• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Anatomi dan fisiologi cardiorespiratory system

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "A. Anatomi dan fisiologi cardiorespiratory system"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anatomi dan fisiologi cardiorespiratory system

Ketika kita beraktivitas fisik akan lebih baik dalam mengontrol berat badan, pembentukan otot dan menjaga postur tubuh. Aktivitas fisik secara rutin akan meningkatkan beberapa organ seperti jantung yang lebih kuat dan aliran darah yang lebih baik. Cardiorespiratory system mengangkut beberapa komponen penting seperti oksigen, nutrisi dan zat penting lainnya ke organ dan jaringan yang membutuhkan. Ada beberapa organ yang mengalami perubahan ketika peningkatan cardiorespiratory endurance yaitu jantung, paru-paru, pembuluh darah dan darah (Kadir, 2001).

1. Jantung dan pembuluh darah

Jantung memiliki fungsi sebagai pemompa darah ke paru-paru dan ke seluruh tubuh. Jantung mengalirkan darah dari dua sistem yang berbeda, yaitu sirkulasi paru yang merupakan sisi kanan jantung berfungsi untuk memompa darah ke paru-paru sedang yang lainnya adalah sirkulasi sistemik yang merupakan sisi sebelah kiri jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). Fungsi kontraktilitas otot jantung sebagai pemompa merupakan bagian dari fungsi jantung (Gibson, 2003).

Selama jantung berkontraksi, atrium berkontraksi pertama kali, memompa darah ke ventrikel. Lalu sepersekian detik kemudian ventrikel ikut berkontraksi memompa darah ke paru-paru dan keseluruh badan. Ketika kita beraktifitas fisik jantung melakukan dua fungsi yaitu memompa lebih cepat serta mengirim darah lebih banyak setiap memompa.

(2)

Setiap orang yang melakukan aktifitas fisik secara rutin mempunyai denyut nadi istarahat sekitar 60x-80x per menit, ketika seseorang berolahraga secara rutin akan terjadi penurunan heart rate (Wibowo, 2003).

Pembuluh darah terdiri dari vena dan arteri, yang mana fungsi dari vena adalah membawa darah ke jantung sedang arteri berfungsi untuk membawa keluar dari jantung.

Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi arteri memiliki dinding yang tebal namun elastis.

Kecepatan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh darah. Pembuluh darah dan aliran vena, yaitu :

a. Tekanan vena: biasanya sangat rendah

b. Gelombang denyut vena: perubahan tekanan dan volume

c. Kurva denyut nadi: vena jugularis eksterna dengan cara non invasive d. Kecepatan aliran darah vena

e. Faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah vena f. Pengaruh gravitasi pada tekanan darah vena

Sedangkan pembuluh darah dan aliran arteri adalah:

a. Aliran darah dalam pembuluh darah

b. Tekanan darah arteri : sistolik, diastol, nadi dan darah rata-rata c. Gelombang nadi

d. Analisis gelombang nadi dapat di nilai dari: frekuensi gelombang nadi, irama denyut nadi, amplitude dan ketajaman gelombang

e. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah arteri (Fahey, 2009).

(3)

Vena cava superior dan vena cava inferior mengalirkan darah ke atrium dextra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel dextra masuk ke paru-paru. Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup valvula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvulasemilunaris aorta. Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:

a. Arteri coronaria dextra: berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-cabang ke atrium dextra dan ventrikel dextra.

b. Arteri coronaria sinistra lebih besar dari arteri coronaria dextra

c. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus coronarius yang terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena.

Gambar 2.1. Sistem Jantung dan Pembuluh Darah (Fahey, 2009)

Darah merupakan alat pembawa (carrier) pada sistem kardiovaskuler. Volume komponen darah harus memiliki jumlah yang sesuai dengan rentang yang normal agar

(4)

sistem kardiovaskuler dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Darah memliki dua komponen utama yaitu : 1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah 2) Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen berikut ini : a) Eritrosit: sel darah merah (SDM-red blood cells) b) Leukosit: sel darah putih (SDP–white blood cells) c. Trombosit: Butir pembeku darah–

platelet (Muttaqin, 2009).

