• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERLIBATAN ANGGOTA KELUARGA DALAM PENERAPAN AKUNTANSI PADA BISNIS KELUARGA (Studi Kasus: Paris Grup Salatiga) Oleh Fendy Wibisono NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KETERLIBATAN ANGGOTA KELUARGA DALAM PENERAPAN AKUNTANSI PADA BISNIS KELUARGA (Studi Kasus: Paris Grup Salatiga) Oleh Fendy Wibisono NIM :"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KETERLIBATAN ANGGOTA KELUARGA DALAM PENERAPAN AKUNTANSI PADA BISNIS KELUARGA

(Studi Kasus: Paris Grup Salatiga)

Oleh Fendy Wibisono NIM : 232014041

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2018

(2)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di negara yang sangat maju seperti Amerika Serikat, 90% dari perusahaan besar adalah bisnis keluarga atau perusahaan yang didominasi kelompok keluarga (Penelitian R.

Beckhard & W. Gibb Dyer dalam Buku CEO Wisdom2) Padahal menurut Naisbitt &

Aburdene hanya 30 persen dari seluruh bisnis keluarga yang dapat bertahan sampai ke generasi keduanya. Secara umum bisnis keluarga akan berakhir tanpa kehadiran pendirinya.

Di Indonesia situasinya tidak berbeda jauh. Data yang diambil dari data internal The Jakarta Consulting Group menunjukan 88 persen perusahaan swasta nasional berada ditangan keluarga. Sebagian perusahaan keluarga tidak dapat bertahan ketika para pendirinya masih hidup, akan tetapi banyak pula yang dapat bertahan dan berkembang sampai beberapa generasi. (A.B. Susanto & Yohana Susanto 2014)

Keberlangsungan bisnis keluarga tidak lepas dari suksesi tiap pemilik bisnis tersebut, Penggantian seorang pemimpin/manajemen dalam keluarga merupakan salah satu momen penting dalam kelangsungan bisnis keluarga. Tidak jarang kegagalan dalam menjalankan bisnis keluarga muncul karena kesalahan yang dilakukan oleh generasi berikutnya, oleh karena itu pentingnya mempersiapkan segala sesuatu untuk generasi penerus tersebut lebih awal. Salah satu kunci kesuksesan dalam menjalankan bisnis tersebut dengan pengenalan akuntansi di perusahaan-perusahaan yang relatif kecil. (Madeline, dan Ronny 2015)

Meskipun keberhasilan usaha kecil menengah bergantung pada banyak faktor, baik eksternal maupun internal, penerapan praktik akuntansi yang baik sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bisnis tersebut. (Collis dan Jarvis,2002; Leichti, 1981;

McMahon,2001; McMahon and Holmes,1991) Oleh sebab itu, pemilik dari bisnis keluarga tersebut dituntut untuk mengenal akuntansi secara umum. Mengenal akuntansi secara umum itu penting bagi pemilik untuk melakukan pencatatan akuntansi dari segi penjualan, pembelian, persediaan, kas masuk, kas keluar, dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan dari pemilik. Cara pencatatan akuntansi dari generasi pertama ke generasi selanjutnya pun berbeda sesuai dengan perkembangan jaman yang ada. Sebagai contoh generasi pertama pencatatan akuntansinya masih menggunakan manual, sedangkan generasi selanjutatnya sudah menggunakan pencatatan komputerisasi.

(3)

2

Meskipun demikian, proses pengenalan praktik akuntansi ke dalam usaha kecil menengah masih kurang dipahami, dengan hanya sejumlah kecil studi yang membahas masalah ini. (Falconer and Reid,2000). Disamping itu, penggunaan catatan akuntansi di UKM masih minim. Sebagai salah satu bisnis keluarga yang masih kecil berada di kota Salatiga adalah Paris Group. Paris Group merupakan bisnis keluarga yang saat ini sudah memiliki 3 generasi, dengan generasi pertama didirikan oleh Oh Hwe Tjin pada tahun 1974 yang menyediakan roti & snack, selanjutnya generasi kedua dikelola oleh Wong Djay Tjoe pada tahun 1982 dengan menjualkan barang-barang elektronik dan generasi ketiga, anak yang pertama adalah William Arifin pada tahun 2016 yang menjual sparepart elektronik dan peralatan listrik rumah tangga pada tahun, anak yang kedua Chandra Arifin yang menjual perlengkapan sound system pada tahun 2009, anak yang ketiga Adisa Putra Arifin yang menjual peralatan lampu pada tahun 2015.

Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa pada ketiga generasi tersebut terdapat perbedaan dalam hal cara pencatatan akuntansi. Generasi pertama pencatatan akuntansi masih sekedar kas masuk dan kas keluar secara manual, sehingga kas keluar tidak boleh lebih besar dari kas masuk. Generasi kedua cara pencatatan akuntansi sudah ada pencatatan persedian secara manual, sehingga barang yang sudah habis dan barang yang baru saja masuk dapat diketahui jumlahnya, untuk generasi ketiga cara pencatatan akuntansi sudah menggunakan komputerisasi, sehingga lebih memudahkan pemilik mengetahui persediaan, retur barang, kas masuk dan kas keluar dengan segera.

Sering ditemukannya kegagalan seorang pemimpin untuk mengelola bisnis keluarganya di Indonesia, salah satunya kutipan dari surat kabar diberitakan bahwa perusahaan keluarga yaitu perusahaan jamu “Nyonya Meneer” yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu bersaing dengan pesaing yang lain dan pemilik tidak mampu membayar kepada para kreditur sehingga perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh hakim. (Kompasiana 2017).

Pada kasus tersebut dapat dilihat tentang praktek akuntansi di bisnis keluarga menambahkan kompleksitas keterlibatan keluarga dalam bisnis tersebut. Salah satu pembeda antara bisnis keluarga dengan bisnis yang lain yaitu pada sejauh mana faktor non-ekonomi mempengaruhi keputusan mendasar oleh pemilik bisnis keluarga.

Berdasarkan hal tersebut, masalah yang diangkat adalah bagaimana keterlibatan anggota keluarga dalam menjalankan bisnis keluarga khususnya di Paris Group? Tujuan dari

(4)

3

penelitian ini untuk mengidentifikasi keterlibatan anggota keluarga di bisnis keluarga paris group dalam lingkup Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berdasarkan model socioemotional wealth, dengan melihat proses pencatatan akuntansi yang digunakan. Adapun manfaat yang diperoleh untuk mengetahui apakah model socioemotional wealth dalam prakteknya bagi pemilik bisnis keluarga tersebut digunakan atau tidak dengan melihat pencatatan akuntansinya.

Tinjauan Pustaka Definisi Akuntansi

Menurut Kieso (2002 : 2), akuntansi didefinisikan secara tepat dengan menjelaskan tiga karakteristik penting dari akuntansi: (1) pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan tentang (2) entitas ekonomi kepada (3) pemakai yang berkepentingan. Secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. (Warren, 2006).

Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2000) dalam Standar Akuntansi Keuangan terdiri dari 5 (lima) yaitu: neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Laporan-laporan tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang berguna untuk memberikan informasi mengenai posisi bisnis suatu usaha.

Laporan Laba Rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode tertentu, misal sebulan atau setahun. Laporan ini melaporkan tentang pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan atau matching concept yaitu dengan membandingkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan ini juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang disebut dengan keuntungan bersih atau juga sebaliknya, jika beban lebih besar dari pada pendapatan disebut rugi bersih. (Warren, 2006).

Laporan Perubahan modal suatu ikhtisar mengenai perubahan pada modal pemilik yang telah terjadi selama periode waktu tertentu seperti pada bulanan maupun tahunan.

Laporan ini dibuat setelah laporan laba rugi karena laporan laba rugi ikut muncul pada laporan ini. (Warren, 2006).

(5)

4

Neraca merupakan sebuah laporan yang berisi daftar mengenai aset, kewajiban, dan modal pemilik pada tanggal tertentu. Pada umumnya tanggal pada neraca menggunakan hari pada akhir bulan atau akhir tahun. (Warren, 2006).

Laporan Arus Kas adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas. Laporan Arus Kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam Aset bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang.

Informasi Arus Kas juga berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flows) dari berbagai perusahaan (Endif, 2009). Dalam metode berbasis kas, pendapatan dilaporkan pada periode dimana kas didapatkan atau diterima.

Akuntansi bermanfaat untuk menghasilkan laporan yang berfungsi sebagai sumber informasi utama yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bagi pemangku kepentingan atau stake holder (Warren, 2006).

Struktur Pengambilan Keputusan

Menurut Marshall Romney dan Paul Steinbart (2006), pengambilan keputusan tiap organisasi berbeda-beda, perbedaannya dalam hal sejauh mana organisasi mereka terstruktur.

Terdapat 3 jenis struktur pengambilan keputusan

1. Pengambilan keputusan terstruktur adalah suatu kejadian/peristiwa yang sifatnya berulang, rutin, dan dipahami dengan baik sehingga bisa didelegasikan kepada karyawan tingkat rendah dalam organisasi.

2. Pengambilan keputusan semi terstruktur ditandai dengan peraturan pengambilan keputusan yang tidak lengkap dan kebutuhan akan penilaian-penilaian subyektif untuk melengkapi analisis data formal.

3. Pengambilan keputusan tidak terstruktur merupakan suatu kejadian/peristiwa yang sifatnya tidak berulang dan tidak rutin

(6)

5 Definisi Bisnis Keluarga

Menurut Lipman (2010) mendefinisikan bisnis keluarga sebagai sebuah bisnis yang dapat diatur atau dimanajemen oleh setiap anggota keluarga dan dimiliki oleh anggota keluarga itu juga. Sedangkan menurut Poza (2010) bisnis keluarga merupakan bisnis yang memiliki kontrol kepemilikan, partisipasi manajerial, dan nilai-nilai yang dianut oleh pemilik bisnis itu sendiri dan setiap anggota keluarga yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap bisnis tersebut. Sehingga dari pernyataan kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi dari bisnis keluarga adalah sebuah binis yang memiliki kontrol kepemilikan, partisipasi manajerial, dan nilai-nilai yang dianut oleh pemilik bisnis itu sendiri serta dapat diatur atau dimanajemen dan dimiliki oleh setiap anggota keluarga yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap bisnis tersebut.

Klasifikasi Bisnis Keluarga

Menurut Lipman (2010), bisnis keluarga dapat diklasifikasi sebagai berikut : 1. Dari aspek kepemilikan yaitu :

a. Controlling Owner

Kontrol dari pemilik atau pendiri perusahaan keluarga. Kepemilikan dikuasai oleh satu individu atau dua individu, Sebagai contoh suami dan isteri dengan hanya satu kepemilikan namun dimiliki oleh beberapa anggota keluarganya.

b. Sibling Partnership

Dua atau lebih saudara kandung memiliki kepemilikan dan kontrol yang efektif atas perusahaan. Klasifikasi kepemilikan atas bisnis keluarga ini disebut tipe bisnis oleh generasi kedua.

c. Cousin Consortium

Banyak sepupu dalam keluarga merupakan pemegang saham perusahaan.

Klasifikasi kepemilikan atas perusahaan keluarga ini disebut tipe bisnis oleh generasi ketiga dan selanjutnya

2. Bisnis keluarga tersebut diatur oleh anggota keluarga atau bisnis keluarga tersebut dimiliki oleh keluarga tetapi diatur oleh bukan anggota keluarga melainkan orang- orang yang ahli dalam bisnis atau disebut para profesional.

3. Bisnis keluarga juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran atau skala dan kedewasaan dan kematangan bisnis keluarga tersebut

(7)

6

4. Bisnis keluarga juga dapat diklasifikasikan berdasarkan perusahaan keluarga tersebut bersifat privately atau pribadi dan publicly atau umum

Tujuan Dalam Bisnis Keluarga

Menurut Carlock dan Ward (2010) ada empat set kunci mengenai tujuan yang penting bagi bisnis keluarga. Tujuan ini disajikan secara lintas budaya yang berbeda tetapi merupakan upaya keluarga untuk bekerja sama untuk menciptakan makna lebih dari keuntungan ekonomis yang merupakan dasar bagi sebagian besar hubungan bisnis

1. Ekonomi adalah tujuan bisnis keluarga dalam rangka penciptaan kekayaan dan juga mempertahankan kekayaan atau kelimpahan ekonomi tersebut untuk kemakmuran dan kesejahteraan keluarga yang merupakan proteksi keuangan atau kekayaan bagi keluarga.

2. Sosial adalah bisnis keluarga dalam simbol tanggung jawab keluarga dan reputasi bisnis keluarga yang menjadi penting bagi keluarga. Keluarga juga mungkin melihat diri mereka sebagai bagian dari bisnis keluarga yang memberikan kontribusi mewakili kepentingan komunitas bisnis yang lebih besar atau bahkan bagi negara mereka.

3. Psikologi adalah tujuan bisnis keluarga dalam rangka untuk pengembangan bakat individu tiap anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis keluarga dan untuk kesejahteraan emosional merupakan usaha keluarga dalam menggunakan kegiatan usahanya sebagai platform untuk mengembangkan keterampilan anggota keluarga untuk mengalami kesuksesan sebagai kaum professional di bisnis keluarga.

4. Spiritual adalah tujuan bisnis keluarga dalam rangka keluarga berusaha untuk menciptakan pribadi atau karakteristik pribadi yang lebih dalam atau menciptakan makna kolektif dalam hidup. Biasanya tujuan ini melalui komitmen keagamaan atau layanan kepada orang lain tanpa koneksi bisnis

Pendekatan Model Socioemotional Wealth

Gomez-Mejia dkk. (2007) mengembangkan model "Socioemotional Wealth" secara umum untuk menjelaskan tentang banyaknya temuan yang menggunakan model tersebut.

