1 MODUL II KINETIKA KOROSI
Kinetika korosi pada suatu logam dapat dilakukan dengan pengujian berupa metode polarisasi elektrokimia . Pada percobaan ini pengujian dilakukan menggunakan alat berupa potensiostat NOVA AUTOLAB.
2.1 Linear Polarization 2.1.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau media tertentu secara elektrokimia yang ditunjukkan dari kurva hubungan antara tegangan dan arus polarisasi serta mengetahui cara perhitungan laju korosi melalui kurva tersebut.
2.1.2 Dasar Teori
Korosi yang terjadi pada logam dan paduan di dalam suatu larutan cair atau medium penghantar ion lainya disebabkan karena adanya mekanisme elektrokimia. Pada anoda, terjadi perpindahan ion-ion logam dari permukaan logam menuju ke larutan atau dalam kata lain teroksidasi. Elektron yang terdapat pada daerah anodic mengalir menuju daerah katodik melalui konduktor logam dan secara bersamaan terjadi reaksi pada daerah katodik yang menghasilkan mekanisme elektrokimia. Terlepas dari pengalur aliran electron antar muka (interface), deviasi potensial setengah sel pada area interface dari nilai kesetimbangan dipengaruhi fungsi densitas arus (current density). Deviasi ini merefleksikan perilaku polarisasi dari suatu reaksi dan hal ini merupakan suatu fenomena penting yang sangat mendasar dari semua proses elektrokimia, termasu korosi.
Polarisasi(η) adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda antara potensial setimbang (equilibrium) terhadap potensial operasi ketika arus mengalir. Polarisasi mengacu pada pergeseran potensial dari keadaan open circuit potensial pada system korosi.
Jika Potensial bergeser ke arah negative (dibawah Ecorr ) maka di sebut polarisasi katodik (ηc). Pada polarisasi katodik, electron bergerak menuju permukaan logam dan tertinggal di dalamnya akibat reaksi berlangsung lambat sehingga ηc bernilai negative. Untuk semua logam dan paduan dalam lingkungan basah, polarisasi katodik selalu mengurangi laju korosi. Proteksi katodik pada dasarnya penerapan polarisasi katodik ke sistem korosi. Jika
polarisasi bergeser kea rah positif (di atas Ecorr ) disebut polarisasi anodic (ηa). Pada polarisasi anodic, electron di transfer dari logam dan terjadi pembebasan electron secara lambat pada permukaan logam sehingga ηa bernilai positif. polarisasi anodik selalu meningkatkan laju korosi. Untuk sistem yang menunjukkan transisi aktif ke pasif, polarisasi anodik akan meningkatkan laju korosi pada awalnya dan kemudian menyebabkan penurunan drastis laju korosi. Perlindungan anodik dasarnya penerapan polarisasi anodik ke sistem korosi.
Fenomena polarisasi digambarkan dalam suatu diagram yang menunjukan hubungan antara potensial electrode dengan arus atau densitas arus pada suatu logam.
Diagram tersebut disebut dengan digram evans atau diagram mixed-potentials.
Gambar 2.1 Diagram evans (mixed potential diagram )
Polarisasi ada 3 macam yakni polarisasi aktivasi, polarisasi konsentrasi dan polariasi resistansi. .
A. Polarisasi Aktivasi
Polariasi aktivasi terjadi data reaksi setengah sel mengontrol laju aliran dari electron. Reaksi tersebut dikatakan berada dibawah aktivasi atau charger-transfer control.
Polarisasi aktivasi berhubungan dengan energi yang dibutuhkkan untuk terjadinya reaksi pada anoda dan katoda. Dapat di katakana polarisasi aktivasi merupakan polarisasi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi elektrokimia pada laju reaksi tertentu. Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang disebabkan oleh faktor pelambat yang berasal dari reaksi
elektrokimia itu sendiri, yakni terjadinya evolusi terbentuknya gas hidrogen di katoda.
1.) H+ + e -> Hadsorp
2.) Hadsorp + Hadsorp -> H2
3.) Membentuk bubble dari molekul hydrogen
Adapun factor yang mempengaruhi polarisasi aktivasi antara lain (1) rapat arus material (2) kekerasan permukaan (3) suhu (4) tekanan (5) PH (6) agitasi (7) tingkat adsorp ion.
B. Polarisasi Konsentrasi
Polariasasi Konsentrasi berhubungan dengan perubahan komposisi dari elektrolit.
Polarisasi ini terjadi saat laju reaksi yang tinggi, dimana pada keadaan tersebut, terjadi penurunan konsentrasi dari reaktan pada permukaan elektroda. Saat konsentarsi menurun dibutuhkan polarisasi untuk membuat arus mengalir. Pada akhirnya, tidak ada lagi arus yang mengalir karena tidak adanya reaktan yang dapat mencapai permukaan logam dan limiting current dicapai. Polarisasi konsentrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor berikut ini yaitu agitasi, suhu, velocity, konsentrasi ion serta geometri.
C. Polarisasi Resistansi
Arus akan mengalir dari anoda menuju katoda melalui ion yang berada pada elektrolit dan metallic path. Dikarenakan konduktivitas logam yang tinggi, hampir tidak ditemukannya hambatan pada aliran arus di metallic path. Akan tetapi hambatan dapat ditemui bila jarak antara anoda dan katoda yang cukup besar. Pengaruh polarisasi akan sangat signifikan bergantung pada resistansi yang dimiliki oleh elektrolit.
Metode polarisasi merupakan salah satu metode pengujian yang banyak digunakan untuk menentukan laju reaksi atau kinetika reaksi korosi yang terjadi pada logam. Beberapa keuntungan penggunaan metode polarisasi dibanding dengan metode konvensional seperti weight loss adalah sebagai berikut:
• Waktu uji sebentar
• Untuk studi kinetika, monitoring corrosion process
• Sensitivitasnya tinggi
• Bisa dengan faktor-faktor dipercepat seperti temperatur
• Non-Destructive Test (NDT), semi kontinu
2.1.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:
a. Beaker Glass
b. Working Electrode (Baja) c. Auxiliary Electrode (Pt) d. Reference Electrode (SSC) e. Potentiostat
f. Komputer teritegrasi software Nova Autolab g. Larutan HNO3 1M, NaOH 1 M dan NaCl 1M 2.1.4 Prosedur Percobaan
Gambar 2.2 Prosedur Percobaan Polarisasi
Siapkan larutan pada beaker glass sebanyak 350 mL
Siapkan WE berupa lembaran baja yang
telah terhubung dengan kabel
Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan. Pastikan W,
RE dan AE telah terpasang dengan benar.
Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA
Autolab
Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan
aplikasi NOVA Autolab, klik start pada
aplikasi
Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup
view
Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada sub
bab ini akan dilakukan pengujian Linear Polarization), kemudian
klik 2 kali
Pada kolom command, ubah
nama file pada bagian remarks
Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP
(Open Circuit Potential) menjadi 120
detik
Pada bagian LSV Staircase, atur start potential menjadi -0.200
V sementara stop potential menjadi 0.200 V
2.1.5 Skema Kerja
Gambar 2.3 Skema Pengujian Polarisasi 2.2 Pasivitas
2.2.1 Tujuan Percobaan
Sub-modul ini dibuat agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan mengerti fenomena pasivasi dan depasivasi.
2.2.2 Dasar Teori
Lapisan pasif didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mampu tahan terhadap proses kororsi akibat terbentuknya lapisan permukaan yang tipis pada keadaan yang telah teroksidasi dengan tingkat polarisasi katodik yang tinggi. Berbagai jenis logam seperti alumunium, nikel, baja tahan karat (stainless steel), titanium, dan zirkonium menunjukkan perilaku pasivitas terhadap korosi. Terbentuknya lapisan film atau layer berperan sebagai barrier (pelindung) permukaan logam terhadap lingkungan dan mengakibatkan laju difusi ion-ion terjadi sangat lambat atau dengan kata lain laju korosi menurun. Namun, beberapa logam paduan yang memiliki lapisan barrier sederhana yang mampu menghambat laju korosi pada potensial aktif namun terpolarisasi anodik yang kecil tidak dapat dikatakan sebagai keadaan pasif. Keadaan suatu logam pada suatu kondisi secara termodinamik dapat diprediksi melalui diagram pourbaix (E-pH diagram) seperti berikut ini:
Gambar 2.4. Diagram Purbaix Fe
Immune adalah daerah dimana Fe secara termodinamik bersifat stabil, tidak ada produk oksidasi yang terbentuk yang berarti laju korosinya sangat rendah bahkan hampir tidak terjadi. Corrosion atau daerah aktif adalah daerah dimana Fe2+, Fe3+, FeO42-, HFeO2-
secara termodinamik bersifat stabil. Karena Fe telah teroksidasi menjadi bentuk-bentuk ion tersebut, maka korosi akan terjadi. Passive adalah daerah dimana Fe2O3, Fe3O4, dan Fe(OH)2 secara termodinamik bersifat stabil. Lapisan oksida telah terbentuk pada kondisi ini sehingga reaksi korosi akan berjalan dengan sangat lambat karena terhalang oleh lapisan ini, sehingga pada kondisi tersebut disebut kondisi passive. Lapisan pasif yang terbentuk memiliki ketebalan 1 – 10 nm dan bersifat fragile.
Logam Fe hanya mengalami pasivitas dalam lingkungan oksidasi tinggi, hal ini berkaitan antara potensial dan derajat keasaman (pH) dimana besi oksida yang stabil secara termodinamika dapat terbentuk. Berbeda dengan logam Fe, logam Cr dapat lebih mudah terjadi pasivasi meskipun di dalam lingkungan yang tidak sangat oksidasi. Tetapi Cr memiliki sifat mekanik yang buruk, karena itu lah logam Cr dimanfaatkan sebagai unsur paduan yang kita kenal dengan baja tahan korosi (corrosion resistant steel) dengan kadar kromium minimum 12% disertai kadar Nikel minimum 8% untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Perilaku pasivasi juga dapat diamati melalui pengujian polarisasi yang menghasilkan kurva hubungan antara potensial dan (logaritma) rapat arus. Logam-logam
seperti Fe, Cr, Ni, Al, dan Ti memiliki sifat atau karakteristik pasivasi dalam larutan cair dan logam tersebut menunjukkan kurva polarisasi yang menyerupai huruf S sebagai berikut:
Gambar 2.5. Fenomena Pasivasi dalam Diagram Polarisasi Berikut ini adalah definisi dari parameter-parameter yang ada:
• Epp (primary passive potential) : Potensial di mana terjadi transisi dari keadaan aktif ke keadaan pasif.
• Etranspassive : Potensial yang berhubungan dengan ujung dari daerah pasif.
Potensial transpassive juga berhubungan dengan potensial terjadinya pitting.
• icrit (critical current-density) : Rapat arus maksimum yang terdapat pada daerah aktif untuk logam atau paduan yang menunjukkan perilaku aktif-pasif.
• ipass (passive current-density) : Rapat arus minimum yang dibutuhkan untuk menjaga ketebalan dari lapisan film dalam range pasif.
Di atas nilai Epp, lapisan pasif atau lapisan film yang terbentuk menjadi stabil sehingga mengakibatkan laju korosi yang terjadi menurun. Nilai rapat arus pasif (ipass) dapat mencapai 106 kali lebih rendah dibandingkan rapat arus kritis (icrit). Pada nilai potensial yang lebih tinggi, terdapat transisi dari daerah passive ke daerah transpassive dan laju korosi meningkat kembali. Pada material stainless steel, potensial ini berdekatan dengan potensial terjadinya evolusi oksigen di mana lapisan film yang kaya akan Cr
menjadi tidak stabil.
Adapun beberapa faktor yang mampu mempengaruhi lapisan pasif suatu logam ialah suhu, konsentrasi oxidizer, velocity dan agitasi.
2.2.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:
a. Beaker Glass
b. Working Electrode (Al/SS) c. Auxiliary Electrode (Pt) d. Reference Electrode (SSC) e. Potentiostat
f. Komputer teritegrasi software Nova Autolab g. Larutan H2SO4 1M
2.2.4 Prosedur Percobaan
Gambar 2.5. Skema Rangakain Alat Pengujian Pasivasi
Siapkan larutan H2SO41M pada beaker glass sebanyak 350 mL
Siapkan WE berupa lembaran baja yang telah terhubung (solder) dengan
kabel tembaga. Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit
sebesar 1 cm2
Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan. Pastikan
WE, RE dan AE telah terpasang
dengan benar
Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA
Autolab
Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan
aplikasi NOVA Autolab, klik start
pada aplikasi
Klik menu View pada toolbar kemudian pilih
setup view
Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan
dilakukan (pada sub bab ini akan dilakukan
pengujian Linear Polarization), kemudian
klik 2 kali
Pada kolom command, ubah
nama file pada bagian remarks
Pada OCP determination, ubah
waktu penentuan OCP (Open Circuit
Potential) menjadi 120 detik
Pada bagian LSV Staircase, atur start potential menjadi -0.200
V sementara stop potential menjadi 2000 V
2.2.5 Skema Kerja
Gambar 2.6. Skema Rangakain Alat Pengujian Pasivasi 2.3 Cyclic Polarization
2.3.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini ialah untuk mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau media korosif terhadap peristiwa pitting.
2.3.2 Dasar Teori
Pengujian polarisasi siklik merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kecenderungan logam mengalami pitting secara kualitatif di lingkungan korosif. Logam yang memiliki lapisan pasif cenderung akan mengalami depasivasi ketika berda pada lingkungan yang memiliki kandungan ion agresif berupa Cl-, Br- dan lain sebagainnya. Keberadaan ion agresif tersebut akan menyebabkan kerusakan lapisan pasif secara terlokalisasi. Kerusakan lapisan pasif tersebut akan mengakselerasi korosi pada bagian yang telah terdepasivasi. Kerusakan tersebut akan membentuk lubang lubang pada permukaan logam. Jenis korosi yang umum ditemui akibat keberadaan ion agresif ialah pitting corrosion.
Pengujian ini juga dilakukan untuk menentukan informasi secara kuantitatif seperti potensial pitting atau breakdown (Ep atau Eb), dan passive current (ip). Metode ini berbasis linear sweep dari potensial logam yang berlangsung secara lambat menuju potensial anodik. Arus yang diukur akan mencapai nilai tertentu pada lalu akan berubah arah
sehingga kembali menghasilkan kurva polarisasi katodik. Pembentukan pitting ditandai dengan kurva yang memiliki loop positif.
Gambar 2.7. Grafik polarisasi siklik
Perilaku dari kurva polarisasi siklik dipengaruhi oleh perubahan kondisi permukaan, seperti breakdown pada lapisan pasif di dalam beton akibat penetrasi klorida. Bentuk hysterical loop yang semakin besar menunjukkan semakin banyak korosi terlokalisasi yang terjadi.
2.3.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:
a. Beaker Glass
b. Working Electrode (SS) c. Auxiliary Electrode (Pt) d. Reference Electrode (SSC) e. Potentiostat
f. Komputer dan software Nova Autolab g. Larutan HCl 1M
2.3.4 Prosedur Percobaan
Gambar 2.8. Prosedur Percobaan Polarisasi siklik.
2.3.5 Skema Kerja
Gambar 2.9 Skema Pengujian Polarisasi
Siapkan larutan HCl 1M pada beaker glass
sebanyak 350 mL
Siapkan WE berupa lembaran SS / Al yang telah terhubung (solder) dengan kabel tembaga. Luas permukaan WE
yang terpapar dengan elektrolit sebesar 1 cm2
Rangkai alat dan bahan sesuai dengan skema percobaan. Pastikan W,
RE dan AE telah terpasang dengan benar
Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA
Autolab
Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA
Autolab, klik start pada aplikasi
Klik menu View pada toolbar kemudian pilih setup view
Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada sub bab ini
akan dilakukan pengujian Linear Polarization), kemudian klik 2 kali
Pada kolom command, ubah nama
file pada bagian remarks
Pada OCP determination, ubah waktu penentuan
OCP (Open Circuit Potential) menjadi 120
detik
Pada bagian CV Staircase, atur upper dan lower vertex potential
serta number of stop crossing
2.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)
2.4.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini ialah:
a. Mengetahui prinsip pengujian EIS.
b. Mampu mengintrepetasikan data EIS pada beberapa aplikasi.
2.4.2 Dasar Teori
Pengujian electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dilakukan untuk mengamati perilaku korosi pada logam khususnya pada kondisi permukaannya. Metode ini merupakan metode pengujian tidak merusak yang memberikan informasi ketahanan korosi dan sifat kelistrikan dari logam. Pada pengujian EIS, nilai resistansi material atau Impedansi (Z) yang akan diuji merupakan parameter penting yang akan diamati. Nilai dari impedansi berbanding terbalik dengan besarnya tegangan yang diberikan. Metode ini mengaplikasikan gelombang frekuensi bolak-balik (AC) dengan sinyal amplitudo yang rendah, yaitu sekitar 5-50mV. Oleh karena itu, nilai impedansi yang diterapkankan merupakan hambatan untuk rangkaian AC.
Pengujian EIS memberikan informasi secara kualitatif dari sifat ketahanan suatu material terhadap media korosinya yang diperoleh dengan membandingkan grafik dari setiap material. Hasil yang diperoleh dari metode ini yaitu Nyquist plot, Bode phase, dan phase angle. Pada Nyquist plot, diperoleh grafik yang umumnya berupa bentuk setengah lingkatan (semi-circle) dengan impedansi riil (Z’) pada sumbu-x dan impedansi imajiniir (Z”) pada sumbu-y seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Kurva Nyquist
Hasil pengujian EIS yang diperoleh umumnya diintepretasi dengan melakukan pencocokan (fitting) data impedansi terhadap sirkuit ekivalen yang menyerupai kondisi proses pengujian. Hasil fitting yang baik ditunjukkan oleh garis yang semakin mendekati bentuk dari kurva yang diperoleh.
Intrepetasi hasil pengukuran EIS dilakukan dengan cara fitting data impedansi terhadap circuit equivalent. Rangkaian sirkuit tersebut umumnya dikenal sebagai sel rendles. Adapun elemen-elemen yang terdapat pada rangkaian sirkuit listrik EIS antara lain:
a. Tahanan Larutan (Rs)
Tahanan larutan merupakan potensial antara sampel (counter electrode) dan elektroda acuan dan seringkali menjadi faktor yang signifikan dalam suatu sel elektrokimia.
Tahanan dari suatu larutan ionik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi ion, jenis ion, temperatur, dan area geometri di mana arus dihantarkan.
b. Tahanan Transfer Muatan (Rct)
Tahanan transfer muatan merupakan tahanan yang menghambat terjadinya proses transfer muatan dalam reaksi elektrokimia. Hal ini menunjukkan terjadinya transfer/perpindahan muatan di mana fenomena tersebut memiliki kecepatan tertentu.
Kecepatan dari transfer muatan tersebut dipengaruhi oleh jenis reaksi, temperatur, serta konsentrasi dari produk reaksi dan potensial. Nilai Rct juga dapat diamati secara langsung dari diameter kurva semi-circle pada grafik Nyquist.
c. Constant Phase Element (CPE)
CPE dapat merepresentasikan beberapa elemen jika menunjukkan nilai tertentu. CPE juga dapat dilambangkan sebagai Q. CPE merepresentasikan kapasitor murni (C) jika nilai N = 1, hambatan murni (R) jika nilai N = 0, dan induktansi (L) jika nilai N = -1. Selain itu, CPE juga dapat digunakan sebagai kapasitansi double layer (Cdl) jika nilai N = 0,9 – 1 untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan. Nilai N tersebut merepresentasikan kehomogenan permukaan dimana jika nilai N = 1 maka permukaan tersebut homogen dan datar.
d. Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl)
Lapisan listrik ganda terdapat pada antar muka antara elektroda danlarutan elektrolit.
Lapisan tersebut terbentuk pada saat ion-ion dari larutan elektrolit berhasil melewati
tahanan elektrolit dan bergerak mendekat menuju permukaan elektroda. Nilai dari kapasitansi double layer ini menjelaskan tingkat adsorbsi molekul inhibitor pada permukaan logam. Nilai kapasitansi double layer akan berbanding terbalik dengan nilai adsorbsi molekul pada elektrolit. Semakin rendah nilai kapasitansi double layer maka molekul inhibitor pada antar muka logam atau elektrolit semakin banyak.
2.4.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah:
a. Beaker Glass
b. Working Electrode (Baja atau Baja dengan inhibitor/SC pada modul 3) c. Auxiliary Electrode (Pt)
d. Reference Electrode (SSC) e. Potentiostat
f. Komputer dan software Nova Autolab g. Larutan NaCl 3.5%
2.4.4 Prosedur Percobaan
Siapkan larutan NaCl 3.5%
pada beaker glass sebanyak
350 mL
Siapkan WE berupa lembaran Al / Al-Zn yang
telah terhubung (solder) dengan kabel tembaga.
Luas permukaan WE yang terpapar dengan elektrolit
sebesar 1 cm2
Rangkai alat dan bahan sesuai dengan
skema percobaan.
Pastikan W, RE dan AE telah terpasang
dengan benar
Atur parameter pengujian pada aplikasi NOVA
Autolab
Tekan tombol cell on pada potensiostat kemudian jalankan aplikasi NOVA Autolab dengan mengklik start pada aplikasi NOVA
Autolab
Klik menu View pada toolbar kemudian pilih
setup view
Pada kolom procedures pilih pengujian yang akan dilakukan (pada bab ini akan dilakukan pengujian EIS
maka pilih FRA Impedance potensiostatic), kemudian klik 2 kali
Pada kolom command, ubah nama
file pada bagian remarks
Pada OCP determination, ubah waktu penentuan OCP
(Open Circuit Potential) mennjadi 120 detik
Pada bagian FRA Measurement Potensiostatic, atur first applied frequency menjadi 100kHz, sementara last applied frequency 0.01 Hz dengan number of frequency
sebanyak 50
Gambar 2.11 Prosedur Electrochemical Impedance Spectroscopy 2.4.5. Skema Percobaan Electrochemical Impedance Spectroscopy
Gambar 2. 12 Skema Percobaan Electrochemical Impedance Spectroscopy
2.5 . Referensi
1. Modul Praktikum Korosi Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia 2018
2. Pambudi, Hariman Rilo. 2016. Analisis Kasus Korosi pada Pipa Minyak Solar.
Universitas Negeri Semarang
3. Cahyadi, Agung. 2017. Studi Ketahanan Korosi Baja Tulangan Di Dalam Beton Hasil Campuran Semen Portland Komersial Dan Terak Akhir Timah Terhadap Lingkungan Klorida. Universitas Indonesia
4. https://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc955069/
5. https://www.researchgate.net/figure/Schematic-diagram-of-an-electrodeposition- setup-1-Pt-mesh-counter-electrode-2_fig3_235771652