2. Paru-paru

Paru-paru mempunyai fungsi sebagai tempat pertukaran oksigen. Ketika kita bernafas paru-paru membesar karena adanya udara yang masuk. Di dalam paru-paru terjadi pertukaran oksigen dari udara ke darah. Ketika ekspirasi udara keluar membawa karbondioksida (CO2). Diafragma dan otot abdominal membantu dalam inspirasi dan ekspirasi paru-paru. Kemampuan respirasi pada manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung kemampuan paru-paru dan otot-otot respirasi sehingga dapat menjaga endurance respirasi (Corbin, et al. 2014).

Sistem pernapasan mensuplai oksigen ke tubuh membuang karbondioksida (zat sisa yang dihasilkan selama metabolisme) dan membantu mengatur asam yang dihasilkan selama metabolisme. Paru-paru melakukan ekspansi dan kontraksi otot selama 12-20 kali per menit. Udara masuk ke paru-paru, yaitu melalui hidung, tenggorokan, laring, trakea dan bronkus. Paru-paru terdiri dari banyak percabangan akhir seperti tabung yang kecil, kantung udara berdinding tipis yang disebut alveoli (Fahey, 2009).

Karbondioksida dan oksigen saling bertukar di alveoli dan kapiler yang ada di dalam paru-paru. Karbondioksida keluar dari alveoli dengan cara dihembuskan. Oksigen dari udara yang dihirup lewat dari alveoli ke dalam sel-sel darah. Sel darah yang kaya oksigen ini kemudian kembali ke jantung dan dipompa ke seluruh tubuh. Oksigen

(5)

merupakan komponen penting dari sistem penghasil energi tubuh, sehingga sistem kemampuan kardiorespirasi untuk mengambil dan mengantarkan oksigen sangat penting untuk fungsi tubuh.

Gambar 2.2. Paru-paru (Tortora, 2012)

Seseorang yang berlatih secara periodik dapat meningkatkan fungsi paru-paru.

Fungsi otot abdominal dan diapragma juga meningkat akibat kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan kapasitas paru seseorang akan meningkat. Kapasitas paru seseorang normal memliki kapasitas 110 liter per menit. Ketika latihan diberikan kapasitas paru meningkat menyampai 135 liter per menit. Pada atlet kapasitas paru meningkat bisa mencapai 180-200 liter per menit (Rosato, et al. 2010).

B. Cardirespiratory endurance 1. Definisi

Menurut Argasasmita (2007) daya tahan (endurance) adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau aktivitas dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya kelelahan yang berarti. Daya tahan akan relatif lebih baik untuk mereka yang memiliki kebugaran jasmani yang baik yang menyebabkan tubuh mampu melakukan aktivitas terus-menerus dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan tubuh masih memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktivitas yang bersifat cepat.

(6)

Ditinjau dari kerja otot, daya tahan dapat diartikan sebagai kemampuan kerja otot atau sekelompok otot dalam jangka waktu tertentu, sedangkan pengertian daya tahan dari sistem energi adalah kemampuan kerja organ-organ tubuh dalam jangka waktu tertentu.

Daya tahan selalu berkaitan erat dengan lama kerja (durasi) dan intensitas kerja, semakin lama durasi latihan dan semakin tinggi intensitas kerja yang dapat dilakukan seorang, berarti dia memiliki daya tahan yang baik (Sukadiyanto, 2010).

Cardirespratory endurance adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut dan masih memiliki cadangan tenaga untuk kegiatan rutin sehari-hari. Kemampuan cardirespratory endurance didukung oleh jantung, paru–

paru dan darah yang sehat untuk menyuplai oksigen ke otot. Tubuh mempunyai mekanisme kerja yang kompleks, ketika seseorang mengalami peningkatan cardirespratory endurance tubuh akan mengirim suplai darah lebih efisien. Peningkatan kemampuan cardirespratory endurance diukur dari maksimal oksigen yang diambil.

Peningkatan tersebut, mengakibatkan peningkatan volume darah dan sel darah merah, sehingga darah lebih banyak membawa oksigen ke tubuh (Corbin, et al. 2014).

Cardirespiratory endurance merupakan kemampuan tubuh untuk melakukan latihan dinamis yang melibatkan banyak kelompok otot dalam waktu yang lama dengan intensitas sedang hingga tinggi. Di mana cardirespratory endurance merupakan komponen kunci yang dapat menentukan tingkat kebugaran seseorang (Rodriguez, 2014).

Didalam cardirespratory endurance terdapat dua sistem energi, yaitu: daya tahan anaerobik dan daya tahan aerobik yang merupakan kesanggupan kapasitas jantung dan paru-paru serta pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan

(7)

latihan untuk mengambil oksigen dan mendistribusikan ke jaringan yang akfif untuk digunakan pada proses metabolisme tubuh (Iriyanto, 2004).

2. Daya tahan anerobik

Daya tahan anaerobik adalah proses pemenuhan kebutuhan tenaga di dalam tubuh untuk memanfaatkan glikogen agar menjadi sumber tenaga tanpa bantuan oksigen dari luar. Oleh karena itu, daya tahan anaerobik tidak seperti daya tahan aerobik, yaitu merupakan proses pemenuhan kebutuhan energi yang tidak memerlukan bantuan oksigen dari luar tubuh manusia, sedangkan kemampuan anaerobik itu sendiri dapat diartikan sebagai kecepatan maksimal dengan kerja yang dilakukan menggunakan sumber energi anaerobik. Pendapat lain menyatakan bahwa anaerobik berarti bekerja tanpa menggunakan oksigen dan hal ini terjadi ketika keperluan tubuh akan energi tiba-tiba meningkat (Purwanto, 2004).

Daya tahan anaerobik adalah bentuk ketahanan ditandai dengan tidak adanya oksigen. Tanpa menggunakan oksigen tubuh dapat mempertahankan tingkat intensitas tertentu hanya untuk waktu singkat. Namun, daya tahan anaerobik dapat dilatih dan ditingkatkan untuk memenuhi tuntutan metabolik dari berbagai olahraga yang menggunakan aktivitas tinggi (Crossfit Journal, 2013).

Menurut Sujarwo (2012) menjelaskan bahwa, daya anaerobik adalah kecepatan maksimal dimana kerja dapat dilakukan dengan sumber energi anaerobik. Kemampuan dan kecepatan anaerobik ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

a. Jenis serabut otot cepat b. Koordinasi saraf c. Faktor biomekanika d. Kekuatan otot.

(8)

Daya tahan anaerobik adalah aktivitas yang tidak memerlukan bantuan oksigen.

Daya tahan anaerobik dibagi menjadi dua, yaitu: a. Daya tahan anaerobik laktit adalah kemampuan sesorang untuk mengatasi beban latihan dengan intensitas maksimal dalam jangka waktu 10 detik sampai 120 detik; dan b. Daya tahan anaerobik alaktik adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi beban latihan dengan intensitas maksimal dalam jangka waktu kurang dari 10 detik (Sukadiyanto, 2011).

Daya tahan anaerobik merupakan proses menghasilkan energi tanpa adanya oksigen, sistem ini dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Sistem anaerobik alaktit: sumber energi diperoleh dari pemecahan ATP dan PC yang tersedia dalam tubuh tanpa menimbulkan terbentuknya asam laktat. Proses pembentukan energi sangat cepat, namun hanya mampu menyediakan sangat sedikit untuk aktivitas sangat singkat; dan b. Sistem energi anaerobik laktit: sumber energi diperoleh melalui pemecahan glikogen otot lewat glikolisis anaerobik. Sistem ini selain menghasilkan energi juga menimbulkan terbentuknya asam laktat. Proses pembentukan energi berjalan cepat dan dapat digunakan untuk aktivitas singkat (Irianto, 2007).

Ambang rangsang anaerobik adalah suatu keadaan di mana energi secara aerobik sudah tidak mampu lagi mensuplai kebutuhan energi, tetapi pemenuhannya secara anaerobik. Kapasitas anaerobik adalah kemampuan olahragawan untuk tetap dapat beraktivitas dalam keadaan kekurangan oksigen dan tetap mampu memberikan toleransi terhadap akumulasi (penimbunan) asam laktat dari sisa penggunaan energi anaerobik.

Beberapa cara untuk menentukan daya tahan anaerobik, diantaranya yang paling populer adalah dengan Running-based Anaerobic Sprint Test (RAST) (Sukadiyanto, 2011).

(9)

3. Daya tahan aerobik

Daya tahan aerobik dapat disebut aerobik fitness dimana proses kegiatan atau aktivitas memerlukan oksigen karena digunakan dalam jangka yang lama, seperti lari jarak jauh, bersepeda dan lain–lain (Argasasmita, et al. 2007). Menurut Irianto (2007) daya tahan aerobik dapat diartikan sebagai daya tahan seluruh tubuh yang dibutuhkan untuk bisa menyelesaikan lari jarak jauh, renang jarak jauh, dan bersepeda jarak jauh. Daya tahan ini membutuhkan pemakaian oksigen agar tercukupi energi untuk banyak otot yang bekerja.

Cardirespratory endurance berhubungan dengan kemampuan sistem

kardiovaskuler dan respirasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dari otot-otot yang digunakan dalam aktivitas fisik dan kemampuan otot untuk mendapatkan energi yang diperlukan melalui proses aerobik (Radovanovic D, et al. 2009). Kapasitas aerobik merupakan jumlah aktivitas fisiologis maksimal yang dapat dilakukan oleh seseorang yang diukur dari konsumsi oksigennya serta bergantung pada usia, kondisi kardiovaskuler dan berhubungan dengan efisiensi ekstraksi oksigen dari jaringan.

Menurut Thomas G (1989) dalam Bastian (2012) daya tahan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas jangka panjang (dalam hitungan menit sampai jam) yang bergantung pada sistem O2-ATP untuk memasok persediaan energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Aktivitas yang dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat membutuhkan sistem yang dapat menyediakan ATP lebih cepat dari sistem O2-

ATP. Kemampuan aerobik antara lain dapat diketahui dari kemampuan cardiorespiratory system untuk menyediakan kebutuhan oksigen sampai ke dalam mitokondria. Sistem transportasi oksigen erat hubungannya dengan VO2max. VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai

(10)

akhirnya terjadi kelelahan. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. VO2max digunakan sebagai parameter untuk menentukan kebugaran jasmani.

Besar VO2max dinyatakan dalam ml/kg/menit, digolongkan pada kelompok umur, jenis kelamin dan besaran tersebut kemudian dimasukkan dalam kategori amat baik, baik, rata- rata, sedang dan kurang.

Kapasitas aerobik maksimal juga sering disebut dengan konsumsi oksigen maksimal (VO2max) yaitu jumlah terbesar oksigen yang diedarkan dan digunakan per menit saat tubuh melakukan aktivitas fisik maksimal. Banyak peneliti yang menganggap bahwa (VO2max) merupakan alat ukur yang objektif untuk daya tahan kardiorespirasi.

(VO2max) menentukan seberapa intens dan seberapa lama seseorang dapat melakukan aktivitas fisik (Radovanovic D, et al. 2009).

4. Faktor yang mempengaruhi cardiorespiratory endurance

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi cardiorespiratory endurance dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria. Mulai umur 10 tahun, VO2max anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan (Adhikarmika, 2009).

(11)

b. Usia

Pengaruh usia dapat mempengaruhi kemampuan aerobik seseorang. Ketahanan jantung-paru mencapai puncaknya pada umur 10-20 tahun dengan nilai indeks jantung normal kira-kira 4 L/menit/m². Ketahanan jantung-paru menurun secara perlahan seiring dengan peningkatan usia dan pada usia 80 tahun nilai normal indeks jantung hanya tinggal 50%. Hal ini terjadi karena penurunan kekuatan kontraksi jantung, massa otot jantung, kapasitas vital paru dan kapasitas oksidasi otot skelet. Semakin bertambah umur kemampuan cardiorespiratory endurance juga semakin menurun (Wiranty, 2013).

c. Keturunan (genetik)

Menurut Depdiknas (2000) penetian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa kemampuan daya tahan aerobik maks 93,4 % ditentukan oleh faktor genetik yang hanya dapat diubah dengan latihan. Faktor genetik yang berperan dapat membedakan kapasitas jantung, paru-paru, sel darah merah dan hemoglobin.

d. Latihan

Latihan fisik yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kesamaan aerobik. Orang yang terlatih akan memiliki otot lebih kuat, lebih lentur, dan memiliki ketahanan kardiorepirasi yang lebih baik. Menurut World Health Organization (WHO), aktifitas fisik yang baik dapat meningkatkan endurance kardiorespirasi, yaitu penurunan denyut nadi, pernafasan semakin membaik, penurunan risiko penyakit jantung dan hipertensi. Semakin tinggi kebiasaan olahraga semakin bertambah kemampuan endurance kardiorespirasinya (Wiranty, 2013).

e. Indeks Massa Tubuh

IMT merupakan hasil pembagiaan dari berat badan (kilogram) dibagi pada kuadrat dari tinggi badan (meter) rumus : IMT = BB(kg) / (TB(m))2

(12)

Keterangan :

BB = Berat Badan(Kg) TB = Tinggi Badan (m).

Hal ini dibuktikan berdasarkan jurnal penelitian, yaitu korelasi antara IMT dan Kebugaran fisik wanita perguruan tinggi di Seoul, yang menyatakan secara signifikan korelasi negatif, IMT yang besar menurunkan kebugaran fisik pada 158 wanita perguruan tinggi. Semakin besar nilai IMT semakin kurang nilai endurance kardiorepirasi (Wiranty, 2013).

(VO2max) dinyatakan dalam beberapa mililiter oksigen yang dikonsumsi per kg berat badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan konsumsi yang berbeda.

Misalnya tubuh mereka yang mempunyai lemak dengan persentasi tinggi mempunyai konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh berotot kuat, maka (VO2max) akan lebih tinggi (Armstrong N, 2006).

Tabel 2.1 Batas ambang IMT Indonesia dalam kategori (kg/m2) (Depkes, 2003)

Gender Kurus Normal Gemuk tingkat

rendah Gemuk tingkat berat

Laki-laki <18 kg/m2 18-25 kg/m2 25-27 kg/m2 >27 kg/m2 Perempuan <17 kg/m2 17-23 kg/m2 23-27 kg/m2 >27 kg/m2

f. Rokok

Kadar karbon yang terhisap akan mengurangi nilai (VO2max), yang berpengaruh terhadap daya tahan, selain itu menurut penelitian Perkins dan Sexton, nikotin yang ada dapat memperbesar pengeluaran energi dan mengurangi nafsu makan (Kusuma, 2009).

5. Sistem cardiorespiratory endurance pada saat istirahat dan selama latihan

Pada saat istirahat dan selama aktivitas ringan, fungsi sistem kardiorespirasi pada kecepatan yang cukup stabil. Jantung berdetak pada tingkat sekitar 50-90 denyut per menit

(13)

dan bernafas sekitar 12-20 kali per menit. Tekanan darah istirahat pada orang dewasa yang sehat, diukur dalam milimeter air raksa, adalah 120 sistolik dan diastolik 80 (120/80) (Fahey, 2009).

Latihan fisik dapat meningkatkan nilai (VO2max). VO2max tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat menurunkan VO2max antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens yang teratur dapat menaikkan VO2max dengan nilai yang hampir serupa (Levitzky &

Michael G, 2007). Pada saat latihan, cardiorespiratory system meningkat, berikut merupakan perubahan pada saat latihan:

a. Denyut jantung meningkat sampai 170-210 denyut per menit selama latihan berlangsung

b. Volume stroke jantung yang semakin meningkat, dimana jantung memompa darah keluar lebih banyak pada setiap denyut

c. Curah jantung selama latihan meningkat sekitar 20 liter per menit

d. Perubahan aliran darah, pada saat latihan sekitar 85%-90% darah dialirakan ke otot yang bekerja. Pada saat istirahat, sekitar 15%-20% darah didistribusikan ke otot skeletal

e. Tekanan darah sistolik meningkat, dimana pada saat tekanan darah diastol tetap stabil atau menurun sedikit

f. Pada saat latihan, oksigen yang diperlukan dalam darah meningkat. Untuk itu pada saat latihan, kita mengambil nafas sekitar 40-60 kali per menit (Fahey, 2009).

(14)

6. Pengukuran cardiorespiratory endurance

Kualitas cardiorespiratory endurance dinyatakan dengan besarnya VO2max atau jumlah oksigen maksimal yang dikonsumsi secara maksimal dalam satuan ml/kg/menit.

Cardiorespiratory endurance dapat diukur dengan menggunakan tes lari multi tahap (MFT).

Tes lari multi tahap (MFT) ini merupakan tes yang dilakukan dilapangan, menghasilkan suatu perkiraan yang cukup akurat tentang konsumsi oksigen maksimal untuk berbagi kegunaan atau tujuan. Pada dasarnya test ini bersifat langsung: testi berlari secara bolak balik sepanjang jalur atau lintasan yang telah diukur sebelumnya, sambil mendengarkan serangkaian tanda yang berbunyi ”tut” yang terekam dalam kaset. Waktu tanda “tut” tersebut pada mulanya berdurasi sangat lambat, tetapi secara bertahap menjadi lebih cepat sehingga akhirnya semakin mempersulit testi untuk menyamakan kecepatan langkahnya dengan kecepatan yang diberikan oleh tanda tersebut. Testi berhenti apabila ia tidak mampu lagi mempertahankan langkahnya dan tahap ini menunjukkan tingkat konsumsi oksigen maksimal testi tersebut (Sukadiyanto, 2011).

Tabel 2.2. Norma kebugaran menurut Kenneth H.Cooper (Muhajir, 2007) Konsusmsi oksigen VO2 max Kategori Kebugaran

28.0’ atau kurang Kurang sekali

28.1’-34’ Kurang

34.1’-42’ Sedang

42.1’-52 Baik

52.1’ atau lebih Baik sekali

(15)

Gambar 2.3. Prediksi nilai VO2max tes lari multi tahap (Sumber: Pusat pengembangan kualitas kebugaran jasmani Depdiknas, 2003)

(16)

Gambar 2.4. Form perhitungan tes lari multi tahap (Sumber: Pusat pengembangan kualitas kebugaran jasmani Depdiknas, 2003)

(17)

C. Potensi Akademik 1. Definisi

Potensi Akademik terdiri dari dua kata yaitu potensi dan akademik. Potensi merupakan bawaan sejak lahir yang perlu dikembangkan agar dapat mencapai prestasi.

Potensi merupakan kecakapan-kecakapan yang masih tersembunyi, belum termanifestasikan dan merupakan kecakapan yang dibawa sejak lahir. Kecakapan potensial yang ada pada setiap individu ada dua macam, yaitu kapasitas umum yang dikenal dengan sebutan intelegensi atau kecerdasan dan kapasitas khusus yang juga disebut bakat atau aptitude (Artanti, 2009).

Potensi akademik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peserta didik dalam mencapai prestasi. Potensi akademik digunakan sebagai indikator pencapaian prestasi. Peserta didik yang memiliki potensi akademik yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi pula. Potensi akademik para peserta didik dapat diukur dengan menggunakan tes potensi akademik.

2. Tes Potensi Akademik

Tes potensi merupakan salah satu bentuk pengukuran terhadap kemampuan abilitas kognitif potensial umum (pengukuran performansi maksimal) yang dirancang khusus guna memprediksi peluang keberhasilan belajar peserta didik, karena itulah tes seperti ini biasanya dinamai tes potensi akademik (TPA) (Azwar, 2008).

Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes untuk mengetahui bakat dan kemampuan seseorang dibidang keilmuan (akademik). TPA bertujuan untuk mengukur atau mengungkap kemampuan kognitif potensial siswa. TPA cukup dapat memberikan informasi mengenai kriteria yang dimiliki peserta didik. Gagasan dasar dalam kontruksi TPA di Indonesia mengikuti konsep pengembangan Graduate Record Examination (GRE)

(18)

yang terdiri atas komponen verbal reasoning (v), quantitative reasoning (Q) dan analitycal writting (AW). Adapun pengertian dari masing-masing gagasan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan verbal (V)

Kemampuan verbal adalah kemampuan dari kecakapan berbahasa baik penguasaan perbendaharaan kata, tata bahasa, maupun kemampuan memahami teks.

b. Kemampuan kuantitatif (K)

Kemampuan kuantitatif merupakan kemampuan aritmatika, kemampuan berpikir induktif dan deduktif khususnya dalam menerapkan prinsip-prinsip kuantitatif dalam menyelesaikan masalah yang membutuhkan perhitungan matematika.

c. Kemampuan Penalaran (P)

Kemampuan mencerna dan menganalisis informasi sehingga dapat memperoleh kesimpulan yang benar. Individu yang kemampuan penalaranya baik adalah individu yang mampu berpikir kritis dan teliti. Individu tersebut mampu membedakan antara fakta-fakta dan pendapatnya.

Tes potensi akademik dikembangkan sedemikian rupa sehingga peluang keberhasilan untuk menjawab dengan benar lebih tergantung pada penggunaan daya penalaran (reasoning), baik logis maupun analitis, sehingga nilai atau skor tinggi dalam tes potensi diperoleh berdasar strategi umum penyelesaian masalah (Azwar, 2008). TPA memiliki beberapa pedoman penggunaan tes secara tepat yang meliputi :

a. Skor bukanlah kriteria tunggal dalam proses seleksi. Skor tes tidak dapat berdiri sendiri dan harus didukung oleh informasi lain,seperti surat rekomendasi, nilai ujian akhir atau sebagaianya.

(19)

b. Skor tes tidak dapat dijumlahkan setiap aspeknya. Skor verbal, kuantitatif dan pemahaman adalah tiga bagian yang berbeda-beda.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi akademik

Menurut Educational Testing Service (ETS) dalam Azwar (2008), faktor yang mempengaruhi hasil dari tes potensi akademik adalah :

a. Jenis kelamin

Dari hasil tes potensi akademik yang dilakukan oleh Educational Testing Service (ETS) diperoleh hasil bahwa laki-laki lebih tinggi nilai pengukuran kuantitatifnya daripada perempuan. Sedangkan hasil verbal dan penalaran antara laki-laki dan perempuan hampir sama dan cenderung lebih tinggi nilai perempuan dalam tes potensi akademik.

b. Latar belakang

Individu yang cenderung memiliki jiwa sosial memperoleh skor verbal dan penalaran yang lebih tinggi daripada kuantitatifnya. Berbeda dengan seseorang yang lebih ke arah teknikal atau ahli fisika yang skor kuantitatifnya lebih tinggi daripada skor verbal dan penalarannya. Latar belakang orang tua juga berpengaruh pada hasil tes. Orang tua yang berpendidikan akan lebih memotivasi anaknya untuk berprestasi dan memfasilitasi kebutuhan belajar anak.

d. Usia

Semakin tinggi usia peserta tes, maka semakin tinggi pula skor kuantitatifnya jika dalam kehidupan sehari-harinya banyak menerapkan keterampilan kuantitatifnya. Namun jika tidak, maka skor kuantitatif yang diperoleh akan semakin menurun. Pada aspek verbal tidak ditemukan penurunan dalam skornya. Berbeda dengan aspek penalaran, terjadi penurunan sedikit pada skor penalaran.

(20)

4. Karakteristik individu yang berpotensi akademik

Para ahli menguraikan karakterisitik individu yang memiliki potensi akademik , baik karakteristik bawaan maupun karakterisitik yang telah bermanifestasi dalam bentuk sikap dan perilaku. Berikut adalah karakteristik individu yang berpotensi akademik, (Artanti, 2009) :

a. Mempunyai kemampuan intelektual atau mempunyai intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.

b. Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam bidang matematika, bahasa asing, musik dan sebagainya

c. Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh, umumnya mampu berpikir untuk memecahkan permasalahan yang tidak umum dan memerlukan pemikiran yang tinggi. Pikiran kreatif yang menghasilkan ide-ide yang produktif melalui imajinasi kepintarannya, keluwesannya dan bersifat menakjubkan.

5. Sistem penilaian Tes Potensi Akademik

Pada dasarnya, tidak ada rumusan pasti untuk mengetahui skor tes potensi akademik seseorang. Namun, menurut Tim Litbang Bright Publisher (2016) dengan menggunakan rumus berikut dapat mengetahui nilai atau skor tes potensi akademik : Skor tes potensi akademik = ( Jumlah soal benar / jumlah total soal x 600 ) + 200.

Kemudian, untuk mengetahui passing grade atau kisaran skor tes potensi akademik, yaitu dengan menggunakan rumus berikut : Passing grade = ( Jumlah soal benar / jumlah total soal ). Adapun konversi nilainya dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut :

(21)

Tabel 2.3. Konversi nilai tes potensi akademik (Sumber: Tim Litbang Bright Publisher, 2016)

Passing Grade Nilai atau skor tes potensi akademik

0,00-0,09 200-254

0,10-0,19 260-314

0,20-0,29 320-374

0,30-0,39 380-434

0,40-0,49 440-494

0,50-0,59 500-554

0,60-0,69 560-614

0,70-0,79 620-674

0,80-0,89 680-734

0,90-1,00 740-800

Dengan melihat tabel konversi nilai tes potensi akademik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi passing grade atau skor tes potensi akademik seseorang yang mengikuti tes potensi akademik, maka semakin tinggi pula kemampuan atau potensi akademik seseorang tersebut.

Gambar

Gambar 2.1. Sistem Jantung dan Pembuluh Darah (Fahey, 2009)
Gambar 2.2. Paru-paru (Tortora, 2012)
Tabel 2.1 Batas ambang IMT Indonesia dalam kategori (kg/m 2 ) (Depkes, 2003)
Gambar 2.3. Prediksi nilai VO2max tes lari multi tahap (Sumber: Pusat pengembangan  kualitas kebugaran jasmani Depdiknas, 2003)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diatur dalam PSAK 53 (Revisi 2010) pembayaran berbasis saham. Daam pembayaran berbasis saaham, entitas mengaakui barang atau jasa diterima pada nilai wajar barang atau

Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran visualisasi, auditori, kinestetik (VAK) terhadap prestasi belajar kognitif siswa pada mata pelajaran SKI di kelas XI

penjelas. Ini terlihat dari beberapa kalimat atau antar paragraf lebih menjelaskan dari paragraf sebelumnya. d) Dalam menekankan fakta, ada beberapa foto dan juga

Middle manager efektif adalah seorang yang mampu mengembangkan dan menerapkan rencana kerja yang sesuai dengan tujuan dari tingkatan yang lebih tinggi, berorientasi pada kelompok

Sedangkan negara negara lain Asia Tenggara (Selain Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) cenderung pasif dalam melihat kejahatan pembajakan kapal padahal negara negara

Kontingen dari BI perbarindo akhirnya harus mengakui keunggulan tim dari perbanas 2 dalam semi final cabang olahraga volley yang berlangsung kemaren // Sementara juara 1 dan dua

Skripsi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.. Hygiene Sanitasi Pengolaha dan Analisi Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut

JUARA SATU CABANG OLAH RAGA TENNIS MEJA DALAM PORSENI BMPD DIY 2009 / BERHASIL. DIRAIH OLEH KONTINGEN BI