• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Profil Definisi Profil Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa profil merupakan sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Profil Definisi Profil Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa profil merupakan sebuah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Profil

2.1.1 Definisi Profil

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa profil merupakan sebuah gambaran atau pandangan terhadap sesuatu sehingga dapat menunjukkan fakta-fakta terkait sesuatu tersebut, bisa berupa hal-hal yang khusus (E. Setiawan, 2021). Selanjutnya Victoria Neufeld menyatakan bahwa profil adalah penjelasan suatu kondisi seseorang atau sesuatu berupa grafik, diagram ataupun tulisan. Sementara pendapat dari Sri Mulyani mengenai definisi profil adalah pandangan terhadap seseorang atau sekelompok yang berusia sama dan mengacu pada garis besar atau biografi seseorang/sekleompok tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut dalam penelitian ini profil dapat diartikan sebagai sebuah gambaran terkait fakta dalam sebuah kajian tertentu (Wulandari, 2016)

2.2 Tinjauan Dislipidemia 2.2.1 Definisi Dislipidemia

Dislipidemia merupakan keadaan dimana tubuh mengalami kelainan metabolisme lemak sehingga menyebabkan kadar lemak di dalam darah menjadi meningkat, terutama kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida (TG) (Makbul A.M et al., 2019). Berdasarkan suatu penelitian disebutkan bahwa dislipidemia dapat memicu timbulnya penyakit jantung koroner, dimana apabila kandungan lemak dalam darah semakin meningkat maka resiko terkena penyakit jantung koroner juga akan semakin meningkat (Larasanty, 2015). Selain itu, dislipidemia juga dapat memicu terjadinya penyakit stroke. Faktor-faktor resiko dislipidemia dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu resiko tradisional dan resiko nontradisional. Resiko tradisional terdiri dari berbagai macam penyakit yakni hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, inaktivitas fisik, dan sebagainya. Sementara resiko nontradisional terdiri dari hiperhormosistein, inflamasi, stress oksidatif maupun gangguan koagulasi (Kihara, 2017).

2.2.2 Klasifikasi Dislipidemia

Pengklasifikasian dislipidemia didasari oleh adanya dua faktor yaitu faktor primer atau genetik dan faktor yang bersifat sekunder (Larasanty, 2015)

(2)

2.2.2.1 Dislipidemia Primer

Dislipidemia primer dapat muncul akibat adanya penyakit atau kelainan genetik sehingga memicu kandungan lemak di dalam darah menjadi meningkat.

Pada kondisi pasien yang mengalami hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi familial termasuk dalam kategori dislipidemia primer sedang. Dislipidemia primer dikatakan berat akibat dislipidemia remnant dan hipertrigliseridemia primer (Makbul A.M et al., 2019)

2.2.2.2 Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia sekunder dapat muncul akibat adanya pengaruh dari pengkonsumsian obat tertentu sehingga memicu kandungan lemak di dalam darah menjadi meningkat. Dislipidemia sekunder dapat juga terjadi karena pengaruh dari penyakit lain yang sedang diderita sebelumnya, misalnya sindroma nefrotik, sindroma metabolik, hipotiroidisme atau diabetes mellitus (Jellinger et al., 2017).

Asupan lemak yang tinggi juga merupakan penyebab dislipidemia sekunder. Lemak pada makanan sangat berpengaruh dengan terjadinya dislipidemia karena komponen kolesterol dan asam lemak yang terkandung didalamnya dapat berhubungan dengan kandungan lemak dalam darah (Dainy et al., 2016). Penyebab dislipidemia sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan pada tabel berikut:

(Jellinger et al., 2017)

Tabel 2. 1 Klasifikasi Penyebab Dislipidemia Sekunder

Kelainan Lipid Kondisi Penyakit

Kadar K-Total dan LDL (tinggi)

 Hipotiroid

 Sindroma nefrotik

 Disgammaglobulinemia (Lupus, multiple myeloma)

 Progestin atau terapi steroid anabolik

 Penyakit kolestatik hati (Primary biliary cirrchosis)

 Terapi inhibitor protease (untuk infeksi HIV)

(3)

Lanjutan dari halaman 8

Kelainan Lipid Kondisi Penyakit

Kadar TG dan VLDL (tinggi)

 Gagal ginjal kronik

 DM tipe 2

 Obesitas

 Konsumsi alkohol tinggi

 Hipotiroid

 Obat anti hipertensi (thiazide dan beta-blocker)

 Terapi kortikosteroid

 Kontrasepsi oral, estrogen atau kondisi hamil

 Terapi inhibitor protease (untuk infeksi HIV)

