• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVAKERAPU MACAN (EpinephelusFuscoguttatus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR, SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEKNIK PEMELIHARAAN LARVAKERAPU MACAN (EpinephelusFuscoguttatus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR, SULAWESI SELATAN TUGAS AKHIR"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVAKERAPU MACAN (EpinephelusFuscoguttatus)

DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR, SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

HASMAWATI 1222223

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DANKEPULAUAN

PANGKEP

2015

(2)

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVAKERAPU MACAN (EpinephelusFuscoguttatus)

DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR,

SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

HASMAWATI 12222 223

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studipada Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

Sri Wahidah, S.Pi., M.SiIr. IkbalIllijas, M.Sc.,Ph.D Pembimbing 1pembimbing II

Diketahui oleh:

Ir.Andi Asdar Jaya, M.Si Ir. Rimal Hamal, S.Pi.M.P

Direktur Ketua Jurusan

TanggalLulus :2015

(3)

RINGKASAN

HASMAWATI, 12 22 223. Teknik Pemeliharaan Larva Ikan Kerapu Macan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Sulawesi Selatan.

Dibimbing oleh Sri Wahidah dan Ikbal Illijas.

Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas sumber daya perairan yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingginya harga jual serta permintaan pasar baik didalam maupun di luar negeri.Total perdagangan ikan karang di Asia Tenggara adalah sekitar 30.000 ton/tahun dengan 15.000-20.000 ton diperkirakan di ekspor ke Hong Kong (Sadovy et al.,2003). Produksi kerapu dari usaha budidaya hanya 8,6% dari 52.000 ton total tangkapan kerapu di Asia dengan nilai 238 juta dollar. Produksi kerapu budidaya meningkat 1,5% setiap tahun dan berkontribusi terhadap total produksi makanan ikan laut (FAO, 2003).

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan gambaran secara langsung mengenai pemeliharaan larva ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.

Penulisan tugas akhir ini berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2015 sampai Dengan 9 Mei 2015. Bertempat di Lokasi 1 dan 2 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar (BPBAP), Desa.Mappakalompo, Kecamatan.

Galesong, Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan.

Tingkat kelangsungan hidup larva ikan kerapu yang dicapai sebesar 32%

dengan jumlah juvenil sebanyak 8.000 ekor. Perkembangan dan pertumbuhan larva ikan kerapu mengalami perubahan pesat, baik warna maupun morfologi mulai sejak menetas sampai hari ke 30. Pertumbuhan panjang dari D1 sampai D30 berkisar 1,49 - 15,1 mm.

Monitoring kualitas air berada pada pada kisaran yang layak untuk pemeliharaan larva ikan kerapu, seperti parameter suhu berkisar 28 oC, pH berkisar 7,7 dan salinitas berkisar 32 ppt.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas lindungan ALLAH SWT,atas segala nikmat dan karuniaNyalah sehingga laporan PKPM yang berjudul “TeknikPemeliharaanLarva Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)di Balai PerikananBudidaya Air Payau (BPBAP) Takalar ” dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditetapkan.Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan baik dalam segi penulisan maupun materi yang terdapat didalamnya.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari segenap pembaca guna membantu dalam penyempurnaan penulisan laporan selanjutnya.

Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta atas doanya selama ini yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Bapak Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si., Direktur Politeknik Pertanian NegeriPangkep.

2. BapakIr. Rimal Hamal, M.P., Ketua Jurusan Budidaya Perikanan.

3. Ibu Sri Wahidah, S.Pi.,M.Si selaku pembimbing pertama dan Ir. Ikbal Illijas, M.Sc.,Ph.D selaku pembimbing kedua.

4. Kedua orang tua dan keluarga tercinta atas dukungan dan materi yang telah mereka berikan.

(5)

5. Serta teman-teman sejurusan dan seangkatanku.

Akhir kata penulis berserah diri kepada ALLAH SWT, dan senantiasa memonhon petunjuk-Nya. Semoga laporan PKPM ini dapat berguna bagi pembaca dan semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri.

Pangkep, Agustus 2015

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

II. TINJAUN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Morfologi ... 3

2.2 Makanan dan Habitatnya ... 4

2.3 Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonat ... 6

2.4 Kebiasaan Makan ... 7

2.5 Pemilihan Lokasi ... 8

2.6 Pemilihan Larva ... 9

2.6.1 Seleksi Telur ... 9

2.6.2 Persiapan Bak ... 9

2.6.3 Penetasan dan Penebaran Telur ... 9

2.6.4 Pengelolaan Pakan ... 10

2.6.5 Penegelolaaan Kualitas Air ... 10

2.6.6 Penyeragaman Benih (Grading) ... 11

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 12

3.2.1 Alat ... 12

3.2.2 Bahan ... 13

3.3 Metode Pengambilan Data ... 13

3.3.1 Data Primer ... 13

3.3.2 Data Sekunder ... 13

3.4 Metode Pelaksanaan ... 13

3.4.1 Persiapan Bak Larva ... 13

3.4.2 Seleksi Telur ... 14

3.4.3 Penetasan Telur dalam Bak pemeliharaan Larva ... 15

3.5 Penyebaran Minyak Ikan ... 15

(7)

