• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

berbeda dengan anak normal pada umumnya. Menurut Efendi yang dikutip oleh

Abdullah (2013), istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada

anak yang dianggap mempunyai kelainan atau penyimpangan dari kondisi

rata-rata anak normal umumnya yaitu dalam hal fisik, mental maupun karakteristik

perilaku sosialnya.

2.1.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus

dikelompokkan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan

karakteristik sosial.

1. Kelainan Fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ

tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik

tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya

anggota fisik terjadi pada; alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra

pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan

pada fungsi organ bicara (tunawicara); alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot

(2)

amputasi dan lain-lain. Kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam

kelompok tunadaksa.

2. Kelainan Mental

Anak dalam aspek kelainan mental adalah anak yang memiliki

penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia

sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu

kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal). Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan c) anak genius (extremely gifted). Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang

diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah

normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau

layanan secara khusus.

Kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak tunagrahita

mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase

perkembangannya. Anak tunagrahita tidak bisa menentukan bagaimana mereka

harus menjaga kesehatan, mengatur pola makan, dan mencegah mereka dari

penyakit yang mengancam kesehatannya. Anak tunagrahita sedang sampai berat

bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri dan cenderung melakukan sesuatu

tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi.

3. Kelainan Perilaku Sosial

(3)

kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial,

dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan

perilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan

lingkungan, pelanggaran hukum atau norma maupun kesopanan (Amin &

Dwidjosumarto, 1979). Menurut Mackie yang dikutip oleh Abdullah (2013), anak

yang termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang

mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di

rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.

2.2 Anak Usia Sekolah

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berumur antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia anak

sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat

mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua.

Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan

pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak usia sekolah meliputi:

1. Pertumbuhan tidak secepat bayi

2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal)

3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai

4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat

5. Pertumbuhan lambat

(4)

Anak usia sekolah pada umumnya banyak memiliki aktivitas bermain

yang menguras banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi

yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya

harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat

cukup.

2.2.1 Kebutuhan Gizi pada Anak Usia Sekolah

Awal umur 6-7 tahun anak mulai masuk sekolah, dimana anak mulai

banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan mulai

mengenal suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja

banyak memengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru,

kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan

anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan

kepada mereka (Moehji, 2003).

Zat gizi makro maupun zat gizi mikro sangat dibutuhkan anak usia

sekolah untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, mempertahankan tubuh

terhadap serangan infeksi, dan meningkatkan kemampuan belajar serta membantu

konsentrasi. Menurut Ingtyas yang dikutip oleh Rahmawati (2013), anak dengan

disabilitas intelektual (tunagrahita) mengalami defisit asupan gizi yaitu

diantaranya energi, protein, zat besi (fe), vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.

Marthur (2007) menambahan anak tunagrahita juga mengalami defisit kalsium.

Menurut Rao yang dikutip oleh Rahmawati (2013), pada anak

tunagrahita, rendahnya asupan karbohidrat dapat berpengaruh pada

(5)

amino yang terdapat dalam makanan berprotein tinggi dapat memengaruhi fungsi

otak dan kesehatan mental. Hal ini berkaitan dengan dengan neurotransmiter otak.

Asam amino merupakan bahan pembentuk dari beberapa neurotransmiter

dopamin yang tebentuk dari asam amino tirosin. Asupan asam amino yang kurang

dapat menyebabkan terganggunya sintesis dari masing-masing neurotransmiter,

yang mana berhubungan dengan suasana hati (mood) dan sifat agresif anak. Akan tetapi, penambahan asam amino yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak

dan disabilitas intelektual.

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam

tubuh. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penurunan kemampuan belajar

karena fungsi neurotransmiter tidak bekerja dengan optimal, anemia gizi besi, dan

menurunkan appetite. Vitamin B6 (piridoksin) berfungsi mencerna protein, sintesis antibodi, dan berperan pembentukan sel darah merah. Kekurangan

vitamin B6 dapat menyebabkan gangguan protein seperti lemah, mudah tersinggu,

perubahan hati (mood), dan sukar tidur. Kekurangan vitamin C akan menyebabkan perbaikan jaringan menjadi lambat. Dampak lainnya adalah

gangguan saraf yang diikuti oleh gangguan psikomotor. Kalsium merupakan

mineral yang paling banyak di dalam tubuh dan jumlah paling banyak tersimpan

pada tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan.