Model ini diciptakan sebagai perpanjangan umum teori agensi perilaku, yang dirumuskan tahun sebelumnya oleh Wiseman dan Gomez-Mejia (1998) dan Gomez-Mejia, Welbourne, dan Wiseman (2000) Teori perilaku agensi mengintegrasikan unsur teori prospek, teori perilaku dari bisnis, dan teori keagenan. Fundamental untuk teori ini adalah gagasan bahwa

(8)

7

perusahaan membuat pilihan tergantung pada titik acuan prinsip pada perusahaan yang dominan. Prinsip ini akan membuat keputusan sedemikian rupa sehingga mereka menyimpan akumulasi endowmen/kemampuan di dalam bisnis. Pada prinsip bisnis keluarga, penekanan dalam mempertahankan socioemotional wealth menjadi kritis. Oleh karena itu, pemilik dari bisnis keluarga ini memiliki kerangka masalah dalam hal menilai bagaimana tindakan akan mempengaruhi endowmen/kemampuan sosioemosional. Bila ada ancaman terhadap endowmen/kemampuan tersebut, keluarga tersebut bersedia membuat keputusan yang tidak didorong oleh logika ekonomi, dan kenyataannya keluarga tersebut bersedia untuk menempatkan bisnis tersebut pada risiko jika ini adalah apa yang diperlukan untuk mempertahankan kemampuan/endowmen tersebut.

Keuntungan Model Socioemotional Wealth

Meskipun socioemotional wealth merupakan model yang masih baru ditemukan dan perlu adanya penelitian selanjutnya untuk memperkuat model ini, model socioemotional wealth ini telah terbukti menjadi lensa analitis untuk menafsirkan berbagai fenomena bisnis keluarga. Ada beberapa alasan terkait model ini dapat diterapkan dalam bisnis keluarga.

Pertama, seperti yang telah disebutkan sebelumya, model socioemotional wealth berakar kuat dalam teori perilaku keagenan, dan karenanya memiliki basis konseptual yang kuat. Kedua, endowmen/kemampuan dari model ini dalam gagasan yang tidak menolak argumen utama dari perspektif agensi yang menunjukan bahwa anggota keluarga adakalanya dapat berperilaku oportunis.

Model socioemotional wealth juga membantu menjelaskan penyimpangan dari hasil yang konsistensi dengan prediksi teori agensi dengan membiarkan risiko diferensial preferensi untuk anggota keluarga. Misalnya, bertentangan dengan pandangan berbasis agensi yang konvensional (Anderson & Reeb, 2003b), Gomez-Mejia et al. (2010), menerapkan pendekatan socioemotional wealht, berpendapat bahwa bisnis keluarga bersedia untuk menimbulkan risiko bisnis signifikan jika perlu dengan melakukan diversifikasi lebih sedikit yang bertujuan untuk mempertahankan socioemotional wealth.

Inti utama dalam model socioemotional wealth adalah bahwa ketika ada keterlibatan yang cukup banyak dalam anggota keluarga untuk menjalankan bisnis tersebut, maka bisnis keluarga tersebut akan lebih cenderung menanggung biaya dan ketidakpastian yang terlibat dalam melakukan tindakan tertentu, yang didorong oleh keyakinan bahwa risiko yang harus dilakukan tindakan tersebut diimbangi dengan manfaat non-ekonomi daripada potensi dalam menghasilkan keuntungan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian terbaru yang mengusulkan

(9)

8

pandangan kedua (agensi dan stewardship) untuk memiliki aplikasi terhadap konteks bisnis keluarga namun dalam situasi yang berbeda, tergantung pada tingkat keterikatan aktor keluarga dalam keluarga dan dalam bisnis (Le Breton -Miller, Miller, & Lester, 2011).

Dimensi dari Model Socioemotional Wealth

Berdasarkan literatur bisnis keluarga dan disiplin ilmu sosial dasar yang mendukungnya, tahap selanjutnya adalah mengungkap dan menguraikan berbagai dimensi socioemotional wealth. Dimensi itu adalah

1. Pengendalian keluarga dan pengaruhnya

Dimensi pertama ini merujuk untuk pengendalian dan pengaruh anggota keluarga.

Salah satu karakteristik utama yang membedakan bisnis keluarga adalah anggota keluarga dapat memberikan kontrol atas keputusan strategis (Chua et al., 1999;

Schulze, Lubatkin, & Dino, 2003b). Oleh karena itu, bisnis keluarga lebih cenderung mempertahankan kontrol langsung dan tidak langsung pemilik dan mempengaruhi atas urusan bisnis tanpa memperhatikan keuangan (Gomez-Mejia et al., 2007).

2. Mengidentifikasi anggota keluarga dengan bisnis

Dimensi kedua membahas identifikasi kedekatan keluarga dengan perusahaan.

Banyak ilmuwan bisnis keluarga berpendapat bahwa intermeshing keluarga dan bisnis menimbulkan identitas unik di dalam perusahaan keluarga (misalnya, Berrone et al., 2010; Dyer & Whetten, 2006). Identitas pemilik perusahaan keluarga terkait erat dengan organisasi yang biasanya membawa nama keluarga. Hal ini menyebabkan perusahaan dilihat baik oleh pemangku kepentingan internal maupun eksternal sebagai berkepanjangan dari keluarga itu sendiri. Secara internal, ini mungkin memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap tidak hanya terhadap karyawan, misalnya, tetapi juga terhadap proses internal lainnya dan pada kualitas layanan dan produk yang mereka berikan (Carrigan & Buckley, 2008; Teal, Upton, & Pelaut, 2003). Secara eksternal, ini membuat anggota keluarga cukup peka terhadap citra eksternal yang mereka proyeksikan kepada pelanggan, pemasok, dan pemangku kepentingan eksternal lainnya (Micelotta & Raynard, 2011).

3. Mengikat ikatan social

Dimensi ketiga mengacu pada hubungan sosial perusahaan keluarga. Penelitian terbaru oleh Cruz, Justo, dan De Castro (2012) berpendapat bahwa socioemotional wealth menyediakan hubungan kekerabatan dengan beberapa manfaat kolektif yang

(10)

9

sama yang muncul dalam jaringan tertutup, termasuk sosial kolektif modal, kepercayaan relasional (Coleman, 1990), dan perasaan kedekatan dan solidaritas interpersonal (Uzzi, 1997). Obligasi timbal balik yang terlihat dalam bisnis keluarga adalah tidak secara eksklusif antara anggota keluarga tapi kemungkinan besar untuk diperluas ke sejumlah besar konstituen (Miller, Jangwoo, Sooduck, & LeBreton-Miller, 2009). Untuk Misalnya, perusahaan keluarga

sering kali memiliki vendor yang dihormati

dan pemasok, yang mungkin dipandang, atau mungkin sebenarnya jadilah, anggota keluarga (Uhlaner, 2006).

4. Keterikatan emosional

Dimensi keempat berkaitan dengan konten afektif socioemotional wealth dan mengacu pada peran emosi dalam konteks bisnis keluarga. Meskipun emosi adalah

"bagian integral dan tidak terpisahkan dari kerja organisasi sehari-hari" (Ashforth &

Humphrey, 1998, hal 98), dalam organisasi di mana hubungan keluarga mendominasi, ada sejarah dan pengetahuan yang lebih panjang tentang pengalaman bersama dan kejadian masa lalu yang menyatu dengan pengaruh dan membentuk aktivitas, kejadian, dan hubungan terkini. Memang, banyak ilmuwan melihat pembauran faktor emosional yang berasal dari keterlibatan keluarga dengan faktor bisnis sebagai atribut khas perusahaan keluarga (Eddleston & Kellermanns, 2007; Taguiri & Davis, 1996).

Dengan sifat mereka sendiri, keluarga dicirikan oleh berbagai emosi, beberapa di antaranya positif, seperti kehangatan, kelembutan, cinta, penghiburan, dan kebahagiaan, dan hal lain yang negatif, seperti kemarahan, ketakutan, kesepian, kegelisahan, kesedihan , kekecewaan, dan depresi (Epstein, Bishop, Ryan, Miller, &

Keitner, 1993). Emosi ini dihasilkan dari situasi sehari-hari dan tidak statis, karena mereka muncul dan berkembang melalui lebih banyak kejadian kritis di setiap sistem bisnis keluarga (suksesi, perceraian, penyakit, keluarga atau kerugian bisnis, kemerosotan ekonomi, dll; Dunn, 1999; Gersick, Davis, Hampton, & Lansberg , 1997; Shepherd, Wiklund, & Haynie, 2009).

5. Pembaruan ikatan keluarga ke dalam bisnis melalui suksesi generasi

Dimensi kelima dan terakhir socioemotional wealth mengacu pada tujuan menyerahkan bisnis ini kepada generasi mendatang. Memang, Zellweger dan Astrachan (2008), dan Zellweger, Kellermanns, dkk. (2011) menyarankan keberlanjutan transgenerasional ini sebagai salah satu aspek sentral socioemotional wealth. Arti generasi penerus ini memiliki implikasi penting bagi horison waktu

(11)

10

dalam proses pengambilan keputusan. Dari perspektif pemegang saham keluarga, perusahaan bukan hanya aset yang mudah dijual, karena perusahaan tersebut melambangkan warisan keluarga dan tradisi (Casson, 1999; Tagiuri & Davis, 1992).

Akibatnya, anggota keluarga memandang bisnis tersebut sebagai investasi keluarga jangka panjang untuk diwariskan kepada keturunan (Berrone et al., 2010). Bukti menunjukkan bahwa mempertahankan bisnis untuk generasi masa depan biasanya dilihat sebagai tujuan utama perusahaan keluarga (Kets de Vries, 1993; Zellweger, Kellermanns, dkk., 2011) dan bahwa banyak bisnis keluarga menunjukkan cakrawala perencanaan jangka panjang (Miller & Le Breton-Miller, 2006b; Miller, Le Breton- Miller, & Scholnick, 2008; Sirmon & Hitt, 2003).

Pendekatan Penelitian

Berdasarkan persoalan penelitian yang telah dirumuskan pada pendahuluan, penelitian ini merupakan studi kasus, yang artinya peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana praktek akuntansi dapat dikenal dan berkembang di bisnis keluarga khususnya di Paris Group. Narasumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wong Djay Tjoe sebagai pemilik bisnis keluarga pada generasi kedua, William Arifin sebagai anak pertama dari pemilik bisnis keluarga pada generasi kedua, Chandra Arifin sebagai anak kedua dari pemilik bisnis keluarga pada generasi kedua, dan Adisa Putra Arifin sebagai anak ketiga dari pemilik bisnis keluarga. Narasumber terpilih merupakan aktor kunci yang mengetahui praktek akuntansi dalam bisnis keluarga tersebut.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam kepada narasumber untuk menggali ide, persepsi, dan pendapat mengenai praktek akuntansi dalam menjalankan usahanya. Selain itu, juga dilakukan observasi, dengan mengikuti proses praktek akuntansi yang dilakukan dalam bisnis keluarga terutama di Paris Group ini.

Data yang akan diperoleh mengenai latar belakang dari bisnis keluarga tersebut, siapa yang memulai bisnis keluarga itu, siapa yang memicu bisnis keluarga tersebut untuk diperluas, bagaimana sistem akuntansi di masing-masing bidang bisnis keluarga tersebut, perubahan-perubahan apa saja yang dialami dari generasi pertama sampai generasi ketiga, bagaimana cara membuat suatu keputusan saat bisnis dengan menggunakan informasi keuangan dari sistem akuntansi yang digunakan.

(12)

11 Metode Analisis Data

Terdapat langkah-langkah dalam menganalisis data dari penelitian ini yaitu langkah pertama membuat daftar pertanyaan untuk dapat mewawancarai pemilik mengenai latar belakang usaha, sistem akuntansi, perubahan-perubahan dalam proses akuntansi, dan proses pengambilan keputusan di bisnis keluarga Paris Grup dengan merekam setiap wawancara yang diubah menjadi manuscript, kemudian langkah kedua memilih data yang akan digunakan dan yang tidak akan digunakan. Setelah itu, langkah ketiga adalah melakukan penyusunan kalimat secara logis dan sistematis sehingga mudah dipahami.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengelompokan praktek akuntansi pada generasi pertama, kedua, dan ketiga yang dimulai dari mengidentifikasi, bagaimana mencatatnya, bagaimana mempostingnya, bagaimana dibuat laporan keuangan, bagaimana dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan bisnis, hal tersebut digunakan supaya memudahkan dalam proses analisis data. Kemudian langkah terakhir merangkum data yang telah dididapat dari narasumber.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam penelitian ini, penggalian semua informasi berkaitan dengan praktek akuntansi di Paris Group yang dilakukan pada kurun waktu bulan Desember 2017. Pertanyaan kepada pemilik generasi kedua dan ketiga (sebagai narasumber) dengan pertanyaan yang terstruktur.

Pada bagian pertama tentang latar belakang dari masing-masing usaha tersebut, kemudian yang kedua berkaitan sistem akuntansi yang mereka lakukan pada tiap usaha itu, selanjutnya yang ketiga berkaitan dengan pengambilan keputusan dari pemilik dengan melihat laporan keuangan yang telah dibuat.

Latar Belakang Usaha

Paris Group didirikan oleh Oh Hwe Tjin pada tahun 1974, semula bergerak dibidang roti & snack sebagai generasi yang pertama. Kemudian bisnis tersebut diteruskan kepada anaknya sebagai generasi yang kedua yaitu Wong Djay Tjoe yang semula meneruskan usaha dibidang roti & snack, namun seiring dengan berjalannya waktu usaha yang dimiliki generasi pertama mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga memutuskan untuk memberikan modal awal kepada anaknya dengan mencoba bisnis baru dan memutuskan untuk usaha dibidang listrik dan elektronik pada tahun 1982.

(13)

12

Hal ini tidak berbeda jauh dengan generasi selanjutnya yaitu ketiga anak dari Wong Djay Tjoe, yang pada awalnya meneruskan usaha dari neneknya sebagai generasi pertama dan ibunya sebagai generasi kedua. Anak yang pertama, William Arifin semula meneruskan dari usaha neneknya yaitu dibidang roti & snack, namun sekarang mencoba bisnis yang baru dibidang sparepart elektronik dan peralatan listrik rumah tangga pada tahun. Anak yang kedua, Chandra Arifin semula meneruskan usaha ibunya yaitu dibidang listrik dan elektronik, namun sekarang mencoba bisnis yang baru dibidang peralatan sound system pada tahun 2009.

Anak yang ketiga, Adisaputra Arifin semula juga meneruskan usaha dari ibunya yaitu dibidang listrik dan elektronik, namun sekarang mencoba bisnis yang baru dibidang lampu hias dan lampu panggung pada tahun 2015.

Paris Group sendiri dapat dikatakan sebagai bisnis keluarga karena generasi pertama masih menjadi bagian pemilik dari generasi kedua dan ketiga. Ketiga generasi tersebut memiliki kesamaan dalam sejarah mendirikan masing-masing usaha dengan dilatar belakangi oleh masih sedikitnya jenis produk yang dijual atau dipasarkan pada kota Salatiga namun dengan bidang usaha yang lain serta ingin mencoba usaha sendiri yang baru. Secara ringkas akan dijelaskan dengan gambar tabel berikut ini

Tabel 1.

Bisnis Keluarga di Paris Group

Nama Pemilik Tahun Berdiri Jenis Usaha Generasi

Oh Hwe Tjin 1974 Roti & Snack Pertama

Wong Djay Tjoe 1982 Listrik dan Elektronik Kedua

William Arifin 2016 Sparepart Elektronik & Peralatan Listrik Rumah Tangga

Ketiga

Chandra Arifin 2009 Peralatan Sound System Ketiga

Adisaputra Arifin 2015 Peralatan lampu Ketiga

Sumber : Hasil wawancara

Dalam perkembangan usahanya, pemilik generasi kedua mencoba untuk meneruskan dan menambahkan usaha dari generasi kedua ke generasi ketiga. Hal ini didasarkan pada pernyataan ibu Wong Djay Tjoe yang diungkapkan sebagai berikut :

“Ada 3 anggota keluarga yaitu anak sendiri yang mengembangkan usaha ini serta produk yang mereka jual mirip cuman dikembangkan, misalnya saya jual alat listrik kaya bohlam, lampu, TL, tetapi anak jual lampu hias, terus kalau saya jual misalnya untuk elektronik

(14)

13

sparepart, speaker-speaker, namun anak jual audio mobil, untuk sound system. Dulu mungkin anak melihat perkembangannya toko bagus dan masih bisa dikembangkan jenis-jenis yang tidak sama tapi mirip atau merk lain dengan kualitas lain, misalnya kalau yang punya saya kualitas sedang atau kecukupan, anak-anak yang diatasnya lagi yang kualitasnya lebih bagus lagi, sama-sama speaker tapi beda kualitas, sama-sama bohlam tapi beda merk”

Awal mula membuka usaha juga diungkapkan oleh masing-masing pemilik usaha dari generasi kedua dan generasi ketiga. Hal ini telah disampaikan oleh pemilik generasi kedua ibu Wong Djay Tjoe sebagai berikut :

“Bisnis yang saya jalankan adalah peralatan listrik dan sudah berjalan selama 35 tahun.

Dulu masih menjalankan usaha dari orang tua saya yaitu roti dan snack, tapi saya suami saya ingin mencoba bisnis yang baru yang masih sedikit orang yang berjualan peralatan listrik dan dari saudara sendiri belom ada yang merintis usaha tersebut”

Sedikit berbeda yang telah disampaikan mengenai awal membuka usaha oleh pemilik generasi ketiga yaitu anak pertamanya, William Arifin yang mengungkapkan sebagai berikut:

“Usaha yang saya jalankan ini sparepart elektronik dan peralatan listrik rumah tangga.

Sebelumnya saya meneruskan usaha dari nenek saya yaitu roti dan snack, alasan saya meneruskan usahanya karena bisnis yang dijalankan oleh nenek saya udah cukup lama dan sayang apabila bisnis tersebut diberhentikan, sehingga saya yang dipercayakan untuk mengelola bisnisnya. Terus saya memiliki ide untuk membuka usaha yang baru dengan mengembangkan produk yang lain pada tahun 2016. Hingga saat ini saya masih mengelola dua tempat usaha”

Lain halnya yang disampaikan dengan kakaknya, pemilik generasi ketiga yaitu anak keduanya, Chandra Arifin mengungkapkan mengenai awal mula membuka usahanya sebagai berikut :

“Bisnis yang saya jalankan ini perlengkapan sound system baik untuk mobil, ruangan indoor, karaoke, dan acara outdoor. Dulu saya melihat perkembangan toko milik mama saya bagus terus saya tertarik untuk mulai berusaha sendiri, pada waktu itu modal masi dipinjamkan sama mamaku. Lalu saya mencoba mengembangkan usaha dari mamaku dengan coba-coba belajar peralatan sound system, hingga akhirnya saya berjualan perlengkapan sound system sampai sekarang dari tahun 2009.”

(15)

14

Tidak berbeda jauh dengan kakaknya yang kedua, pemilik generasi ketiga yaitu anak ketiganya, Adisa Putra Arifin yang menyampaikan awal mula membuka usahanya sebagai berikut :

“Bisnis yang saya jalankan ini perlengkapan lampu seperti lampu hias taman dan lampu panggung. Awalnya saya melihat barang dagangan punya mama saya kurang lengkap dan bisa dikembangkan lagi, Lalu saya mencoba mengembangkan usaha dengan diberikan modal oleh mama saya, sehingga saya mempunyai ide untuk membuka usaha yang belom ada dimiliki oleh saudara saya yaitu dibidang peralatan lampu pada tahun 2015”

Dari pernyataan yang telah diungkapkan oleh ketiga generasi tersebut, sehingga dapat diringkas dalam bentuk tabel sebagai berikut

Tabel 2.

Peralihan Generasi di Paris Group

Generasi Alasan Buka Usaha Bentuk Bisnis

1 Masih sedikit orang yang memiliki usaha

roti Roti & Snack

2

Mengendalikan bisnis orang tua yang sudah berkembang

Roti & Toko elektronik Mencoba bisnis baru yang sedikit dimiliki

orang lain

3 (Anak Pertama)

Meneruskan usaha dari nenek supaya lebih

berkembang Roti, sparepart elektronik &

peralatan rumah tangga Diberikan modal tambahan oleh nenek

untuk membuka usaha lain

3 (Anak Kedua)

Mengendalikan bisnis orang tua yang

mulai berkembang Toko elektronik & peralatan

sound system Diberikan modal tambahan oleh orang tua

untuk membuka usaha yang lain

3 (Anak Ketiga)

Mengendalikan bisnis orang tua supaya lebih berkembang

Toko elektronik & peralatan lampu

Mencoba bisnis baru yang sedikit dimiliki orang lain

Diberikan modal tambahan oleh orang tua untuk membuka usaha yang lain

Sumber : Hasil wawancara

Dari tabel tersebut menunjukan bahwa bisnis keluarga di paris group berkaitan dengan dimensi-dimensi dari model socioemotional wealth yaitu dimensi yang pertama

(16)

15

mengenai pengendalian keluarga dimana dilakukan oleh generasi pertama masih punya kendali hingga generasi ketiga yakni anak pertama dari generasi kedua, kemudian generasi kedua juga punya kendali pada anak nya yang kedua dan ketiga. Dimensi yang kedua tentang mengidentifikasi setiap anggota keluarga dengan bisnis yang dijalankan oleh generasi pertama dan kedua di Paris Group.

Dimensi yang ketiga dalam hal mengikat ikatan sosial dimana ketika ada salah satu anggota keluarga yang mengalami butuh dana yang lebih, maka anggota keluarga yang lain turut membantu meskipun dana yang diberikan tersebut merupakan dana untuk pengelolaan bisnis. Dimensi keempat adalah keterikatan emosional ditekankan dalam menjalankan sebuah bisnis keluarga dimana sejarah saat pertama kali bisnis tersebut dijalankan, ada suka maupun duka tersendiri serta keterlibatan tiap anggota keluarganya. Keterikatan emosional mengacu pada peran emosional dalam konteks bisnis keluarga yang tidak dapat dipisahkan untuk dapat menghadapi suatu keadaan yang sifatnya mendesak.

Dimensi yang terakhir adalah mengacu pada tujuan menyerahkan sebuah bisnis keluarga di Paris Group kepada generasi mendatang, karena sebuah bisnis bukanlah aset yang mudah untuk dijual melainkan bisnis tersebut adalah warisan dan tradisi turun temurun dari keluarga tersebut. Akibatnya, anggota keluarga memandang bisnis tersebut sebagai investasi keluarga jangka panjang untuk diwariskan kepada keturunan. Terbukti pada bisnis keluarga Paris group ini dimana generasi pertama masih memberikan modal hingga ke generasi ketiga untuk mengelola bisnis yang baru. Pada awal pemberian modal kepada generasi kedua dan ketiga yaitu William Arifin dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tersebut pada saat itu kurang baik sehingga generasi pertama memutuskan atau memberi kepercayaannya dengan memberikan modal tambahan. Namun untuk generasi ketiga anak yang kedua dan ketiga diberikan modal tambahan dari generasi kedua atau dari orang tuanya.

Pencatatan Akuntansi Masing-Masing Usaha

Pencatatan akuntansi merupakan salah satu hal yang terpenting dalam menjalankan usaha tersebut. Pencatatan akuntansi di Paris Group masih dilakukan sendiri oleh pemilik dari masing-masing generasi. Namun pada generasi ketiga yaitu William Arifin mendapatkan kepercayaan dari generasi pertama untuk melakukan pencatatan pada bisnisnya, sehingga William Arifin melakukan pencatatan di dua tempat yaitu pada bisnis milik generasi pertama dan bisnis miliknya sendiri.

(17)

16

Setiap pencatatan akuntansi yang digunakan oleh setiap pemilik usaha dari generasi ke generasi pasti berbeda. Tidak berbeda dengan pencatatan akuntansi dari bisnis keluarga di Paris Group pada generasi pertama sampai ke generasi ketiga juga mengalami perbedaan.

Perbedaan pencatatan akuntansi dari masing-masing pemilik usaha dari generasi pertama sampai generasi ketiga dapat diuraikan sebagai berikut

Tabel 3.

Prosedur Pencatatan Tiap Generasi

Menggunakan

Akuntansi/Tidak

Pencatatan/Pembukuan Prosedur Pencatatan Generasi

Pertama

Tidak menggunakan akuntansi, hanya ada pembukuan

Hanya mencatat kas masuk dan kas keluar untuk membeli atau menjual barang dagangan

Secara manual

Generasi Kedua

Menggunakan akuntansi tapi masih yang sederhana

Sudah mencatat hutang, piutang, dan keuntungan yang diperoleh

Secara manual

Generasi Ketiga

Menggunakan akuntansi tapi masih yang sederhana

Mencatat dengan lebih komplek yaitu :

Secara manual dan

komputerisasi 1. Hutang dan piutang

lebih kompleks dengan menghitung tanggal jatuh tempo serta diskon 2. Pembelian, penjualan,

retur pembelian, retur penjualan

3. Persediaan yang dicatat secara komputerisasi Sumber : Hasil Wawancara

Tabel diatas merupakan hasil wawancara dari tiap-tiap generasi. Selain itu, manfaat yang dirasakan dalam pembukuan tiap generasi berbeda-beda, seperti yang disampaikan oleh generasi kedua, ibu Wong Djay Tjoe sebagai berikut

“Nota masuk dicatat terus nanti kalau misalnya bayar, bayar tanggal sekian untuk nota tanggal sekian juga dicatat, kas pengeluaran dan pemasukan juga dicatat. Manfaatnya jadi tau hutangku masih berapa, biasanya keuntungan toko juga tidak begitu banyak biar dapat tambahan itu misalnya yang bisa ditabung kan kayak utang sebulan sebelum jatuh tempo kira-kira jatuh tempo tanggal sekian ada lebih misalnya ditabung dideposito apa gitu supaya bisa tau gitu berapa yang bisa ditabung, berapa lagi yang bisa untuk ambil barang.”

Senada dengan ibu Wong Djay Tjoe tersebut juga diungkapkan oleh anak pertama, yaitu William Arifin adalah

(18)

17

“Kalau aku kan menjalankan dua usaha, jadi aku pisahin sendiri-sendiri antara toko milik nenek dengan milik sendiri. Kalau di tempat nenek, saya masih meneruskan cara mencatat dari nenek, cuman saya menambahkan akun persediaan, misal untuk snack A sisa berapa, lalu akun gaji pegawai bulanan berapa, dan di tempat nenek saya masih menggunakan cara yang manual karena stok barang di tempat nenek item nya tidak terlalu banyak namun di tempat saya sendiri sudah menggunakan komputerisasi karena stock barang yang terlalu banyak untuk dihafalkan.”

Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh pemilik generasi ketiga, anak kedua yaitu Chandra Arifin yang menyatakan sebagai berikut

“Cara mencatatnya ya saat ada hutang dicatat terus saat ada pembayaran hutang juga dicatat, selain itu juga menginput persediaan saat barang datang dan saat barang terjual.

Kalo saya mencatatnya secara manual dan komputerisasi. Manfaatnya ya untuk melihat utange berapa, yang udah dibayar mana aja, tau stok yang habis apa saja, terus data penjualan tiap harinya makin meningkat atau menurun atau bisa jadi sama dengan hari kemarin, dapat mengetahui kualitas barang yang dibeli dari supplier bagaimana dengan melihat retur barang yang sering rusak atau tidak”

Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh pemilik generasi ketiga, anak ketiga yaitu Adisa Putra Arifin yang mengungkapkan sebagai berikut

“Kalo ditempatku dicatat saat ada hutang terus saat bayar hutang juga dicatat, stock barang habis juga dicatat, Manfaatnya supaya tau hutang saya berapa, jatuh temponya kapan, ada retur barang juga saya catat. Saya mencatatnya masih manual karena stock barang saya tidak terlalu banyak dan sebagian masih bisa diingat barangnya.”

Dengan melihat hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa pencatatan akuntansi yang digunakan tiap generasi beda-beda sesuai dengan kebutuhan yang dipakai oleh pemilik.

Kebutuhan dari generasi pertama dengan generasi kedua dan ketiga berbeda. Generasi pertama memiliki kebutuhan bahwa berapa keuntungan yang akan didapat, generasi kedua memiliki kebutuhan bahwa berapa keuntungan yang didapat, berapa hutang yang dimiliki, menghitung gaji pegawai. Generasi ketiga mencakup semua generasi pertama dan kedua namun ditambah dengan jumlah persediaan yang telah diatur dengan baik serta kualitas barang yang dijualnya.

Proses Pengambilan Keputusan

(19)

18

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pemilik dari masing-masing usaha memiliki 3 sifat dalam pengambilan keputusan yaitu terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur. Terstruktur merupakan keputusan yang sifatnya rutin, keputusan dimana para pemilik generasi pertama hingga ketiga untuk membeli barang dagangan, menentukan kualitas barang yang dilakukan oleh pemilik generasi ketiga. Sedangkan semi terstruktur merupakan keputusan untuk menentukan kesepakatan harga antara supplier dan pembeli.

Kemudian keputusan yang sifatnya tidak terstruktur adalah keputusan yang sifatnya tidak rutin, seperti yang dilakukan oleh pemilik generasi pertama hingga ketiga dalam membuka usaha yang benar-benar baru serta produk yang dijual mereka berbeda.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam model socioemotional wealth, bisnis keluarga paris group tetap mempertimbangkan lebih pada asset keluarga yang menjadi prioritas utama, sehingga tidak dapat melepaskan apa yang sudah berdiri untuk diberhentikan namun tiap anggota keluarga dapat membuka bisnis yang baru dengan mempertahankan bisnis yang sudah ada. Hal tersebut dapat dilihat dari prinsip pencatatan akuntansi yang digunakan dari generasi pertama sampai generasi ketiga, persamaannya sampai ke generasi ketiga adalah membedakan pencatatan hutang dan piutang antara keluarga dengan orang lain, hal ini terlihat jelas bahwa model socioemotional wealth diterapkan, kemudian perbedaannya terletak pada sistem pencatatan pada generasi ketiga sudah menggunakan komputerisasi untuk mencatat persediaan yang lebih mendetail.

Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu subyek yang diteliti terlalu sedikit dan masih dalam kategori lingkup kecil di kota Salatiga

Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengatasi keterbatasan dalam penelitian ini yang hanya disatu tempat, akan lebih baik dilakukan dengan tempat yang lain sehingga dapat menjadi perbandingan, karena bisa jadi prakteknya berbeda-beda

(20)

19 DAFTAR PUSTAKA

A.B. Susanto & Yohana Susanto. http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/family- business/budaya-perusahaan-keluarga. 2014.

A.M. Lilik Agung. CEO Wisdom 2. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2012.

Anderson, R. C., & Reeb, D. V. "Founding family ownership and firm performance: Evidence from the S&P 500." Journal of Finance, 58,, 2003b: 1308-1328.

Ashforth, B., & Humphrey, R. "Emotion in the workplace: a reapprasial." Human Relations, 48(2),, 1995: 97-125.

Berone, P., Cruz, C., Gomez-Mejia, L., & Larraza-Kintana, M. "Socioemotional wealth and corporate responses to institutional pressure: Do family-controlled firms pollute less?" Administrative Science Quarterly, 55, 2010: 82-113.

Carlock, Randel S., & Ward, John L. "When family businesses are best the parallel planning process for family harmony and business success. Great Britain: MPG Group, Bodmin and Kings Lynn." 2010.

Carrigan, M., & Buckley, J. ""What's so special about family business?" An exploratory study of UK and Irish consumer experiences of family business." International Journal of Consumer Studies, 32, 2008: 656-666.

Cason, M. "The economics of family firm." Scandinavian Economic History Review, 47(1), 1999: 10- 23.

Chua, J. H., Chrisman, J.J., & Sharma, P. "Defining the family business by behaviour."

Enterprenerurship Theory and Practice, 23(4), 1999: 19-39.

Coleman, J. S. . "Social capital in the creation of human capital." American Journal of Sociology, 94,, 1988: S95-S120.

Collis dan Jarvis, 2002, 1981 Leichti, 2001 McMahon, and 1991 McMahon dan Holmes. ""Financial information and the management of small private companies", "How accounting affect the strategies of a new business", "Business growth and performance and the financial reporting

practices of Australian manufacturing SMEs"." Journal of Small Business and Enterprise Development and Journal of small Business Management, 2002, 1981, 2001, 1991.

Cruz, C., Justo, R., & De Castro, J. "Does family employment enhance MSEs performance? Integrating socioemotional wealth and family embeddedness perspective." Journal of Business Venturing, 27,, 2012: 62-76.

Dunn, B. "The family factor: The impact of family relationship dynamics on business-owning families during transitions." Family Business Review, 12, , 1999: 41-60.

Dyer, W. G., & Whetten, D.A. "Family firms and social responsbility: Preliminary evidence from the S&P500." Enterpreneurship Theory and Practice, 30,, 2006: 785-802.

(21)

20

Eddleston, K. A., & Kellermanns, F. W. "Destructive and productive family relationships: A stewardship theory perspective." Journal of Business Venturing, 22, , 2007: 545-565.

Epstein, N. B., Bishop, D., Ryan, C., Miller, I., & Keitner, G. "The McMaster model view of healthty family functioning. In F. Walsh (Ed.),." Normal family processes, 1993: 138-160.

Gersick, K., Davis, J., Hampton, M., & Lansberg, I. Generation to generation: Life cycles of the family business, 1997.

Gomez-Mejia, dkk. "Socioemotional wealth and business risks in family-controlled firms: Evidence from Spanish olive oil mills." Administrative Science Quarterly, 52, 2007: 106-137.

Gomez-Mejia, L. R., Makri, M., & Larraza Kintana, M. "Diversification decisions in family-controlled firms." Journal of Management Studies, 47,, 2010: 223-252.

Gomez-Mejia, L. R., Welbourne, T. M., & Wiseman, R. M. "The role of taking and risk sharing under gain-sharing." Academy of Management Review, 25(3), 2000: 492-507.

Kets de Vries, M. F. R. "The dynamics of family controlled firms: The good an the bad news."

Organizational Dynamics, 1993: 59-71.

Kompasiana. Pailit Jamu Nyonya Meneer. Agustus 8, 2017.

Le Breton-Miller, I., Miller, D., & Lester, R. H. S. "Stewardship or agency: A social embeddedness reconciliation of conduct and performance in public family businesses." Organization Science, 22, 2011: 704-721.

Lipman, Frederick D. "The family business guide. United States of America: Palgrave Macmillan."

2010.

Madeline, dan Ronny . "Analisis Proses Perencanaan Suksesi Pada Perusahaan Yang Bergerak Di Bidang Transportasi." AGORA, 2015: 1.

Marshall Romney & Paul Steinbart. Accounting Information Systems. United State of America:

Pearson Prentice Hall, 2006.

Micelotta, E., & Raynard, M. "Concealing or revealing the family? Corporate brand identify strategies in family firm." Family Business Review, 24, 2011: 197-216.

Miller, D., Jangwoo, L., Sooduck, C., & Le Breton-Miller, I. "Filling the institutional void: The social behaviour and performance of family vs non family technology firms in emerging markets ." Journal of international Business Studies, 40,, 2009: 802-817.

Miller, D., Le Breton-Miller, I. "Priorities, practices and strategies in succesful and failing family businesses: An elaboration and test of the configuration perspective." Strategic Organization, 4, , 2006b: 379-407.

Miller, D., Le Breton-Miller, I., & Scholnick, B. "Stewardship vs stagnation: An empirical comparison of small family and non-family businesses." Journal of Management Studies, 45,, 2008: 51-78.

(22)

21

Poza, Ernesto J. "Family business 2nd edition. United States of America: Thomson South-Western."

2007.

Reid, Falconer and. "Problems, Challenges and opportunities: the small business on a single decision- maker." Management Accounting Research, 2002: Vol. 11 No. 4, pp. 385-390.

Roy Sembel, dkk. "Smart Saving and Borrowing for Ordinary Family." Jakarta: Elex media Komputindo, 2003.

Schulze, W. S., Lubatkin, M. H., & Dino, R. N. "Toward a theory agency and altruism in family firms."

Journal of Business Venturing, 18,, 2003b: 450-473.

Shepherd, D. A., Wiklund, J., & Haynie, J. M. "Moving forward: Balancing the financial and emotional cost of business failure." Journal of Business Venturing, 24, , 2009: 134-148.

Sirmon, D. G., & Hitt, M. "Managing resources: Linking unique resources, management, and wealth creation in family firm." Entrepreneurship Theory and Practice, 27,, 2003: 339-358.

Tagiuri, R., Davis, J. "On the goal of successful family businesses." Family Business Review, 5,, 1992:

43-62.

Taguiri, R., Davis, J. A. "Bivalent attributes of the family firm." Family Business Review, 9,, 1996: 199- 208.

Teal, E. J., Upton, N., & Seaman, S.E. "Comparative analysis of strategic marketing practices of high- growth U.S. family and non-family firms." Journal of Developmental Entrepreneurship, 8,, 2003: 177- 195.

Uhlaner, L.M. "Business family as a team: Underlying force for sustained competitive advantage. In P. Z. Poutziouris, K. X. Smyrnios, & S. B. Klein (Eds.),." Handbook of Research on Family Business, 2006: 125-144.

Uzzi, B. "Social structure and competition in interfirm networks: The paradox of embeddedness."

Administrative Science Quarterly, 42, 1997: 35-67.

Wiseman, R.M & Gomez-Mejia, L.R. "A behavioral agency model of managerial risk taking ."

Academy of Management Review, 22, 1998: 133-153.

Zellweger, T. M., & Astrachan, J. H. . "On the emotional value of owning a firm." Family Business Review, 4,, 2008: 347-363.

Zellweger, T. M., Kellermanns, F. W, Chrisman, J., & Chua, J. "Family control and family firm valuation by family CEOs: The importance of intentions for transgenerational control." Organizational Science, 1,, 2011: 1-36.

(23)

22

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fendy Wibisono

Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 2 Juni 1996

Agama : Katholik

Alamat : Donoharjo Rt 3 Rw 2 Wuryorejo, Wonogiri

Email : Fendy96wibisono@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 2002 – 2008 : SD Kanisius Wonogiri 2. 2008 – 2011 : SMP Kanisius Wonogiri

3. 2011 – 2014 : SMA Kristen Satya Wacana Salatiga 4. 2014 – 2018 : Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

PENGALAMAN PANITIA/KERJA

1. Tahun 2016 : Panitia Compay Visits “ACSOVESTA” (2016) 2. Tahun 2017 : Panitia Sociopreneur UKSW 2017

3. Tahun 2017 : Panitia Economic Fair 2017

(24)

23 LAMPIRAN

Gambar 1. Nota Penjualan, Pemilik Ibu Wong Djay Tjoe

Gambar 2. Nota Pembelian, Pemilik Ibu Wong Djay Tjoe

(25)

24

Gambar 3. Pencatatan di Buku Sendiri, Pemilik Wong Djay Tjoe

Gambar 4. Nota Penjualan, Pemilik William Arifin

(26)

25

Gambar 5. Nota Pembelian, Pemilik William Arifin

Gambar 6. Pencatatan di Buku Sendiri, Pemilik William Arifin

(27)

26

Gambar 7. Nota Penjualan, Pemilik Chandra Arifin

Gambar 8. Nota Pembelian, Pemilik Chandra Arifin

(28)

27

Gambar 9. Pencatatan Hutang, Pemilik Chandra Arifin

Gambar 10. Pencatatan Secara Komputerisasi, Pemilik Chandra Arifin

(29)

28

Gambar 11. Pencatatan Ketika Barang Masuk, Pemilik Chandra Arifin

Gambar 12. Pencatatan Ketika Barang Keluar, Pemilik Chandra Arifin

(30)

29

Gambar 13. Nota Penjualan, Pemilik Adisa Putra Arifin

Gambar 14. Nota Pembelian, Pemilik Adisa Putra Arifin

(31)

30

Gambar 15. Pencatatan di Buku Sendiri, Pemilik Adisa Putra Arifin

Gambar

Gambar 1. Nota Penjualan, Pemilik Ibu Wong Djay Tjoe
Gambar 3. Pencatatan di Buku Sendiri, Pemilik Wong Djay Tjoe
Gambar 5. Nota Pembelian, Pemilik William Arifin
Gambar 7. Nota Penjualan, Pemilik Chandra Arifin
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil wawancara dengan manajer koperasi Tirta Dharma Khatulistiwa PDAM Kota Pontianak pada hari/tanggal : Rabu, 10 Mei 2017, Waktu : 09.25 WIB, Tempat :

Dari uji analisis One Sample T-Test T Hitung > T Tabel dan dari uji analisis One-Way Anova F Hitung > F Tabel yang menunjukan bahwa ada pengaruh variasi penggunaan PEG 400 dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi tentang respon efektif responden dengan niat WPS yang menderita IMS berperilaku seks aman dalam

 Bagian analisis data Curah Hujan, Hotspot dan Visibility diisi oleh personil Balai Besar TMC dari Sub Bidang Hidrometeorologi.  Bagian analisis data Curah

Oleh yang demikian, bait-bait puisi Imri’ al-Qays yang berkisar tentang malam dianalisis untuk kajian ini bagi melihat ungkapan yang digunakan dalam menyampaikan maksud penyair

Kesimpulan yang dapat diambil adalah kepemimpinan profetik merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,

[r]