3.5.1 Pakan Larva ... 16

3.5.2 Rotifer ... 16

3.5.3 Penambahan plankton ... 17

3.5.4 Pakan Buatan ... 17

3.5.5 Artemia ... 18

3.6 Pengelolaan Kualitas Air ... 18

3.6.1 Pergantian Air ... 18

3.6.2 Penyiponan ... 19

3.7 Greding ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

4.2.1 Perkembangan Larva ... 21

4.2.2 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 23

4.2.3 Pakan ... 23

4.2.3.1 Chlorella ... 24

4.2.3.2 Rotifer ... 24

4.2.3.3 Artemia ... 25

4.2.3.4 Pakan Buatan ... 25

4.2.4 Pengelolaan Kualitas Air ... 26

4.2.4.1 Penyiponan ... 26

4.2.4.2 Pergantian Air ... 26

V. KESIMPULAN dan SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Alat yang Digunakan Dalam Pemeliharaan

Larva Ikan Kerapu Macan ... 12 2. Bahan yang Digunakan Dalam Pemeliharaan

Larva Kerapu Macan ... 13 3. Jadwal Penambahan Plankton dan

Pengelolaan Kualitas Air ... 19

4.

HR (hatching Rate) yang Didapatkan Pada

Kerapu Macan ... 21 5. SR (Survival Rate) yang Didapatkan Pada

Pemeliharaan Larva Kerapau Tikus ... 21

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. MarfologiIkanKerapuMacan(Ephinephelus Fuscoguttatus) ... 4

2. Seleksi Telur, Penebaran Telur dan Pemberian Antibiotik ... 15

3. Perhitungan dan Pemberian Pakan Rotifer ... 16

4. Perhitungan dan Pemberian Pakan Rotifer ... 16

5. Pemberian Plankton ... 17

6. Pemberian Pakan Buatan Pada Larva ... 17

7. Kultur Artemia ... 18

8. Penghitungan dan Penyeragaman Benih Kerapu Macan ... 20

(10)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas sumber daya perairan yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingginya harga jual serta permintaan pasar baik didalam maupun di luar negeri.Total perdagangan ikan karang di Asia Tenggara adalah sekitar 30.000 ton/tahun dengan 15.000-20.000 ton diperkirakan di ekspor ke Hong Kong (Sadovy et al.,2003). Produksi kerapu dari usaha budidaya hanya 8,6% dari 52.000 ton total tangkapan kerapu di Asia dengan nilai 238 juta dollar. Produksi kerapu budidaya meningkat 1,5% setiap tahun dan berkontribusi terhadap total produksi makanan ikan laut (FAO, 2003). Dewasa ini telah dikenal beberapa spesies ikan kerapu dengan nilai ekonomis yang tinggi seperti ikan kerapu tikus/bebek (Cromileptes altivelis), kerapu sunu (Plectropomus leoporus), kerapu lumpur (E. tauvina dan E.

suillus) dan kerapu alis/napoleon (Cheilinus undulatus).

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia berkisar 80.000 km.

Diperkirakan area untuk budidaya laut di sekitar 62.629 ha, dengan produksi tahunan sebesar 890.074 MT. Indonesia adalah produsen utama kerapu,dimana produksi ikan kerapu budidaya pada tahun 1999 sebesar 759 ton, meningkat menjadi 6.493 ton pada tahun 2005 dengan nilai total sekitar Rp.

116.891.489.000. Budidaya kerapu di Indonesia tersebar dari Sumatera sampai Papua dan terkonsentrasi di beberapa provinsi seperti Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sulawesi Utara. Total produksi ikan kerapu di Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur dan Bali pada tahun 2005

(11)

masing-masing sebesar 4.496 ton, 388 ton 24 ton dan 180 ton (DKP, 2006).

Ketersediaan benih merupakan komponen penting dalam pengembangan budidaya kerapu. Sejumlah balai benih ikan dibangun baik oleh pemerintah dan swasta untuk memenuhi permintaan benih kerapu itu. Kawahara & Ismi (2003) melaporkan terdapat 123 unitpembenihan memproduksi benih kerapu macan di seluruh Indonesia. Lebih lanjut Sugama (2003) melaporan bahwa 3,8 juta benih ikan kerapu macan dengan ukuran 5-10cm dihasilkan oleh balai benih ikan di Indonesia pada tahun 2002.

Empat tahun terakhir ini produksi kerapu budidaya mengalami kenaikan, namun dengan pertumbuhan yang kurang signifikan, misalnya secara berturut- turut produksi kerapu budidaya tahun 2008 s/d 2011 adalah5.005 ton, 8.791 ton, 10.397 ton dan 13.000 ton. Produksi ini hanya memenuhi sebahagian kecil dari permintaan pasar Hong Kong yang pada tahun 2010 saja membutuhkan sebanyak 35.000 ton. Sesuai dengan pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan negara pengimpor kerapu, terjadi peningkatan kebutuhan sebesar 17,84% per tahun, sehingga diprediksi kebutuhan pasar Hong Kong pada tahun 2013 adalah sebesar 57.000 ton.

Ikan kerapu macan berhasil dipijahkan pada tahun 1987 dengan tingkat kematian benih masih sangat tinggi. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kematian dapat ditekan dan berhasil dipijahkan pada tahun 1990 (Kordi, 2001). Sejak saat itu produksi benih ikan kerapu macan dilakukan oleh panti pembenihan (hatchery) untuk memenuhi permintaan benih untuk budidaya. Oleh karena itu, usaha pembenihan ikan kerapu merupakan faktor penting diperhatikan untuk meningkatkan produksi ikan kerapu.

(12)

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui teknik peme - liharaan larvakerapu macan ( E. fuscoguttatus ).

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan gambaran secara langsung mengenai pemeliharaan larva ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.

(13)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped codMenurut Randall (1987) dalam Antoro, S.dkk.,(1998) menjelaskan sistematika ikan kerapu macan adalah :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Classis : Osteichtyes Subclassis : Actinopterigii Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Familia : Serranidae Genus : Epinephelus Species : E. fuscoguttatus

Deskripsi oleh Subyakto dan Cahyaningsih (2005) menyebutkan bahwa ikan kerapu macan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan gepeng (compressed), tetapi kadang – kadang ada juga yang agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi – gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat.

Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi – gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan. Menurut Kordi (2001) bentuk tubuh ikan kerapu macan menyerupai kerapu lumpur, tetapi tubuh kerapu macan lebih tinggi. Kulit tubuh ikan kerapu macan dipenuhi dengan bintik – bintik gelap yang rapat. Sirip

(14)

dadanya berwarna kemerahan, sedangkan sirip – sirip yang lain mempunyai tepi cokelat kemerahan. Pada garis rusuknya, terdapat 110 – 114 buah sisik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.MarfologiIkanKerapuMacan(E. fuscoguttatus)

2.2 Makanan dan Habitatnya

Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain di tentukan oleh jenis makanan yang tersedia. Dari makanan ada beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya makanan yang telah diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan bagi tiap- tiap individu ikan serta kelangsungan hidupnya (survival rate). Adanya makanan dalam perairan selain di pengaruhi oleh kondisi biotik dari lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan (Effendie, 2002).

Sunyoto (1994), menyatakan bahwa pada dasarnya ikan kerapu merupakan ikan yang bersifat karnivora. Pada fase larva, ikan kerapu bersifat plantonik dan biasanya memakan berbagai jenis plankton (zooplankton) seperti rotifer,

(15)

Copepoda, Naupli Artemia, udang rebon dll. Benih ikan kerapu umumnya memakan jenis ikan, udang rebon dan cumi-cumi, sedangkan ikan yang berukuran besar memakan ikan dan cumi-cumi yang berukuran besar pula.

Kerapu merupakan ikan karnivora yang cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak, mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan lebih aktif pada pagi hari. Ikan kerapu tergolong ikan buas dan kanibal, mempunyai tingkah laku dan kebiasaan sering berada didasar perairan untuk menunggu mangsanya (Hepher, 1978).

Mortalitas larva sangat dipengaruhi oleh ukuran pakan, yang terdiri atas rotifer yang menetas, branchionus dan capepoda. Selanjutnya dikatakan bahwa jenis-jenis makanan tersebut, apabila dalam waktu yang singkat tidak berhasil ditemukan atau ukurannya tidak sesuai dengan bukaan mulut larva, maka akan terjadi kelaparan dan kehabisan tenaga. Ini merupakan salah satu penyebab terjadinya mortalitas (Gitari, 1995).

DaerahpenyebaranikankerapudimulaidariAfrikaTimur, Kepulauan Ryukyu (Jepang Selatan), Australia, Taiwan (Katayama, 1960).

Menurut(WebertdanBeufort1931), di Indonesia ikankerapubanyakditemukan di perairanPulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, PulauBuru dan Ambon.Salah satuindikatoradanyakerapuadalahperairankarang.Indonesia

memilikiperairankarang yang

cukupluassehinggapotensisumberdayaalamikankerapunyasangatbesar (TahpubolondanMulyadi, 1989).

Dalamsiklushidupnyakerapumacanmudahhidup di perairankarangpantaidengankedalaman 0,5-3 m,

(16)

selanjutnyamenginjakmasadewasaberupayakeperairan yang lebihdalamantara 7 - 40 m, biasanyaperpindahaniniberlangsungpadasiangdansenjahari. Telurdan larva bersifatpelagissedangkankerapumudahhinggadewasabersifatdemersal (Tampubolondanmulyadi, 1989). Habitat favorit larva

kerapumacanmudaadalahperairanpantaidekatmuarasungaidengandasarpasirber karang yang banyak di tumbuhipadanglamun (Anynomous, 1991).