Aktivitas yang tinggi mulai waktu untuk sekolah, mengerjakan

pekerjaan rumah (PR), dan bermain membuat stamina anak cepat menurun jika

(6)

Kebutuhan energi golongan umur 10-15 tahun relatif lebih besar dari pada

golongan umur 7-9 tahun, karena aktivitas dan pertumbuhan yang meningkat,

terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-15 tahun, kebutuhan gizi anak

laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein

yang dianjurkan bagi anak umur 7-15 tahun tertera pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Anak Umur 7 –15 Tahun

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 Tahun 2013 Konsumsi zat gizi seseorang dapat dibandingkan dengan angka kecukupan gizi

rata - rata dengan mencari tingkat konsumsi setiap kategori. Tingkat konsumsi

ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(7)

2.3 Pola Makan

Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran

mengenai kualitas makanan masyarakat. Menurut Lie Goan Hong dalam Sri

Kardjati (2009) yang dikutip oleh Aidina (2015), pola makan adalah berbagai

informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan

makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk

suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk,

buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan

kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis hidangan makanan yang beraneka

ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun

dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Asupan gizi diperoleh dari

mengonsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, dan mineral. Beberapa zat gizi tersebut akan diubah

menjadi energi dalam tubuh yang nantinya akan digunakan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari.

Menurut Hanum yang dikutip oleh Pohan (2015), permulaaan growth spurt (pertumbuhan yang cepat) pada anak tidak selalu sama pada umur yang sama melainkan terdapat perbedaan secara individual. Pertumbuhan yang cepat

biasanya diiringi oleh bertumbuhnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi

akan naik pula. Pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut kalau

(8)

sudah menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan pada

mereka. Sementara kebutuhan energi akan meningkat karena mereka lebih banyak

melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga, bermain dan lain-lain.

2.3.1 Kaitan Pola Makan dengan Status Gizi

Ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan atau

kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih

maupun gizi kurang. Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan seseorang

berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadi bila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien, sehingga

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan

kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh

mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terja-

di bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga

menimbulkan efek toksis atau membahayakan.

2.3.2 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-15 Tahun

Anak umur 7-15 tahun sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.

Tetapi kebutuhan nutrien justru bertambah, karena mereka sering melakukan

berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan

sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-15 tahun lebih besar

daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan

aktivitas yang lebih banyak.

Pemberian makan pada anak bertujuan: 1) memberikan nutrien yang

(9)

optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit; dan

2) mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar

menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu (Markum, dkk,

2002).

2.3.3 Pengaturan Makan pada Anak Umur 7-15 Tahun

Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa bayi

dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut: 3 kali makan utama (pagi,

siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil atau jajanan, dan

bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2002). Secara lebih terinci jadwal

makan yang dianjurkan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Contoh Pola Makanan Anak Umur 7-12 Tahun

(10)

Keterangan :

1) Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung, kentang, sagu.

2) Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan tawar.

3) Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.

4) Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram.

5) Berat biskuit “Regal” : 8-10 gr/buah

Berat biskuit “ Farley” : 15-16 gr/buah

urt : ukuran rumah tangga

g : gram

2.4 Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam

metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24

jam yang lalu (kemarin). Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Menurut Sanjur yang dikutip oleh Supariasa, dkk

(2001). Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut: 1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan

atau minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT)

selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi

dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar

(11)

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA)

atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani responden. Biaya relatif

murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas.

2. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

3. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

4. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu

sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan

recall satu hari.

2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam

menggunakan alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut

kebiasaan masyarakat.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.

(12)

meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali

(1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif menggambarkan

kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk, 2001).

2.5 Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Menurut Supriasa, dkk (2001), secara umum survey konsumsi makanan

dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode

frekuensi makan adalah untuk memperoleh data tetang frekuensi konsumsi

sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama waktu periode tertentu setiap

hari, minggu, bulan atau tahun.

Formulir frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau

makanan dan frekuensi pengguanaan makanan tersebut pada periode waktu

tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang

dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.

Kelebihan metode food frequency : 1. Relatif murah dan sederhana

2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

3. Tidak membutuhkan latihan khusus

(13)

Kekurangan metode food frequency:

1. Tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari-hari

2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data

3. Cukup menjemukan bagi pewawancara

4. Perlu membuat pencobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan

makanan yang akan masuk ke dalam daftar kuesioner

5. Responden harus jujur dan mempuyai motivasi yang tinggi.

2.6 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet

yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang

terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki

dan mempertahankan kebugaran. Menurut Fatmah yang dikutip oleh Pohan

(2015), latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga

adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat

kompetitif maupun non kompetitif.

Kenaikan aktivitas fisik biasanya akan menaikkan nafsu makan.

Latihan-latihan olahraga menambah nafsu makan pada orang-orang yang aktif secara

normal. Keadaan ini merupakan mekanisme perlindungan tubuh, karena jika

tidak, bila kita berjalan satu jam sehari maka dalam waktu 4-5 tahun, berat tubuh

kita akan habis. Jadi, meningkatnya nafsu makan ini memungkinkan kita

menjalankan latihan-latihan olahraga tanpa merusak kesehatan. Dalam hal ini

(14)

nafsu makan kita akan menurun. Pada kenyataannya, nafsu makan kita juga akan

bertambah jika kita tidak aktif bergerak. Makan bisa merupakan kebiasaan yang

mungkin disebabkan oleh nervous, misalnya ingin ada kesibukan tangan. Pada orang yang memiliki sifat yang demikian, melihat televisi sambil duduk saja tanpa

makan, akan merasa tidak enak. Atau misalnya jika sedang berkumpul dengan

teman-teman dan tidak mengerjakan sesuatu maka orang cenderung makan dalam

jumlah banyak (Sumosardjuno, 1986).

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran

seseorang, diantaranya yaitu:

1. Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung

2. Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja

otot jantung

3. Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung

4. Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik

5. Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh)

6. Meningkatkan kemampuan otot, dan

7. Mencegah obesitas.

Jenis aktivitas fisik dibagi ke dalam 2 kategori yaitu aktivitas fisik

terstruktur dan aktivitas fisik tidak terstruktur. Jenis aktivitas fisik terstruktur se-

perti olahraga. Menurut Suryadi yang dikutip oleh Pohan (2015) aktivitas fisik

dapat diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya

kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner,

(15)

kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24

jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat

badan dalam 24 jam.

PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(���×�) PAL =

24 ��� Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/

UNU, 2001) :

1. Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69

2. Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99

3. Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40.

Cara menentukan tingkat aktivitas fisik dengan menghitung seluruh kegiatan yang

dilakukan selama satu hari dengan menggunakan nilai pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Menaksir Pengeluaran Energi Untuk Suatu Aktivitas Fisik

No Jenis Kegiatan Perkiraan Pengeluaran Energi

(16)

Kegiatan ringan hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak

menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan, contoh : berjalan kaki,

menyapu lantai, mencuci baju/piring, belajar, les di sekolah, les di luar sekolah,

mengasuh adik, menonton TV, main playstation dan komputer. Kegiatan sedang membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau

kelenturan, contohnya berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan

peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat. Kegiatan berat biasanya

membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat, contohnya berlari, bermain sepak bola, karate, taekwondo, pencak silat dan outbond.

2.6.1 Kaitan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi

Berdasarkan hasil penelitian Sorongan (2012) terdapat hubungan antara

aktivitas fisik dengan status gizi, semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang

dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi (IMT/U) lebih bahkan obesitas.

Siswa yang aktivitas fisiknya rendah berpeluang 3,043 kali mengalami obesitas

jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki aktivitas fisik tinggi (Utami,

2009). Penelitian yang dilakukan oleh Mayer yang dikutip oleh Sumosardjuno

(1986), mengenai hubungan antara jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh,

latihan olahraga, dan berat badan adalah sebagai berikut:

1. Orang yang tidak banyak aktivitas, makan lebih banyak daripada orang-orang

yang aktivitasnya sedang. dan orang seperti ini beratnya selalu bertambah.

2. Orang-orang yang banyak aktivitas, juga makan lebih banyak daripada orang

yang akivitasnya sedang, tetapi berat badannya lebih ringan daripada orang

(17)

3. Orang yang aktivitasnya sedang, makannya lebih sedikit daripada orang yang

tidak banyak aktivitas dan juga lebih sedikit dari pada orang yang banyak

aktivitas, tetapi berat badannya berada di antara yang tidak banyak aktivitas

dan yang banyak aktivitas.

Penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak yang sangat gemuk

memperlihatkan bahwa mereka makan lebih sedikit atau sama dengan

teman-temannya yang lain yang tidak gemuk. Anak-anak yang sangat gemuk ini

gerakannya memang sangat kurang. Aktivitas sehari-harinya biasanya dikerjakan

sambil duduk. Dari penelitian di atas, ternyata anak-anak yang gemuk duduk 4

kali lebih lama daripada teman-temannya yang tidak gemuk. Hal ini berlaku baik

untuk pria maupun wanita. Dari penelitian ini disumpulkan bahwa kegemukan

(obesitas) merupakan problema aktivitas fisik, bukan problema makan. Menurut

para ahli di Inggris, dalam hal kegemukan, kemalasan, atau kelambanan lebih

berperan daraipada kerakusan. Menurut Putra (2014), berdasarkan hasil di

lapangan menunjukkan semakin ke atas umur siswa maka status gizinya

cenderung kurus, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan semakin ke atas umur

maka siswa cenderung melakukan aktivitas lebih banyak.

2.7 Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Menurut Irianto, status gizi adalah ekspresi dari keadaan

(18)

gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari.

Menurut Arisman yang dikutip oleh Suprasetyo (2015) penelitian status gizi pada

dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara

mengumpulkan data penting baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk

dibandingkan dengan buku yang telah tersedia.

Komponen penilaian status gizi diperoleh melalui asupan pangan,

pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan klinis, dan riwayat mengenai kesehatan,

antropometrik, serta data psikososial. Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan

seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadi

bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien,

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan

kerja dan kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih

terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga

menimbulkan efek toksis atau membahayakan.

2.7.1 Status Gizi Kurang (Underweight)

Menurut Supariasa (2001), underweight adalah berat badan yang berada di bawah batas minimum. Kondisi berat badan di bawah batas minimum

mempunyai risiko tinggi penyakit infeksi. Menurut Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

(2007), kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang terjadi pada

sekelompok masyarakat di suatu tempat. Umumnya penyakit kekurangan gizi

(19)

selalu harus dikontrol terutama masyarakat yang tinggal di Negara-negara baru

berkembang.

Anak-anak yang menderita gizi kurang berpenampilan lebih pendek

dengan bobot badan lebih rendah dibandingkan rekan-rekan sebayanya yang sehat

dan bergizi baik (Khomsan, 2004). Laju pertambahan bobot akan lebih banyak

terpengaruh pada kondisi kurang gizi dibandingkan tinggi badan. Bila defisiensi

berlangsung lama dan parah, maka pertumbuhan tinggi badan akan terpengaruh

pula, bahkan proses pendewasaan akan terganggu. Anak-anak yang berasal dari

keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang.

Mereka mengkonsumsi makanan (energi dan protein) lebih rendah dibandingkan

anak-anak dari keluarga berada.

Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2007), berdasarkan penyelidikan

dan pengalaman, ada dua hal penting yang berhubungan dengan malnutrisi dan

hal yang perlu diperhatikan dalam usaha memperbaiki status gizi, yaitu: 1) Faktor

makanan saja, 2) Standar hidup secara nasional tinggi.

2.7.2 Status Gizi Berlebih (Overweight danObesitas)

Menurut Adams dalam Sudargo yang dikutip oleh Suprasetyo (2015)

obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat dari pola makan yang berlebihan.

Menurut Proverawati (2010), obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki

berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan

(20)

(overweight) adalah kelebihan berat badan termasuk di dalamnya otot, tulang, lemak, dan air.

2.7.2.1 Penyebab overweight dan obesitas

Pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa obesitas berkembang

masih belum lengkap hingga saat ini. Akan tetapi, kelebihan berat badan dan

obesitas dapat dihubungkan dengan perubahan gaya hidup seperti pola makan dan

aktivitas fisik, termasuk hubungan sosial, kebiasaan, budaya, fisiologikal,

metabolisme, dan faktor genetik. Kelebihan berat badan dan obesitas bukan hanya

akibat pola makan yang buruk saja. Obesitas terjadi karena banyak faktor,

menurut Santoso yang dikutip oleh Suprasetyo (2015), antara lain :

1. Faktor genetik

Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya ke generasi

berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali

menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk

pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam

menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena

pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah

besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada

sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahir

pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.

2. Kerusakan pada salah satu bagian otak

Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu

(21)

yang langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain otak dan kelenjar otak.

Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah daripada daerah lain

pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dari darah.

Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan), hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menitangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan

bahwa bila HL rusak atau hancur maka individu menolak untuk makan atau

minum, dan akan mati kecuali dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus),

sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seorang akan

menjadi rakus dan kegemukan.

3. Pola makan berlebihan

Orang yang gemuk dan obesitas lebih responsif dibanding dengan orang

berberat badan normal terhadap saraf lapar eksternal, seperti rasa dan bau

makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila

merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia merasa lapar. Pola makan

berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dan kegemukan

jika individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk

mengurangi berat badan. Dengan asupan kalori yang melebihi jumlah kalori

yang keluar, maka kelebihannya disimpan dalam tubuh menjadi timbunan

lemak yang tersebar di bagian-bagian tertentu seperti pinggang, perut, lengan

(22)

4. Kurang gerak dan olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian

berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas

dan olahraga secara umum, 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi

yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Kedua faktor

tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari

pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya memengaruhi

sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang

yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memilik peran yang sangat

penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka

semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung

mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian

akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas

gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan

olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat diminati, dan kurangnya

olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme

basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat

badan tidak hanya dapat membakar kalori, melainkan juga dapat membantu

mengatur berfungsinya metabolisme secara normal.

5. Pengaruh emosional

Ada pandangan yang menyatakan bahwa obesitas bermula dari masalah

emosional yang tidak teratasi. Orang-orang haus akan cinta kasih, seperti

(23)

dapat juga sebagai subtitusi kepuasan lain yang tidak tercapai dalam

kehidupannya. Walaupun penjelasan demikian cocok pada beberapa kasus,

namun sebagian orang yang kelebihan berat badan tidak lebih terganggu secara

psikologis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal.

Meskipun ada pendapat yang menyatakan bahwa orang gemuk biasanya tidak

bahagia, namun sebenarnya ketidakbahagiaan/tekanan batinnya lebih

diakibatkan sebagai hasil dari kegemukannya. Sebab, dalam suatu masyarakat

sering kali tubuh kurus disamakan dengan kecantikan, sehingga orang gemuk

cenderung malu dengan penampilannya dan kesulitan mengendalikan diri

terutama dalam hal yang berhubungan dengan perilaku makan.

6. Lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seorang untuk menjadi

gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk

adalah simbol kemakmuran dan keindahan, maka orang tersebut akan

cenderung untuk kegemukan. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi

oleh faktor eksternal, maka orang yang obesitas tidak akan mengalami

masalah-masalah psikologi sehubungan dengan kegemukan.

2.8 Penilaian Status Gizi Anak Usia Sekolah

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan

perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang

sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang

(24)

pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan

cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk.,

2001).

Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara

antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan

secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan

kronik antara intake energi dan protein. Menurut Riyadi yang dikutip oleh Damanik (2011), pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu

pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup

komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass).

Menurut Supariasa, dkk (2002), antropometri adalah ukuran tubuh

manusia. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk

menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U),

Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur

(IMT/U) (Depkes RI, 1995)

1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang

memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh

sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit

infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi

(25)

keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan

umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan

berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari

keadaan normal. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U

lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status).

2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan

pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan

dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,

relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat

yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau,

dan dapat juga digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi

masyarakat. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah, menggambarkan status

gizi masa lamapau atau pada masa balitanya. Masalah penggunaan indeks TB/U

pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian pengukuran tinggi badan

maupun ketelitian data umur. Kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan

TB/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

1. Sangat pendek : < -3 SD

(26)

3. Normal : - 2 SD s/d 2 SD

4. Tinggi : > 2SD

3. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011),

pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri

dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) yaitu untuk anak

umur 5-18 tahun. Kategori dan ambang batas status gizi anak sekolah berdasarkan

IMT/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

1. Sangat kurus : < -3 SD

2. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD

3. Normal : -2 SD s/d 1 SD

4. Gemuk : > 1 SD s/d 2 SD

5. Obesitas : > 2 SD

2.9 Kerangka Konsep

>

Gambar 2.1 Kerangka konsep pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi Pola makan

- Susunan makanan - Jumlah makanan - Frekuensi makanan

Gambar

Tabel 2.1   Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang   Per Hari) Anak Umur 7 –15 Tahun Golongan Berat Tinggi Energi Protein Lemak Karbohidrat
Tabel 2.2   Contoh Pola Makanan Anak Umur 7-12 Tahun Umur  7-9 tahun  10-12 tahun
Tabel 2.3 Menaksir Pengeluaran Energi Untuk Suatu Aktivitas Fisik No Jenis Kegiatan Perkiraan Pengeluaran Energi
Gambar 2.1  Kerangka konsep pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi

Referensi

Dokumen terkait

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,

Universitas Muhammadiyah Aceh Kopertis Wilayah XIII 102. Universitas Serambi Mekkah Kopertis

Universitas Muhammadiyah Mataram Kopertis Wilayah

[r]

Lembaga yang mempunyai tugas untuk mengembangkan dan mengelola berbagai sumber belajar yang secara mutlak diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar dan

No Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Penyuluh Sosial

Ilmu Keolahragaan angkatan 2010 offering B Universitas Negeri Malang, semakin ideal berat badan maka waktu yang digu-nakan untuk kecepatan renang gaya bebas 50

Terbilang : Tujuh Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah.. Kedua : Ketetapan pemenang ini dibuat dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku