• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MEREK REZEKI ( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MEREK REZEKI ( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN) SKRIPSI"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MEREK REZEKI ( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JONATHAN SEBASTIAN 120200572

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah diberikan kepada kita sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi penulis adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Hukum Merek Rezeki (Studi Putusan Nomor 03/PDT.SUS-Merek/2015/PN.Niaga Medan).

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam masa penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penuis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hukum Sumatera Utara atas semua dukungan yang besar terhadap seluruh mahasiswa/i demi kemajuan dan perkembangan pendidikan hukum di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, perhatian, dan arahan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya, telah sabar, dan banyak menuntun Penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, saran dan perhatian kepada Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

8. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan membantu penulis selama masa perkuliahan.

9. Orang Tua Penulis yang menaruh kasih setiap waktu, Kepada Papaku tersayang Daulat Thomson Juarsa Sirait, SE., dan Mamaku tercinta Nuriaty Elisabeth Napitupulu A.Md., serta Adik-adikku Opi dan Jordan yang tanpa lelah mendukungku menjadi tumpuan, penyemangat, dan kekuatanku, menjadi alasan terbesar penulis meraih gelar Sarjana Hukum. Terimakasih untuk doa dan dukungan yang tanpa henti.

(5)

10. Kepada Dian Labora Napitupulu, ST., yang tanpa henti memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada Penulis.

11. Kepada Sahabat Penulis, Beltslewy Zakharias Pulungan, Tommy Fernandes Sibarani, Ade Bella Ayu Carina, Reza Pepayoza yang menjadi teman suka dan duka dalam perkuliah penulis selama menempuh gelar Sarjana.

Terima kasih atas berbagai hal yang bermanfaat yang telah diberikan kepada Penulis. Semoga Tuhan Senantiasa memberikan berkat dan perlindungan-Nya kepada kita semua. Akhir kata selamat membaca dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu hukum.

Medan, Januari 2018 Hormat Penulis,

Jonathan Sebastian 120200572

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK . ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penulisan ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ... 13

A. Pengertian Kekayaan Intelektual ... 13

B. Dasar Hukum Kekayaan Intelektual ... 17

C. Sifat-sifat Kekayaan Intelektual ... 22

D. Teori Perlindungan Kekayaan Intelektual... 23

(7)

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK ... 29

A. Pengertian Merek ... 29

B. Jenis-jenis Merek ... 32

C. Persyaratan Merek... 34

D. Pendaftaran Merek ... 36

E. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek ... 44

BAB IV STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NOMOR 03/PDT.SUS-MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN DAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 271 K/PDT.SUS-HKI/2016 ... 49

A. Kasus ... 49

A.1. Gambaran Umum Kasus ... 51

A.2. Isi Putusan Pengadilan Niaga Nomor 03/Pdt.Sus- Merek/2015/ PN.Niaga Medan ... 61

A.3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 271 K/Pdt.Sus- HKI/2016 ... 65

B. Analisis Kasus ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MEREK REZEKI STUDI PUTUSAN NOMOR 03/PDT.SUS-

MEREK/2015/PN.NIAGA MEDAN”

Jonathan Sebastian*

Puspa Melati Hasibuan**

Zulkifli Sembiring***

Merek sebagai sarana pemasaran dan periklanan memberikan suatu tingkat informasi tertentu kepada konsumen mengenai barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Sebuah produk harus memiliki sifat pembeda atau ciri khas tersendiri. Oleh karena itu merek ini digunakan untuk tetap menjaga agar tidak terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia perdagangan. Berdasarkan hal tersebut terdapat permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana tinjauan yuridis mengenai sengketa merek dagang REZEKI terkait merek yang mempunyai persamaan sehingga sampai sekarang ini masih banyak terdapat perkara-perkara merek dengan persamaan untuk barang sejenis, dan bagaimana akibat hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim setelah adanya putusan Pengadilan Niaga atas sengketa merek dagang yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis.

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, dimana data primer diambil dari Putusan Nomor 03/PDT.SUS-Merek/2015/PN.NIAGA MEDAN, Putusan MA Nomor 271K/

PDT.SUS-HKI/2016 serta peraturan mengikat yaitu Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Berdasarkan penelitian hukum yang telah dilakukan atas Putusan MA Nomor 271K/PDT.SUS-HKI/2016 yaitu kasus merek Toko REZEKI, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan nama Toko oleh Perorangan tidak dapat dianggap sebagai bukti kepemilikan merek, kecuali Pemilik usaha perorangan tersebut mengajukan Permohonan Pendaftaran Merek ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan penggunaan nama Toko milik Usaha Perorangan baik yang menggunakan nama Usaha Dagang atau Perusahaan Dagang tidak bisa menghalangi Perusahaan Perorangan lain menggunakan nama Toko yang sama karena Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini belum mengatur perlindungan hukum terhadap Perusahaan Perseorangan.

Kata Kunci: Barang Sejenis, Merek, Dirjen HaKI _____________________

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merek merupakan suatu alat yang membedakan barang atau jasa yang di produksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal usulnya suatu barang atau jasa. Pemberian merek terhadap barang dan jasa ini akan mempengaruhi suatu citra suatu perusahaan dimata konsumen atau dapat dikatakan untuk menaikkan citra suatu perusahaan dan pemberian merek ini juga akan menaikkan kualitas mutu dari barang dan jasa tersebut serta untuk mencegah adanya peniruan dari pihak lain yang ingin memproduksi barang ataupun jasa yang sama1. Merek sebagai sarana pemasaran dan periklanan memberikan suatu tingkat informasi tertentu kepada konsumen mengenai barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Pesatnya perkembangan periklanan baik nasional maupun internasional ini dan dalam rangka pendistribusian barang dan jasa membuat merek semakin tinggi nilainya. Merek yang didukung dengan media periklanan membuat produsen memiliki kemampuan untuk menstimulasi permintaan konsumen sekaligus mempertahankan loyalitas konsumen atas produk barang dan jasa yang dihasilkannya. Inilah yang menjadikan merek sebagai suatu keunggulan kompetitif dan keunggulan kepemilikan untuk bersaing dipasar

1O.K Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal 25.

(10)

global2. Tingkat persaingan yang tinggi di pasar global terjadi pada pelaku usaha baik lokal maupun pelaku usaha dari luar Indonesia. Perdagangan bebas menuntut para pelaku usaha agar lebih siap dan tangguh menghadapi persaingan pasar global. Jika pelaku usaha tidak siap dalam menghadapi persaingan pasar ini maka dapat tersingkir dari dunia perdagangan bebas.

Sebuah produk harus memiliki sifat pembeda atau ciri khas tersendiri. Ciri khas suatu produk tersebut bisa dikenalkan dengan melalui merek karena dengan merek sebuah produk dapat mempunyai nilai jual yang tinggi dan sebagai tanda pembeda dengan produk lainnya. Merek ini dapat digunakan sebagai “tameng” oleh para pengusaha untuk tetap mempertahankan produknya di dunia perdagangan bebas.

Oleh karena itu merek ini digunakan untuk tetap menjaga agar tidak terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia perdagangan3.

Melihat pentingnya pengaturan merek ini sehingga dibuat UU yang disesuaikan dengan perkembangan dan UU merek yang terakhir adalah UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (selanjutnya disebut UU Merek) demi memberikan kepastian hukum yang berkeadilan terkait masalah merek. UU Merek No. 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya intelektual sebuah karya yang didasarkan kepada olah pikir manusia yang kemudian terjelma dalam bentuk benda immaterial4.

Beberapa perubahan penting yang tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2001 adalah penetapan sementara pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik

2 Rahmi Jened 2015, Hukum Merek Dalam Era Global & Integrasi Ekonomi, Prenadamedia Group, Jakarta, Hal 32

3 Ibid., Hal 4

4 O.K Saidin, Op.Cit. Hal 45

(11)

aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek, kemungkinan menggunakan penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang di perberat5. Hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan Hak Merek dalam kerangka kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak mereka itu diawali dari temuan- temuan dalam bidang Hak kekayaan intelektual lainnya, misalnya Hak Cipta.

Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo atau desain huruf dan ada Hak Cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu,dalam Hak Merek bukan Hak Cipta bidang seni yang dilindungi, tetapi mereknya itu sendiri6.

Pasal 40 ayat (1) UU Merek 2001 menyatakan bahwa hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perUUan. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perUUan yang dimaksud adalah sepanjang tidak bertentangan dengan UU Merek, misalnya kepemilikan merek karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik merek. Dengan demikian, hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain, baik pengalihan itu terjadi karena pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perUUan yang tidak bertentangan dengan UU Merek7.

Hak atas merek merupakan hak milik perseorangan, tetapi tidak menyebabkan hapusnya tuntutan hukuman pidana terhadap pelanggar hak atas merek terdaftar. Oleh karena itu, agar pelaksanaan hak tersebut dapat berlangsung

5Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual:

Suatu Pengantar, Bandung: Asian Law Group Pty.Ltd bekerjasama dengan P.T. Alumni, 2011, Hal. 132.

6, O.K Saidin, Op.Cit. Hal 58.

7Rachamadi Usman, 2003, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, Hal. 147.

(12)

dengan tertib, negara juga mengancam pidana atas pelanggaran tertentu terhadap UU Merek maupun ketentuan lain yang terdapat dalam Kitab UU Hukum Pidana.

Dengan ungkapan lain, bahwa hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak atas merek.

UU Merek juga tidak merinci lebih lanjut macam jenis tindak pidana hak atas merek tersebut, tetapi yang jelas perbuatan yang melanggar hak milik merek terdaftar merupakan tindak pidana di bidang merek sebagaimana diatur dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 95 UU Merek. UU Merek juga mencantumkan ancaman hukuman pidana kepada siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain. Selanjutnya, Pasal 93 UU Merek juga memberikan sanksi pidana kepada siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa, sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut. Tindak pidana jenis ini juga merupakan tindak pidana kejahatan.

Putusan Mahkamah Agung R.I No 352/Sip/1975 tanggal 2 Januari 1982 dalam perkara merek “AJINO-MOTO” lawan merek “MIWON” menganggap adanya persamaan merek-merek sengketa, oleh karena merek bersangkutan berupa merek kombinasi serta warna-warna harus dinilai secara keseluruhan, baik bagian merek yang bersifat karateristik maupun bagian yang tidak merupakan bagian inti dari merek tersebut. Ada pun juga pembahasan sehubungan dengan masalah persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya tentang merek antara lain

(13)

perkara merek “Crocodile” dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 19 Januari 1985 No. 1596 K/Pdt/1983 antara Li Seng Min Co. SDN BHD sebagai PENGGUGAT melawan Ny. Rusia Fulia dkk. Sebagai TERGUGAT. Dalam perkara ini PENGGUGAT mendalilkan memakai merek dan kata lukisan

“Crocodile” untuk jenis barang segala macam pakaian, yang ternyata pihak TERGUGAT menggunakan merek kata “Briliant” dengan desain dan logonya persis sama dengan merek PENGGUGAT. Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung memberikan pertimbangan bahwa UU Merek tujuannya untuk melindungi masyarakat tidaklah semata-mata terhadap barang tiruan yang memakai merek yang sudah dikenal sebagai barang bermutu baik melainkan juga memberikan perlindungan terhadap merek yang menimbulkan kesan berasal dari perusahaan yang sama, yang barangnya dikenal sebagai barang bermutu baik dan oleh karena itu Mahkamah Agung mengabulkan gugagatan PENGGUGAT.

Putusan Mahkamah Agung RI No.67 K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 merupakan putusan yang dikenal dalam khasanah hukum merek Indonesia yaitu putusan tentang merek “Tancho”. Dalam hal ini PT. Tancho Indonesia Co.

Ltd telah menggugat Wong A Kiong sebagai Direksi Firma Tokyo Osaka Company atas fakta bahwa Tancho Kabushiki Kaisha selaku pemilik dan pemakai pertama dari nama dagang merek “Tancho”, yang terdiri dari dua huruf kanji dan gambar burung bangau terbang dalam lingkaran untuk barang-barang kosmetika.

Sejak tahun 1961 barang-barang tersebut telah dikenal di Indonesia karena beberapa pengusaha Indonesia telah mengimpornya. Kemudian untuk memperlancar usaha perdagangannya di Indonesia, Tancho Kabushiki Kaisha

(14)

mengadakan joint venture dengan N.V The City Factory di Jakarta sehingga terbentuklah PT. Tancho Indonesia Co.Ltd. Oleh karena itu barang-barang produksi diberi merek “Tancho” pula dan sesuai dengan itu PT. Tancho Indonesia pun mengajukan permohonan pendaftaran merek kepada Dir. Paten, Merek dan Hak Cipta, tetapi ditolak karena telah ada pihak lain dari Factory Toko Osaka Company yang telah mendaftarkan merek tersebut terlebih dahulu pada tahun 1965. Gugatan pun ditayangkan oleh PT. Tancho Indonesia kepada Pengadilan Negri Jakarta Pusat, di tingkat pengadilan negeri pihak PENGGUGAT ternyata dikalahkan. Kemudian dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung RI memenangkan pihak PENGGUGAT atas dasar pertimbangan bahwa pendapat hakim yang menyatakan bahwa PT. Tancho Indonesia dalam melindungi haknya atas merek bersangkutan sekalipun ia berkedudukan di Jepang, telah berusaha mendaftarkan mereknya tersebut di berbagai negara antara lain Filipina, Singapura, dan Hongkong akan tetapi di Indonesia tidak berbuat demikian. Dan sesuai dengan itu maka perkataan “pemakai pertama di Indonesia” harus ditafisrkan sebagai

“pemakai pertama yang jujur” sesusai dengan asas hukum bahwa perlindungan diberikan kepada orang yang beritikad baik dan tidak kepada yang beritikad buruk.

Akhirnya pihak PT. Tancho Indonesia muncul sebagai pihak yang menang dengan pertimbangan-pertimbangan yang sangat jitu dan tepat tersebut dan sejak keputusan ini, asas itikad baik yang ditekankan dalam perkara tersebut diatas menjadi sangat penting dalam hukum merek di Indonesia, dan selalu dijadikan

(15)

pedoman atas dasar pertimbangan dalam memutuskan perkara-perkara merek lain yang muncul belakangan hingga sekarang ini.

B. Permasalahan

Adapun perumusan masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tinjauan yuridis mengenai sengketa merek dagang REZEKI terkait merek yang mempunyai persamaan sehingga sampai sekarang ini masih banyak terdapat perkara-perkara merek dengan persamaan untuk barang sejenis? (Analisis putusan Nomor 03/Pdt.Sus.Merek/2015/PN.

Niaga Medan)

2. Bagaimana akibat hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim setelah adanya putusan Pengadilan Niaga atas sengketa merek dagang yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis? (Analisis putusan Nomor 03/Pdt.Sus.Merek/2015/PN. Niaga Medan)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tinjauan yuridis sengketa merek dagang REZEKI terkait merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis.

(16)

2. Untuk mengetahui akibat hukum setelah adanya putusan Pengadilan Niaga atas sengketa merek dagang terkait merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.1 Manfaat Teoritis

a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata tentang Kekayaan Intelektual mengenai merek.

1.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan mahasiswa mengenai kasus peniruan merek dalam Hukum Perdata Dagang.

b. Memberikan pandangan hukum bagi masyarakat luas mengenai sengketa merek dagang yang memiliki persamaan sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih merek agar tidak tertipu dengan merek tiruan.

(17)

E. Metode Penulisan

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum yuridis normatif. Metode penelitian hukum normatif mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (UU) dan dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat sehingga normatif ini dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perUUan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas8 Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan dan menganalisis fakta-fakta hukum berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil pengolahan sumber bahan hukum yang telah di analisis kemudian dijabarkan secara sistematis.

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.

Jenis dan sumber data penelitian hukum ini mengangkat mengenai Tinjauan Yuridis terhadap sengketa merek dagang Toko Rezeki yang memiliki persamaan menggunakan jenis data sekunder yang dibedakan menjadi:

1. Bahan-bahan hukum primer yang mencakup:

a.UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

8Amirudin dan Zaimal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hal 118.

(18)

b.UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbritase

c. Putusan Pengadilan Niaga Medan No.03/Pdt.Sus- Merek/2015/PN. Niaga Medan

2. Bahan-bahan hukum sekunder yang meliputi:

a. Jurnal mengenai Merek atau Sengketa Merek Nasional maupun Internasional

b. Buku mengenai Merek dan Hak Kekayaan Intelektual yang ditulis oleh Para Sarjana dan Ahli Hukum

c. Hasil-hasil penelitian

3. Bahan-bahan hukum tersier, meliputi:

a. Kamus Hukum

b. Kamus Bahasa Indonesia

F. Keaslian Penulisan

Penulis telah memastikan bahwa penulisan skripsi ini tidak memiliki kesamaan terhadap judul skripsi yang ada di Perpustakaan Umum Fakultas Sumatera Utara maupun yang ada di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan penulis telah memastikan dengan seksama bahwa judul ini belum pernah dibahas di media internet manapun. Penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, dan pemaparan asli dari penulis skripsi sendiri adapun materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

(19)

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab dan masing- masing Bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan pembahasan.

Bab I : Dalam Bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penulisan Keasilan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Dalam bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Tinjauan Umum tentang Pengertian Kekayaan Intelektual, Dasar Hukum Kekayaan Intelektual, Sifat-Sifat Kekayaan Intelektual, Teori Perlindungan Kekayaan Intelektual

Bab III : Dalam bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Tinjauan Umum tentang Pengertian Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek

Bab IV : Dalam bab ini penulis meneliti kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan, Analisis Kasus

Bab V :

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Kekayaan Intelektual

Dahulu secara resmi sebutan Intellectual Property Rights (IPR) diterjemahkan dengan Hak Milik Intelektual atau hak atas Kekayaan Intelektual.

Kata milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan daripada kata kekayaan, karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Menurut sistem hukum perdata kita, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan.

Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana diatur dalam hukum kebendaan9

Dalam konsep harta kekayaan setiap barang selalu ada pemiliknya yang disebut pemilik barang dan setiap pemilik barang mempunyai hak atas barang miliknya yang lazim disebut hak milik. Dari pengertian ini, istilah milik lebih menunjuk kepada hak seseorang atas suatu benda secara konkret dan bukan menunjuk pada suatu harta kekayaan yang sangat luas. HaKI lebih tepat dikualifikasikan sebagai hak milik karena hak milik itu sendiri merupakan hak yang paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan lainnya. Dengan

9Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, P.T Alumni, Bandung, Hal 1.

(21)

demikian, pemilik berhak menikmati dan menguasai sepenuhnya dengan sebebas- bebasnya.

HaKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas sesorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa, dan karyanya yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis.

Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HaKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam10 Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan kemampuan intelektual nya secara maksimal. Oleh karena itu tak semua orang pula dapat menghasilkan intellectual property rights.

Hanya orang yang mampu mempekerjakan intelektual nya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut intellectual property rights dan oleh sebab itu lah kerja otak yang membuahkan Hak atas Kekayaan Intelektual itu bersifat eksklusif11. HaKI sebenernya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori dimana salah satu kategori itu adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak

10 Ibid., Hal 2

11 O.K Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, P.T RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal 10

(22)

berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan oleh pasal 499 KUH Perdata, yang berbunyi: menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik12 Objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak. Menurut Prof. Mahadi barang yang dimaksudkan oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil, sedangkan hak adalah benda immateril.13

Benda immateril atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah dicontohkan seperti Hak Tagih, Hak atas Bunga Uang, Hak Sewa, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak atas Benda berupa jaminan,Hak atas Kekayaan Intelektual dan lain sebagainya. Oleh karena itu hak immateril itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hakbenda dan sedangkan hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda berwujud, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud yang disebut dengan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights)14.

Konsekuensi lebih lanjut dari batasan Hak Atas Kekayaan Intelektual ini adalah terpisahnya antara Hak Atas Kekayaan Intelektual itu dengan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya, yang disebut terakhir ini adalah benda berwujud. Suatu contoh dapat dikemukakan misalnya Hak Cipta dalam bidang ilmu pengetahuan dan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya adalah buku, begitu pula temuan dalam bidang paten dan hasil benda materi yang

12R.Soebekti dan R. Tjitrosudibio, 1986, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal 155.

13Mahadi, 1981, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional,BPHN, Jakarta, Hal 65.

14Mahadi, Op Cit, Hal 5-6

(23)

menjadi bentuk jelmaannya adalah minyak pelumas, misalnya. Jadi yang dilindungi dalam kerangka Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah haknya, bukan jelmaan dari hak tersebut. Jelmaan dari hak tersebut dilindungi oleh hukum benda dalam kategori benda materil (benda berwujud).15

Pengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektua itu lebih lanjut dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Hak Cipta(Copy Rights)

2. Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Rights)

Hak cipta sebenarnya dapat di klasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : 1. Hak Cipta

2. Hak yang berkaitan (bersempadan) dengan hak cipta (neighbouring rights) Keduanya masih merupakan kesatuan, tetapi dapat dipisahkan. Begitu pula antara Hak Cipta lagu dengan hak penyiarannya, yang pertama merupakan Hak Cipta sedangkan hak yang terakhir disebut adalah neighbouring rights. Kedua hak itu saling melekat, saling menempel, tetapi dapat dipisahkan. Adanya neighbouring rights selalu diikuti dengan adanya Hak Cipta, namun sebaliknya Hak Cipta tidak mengharuskan adanya neighbouring rights.

15OK Saidin, Op Cit, Hal 13.

(24)

Sedangkan Hak atas Kekayaan Perindustrian dapat diklasifikasikan lagi menjadi :

1. Patent (Paten) 2. Utility Models 3. Industrial Design 4. Trade Marks 5. Trade Names

6. Indication of Source or Appelation of Origin16

B. Dasar Hukum Kekayaan Intelektual

Saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HAKI itu ditemukan dalam undang-undang Indonesia, yaitu tentang Hak Cipta diatur UU No.19 Tahun 2002, tentang Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001, dan tentang Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001. Pada tahun 2001 bersamaan dengan lahirnya UU Paten dan Merek yang baru, Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan baru yang tercakup dalam bidang perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual disamping paten dan merek yang sudah lebih dulu di sahkan yaitu UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

16 H. OK. Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 13-14

(25)

Dengan demikian, saat ini terdapat perangkat UU HAKI Indonesia, yakni : 1. Hak Cipta diatur dalam UU NO. 19 Tahun 2002

2. Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 3. Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001

4. Perlindungan Varietas Baru Tanaman diatur dalam UU No. 29 Tahun 2000

5. Rahasia Dagang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000 6. Desain Industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000

7. Desain tata letak sirkuit Terpadu diatur dalam UU No. 32 Tahun 200017 Perlindungan HaKI secara internasional dimulai dengan disetujui Paris Convetion pada tahun 1883 di Brussels, yang mengalami beberapa perubahan terakhir di Stockholm tahun 1979. Paris Convention mengatur mengenai perlindungan hak milik perindustrian yang meliputi invetions, trademarks, service marks, industrial designs, utility model (small patent), trade names, geographical indications dan the repression of unfair competition. Adapun tujuan pembentukan Paris Convention adalah suatu uniform untuk melindungi hak-hak para penemu atas karya-karya cipta di bidang milik perindustrian.

Isi dari Paris Convention dapat dibagi dalam tiga bagian penting, yaitu:

perihal prosedur, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman wajib bagi negara- negara anggota dan ketentuan-ketentuan perihal patennya sendiri. Paris Convention menentukan bahwa setiap negara dapat menjadipeserta atau pihak pada Paris Convention dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

17 Ibid, Hal. 16

(26)

mengenai hal itu, sehingga negara yang bersangkutan dapat memberlakukan utuk semua atau sebagian isi Paris Convention.

Selang beberapa tahun kemudian, pada tahun 1886 disahkan pula Berne Convetio, yang mengatur mengenai perlindungan terhadap karya-karya dibidang ilmu pengetahuan, seni,dan kesusasteraan. Adapun tujuan pembentukan Berne Convention tersebut seperti yang dikemukakan pada bagian pembukaan Berne Convention adalah untuk melindungi secara efektif dan seseragam mungkin hak- hak cipta para pencipta atas karyanya dalam bidang kesusasteraan dan seni.