2.3 Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad

Ikan kerapu macan bersifat hermaprodit protogini, yaitu pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua. Fenomena perubahan jenis kelamin pada kerapu sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran benih (Smith, 1982 dalam Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Bobot kerapu macan betina 3,0 – 4,5 kg dan bobot kerapu macan jantan 5,0 – 6,0 kg ke atas atau ketika kerapu macan jantan sudah mampu menghasilkan sperma untuk membuahi telur ikan betina. Menurut Chen (1991) mengatakan bahwa pada jenis E.

Diacanthuskecenderungan perkembangan matang gonad terjadi selama masa non reproduksi yaitu antara umur 2 – 6 tahun. Perkembangan matang gonad terbaik terjadi antara umur 2 – 3 tahun.

Proses pemijahan dilakukan secara bergerombol di perairan Indo Pasifik, puncak pemijahan berlangsung beberapa hari sebelum bulan purnama pada malam hari (Tampubolon dan Mulyadi, 1989). Beberapa spesies dari ikan kerapu mempunyai musim pemijahan 6 – 8 kali per tahun sedangkan pemijahan pertama (prespawning) terjadi satu sampai dua kali per tahun (Shapiro, 1987 dalamAntoro,

(17)

dkk., 1998). Musim pemijahan ikan kerapu di Indonesia terjadi pada bulan Juni – September dan November – Februari (Sugama, 1999).

2.4 Kebiasaan Makan

Ikan kerapu macan dikenal sebagai predator atau piscivorousyaitu pemangsa jenis ikan –ikan kecil, zooplankton, udang – udangan, invertebrata, rebon dan hewan– hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya memangsa satu per satu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar, sedangkan larva ikan kerapu pemakan larva moluska (trokofor), rotifera, microcrustacea, copepoda dan zoopla- nkton (www.warintekprogressio.or.id, 1996).

Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktivitas dan kebiasaan dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relatif ikan kerapu sebagai ikan karnivora berkisar 0,26 – 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang di amati memiliki lipatan – lipatan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan berfungsi sebagai penyerapan makanan.

Utoyo, dkk., dalam Antoro, dkk., (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melalui pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro, dkk.,(1998) menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air dan bersifat nokturnal. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni kanibalisme yang muncul pada larva yang berumur 30 hari akibat pasokan makanan yang tidak mencukupi.

(18)

2.5 Pemilihan Lokasi

Persyaratan lokasi pembenihan yang baik meliputi faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan aspek teknis dalam memproduksi benih (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) beberapa aspek penting yang harus dipenuhi adalah letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut. Pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi. Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 – 35 ppt. Sumber air laut dapat dipompa minimal 20 jam per hari. Sumber air tawar tersedia dengan salinitas maksimal 5 ppt. Peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW).

Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor – faktor teknis dalam pemilihan lokasi pembenihan. Persyaratan lokasi yang termasuk dalam faktor non teknis meliputi beberapa kemudahan seperti sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, laboratorium, asrama, tempat ibadah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat menunjang kelangsungan usaha yakni adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat, termasuk dukungan masyarakat sekitar (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005).

(19)

2.6 Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva merupakan kegiatan utama pada usaha pada usaha pembenihan ikan kerapu dalam menghasilkan benih, pengolahan dalam pemeliharaan larva meliputi persiapan bak, pemberian pakan baik pakan hidup maupun pakan buatan dan pengelolaan kualitas air media pemeliharaan.

Bak pemeliharaan sebelum digunakan harus dicuci bersih dan disterilkan dengan menggunakan kaporit. Penebaran larva dilakukan dengan dua cara, yaitu penebaran telur atau penebaran larva. Larva D1 diberi fitoplankton jenis Nannocloropsis sp. Pemberian fitoplankton dimaksudkan sebagai penetral kualitas air terhadap gas peracun sebagai rotifer yang diberikan pada larva D3.

Kepadatan pakan yang diberikan larva D20 adalah 3-6 induvidu ind/ml. rotifer diberikan hingga D20 hari. Pakan buatan mulai diberikan sedikit demi sedikit pada larva D15. Pengelolaan air dilakukan dengan penyiponan dan pergantian air.

Penggantian air semakin meningkat dengan bertambanya umur larva (Sutrisno, ddk, 1987).

