• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

a. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaar feit, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Strafbaar feit merupakan istilah Belanda, yang berasal dari kata strafbaar, artinya dapat dihukum (P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2014:72). Strafbaar feit dalam istilah tindak pidana di dalam perundang-undangan negara kita dapat dijumpai istilah-istilah lain yang dimaksud juga sebagai istilah tindak pidana (Sudarto, 1990:23), yaitu:

1) Peristiwa pidana (Undang-Undang Dasar Sementara 1950 Pasal 14 Ayat (1));

2) Perbuatan pidana (Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, Undang-Undang mengenai tindak sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil, Pasal 5 Ayat 3 huruf (b));

3) Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum (Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie tijdelijke by zondere strafbepalingen S. 1948 – 17 dan Undang-Undang Republik Indonesia (dahulu) Nomor 8 Tahun 1948 Pasal 3;

4) Hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman (Undang-Undang Darurat Nomor 1951, tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Pasal 19, 21, 22);

5) Tindak pidana (Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1953 tentang Pemilihan Umum, Pasal 129);

6) Tindak pidana (Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, Pasal 1 dan sebagainya);

(2)

7) Tindak pidana (Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang kewajiban kerja bakti dalam rangka permasyarakatan bagi terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan, Pasal 1).

Dari berbagai peraturan perundang-undangan di atas, dapat dilihat bahwa pembuat Undang-Undang pada saat itu masih memakai istilah tindak pidana yang berbeda-beda dalam setiap Undang-Undang. Berbagai perbedaan pendapat para sarjana mengenai istilah tindak pidana tersebut, bukan merupakan hal yang prinsip karena yang terpenting adalah pengertian atau maksud dari tindak pidana itu sendiri, bukan dari istilahnya (Sudarto, 1990:12). Terdapat perbedaan dalam mendefinisikan kata tindak pidana, ini dikarenakan masing-masing sarjana memberikan definisi atau pengertian tentang tindak pidana itu berdasarkan penggunaan sudut pandang yang berbeda-beda. Tindak pidana sebagai “suatu tingkah laku yang dalam ketentuan Undang-Undang dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat dipidana” (Sudarto, 1990:3). Pompe membedakan mengenai pengertian tindak pidana (strafbaar feit) menjadi dua (Bambang Poernomo, 1985:91), yaitu:

1) Definisi teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum;

2) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.

Pengertian tindak pidana juga diberikan oleh Ridwan Halim yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang (Ridwan Halim, 1987:33). Setiap tindak pidana pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektif adalah unsur- unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung

(3)

di dalam hatinya (P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2014:123). Unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan- keadaan, yaitu keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Moeljatno (1982) menggunakan istilah perbuatan pidana yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pengertian tindak pidana yang diberikan oleh Moeljatno, maka unsur tindak pidana adalah:

1) Perbuatan (manusia);

2) Yang dilarang (oleh aturan hukum);

3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

Vos dalam buku yang disusun oleh Adami Chazawi merumuskan peristiwa pidana adalah suatu perbuatan manusia yang oleh Undang- Undang diancam dengan hukuman. Menurut bunyi batasan yang dibuat Vos, dapat ditarik unsur-unsur tindak pidana adalah (Adami Chazawi, 2008:72):

1) Kelakuan manusia;

2) Diancam dengan pidana;

3) Dalam peraturan Undang-Undang.

Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga batasan yang dibuat oleh Vos maupun Moeljatno, tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam UndangUndang dan diancam dipidana bagi yang melakukannya. Unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidananya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya. Sementara itu, Leden Marpaung (2005), juga menyatakan bahwa unsurunsur tindak pidana terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif dengan uraian sebagai berikut:

1) Unsur Subjektif Unsur yang berasal dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman tanpa kesalahan”. Kesalahan yang dimaksud di sini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (schuld).

(4)

2) Unsur Objektif Merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas:

a) Perbuatan manusia berupa:

(1) Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan posesif;

(2) Omissions, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

b) Akibat (result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan bahkan menghilangkan kepentingan kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya.

