• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENETASAN KISTA Artemia salina DI PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR. Oleh : ALIFAH LARAS MUTHIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEKNIK PENETASAN KISTA Artemia salina DI PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR. Oleh : ALIFAH LARAS MUTHIAH"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENETASAN KISTA Artemia salina

DI PT. ESAPUTLii PRAKARSA UTAMA BARRU

SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

Oleh :

ALIFAH LARAS MUTHIAH 1522010470

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2018

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Agustus 2018 Yang menyatakan,

Alifah Laras Mutia

(5)

KATA PENGANTAR

Upaya maksimal yang dilakukan oleh penulis tidak akan terwujud dengan baik tanpa diiringi dengan doa yang dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk itu patutlah kiranya jika penulis memanjatkan puji dan syukur serta terima kasih yang tak terhingga kepada-Nya dan kepada orang-orang yang turut mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini antara lain :

1. Kepada Ibu Dr. Ir. Hartinah, M.S., selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ardiansyah, S.Pi., M.Biotech.St., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan Tugas Akhir.

2. Ucapan terima kasih kepada pembimbing lapangan dan tempat PKPM.

3. Kepada Dr. Ir. Irfani Baga, M.P. selaku Penasihat Akademik (PA).

4. Kepada Ketua Jurusan Budidaya Perikanan Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P.

5. Kepada Direktur Bapak Ir. Darmawan, M.P. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Akhirnya dengan tulus penulis menghaturkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta (Alm. Ridwansyah) dan Ibunda tercinta Sitti Ammas yang senantiasa memberikan support penyelesaian Tugas Akhir ini. Terima kasih kepada semua saudaraku, karena keberadaanmu, pengorbanan, keikhlasan dan doamu menjadi motivasi ampuh bagi saya dalam merai cita-cita ini. Kepada rekan-rekan seangkatan di Jurusan Budidaya Perikanan, semua staf PT. Esaputlii Prakarsa Utama, staf Laboratorium Politani yang tidak sempat disebut namanya, atas partisipasi dan bantuannya dalam penyelesaian proposal ini.

Semoga Tugas Akhir bermanfaat bagi penulis dan berguna kepada yang memerlukannya.

Pangkep, Agustus 2018

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Artemia salina... 3

2.2. Morfologi Artemia salina... 3

2.3. Habitat Artemia salina... 5

2.4. Kandungan Gizi Artemia salina... 6

2.5. Makan dan Kebiasaan Makan Artemia salina... 6

2.6. Reproduksi Artemia salina... 7

(7)

2.7. Penetasan dan Perkembangan Kista Artemia

salina... 7

2.7.1. Tahapan Penetasan Artemia salina... 8

2.7.2. Penebaran Artemia salina... 9

2.8. Pemanfaatan Pakan Artemia salina... 9

BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.3 Metode Pengumpumpulan Data ... 11

3.3.1. Pengumpulan Data Primer ... 11

3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 11

3.4 Metode Pelaksanaan ... 12

3.4.1. Penyediaan Air Laut ... 12

3.4.2. Penyediaan Air Tawar ... 13

3.4.3. Persiapan Wadah Kultur Artemia salina ... 13

3.4.4. Penetasan Kista Artemia salina ... 14

3.5 Parameter yang Diamati ... 15

3.5.1 Penetasan Penetasan dan Perkembangan Kista Artemia salina menjadi Naupli ... 16

3.5.2. Padat Penebaran Kista Artemia salina dan Jumlah Naupli ... 16

3.5.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ... 16

3.5.4. Kualitas Air ... 17

3.6. Analisis Data ... 17

3.6.1. Perkembangan Kista Artemia salina menjadi Naupli ... 18

3.6.2. Tingkat Penetasan (HR) Artemia salina ... 18

3.6.3. Populasi dan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Artemia salina ... 19

(8)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Teknik Penetasan Kista Artemia salina pada teknik

non dekapsulasi ... 20 4.2. Perkembangan Embrio Artemia salina ... 22 4.3. Daya Tetas (Hatching Rate, HR) Artemia salina ... 23 4.4. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Larva Udang Vaname ... 25 4.5. Kualitas Air ... 26 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 29 5.2. Saran ... 29 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(9)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 3.1. Alat dan Kegunaan Kultur Artemia salina ... 10