Pemeliharaan larva kerapu dapat menggunakan bak semen bervolume 0,5 – 10 ton. Larva kerapu seperti jenis larva ikan laut yang lain tidak tahan terhadap perubahan lingkungan yang besar seperti : perubahan suhu, salinitas, pH air dan intensitas cahaya. Dalam pemeliharaan larva, keberhasilan larva untuk memanfaatkan pasokan pakan dari luar terutama pada saat cadangan makanan dari dalam tubuh sudah habis merupakan kunci bagi kelangsungan hidup bagi larva 8 selanjutnya. Masa kritis pertama terjadi pada saat larva mulai buka mulut sampai saat kuning telur habis terserap. Oleh karena itu harus menyediakan pakan awal yang mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran bukaan mulutnya, dalam jumlah

(20)

dan mutu nutrisi yang cukup (Kawahara et al ., 2000).

Menurut Sunyoto dan Mustahal (1997), sebelum larva ditebar, bak-bak untuk pemeliharaan harus disiapkan. Bak-bak diisi air laut yang telah difilter dengan jumlah kira-kira 80% dari kapasitasnya serta dipasok aerasi pada tingkat kecepatan rendah, artinya gelembung-gelembung udara yang keluar diusahakan sekecil mungkin, tetapi tidak berhenti. Sekitar 1 – 2 jam sebelum menetas, telur- telur ditebarkan dengan pelan-pelan ke dalam bak pemeliharaan. Penebaran telur dilakukan pada tingkat kepadatan 50 butir per liter air pemeliharaan.

Panjang tubuh total larva kerapu bebek hampir sama dengan jenis kerapu lainnya, yakni berkisar 1,52 mm. Sedangkan menurut Kohno et al , (1990) pan - jang total larva kerapu bebek, yakni 1,287-1,393 mm. Ketika larva berumur satu hari (D1), saluran pencernaanya sudah mulai terlihat, tetapi mulut dan anusnya masih tertutup dan calon matanya yang transparan sudah terbentuk. Larva berumur dua hari (D2) bersifat planktonis, bergerak mengikuti arus, sistem penglihatannya belum berufungsi, dan masih memiliki kuning telur ( yolk egg ).

Setelah telur menetas menjadi larva, larva ikan kerapu macan dalam per- kembangannya menjadi juvenil akan mengalami fase kritis (Akademik Perikanan Sidoarjo, 2005) yaitu sebagai berikut :

1. Umur Kritis I

Larva umur 3-7 hari (D3-D7), persediaan kuning telur telah habis, bukaan mulut larva juga masih terlalu kecil untuk memangsa larva seperti Rotifer.

Sementara itu, organ pencernaannya belum berkembang secara sempurna, sehingga belum dapat memanfaatkan pakan yang tersedia secara

(21)

maksimal.

2. Umur Kritis II

Kematian larva terjadi pada umur 10-12 hari (D10-D12). Pada saat itu spina calon sirip punggung dan dada mulai tumbuh semakin panjang. Pada fase ini kebutuhan komposisi nutrisinya lebih komplit. Pakan yang diberikan masih sama dengan fase yang sebelumnya.

3. Umur Kritis III

Kematian larva terjadi pada umur 21-25 hari (D21-D25) ketika terjadi metamorfosis, yakni pada saat spina tereduksi menjadi sirip punggung dan sirip dada pada kerapu muda.

4. Umur Kritis IV

Pada fase ini benih berumur lebih dari 35 hari (D35). Sifat kanibalnya sudah mulai nampak, benih yang besar akan memakan benih yang lebih kecil.

2.7 Pemberian Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam pertumbuhan ikan, baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Sedangkan pakan dibutuhkan oleh ikan sejak mulai hidup yaitu dari larva, dewasa sampai ukuran induk. Pakan buatan tidak dapat dipisahkan dengan pengetahuan nutisi, yang di maksud dengan pengetahuan nutrisi adalah pengetahuan mengenai pemberian pakan ikan berdasarkan zat-zat gizi yang dikandungnya. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan selain dapat menjamin kehidupan ikan juga akan mempercepat pertumbuhannya (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan pakan buatan. Ada dua jenis rotifer menurut ukuran

(22)

yaitu SS (super small) dengan ukuran panjang lorica 120-140 μm dan S (small) dengan ukuran panjang lorica 180-200 μm (Sugama et al., 2003). Sebagaimana jenis ikan kerapu lainnya, kerapu bersifat karnivora, terutama memangsa larva moluska (trokofor), rotifer, mikrokrustasea, kopepoda, dan zooplankton untuk larva. Sedangkan untuk ikan kerapu bebek yang lebih dewasa memangsa ikan- ikan kecil, crustacea dan cephalopoda.

Rotifera ( Brachionus Plicatilis) adalah jenis pakan alami yang secara luas telah digunakansebagai pakan awal dalampemeliharaan larva berbagai jenis ikan dan crustacea, karena selain ukurannya yang relatif sesuai dengan bukaan mulut larva, gerak renangnya lambat, dapat di kultur secara massal dan rata-rata reproduksinya tinggi (Lubzens et al., 1989 dalam Fulks dan Main, 1991).

Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di Indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan pembenihan ikan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).

Pakan buatan dengan kandungan nutrisi cukup harus diberikan sedini mungkin yaitu setelah larva berumur 15-17 hari, agar tidak terjadi kekurangan

(23)

nutrisi pada larva yang mengakibatkan syndrom kematian pada usia diatas 25 hari atau 25 day syndrome (Sugama et al., 2003). Menurut Nybakken (1988) sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari, lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).

Berdasarkan prilaku makannya, ikan kerapu menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan (Randall, 1987).

Sebagai ikan karnivora, kerapu mempunyai sifat buruk yaitu kanibalisme.

Kanibalisme merupakan salah satu penyebab kegagalan pemeliharaan dalam usaha pembenihan. Ikan kerapu merupakan hewan karnivora yang memangsa ikan kecil, kepiting, dan udang udangan. Ikan kerapu bersifat karnifora dan cen - derung menangkap/ memangsa yang aktif bergerak di dalam kolam air (Nybakken, 1988 dan Anonim, 2001).

2.8 Panen dan Pasca panen

Kegiatan panen dan pasca panen terutama pengangkutan menjadi faktor penentu mutu benih dilokasi pembesaran. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan guna mendukung keberhasilan panen antara lain persiapan, ukuran dan umur benih, waktu dan cara panen. Ada dua tahap panen dalam usaha pembenihan, yaitu panen benih dari hasil pemeliharaan larva dan panen benih dari hasil pendederan. Transportasi benih yang biasa digunakan ada dua cara yaitu, transportasi tertutup dan terbuka. Pengangkutan secara tertutup merupakan cara paling umum digunakan meskipun dalam jarak dekat dan melalui jalan darat karena cara ini lebih aman dan mudah pelaksanaannya. Pengangkutan yang waktu angkutnya lebih dari 20 jam, sebaiknya dilakukan pengemasan ulang terutama pe

(24)

nggantian oksigen. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak dekat dan jalan yang ditempuh melalui darat ( Dhoe dkk., 2004 ).

Pemanenan dilakukan setelah benih mencapai ukuran 5 - 7 cm atau disebut gelondongan, ukuran ini bisa mencapai masa pemeliharaan 3 - 4 minggu. Persiap an alat panen harus dilakukan untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.

Adapun alat yang digunakan pada pemanenan benih adalah skop-net, wadah penampung seperti ember, dan waring. Waktu yang tepat dalam melakukan pema nenan yaitu pada pagi dan sore hari. Pemanenan benih diawali dengan pengurang an air dari dalam bak hingga tersisa 1/3 volume awal. Selanjutnya benih digiring dengan waring ke sudut bak untuk mempermudah penangkapannya. Jika benih telah berkumpul di sudut bak maka benih dapat dengan mudah di tangkap dengan skop-net dan di masukkan ke wadah penampung (Akbar dan Sudaryanto, 2001).

Setelah dipanen benih yang akan dipasarkan dipacking menggunakan kantong plastik jenis PL. Ketika benih akan dipacking, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pada saat panen benih harus dalam kondisi dipuasakan atau tidak diberi pakan yang disesuaikan dengan tingkat berat dan ukuran. Benih yang berukuran kurang dari 3 gr dipuasakan 12 – 24 jam sebelumnya sedangkan untuk yang lebih dari 3 gr, 36 – 46 jam menjelang pengangkutan. Kondisi benih demikian sangat aman untuk di packing. Packing dilakukan dengan cara meletakan kantong plastik dalam wadah styrofoam dan diberi batu es secukupnya, kemudian ikan siap untuk dikirim ke tempat tujuan. Biasanya, 1 wadah styrofoam ukuran standart 75 x 42 x 32 cm dapat diisi 8 buah kantong plastik dan cukup diberi 2 buah batu es yang dibungkus kantong plastik berukuran 10 x 15 cm dan koran bekas. Kepadatan setiap kantong antara 20 – 25 ekor (Subyakto dan

(25)

Cahyaningsih, 2005).

2.9 Penyeragaman Benih

Minjoyo dkk.(1998) menyatakan bahwa grading dimaksudkan untuk menyeragamkan ikan peliharaan yang ditempatkan dalam satu wadah dan bukan merupakan jalan pemecahan untuk mengatasi sifat kanibal melainkan mengurangi sifat kanibal. Sifat kanibal menurunkan tingkat populasi dan cara yang paling tepat untuk menguranginya adalah menyediakan pakan secara optimal. Grading pada ikan dilakukan pada waktu larva berumur 35 hari dimana larva sudah menjadi benih.

(26)

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penulisan tugas akhir ini berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2015 sampai dengan 9 Mei 2015. Bertempat di lokasi 1 dan 2 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar (BPBAP), Desa.Mappakalompo, Kec. Galesong, Kab. Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam pemeliharaan larva ikan kerapu macan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang di gunakan dalam pemeliharaan larva ikan kerapu macan.

No. Nama Alat Spesifikasi Manfaat

1. Bak penampungan air 10 ton / 3 buah Sebagai tempat untuk menampung air yang telah diteritmen.

2. Pipet tetes 1 buah Mengambil sampel.

3. Tudung saji 10 buah Wadah untuk gereding

dan panen.

4. Gelas ukur 1 buah Mengukur sampel.

5. Saringan 2 buah Menangkap Benih

6. Baskom 4 buah Menampung larva.

7. Sikat sapu 8 buah Membersihkan bak.

8. Frezeer 1 buah Tempat menyimpan

pakan.

9. Gayung/ciduk 1buah Untuk memberikan

pakan alami

10. Selang spiral 1 buah Menyipon kotoran di

dasar bak pemeliharaan induk dan larva.

11. Aerasi 9 buah Menyuplai oksigen.

12.

13.

Bak fiber plastik

2 buah 2 buah

Media kultur artemia.

Penutup bak larva 14. Bak pemeliharaan larva 4 buah Media pemeliharaan.

( sumber : Data Primer )

(27)

3.2.2 Bahan

Adapun Beberapa Bahan yang di gunakan dalam pemeliharaan larva ikan kerapu macandapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan yang di gunakan dalam pemeliharaan ikan kerapu macan.

No Nama Spesifikasi Kegunaan

1. Deterjen Rinso Mensucihamakan

2. Oksalit Desinfektan

3. Vitaliquid, aminoliqid, algamac,scots emulsion,Vitamin C

0,5 ppm Pengkayaan Pakan

Rotifer dan Artemia

4. Tio sulfat 5 gram Treatment terhadap

residu kaporit

5. Nano gel 200 ml chorella instan

6. Pakan buatan Sumber pakan

buatan (Sumber : Data Primer)

3.3 Metode Pengambilan Data

3.3.1. Data Primer

Mencatat data yang diperoleh dalam kegiatan Praktek di BPBAP Takalar.

3.3.2 Data Sekunder

Mencatat setiap data yang diperoleh baik dari instansi terkait, literatur, wawancara yang berguna sebagai bahan penyusunan laporan.

3.4 Metode Pelaksanaan 3.4.1 PersiapanBak Larva

a. Baksebelumdiisilarva

terlebihdahuludibersihkanyaitudengancaradisikatdengansabunrinso.

b. Setelahitudibilasdengankaporit dan didiamkan selama 24 jam.

(28)

c. Kemudian dibilaskembalidenganNatriumThiosulfat (Na2S2O3).

d. Selanjutnya bak dibilas menggunakan air laut dan dilakukan penyiraman menggunakan formalin.

e. Air laut yang disaringsebelumdigunakanuntukmemelihara larva diberikaporit

30 – 60 ppm selama 24 jam

dandiaerasikuatdanbilamasihmengandungclorindinetralisirdenganthiosulfat 15 – 30 ppm. Salinitas media pemeliharaanadalah 30 – 33 ppt.

Sedangkansuhuar media pemeliharaanberkisarantara 27 – 29

oC.Pengisianbakdilakukanhanyasekitarduapertigadari volume bak.

3.4.2 PenyebaranMinyakIkan

a. Minyak ikan yang berada di dalam botol diteteskan pada bak larva pada umur D1 – D10 sebanyak 5 tetes.

b. Penyebaranminyakcumi dilkakukan 2x sehari yaitu pagi dan sore hari.sangatmembantuuntukmenghindarikematian larva yang mengapung.

3.4.3 Pengelolalaan Pakan

Tigajenispakanyangdigunakanuntukmemelihara larva yaitu rotifer, pakanbuatandanArtemia.Rotifer adaduatipeyaitutipe SS dantipeS denganukuranpanjanglorika 120-140 m untuktipe SS dan 140-200 m untuktipe S.

(29)

Tabel 3. Pemberian pakan terhadap larva Stadium

larva

Jenis makanan Dosis Frekuensi Waktupemberian

Do – D1 Yolk egg - - -

D2 Chlorella 50 - 100 sel/

ml

1 kali 07.30

D3 – D7 Chlorella

Rotifer

50 – 100 sel/ml

3 – 5 ind/ml

1 kali

2 kali

07.30

09.00 – 13.00 D8 – D20 Chlorella

Rotifer Pakan buatan

Artemia

50 – 100 sel/ml

3 – 5 ind/ml 5 gr

1 - 3 ind/ml

1 kali

2 kali 4 kali

1 kali

07.30

09.00 – 13.00 08.00,10.00,12.00, 15.00,17.00 14.00 D21 – D30 Chlorella

Rotifer Pakan buatan

Artemia

50 – 100 sel/

ml

3 – 5 ind/ml 5 gr

1 – 3 ind/ml

07.30

09.30 – 13.00 08.00, 10.00, 12.00 , 15.00, 17.00 14.00

D31 – D45 Pakan buatan

Artemia

8 gr

1 – 3 ind/ml

08.00, 10.00, 12.00 , 15.00, 17.00 14.00

(30)

3.5 Pengendalian hama dan penyakit a. Alat dan bahan disiapkan

b. Elbazin dilarutkan kedalam ember yang berisi air sebanyak 2 liter (4 ppm)

c. Setelah larut, elbazin ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva 3.6 PengelolaanKualitas Air

3.6.1 Pergantian air

a. Setiap pagi hari dilakukan penurunan air sebanyak 10-25 % dan kegiatan ini berlangsung selama 30 menit dan dibiarkan air mengalir pada proses sirkulasi.

b. Setelah 30 menit dilakukan penambahan air laut sampai mencapai ketinggian optimal.

c. Pergantian air mulaidilakukanpada larva umur D10 -15 sebanyak 10- 20% setiap 3 harisekali. D16 - D20 sebanyak 20 - 30%, D21 - 25 sebanyak 30-50% setiap 1 harisekali. Dan umur larva lebihdari D26 sebanyak 50 - 100% setiaphari. Secararingkaspengelolaankualitas air disajikandalamTabel 2.

(31)

Tabel2.JadwalPenambahan Plankton dan PengelolaanKualitas Air UmurIkan

(Hari)

Volume Chlorella Yang

Ditambahkan (liter)

Ganti Air (%) Volume Air SetelahGanti

Air (m3)

Siphon

D0 – D1 D2 – D9 D10–D15 D16–D20 D21- D25 D26–D35 D36–D40

-

150 – 200 250 250 – 300 300 – 400 300 – 400 -

- - 10 – 20 20 – 30 30 – 50 50 – 100 100 – 150

7,0 - 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0

- - - 1x/3 hari 1x/2 hari setiaphari setiaphari

3.6.2 Penyiponan

a. Menyiapkan alat dan bahan b. Menurunkan air sebanyak 30%

c. Menghentikan aerasi

d. Kemudian menyipon dasar bak menggunakan selang spiral

3.6.3 Parameter Kualitas Air a. Menyiapkan alat dan bahan

b. Mengukur pH dan suhu menggunakan pH meter c. Mengukur salinitas dengan handrefraktometer 3.7 Grading

a. Membuang air pada bak melalui saluran pengeluaran sampai ketinggian mata kaki.

(32)

b. Penangkapan benih menggunakan tudung saji dan keranjang kecil.

c. Benih diangkat dan diletakkan dalam baskom berisi air dan siap dilakukan seleksi ukuran benih.

Gambar 7. Penghitungan dan PenyeragamanBenih Kerapu Macan 3.8 Parameter yang diamati dan Analisa Data

Parameter yang diamati selama pemeliharaan larva kerapu macan meliputi tingkat kelangsungan hidup, perkembangan larva, hama dan penyakit, parameter kualitas air.

3.7.1 Analisa Data

Data yang diperoleh diuji secara deskriptif dengan rumus tingkat kelangsungan hidup ikandihitungdenganrumusZoonnevelddkk. (1991) sebagai berikut :

SR

=

x 100 %

Keterangan :

SR = Tingkat kelangsungan hidup larva Nt = Jumlah larva yang hidup di akhir

(33)

No= Jumlah larva yang hidup di awal

Pertumbuhan panjang ditentukan dengan mengukur panjang total larva, sedangkan perkembangan larva diamati di bawah mikroskop.

Gambar

Gambar 1.MarfologiIkanKerapuMacan(E. fuscoguttatus)
Tabel 3. Pemberian pakan terhadap larva  Stadium
Gambar 7. Penghitungan dan PenyeragamanBenih Kerapu Macan  3.8  Parameter yang diamati dan Analisa Data

Referensi

Dokumen terkait

Dalam metode ini, data primer diperoleh langsung dari Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan para pihak yang berperkara, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen hukum

Membandingkan parameter ketersediaan hayati dari suatu bentuk sediaan yang akan di tentukan terhadap parameter ketersediaan hayati sediaan inovator ( standar ).. Protokol

2. Buktikan bahwa kesenian merupakan hasil peninggalan zaman prasejarah! 3. Jelaskan yang dimaksud food gathering dan food

Mengingat hasil uji determinasi variabel bebas (motivasi, kemampuan dan kesempatan) terhadap variabel terikat kinerja Pegawai nilainya baru mencapai level 73,2 %, maka

peneliti yang dinilai layak untuk melanjutkan penelitian harus mengunggah proposal tahun berikutnya dengan format mengikuti proposal tahun sebelumnya, sedangkan penilaian

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

Pertumbuhan ekonomi secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan, akan tetapi pertumbuhan ekonomi dapat memengaruhi dalam

Pembahasan masalah pembagian zakat kepada mustahik (orang- orang yang berhak) menerima zakat termasuk katagori permasalahan yang bersifat Ijtihadiyah. Hal tersebut