BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bunga kol (Brassica oleracea var. Botrytis L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan gizi yang terkandung dalam B. oleracea terdiri dari kalsium, fosfor, kalium, magnesium dan lemak jenuh yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan tubuh (Wadhani et al., 2021). Berdasarkan kandungan gizi yang yang ada di B. oleracea, sehingga banyak masyarakat yang mengkonsumsi salah satu jenis sayuran. Banyaknya permintaan B. oleracea tidak diimbangi oleh hasil produksinya. Tahun 2014 produksi B. oleracea sebesar 136,508 ton, sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 13,27% dengan produksi 118,399 ton (Agustina, 2021). Produksi B. oleracea tiap tahunnya mengalami penurunan. Penurunan produksi B. oleracea tidak mencukupi kebutuhan pasar, yang disebabkan salah satunya dengan adanya faktor eksternal dari tumbuhan.
Faktor ekternal tumbuhan yang dapat menurunkan produksi B. oleracea disebabkan salah satunya yakni adanya gejala serangan hama. Serangan hama dapat mempengaruhi penurunan poduki tanaman hingga dapat menyebabkan kematian tanaman (Agustina, 2021). Sebagian besar serangan yang dilakukan oleh hama dapat menurunkan kualitas produksi tanaman B. oleracea. Serangan hama dapat mengalami kerugian yang cukup besar hingga dapat kegagalan panen. Serangan hama dapat mengalami kerusakan hingga 75%, sehingga dapat mengalami kegagalan panen (Kristanto et al., 2013). Hama yang memiliki potensi besar dalam penurunan kualitas produksi tanaman pada B. oleracea adalah ulat grayak (Spodoptera litura F.). Serangan dari S. litura di Indonesia dalam luas lahan 4,149 ha dapat mencapai intensitas serangan sebesar 17,80% (Palit et al., 2016). Hasil penelitian yang dilakukan di Ternate, Maluku utara hama pada tanaman cabe merah yang memiliki populasi tertinggi dan dapat menyebabkan kerusakan tertinggi dilakukan oleh S. litura (Cahyono et al., 2018).
Kerusakan yang terjadi ditanaman terletak pada daun yang dapat berpengaruh terhadap proses fotosintesis pada tumbuhan.
Terganggunya proses fotosintesis dapat berakibat pada penurunan kualitas tanaman. Serangan oleh S. litura akan mengakibatkan kerusakan yang berat, karena daun akan dirusak hingga tersisa tulang daunnya. S. litura dapat menyerang berbagai tumbuhan pada masa vegetatif maupun generatif (Karowa et al., 2015). Penyerangan pada bagian daun dapat menyebabkan kegagalan tumbuhan dalam melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis mengandung klorofil yang di dalamnya terdapat kloroplas yang digunakan untuk menangkap cahaya (Hanifa et al., 2016). Serangan hama akan menyerang daun yang tua maupun muda, sehingga memakan habis daun yang akan menyebabkan kegagalan dalam proses fotosintesis.
Kegagalan proses fotositesis disebabkan oleh serangan hama pada daun yang akan menghambat pertumbuhan pada tumbuhan. S. litura merupakan hewan polifag atau hewan yang tidak hanya menyerang B. oleracea, tapi juga menyerang tanaman jenis lain. Hama polifag dapat menyerang berbagai jenis tanaman untuk kelangsungan hidupnya (Widodo, 2013). Serangan hama S. litura pada berbagai tanaman dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Kerusakan tanaman disebabkan adanya S.
litura tidak hanya menyarang pada organ bagian daun, tapi juga pada bagian bunga.
Menjaga kualitas produksi B. oleracea dilakukan dengan cara membersihkan kotoran maupun ulat kecil yang ada di kepala bunga (Wulandari, 2016). Hal menyebabkan pada kepala bunga B. oleracea dapat ditemukan salah satu hama yakni S. litura.
S. litura merupakan hama yang memiliki Siklus hidup yang terjadi metamorphosis sempurna. Siklus hidup hama S. litura yang dimulai dari fase telur hingga menjadi imago terjadi selama 28 hingga 32 hari (Fattah et al., 2016). Siklus hidup yang dapat menggangu kerusakan yang paling parah pada tumbuhan dilakukan pada larva instar III. Kerusakan yang diakibatkan oleh larva S. litura terjadi pada fase instar III dengan kerugian sangat tinggi dan juga larva sulit untuk dikendalikan (Khamid & Siriyah, 2018). Fase instar III S. litura memiliki daya makan yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Kerusakan yang disebabkan oleh larva instar III S. litura hampir menyerang seluruh bagian tanaman. Penyerangan S. litura dimulai saat tahap awal menjadi larva muda dengan merusak daun dengan meninggalkan tulang daun dan bekas sisa epidermis bagian atas (Widodo, 2013). Terhambatnya
pertumbuhan dapat disebabkan oleh salah satu jenis hama S. litura, maka perlu adanya pengendalian pada hama S. litura.
S. litura merupakan hama yang relatif lebih cepat berkembang biak dan susah dikendalikan. Pengendalian S. litura biasanya dengan menggunakan insektisida kimia yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan maupun kesehatan tubuh manusia.
Dampak buruk dari penggunaan Insektisida kimia yang berlebihan yakni adanya residu Insektisida pada bahan makanan. Kematian yang terjadi pada organisme bukan sasaran dan adanya resistensi pada hama diakibatkan oleh penggunaan Insektisida kimia yang tidak sesuai (Khamid & Siriyah, 2018). Penggunaan insektisida kimia sangat berkembang pesat, karena dirasa memiliki efektifitas paling cepat dan ampuh untuk membunuh hama, terlebih dapat membunuh ulat yang dapat berkembang dengan cepat.
Penggunaan Insektisida kimia sangat berbahaya bagi organisme bukan tujuan dan berpengaruh buruk terhadap dampak bagi lingkungan. Insektisida kimia dapat mengganggu ekosistem, diakibatkan ledakan hama yang semakin resisten; pencemaran lingkungan; mengganggu kesehatan manusia dan terbunuhnya hewan bukan sasaran (Kristanto et al., 2013). Perlu adanya pengendalian hama S. litura dengan menggunakan bahan alternatif lain yang lebih ramah lingkungan.
Pengendalian S. litura dapat dilakukan dengan alternatif dengan menggunakan Insektisida yang berasal dari alam seperti pada tumbuhan. Mortalitas hama dapat mencapai 84% dengan menggunakan Insektisida nabati (Asikin & Akhsan, 2019).
Maka hal tersebut menjadikan tanaman dapat digunakan sebagai Insektisida nabati.
Penggunaan Insektisida nabati juga memberikan efek yang aman bagi lingkungan.
Pengendalian hama dapat memberikan hasil yang aman dan optimal bagi lingkungan dan makhluk hidup dengan memanfaatkan Insektisida nabati atau bioinsektisida (Khamid & Siriyah, 2018). Pemanfaatan Insektisida nabati di Indonesia memiliki banyak keanekaragaman hayati dan masyarakat paham dalam penggunaan Insektisida nabati, namun belum dapat dikembangkan dengan baik. Pemanfaatan Insektisida nabati berpengaruh dalam system pencernaan, menghambat reproduksi dan juga dapat merusak perkembangan hama (Sumart, 2017). Pemanfaatan insektisida nabati dari tanaman karena adanya kandungan senyawa kimia yang berperan aktif. Pemilihan jenis
tumbuhan yang berpotensi sebagai Insektisida nabati dapat memberikan efek mortalitas terhadap serangga, karena adanya kandungan bahan aktif metabolit sekunder seperti saponin, tanin, alkaloid, fenol, flavonoid dan terpenoid (Sa’diyah, Purwani, &
Wijayawati, 2013). Kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan terdapat tiga kelompok yakni senyawa terpen atau terpenoid, fenolik dan senyawa yang mengandung nitrogen. Ketiga senyawa tersebut memiliki senyawa lain seperti pada terpen terdapat sterol, karotenoid dan glikosida. Senyawa fenolik terdapat tannin, asam fenolat, kumarin, flavonoid, stilbene, lignin dan saponin. Senyawa yang mengandung nitrogen terdapat alkaloid dan glukosinolat (Anggraito et al., 2018). Kandungan bahan aktif seperti metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan Insektisida nabati.
Penggunaan Insektisida nabati yang akan digunakan terdapat pada salah satu tumbuhan yaitu Amaranthus spinosus L. Pemanfaatan Insektisida nabati dari familia Amaranthaceae dapat mengurangi jumlah larva hingga mencapai 11,7%-26,7%
(Sumarmi et al., 2020) . Hal tersebut dapat menjadikan bahwa Amaranthaceae dapat dijadikan Insektisida nabati yang di dalamnya terdapat kandungan metabolit sekunder.
Penggunaan Insektisida nabati dapat diperoleh dari berbagai organ pada tumbuhan.
Pemilihan Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang didapatkan dari bagian organ pada tumbuhan seperti pada akar, batang, daun ataupun buah (Tando, 2018).
Penggunaan Insektisida nabati dari A. spinosus menggunakan pada bagian daun.
Pemanfaatan daun A. spinosus karena memiliki kandungan metabolit sekunder.
Kandungan metabolit sekunder yang ada di daun yaitu terpenoid, tannin, steroid, alkaloid, flavonoid, saponin, kumarin, kuratenoid, fenol dan antrakuinon (Kusmiati et al., 2014).
Hasil penelitian terdahulu yang memanfaatkan tumbuhan sebagai insektisida nabati, pada pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura) dengan menggunakan tumbuhan alamanda (Allamanda cathartica L.) babadotan (Ageratum conyzoides L.), kamboja (Plumeria acumunate L.) dan mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari beberapa jenis tumbuhan dapat menghambat nafsu makan, mengganggu porses metabolisme sehingga larva akan lemah dan mengalami perubahan warna (Sari et al., 2013). Ekstrak
tumbuhan Kirinyu (Chromolaena odorata) dapat digunakan sebagai insektisida nabati yang memiliki kandungan alkaloid yang memiliki bau menusuk dan berasa pahit, sehingga dapat menekankan mortalitas hama Spodoptera litura yang memiliki daya kerja sebagai racun (Thamrin et al., 2014). Kandungan kimia yang ada pada Paitan (Tithonia diversifolia A. Gray) yakni golongan seskuiterpen, alkaloid, flavonoid,
monoterpene yang kandungan senyawa tersebut dapat mengendalikan ulat grayak sebanyak 80% larva uji dengan konsentrasi 8% (Azwana et al., 2019).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikaitan dengan adanya konsep mata pelajaran biologi. Konsep pembelajaran yang ada sekarang tidak berjalan maksimal, sehingga pembelajaran yang ada tidak mencapai tujuan dari pembelajaran. Kesalahan yang banyak dilakukan dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi dengan mengajar bukan membelajarkan peserta didik tentang biologi (Bessy, 2016). Hal tersebut menjadikan sistem pembelajaran harus berpusat pada peserta didik bukan pada pendidik, pendidik hanya sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran dapat dikaitan antara penelitian dan materi perubahan lingkungan. Pembelajaran yang ada pada Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X semester genap dengan KD 3.11 Menganalisis data perubahan lingkungan, penyebab dan dampaknya bagi kehidupan, KD 4.11 Merumuskan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitar yang berupa modul praktikum. Pengoptimalan pembelajaran dapat dilakukan dengan kegiatan langsung atau melalui kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan dalam merumuskan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitar. Penelitian dilakukan agar dapat mengetahui “Pengaruh Ekstrak Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) sebagai Insektisida Nabati terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Bunga Kol (Brassica oleracea var. Botrytis L.) Sebagai Sumber Belajar Biologi”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh ekstrak bayam duri (Amaranthus Spinosus L.) sebagai insektisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada bunga kol (Brasicca oleracea var. botrytis L.)?
2 Bagaimana bentuk modul praktikum hasil pengembangan potensi ekstrak bayam duri (A. Spinosus) sebagai Insektisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak (S.
litura) pada Bunga Kol (B. oleracea) yang digunakan sebagai modul praktikum?
1.3 Tujuan penelitian
1. Menguji pengaruh ekstrak bayam duri (Amaranthus Spinosus L.) sebagai insektisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada bunga kol (Brasicca oleracea var. botrytis L.)
2. Menyusun bentuk modul praktikum hasil pengembangan potensi ekstrak bayam duri (A. Spinosus) sebagai Insektisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak (S.
litura) pada Bunga Kol (B. oleracea) yang digunakan sebagai modul praktikum
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi terkait pengaruh ekstrak Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) sebagai Insektisida nabati terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada Bunga Kol (Brassica oleracea var.
Botytis L.)
1.4.2 Secara Praktis
1. Manfaat bagi guru dan siswa:
Hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai sumber belajar mata pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada materi perubahan lingkungan.
Kompetensi dasar KD 3.11 Menganalisis data perubahan lingkungan, penyebab dan dampaknya bagi kehidupan, KD 4.11 Merumuskan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitar.
2. Manfaat bagi masyarakat umum:
Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai dasar pemanfatan ekstrak bayam duri (A. spinosus) sebagai Insektisida nabati terhadap mortalitas Ulat grayak (S. litura) pada Bunga Kol (B. oleracea).
3. Manfaat bagi peneliti:
Hasil penelitian dapat dijadikan untuk memberikan sumber informasi mengenai pengaruh ekstrak A. spinosus sebagai Insektisida nabati terhadap mortalitas ulat grayak (S. litura) pada bunga kol (B. oreracea).
1.5 Batasan penelitian
Batasan penelitian adalah:
1. Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah bayam duri (Amaranthus spinosus L.) yang didapatkan dari daerah Jombang, Jawa Timur.
2. Bagian tanaman bayam duri (Amaranthus spinosus L.) yang digunakan dalam penelitian adalah bagian daun.
3. Konsentrasi ekstrak daun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) yang digunakan adalah 2000 ppm, 4000 ppm, 8000 ppm, 16000 ppm dan 32000 ppm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kartina, Shulkipli, Mardhiana, & Egra, 2019) yang menggunakan konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm dan 8000 ppm. Konsentrasi yang efektif pada 8000 ppm, sehingga dapat dianalogikan.
4. Sampel yang digunakan dalam penelitian menggunakan hewan uji ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada bunga kol (Brassica oleracea var. Botrytis L.).
5. Produk yang dihasilkan dari penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi berupa modul praktikum pada materi pencemaran lingkungan pada siswa SMA Kelas X.
1.6 Definisi istilah
1. Ekstrak merupakan simplisia yang melalui proses pemisahan zat aktif dari suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan pelarut (Prayudo et al., 2015).
2. Daun merupakan salah satu bagian organ pada tumbuhan yang memiliki bentuk lembaran pipih dengan warna hijau yang terpapar cahaya, udara dan banyak mengandung klorofil (Aryulina, Chairul Muslim, Manaf, & Winarni, 2015).
3. Bayam duri (Amaranthus spinosus L.) merupakan tanaman herba semusim, memiliki tinggai 50-80 cm, memiliki daun berbentuk oval berwarna hijau;
memiliki batang basah dan berduri; akar tunggang (Hidayat & Napitupulu, 2015).
4. Insektida nabati merupakan Insektisida yang berasal dari tanaman yang memiliki fungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama yang berasal dari kandungan senyawa kimia alami yang ada pada tanaman dan berasal dari aroma yang tidak disukai oleh hama (Tuhuteru, Mahanani, & Rumbiak, 2019).
5. Mortalitas adalah angka kematian (Ditaningtias & Ma’rifah, 2017).
6. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama yang merugikan petani, karena hama termasuk dalam golongan hewan yakni hewan yang dapat menyerang berbagai jenis tanaman demi kelangsungan hidupnya ((Widodo, 2013).
7. Brassica oleracea var. Botrytis L. merupakan jenis sayuran yang berasal dari familia Brassicaceae, yang memiliki bunga bonggol berwarna putih, dengan batang lunak dan memiliki klorofil. yang paling rendah (Lingga, 2010).
8. Modul praktikum merupakan referensi atau bahan ajar yang bersifat mandiri dan individual digunakan untuk kegiatan praktikum (Sufinah et al., 2013).