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan ... 11

Tabel 3.3. Standar Pemberian Artemia salina ... 15

Tabel 3.4. Parameter Kualitas Air ... 17

Tabel 4.1. Perkembangan Kista Artemia salina ... 22

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kualitas Air ... 27

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Morfologi Artemia salina ... 4

Gambar 2.2. Nauplius A.salina ... 5

Gambar 2.3. Siklus Hidup Artemia salina ... 7

Gambar 2.4. Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli ... 8

Gambar 3.1. Kutur dan Panen Artemia salina ... 15

Gambar 4.1. Wadah Kultur Kista Artemia salina ... 20 Gambar 4.2. Histogram Daya Tetas Kista Artemia pada Waktu yang

Berbeda ...

24 Gambar 4.3. Histogram Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Larva

Udang Vaname ...

25

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Kegiatan Kultur Pakan Alami Artemia salina ... 33 Lampiran 2. Tingkat Penetasan Kista Artemia salina ... 35 Lampiran 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Artemia salina ... 36

(12)

ABSTRAK

Alifah Laras Muthiah. 1522010470. Teknik Penetasan Kista Artemia salina di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Dibimbing oleh Hartinah dan Ardiansyah.

Artemia salina merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam kegiatan pembenihan udang dan ikan. Sebagai makanan hidup, A.salina tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Melihat keunggulan nutrisi A.salina dibandingkan dengan jenis makanan lainnya, maka A.salina merupakan makanan larva udang yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama buatan.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat penguasaan teknik penetasan kista Artemia salina di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru.

Metode pengumpulan data pada Tugas Akhir ini didasari oleh pelaksanaan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama tiga bulan yaitu dimulai Tanggal 29 januari – 29 April 2018. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.

Berdasarkan kegiatan ini didapatkan hasil bahwa perkembangan embrio mengalami beberapa tahap yaitu tahap proses penyerapan air, tahap pecah cangkang, tahap payung dan tahap penetasan atau instar I yang berlangsung selama 18 jam. Tingkat penetasan kista artemia tertinggi diperoleh pada pukul 23:00 (90%) kemudian berturut-turut pada pukul 16:00 (86%) dan pukul 07:00 (82%), sedangkan tingkat kelangsungan hidup larva udang vaname yang diberi pakan naupli artemia diperoleh 55%.

Kata Kunci: Artemia salina, Penetasan, Survival Rate

(13)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih ikan mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil sesuai dengan bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Salah satu pakan alami yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah Artemia salina (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

Artemia salina merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya seperti udang dan ikan, khususnya dalam pengelolaan pembenihan, yang dikarenakan sangat banyak memiliki kelebihan dibanding dengan jenis pakan lainya baik dari mekanisme pengelolaanya maupun tingkat kandungan nutrisinya seperti kaya akan protein.

Keunggulan artemia tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang sanga tipis, sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh hewan pemangsa. Melihat keunggulan nutrisi artemia dibandingkan dengan jenis pakan yang lainnya, maka A.salina merupakan makanan udang dan ikan yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama makanan buatan. Untuk itulah, kultur artemia

(14)

memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri tersendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan tugas akhir adalah untuk memperkuat penguasaan teknik penetasan kista Artemia salina pada pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei bonne).

Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan kompentensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik penetasan kista Artemia salina pada pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei bonne).

(15)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Artemia salina

Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003), klasifikasi Artemia salina adalah sebagai berikut :

Filum : Anthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Family : Artemidae Genus : Artemia Spesies : Artemia salina

Dari genus Artemia dikenal beberapa species diantaranya Artemia salina Leach, Artemia parthenogenetica, Artemia pranciscana Kellog, dan masih banyak spesies yang lain.

2.2. Morfologi Artemia salina

Artemia salina banyak ditemukan di pasaran dalam bentuk telur istirahat yang sering disebut kista. Kista ini berbentuk bulatan kecil berwarna coklat, berdiameter 200-300 mikron yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.

Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio yang tidak aktif terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). Ada beberapa tahap penetasan A.salina yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung (pengeluaran). A.salina yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange, berbentuk bulat lonjong

(16)

dengan panjang 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Ukuran- ukuran tersebut bervariasi tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antenna. Selain itu diantara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan ocellus. Sepasang mandibula rudimeter terdapat dibelakang antenna. Sedangkan, labrum (semacam mulut) terdapat dibagian ventral, adapun gambar morfologi artemia dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Morfologi Artemia salina (Nybakken, 1992)

Perubahan morfologis yang mencolok terjadi setelah masuk instar x.