3) Keadaan-keadaan (circumstances) Pada umumnya, keadaan ini dibedakan antara lain: a) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan; b) Keadaan setelah perbuatan dilakukan; c) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. Semua unsur delik di atas merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, maka bisa menyebabkan terdakwa dibebaskan dari pengadilan.

b. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas berbagai pembagian tertentu, yaitu sebagai berikut (Adami Chazawi, 2001:121):

1) Menurut sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dibedakan antara kejahatan (misdriven) dimuat dalam Buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam Buku III;

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delicten);

3) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja/kelalaian (culpose delicten);

4) Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta

(5)

commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis);

5) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana seketika/selesai (aflopende delicten) dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus/berlanjut (voortduren delicten);

6) Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus;

7) Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (communia delicten, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (propria delicate, yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu);

8) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten);

9) Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten);

10) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, tindak pidana terhadap kesusilaan dan lain sebagainya;

11) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai ( samengestelde delicten);

Kejahatan dan Pelanggaran adalah merupakan suatu jenis tindak pidana. Pendapat mengenai pembedaan 2 (dua) delik tersebut yaitu:

pembedaan kualitatif, perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, dan terlepas apakah perbuatan tersebut diancam oleh Undang-Undang atau tidak dan perbuatan yang dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan uraian dari

(6)

jenis-jenis tindak pidana yang telah dijelaskan di atas, tindak pidana diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang menurut sistem KUHP, cara merumuskannya, sumbernya, bentuk kesalahannya, macam perbuatannya, subjek hukumnya, dan perlu tidaknya adanya pengaduan dalam hal penuntutan. Fenomena penyalahgunaan aplikasi spotify untuk pelanggaran hak cipta termasuk Tindak pidana biasa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan (P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2014:217).

c. Tinjauan Tentang Asas Lex Specialis Derograte Legi Generalis

Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:

1) Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;

2) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan- ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);

3) Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang- Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.

Contoh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai asas lex specialis derogat legi generalis Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang- undang Hukum Pidana:

“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”

2. Tinjauan Tentang Hak Cipta

a. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan intelektual adalah hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul dan lahir karena adanya kemampuan intelektualitas

(7)

manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi(Adam Chazawi, 2007 : 2 ).

Hak Kekayaan Intelektual atau disingkat HKI adalah obyek kekayaan yang dapat ditransaksikan dalam proses tukar-menukar kebutuhan ekonomis manusia. Singkatan HKI berasal dari terjemahan Intellectual Property Right diterjemahkan dengan hak milik intelektual, namun kemudian pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004 diterjemahkan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual. Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dikatakan sebagai ha katas kepemilikan sebagai karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manuasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi(H. OK. Saidin, 2015 :18).

Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dikatakan sebagai hak katas kepemilikan sebagai karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manuasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari pengelompokan diatas, HKI pada umumnya berhubungan dengan ciptaan dan kekayaan industri yang memiliki nilai komersial. Merek sebagai salah satu produk dari karya intelektual dapat dianggap suatu aset komersial suatu perusahaan, untuk itu diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi karya-karya intelektualitas seseorang.

Kelahiran merek diawali dari temuan-temuan dalam bidang HKI lain yang saling berkaitan. Seperti dalam merek terdapat unsur ciptaan,misalnya desain logo, desain huruf atau desain angka. Ada hak cipta dalam bidang seni, sehingga yang dilindungi bukan hak cipta dalam bidang seni, tetapi yang dilindungi adalah mereknya sendiri.

Menurut sejarahnya kelahiran HKI adalah bentuk baru dari pengembangan hak milik konvensional atau benda bergerak yang tidak berwujud (intangible property) kebendaan HKI timbul sebagai bentuk penghargaan (reward) atas kegiatan intelektual yang pemikiran manusia (mental labour) dalam mewujudkan suatu yang baru atau orisinil, baik dibidang teknologi sastra dan ilmu pengetahuan, maupun bidang industri.

(8)

Secara ekonomis hak ekslusif yang terkandung dalam HKI berfungsi untuk melegalkan pemiliknya memonopoli penggunaannya atau untuk melegalkan pemiliknya tersebut. Dari aspek ekonomis kepemilikan atas kekayaan intelektual lebih pada sifat industrialis dari pada sebagai personal property. Oleh karenanya hak eksklusif atas suatu kekayaan intelektual dapat juga dilaksanakan oleh orang lain dengan perjanjian lisensi dimana si penerima lisensi membayar royalti kepada pemegang hak.

Dalam perlindungannya di Indonesia, Indonesia telah membuat 7 Undang-undang yaitu Undang-Undang Hak cipta, Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu(DTLST), Undang-Undang merek dan indikasi geografis, Undang-Undang rahasia dagang, undang-undang paten, serta Undang-undang desain industri. Dalam penelitian ini hak cipta merupakan objek utama dari penelitian.

a. Pengertian Hak Cipta

Hak cipta memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli antara satu dengan yang lainnya. Namun secara garis besar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Hak adalah benar, milik; kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat, dan wewenang menurut hukum, sedangkan pengertian dari cipta adalah hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang (seperti hak cipta dalam mengarang, menggubah musik).

Adam Chazawi menjelaskan Hak cipta adalah hak yang bersifat khusus, bersifat istimewa yang semata mata hanya dioreuntukan bagi pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihal lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta (Adam Chazawi, 2007 : 14).

Hak Cipta juga merupakan hak kebendaan yang bernilai moral maupun ekonomis. Sehingga jika suatu ciptaan tidak dikelola secara tertib berdasarkan seperangkat kaidah-kaidah hukum, maka hal itu dapat

(9)

menimbulkan sengketa antara pemilik hak cipta dengan pengelola (pemegang) hak cipta atau pihak lain yang melanggarnya (Widyo Pramono, 2012 : 69)

Hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dalam melindungi hal tersebut, dibuatlah Undang-undang terkait.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 1 Hak Cipta adalah eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Dalam pengertian hak cipta tersebut ada beberapa istilah yang perlu diuraikan, peristilahan tersebut terdapat pada ketentuan umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang isinya sebagai berikut :”

a) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri- sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

c) Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

d) Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

e) Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.

(10)

f) Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan.

g) Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain.

h) Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara Penyiaran, baik lembaga Penyiaran publik, lembaga Penyiaran swasta, lembaga Penyiaran komunitas maupun lembaga Penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

i) Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar computer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.

j) Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia.

k) Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

l) Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.

m) Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.

n) Fonogram adalah Fiksasi suara pertunjukan atau suara lainnya, atau representasi suara, yang tidak termasuk bentuk Fiksasi yang tergabung dalam sinematografi atau Ciptaan audiovisual lainnya.

o) Penyiaran adalah pentransmisian suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait tanpa kabel sehingga dapat diterima oleh semua orang di lokasi yang jauh dari tempat transmisi berasal.

p) Komunikasi kepada publik yang selanjutnya disebut Komunikasi adalah pentransmisian suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram melalui kabel atau media lainnya selain Penyiaran sehingga dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya.

q) Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait .

r) Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual, atau orang yang mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.

s) Permohonan adalah permohonan pencatatan Ciptaan oleh pemohon kepada Menteri.

(11)

t) Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.

u) Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

v) Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

w) Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

x) Penggunaan Secara Komersial adalah pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.

y) Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait.”

Dari bermacam hak cipta yang terlindungi dari Pasal tersebut, Fonogram, Program Komputer termasuk dalam perlindungan. Hal ini berkaitan dengan penelitian ini.

b. Ruang Lingkup Hak Cipta

Hak cipta memiliki dua jenis hak di dalamnya, yaitu hak moral dan hak terkait. Hak moral ialah hak yang melekat pada diri pencipta selamanya. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atas hasil suatu ciptaan. Memperoleh hak ekonomi secara legal harus dilakukan dengan cara mengadakan perjanjian secara resmi yaitu perjanjian lisensi. Hak ekonomi tidak hanya dapat diperoleh oleh pemegang/pemilik hak cipta saja, melainkan pemegang lisensi dapat ikut menikmati keuntungan dan manfaat ekonomi dari suatu ciptaan Bagian besar lainnya dari hak cipta adalah hak ekonomi (economic rights). Kalau ditelusuri sejarah perkembangan hak cipta, hak ekonomi pada ciptaan atau karya adalah muncul setelah adanya hak moral.

Masalah yang timbul dari kegiatan ‘mencipta’ pada masa dulu belum dipandang sebagai suatu pekerjaan. Sehingga terjadi misalnya ‘peniruan

(12)

ciptaan’ adalah lebih dianggap sebagai pelanggaran etika atau moral dibanding pelanggaran yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Pemikiran yang berkembang bahwa ‘mencipta’ dipandang sama dengan bidang pekerjaan lain, yang menghasilkan materi. Sehingga bentuk hak moral merupakan refleksi kepribadian pencipta, hak ekonomi merupakan refleksi kebutuhan pencipta, baik kebutuhan jasmani maupun rohani (Bernard Nainggolan, 2016:54). Kedua hak ini dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dalam Pasal-Pasal yang berbeda. Meskipun kedua hak tersebut diatur terpisah namun undang-undang menyebutkan kedua hak itu adalah bersifat eksklusif.

Eric H. Smith menegaskan bahwa manfaat HKI sangat erat kaitannya dengan ekonomi dan investasi. (David S Wall, 2010 : 289) Menurutnya, pelaksanaan HKI yang baik akan membawa manfaat bagi sebuah negara karena beberapa alasan berikut, diantaranya yaitu:

a) HKI mempercepat terjadinya penanaman modal ke sebuah negara baik domestik maupun asing.

b) HKI meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik suatu negara.

Hukum kekayaan intelektual Indonesia sendiri bukanlah sistem hukum tunggal dalam arti berdiri sendiri. Hukum hak kekayaan intelektual Indonesia memiliki interaksi atau interseksi atau hubungan atau keterkaitan dengan bidang hukum lain dalam negara Indonesia, salah satunya dengan hukum pidana.

Dalam kaitannya dengan hukum pidana, semua peraturan perundang- undangan dalam bidang hak kekayaan intelektual, memuat sanksi pidana dan tentu saja tidak merujuk pada ketentuan hukum pidana materiil dalam menentukan ada atau tidak peristiwa pidana dalam kasus-kasus sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan tentang HKI tersebut.

Ukuran untuk adanya peristiwa pidana, harus terpenuhi syarat subjektif dan syarat objektifnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang telah mengatur mengenai tindak pidana hak cipta. Dalam Pasal 480 KUHP disebutkan: “Di

(13)

pidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyakbanyaknya sembilan ratus rupiah: 1) Karena bersalah menadah, barangsiapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau karena mau mendapat untung, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan; 2) Barangsiapa mengambil untung dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang-barang itu diperoleh karena kejahatan.”

Namun karena adanya pengaturan Pidana dalam Undang-undang 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sehingga berlaku asas Lex Specialis Derogerate Lex Generalis. Dalam undang-undang Hak Cipta, ketentuan yang mengartur mengenai tindak pidana dalam hak cipta yaitu

a. Pasal 112: “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

b. Pasal 113 Ayat (1): “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

c. Pasal 113 Ayat (2): “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

d. Pasal 113 Ayat (3): “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

e. Pasal 113 Ayat (4): “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

(14)

dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000, 00 (empat miliar rupiah).”

f. Pasal 114: “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

g. Pasal 115: “Setiap orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk penggunaan secara komersial baik dalam media elektronik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

h. Pasal 116 Ayat (1): “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2) huruf e untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).”

i. Pasal 116 Ayat (2): “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud Pasal 23 Ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf f, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

j. Pasal 116 Ayat (3): “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2) huruf c, dan/atau huruf d untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

k. Pasal 116 Ayat (4): “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

l. Pasal 117 Ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (2) huruf c untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).”

m. Pasal 117 Ayat (2): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d untuk penggunaan

(15)

secara komersial, dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

n. Pasal 117 Ayat (3): “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

o. Pasal 118 Ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

p. Pasal 118 Ayat (2): “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

q. Pasal 119: “Setiap lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 Ayat (3) dan melakukan kegiatan penarikan royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dari sanksi sanksi tersebut, telah dapat diambil suatu pokok bahwa pelanggaran hak cipta dengan maksud pembajakan dan memiliki motif ekonomi untuk meraup keuntungan, memiliki sanksi yang lebih berat dibanding pelanggaran hak cipta biasa.

3. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi a. Pengertian Tindak Pidana Teknologi Informasi

Secara internasional hukum yang terkait kejahatan teknologi informasi digunakan istilah hukum siber atau cyber law. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Secara umum yang dimaksud dengan kejahatan di dunia siber (cybercrime) adalah upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas

(16)

komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut(Didik Arief Mansur, Elisatris Gultom, 2009 : 8).

Untuk memudahkan pemahaman, Cybercrime adalah suatu bentuk kejahatan virtual dengan memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet, dan mengekploitasi komputer lain yang terhubung dengan internet juga. Adanya lubang-lubang keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan terbukanya lubang yang dapat digunakan para hacker, cracker dan script kiddies untuk menyusup ke dalam komputer tersebut. (Arifah, 2011)

Beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan Teknologi Informasi yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi ini, dalam beberapa literatur dan prakteknya dikelompokan dalam beberapa jenis yaitu ( Dikdik Arief Mansur, Elisatris Gultom, 2009, hal. 9) :

a) Unauthorized Acces to Computer’

b) Illegal Content c) Data Forgery d) Cyber Espionage e) Cyber Sabotage

f) Offense Againts Intellectual Property g) Infringements of privacy

Sehingga pada dasarnya cybercrime meliputi semua tindak pidana yang berkenaan dengan informasi, sistem informasi, serta bentuk sistem komunikasi yang merupakan sebagai basis penyampaian ataupun pertukaran informasi kepada pihak lainnya.

b. Tindak Pidana Teknologi Informasi terhadap Hak Kekayaan Intelektual Persoalan mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual(HKI) seringkali mendapat perhatian yang utama apabila sedang dalam pembahasan mengenai pemanfaatan teknologi informasi. Adanya perubahan dari konvensional ke digital membuat pertukaran dan replikasi konten yang berbasis online membuat kekayaan intelektual mudah sekali menjadi objek kejahatan( (David S Wall, 2010 : 259)

(17)

Salah satu bentuk kejahatan di bidang teknologi informasi adalah bentuk cyberpiracy. Cyberpiracy adalah penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi; mendistribusikan informasi atau software tersebut melalui jaringan komputer. (Arifah, 2011)

Cyberpirracy atau dalam Bahasa Indonesia biasa kita sebut pembajakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta diatur sebagai bentuk Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Piracy merupakan bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan memasukan berbagai lagu yang sedang populer kedalam suatu album, dikenal dengan istilah “kompilasi”. Bentuk pembajakan ini paling ditakuti dalam industri musik karena dapat mematikan kesempatan penjualan dari beberapa album rekaman secara bersamaan. Piracy atau pembajakan merupakan kegiatan produksi karya-karya yang sudah diterbitkan oleh otoritasi tertentu untuk di distribusi kepada publik dengan tujuan memperoleh keuntungan tanpa diberikan ijin dari otorisasi tersebut(Oksidelfa Yanto, 2015:3)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pembajakan merupakan mengambil hasil ciptaan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. Dalam perkembangannya pembajakan terus berkembang bukan hanya pada piranti lunak pada komputer namun juga piranti/perangkat lunak yang berbasis di telepon seluler pintar. Karenanya definisi dari pembajakan menjadi luas para ahli secara implisit menafsirkan tindak pidana pembajakan.

c. Pengertian Aplikasi

Pengertian Aplikasi Menurut Kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penerapan dari rancang sistem untuk mengolah data yang menggunakan aturan atau ketentuan bahasa pemrograman tertentu. Aplikasi adalah suatu program komputer yang dibuat untuk mengerjakan dan melaksanakan tugas khusus dari user (pengguna).

(18)

Dalam Undang-Undang Hak Cipta Aplikasi tidak secara eksplisit didefinisikan. Namun mengacu dari perkembangan teknologi dan kesamaan fungsi, pengertian aplikasi dapat disamakan dengan program komputer.

Dalam Pasal 1(satu) Ayat 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.

d. Pengertian Modifikasi dan Hacking

Modifikasi menurut KBBI adalah pengubahan. Modifikasi aplikasi dapat diartikan sebagai hacking dalam sebuah perubahan aplikasi yang tidak seharusnya dilakukan. Hacking dapat diartikan kedalam Pasal 30 Ayat 2(dua) Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Hacking memiliki beberapa tujuan yaitu (Arifah 2011:80):

a) Footprinting

Suatu tahap mencari informasi secara umum terhadap target Scanning pada tahap ini merupakan tahap pencarian terhadap lubang untuk masuk ke sistem

b) Enumeration

Telaah intensif terhadap sistem, mencari user account yang absah, resource jaringan dan aplikasi yang sedang berjalan pada sistem c) Gaining Access

Mendapatkan data lebih banyak lagi untuk mulai mencoba mengakses sasaran. Meliputi mengintip dan merampas password, menebak password, serta melakukan buffer overflow.

d) Escalating Privilege

(19)

Bila baru mendapatkan user password di tahap sebelumnya, di tahap ini diusahakan mendapat privilese admin jaringan dengan password cracking atau melakukan eksploitasi.

e) Pilfering

Proses pengumpulan informasi dimulai lagi untuk mengidentifikasi mekanisme untuk mendapatkan akses ke trusted system. Mencakup evaluasi trust dan pencarian cleartext password di registry, config file, dan user data.

f) Creating Backdoors

Pintu belakang diciptakan pada berbagai bagian dari sistem untuk memudahkan masuk kembali ke sistem ini dengan cara membentuk user account palsu, menjadwalkan batch job, mengubah startup file, menanamkan servis pengendali jarak jauh serta monitoring system.

Perlindungan situs/ sistem komputer dari peretas, hal ini diperkuat dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana. Pengaturan hacking sendiri terdapat didalam Pasal 30 yang berbunyi

“Pasal 30 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Sedangkan sanksi pidana yang diberikan terhadap kejahatan hacking yaitu dalam Pasal 46 yang dijelaskan sebagai berikut :

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(20)

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

3. Tinjauan Tentang Spotify

Spotify dalam website resminya mendefinisikan Spotify adalah layanan streaming musik digital, podcast, dan video yang memberimu akses ke jutaan lagu dan konten lain dari artis di seluruh dunia.(

https://support.spotify.com/id/using_spotify/the_basics/what-is-spotify/

diakses pada 10 Oktober 2018 pukul 22.41)

Layanan streaming spotify berdiri tahun 2006 Spotify merupakan gabungan antara “spot” dan “identify”. Perusahaan ini pertama kali dikembangkan oleh sejumlah orang dalam Spotify AB pada tahun 2006 di Stockholm, Swedia. Perusahaan ini didirikan oleh Daniel Ek, Martin Lorentzon dan Maria Giovani Anggasta Santosa.(

https://dailysocial.id/post/apa-itu-spotify diakses pada 10 Oktober 2018 pukul 22.45)

Dalam keberlanjutannya Spotify tersedia di beragam perangkat, termasuk komputer, ponsel, tablet, speaker, TV, dan mobil, dan bisa dengan mudah berpindah dari satu perangkat ke perangkat lain menggunakan Spotify Connect. Hal ini membuat perusahaan spotify menjadi berkembang menjadi iklan untuk beberapa rumah produksi musik (Rasmus Fleischer 2018 : 135).

Spotify pada dasarnya menyimpan musik secara daring(online). Namun dengan akun premium seseorang dapat mengunduh lagu untuk disimpan dalam perangkat yang terhubugn dengan spotify. Untuk mendengarkan lagu yang tidak diunduh, pelanggan membutuhkan untuk memiliki koneksi internet

(21)

31

B.Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas menjelaskan bahwa modifikasi aplikasi pemutar musik spotify menyebabkan pelanggaran hak cipta. Untuk mendefinisikan perbuatan tersebut yang pertama perlu melihat dari sisi illegal access. Kemudian yang kedua dari sisi pelanggaran hak cipta.

Kemudian dalam hal illegal access dan modifikasi aplikasi, peneliti melihat untuk dibawa ke sisi undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Melihat bagaimana perlindungan hukum serta pengaturannya

Modifikasi Aplikasi Spotify

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014(tentang Hak

Cipta)

Penyebaran Aplikasi Modifikasi dan Akses

Illegal Pelanggaran

Hak cipta Fonogram

Undang-Undang No.

11 Tahun 2008(tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik)

Harmonisasi antar Undang-Undang

Peraturan Bersama Menteri Hukum &

HAM dan Menteri Kominfo

(22)

terkait dengan yang membuat adanya akses illegal terhadap aplikasi yang berimplikasi adanya pelanggaran hak cipta

Perlindungan Hak cipta Indonesia dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hal ini peneliti melihat sudut pandang pelanggaran hak cipta yang terjadi dengan bentuk pendekatan undang- undang. Untuk mengkaji serta apakah dengan modifikasi termasuk dengan pelanggaran hak cipta.

Kemudian munculnya Peraturan bersama Menteri Kominfo dengan Menteri Hukum dan HAM juga dikaji peneliti karena berimplikasi terhadap penegakan hukum terkait hak cipta melalui sistem elektronik. Terakhir peneliti meneliti bagaimana bentuk harmonisasi diantara Peraturan perundang- undangan yang berkaitan dalam menyelesaikan dan melingkupi masalah modifikasi aplikasi spotify dan mengkaji tentang penutupan celah hukum yang timbul karena disharmoni antara peraturan perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi, sikap, dan perilaku remaja putri tentang personal hygiene genitalia dengan kejadian fluor

Dengan memahami bahasa berdasarkan perspektif Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dapat dideskripsikan konstruksi teks verbal dan teks visual citra gender dalam teks iklan

Berdasarkan hasil tinjauan pada penelitian sebelumnya terdapat kesamaan yaitu untuk meningkatkan pelayanan guna untuk memenuhi kepuasan pelanggan, namun yang menjadi

Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan

Sebuah chip ATmega16U2 (ATmega8U2 pada papan Revisi 1 dan Revisi 2) yang terdapat pada papan digunakan sebagai media komunikasi serial melalui USB dan muncul sebagai COM Port

a) Sirkulasi udara, ruangan yang lembap perlu ditambahkan ventilasi udara ataupun AC untuk memenuhi kebutuhan udara segar di dalam ruangan. b) Kondisi bangunan yang

Ketiga, penerapan Asas Unus Testis Nullus Testis dalam perkara Nomor 48/Pid.Sus/2017/PN.Plg yang terbagi dengan deskripsi perkara nomor 48/Pid.Sus/2017/PN.Plg yang di

PT Kernel Indonesia Potential adalah industri kayu lanjutan dengan bahan baku kayu gergajian memproduksi produk furniture dari kayu dan non kayu (rotan, eceng gondok, gedebog