• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab dan masing-masing Bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan pembahasan.

Bab I : Dalam Bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penulisan Keasilan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Dalam bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Tinjauan Umum tentang Pengertian Kekayaan Intelektual, Dasar Hukum Kekayaan Intelektual, Sifat-Sifat Kekayaan Intelektual, Teori Perlindungan Kekayaan Intelektual

Bab III : Dalam bab ini penulis menulis secara ringkas mengenai Tinjauan Umum tentang Pengertian Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek

Bab IV : Dalam bab ini penulis meneliti kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga Medan, Analisis Kasus

Bab V :

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Kekayaan Intelektual

Dahulu secara resmi sebutan Intellectual Property Rights (IPR) diterjemahkan dengan Hak Milik Intelektual atau hak atas Kekayaan Intelektual.

Kata milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan daripada kata kekayaan, karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Menurut sistem hukum perdata kita, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan.

Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana diatur dalam hukum kebendaan9

Dalam konsep harta kekayaan setiap barang selalu ada pemiliknya yang disebut pemilik barang dan setiap pemilik barang mempunyai hak atas barang miliknya yang lazim disebut hak milik. Dari pengertian ini, istilah milik lebih menunjuk kepada hak seseorang atas suatu benda secara konkret dan bukan menunjuk pada suatu harta kekayaan yang sangat luas. HaKI lebih tepat dikualifikasikan sebagai hak milik karena hak milik itu sendiri merupakan hak yang paling utama jika dibandingkan dengan hak-hak kebendaan lainnya. Dengan

9Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, P.T Alumni, Bandung, Hal 1.

demikian, pemilik berhak menikmati dan menguasai sepenuhnya dengan sebebas-bebasnya.

HaKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas sesorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa, dan karyanya yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis.

Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HaKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam10 Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan kemampuan intelektual nya secara maksimal. Oleh karena itu tak semua orang pula dapat menghasilkan intellectual property rights.

Hanya orang yang mampu mempekerjakan intelektual nya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut intellectual property rights dan oleh sebab itu lah kerja otak yang membuahkan Hak atas Kekayaan Intelektual itu bersifat eksklusif11. HaKI sebenernya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori dimana salah satu kategori itu adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak

10 Ibid., Hal 2

11 O.K Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, P.T RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hal 10

berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan oleh pasal 499 KUH Perdata, yang berbunyi: menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik12 Objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak. Menurut Prof. Mahadi barang yang dimaksudkan oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil, sedangkan hak adalah benda immateril.13

Benda immateril atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah dicontohkan seperti Hak Tagih, Hak atas Bunga Uang, Hak Sewa, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak atas Benda berupa jaminan,Hak atas Kekayaan Intelektual dan lain sebagainya. Oleh karena itu hak immateril itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hakbenda dan sedangkan hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda berwujud, tetapi ada hak absolut yang objeknya bukan benda berwujud yang disebut dengan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights)14.

Konsekuensi lebih lanjut dari batasan Hak Atas Kekayaan Intelektual ini adalah terpisahnya antara Hak Atas Kekayaan Intelektual itu dengan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya, yang disebut terakhir ini adalah benda berwujud. Suatu contoh dapat dikemukakan misalnya Hak Cipta dalam bidang ilmu pengetahuan dan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya adalah buku, begitu pula temuan dalam bidang paten dan hasil benda materi yang

12R.Soebekti dan R. Tjitrosudibio, 1986, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal 155.

13Mahadi, 1981, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional,BPHN, Jakarta, Hal 65.

14Mahadi, Op Cit, Hal 5-6

menjadi bentuk jelmaannya adalah minyak pelumas, misalnya. Jadi yang dilindungi dalam kerangka Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah haknya, bukan jelmaan dari hak tersebut. Jelmaan dari hak tersebut dilindungi oleh hukum benda dalam kategori benda materil (benda berwujud).15

Pengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektua itu lebih lanjut dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Hak Cipta(Copy Rights)

2. Hak Milik Perindustrian (Industrial Property Rights)

Hak cipta sebenarnya dapat di klasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : 1. Hak Cipta

2. Hak yang berkaitan (bersempadan) dengan hak cipta (neighbouring rights) Keduanya masih merupakan kesatuan, tetapi dapat dipisahkan. Begitu pula antara Hak Cipta lagu dengan hak penyiarannya, yang pertama merupakan Hak Cipta sedangkan hak yang terakhir disebut adalah neighbouring rights. Kedua hak itu saling melekat, saling menempel, tetapi dapat dipisahkan. Adanya neighbouring rights selalu diikuti dengan adanya Hak Cipta, namun sebaliknya Hak Cipta tidak mengharuskan adanya neighbouring rights.

15OK Saidin, Op Cit, Hal 13.

Sedangkan Hak atas Kekayaan Perindustrian dapat diklasifikasikan lagi menjadi :

1. Patent (Paten) 2. Utility Models 3. Industrial Design 4. Trade Marks 5. Trade Names

6. Indication of Source or Appelation of Origin16

B. Dasar Hukum Kekayaan Intelektual

Saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HAKI itu ditemukan dalam undang-undang Indonesia, yaitu tentang Hak Cipta diatur UU No.19 Tahun 2002, tentang Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001, dan tentang Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001. Pada tahun 2001 bersamaan dengan lahirnya UU Paten dan Merek yang baru, Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan baru yang tercakup dalam bidang perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual disamping paten dan merek yang sudah lebih dulu di sahkan yaitu UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

16 H. OK. Saidin, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 13-14

Dengan demikian, saat ini terdapat perangkat UU HAKI Indonesia, yakni : 1. Hak Cipta diatur dalam UU NO. 19 Tahun 2002

2. Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 3. Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001

4. Perlindungan Varietas Baru Tanaman diatur dalam UU No. 29 Tahun 2000

5. Rahasia Dagang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000 6. Desain Industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000

7. Desain tata letak sirkuit Terpadu diatur dalam UU No. 32 Tahun 200017 Perlindungan HaKI secara internasional dimulai dengan disetujui Paris Convetion pada tahun 1883 di Brussels, yang mengalami beberapa perubahan terakhir di Stockholm tahun 1979. Paris Convention mengatur mengenai perlindungan hak milik perindustrian yang meliputi invetions, trademarks, service marks, industrial designs, utility model (small patent), trade names, geographical indications dan the repression of unfair competition. Adapun tujuan pembentukan Paris Convention adalah suatu uniform untuk melindungi hak-hak para penemu atas karya-karya cipta di bidang milik perindustrian.

Isi dari Paris Convention dapat dibagi dalam tiga bagian penting, yaitu:

perihal prosedur, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman wajib bagi negara-negara anggota dan ketentuan-ketentuan perihal patennya sendiri. Paris Convention menentukan bahwa setiap negara dapat menjadipeserta atau pihak pada Paris Convention dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

17 Ibid, Hal. 16

mengenai hal itu, sehingga negara yang bersangkutan dapat memberlakukan utuk semua atau sebagian isi Paris Convention.

Selang beberapa tahun kemudian, pada tahun 1886 disahkan pula Berne Convetio, yang mengatur mengenai perlindungan terhadap karya-karya dibidang ilmu pengetahuan, seni,dan kesusasteraan. Adapun tujuan pembentukan Berne Convention tersebut seperti yang dikemukakan pada bagian pembukaan Berne Convention adalah untuk melindungi secara efektif dan seseragam mungkin hak-hak cipta para pencipta atas karyanya dalam bidang kesusasteraan dan seni.

Negara-negara peserta Berne Convention berkewajiban untuk menerapkan tiga prinsip dasar yang termuat dalam Berne Convention tersebut ke dalam perundang-undangan HaKi-nya terutama dibidang hak Cipta yang meliputi:

1. Prinsip national treatment atau assimilation: Perlakuan yang sama 2. Prinsip automatic protection: Perlindungan langsung

3. Prinsip independence of protection: Kebebasan perlindungan

Mengingat Paris Convention maupun Berne Convention hanya merupakan aturan umum yang berfungsi sebagai payung bagi perlindungan HaKI di seluruh dunia, sebagai tindak lanjutnya lahirlah berbagai perjanjian internasional di bidang HaKI lainnya, yaitu:

1. Dalam bidang hak milik perindustrian:

a. Madrid Agreement for the Repression of False or Deceptive Indications of Source on Goods (1891)

b. Patent Cooperation Treaty (1970)

c. Protocal Relating to the Madrid Agreement Concerning the Internasional Registration Marks (1989)

d. Treaty on the Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits (1989)

2. Dalam bidang hak cipta :

a. Rome Convention for the Protection of Performers,Producers of Phonograms and Broadcasting Organisations (1961).

b. Geneva Conventions for the Protection of Producers of Phonograms Againts Unauthorized Duplications of Their Phonograms (1971) c. Brussels Convention Relating to the Distributionof Programme- Carrying Signals Transmitted by Satellite (1974)

d. Film Register Treaty (Treaty on the International Registration of Audiovisual Works) (1989)

Semua perjanjian di bidang HAKI tersebut dikelola dibawah administrasi WIPO yang berpusat di Jenewa, Swiss. Pemerintah telah meratifikasi beberapa perjanjian international dibidang HAKI yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 1997 melalui : 1. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan

Presiden Nomor 24 Tahun1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.

2. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) an Regulations under the PCT.

3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty (TLT).

4. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.

5. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty.

Pengaturan HAKI di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam UU No.

21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (disebut pula UU Merek 1961) dengan pertimbangan agar khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik.

UU Merek 1961 ini sebagai pengganti Reglement Industriele Eigendom 1912 sebagaimana termuat dalam Staatblad Tahun 1913 Nomor 214. Selanjutnya pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang diatur dalam UU Merek 1961 ini disempurnakan dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997, yang diubah dan disempurnakan lagi menjadi UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Dibidang Hak Cipta, pengaturan dan perlindungannya telah diatur dalam UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dan ditambah serta disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan UU No. 12 Tahun 1997, yang merupakan pengganti dari Auteurswet 1912 sebagaimana termuat dalam Staatblad Tahun 1912 No. 600. UU tersebut selain menyempurnakan beberapa ketentuan yang dirasakan kurang memberi perlindungan bagi pencipta, juga mengadakan

penambahan dan penyesuaian seperlunya. Kemudian UUHC No. 19 ini secara total diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang akan mulai berlaku pada 29 Juli 2003. Sedangkan dibidang penanggulangan praktik persaingan curang hinggasaat ini Indonesia belum memiliki peraturan yang secara khusus mengaturnya. 18

C. Sifat-sifat Kekayaan Intelektual

Kekayaan intelektual memiliki sifat-sifat tersendiri yang membedakan dirinya dengan yang lain, yaitu:

a. Mempunyai jangka waktu terbatas

Setelah habis masa perlindungannya, ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya bisa diperpanjang terus, misalnya hak Merek, tetapi ada juga yang perlindungannya hanya bisa diperpanjang satu kali dan jangka waktunya tidak sama lamanya dengan jangka waktu perlindungan pertama, misalnya hak Paten.

b. Bersifat eksklusif dan mutlak

Pemegang hak tersebut dapat mempertahakannya dan melakukan penututan kepada seseorang atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

Pemegang hak milik intelektual memiliki hak Monopoli yaitu bahwa dia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaannya atau penemuan yang menggunakannya.

18 Rachmadi Usman, Op Cit., Hal 9-17

c. Bersifat hak Mutlak yang bukan kebendaan

Pemilikan Hak Kekayaan Intelektual bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kreatif suatu intelektual manusia yang dapat dilihat, didengar, dibaca maupun digunakan secara praktis, memiliki manfaat dan berguna dalam menunjang kehidupan manusia serta bernilai ekonomis.

D. Teori Perlindungan Kekayaan Intelektual

Sebagai suatu hak yang berasal dari hasil kemampuan intelektual manusia, HKI perlu mendapat perlindungan hukum yang memadai. Komar dan Ahmad M.

Ramli mengemukakan beberapa alasan mengapa HKI perlu dilindungi sebagai berikut:19

1. Karena hak yang diberikan kepada seorang pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra atau invenstor dibidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif merupakan wujud dari pemberian sutau penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya-karya inovatifnya.

Dengan demikian, sudah merupakan konsekuensi hukum untuk diberikannya suatu perlindungan hukum bagi penemu atau pencipta dan kepada mereka yang melakukan kreatifitas dengan mengerahkan segala kemampuan intelektual tersebut seharusnya diberikan suatu hak eksklusif untuk mengeksploitasi HaKI tersebut sebagai imbalan atas jerih payahnya itu.

19 Ahmad M. Ramli, 1997, Perlindungan Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta dan Permasalahannya, Jakarta, Makalah, Hal 29.

2. Sistem perlindungan HaKI yang dengan mudah dapat diakses pihak lain, sebagai contoh dapat dikemukakannya paten yang bersifat terbuka. Penemunya berkewajiban untuk menguraikan penemuannya tersebutsecara rinci, yang memungkinkan orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut.

Untuk itu, merupakan suatu kewajaran dan keharusan untuk memberikan suatu hak eksklusif kepada investor untuk dalam jangka waktu tertentu menguasai dan melakukan eksploitasi atas penemuannya itu.

3. HaKI merupakan hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan pihak lain untuk mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu. Oleh karena itu penemuan-penemuan mendasar pun harus dilindungi meskipun mungkin belum memperoleh perlindungan di bawah rezim hukum paten, dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan.

Menurut Robert M. Sherwood ada beberapa teori yang mendasari perlunya perlindungan terhadap HaKI sebagai berikut: 20

a) Reward Theory yang memiliki makna yang sangat mendalam berupa pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbangan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual tersebut.

20 Robert M. Sherwood, 1999, Intellectual Property and Economic Development, Alexandria:

Virginia, Hal 25

b) Recovery Theory, teori ini sejalan dengan prinsip yang menyatakan bahwa penemu/pencipta/ pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya, serta tenagadalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa y ang telah dikeluarkannya tersebut.

c) Incntive Theory, teori yang sejalan dengan teorireward yang mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu/ peserta atau pendesain tersebut. Berdasarkan teori ini insentif perlu diberikan ntuk mengupayakan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian berikutnya dan berguna.

d) Risk Theory yang mengakui bahwa HaKI merupakan suatu hasil karya yang mengandung resiko, misalnya; penelitian dalam rangka penemuan sutau vaksin terhadap virus penyakit dapat beresiko terhadap nyawa peneliti/penemu bila tidak hati-hati, terlebih dia telah mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

e) Economic growth stimulis theory, mengakui bahwa perlindungan HaKI merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi, dan yang dimaksud dengan pembangungan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem perlindungan atas HaKI yang efektif.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual didalam sistem perdagangan dunia untuk pertama kali masuk ke dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan hasil dari perundingan Putaran Uruguay pada tahun 1986 sehingga dihasilkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) untuk mengawasi dan memberikan kepastian bagi pelaksanaan perdagangan dunia.

Pembentukan WTO ini sebagai realisasi dari keinginan lama sejak dilakukan perundingan GATT dan WTO mempunyai wewenang yang lebih luas daripada GATT dan akan mempunyai organisasi internasional secara penuh 21 Adapun fungsi terbentuknya WTO sebagai berikut:

a. Mendukung pelaksanaan, administrasi dan penyelenggaraan persetujuan-persetujuan perdagangan multilateral dan plurilateral yang telah dicapai untuk mewujudkan sasaran-sasaran dari persetujuan tersebut;

b. Merupakan forum perundingan untuk anggota-anggotanya yang berhubungan dengan hubungan perdagangan multilateral mereka dalam bidang yang diatur dalam persetujuan-persetujuan perdagangan multilateral dan plurilateral yang telah dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Pertemuan Tingkat Menteri;

c. Mengatur dan mengadministrasikan pelaksanaan ketentuan Tata Tertib dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Perdagangan;

d. Mengatur dan mengadministrasikan Mekanisme Pemantauan Kebijaksanaan Perdagangan;

e. Untuk mencapai keterkaitan yang lebih besar dalam pengambilan kebijaksanaan ekonomi global, WTO harus menciptakan kerangka kerja sama internasional dengan Dana Moneter Internasional dan dengan Bank Dunia serta badan-badan lain yang terafiliasi.

21 Ibid, Hal 19.

Pengaturan HaKI di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan dengan pertimbangan agar khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. UU Merek 1961 ini sebagai pengganti Reglement Industriele Eigendom 1912 sebagaimana termuat dalam Staatasblad Tahun 1912 Nomor 545 sebagaimana telah melalui Staatsblad Tahun 1913 Nomor 214. Selanjutnya pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimanya telah diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 1997, yang diubah dan disempurnakan lagi menjadi UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sebelumnya juga dalam kaitan dengan hak milik perindustrian, terutama berkaitan kewajiban kita mengimplementasikan Agreement on Trade Related Aspects of Intellevtual Property Rights (TRIPs) yang merupakan bagian dari Agreement Establishing the WTO yang sudah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1994, Pemerintah Republik Indonesia telah mensahkan berturut-turut UU Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. 22 Penyempurnaan dan pengundangan UU dimaksud dalam rangka melakukan penyesuaian penuh terhadap pengaturan dan perlindungan HaKI secara nasional dengan apa yang diatur dalam pelbagai perjanjian internasional di bidang HaKI.

22 Rachmadi Usman, Op Cit, Hal 15.

Pengaturan dan perlindungan terhadap invensi atau penemu teknologi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang paten sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan UU Nomor 14 Tahun 1997, yang kemudian disempurnakan lagi dengan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Paten, yang merupakan pengganti dari Octrooiwet 1910 sebagaimana termuat dalam Staatsblad Tahun 1910 Nomor 313. Khusus untuk perlindungan varietas tanaman yang merupakan bagian dari objek paten telah diatur secara khusus dalam UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Demikian pula penyempurnaan ini juga bertujuan untuk menyesuaikan dengan persetujuan TRIPs sebagai bagian dari GATT/WTO.

Dibidang Hak Cipta, pengaturan dan perlindungannya telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dan ditambah serta disempurnakan dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 dan UU Nomor 12 Tahun 1997, yang merupakan pengganti dari Auteurswet 1912 sebagaimana termuat dalam Staastblad Tahun 1912 Nomor 600.

UU tersebut selain menyempurnakan beberapa ketentuan yang dirasakan kurang memberi perlindungan bagi pencipta, juga mengadakan penambahan dan penyesuaian seperlunya dengan persetujuan TRIPs sebagai bagian dari GATT/WTO. Kemudian UU Hak Cipta 1982 ini secara total diganti dengan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang akan mulai berlaku pada 29 Juli 2003. 23

23 Ibid, Hal 17.

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK

A. Pengertian Merek

Definisi merek yang umum diketahui seperti pada contohnya ketika berbelanja ke pasar atau supermarket, disana dapat dijumpai beraneka macam barang yang di tawarkan dari barang yang berwujud aslinya seperti cabe, sayur mayur, dan buah-buahan, sampai barang-barang yang dikemas misalnya susu, teh, biskuit, sabun, alat-alat kecantikan dan sebagainya. Pada barang-barang yang dikemas umumnya diberi tanda atau cap dari perusahaan yang memproduksinya.

Tanda atau cap inilah dalam istilah hukum dinamakan “Merek”.

Tanda atau cap inilah dalam istilah hukum dinamakan “Merek”.

Dokumen terkait