Antena mengalami perubahan sesuai dengan jenis kelaminnya. A.salina bersifat pemakan segala atau omnivore. Makanan berupa plankton, detritus, partikel halus dan jasad renik. Partikel pakan yang dapat ditelan artemia paling besar 50 mikron. A.salina menggambil pakan dimedia hidupnya terus menerus sambil berenang (Nybakken, 1992).

Setelah sekitar 20 hari di luar selaput dari semburan kista dan embrio muncul, dikelilingi oleh penggarisan selaput. Sedangkan embrio yang kosong di bawah tempurung (tahap= “payung”) pembangunan nauplius selesai dan dalam waktu yang singkat penggarisan selaput dan nauplius pun terlahir (Santoso, 2010).

Adapun nauplius yang baru saja menetas, dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(17)

Gambar 2.2. Nauplius A.salina (Santoso, 2010)

Larva tahap pertama (instar I; 400-500 μm panjang) memiliki warna coklat-orange, nauplius mata merah di kepala daerah dan tiga pasang appendages.

Antena pertama (antennula) berfungsi sebagai sensor, antena kedua (berfungsi sebagai penyaring makanan dan locomotory) dan rahang berfungsi mengambil makanan, dapat dilihat pada Gambar 2.2. Kemudian A.salina akan berkembang lagi selama beberapa tahapan hingga dewasa.

2.3. Habitat Artemia salina

Artemia salina satu-satunya genus dalam keluarga Artemiidae. Pertama ditemukan di Lymington, Inggris pada 1755. A.salina ditemukan di seluruh dunia di pedalaman saltwater danau, tetapi tidak di lautan. A.salina memiliki sistem osmorgulasi sehingga mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas yang tinggi, selain mempunayai toeransi terhadap salinitas. A.salina juga mampu mensintesa haemoglobin untuk mengatasi kandungan oksigen yang rendah pada salinitas yang tinggi. Adapun kisaran parameter kualitas air untuk pertumbuhan A.salina yang optimal adalah sebagai berikut : Suhu 25 – 30 ºC, pH 7,5 – 8,5, Do 4,0 – 6,5 (Suriawaria, 1985).

Mata Antennula

Antena

Rahang

(18)

2.4. Kandungan Gizi Artemia salina

Menurut Kusuma (2013), Artemia salina mempunyai kandungan protein sekitar 55%, lemak 18,9%, serat kasar 2,04%, kadar abu 7,2% dan air 81,9%.

A.salina merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya seperti udang dan ikan, khususnya dalam pengelolaan pembenihan, yang dikarenakan sangat banyak memiliki kelebihan dibanding dengan jenis pakan lainya baik dari mekanisme pengelolaanya maupun tingkat kandungan nutrisinya seperti kaya akan protein.

2.5. Makan dan Kebiasaan Makan Artemia salina

Menurut Mudjiman (1985), kebiasaan makan artemia yaitu dengan manyaring pakan (filter feeder). A.salina menelan apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup, benda mati, benda keras, maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia antara lain berupa detritus bahan organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan (ragi laut).

Menurut Thariq dkk (2002), menyatakan bahwa artemia juga merupakan hewan yan bersifat filter feeder non selektif, oleh sebab itu faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih pakan artemia adalah ukuran partikel kurang dari 50 µm sehingga mudah dicerna, mempunyai nilai gizi dan dapat larut dalam media kultur. A.salina mulai makan pada instar ketiga, yaitu setelah saluran pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva artemia adalah 20-30 µm dan untuk artemia dewasa antara 40-50 µm.

(19)

2.6. Reproduksi Artemia salina

Menurut Bold dan Wyne (1978), perkembangbiakan artemia ada 2 cara yaitu parthenogenesis dan biseksual. Pada A.salina yang termasuk jenis parthogenesis populasi terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak terbuahi. Sedangkan A.salina dari jenis bisexual yaitu populasi terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi. A.salina mengalami beberapa fase dalam daur hidupnya yaitu dari kista menjadi nauplius kemudian menjadi artemia dewasa, adapun siklus hidup artemia dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Siklus hidup artemia (Bold dan Wyne, 1978)

2.7. Penetasan dan Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli

Menurut Gusriana (2008), kista artemia dapat ditetaskan dengan dua metode, yaitu metode tanpa dekapsulasi dan metode dekapsulasi. Metode penetasan dengan dekapsulasi adalah suatu cara penetasan kista artemia, dengan melakukan proses penghilangan lapisan luar kista dengan menggunakan larutan

(20)

hipokhlorit tanpa mempengaruhi kelangsugan hidup embrio. Metode penetasan tanpa dekapsulasi adalah suatu cara penetasan kista artemia tanpa melakukan proses penghilangan lapisan luar kista, tetapi secara langsung ditetaskan dalam wadah penetasan. Pada cara tanpa dekapsulasi kista artemia hanya direndam pada air tawar selama 15 menit. Perendaman dengan air tawar tersebut bertujuan untuk melunakkan kista artemia (Anonim, 2009).

Proses perkembangan kista artemia mejadi naupli terdiri dari beberapa tahapan yaitu proses penyerapan air, pemecahan dinding kista oleh embrio, embrio terlihat jelas masih diselimuti membran, menetas dimana nauplius berenang bebas yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam (Gusrina, 2008).

Adapun perkembangan kista artemia menjadi naupli, dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli (Gusrina, 2008)

2.7.1. Tahapan Penetasan Kista Artemia

Menurut Dewi (2007), tahapan penetasan kista artemia adalah sebagai berikut :

- Kista artemia ditimbang sebanyak 5 gr untuk 1 liter air

- Lalu ditempatkan pada wadah yang transparan berbentuk kerucut yang telah diisi air laut seteril dengan salinitas 30 permil

- Tambahkan NaHCO3 sebanyak 2 gr/lt

(21)

- Media diaerasi kuat dan suhu 25-30 0C dan p H 8,0-9,0

- Medium disinari kurang lebih 2 jam pertama atau secara kontinyu dengan intensitas cahaya 1000 lux. Lama waktu penetasan 18-36 jam.

2.7.2. Penebaran Artemia salina

Kista akan menetas kurang lebih setelah 24 jam, selanjutnya nauplius hasil penetasan dipanen untuk ditebar di bak pemeliharaan, dengan menggunakan saringan 125 mikron berbentuk kantong (Dewi, 2007).

2.8. Pemanfaatan Pakan Artemia salina

Menurut Chumadi (1990), A.salina digunakan dalam dunia perikanan untuk memenuhi kebutuhan pakan larva ikan dan udang, karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pakan alami yang lainnya, yaitu mudah dibudidayakan, mempunyai kandungan nutrisi yang cukup, mudah beradaptasi dalam berbagai lingkungan. Hingga sekarang, Indonesia masih mengimpor A.salina untuk memenuhi kebutuhan panti-panti pembenihan ikan dan udang.

(22)

BAB III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Tugas Akhir (TA) ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2018 sampai 29 April 2018 di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat untuk kultur Artemia salina di PT. Esaputlii prakarsa utama (Benur Kita) Barru, alat dan kegunaan kultur A.salina dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat dan Kegunaan Kultur Artemia salina

No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1 Konical tank Vol. 500 liter Wadah kultur Artemia salina

2 Aerator 1 set Penyalur Oksigen

3 Selang Spiral Diameter 4 cm Menyalurkan air tawar dan air laut

4 Stand panen - Tempat penyimpanan seser pada

panen

5 Gayung Plastik putih vol. 2000

ml

Untuk membagi naupli Artemia salina

6 Lampu 30 watt -

7 Ember Vol. 20 liter Untuk mengangkut, membawa

naupli Artemia salina hasil panen

8 Seser Size 0,01 µm Saringan untuk panen naupli

Artemia salina

9. Mikroskop Olympus CH-2 Untuk mengamati perkembangan

kista Artemia salina

Sumber: Data Primer, 2018

Untuk kultur A.salina bahan-bahan yang digunakan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Barru. Bahan dan fungsi kultur A.salina dapat dilihat pada Tabel 3.2.