Negara-negara peserta Berne Convention berkewajiban untuk menerapkan tiga prinsip dasar yang termuat dalam Berne Convention tersebut ke dalam perundang-undangan HaKi-nya terutama dibidang hak Cipta yang meliputi:

1. Prinsip national treatment atau assimilation: Perlakuan yang sama 2. Prinsip automatic protection: Perlindungan langsung

3. Prinsip independence of protection: Kebebasan perlindungan

Mengingat Paris Convention maupun Berne Convention hanya merupakan aturan umum yang berfungsi sebagai payung bagi perlindungan HaKI di seluruh dunia, sebagai tindak lanjutnya lahirlah berbagai perjanjian internasional di bidang HaKI lainnya, yaitu:

1. Dalam bidang hak milik perindustrian:

a. Madrid Agreement for the Repression of False or Deceptive Indications of Source on Goods (1891)

b. Patent Cooperation Treaty (1970)

(27)

c. Protocal Relating to the Madrid Agreement Concerning the Internasional Registration Marks (1989)

d. Treaty on the Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits (1989)

2. Dalam bidang hak cipta :

a. Rome Convention for the Protection of Performers,Producers of Phonograms and Broadcasting Organisations (1961).

b. Geneva Conventions for the Protection of Producers of Phonograms Againts Unauthorized Duplications of Their Phonograms (1971) c. Brussels Convention Relating to the Distributionof Programme- Carrying Signals Transmitted by Satellite (1974)

d. Film Register Treaty (Treaty on the International Registration of Audiovisual Works) (1989)

Semua perjanjian di bidang HAKI tersebut dikelola dibawah administrasi WIPO yang berpusat di Jenewa, Swiss. Pemerintah telah meratifikasi beberapa perjanjian international dibidang HAKI yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 1997 melalui : 1. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan

Presiden Nomor 24 Tahun1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

2. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) an Regulations under the PCT.

(28)

3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty (TLT).

4. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.

5. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty.

Pengaturan HAKI di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam UU No.

21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (disebut pula UU Merek 1961) dengan pertimbangan agar khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik.

UU Merek 1961 ini sebagai pengganti Reglement Industriele Eigendom 1912 sebagaimana termuat dalam Staatblad Tahun 1913 Nomor 214. Selanjutnya pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang diatur dalam UU Merek 1961 ini disempurnakan dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997, yang diubah dan disempurnakan lagi menjadi UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Dibidang Hak Cipta, pengaturan dan perlindungannya telah diatur dalam UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dan ditambah serta disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan UU No. 12 Tahun 1997, yang merupakan pengganti dari Auteurswet 1912 sebagaimana termuat dalam Staatblad Tahun 1912 No. 600. UU tersebut selain menyempurnakan beberapa ketentuan yang dirasakan kurang memberi perlindungan bagi pencipta, juga mengadakan

(29)

penambahan dan penyesuaian seperlunya. Kemudian UUHC No. 19 ini secara total diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang akan mulai berlaku pada 29 Juli 2003. Sedangkan dibidang penanggulangan praktik persaingan curang hinggasaat ini Indonesia belum memiliki peraturan yang secara khusus mengaturnya. 18

C. Sifat-sifat Kekayaan Intelektual

Kekayaan intelektual memiliki sifat-sifat tersendiri yang membedakan dirinya dengan yang lain, yaitu:

a. Mempunyai jangka waktu terbatas

Setelah habis masa perlindungannya, ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya bisa diperpanjang terus, misalnya hak Merek, tetapi ada juga yang perlindungannya hanya bisa diperpanjang satu kali dan jangka waktunya tidak sama lamanya dengan jangka waktu perlindungan pertama, misalnya hak Paten.

b. Bersifat eksklusif dan mutlak

Pemegang hak tersebut dapat mempertahakannya dan melakukan penututan kepada seseorang atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

Pemegang hak milik intelektual memiliki hak Monopoli yaitu bahwa dia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaannya atau penemuan yang menggunakannya.

18 Rachmadi Usman, Op Cit., Hal 9-17

(30)

c. Bersifat hak Mutlak yang bukan kebendaan

Pemilikan Hak Kekayaan Intelektual bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kreatif suatu intelektual manusia yang dapat dilihat, didengar, dibaca maupun digunakan secara praktis, memiliki manfaat dan berguna dalam menunjang kehidupan manusia serta bernilai ekonomis.

D. Teori Perlindungan Kekayaan Intelektual

Sebagai suatu hak yang berasal dari hasil kemampuan intelektual manusia, HKI perlu mendapat perlindungan hukum yang memadai. Komar dan Ahmad M.

Ramli mengemukakan beberapa alasan mengapa HKI perlu dilindungi sebagai berikut:19

1. Karena hak yang diberikan kepada seorang pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra atau invenstor dibidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif merupakan wujud dari pemberian sutau penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya-karya inovatifnya.

Dengan demikian, sudah merupakan konsekuensi hukum untuk diberikannya suatu perlindungan hukum bagi penemu atau pencipta dan kepada mereka yang melakukan kreatifitas dengan mengerahkan segala kemampuan intelektual tersebut seharusnya diberikan suatu hak eksklusif untuk mengeksploitasi HaKI tersebut sebagai imbalan atas jerih payahnya itu.

19 Ahmad M. Ramli, 1997, Perlindungan Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta dan Permasalahannya, Jakarta, Makalah, Hal 29.

(31)

2. Sistem perlindungan HaKI yang dengan mudah dapat diakses pihak lain, sebagai contoh dapat dikemukakannya paten yang bersifat terbuka. Penemunya berkewajiban untuk menguraikan penemuannya tersebutsecara rinci, yang memungkinkan orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut.

Untuk itu, merupakan suatu kewajaran dan keharusan untuk memberikan suatu hak eksklusif kepada investor untuk dalam jangka waktu tertentu menguasai dan melakukan eksploitasi atas penemuannya itu.

3. HaKI merupakan hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan pihak lain untuk mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu. Oleh karena itu penemuan-penemuan mendasar pun harus dilindungi meskipun mungkin belum memperoleh perlindungan di bawah rezim hukum paten, dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan.

Menurut Robert M. Sherwood ada beberapa teori yang mendasari perlunya perlindungan terhadap HaKI sebagai berikut: 20

a) Reward Theory yang memiliki makna yang sangat mendalam berupa pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbangan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual tersebut.

20 Robert M. Sherwood, 1999, Intellectual Property and Economic Development, Alexandria:

Virginia, Hal 25

(32)

b) Recovery Theory, teori ini sejalan dengan prinsip yang menyatakan bahwa penemu/pencipta/ pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya, serta tenagadalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa y ang telah dikeluarkannya tersebut.

c) Incntive Theory, teori yang sejalan dengan teorireward yang mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu/ peserta atau pendesain tersebut. Berdasarkan teori ini insentif perlu diberikan ntuk mengupayakan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian berikutnya dan berguna.

d) Risk Theory yang mengakui bahwa HaKI merupakan suatu hasil karya yang mengandung resiko, misalnya; penelitian dalam rangka penemuan sutau vaksin terhadap virus penyakit dapat beresiko terhadap nyawa peneliti/penemu bila tidak hati-hati, terlebih dia telah mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

e) Economic growth stimulis theory, mengakui bahwa perlindungan HaKI merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi, dan yang dimaksud dengan pembangungan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem perlindungan atas HaKI yang efektif.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual didalam sistem perdagangan dunia untuk pertama kali masuk ke dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan hasil dari perundingan Putaran Uruguay pada tahun 1986 sehingga dihasilkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) untuk mengawasi dan memberikan kepastian bagi pelaksanaan perdagangan dunia.

(33)

Pembentukan WTO ini sebagai realisasi dari keinginan lama sejak dilakukan perundingan GATT dan WTO mempunyai wewenang yang lebih luas daripada GATT dan akan mempunyai organisasi internasional secara penuh 21 Adapun fungsi terbentuknya WTO sebagai berikut:

a. Mendukung pelaksanaan, administrasi dan penyelenggaraan persetujuan- persetujuan perdagangan multilateral dan plurilateral yang telah dicapai untuk mewujudkan sasaran-sasaran dari persetujuan tersebut;

b. Merupakan forum perundingan untuk anggota-anggotanya yang berhubungan dengan hubungan perdagangan multilateral mereka dalam bidang yang diatur dalam persetujuan-persetujuan perdagangan multilateral dan plurilateral yang telah dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Pertemuan Tingkat Menteri;

c. Mengatur dan mengadministrasikan pelaksanaan ketentuan Tata Tertib dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Perdagangan;

d. Mengatur dan mengadministrasikan Mekanisme Pemantauan Kebijaksanaan Perdagangan;

e. Untuk mencapai keterkaitan yang lebih besar dalam pengambilan kebijaksanaan ekonomi global, WTO harus menciptakan kerangka kerja sama internasional dengan Dana Moneter Internasional dan dengan Bank Dunia serta badan-badan lain yang terafiliasi.

21 Ibid, Hal 19.

(34)

Pengaturan HaKI di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan dengan pertimbangan agar khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. UU Merek 1961 ini sebagai pengganti Reglement Industriele Eigendom 1912 sebagaimana termuat dalam Staatasblad Tahun 1912 Nomor 545 sebagaimana telah melalui Staatsblad Tahun 1913 Nomor 214. Selanjutnya pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimanya telah diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 1997, yang diubah dan disempurnakan lagi menjadi UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sebelumnya juga dalam kaitan dengan hak milik perindustrian, terutama berkaitan kewajiban kita mengimplementasikan Agreement on Trade Related Aspects of Intellevtual Property Rights (TRIPs) yang merupakan bagian dari Agreement Establishing the WTO yang sudah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1994, Pemerintah Republik Indonesia telah mensahkan berturut-turut UU Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 22 Penyempurnaan dan pengundangan UU dimaksud dalam rangka melakukan penyesuaian penuh terhadap pengaturan dan perlindungan HaKI secara nasional dengan apa yang diatur dalam pelbagai perjanjian internasional di bidang HaKI.

22 Rachmadi Usman, Op Cit, Hal 15.

(35)

Pengaturan dan perlindungan terhadap invensi atau penemu teknologi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang paten sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan UU Nomor 14 Tahun 1997, yang kemudian disempurnakan lagi dengan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Paten, yang merupakan pengganti dari Octrooiwet 1910 sebagaimana termuat dalam Staatsblad Tahun 1910 Nomor 313. Khusus untuk perlindungan varietas tanaman yang merupakan bagian dari objek paten telah diatur secara khusus dalam UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Demikian pula penyempurnaan ini juga bertujuan untuk menyesuaikan dengan persetujuan TRIPs sebagai bagian dari GATT/WTO.

Dibidang Hak Cipta, pengaturan dan perlindungannya telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dan ditambah serta disempurnakan dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 dan UU Nomor 12 Tahun 1997, yang merupakan pengganti dari Auteurswet 1912 sebagaimana termuat dalam Staastblad Tahun 1912 Nomor 600.

UU tersebut selain menyempurnakan beberapa ketentuan yang dirasakan kurang memberi perlindungan bagi pencipta, juga mengadakan penambahan dan penyesuaian seperlunya dengan persetujuan TRIPs sebagai bagian dari GATT/WTO. Kemudian UU Hak Cipta 1982 ini secara total diganti dengan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang akan mulai berlaku pada 29 Juli 2003. 23

23 Ibid, Hal 17.

(36)

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK

A. Pengertian Merek

Definisi merek yang umum diketahui seperti pada contohnya ketika berbelanja ke pasar atau supermarket, disana dapat dijumpai beraneka macam barang yang di tawarkan dari barang yang berwujud aslinya seperti cabe, sayur mayur, dan buah-buahan, sampai barang-barang yang dikemas misalnya susu, teh, biskuit, sabun, alat-alat kecantikan dan sebagainya. Pada barang-barang yang dikemas umumnya diberi tanda atau cap dari perusahaan yang memproduksinya.

Tanda atau cap inilah dalam istilah hukum dinamakan “Merek”.

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 dapat diketahui tentang arti merek, bentuk merek, tujuan dan kegunaan merek. Bahwa arti merek yang dimaksud undang-undang adalah tanda. Bentuk merek ditentukan secara limitatif berupa: gambar, kata, huruf, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda.24

Merek berfungsi sebagai tanda pada produk yang diperdagangkan, misalnya merek “Nike” dengan lukisan sayap yang merupakan merek dagang dan nama perniagaan dari “Nike” International Ltd, suatu perseroan menurut Undang- Undang Negara Bagian Oregon, USA. Hal itu berarti antara merek yang satu dengan merek yang lain untuk barang dan jasa yang sejenis harus berbeda. Suatu

24 Gatot Supramono, 1996, Pendaftaran Merek, Djambatan, Jakarta, Hal 7.

(37)

merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur-unsur persamaan dengan merek yang lainnya untuk barang dan jasa sejenis yang sudah terdaftar.

Definisi lain mengenai merek juga dikemukakan oleh Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia atau World Intelletual Property Organization (WIPO) sebagai berikut:

“A trademark is a distinctive sign which indentifies certain goods or services as those produced or provided by a specific person or enterprise”25

“Merek adalah tanda khas yang mengindentifikasi barang atau jasa tertentu yang diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu”

Pengertian merek yang diberikan TRIPs tercantum dalam Pasal 15 Ayat (1) Trips Agreement:

“Any sign or any combination of signs, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of cons tituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, members may make registrability depend on distinctiveness acquired

25 WIPO, Trademarks, http://www.wipo.it/trademarks/en/trademarks.html, diakses pada 25 Desember 2017 pukul 01.00 WIB

(38)

through use. Members may require, as a condition of registration that signs be visually perceptible”26

“Setiap lambang, atau kombinasi dari beberapa lambang, yang mampu membedakan barang atau jasa suatu usaha dari usaha lain, dapat menjadi merek dagang. Lambang-lambang dimaksud, terutama yang berupa rangkaian kata-kata dari nama pribadi, huruf, angka, unsur figur dan kombinasi dari beberapa warna dapat didaftarkan sebagai merek dagang. Dalam hal suatu lambang tidak dapat membedakan secara jelas beberapa barang atau jasa satu sama lain dan anggota dapat menetapkan persyaratan bagi pendaftarannya pada sifat pembeda yang diperoleh karena penggunaannya. Anggota dapat menetapkan persyaratan, sebagai syarat pendaftaran suatu merek dagang, agar suatu lambang dapat divisualisasikan”

Adapun beberapa tokoh yang memberikan definisi mengenai merek antara lain:

a. Molengraaf, memberikan rumusan bahwa, “Merek yaitu dengan mana dipribadikanlah sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitas sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat, dan diperdagangkan oleh orang, atau perusahaan lain”27

b. Tirtaamidjaya yang menganalisis pendapat Vollmar, memberikan rumusan bahwa suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang

26WTO, Section 2: Trademarks Article 15 Protectable Subject Matte,

https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips_04_e.html, Article 15 Protectable Subject Matter, diakses pada tanggal 25 Desember 2017 pukul 01.00 WIB

27 Muhammad Djumhana, R. Djubaedilah, 2014, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 222.

(39)

dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.28

Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu sendiri dapat disimpulkan bahwa yang diartikan dengan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.29

B. Jenis – Jenis Merek

Di dalam UU Merek mengenal 3 jenis merek, hal ini dapat dilihat pada pasal 1 ayat 2 yaitu:

a. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

b. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya

28 OK Saidin, Op Cit, Hal 343-344.

29 Ibid, Hal 345.

(40)

c. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karateristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau berbadan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Itu merupakan jenis-jenis merek yang secara umum, namum berdasarkan tujuan produk atas merek tersebut. Jenis-jenis dari merek ini pun dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

a. Merek Fungsional (Functional Brand)

Merek ini disematkan pada sebuah produk tertentu yang mana nantinya untuk memberikan persepsi positif bagi anggota masyarakat atas produk yang dikonsumsinya. Jadi merek ini lebih kepada mewakili dari sebuah produk, misalkan saja ada sebuah merek tas yang terkenal di kalangan banyak orang karena kualitas yang dimiliki. Jika secara konsisten merek tersebut terus memberikan produk dengan nilai kualitas yang tinggi otomatis begitu mendengar nama merek tersebut masyarakat akan langsung mengasosiasikannya sebagai salah satu barang yang memang pantas dibeli dan berkualitas super.

b. Merek Citra (Image Brand)

Merek ini digunakan untuk mengangkat nilai jual atas suatu produk tertentu. Produk yang dijual dengan merek yang dicitrakan dengan baik maka bisa memiliki nilai jual yang tinggi, misalkan saja kopi bermerek terkenal yang hanya dijual di cafe atau mall harganya jauh lebih tinggi dari kopi biasa yang anda minum di rumah.

(41)

c. Merek Eksperiensial (Experiental Brand)

Merek jenis tipe ini bertujuan untuk memberikan kesan pada seorang konsumen agar nantinya bisa lebih menikmati barang yang telah dipakainya atau dikonsumsinya. Ini bisa berdasarkan contoh ada sebuah produsen batik yang sengaja membuat batik bola untuk nantinya bertujuan membuat para anak muda Bangsa Indonesia lebih mencintai produk lokalnya sendiri yang walaupun dipadu dengan simbol klub sepak bola luar negeri.30

C. Persyaratan Merek

Dalam perumusan Paris Convention telah menghasilkan bahwa suatu trademark atau merek umumnya didefinisi sebagai suatu tanda (sign) yang berperanan untuk membedakan barang-barang perusahaan lain. Seorang pemilik dari pada suatu merek pada umumnya mempunyai hak yang eksklusif untuk memakai mereknya ini atau variasi-variasi dari padanya untuk barang-barang yang sama atau barang-barang yang sejenis.

Persyaratan-persyaratan untuk dapat dilakukan pendaftaran sebagai merek, menurut UU Merek adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 5. Yakni merek tidak bisa di daftarkan apabila mengandung salah satu dari unsur yang disebutkan berikut ini:

Pasal 4 : Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik.

30 Patendo, Konsultasi HKI Terdaftar, https://pendaftaranmerekdagang.com/jenis-jenis- merk/htm, diakses pada 25 Desember 2017 pada pukul 03.00

(42)

Pasal 5 : Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini :

1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

2) Tidak memiliki daya pembeda, misalnya jika merek tersebut hanya berupa singkatan dan huruf-huruf atau angka-angka, dianggap kurang memiliki daya pembeda.

3) Telah menjadi milik umum, misalkan tengkorak diatas dua tulang yang bersilang yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya. Oleh karena itu tidak dapat digunakan sebagai merek.

4) Bukan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, atau simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

5) Bukan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

6) Bukan merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi hak cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegang hak cipta tersebut.

Dalam hal itikad baik sebagai mana merupakan suatu syarat dalam pendaftaran merek, yang dimaksud dengan itikad baik yaitu suatu perbuatan dimana perbuatan

(43)

tersebut tidak menyimpang dengan aturan dan kaidah-kaidah yang sesuai dengan norma dan Undang-Undang yang berlaku.

Dalam KUH Perdata disebutkan dalam Pasal 1363 yang berhubungan dengan itikad baik dikutip dalam ayat 1 dan ayat 2 yang menyatakan :

1. Pasal 1363 ayat (1) : siapa yang telah menjual barang sesuatu, yang diterimanya dengan itikad baik sebagai pembayaran yang tak diwajibkan, cukup memberikan kembali harganya.

2. Pasal 1363 ayat (2) : jika ia dengan itikad baik dalam memberikan barangnya dengan cuma-cuma kepada orang lain, maka tak usahlah ia mengembalikan sesuatu apapun.

D. Pendaftaran Merek

Satu konsep yang harus dipahami dalam sistem perlindungan merek khususnya yang berlaku di Indonesia, adalah bahwa sejatinya istilah yang tepat bukanlah “pemilik merek”, melainkan “pemilik/pemegang hak atas merek terdaftar”, karena sang pemilik hak tersebut memperoleh haknya melalui klaimnya dalam bentuk pendaftaran ke Direktorat HKI. Suatu merek bebas dipergunakan, bukan dimiliki, oleh siapa saja, sampai ada orang yang mengklaim hak eksklusif atas merek tersebut melalui pendaftaran.31

Pendaftaran merek di Indonesai bukan merupakan suatu kewajiban.

Pemilik merek tidak diwajibkan dan tidak dipaksa untuk mendaftarkan mereknya.

Tiap orang yang mempunyai suatu merek dapat memakai mereknya itu tanpa

31 HKI, Siapa Yang Berhak Mendaftarkan Merek, diakses dari

http://www.hki.co.id/merek.html, Diakses pada 29 Desember 2017, Pukul 17.00 WIB.

(44)

mendaftarkan merek-mereknya. Hal ini acapkali kurang dimengerti oleh khalayak ramai. Umumnya publik menganggap bahwa hanya suatu merek yang telah terdaftar adalah yang terkuat karena pendaftaran dianggap menciptakan hak atas sesuatu merek.

Manfaat dari pendaftaran tidak memberikan sesuatu hak atas merek karena menciptakan melalui pendaftaran ini. Tetapi dengan mendaftarkan mereknya ini si pemilik merek dapat memperoleh apa yang dinamakan sesuatu surat pendaftaran merek. Surat ini dipakai sebagai bukti resmi bahwa ia telah memakai merek bersangkutan pada tanggal pendaftaran itu.

Merek yang telah didaftarkan ini dapat mencegah bahwa orang lain memakai merek yang sama atau yang mirip untuk barang-barang yang sejenis dengan barang yang telah didaftar pada merek itu. Oleh karena permohonan pendaftaran merek yang sama atau sama pula pokoknya ini dengan merek-merek yang telah didaftarkan lebih dahulu, permohonan pendaftaran belakangan untuk barang-barang yang sejenis ditolak oleh Kantor Pendaftaran. 32

Prinsip first to file yang dianut dalam sistem pendaftaran merek di Indonesia membuat siapapun, baik perorangan maupun badan hukum, yang pertama kali mendaftarkan suatu merek untuk kelas dan jenis barang/jasa tertentu, dianggap sebagai pemilik hak atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan jenis barang/jasa tersebut. Ini didukung pula dengan adanya pernyataan tertulis yang harus dibuat oleh si penonton pendaftaran merek dan diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan, di mana isinya menyatakan bahwa benar dirinya adalah

32 Sudargo Gautama, 1989, Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 98.

(45)

pemilik hak atas merek tersebut dan untuk itu berhak mengajukan pendaftaran atas merek yang dimaksud.33

Sebelum mendaftarkan sebuah logo atau nama sebagai merek dagang atau jasa disarankan bagi pemilik usaha untuk melakukan penelusuran merek terlebih dahulu untuk mengetahui dan memastikan apakah logo atau nama yang dipilih telah didaftarkan oleh pihak lain untuk jenis jasa atau barang yang sama.

Penelusuran merek menghindarkan pemilik usaha dari kerugian akibat penolakan permohonan pendaftaran merek dan dari kemungkinan tuntutan hukum dari pemilik merek terdaftar sebagai pemilik hak atas merek yang sah secara hukum, baik secara perdata maupun pidana akibat memakai mereknya secara komersial tanpa seizin pemilik hak atas merek.34

Di dalam situs resmi Direktorat HKI mengenai syarat dan tata cara pendaftaran merek di Indonesia diatur dalam Pasal 7 UU Merek yang merumuskan bahwa:

1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal HKI dengan mencantumkan:

a.tanggal, bulan, dan tahun;

b.nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

c. nama lengkap dan alamat kuasa apabila Permohonan diajukan melalui kuasa;

d.warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;

33 Hairuddin Sugianto, Penerapan Prinsip First To File Dalam Rangka Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001, Jurnal Ilmiah, 2014, Hal 4.

34 Globomark IP, Pendaftaran Merek, Diakses dari:

http://www.globomark.com/pendaftaranmerek.html, Diakses pada tanggal 29 Desember 2017, Pukul 17.30 WIB

(46)

e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

2. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

3. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.

4. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.

5. Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

6. Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 5, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.

7. Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diajukan melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.

8. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat 7 adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

9. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.35

35 Dgip, Persyaratan Pendaftaran Merek, Diakses dari: http//www.dgip.go.id/pendaftaran- merek.html, Diakses pada 29 Desember 2017, Pukul 17.40 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Class Aplikasi terdiri dari beberapa form yang menunjangnya, antara lain Form Utama, Form Pengiriman Baru, Form Notifikasi, Form Admin, Form Tambah Cabang,

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode talking stick berpengaruh untuk meningkatkan prestasi belajar IPA anak tunalaras kelas V SLB E Bhina

 Dibutuhkan input maupun output atau library untuk Arduino yang secara tidak menentu karena disesuaikan dengan kondisi atau permintaan dari user atau orang –

Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

Pada awal pengembangan Javascript dirancang dengan tujuan sederhana, tetapi pada masa sekarang Javascript digunakan untuk berbagai jenis program, termasuk program yang besar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham baik secara parsial

48 pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain – lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala

Status kepemilikan bangunan tempat tinggal penting untuk kenyamanan dan ketenangan tinggal di rumah. Dapat diketahui status kepemilikan bangunan tempat