• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Korelasi Antara Kompetensi Penyidik Polri Dengan Profesionalisme Dalam Menjalankan Tugas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Korelasi Antara Kompetensi Penyidik Polri Dengan Profesionalisme Dalam Menjalankan Tugas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Korelasi Antara Kompetensi Penyidik Polri Dengan Profesionalisme Dalam Menjalankan Tugas

Akmal Ridho,Marjan Miharja Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam

Email Korespondensi: [email protected], [email protected] ABSTRAK

Kemampuan penyidik dalam melakukan penyidikan yang profesional, tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas kinerja dan citra Polri di tengah masyarakat. Persepsi masyarakat saat ini menunjukkan bahwa oknum penyidik Polri di tingkat Polres masih dinilai kurang bersih, masih bisa disuap, suka memeras, dan kadangkala bekerjasama dengan para tersangka kasus hukum. Hal ini kemudian yang membuat citra negatif Polri di mata masyarakat. Sebagai organisasi publik yang merupakan sub pemerintahan, Polri mengalami dampak dari perubahan paradigma pembangunan tersebut. Polri mengalami perubahan paradigma mendasar dari abdi penguasa pada masa Orde Baru menjadi abdi masyarakat di era reformasi.

Kata kunci : Kompetensi penyidik Polri, profesionalisme menjalankan tugas

ABSTRACT

The ability of investigators to carry out professional investigations will certainly affect the quality of the performance and image of the Police in the community. The current public perception shows that individual Polri investigators at the Polres level are still considered less clean, can still be bribed, like to blackmail, and sometimes cooperate with suspects in legal cases. This then creates a negative image of the Police in the eyes of the public. As a public organization that is a sub-government, the National Police is experiencing the impact of the change in the development paradigm. The National Police underwent a fundamental paradigm shift from being a servant in power during the New Order era to being a public servant in the reform era.

Keywords: Competence of Polri investigators, professionalism in carrying out their duties

PENDAHULUAN

Pintu gerbang dari sistem peradilan pidana di Indonesia adalah Kepolisian, beragamnya tugas polisi di era modern ini menempatkan polisi sebagai agen penegak hukum yang memiliki intensitas yang tinggi dengan masyarakat, khususnya dengan berbagai jenis kejahatan yang terjadi di masyarakat1.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) bertugas menyelenggarakan

1 Rahardi, Pudi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), (Surabaya : Laksbang Mediatama.

2007), hlm. 6

(2)

penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan, termasuk fungsi identifikasi, Penanganan perkara yang dilakukan oleh fungsi Reserse Kriminal dikarenakan adanya laporan, pengaduan atau tertangkap tangan, dimana dalam hal laporan atau pengaduan, pihak pelapor atau pengadu datang ke Sentra Pelayanan Terpadu (SPKT) untuk melaporkan tentang sedang atau sudah terjadi tindak pidana. Laporan merupakan hak dan kewajiban setiap seorang untuk menyampaikan keterangan bahwa sedang atau telah terjadi tindak pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP), sedangkan pengaduan, selain hak dan kewajiban juga disertai dengan suatu permintaan (Pasal 1 angka 25 KUHAP)2.

Kompleksnya tugas polisi dalam masyarakat, mengakibatkan terjadinya perubahan dari yang dianggap sebagai seni atau craft menjadi profesi. Profesi berbeda dari craft.

Tugas-tugas profesi menuntut adanya kemampuan dan keahlian khusus dari para anggotanya yaitu pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan secara konseptual dan teoritikal untuk menganalisa maupun memecahkan masalah- masalah sosial maupun isu-isu penting yang terjadi dalam masyarakat, serta para anggotanya juga dituntut untuk perofesional dalam melaksanakan tugasnya. Orang yang profesional adalah seorang ahli yang memiliki pengetahuan khusus dalam suatu bidang tertentu yang dianggap penting dalam kehidupan masyarakat. Keahliannya diperoleh hanya dari pendidikan tinggi dan pengalaman. Inilah yang menjadi standar obyektif kemampuan profesional yang membedakan profesi dengan craft atau seperti yang dilakukan orang awam3.6

Kompetens profesional adalah kompetensi khusus pengetahuan dan keterampilan aktivitas kerja, pengetahuan tentang proses dan teknologi, pasar dan competitor atau produksi dan layanan. Kompetensi sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja dengan orang-orang, pada umumnya individu- individu dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial. Sedangkan konseptual kompetensi meliputi kompetensi berpikir sistematis, kemampuan untuk mengguanakan model situasi spectrum yang luas dan pengetahuan pengalaman dan jelas mengenai proses tersebut. Kompetensi profesional dalam perspektif jangka panjang sangat dinamis karena perubahan teknologi yang cepat, tetapi disisi lain, hal ini dapat ditetapkan dengan mudah dan cepat diperoleh4.

Ciri khas yang menonjol dari profesional kompetensi adalah ditentukan oleh masing-masing fungsional aktivitas kerja, sedangkan sosial dan konseptual adalah kompetensi umum yang diperlukan untuk setiap posisi walaupun dia di dalam perusahaan. Dalam suatu organisasi hal ini memungkinkan organisasi untuk memperoleh keuntungan melalui faktor manusia5.

Salah satu sasarannya adalah meningkatnya profesionalisme aparatur negara (termasuk Polri) untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan nasional.

Polri sebagai sub sistem pemerintahan, dalam pelaksanaan tugas pokoknya harus mampu

2 Kasuan Tasaripa, “Tugas dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol.1, 2013, hlm. 14

3 Ibid., hlm. 15

4Rahardi, Pudi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), (Surabaya : Laksbang Mediatama. 2007), hlm. 28

5 Setiadi, Edi, kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan hukum di Indonesia, (Jakarta, Prenadamedia group. 2017), hlm. 53

(3)

mendukung keberhasilan pembangunan nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-20256.

Pada era pasca reformasi saat ini, tuntutan masyarakat akan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum serta kesejahteraan harus diwujudkan oleh penyelenggara negara, dimana apabila tuntutan masyarakat tersebut tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa ketidakpuasan yang berpotensi mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini merupakan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama dengan komponen bangsa lainnya sebagaimana yang diamanatkan Pasal 13 Undang- Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa tugas pokok Polri adalah, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat7.

Masyarakat yang hendak menyampaikan laporan / pengaduan tentang dugaan adanya peristiwa pidana, dapat melaporkan peristiwa tersebut ke kantor K e p o l i s i a n terdekat pada bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) disertai dengan bukti pendukung terhadap peristiwa tersebut, jika bukti pendukung terpenuhi terkait peristiwa yang dilaporkan maka akan dibuatkan laporan Polisi yang kemudian ditindak lanjuti dengan pemeriksaan oleh penyelidik (perkaba reskrim No 3 tahun 2014 SOP penerimaan laporan/pengaduan) bagi pelapor/pengadu diberikan Surat tanda bukti laporan (STPL), selanjutnya tanggung jawab terhadap penanganan laporan/

pengaduan tersebut beralih kepada Penyelidik fungsi Reskrim. Dalam hal mencari suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak kejahatan tersebut terkadang penyelidik menemui hambatan sehingga pelaksanaan penyelidikan memerlukan waktu yang cukup lama, seperti tidak ditemukannya saksi yang mengetahui kejadian tersebut atau kurangnya bukti yang dapat dikumpulkan penyelidik, sehingga sering terjadi ketidakpuasan pelapor/pengadu terhadap pelayanan yang diberikan oleh penyelidik dikarenakan tidak mendapatkan informasi tentang sejauh mana penanganan terhadap laporannya (SP2HP), serta waktu penyelidikan yang berkepanjangan tanpa memberikan kepastian hukum terhadap laporannya, sehingga pelapor atau pengadu membuat surat keberatan/komplain8.

Mengakhiri kegiatan penyelidikan, dilakukan gelar perkara guna memastikan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, jika dalam laporan/pengaduan tersebut tidak ditemukan peristiwa pidana maka penyelidikan dihentikan dengan memberikan SP2HP A2 kepada pelapor, namun jika ditemukan peristiwa pidana maka penyelidikan ditingkatkan ketahap penyidikan.

Proses penyidikan tindak pidana merupakan salah satu subsistem dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan memiliki kedudukan sangat penting serta strategis dikarenakan menjadi pintu masuk dan awal dari berjalannya proses penegakan hukum.

Proses penyidikan diamanahkan oleh KUHAP kepada Penyidik Polri, sehingga diperlukan

6Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

7Penjelasan Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

8Sulistyowati, Rekonstruksi Kebijakan Hukum Di Kepolisian DanKejaksaan Dalam Penerapan Restorative Justice Untuk Tindak Pidana Penggelapan Yang Berbasisi Hukum Progresif, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum UNISSULA, Semarang. 2016, hlm. 38

(4)

sumberdaya manusia penyidik Polri yang memiliki kompetensi secara khusus sehingga dalammenjalankan tugas sebagai penyidik dapat memberikan hasil yang maksimal9.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menetapkan judul artikel ini adalah : korelasi antara kompetensi penyidik polri dengan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Rumusan masalah yang dibahas penulis dalam artikel ini adalah : Bagaimana korelasi antara kompetensi penyidik Polri dengan profesionalisme dalam menjalankan tugas ?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan jurnal adalah yuridis normatif yaitu menganalisis kaitan antara peraturan perundang- undangan yang berlaku dengan teori- teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dibahas. Penelitian ini akan menganalisis masalah hukum,fakta, dan gejala hukum lainnya yang berkaitan dengan pendekatan hukum, kemudian di peroleh gambaran yang menyeluruh mengenai masalah yang akan di teliti. Penelitian yang berbentuk deskriftif analisis ini hanya akan menggambarkan keadaan objek atau persoalan dan tidak dimaksudkan mengambil atau menarik kesimpulan yang berlaku umum mengenai dengan korelasi antara kompetensi penyidik Polri dengan profesionalisme dalam menjalankan tugas10.

PEMBAHASAN

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan11.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya12.

Berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri menjalankan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), antara lain, sebagai aparat penegak hukum, harus melakukan penyidikan terhadap berbagai kasus hukum di tengah masyarakat, baik kasus hukum yang dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan oleh masyarakat. Berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah masyarakat, mulai dari tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba, pembunuhan, penganiayaan, dan lain sebagainya merupakan tugas polri untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga akan dapat mengungkap kasus-kasus hukum tersebut.

Aparat penyidik merupakan ujung tombak dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah masyarakat dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan yang memadai baik dari segi latar belakang

9Ibid.

10Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010), hlm. 81

11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 1 angka 1

12Lihat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Pasal 1 angka 2.

(5)

pendidikan maupun jenjang kepangkatan. Perilaku penyidik harus dibina secara baik sehingga akan tampil sosok dan profil penyidik yang sopan, santun, ramah, adil, transparan, dan akuntabel serta bermoral. Perilaku penyidik yang memegang teguh etika profesi Polri tentunya akan dapat membangun pelayanan publik yang unggul sehingga akan mampu mewujudkan postur Polri yang professional, modern, dan bermoral13.

Dalam rangka melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus hukum di tingkat Polres, perilaku dan kemampuan penyidik sangat penting dalam menegakkan hukum.

Kemampuan penyidik yang berkualitas, profesional dan kompeten akan dapat menunjang penegakkan hukum yang terjadi di wilayah Polres. Penyidik Polres merupakan ujung tombak dalam menyelesaikan dan mengungkap berbagai tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat. Pengetahuan, keterampilan, dan integritas penyidik di tingkat Polres sangat dibutuhkan dalam rangka penangkapan, penahanan, pemeriksaan, dan penyitaan terhadap berbagai pihak yang dianggap terkait dan terlibat dalam kasus hukum14.

Kemampuan penyidik dalam melakukan penyidikan yang profesional, tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas kinerja dan citra Polri di tengah masyarakat.

Persepsi masyarakat saat ini menunjukkan bahwa oknum penyidik Polri di tingkat Polres masih dinilai kurang bersih, masih bisa disuap, suka memeras, dan kadangkala bekerjasama dengan para tersangka kasus hukum. Hal ini kemudian yang membuat citra negatif Polri di mata masyarakat. Survei dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada tahun 2019 menyatakan bahwa aparat penyidik dari satuan reskrim adalah satuan Polri yang paling banyak mendapatkan pengaduan masyarakat. Hal ini tentu

harus disikapi dengan baik oleh para penyidik di setiap Polres untuk mengubah perilaku yang dinilai justru bertentangan dengan etika profesi Polri15. Era reformasi telah mendorong terjadinya pergeseran paradigma pembangunan nasional dari yang sifatnya sentralistik menjadi paradigma yang desentralistik sehingga mengubah seluruh tatanan politk, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. Sebagai organisasi publik yang merupakan sub pemerintahan, Polri mengalami dampak dari perubahan paradigma pembangunan tersebut. Polri mengalami perubahan paradigma mendasar dari abdi penguasa pada masa Orde Baru menjadi abdi masyarakat di era reformasi16.

Diberlakukannya Tap MPR No. VII Tahun 2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri, dan Tap MPR VIII Tahun 2000 Tentang Peran TNI dan Peran Polri, serta diterbitkannya UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri menjadi momentum yang sangat baik bagi Polri untuk melakukan reformasi Polri dari aspek instrumental, struktural dan kultural. Salah satu tugas pokok Polri berdasarkan UU Polri tersebut adalah sebagai aparat penegak hukum yang melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai pelanggaran hukum yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia17.

Dalam rangka melakukan penyidikan terhadap kejahatan dan kasus hukum di tengah masyarakat, kemampuan penyidik sangat penting dalam menegakkan hukum.

13 https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2019/01/18/mewujudkan-penyidik-polri-yang-profesional- dan- bermoral-bag-i/diakses=9-Juni-2022

14Ibid.

15 Kasuan Tasaripa, “Tugas dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Loc. Cit

16 Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Op. Cit., hlm. 46

17Tap MPR No. VII Tahun 2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri, dan Tap MPR VIII Tahun 2000 Tentang Peran TNI dan Peran Polri

(6)

Kemampuan penyidik yang berkualitas, profesional dan kompeten akan dapat menunjang penegakkan hukum yang adil dan bermoral. Penyidik Polri merupakan ujung tombak dalam menyelesaikan dan mengungkap berbagai tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat. Pengetahuan, keterampilan, dan integritas penyidik Polri sangat dibutuhkan dalam rangka penangkapan, penahanan, pemeriksaan, dan penyitaan terhadap berbagai pihak yang dianggap terkait dan terlibat dalam kasus hukum18.

Saat ini Polri sedang menetapkan kebijakan reformasi birokrasi Polri sebagai bagian dari reformasi Polri secara menyeluruh. Menurut Kapolri, reformasi birokrasi Polri merupakan kunci untuk merubah kultur Polri yang berbasis paradigm polisi sipil dengan empat program unggulan, yakni quick response, transparansi dalam pelayanan, transparansi penyidikan, dan transparansi rekrutmen anggota Polri. Keempat program ini harus mengalami keberhasilan segera (quick wins) melalui program QTAP (quick, tranparancy, accountability, dan professional)19.

KESIMPULAN

Korelasi antara kompetensi penyidik Polri dengan profesionalisme dalam menjalankan tugas sangat erat karena aparat penyidik merupakan ujung tombak dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah masyarakat dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan yang memadai baik dari segi latar belakang pendidikan maupun jenjang kepangkatan. Perilaku penyidik harus dibina secara baik sehingga akan tampil sosok dan profil penyidik yang sopan, santun, ramah, adil, transparan, dan akuntabel serta bermoral. Perilaku penyidik yang memegang teguh etika profesi Polri tentunya akan dapat membangun pelayanan publik yang unggul sehingga akan mampu mewujudkan postur Polri yang professional, modern, dan bermoral.

DAFTAR PUSTAKA

Buku panduan, Penyidikan terhadap anak yang berkonflik hukum, (Yogyakarta : yayasan samin setara, 2007)

Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat studi HTN FH UI, (Jakarta : Sinar bakti. 2005)

M. Karjadi dan R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Penjelasan Resmi dan Komentar. (Bogor : Politeia. 2007)

Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Cet.1 (Surabaya : Laksbang Mediatama, 2007)

Rahardi, Pudi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), (Surabaya : Laksbang Mediatama. 2007)

Setiadi, Edi, kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan hukum di Indonesia, (Jakarta, Prenadamedia group. 2017)

Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010) ---, “Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum”, Cet.

18Dwi Wahyono, Rekonstruksi Perdamaian Sebagai Payung Hukum Dalam Implementasi Restorative Justice Di Tingkat Penyidikan Tindak Pidana. Loc. Cit

19 Dwi Wahyono, Rekonstruksi Perdamaian Sebagai Payung Hukum Dalam Implementasi Restorative Justice Di Tingkat Penyidikan Tindak Pidana. Loc. Cit

(7)

12 (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2013)

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika masalahnya, (Jakarta : Elsam, 2002)

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), edisi kedua, Cet. 17 (Jakarta : Sinar Grafika, 2016)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Anthon F. Susanto dan Gialdah Tapiansari, Penelitian Hukum Transformasi Partisipatoris:

Sebuah Gagasan dan Konsep, Jurnal Litigasi, Vol. 17 No. 2, Oktober 2016, http://journal.unpas.ac.id/index.php/litigasi/ article/view/159/75, di akses pada tanggal 5-Juni-2022

Dwi Wahyono, Rekonstruksi Perdamaian Sebagai Payung Hukum Dalam Implementasi Restorative Justice Di Tingkat Penyidikan Tindak Pidana Lalu Lintas Berdasarkan Hukum Progresif, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum UNISSULA, Semarang.

2014

Kasuan Tasaripa, “Tugas dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol.1, 2013.

Sulistyowati, Rekonstruksi Kebijakan Hukum Di Kepolisian Dan Kejaksaan Dalam Penerapan Restorative Justice Untuk Tindak Pidana Penggelapan Yang Berbasisi Hukum Progresif, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum UNISSULA, Semarang.

2016

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan Ib disebabkan turunnya Ib pada semua subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan sebesar -1,24 persen, subsektor tanaman horikultura sebesar -1,10 persen, subsektor

Aplikasi ini dibuat untuk membantu pihak sekolah dalam proses penilaian kinerja guru berdasarkan periode tertentu yang dapat diakses dimanapun, serta aplikasi sudah menangani

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini guna meraih derajat

Keempat function tersebut kemudian dipanggil satu per satu oleh program utama (baris ke-35 sampai ke-53) dimana pada baris ke-37 sampai dengan baris ke-41 adalah kode

Komputer generasi kedua menggantikan bahasa mesin dengan bahasa assembly. Bahasa assembly adalah bahasa yang menggunakan singkatansingkatan untuk menggantikan kode biner. Pada

Dalam upaya mengembangkan keterampilan kewarganegaraan guru PPKn di MTs Al – Ikhlas Tanjung Bintang menyisipkan nilai-nilai keislaman kepada peserta didik melalui

Fungsi struktur sosial, antara lain sebagai landasan atau wadah dari proses sosial yang berlangsung bagi para anggota masyarakatnya, sebagai pola tata kelakuan yang mengatur hubungan

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapakan teori yang