(23)

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan

No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1 Air laut steril Salinitas 30 ppm Media kultur Artemia salina

2 Air tawar Steril Unruk membersihkan peralatan

kultur

3 Kista Artemia salina Mackay dan Inve Bibit/starter untuk dikultur

4 Spons Kain kasa Membersihkan alat yang telah

digunakan

5 Triples/kardus - Menutup wadah kultur

Sumber: Data Primer, 2018

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir (TA) ini adalah metode observasi dan partisipatif aktif yakni turun ke lapangan kegiatan budidaya (pembenihan) dan ikut terlibat langsung pada kegiatan budidaya perikanan sesuai bidang yang dipilih (pembenihan) mulai dari persiapan sampai panen. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, data tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut:

3.3.1. Pengumpulan Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pemantauan/pengukuran/perhitungan yang terlibat secara langsung pada kegiatan penetasan pakan alami A.salina pada larva udang vaname.

3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur pendukung yang relevan mengenai teknik penetasan pakan alami A.salina dan hasil wawancara dengan pembimbing lapangan (tekhnisi).

(24)

3.4. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan meliputi semua kegiatan yang berkaitan dengan teknik penetasan pakan alami A.salina pada larva udang vaname sesuai dengan standar kegiatan yang dijalankan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama. Kegiatan tersebut meliputi:

3.4.1. Persiapan Air Laut

Air laut yang digunakan bersumber dari laut yang berbatasan langsung dengan selat Makassar. Air laut dipompa dengan menggunakan dua pompa sentrifugal merk niagara yang disambungkan dengan pipa PVC yang berukuran 4 inc dan ditempatkan didalam rumah pompa dengan jarak 100 meter dari sumber air laut. Ujung pipa dibungkus dengan arang tempurung dengan kedalaman 10 meter. Air laut yang telah dipompa dialirkan menggunakan pipa PVC 4 inc kepreassure tank yang berisi pasir kuarsa dengan jarak 120 meter. Air laut yang digunakan memiliki salinitas 30–31 ppt. Kemudian, air dialirkan ke bak pengendapan yang bervolume 200 m3 dan dilakukan perlakuan terhadap air dengan cara memberikan kaporit sebanyak 10 ppm untuk induk dan 15 ppm untuk larva. Setelah itu, diberi aerasi kuat selama 8 jam. Untuk menetralkan, diberikan Natrium thiosulfat sebanyak 1/3 dari jumlah kaporit yang diberikan dan diamkan selama 2-3 jam. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat penetralan air terhadap kaporit dilakukan pengujian degan menggunkan clorin test, apabila warna air kekuning-kuningan artinya masih terkandung kaporit, sedangkan bila berwarna bening artinya air tersebut sudah netral. Air yang telah diberi perlakuan, dialirkan ke filter gravitasi yang terdiri dari tiga tingkatan. Tingkatan pertama berisi kerikil, waring, dan pasir. Tingkatan kedua berisi pasir, waring,

(25)

dan kerikil. Dan tingkatan ketiga berisi pasir, waring, kerikil, waring, dan arang.

Air yang telah difilter, dialirkan ke bak reservoar siap pakai bervolume 200 m3 sebanyak 6 buah, untuk pendistribusian ke bagian induk dan produksi menggunakan sistem gravitasi.

3.4.2. Persiapan Air Tawar

Air tawar yang digunakan berasal dari sumur bor yang disuplai di daerah Jalange dengan jarak 1 km dari PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Barru. Air dipompa menggunakan bantuan pompa celup dengan kedalamn 70 meter. Lalu, air dialirkan dengan menggunakan pipa berukuran 4 inc kepreassure tank yang berisi pasir kuarsa. Kemudian, air didistribusikan kebak penampungan air tawar yang berjumlah dua buah bak dengan kapasitas 100 ton/bak. Air pada bak penampungan air tawar tersebut siap distribusikan keseluruh devisi perusahaan dengan menggunakan pompa merk app kanji 2 inc.

3.4.3. Persiapan wadah kultur Artemia salina

Wadah yang digunakan untuk kultur A.salina di PT. Esaputlii Pratama Utama, Barru adalah bak konikal tank dengan volume 500 liter. Permukaan dan dinding bak konikal tank dicat berwarna hitam kecuali bagian dasar bak dicat bewarna putih serta bagian bawah bak dipasangkan kran air untuk memudahkan pemanenan, diberi lampu 30 watt yang digantungkan di atas bak yang berfungsi sebagai pencahayaan pada saat malam hari.

Sebelum dilakukan kultur A.salina, wadah yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan scooring pad dengan cara menggosok seluruh permukaan bak dan selang aerasi, kemudian dibilas dengan air tawar.

