hasil Pirolisis pada temperatur 400°C-650°C dapat dilihat pada Gambar 4.6. Sesuai dengan Gambar 4.6, dapat dilihat pula nilai kalor akan semakin tinggi berbanding dengan lurus dengan temperatur pirolisis. Hal ini dikarenakan oleh

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650

Laju Aliran

Temperatur Pirolisis

Laju Aliran Volume (L/hr) Laju Aliran Massa (kg/hr)

2540 2560 2580 2600 2620 2640 2660

350 400 450 500 550 600 650 700

Nilai Kalor (kJ/kg)

Temperatur Kerja Pirolisis (oC) HHV (kJ/KG)

(49)

komposisi H2 yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur kerja pirolisis sehingga nilai kalor dari bio-oil akan meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi dari H2 tersebut. Nilai kalor yang didapatkan masih cukup rendah yang disebabkan oleh komposisi air yang cukup tinggi sehingga belum bisa digunakan sebagai bahan bakar.

4.7 Korelasi Antara Nilai Kalor Dengan Laju Aliran Volume Hasil Bio-oil.

Berdasarkan data dari nilai kalor dan laju aliran volume, maka dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya temperatur kerja dari Pirolisis maka nilai kalor dari bio-oil yang dihasilkan akan semakin tinggi namun dengan volume yang lebih sedikit (Gambar 4.7). Jumlah bio-oil yang dihasilkan berbanding terbalik dengan nilai kalornya sehingga bila ingin mendapatkan nilai kalor yang tinggi, maka bio-oil yang dihasilkan tidak akan maksimal. Untuk mendapatkan hasil nilai kalor dan volume yang optimal maka dapat dilakukan pirolisis pada di sekitar temperatur kerja sebesar 580oC sedangkan untuk mendapatkan kualitas bio-oil yang maksimal hanya bisa didapatkan dalam jumlah rendah karena temperatur kerja yang tinggi akan menyebabkan reaksi kimia berupa secondary cracking yang akan menghasilkan syngas yang lebih banyak daripada bio-oil. Adapun nilai kalor yang didapatkan dari bio-oil belum bisa digunakan sebagai bahan bakar karena masih dalam belum mencapai nilai kalor dari diesel-oil yaitu 45,6 MJ/kg.

Gambar 4.7. Perbandingan Nilai Kalor dengan Laju Aliran Volume dari Bio-oil

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

2480 2500 2520 2540 2560 2580 2600 2620 2640 2660

400 450 500 550 600 650

Laju aliran volume (L/jam)

Nilai Kalor (kJ/kg)

Temperatur Pirolisis (oC) HHV (kJ/KG) Vol Liquid (L/hr)

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Air Fuel Ratio yang optimal untuk proses pembakaran pada sistem Pirolisis ini adalah 40%.

2. Optimasi dilakukan pada massa air dari 200 liter menjadi 73 liter namun dengan kenaikan pada temperatur keluar air menjadi 42,2oC dengan model APK berbentuk Shell and Tube.

3. Laju aliran massa Bio-oil pada temperatur 400°C-650°C berkurang seiring naiknya temperatur Pirolisis yaitu, berkisar antara 0,121-0,38 kg/jam dengan volume antara 0,124-0,387 L/jam.

4. Nilai kalor dari Bio-oil pada temperatur 400°C-650°C meningkat seiring naiknya temperatur Pirolisis, dengan nilai kalor pada 400°C sebesar 2545 kJ/kg dan pada 650°C sebesar 2637 kJ/kg.

5. Semakin meningkatnya temperatur Pirolisis, maka nilai kalor akan semakin meningkat namun volume yang dihasilkan akan semakin berkurang.

6. Temperatur yang diperlukan agar menghasilkan Bio-Oil dengan nilai kalor dan jumlah yang optimal yaitu pada temperatur sekitar 580 oC dengan nilai kalor sebesar 2570 kJ/kg dan yield sebanyak 0,23 L/jam.

7. Perbedaan ralat hasil volume Bio-oil secara simulasi dan eksperimen adalah sebesar 39,08%.

(51)

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian, maka saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Melakukan percobaan dengan menggunakan campuran dari dua jenis biomassa.

2. Melakukan uji coba dengan metode fast pyrolysis.

3. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai zat-zat penyusun Bio-oil dari hasil Pirolisis.

4. Melakukan validasi terhadap kondenser yang telah disimulasi.

5. Melakukan proses distilasi terhadap Bio-oil untuk mendapatkan hasil yang lebih murni.

6. Melakukan proses emulsifikasi dengan bahan bakar diesel.

7. Melakukan pengurangan terhadap panjang pipa penyaluran.

8. Mengeluarkan isi Bio-Oil dari bagian bawah Storage Tank.

Gambar

Tabel 1.1 Impor dan kebutuhan minyak solar di Sumatera Utara dan Indonesia [5]
Gambar 2.1 Skema Sederhana Pirolisis [1]
Gambar 2.2 Komposisi Gas selama Distilasi Kering dari Kayu [1]
Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik Bio-oil dengan Diesel-oil [16].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dikemudian hari ternyata ini tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, saya bersedia dikenakan sanksi administrasi dan/atau dituntut ganti rugi dan/atau lainnya

Batas akhir penelitian pada tahun 1997 adalah, karena setelah menempati gedung baru, banyak perkembangan yang terjadi disekolah tersebut, yaitu pembangunan gedung, asrama,

Hasil analisis hubungan antara riwayat paparan sinar ultraviolet dengan kejadian katarak menggunakan uji chi square menunjukkan p (0,077) &gt; α (0,05) sehingga disimpulkan

Diharapkan, perancangan iklan dengan media baru ini mampu menjadi sarana periklanan yang lebih efektif dan ekonomis dalam dunia desain komunikasi visual..

Strategi brand positioning yang diterima konsumen Goota dapat dikatakan tinggi atau dengan kata lain konsumen sudah dapat menerima Goota sebagai restoran Jepang dengan

Objek retribusi adalah pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam kebakaran yang disediakan atau diberikan dan dilaksanakan Pemerintah Daerah untuk

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa status gizi siswa putera SMPN 4 Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir termasuk kategori normal, sedangkan status gizi

Guru adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, sedangkan di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 disebutkan