Klasifikasi Dislipidemia menurut European Atherosclerosis Society (EAS) (Catapano et al., 2016) :

Tabel 2. 2 Klasifikasi Dislipidemia Menurut EAS

Klasifikasi Peningkatan

Lipoprotein Lipid Plasma Hiperkolesterolemia LDL Kolesterol > 240 mg/dl Dislipidemia campuran

(kombinasi)

VLDL + LDL Trigliserida > 200 mg/dl + kolesterol >

240 mg/dl Hipertrigliseridemia VLDL Trigliserida >200mg/dl 2.2.3 Epidemiologi Dislipidemia

Epidemiologi penyakit umum pada periode terakhir ini telah mengalami perubahan secara drastis. Banyak negara di Asia Pasifik telah berevolusi dari status dimana penyakit menular sebagai penyebab utama kematian berubah menjadi dimana penyakit tidak menular yang diprioritaskan. Dislipidemia merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan stroke.

Menurut WHO prevalensi dislipidemia sebesar 37% pada populasi laki-laki dan 40% pada populasi wanita dan dianggap paling banyak yakni 2,6 juta kematian serta menyebabkan 29,7 juta jiwa lainnya akan mengalami ketidakberdayaan setiap

(4)

tahun. Data dari American Heart Association tahun 2014 memperlihatkan prevalensi dari berat badan berlebih atau obesitas pada populasi di Amerika adalah 154.7 juta orang yang berarti 68.2 % dari populasi di Amerika Serikat yang berusia lebih dari 20 tahun. Populasi dengan kadar kolesterol ≥ 240 mg/dl diperkirakan 31.9 juta orang (13.8 %) dari populasi. (Lin et al., 2018)

Data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal (berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl) dimana perempuan lebih banyak dari laki- laki dan perkotaan lebih banyak dari di pedesaan (Saragih, 2020). Prevalensi kadar kolesterol tinggi di Jawa Timur mencapai 36,1% (dengan kadar kolesterol ≥ 190 mg/dl) (Kemenkes, 2017a)

2.2.4 Etiologi Dislipidemia

Etiologi dislipidemia disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup.

Tingginya lemak jahat dalam darah (total kolesterol, LDL, Trigliserida) dan rendahnya kadar lemak baik (HDL) merupakan akibat dari adanya perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup meliputi kebiasaan merokok, tinggi lemak dan kurang serat, obesitas dan aktivitas jasmani atau olahraga (Jati, 2017). Selain perubahan gaya hidup, faktor usia dan jenis kelamin juga menjadi penyebab dislipidemia.

Semakin bertambahnya usia, aktivitas metabolisme dalam tubuh akan semakin menurun. Tubuh akan mudah mengalami peningkatan profil lemak dan terjadi penumpukan lemak (Ujiani, 2015). Berikut faktor-faktor berdasarkan etiologi dislipidemia :

2.2.4.1 Faktor jenis kelamin

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ujiani menunjukkan bahwa wanita lebih berisiko untuk mengalami obesitas. Sebanyak 63,3 % sampel yang mengalami obesitas adalah wanita. Hal ini dapat terjadi karena wanita akan kehilangan 30 hingga 50 persen dari massa otot total pada usia 45 tahun atau saat menopause.

Karena proses penuaan, metabolisme tubuh secara alami akan melambat dan mobilitas yang rendah mempercepat proses penggantian massa otot dengan lemak tubuh.

(5)

Penurunan massa otot membantu untuk mengurangi konsumsi kalori dan hampir setiap makanan diubah menjadi lemak. Sebagai akibatnya, diperkirakan wanita mendapatkan 2 kali ukuran ekstra dengan setiap 10 tahun usianya (Ujiani, 2015). Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut, risiko terjadinya dislipidemia lebih besar dialami oleh wanita menopause dibandingkan dengan wanita premenopause.

2.2.4.2 Faktor Usia

Usia merupakan faktor yang dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia. Bertambahnya usia manusia akan mengakibatkan penurunan fungsi organ tubuh pada manusia. Begitu juga dengan aktivitas reseptor LDL yang akan mengalami penurunan akibat bertambahnya usia manusia, sehingga kadar lemak dalam tubuh akan semakin meningkat dan menyebabkan tingginya kadar kolesterol, dan kadar HDL akan relatif tetap tidak berubah (Maryusman et al., 2020).

2.2.4.3 Faktor Obesitas

Obesitas diartikan sebagai peningkatan berat badan di atas 20% dari batas normal. Penderita obesitas memiliki status nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolisme karena kelebihan masukan kalori dan/atau penurunan penggunaan kalori yang artinya masukan kalori tidak seimbang dengan penggunaannya yang pada akhirnya berangsur-angsur berakumulasi meningkatkan berat badan. Obesitas berhubungan dengan kadar lipoprotein serum tidak normal. Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserida, fosfolipid, dan apoprotein.

Trigliserida merupakan penyimpan lipid utama dalam jaringan adiposa. Pada penderita obesitas kadar trigliserida dalam darah lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak obesitas. Obesitas timbul akibat masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah dan sebagian energi tersebut akan disimpan sebagai lemak (S. R. Putri

& Dian, 2015)

2.2.4.4 Faktor Merokok

Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida dan menekan kadar kolesterol HDL. Hal tersebut terjadi karena rokok akan merusak dinding pembuluh darah, dimana nikotin yang terkandung di dalam asap rokok akan

(6)

merangsang hormone adrenalin, sehingga akan mengakibatkan perubahan metabolism lemak yang akan menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah dan tingginya kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida (Kusumasari, 2015)

2.2.4.5 Faktor Olahraga

Masalah kesehatan pada individu dapat meningkat akibat kurangnya olahraga atau aktivitas fisik. Dewasa ini, aktivitas fisik memang jarang dilakukan oleh individu akibat pandemi sehingga mengharuskan untuk melakukan segala aktivitas di dalam rumah yang mengakibatkan aktivitas fisik seperti olahraga menjadi terbatas dilakukan di dalam rumah. Secara umum, olahraga membantu individu menjaga kesehatan fisik dan mental mereka dan menjadi sumber kesenangan dan hiburan. Olahraga teratur dapat memberikan kestabilan pada kadar kolesterol total, LDL dan Trigliserida. Olahraga akan memecahkan timbunan Trigliserida dan melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam aliran darah (Sunu et al., 2017).

2.2.5 Patofisiologi Dislipidemia

Metabolisme lipid dibagi menjadi dua jalur yaitu jalur metabolisme eksogen dan jalus metabolisme endogen berikut adalah patofisiologi dislipidemia :

2.2.5.1 Jalur metabolisme eksogen

Jalur metabolisme eksogen, asupan lemak yang berasal dari makanan terdiri dari trigliserida dan kolesterol. Kolesterol yang terdapat di usus dan hati juga disebut dengan lemak eksogen. Trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol akan berubah sebagai kolesterol teresterifikasi. Kolesterol mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama-sama dengan fosfolipid dan apoliprotein membentuk lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron. Kilomikron akan masuk ke dalam saluran limfa dan akhirnya akan masuk ke dalam aliran darah melalui duktus torasikus (saluran limfa). Trigliserida yang ada di dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein menjadi asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) dan non-esterified fatty acid (NEFA). Asam lemak bebas akan disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa). Kilomikron yang telah kehilangan trigliserida akan menjadi kilomikron remnant (kilomikron sisa) yang mengandung ester kolesterol dan dibawa ke hati (Wahjuni, 2015).

(7)

2.2.5.2 Jalur metabolisme endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati akan dieskresikan ke dalam sirkulasi menjadi lipoprotein B100. Lipoprotein B100 merupakan alat transportasi lemak di dalam aliran darah. Dalam sirkulasi, trigliserida di fraksi VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan mengubah VLDL menjadi IDL (Intermediate Density Lipoprotein) kemudian di hidrolisis dan berubah menjadi LDL (Low Density Lipoprotein). Sementara itu, sebagian dari VLDL, IDL dan LDL akan mengangkut ester kolesterol kembali ke hati. Apabila kadar kolesterol-LDL dalam plasma banyak, maka akan semakin banyak kadar kolesterol-LDL yang di oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag (Wahjuni, 2015).

2.2.5.3 Jalur reverse cholesterol transport

Pada jalur ini, HDL dilepaskan sebagai partikel kecil yang minim kolesterol.

HDL tersebut dinamakan HDL nascent (minim kolesterol). HDL nascent akan bergerak mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan. Setelah mengambil kolesterol yang tersimpan, HDL nascent yang berbentuk gepeng akan berubah menjadi bulat berisi kolesterol. Kolesterol akan di esterifikasi menjadi kolesterol ester enzim/ lecithin cholesterol acyl transferase (LCAT). Fungsi HDL adalah sebagai ”penyiap” kolesterol dari makrofag dan memiliki dua jalur yaitu jalur pertama akan langsung ke hati dan jalur tidak langsung akan melalui VLDL dan IDL untuk mengangkut kolesterol kembali ke hati (Wahjuni, 2015).

2.2.6 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dislipidemia biasanya berupa komplikasi dari dislipidemia itu sendiri seperti PJK dan stroke. Tingginya kadar trigliserida akan menyebabkan pankreatitis akut, parastesia, perasaan sesak napas dan gangguan kesadaran (Ciffone et al., 2019)

2.3 Tinjauan Kolesterol

Klasifikasi kadar lipid plasma menurut PERKENI 2019 (Makbul A.M et al., 2019)

Tabel 2. 3 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma Menurut PERKENI 2019 Kolesterol Total (mg/dl) Kolesterol Total (mg/dl)

(8)

 Normal

 Sedikit Tinggi

 Tinggi

Kolesterol LDL (mg/dl)

 Optimal

 Mendekati optimal

 Sedikit tinggi

 Tinggi

 Sangat tinggi Kolesterol HDL (mg/dl)

 Rendah

 Tinggi Trigliserid (mg/dl)

 Normal

 Sedikit tinggi

 Tinggi

 Sangat Tinggi

 <200

 200-239

≥ 240

Kolesterol LDL (mg/dl)

 < 100

 100-129

 130-159

 160-189

≥ 190

Kolesterol HDL (mg/dl)

 < 40

≥ 60

Trigliserid (mg/dl)

 < 150

 150-199

 200-499

≥ 500 2.3.1 Fungsi Kolesterol

Kolesterol dalam tubuh berfungsi untuk membangun dan memperbaiki membrane-membran sel, sintesa asam empedu dan vitamin D, precursor hormone progestins, glucorticoids, mincralocorticoids, androgens dan estrogen. Apabila jumlah kolesterol terlalu banyak di dalam darah akan mengakibatkan pembentukan endapan pada dinding pembuluh darah sehingga akan mengakibatkan penyempitan yang disebut aterosklerosis dan akan menyebabkan penyakit jantung coroner (PJK) apabila terjadi penyempitan pada pembuluh darah (Lysandra et al., 2020)

Trigliserida berisi asam lemak jenuh yang saling berkaitan. Komponen trigliserida yaitu 1 molekul gliserol dan 3 asam lemak. Fungsi dari trigliserida adalah sebagai zat energi dimana trigliserida ini merupakan lipid utama yang ada dalam makanan. Trigliserida akan bergabung dengan protein-protein khusus dan membentuk alat transportasi lipid yang dinamakan lipoprotein (Fanjizki, 2020)

Lipoprotein memiliki fungsi untuk mengangkut lipid di dalam plasma ke jaringan-jaringan yang membutuhkan energi, sebagai komponen membran sel.

(9)

Lipoprotein yang dibentuk oleh tubuh yaitu kilomikron, VLDL, LDL dan HDL (Tsimikas, 2017)

2.3.1.1 VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Merupakan partikel lipoprotein dengan diameter 40-80 nm dan memiliki densitas 0,95 – 1,006 g/ml. VLDL mengandung 50-65% trigliserida, 8-14%

phospholipid dan 5-10% protein (Tsai et al., 2017) 2.3.1.2 LDL (Low Density Lipoprotein)

Merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada tubuh manusia.

LDL disebut sebagai kolesterol jahat karena kadar LDL tinggi akan menyebabkan penumpukan lemak di dalam arteri sehingga akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis serta PJK dan stroke. Maka dari itu, kadar LDL dalam darah tidak boleh >100 (Pocock & Sanz, 2017)

2.3.1.3 HDL (High Density Lipoprotein)

HDL merupakan lipoprotein yang memiliki diameter paling kecil yaitu 5- 12nm, mengandung 25-30% phospholipid, 15-20% kolesterol, 3% trigliserid dan 45-59% protein. HDL akan mengangkut kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam hati kemudian akan di edarkan kembali atau di keluarkan dari tubuh (Hamer et al., 2018)

2.3.1.4 Kilomikron

Kilomikron merupakan lipoprotein dengan molekul yang terbesar di antara lipoprotein lainnya. Kandungan lipoprotein adalah makanan dan kurang dari 5%

kolesterol ester. Kilomikron akan bertugas mengangkut triglisrida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga akan membawa kolesterol makanan ke dalam hati (Wahjuni, 2015).

2.4 Faktor Risiko Dislipidemia 2.4.1 Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan faktor risiko dislipidemia. Kadar kolesterol LDL dan HDL yang abnormal terus-menerus akan mengakibatkan pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah (aterosklerosis). Aterosklerosis adalah kerusakan pada dinding arteri yang mengenai dua lapisan membran yaitu intima dan media (Barter et al., 2017). Stress oksidatif, hipertensi, dan hiperkolesterolemia adalah tiga faktor utama

(10)

yang menyebabkan aterosklerosis. Kondisi ini sering ditemukan bersama dan dapat menyebabkan aterogenesis lebih cepat terjadi. Aterosklerosis berhubungan dengan degenerasi lemak dan pengerasan pembuluh darah. Lesi awalnya adalah lapisan lemak yang membentuk plak, dan plak yang tidak stabil bertanggungjawab pada beberapa gangguan kardiovaskular. Aterosklerosis ditandai dengan terbentuknya ateroma, yaitu plak di tunika intima yang ada pada lumen arteri sedang sampai besar. Plak tersebut mengandung sel-sel inflamasi, sel otot polos, komponen jaringan ikat, dan lipid (Prameswari, 2019).

2.4.2 Penyakit jantung koroner (PJK)

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan antara pasokan dan pengeluaran (Ma’rufi & Rosita, 2016). Jika pembuluh darah koroner tersumbat atau menyempit, maka pasokan darah ke jantung akan berkurang, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan zat makanan dan oksigen, makin besar persentase penyempitan pembuluh koroner makin berkurang aliran darah ke jantung, akibatnya timbullah nyeri dada.

Dislipidemia telah ditetapkan sebagai faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (Saragih, 2020).

2.4.3 Stroke

Stroke merupakan gangguan fungsi otak fokal yang berkembang pesat.

Stroke merupakan salah satu penyebab dari berbagai disabilitas permanen, seperti paralisis, kesulitan bicara, pelo dan lain-lain. Menurut WHO stroke menjadi penyebab kematian terbanyak kedua setelah penyakit jantung koroner (V. A. Putri

& Nusadewiarti, 2020). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Maulida dkk tahun 2018, stroke memiliki hubungan yang signifikan dengan dislipidemia.

Dislipidemia akan menyebabkan suatu penyumbatan suplai darah yang menuju ke otak sehingga dengan adanya penurunan suplai darah ke otak akan mengakibatkan terjadinya stroke. Tingginya kadar kolesterol total akan meningkatkan terjadinya aterosklerosis yang dapat memicu terjadinya stroke (Maulida et al., 2018).

(11)

2.5 Tinjauan Obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Kemenkes, 2016a). Secara umum obat dibagi menjadi menjadi dua golongan yaitu golongan obat paten dan golongan obat generik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Mengguakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah pengertian obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten. Obat generik dibagi menjadi obat generik dan obat generik bermerk/bernama dagang. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya sedangkan obat generik bermerk/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Kemenkes, 2010b).

2.6 Pengelolaan Dislipidemia

Pengelolaan pasien penderita dislipidemia terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis (Makbul A.M et al., 2019). Pedoman pengelolaan dislipidemia dibagi menjadi dua garis besar yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pada pasien dislipidemia yang tidak memiliki riwayat atherosclerotic cardiovascular disease sebelumnya akan dilakukan pengelolaan dengan pencegahan primer, sedangkan pencegahan sekunder akan dilakukan pada pasien dislipidemia yang memiliki riwayat atherosclerotic cardiovascular disease.

Riwayat atherosclerotic cardiovascular disease yang dimaksud meliputi Sindroma koroner akut (acute coronary syndrome /ACS, Infark miokard, coronary artery bypass graft), Stroke, Transient ischemic attack/TIA, dan Penyakit arteri perifer (Grundy et al., 2019). Pencegahan pada kelompok primer terbagi menjadi tiga yaitu intensitas rendah (mengurangi kadar kolesterol LDL <30%), intensitas menengah (mengurangi kadar kolesterol LDL 30-49%) dan intensitas tinggi (mengurangi

(12)

kadar kolesterol LDL >50%). Golongan obat yang digunakan adalah golongan statin. Dosis obat golongan statin yang digunakan pada pasien kelompok primer disesuaikan dengan kondisinya.

Pencegahan pada kelompok sekunder dibagi menjadi :

1. Terapi pada pasien atherosclerotic cardiovascular disease/ASCVD stabil (tidak berisiko tinggi) : Terapi golongan statin maksimal yang ditoleransi 2. Terapi pada pasien ASCVD dengan risiko sangat tinggi : Terapi statin

maksimal yang dapat ditoleransi ditambah terapi lainnya seperti ezetimibe (bila LDL-c masih ≥70 mg/dL) atau proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 (PCSK9) inhibitor (bila LDL-c masih ≥70 mg/dL dengan terapi statin+ezetimibe).

(Grundy et al., 2019).

2.6.1 Terapi Non Farmakologi 2.6.1.1 Aktivitas Fisik

Penderita dislipidemia disarankan melakukan aktivitas fisik meliputi jalan cepat, bersepeda statis, ataupun berenang. Setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) dengan minimal 200 kkal/hari Selain itu, aktivitas penguatan otot juga dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu (Makbul A.M et al., 2019). Dari penelitian yang dilakukan Zuhroiyyah tahun 2017 didapatkan bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar HDL, menurunkan trigliserida, LDL dan juga mengurangi berat badan (Zuhroiyyah et al., 2017).

2.6.1.2 Terapi Nutrisi Medis

Diet rendah kalori sangat disarankan bagi orang dewasa, diet rendah kalori yang dimaksud yaitu terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi/hari), biji- bijian (≥ 6 porsi/hari), ikan dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol harus dibatasi (Makbul A.M et al., 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terlihat adanya peningkatan berat badan yang lebih tinggi pada kelompok diet tinggi lemak dibandingkan diet tinggi karbohidrat dikarenakan efek dari pemberian diet tinggi lemak dapat menurunkan kadar hormone leptin, sehingga dengan kadar leptin yang rendah, nafsu makan dan asupan makan pada

(13)

kelompok ini akan meningkat, dan berat badan juga alami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok diet tinggi karbohidrat (Tsalissavrina et al., 2016).

Bertambahnya berat badan akan berdampak pada peningkatan kadar kolesterol total. Sehingga, pada terapi nutrisi medis harus benar-benar diperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi, dan diet rendah kalori dan karbohidrat lebih disarankan daripada diet tinggi lemak.

2.6.1.3 Berhenti Merokok

Merokok akan mempercepat pembentukan plak pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang aterosklerosis koroner yang luas (Minarti et al., 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumasari tahun 2015 merokok memiliki efek negatif yang besar pada kadar K- HDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok memiliki efek negatif pada lipid postprandial dan trigliserida. Menghentikan kebiasaan merokok selama 30 hari akan meningkatkan kadar HDL secara signifikan (Kusumasari, 2015)

2.6.2 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi dilakukan dengan diberikan obat dengan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek terapi farmakologi dislipidemia adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL dalam darah serta menghilangkan gejala atau keluhan yang dirasakan oleh pasien dislipidemia.

Tujuan jangka panjang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit jantung coroner (PJK) dengan menstabilkan kadar kolesterol LDL dan HDL di dalam darah (Catapano et al., 2016). Terapi farmakologi dislipidemia terdiri dari beberapa golongan obat dislipidemia. Penggolongan obat dislipidemia berdasarkan prinsip dasar dalam terapi farmakologi baik pada ATP III, ESC/EAS 2016 yaitu sebagai berikut (Makbul A.M et al., 2019) :

2.6.2.1 Golongan Statin

Statin memiliki mekanisme kerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di hati dengan menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG- CoA reduktase. Pengurangan konsentrasi kolesterol intraseluler akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada permukaan hepatosit. Akibatnya pembuangan kadar kolesterol LDL (K-LDL) dari dalam darah akan meningkat dan meningkatkan penurunan konsentrasi dari K-LDL serta lipoporotein apo-B lainnya termasuk

(14)

trigliserida (Dewi & Merry, 2017). Golongan statin umumnya diminum sekali sehari pada waktu malam hari. Golongan statin tidak diperbolehkan untuk diberikan selama masa kehamilan karena kolesterol memiliki peran penting dalam perkembangan normal fetus.

2.6.2.2 Bile acid sequestrant

Mekanisme kerja dari obat golongan ini yaitu dengan menurunkan kadar kolesterol melalui hambatan terhadap absorbsi asam empedu pada sirkulasi enterohepatik dengan akibat sintesis asam empedu oleh hati sebagian besar akan berasal dari cadangan kolesterol hati sendiri. Proses katabolisme kolesterol oleh hati akan dikompensasi dengan peningkatan aktivitas reseptor LDL. K-LDL dalam sirkulasi darah pada akhirnya akan terjadi penurunan. Tiga jenis obat bile acid sequestrant yaitu cholestyramine, colestipol dengan dosis 2 takar 2-3 kali sehari dan golongan terbaru adalah colsevelam 625 mg 2 kali 3 tablet sehari (3,8 gram/hari) (Makbul A.M et al., 2019)

2.6.2.3 Asam nikotinat

Golongan asam nikotinat akan bekerja dengan menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan adipose, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas. Lemak bebas yang ada di dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan menjadi sumber pembentukan VLDL. Penurunan sintesis VLDL akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserida, dan juga kolesterol LDL di dalam plasma. Selain itu, kadar kolesterol HDL akan ditingkatkan dengan adanya pemberian asam nikotinik ini. Dosis golongan asam nikotinik bervariasi yaitu antara 500-750mg hingga 1-2 gram yang diberikan malam hari dalam bentuk extended realise (Makbul A.M et al., 2019).

2.6.2.4 Golongan Fibrat

Golongan fibrat ada empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat, dan fenofibrat. Golongan ini akan bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang berperan memecahkan trigliserida. Sehingga dengan golongan ini kadar trigliserida dalam plasma dan hati akan diturunkan. Di Indonesia saat ini golongan fibrat yang paling banyak adalah gemfibrozil 600 mg 2 kali sehari dan fenofibrat dengan dosis 45-300 mg dosis sekali sehari (Makbul A.M et al., 2019).

(15)

2.6.2.5 Golongan Ezetemibe

Golongan ezetimibe akan bekerja dengan menghambat absorbsi kolesterol oleh usus halus. Golongan ini memiliki kemampuan moderate didalam menurunkan kolesterol LDL (15-25%). Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk menurunkan kadar LDL, khususnya diberikan pada pasien yang tidak tahan dengan pemberian golongan statin (Makbul A.M et al., 2019).

2.6.2.6 Golongan Inhibitor PCSK9

Golongan ini adalah golongan obat yang bekerja menurunkan K-LDL.

Merupakan antibodi monoklonal yang berfungsi untuk menginaktivasi Proprotein Convertase Subtilsin-kexin Type 9 (PCSK9). Peran dari PCSK9 dalam proses degradasi dari reseptor LDL (LDLr), sehingga yang akan terjadi apabila dihambat akan meningkatkan ekspresi dari LDLr pada hepatosit dan pada akhirnya kadar K- LDL akan menurun. Obat golongan ini diberikan melalui suntikan secara subkutan.

Alirocumab diberikan dengan dosis 75 mg setiap dua minggu sekali atau 300 mg setiap 4 minggu sekali dan evolocumab dengan dosis 140 mg setiap 2 minggu sekali atau 420 mg sekali dalam sebulan (Makbul A.M et al., 2019).

2.6.2.7 Golongan Asam Lemak Omega-3

Golongan asam lemak omega-3 ini memiliki efek utama untuk menurunkan kadar trigliserida (Makbul A.M et al., 2019).

2.6.2.8 Golongan dan Dosis Obat Dislipidemia

Tabel 2. 4 Golongan dan Dosis obat Dislipidemia

Golongan Obat

(nama dagang) Rentang dosis/hari

Dosis maksimum

/hari Statin  Lovastatin

(Mevacor)

 Pravastatin (Pravachol)

 Simvastatin (*) (Zocor)

 Atorvastatin (Lipitor)

 20–40 mg

 10–20 mg

 10-20 mg

 10 mg

 80 mg

 40 mg

 80 mg

 80 mg

(16)

 Rosuvastatin (Crestor)

 Pitavastatin (Livalo)

 5 mg

 2 mg

 40 mg

 4 mg

Bile acid sequestrant

 Cholestyramine (Questran, Questran Light, Cholybar)

 Colestipol hydrochloride (Colestid)

 Colesevelam (Welchol)

 8 g (tiga kali sehari)

 10 g (dua kali sehari)

 1875 mg (dua kali sehari)

 32 g

 30 g

 4375 mg

Asam nikotinat  Niacin (Niaspan)  2 g (tiga kali sehari)

 9 g

Fibrat  Fenofibrate (Tricor dll)

 Gemfibrozil (Zenibroz) (*) (Lopid)

 54 mg atau 67 mg

 600 mg (dua kali sehari)

 201 mg

 1.5 g

Ezetemibe  Ezetimibe (Zetia)  10 mg  10 mg

PCSK9  Alirocumab

 Evolocumab

 75 atau 150 mg

 140 mg atau 420 mg

 150 mg

 420 mg

Asam Lemak Omega-3

 Omega-3 acid ethyl esters (Lovaza)

 41 g kapsul (satu kali sehari) atau 21 g kapsul

 41 g kapsul (satu kali sehari) atau 21 g

(17)

(dua kali sehari)

kapsul (dua kali sehari) (Wells et al., 2017)

Keterangan : (*) merupakan obat yang tersedia di lokasi penelitian

2.7 Tinjauan Resep 2.7.1 Definisi Resep

Menurut Permenkes no 72 tahun 2016 resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Kemenkes, 2016b)

2.7.2 Kelengkapan Resep

Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Kajian administratif meliputi:

1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;

dan

3. Tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1. Bentuk dan kekuatan sediaan;

2. Stabilitas; dan

3. Kompatibilitas (ketercampuran obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1. Ketepatan indikasi dan dosis obat;

2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat;

3. Duplikasi dan/atau polifarmasi;

4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain);

5. Kontraindikasi; dan 6. Interaksi.

(18)

(Kemenkes, 2016)

Resep dikatakan lengkap apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Insciptio

 Nama dan alamat dokter

 Nama kota serta tanggal resep ditulis dokter

 Tanda R/

 Praescriptio

 Nama setiap jenis bahan obat serta jumlahnya

 Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki

 Signatura

 Aturan pemakaian obat

 Nama Pasien

 Subscriptio

 Paraf dokter

(Megawati & Santoso, 2017) 2.8 Tinjauan Puskesmas

2.8.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes, 2019). Pelayanan Kesehatan Puskesmas yang selanjutnya disebut dengan Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, dan pelaporan yang dituangkan dalam suatu sistem (Kemenkes, 2019).

Pengelolaan obat di puskesmas terdiri dari beberapa tahapan yaitu : (1) Perencanaan dan pengadaan, (2) Penyimpanan, (3) Distribusi, (4) Pencatatan dan pelaporan, (5) Supervisi dan evaluasi. Pada tahap pertama yaitu perencanaan obat kegiatan yang dilakukan adalah tahap pemilihan obat dimana pada tahap tersebut bertujuan untuk menentukan mana obat yang benar-benar dibutuhkan sesuai dengan pola penyakit yang ada. Kegiatan kedua pada tahap perencanaan yaitu tahap

(19)

kompilasi pemakaian obat dimana pada kegiatan ini berfungsi untuk mengetahui pemakaian masing-masing obat dalam setiap bulan serta berfungsi untuk menentukan stok optimum. Data yang digunakan pada tahap kompilasi pemakaian obat adalah LPLPO dan Pola penyakit. Kegiatan ketiga adalah tahap perhitungan kebutuhan obat dan keempat adalah tahap proyeksi kebutuhan obat. Pengadaan dilakukan apabila tahap perencanaan telah selesai dilakukan (Kemenkes, 2010a).

Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas terdiri dari : (1) Kartu stok dan kartu stok induk, (2) LPLPO dan SBBK, (3) Buku penerimaan, (4) Buku pengeluaran.

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan berfokus pada pencatatan obat dimana instrumen yang digunakan selain resep adalah LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). LPLPO merupakan formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat. Kegunaan LPLPO adalah sebagai bukti pengeluaran, penerimaan, pesanan/permintaan, serta penggunaan obat di Puskesmas, dimana isi dari LPLPO yaitu sebagai berikut

a. Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan b. Nama Puskesmas yang bersangkutan

c. Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas

d. Nama Kabupaten/Kota dari wilayah Kecamatan yang bersangkutan e. Tanggal pembuatan dokumen

f. Bulan bersangkutan untuk satuan kerja Puskesmas

g. Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama bulan bersangkutan

h. Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan (Kemenkes, 2010a).

2.8.2 Profil Puskesmas

Puskesmas Sekargadung terletak di Jl.Sekarsono No.1 kelurahan Sekargadung kecamatan Purworejo kota Pasuruan provinsi Jawa Timur dengan kode pusat 1033264. Puskesmas Sekargadung termasuk ke dalam tipe puskesmas non rawat inap. Puskesmas Sekargadung memiliki akreditasi Madya. Beberapa dusun yang dekat dengan puskesmas Sekargadung antara lain Sekarsono, Pesona Candi dan Sekar Asri. Batas wilayah kerja puskesmas sekargadung antara lain pada batas Utara adalah UPT.Puskesmas Bugul Kidul kota Pasuruan, batas Barat adalah

(20)

UPT.Puskesmas Kebonagung Kota Pasuruan, batas Timur dan batas Selatan adalah Puskesmas kabupaten Pasuruan.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Strategi kepuasan nasabah merupakan sekumpulan cara atau metode yang dirancang oleh suatu perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada nasabah/pelanggannya. Strategi

Anda juga akan menghemat waktu karena untuk menampilkan/menuliskan beberapa instruksi yang sama anda hanya membutuhkan waktu yang relative lebih sedikit dibanding

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian adonan yang terbentuk kurang

Efavirenz diubah menjadi 8-hidroksi-efavirenz (8-OH-EFV) di dalam tubuh. Metabolit 8-OH-EFV bersifat sepuluh kali lebih beracun dibandingkan dengan

Namun untuk penelitian tentang kisah figur perempuan dalam Alquran menurut tafsir al-Azhâr karya HAMKA (H. Abdul Malik Karim Amrullah) masih belum ada yang mengangkat

Metode yang digunakan untuk mengembangkan modul pengelolaan studi lanjut pada sistem informasi sumber daya manusia adalah dengan menggunakan metode SDLC (Software