(26)

3.4.4. Penetasan kista Artemia salina

Artemia salina adalah jenis pakan alami zooplankton yang diberikan pada larva udang vaname stadia mysis sampai panen di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Barru. Jenis artemia yang digunakan adalah artemia mackay hijau dan inve artemia hijau muda. Sebelum dilakukan pemberian pakan alami A.salina pada larva udang vaname, terlebih dahulu dilakukan kegiatan kultur A.salina selama 24 jam. A.salina dikultur dengan menggunakan bak konikal tank volume 500 liter dengan metode non dekapsulasi. Tahap pertama yang dilakukan dalam pengkulturan A.salina adalah sterilisasi wadah bak konikal tank dengan cara mencuci dan menggosok seluruh permukaan bak dan selang aerasi dengan bantuan scooring pad lalu dibilas dengan air tawar, kemudian dilakukan pengisian air laut steril yang telah diberi perlakuan pada bak konikal tank, kista artemia dimasukkan kedalam bak konikal tank sesuai dengan kebutuhan larva, dan diberi aerasi kuat sebanyak 5 titik aerasi serta pencahayaan lampu neon 30 watt yang digantung diatas bak konikal tank.

Setelah A.salina dikultur selama 24 jam, dilakukan kegiatan pemanenan dengan cara menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan berupa seser panen artemia berukuran 150 mikron, kerangka panen, selang, penutup bak dan ember panen. A.salina merupakan zooplankton yang bersifat fototaksis positif maka 15–20 menit sebelum pemanenan, aerasi diangkat dan permukaan bak ditutup dengan menggunakan kardus atau tripleks, sehingga artemia akan berkumpul didasar bak konikal tank. Selanjutnya, selang dipasang pada kran yang terletak dibagian bawah bak konikal tank dan dihubungkan pada seser yang diletakkan dikerangka panen. Kran bak konikal tank dibuka secara perlahan dan

(27)

artemia akan keluar dan tertampung pada seser yang telah dihubungkan dikerangka panen. Selanjutnya, A.salina yang telah dipanen dibilas dengan air laut steril lalu masukan kedalam ember dan siap diberikan kelarva udang vaname.

Proses pengkulturan dan pemanenan A.salina dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(1) (2)

Gambar 3.1. (1) Kultur Artemia (2) Panen Artemia, (PT. Esaputlii Prakarsa Utama, 2018)

Untuk dosis pemberian pakan A.salina sesuai dengan standar yang telah ditentukan di PT. Esaputlii Prakarsaa Utama yang tertera pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Standar Pemberiaan A.salina

No. Stadia Kebutuhan Artemia salina

1 Mysis 3 0,25 ekor/ml

2 PL 1 0,5 ekor/ml

3 PL 2 1 ekor/ml

4 PL 3 1,3 ekor/ml

5 PL4 2 ekor/ml

6 PL 5 2,5 ekor/ml

Sumber : Data Sekunder, 2018

3.5. Parameter yang Diamati

Parameter yang akan diamati adalah Hatching Rate (HR), dan Survival Rate (SR) larva yang diberi pakan artemia, dan perkembangan kista Artemia salina.

(28)

3.5.1. Penetasan dan Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli

Penetasan kista artemia di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Barru dilakukan dengan metode non dekapsulasi atau secara alami. Penetasan dengan metode non dekapsulasi dilakukan dengan cara mengkultur kista artemia selama 24 jam tanpa perlakuan, sedangkan untuk perkembangan kista artemia menjadi naupli dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x.

3.5.2. Padat Penebaran Kista dan Jumlah Naupli

Padat penebaran kista artemia dapat diketahui dengan melakukan sampling pada satu kaleng kista artemia, dengan cara mengambil sampel sebesar 0,01 gram sebanyak 3 sampel, kemudian menghitung jumlah kista artemia secara manual lalu dijumlahkan dan dirata-ratakan, kemudian dikalikan dengan berat satu kaleng kista artemia, maka diketahuilah padat penebarannya.

Jumlah naupli yang menetas dapat dketahui dengan melakukan sampling pada wadah penetasan kista artemia, dengan cara mengambil sampel naupli artemia sebesar 1 ml sebanyak 3 sampel, kemudian dihitung secara manual dipapan lapang pandang. Sampel yang telah dihitung, dijumlahkan dan dirata- ratakan. Kemudian, dikalikan dengan volume wadah lalu dibagi dengan volume sampel, maka diketahuilah jumlah naupli yang menetas.

3.5.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Jumlah populasi dapat diketahui dengan melakukan sampling larva pada wadah pemeliharaan, dengan cara mengambil sampel sebanyak 500 ml dengan menggunakan sendok yang telah dimodifikasi dengan dua titk pengambilan sampel, sehingga sampel berjumlah 1000 ml. Sampel tersebut ditelakkan pada

(29)

gayung volume 1,5 liter, kemudian sampel larva dihitung secara manual dan dikalikan dengan volume bak. Untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup larva dilakukan sampling harian.

3.5.4. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penetasan A.salina. Tujuan dari pengelolaan kualitas air tersebut untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan pertumbuhan A.salina. Pengelolaan kualitas air pada penetasan A.salina yang dilakukan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Barru adalah dilakukan dengan pemantuan beberapa parameter kualitas air, seperti yang disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Parameter Kualitas Air

No. Parameter Satuan Alat Metode

1. Fisik:

- Suhu ̊C - Termometer In-situ

2. Kimia:

- Salinitas - pH

ppt -

- Handrefractometer

- pH Tespen Ex-situ

Sumber: Data Sekunder, 2018

Ket: In-situ (metode yang dilakukan secara langsung di lapangan) Ex-situ (metode yang dilakukan di Laboratorium)

3.6. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif yang bersumber pada data primer dan data sekunder yang didapatkan selama kegiatan PKPM.

(30)

Standar Operational Procedure (SOP) yang digunakan dalam kegiatan teknik penetasan pakan alami artemia mengikuti standar yang digunakan di PT.

Esaputlii Prakarsa Utama, Barru.

3.6.1. Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli

Penetasan kista artemia adalah suatu proses inkubasi kista artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas. Menurut Gusrina (2008), menyatakan bahwa proses penetasan terdiri dari beberapa tahapan yaitu proses penyerapan air, pemecahan dinding kista oleh embrio, embrio terlihat jelas masih diselimuti membran, menetas dimana nauplius berenang bebas yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam.

3.6.2. Daya Tetas (Hatching Rate, HR) Artemia salina

Menurut PT. Esaputlii Prakarsa Utama, jumlah kista artemia dapat dihitung berdasarkan persamaan rumus:

Keterangan :

D : Populasi atau kepadatan kista artemia (butir) N : Jumlah sampel kista artemia (butir)

Bk : Berat kista artemia dalam satu kaleng (gram) Bs : Berat sampel (gram)

Sedangkan untuk mengetahui jumlah kista artemia yang menetas menjadi naupli, dapat dihitung dengan berdasarkan persamaan PT. Esaputlii Prakarsa Utama, yaitu:

Keterangan :

D : Populasi atau jumlah naupli yang menetas (ekor)

(31)

N : Jumlah sampel naupli (ekor) Vs : Volume sampel (ml)

Vw : Volume wadah (ml)

Menurut Effendi (1979), tingkat penetasan telur (Hatching Rate, HR) dapat dihitung dengan berdasarkan persamaan rumus:

HR (%) =

3.6.3. Populasi dan Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Untuk mengetahui jumlah populasi larva berdasarkan hasil sampling maka dapat dihitung dengan berdasarkan persamaan rumus (PT. Esaputlii Prakarsa Utama) sebagai berikut :

Keterangan :

D : Populasi atau kepadatan larva dalam bak larva (ekor) N : Jumlah sampel larva (ekor)

Vbl : Volume bak larva (liter) Vsp : Volume sampel (liter)

Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate, SR) adalah nilai dalam persen dari jumlah udang yang mampu hidup hingga masa panen, menurut Effendi (1979) dapat dihitung dengan berdasarkan persamaan rumus sebagai berikut :

SR = x 100%

Keterangan :

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah larva udang pada akhir pemeliharaan (ekor) N0 : Jumlah larva udang pada awal pemeliharaan (ekor)

Gambar

Gambar 2.1. Morfologi Artemia salina (Nybakken, 1992)
Gambar 2.2. Nauplius A.salina (Santoso, 2010)
Gambar 2.3. Siklus hidup artemia (Bold dan Wyne, 1978)
Gambar 2.4. Perkembangan Kista Artemia menjadi Naupli (Gusrina,  2008)

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian